ANALISIS PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN OLEH LEMBAGA ADAT DI DESA BUMI NABUNG UTARA KECAMATAN
BUMI NABUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
(Jurnal Skripsi)
Oleh:
Niko Alexander
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN OLEH LEMBAGA ADAT DI DESA BUMI NABUNG UTARA KECAMATAN
BUMI NABUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh
Niko Alexander, Damanuri WN, Sanusi H. Email: Nikoalexander1996@gmail.com
Hukum adat yang berlaku dalam menyelesaikan perkara persetubuhan pemuda dan pemudi ini,adalah lembaga bentukan desa yang telah terbentuk dengan sendirinya karena kebiasaan masyarakat setempat Hukum adat mengutamakan jalan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan perselisihan di antara warga masyarakat hukum adat. Oleh sebab itu maka saya tertarik melakukan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Analisis Penyelesaian Tindak Pidana Persetubuan oleh Lembaga Adat Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah.Permasalahan : Bagaimanakah Penyelesaian Tindak Pidana Persetubuhan oleh Lembaga Adat Di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Penyelesaiannya dengan dilakukan Sidang desa yang diwakili dengan tokoh-tokoh desa yang menjadi perwakilan setiap lapisan masyarakat, yang dipilih melalui musyawarah desa agar tercapainya kesepakatan dan dipatuhinya keputusan lembaga adat desa tersebut namun untuk masa jabatan dari perwakilan lapisan masyarakat tersebut tidak dibatasi oleh peraturan yang emplisit melaikan sampai dia tidak sanggup lagi menjalankan amanah tersebut dan masa waktu jabatan ini berbeda-beda setiap tokohnya.Dan yang mewakili masyrakat dalam sidang desa seperti; Tokoh Keagamaan, Tokoh Kemasyarakatan, Tokoh Pemuda. Jika kedua belah pihak terlah terbukti bersalah akan ada penyelesaian secara kekeluargaan dan dikenakan dendan sebesar Rp. 2000.000 (Dua Juta Rupiah) yang akan di alokasikan guna keperluan masyarakat dan Kas Dusun serta kedua belah keluarga harus setuju untuk menikahkan kedua belah pihak.
Adanya faktor yang mempengaruhi dalam penyelesaian masyarakat hukum adat dibentuk dan diintegrasikan oleh sifat dan corak fundamental yang sangat menentukan yaitu cara hidup gotong royong, dimana kepentingan bersama di atas kepentigan-kepentingan perseorangan. Setiap individu di dalam masyarakat secarasukarela memberikan kemampuannya baik materil (misal uang, barang) maupun non materiil (dalam bentuk tenaga dan pemikiran) dalam kegiatan kemasyarakatan. Cara hidup ini berawal dari adanya asumsi masyarakat tentang pandangan hidup komunalistik yang akan menjadikan masyarakat tetap berada pada alur kebersamaan. Faktor ini lah yang menyebabkan penyelesaian kasus di Desa Bumi Nabung Utara dengan penyelesaian kekeluargaan.
Penulis memberikan saran :Sebaiknya hasil dalam alur penyelesaian kasus Lembaga Adat Desa Bumi Nabung Utara Kec. Bumi Nabung Kab. Lampung Tengah harus bersifat Final dan warga desa membuat aturan desa yang melarang remaja atau Pemuda dan Pemudi melakukan kegiatan hingga diatas jam 10 malam kecuali kegiatan-kegiatan yang memang diadakan oleh desa atau sekolah, sehingga tidak terjadi hal-hal yang diluar kendali dan mencegah kerusakan terhadap generasi muda.
ABSTRACT
ANALYSIS OF CORRUPTION SINCERE CRIMINAL BY INSTITUTE IN THE VILLAGE BUMI NABUNG UTARA, DISTRICT LAMPUNG TENGAH
By:
Niko Alexander, Damanuri WN, Sanusi H. Email: Nikoalexander1996@gmail.com
The customary law applicable in settling cases of intercourse of these young men and woman is a village formation institution that has been formed by itself because the customs of local communities Customary law prioritizes the way of settlement by deliberation and consensus in resolving disputes among indigenous and tribal peoples. Therefore, I am interested in conducting research and writing the thesis with the title Analysis of Crime Agreement Settlement by Sub-Institute of Indigenous Villages BumiNabung Utara, BumiNabung District, Lampung Tengah District. Issue: How is the Cessation of Criminal Investigation by Customary Institution in BumiNabung Utara Village, BumiNabung Sub-district, Lampung Tengah District?
Based on the research, the following conclusions were obtained: Completed by the village session represented by village leaders representing every level of society, elected through village meetings to reach agreement and to obey the decision of the village institution but for the term of office of the coating representative the society is not restricted by rules that are so emphatically neglected that it is no longer able to carry out the mandate and the time period of this position varies each character. And who represents the community in village assemblies such as; Religious Leaders, Community Leaders, Youth Leaders. If both parties are proven guilty there will be a settlement between the family and a fine of Rp. 2000.000 (Two Million Rupiah) that will be allocated for the purposes of society and the Village Fund and both families must agree to marry both parties.non-material (in the form of energy and thought) in community activities. This way of life begins with the assumption of society about the communal view of life that will make people stay in the flow of togetherness. This factor is what causes the settlement of cases in the village of Bumi Nabung Utara with the settlement of kinship.
The authors provide suggestions: Better results in the completion of the case of the Institute of Indigenous Villages Bumi Nabung North Kec. Bumi Nabung Kab. Lampung Tengah must be Final and villagers make village rules prohibiting youth or Youth and the Boys from doing activities up to 10 pm unless the activities are
held by the village or school so that no things are out of control and prevent damage to the young generation.
I. PENDAHULUAN
Indonesia adalah sebuah negara hukum (rechtstate), dimana setiap ketentuan yang berlaku selalu berpedoman kepada suatu sistem hukum yang berlaku secara nasional.1 Namun disamping berlakunya hukum nasional di tengah masyarakat juga tumbuh dan berkembang suatu sistem hukum, yang bersumber dari kebiasaan yang ada di masyarakat tersebut. Kebiasaan inilah yang nantinya berkembang menjadi suatu ketentuan yang disebut dengan hukum adat. Masyarakatnya memiliki keragaman suku, ras, agama dan adat kebiasaan yang tersebar di kota dan di desa. Keragaman itu menjadi suatu kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dalam kehidupan bermasyarakat,Berlaku secara nasional maupun kedaerahan, di dalam lapangan hukum publik maupun hukum privat.2
Jika ditinjau dari perspektif mazhab hukum, keberadaan hukum tidak tertulis masih dapat diakui sebagai suatu ketentuan hukum yang berlaku bagi masyarakat dan hal tersebut dibuktikan dengan corak berpikir mazhab Utilitarianism oleh Jeremy
Bentham yang telah
mengembangkan pokok-pokok pikiran bidang hukum pidana serta menyatakan setiap kejahatan harus disertai dengan hukuman-hukuman yang sesuai dengan kejahatan tersebut untuk tujuan kebahagiaan
1 Adami Chazawi , 2008. Pelajaran Hukum
Pidana 1. Jakarta : PT. Rajaa Grafindo Persada.
2Soepomo. Bab-bab Tentang Hukum Adat. Penerbit PT.Pardnya Paramitha, Jakarta, 2000, hlm 5
dan mengurangi penderitaan bagi masyarakat.3
Keberadaan hukum adat sebagai hukum yang tumbuh dan hidup semenjak dahulu dalam masyarakat perlu mendapat perhatian yang cukup untuk penyelesaian suatu perkara pidana berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Ayat (1) menyebutkan bahwa, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Olehnya itu, kekosongan dalam hukum tertulis tidak harus dijadikan alasan hukum untuk tidak mengualifikasikan perbuatan perzinahan tersebut ke dalam perbuatan melawan hukum. Sebab, apapun alasannya perbuatan zina tersebut merupakan pelanggaran oleh aturan-aturan hukum tidak tertulis merupakan salah satu aturan yang diakui hidup pada masyarakat Indonesia sebagaimana telah disebutkan dalam ketentuan Pasal 5 Ayat (3) sub b Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pemberlakuan Hukum Pidana Adat. Fleksibilitas seperti ini, diharapkan agar hukum benar-benar dapat digunakan sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan di satu sisi (kebenaran realis), dan tidak mengenyampingkan kepastian hukum disisi lain (kebenaran formalis), terlebih dalam hukum positif Indonesia mengakui bahwa salah satu sumber hukum formil
3
adalah hukum adat (hukum kebiasaan).4
Secara etimologis istilah hukum adat terdiri dari dua kata, yaitu hukum dan adat.5 Antara hukum dengan
kehidupan masyarakat memang berkaitan erat, hukum berperan besar dalam mewujudkan kehidupan yang tertib dan aman.6
Pada tingkatan pemerintahan, barulah menjelma menjadi sebuah hukum negara. Karena sifatnya tertulis, maka hukum Negara tersebut menjadi hukum perundangan.7
Apabila terjadi hal-hal yang menyimpang maka peran hukum dapat dilihat secara lebih konkrit. Di dalam lapangan hukum pidana, ada dua hukum yang berbeda yang digunakan oleh masyarakat yaitu hukum pidana yang bersumber pada peraturan tidak tertulis lainnya dan hukum yang bersumber pada KUHP serta peraturan yang tertulis ataupun kebiasaan yaitu hukum pidana adat. Hukum pidana adat mengatur tindakan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup di tengah masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat. Untuk memulihkan ketentraman dan keseimbangan tersebut, maka terjadi reaksi adat.
4
Abd. Latif Parase Hatubi selaku Petua Adat, Isi Lokakarya Unifikasi Hukum Adat Sarano Tolaki, Kendari, 2006, hlm. 12.
5Amiruddin, 2006. Pengantar Metode
Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
6Andi Hamjah, 1991, Asas-Asas Hukum
Pidana. Jakarta. Penerbit : PT. Rineka cipta. 7Suriyaman Mustari Pide, 2009, Hukum Adat
Dulu, Kini, dan Nanti, Jakarta: Pelita Pustaka, Hlm. 5.
Keberadaan Hukum Pidana Adat pada masyarakat merupakan pencerminan kehidupan masyarakat tersebut dan pada masing-masing daerah memiliki Hukum Pidana Adat yang berbeda sesuai dengan adat istiadat yang ada di daerah tersebut dengan ciri khas tidak tertulis ataupun terkodifikasikan. Lembaga-lembaga adat tersebut memiliki kewenangan dalam masyarakat, baik itu dalam lapangan hukum privat, maupun dalam lapangan hukum publik. Kewenangan tersebut berupa sebagai penengah (arbiter) dalam penyelesaian suatu sengketa adat dan juga memiliki suatu kewenangan istimewa dalam proses penegakan hukum pidana, dimana dalam hal terjadi tindak pidana ringan, penyidik harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari pemuka adat (ninik mamak) sebelum melakukan penahan terhadap tersangka. Khusus mengenai delik persetubuhan diatur dalam Pasal 284 yang mana KUHP merumuskan bahwa hubungan seksual di luar pernikahan hanya merupakan suatu kejahatan (delik persetubuhan) apabila para pelaku atau salah satu pelakunya adalah orang telah terikat perkawinan. Apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh dua orang yang belum terikat perkawinan maka menurut KUHP mereka tidak dapat dikatakan melakukan tindak pidana persetubuhan. KUHP juga
menetapkan bahwa delik
Memperhatikan hal tersebut, maka penulis bermaksud untuk membahas bagaimanakah tindak pidana persetubuhan menurut hukum adat Lampung dalam perbandingannya dengan pengaturan tindak pidana persetubuhan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan judul skripsi
“Penyelesaian Tindak Pidana
Persetubuhan oleh Lembaga Adat di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten
Lampung Tengah”.
Permasalahan Penelitian ini adalah : a. Bagaimanakah Penyelesaian Tindak Pidana Oleh Lembaga Adat Di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah?
b. Apakah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Upaya Penyelesaian Tindak Pidana Persetubuhan Oleh Lembaga Adat Di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan analisi data dilakukan secara kualitatif.
II.PEMBAHASAN
A.Bagaimanakah Penyelesaian Tindak Pidana Oleh Lembaga Adat Di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah Hukum adat yang berlaku dalam menyelesaikan perkara persetubuhan pemuda dan pemudidalam kasus ini, bahwa Muhammad Nur anak dari bapak Santoso dan Ibu Ngatiyem
kedapan oleh warga atau kepergok berada dalam kamar kosong yang sedang melakukan hubungan intim dengan kekasihnya yaitu Khoirunnisa atau yang biasa di panggil Nisa anak dari ibu dasimah dan bapak yanto dan kejadian ini bukan hanya sekali dilakukan oleh mereka tapi berkali-kali yang menimbulkan keresahan terhadap warga sekitar. Alhasil wargapun mengambil tindakan untuk menggerbek pasangan pemuda itu dan menyelesaikannya dengan secara adat di desa bumi nabung utara dimana desa tersebut menerapkan sistem denda dan musyawarah oleh perwakilah-perwakilan tokoh desa dan orang tua agar menemukan suatu keputusan bersama yang tidak merugikan masing-masing pihak. Lembaga Adat, lembaga ini adalah lembaga bentukan desa yang telah terbentuk dengan sendirinya karena kebiasaan masyarakat setempat sejak terjadinya tranmigrasi penduduk jawa kedesa bumi nabung utara, dan
membentuk sistem-sistem
jabatan ini berbeda-beda setiap amanat ini akan secara turun temurun melekat pada keturunannya jika anak atau keturunannya sanggup memegang amanat tokoh agama tersebut, serta amanat itu tetap melekat kepadanya sampai dia meninggal dunia bahkan ketika dia sudah digantikan oleh anaknya. Jika keturunan dari tokoh agama sebelumnya tidak memenuhi kriteria seperti orang tuanya atau anak tersebut tidak mengingikan amanat tersebut maka akan diadakan musyawarh dusun untuk memilih siapa yang pantas untuk menggantikan tokoh agama tersebut. Jadi tokoh agama ini bersifat abadi secara turun temurun sejak berpindahnya masyarakat jawa ke desa bumi nabung utara.
Tokoh Masyarakat tokoh ini bersifat sama dengan tokoh agama namun tolak ukur untuk memegang amanat ini saja yang berbeda. Masa jabatan tokoh ini juga bersifat abadi selama keturunannya mampu atau mau memegang amanat yang telah di terima oleh pendahulunya. Mampu disini dalam artian keturunannya tersebut eksis atau mudah bergaul dan diterima oleh masyarakat serta memiliki financial yang cukup serta terpandang dusun ini yang dapat di amanatkan sebagai tokoh masyarakat dan mau memegang amanat tersebut jika tidak mau maka tidak ada paksaan dari pendahulunya tau warga dusun tersebut. Dan didesa bumi nabung utara setiap dusunnya memiliki 2 (dua) toko masyarakat
salah satunya harus dipegang oleh kepala dusun dan satunya dipegang oleh masyarakat yang memenuhi kriteria, dan untuk dusun tiga sendiri di pegang oleh Supardi (Kepala Dusun) dan Suparman (memenuhi kriteria) dan bapak suparman sendiri adalah orang tua dari bapak Supardi selaku Kepala Dusun.
Proses Penyelesaian Kasus Persetubuhan Bumi Nabung Utara melewati serangkaian proses dimana sebelum masuk dalam proses ini harus ada keluhan atau laporan dari masyarakat terlebih dahulu karena seperti yang di sampaikan oleh Sutarno (Kepala Dusun 3 Bumi Nabung Utara) bahwa pelaku baik pemuda dan pemudi tidak ada yang mengalami paksaan atau melakukan hubungan tersebut atas dasar suka sama suka jadi pelaku tidak akan pernah melaporkan hal yang telah terjadi pada dirinya.Jadi kejadian ini tidak dapat dicegah terlebih dahulu jika tidak dari pantauan masyarakat sekitar.
MenurutGendon (Kepala Desa) Proses alur tersebut terbagi peran-peran elmen suatu desa dalam menjalankan hukum kebiasaan atau hukum adat dalam desa terbut : Masyarakat disini masyarakat memiliki peran yang sangan vital dalam hal ini dimana kasus ini tidak akan terkuak jika masyarakat tidak melaporkan perbuatan ini dan tidak memantau pelaku, disini masyarakat memantau pelaku dan menemukan bukti-bukti baru kasus ini akan di laporkan kepada kepala dusun setempat.Kepala Dusun bertugas untuk mengumpulkan keluhan masyarakat dan menggali keterangan-keterangan terhadap warga sekitar untuk menjadikan dasar melakukan tindakan, setlah cukup data yang diperoleh baru warga sekitar dan kepala dusun melakukan penggerbekan terhadap pelaku tindak persetubuhan dan kemudian di panggilkan orang tua kedua belah pihak yang bersangkutan untuk menentukan tindakan-tindakan selanjutnya.Pihak Keluarga ini akan bertugas untuk mendampingi kedua
belah pihak pelaku persetuubuhan, karena remaja atau pemuda dan pemudi di desa tersebut belum lepas pengampuan jika belum menikah dan batas pengampuan tidak dibatasi oleh umur, melaikan dari sebuah pernikahan, dan setelah keluarga kedua belah pihak mengetahui kasus yang dilakukan oleh anaknya akan di adakan musyawarah desa dengan lembaga adat yang diwakili oleh masing-masih ketua atau perwakilan dari Tokoh Pemuda, Tokoh Agama (kerohanian), dan Tokoh Msyarakat. Yang memiliki fungsi masing dan sudut pandang masing-masing dalam musyawarah ini.Lembaga Adat setelah pihak keluarga dari kedua belah pihak mengetaui perbuatan yang dilakukan anaknya maka akan adanya musyawarah adat oleh lembaga adat yang diwakili oleh:
1) Supardi (Selaku kepala dusun dan Tokoh Masyarakat)
2) Suparman (Selaku Tokoh Masyarakat)
3) Sudikul Wafa (Selaku Tokoh Agama)
4) Arsaman (Selaku Tokoh Pemuda) 5) Keluarga kedua belah pihak yang diwakili oleh Bpk dan Ibu keduanya Disini Supardi selaku kepala dusun sebagai penengah dan yang menyampaikan kronologis kejadi kepada para tokoh dan keluarga pelaku, setelah disampaikannya kronologis baru kedua belah keluarga akan menyampaikan keluhannya atas perbuatan anaknya dan bagaimana tindakan selanjutnya.
memberikan masukan-masukan. Jika sudah selesai maka akan di sampaikan kepada musyawarah tersebut atas keinginan kedua pelaku persetubuhan apakah kedua orang tuanya sepakat atas usulan dari anaknya tau tidak.
Jika masih tidak menemukan hasil maka tokoh agama akan memberikan wejangan-wejangan atau jalan penengan dengan sudut pandang agama.
Dan kasus dibumi nabung utara dusun 3 kemarin selesai dengan kesepakan ini dan setlah terpenuhinya kesepakatan maka kedua belah pihak di kenakan denda oleh dusun sebesar Rp.2000.000-, (Dua Juta Rupiah) dan dana tersebut sebgai efek jera agar warga tidak melakukannya lagi dan dana tersebut diperuntukan untuk dana Kepemudaan atau kas pemuda sebesar 25%, dana kerohanian 25%, dana Kemasyarakatan 25%, dan Kas Dusun 25% dan kedua belah keluarga harus setuju untuk menikahkan pasangan pemuda itu. Namun jika setelah adanya musyawar lembaga adat tidak menemukan hasil maka denda administratif sebesar Rp.2000.000-, akan tetap berlaku dan akan adanya musyawarah Desa yang akan di hadiri oleh :
1) Kepala Desa 2) Sekertaris Desa 3) Semua Kepala Dusu
4) Kepala Urusan Desa Bidang Umum (Masyarakat)
5) Serta Pemangku-pemangku Adat Yang akan memberikan pendapat-pendapat dan masukan-masukan dari sudut pandang masing-masing, yang merujuk pada sisitem kekeluargaan
agar tidak terjadinya perpecahan atau
sampai adanya konflik
berkepanjangan. Jika hal ini masih Mempengaruhi Dalam Upaya Penyelesaian Tindak Pidana Persetubuhan Yang Dilakukan Pemuda Dan Pemudi Oleh Lembaga Adat Di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah.
Hukum adat mengutamakan jalan penyelesaian secara rukun dan damai secara musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan perselisihan di antara warga masyarakat hukum adat. Para pihak saling memaafkan dan tidak terburu- buru membawa perselisihan melalui pengadilan negara, sehingga tetap terjaga hubungan yang baik dan harmonis di antara para pihak, karena pada hakekatnya neraca keseimbangan dalam masyarakat yang terganggu akibat terjadinya sengketa atau perselisihan dapat dipulihkan seperti keadaan semula.8
Hal ini menunjukkan bahwa cara penyelesaian sengketa secara musyawarah untuk mufakat sesuai prinsip dalam Alternatif Dispute
Resolution (ADR) yang menghindari
permusuhan para pihak, telah mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Hal tersebut nampak misalnya, dalam falsafah masyarakat Jawa yang terkandung dalam konsep
“rukun” yang artinya menjauhkan
8Anti Mayastuti, Pola Mediasi dalam
diri dari benturan atau konflik dengan segala dimensinya.9
Konsep tersebut bermakna berperkara dengan sesama anggota sejauh mungkin harus dihindari. Sekalipun tidak bisa dihindari, maka perselisihan, persengketaan,
pertentangan atau perbedaan paham
dan sejenisnya
sebaiknya diselesaikan dengan cara musyawarah. Peradilan sebagai lembaga litigasi menjadi pilihan terakhir bila penyelesaian sengketa tidak dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Sebagai landasan operasional dalam kehidupan negara hukum Indonesia dalam hal penyelesaian sengketa terealisasi dalam Undang- Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, serta Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang membenarkan cara penyelesain
sengketa dengan
pendekatan kompromis atau musyawarah untuk mufakat yang
salah satunya adalah
melalui prosedur mediasi. Dapat ditegaskan bahwa pendekatan kompromis atau musyawarah mufakat bertujuan untuk mencari
titik temu di antara
berbagai kepentingan yang berbeda sampai dihasilkan suatu kesepakatan. Untuk itu penulis akan menguraikan pola mediasi dalam hukum adat, sebagai upaya penyelesaian sengketa dalam masyarakat hukum adat Indonesia.10
Nilai-nilai universal hukum adat selanjutnya adalah asas
9I made Sukadana, Mediasi Pradilan, 2012, Jakarta : Prestasi Pustakaraya, hlm. 82 10Anti Mayastuti, Op.cit, hlm.4
persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum, merupakan salah satu unsur demokrasi Indonesia asli yang tercermin dalam tata kehidupan tradisional Bangsa Indonesia. Kekuasaan umum ini dijalankan oleh Kepala Adat atau disebut sebagai Kepala Rakyat yang bertugas memelihara hidup hukum di dalam persekutuan, menjaga supaya hukum dapat berjalan dengan selayaknya.11
Dimulai dengan seorang kepala rakyat sebagai pamong desa ketika menjalankan tugasnya tidak bertindak sendiri, tetapi selalu bermusyawarah dengan anggota dalam pemerintahan desa, bahkan dalam banyak hal kepala rakyat bermusyawarah dalam rapat desa dengan para warga desa dalam soal- soal yang tertentu. Dengan demikian, pimpinan persekutuan selalu berjalan di bawah pengawasan dan pengaruh langsung dari rakyat.
Hal ini mencerminkan nilai musyawarah sebagai perwujudan dari asas demokrasi. Aktivitas kepala rakyat dapat dibagi dalam tiga pasal: a. Tindakan mengenai urusan tanah berhubung dengan adanya pertalian erat antara tanah dan persekutuan (golongan manusia) yang menguasai tanah itu.
b. Penyelenggaraan hukum sebagai usaha untuk mencegah adanya pelanggaran hukum (preventieve
rechtszorg), supaya hukum dapat
berjalan semestinya.
c. Menyelenggarakan hukum sebagai pembetulan hukm, setelah
11R. Soepomo, Bab-bab tentang Hukum
hukum itu dilanggar (repressieve
rechtszorg).12
Hukum adat sebagai suatu sistem
hukum memiliki pola
tersendiri dalam menyelesaikan sengketa. Hukum memiliki karakter yang khas dan unik bila dibandingkan dengan sistem hukum lain.13 Tradisi penyelesaian sengketa dalam masyarakat hukum adat didasarkan pada nilai fiosofis kebersamaan, pengorbanan, nilai supernatural dan keadilan.14
Penyelesaian sengketa
dalam masyarakat hukum adat
cenderung menggunakan ‘pola adat’
atau dalam istilah lain sering disebut
pola ‘kekeluargaan’. Pola ini
diterapkan bukan hanya
untuk sengketa perdata tetapi juga pidana. Penyelesaian sengketa dalam pola adat, bukan berarti tidak ada kompensasi atau hukuman apa pun terhadap pelanggar hukum adat.15 Menyelesaikan sengketa dalam masyarakat hukum adat secara damai sudah menjadi budaya hukum masyarakat adat di Indonesia Usaha penyelesaian perkara/sengketa secara damai, pada masa Hindia Belanda disebut dengan Peradilan Desa (dorpsjustitie), yang diatur dalam Pasal 3a RO yang sampai sekarang tidak pernah dicabut. Menurut Pasal tersebut disebutkan: a. Semua perkara yang menurut hukum adat termasuk kekuasaan hakim dari masyarakat hukum
12R. Soerojo Wignyodopoero, Kedudukan
serta Perkembangan Hukum Adat setelah Kemerdekaan, 1988, Jakarta : Gunung Agung, hlm.61
13Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Prespektif
Hukum Syariah, 2009, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, hlm. 235
14Ibid 15Ibid
kecil (hakim desa) tetap diadili oleh para hakim tersebut.
b. Ketentuan pada ayat di muka tidak mengurangi sedikitpun hak yang berperkara untuk setiap waktu mengajukan perkaranya kepada hakim-hakim yang dimaksud.
c. Hakim-hakim yang dimaksud dalam Ayat 1 meengadili perkara menurut hukum adat, mereka tidak boleh menjatuhkan hukuman.16
Masyarakat hukum adat dibentuk dan diintegrasikan oleh sifat dan corak fundamental yang sangat menentukan yaitu cara hidup gotong royong, dimana kepentingan bersama di atas kepentigan-kepentingan perseorangan. Setiap individu di dalam masyarakat secara sukarela memberikan kemampuannya baik materil (misal uang, barang) maupun non materiil (dalam bentuk tenaga dan pemikiran) dalam kegiatan kemasyarakatan. Cara hidup ini berawal dari adanya asumsi masyarakat tentang pandangan hidup komunalistik yang akan menjadikan masyarakat tetap berada pada alur kebersamaan.17 Hukum adat pada hakikatnya mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat, baik di dalam keluarga, hubungan kekerabatan, ketetanggan, memulai suatu pekerjaan maupun mengakhiri pekerjaan. Corak inilah yang juga menentukan masyarakat hukum adat dalam penyelesaian sengketa
lebih mengutamkan jalur
penyelesaiannya secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, dengan saling memaafkan, tidak terburu-buru perselisihan itu
16Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu
Hukum Adat Indonesia, 1992, Bandung:Mandar Maju hlm.284
17Serjono Soekanto dan Soleman B. Taneko,
diselesaikan melalui pengadilan negara.
III. PENUTUP
A.Simpulan
Simpulan dari penelitian yang
berjudul “Penyelesaian tindak pidana
persetubuhan oleh lembaga adat di desa bumi nabung utara Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung
Tengah” ini antara lain sebagai
berikut:
1. Proses Penyelesaian Kasus Persetubuhan Bumi Nabung Utara melewati serangkaian proses dimana sebelum masuk dalam proses ini harus ada keluhan atau laporan dari masyarakat terlebih dahulu karena seperti yang di sampaikan olehKepala Dusun 3 Bumi Nabung Utara bahwa pelaku baik pemuda dan pemudi tidak ada yang mengalami paksaan atau melakukan hubungan tersebut atas dasar suka sama suka jadi pelaku tidak akan pernah melaporkan hal yang telah terjadi pada dirinya.Jadi kejadian ini tidak dapat dicegah terlebih dahulu jika tidak daripantauan masyarakat sekitar.
Dan diselesaikan dengan Alur : a. Laporan Masyarakat
b. Kajian Kepala Dusun c. Eksekusi
d. Menghubungi Pihak Keluarga e. Musyawarah Lembaga Adat f. Putusan
2. Masyarakat hukum adat dibentuk dan diintegrasikan oleh sifat dan corak fundamental yang sangat menentukan yaitu cara hidup gotong royong, dimana kepentingan bersama di atas kepentigan-kepentingan perseorangan. Setiap individu di dalam masyarakat secara sukarela
memberikan kemampuannya baik materil (misal uang, barang) maupun non materiil (dalam bentuk tenaga dan pemikiran) dalam kegiatan kemasyarakatan. Cara hidup ini berawal dari adanya asumsi masyarakat tentang pandangan hidup komunalistik yang akan menjadikan masyarakat tetap berada pada alur kebersamaan. Hukum adat pada hakikatnya mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat, baik di dalam keluarga, hubungan kekerabatan, ketetanggan, memulai suatu pekerjaan maupun mengakhiri pekerjaan. Corak inilah yang juga menentukan masyarakat hukum adat dalam penyelesaian sengketa
lebih mengutamkan jalur
penyelesaiannya secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, dengan saling memaafkan, tidak terburu-buru perselisihan itu diselesaikan melalui pengadilan negara.
B.Saran
Simpulan dari penelitian yang
berjudul “Penyelesaian tindak
pidana persetubuhan oleh lembaga adat di desa bumi nabung utara
Kecamatan Bumi Nabung
Kabupaten Lampung Tengah” ini
antara lain sebagai berikut:
kendali kita dan mencegah kerusakan terhadap generasi muda.
2. Dan dalam faktor penyebabnya penyelesaian Lembaga Adat ini tetap mengutamakan kepentingan bersama bukan Individu-Indvidu dan setiap Tokoh adat harus memiliki 2 tokoh yang tidak ada ikatan dara atau persaudaraan agar putusan yang dihasilkan dalam musyawarah tidak terkesan memihak sebelah.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, 2006. Pengantar Metode
Penelitian Hukum. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Asami, Chazawi , 2008. Pelajaran
Hukum Pidana 1. Jakarta : PT.
Rajaa Grafindo Persada
Dewi, Erna,2014,Sistem Pemidanaan
Indonesia yang Berkearifan Lokal.
PKKPUHAM Bandar Lampung
Dirdjosisworo,Soedjono,1991 Hukum
Pidana Indonesia dan Gelagat Kriminalitas Masyarakat Pasca Industri,Sinar Grafika, Jakarta.
Hamzah,Andi 1991, Asas-Asas Hukum
Pidana. Jakarta. Penerbit : PT.
Rineka cipta.
Kansil, C.S.T, 2010, Latihan Ujian
Hukum Pidana, Penerbit : Sinar Grafika,
Jakarta.
Moeljanto,Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Jakarta:Bumi
Aksara.
Mayastuti,Anti, 2012,Pola Mediasi
dalam Prespektif Hukum Adat,
Bandung : Alfabeta.
Pide,Mustari,Suriyaman 2009, Hukum
Adat Dulu, Kini, dan Nanti, Jakarta: