• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Employability Sebagai Moderator Hu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Employability Sebagai Moderator Hu"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Employability Sebagai Moderator Hubungan Job insecurity dan Kepuasan Kerja Pada Karyawan Tetap dan Kontrak

Byarbreda Mahaputra

Universitas Indonesia

Corrina S. Riantoputra

Universitas Indonesia

Adi Respati

Universitas Indonesia

Abstrak

Job insecurity seringkali diasumsikan dapat menurunkan tingkat kepuasan

kerja. Tetapi, penelitian menunjukan bahwa hubungan kedua variabel tersebut lebih

rumit dibandingkan dengan asumsi. Beberapa studi sebelumnya gagal untuk

menjelaskan hasil yang beragam mengenai kekuatan hubungan antara job insecurity

dan kepuasan kerja. Hal ini menunjukan bahwa hubungan kedua variabel tersebut

mungkin dimoderasi oleh variabel lain. Dua variabel yang mungkin dapat

menjelaskan hubungan job insecurity dan kepuasan kerja adalah employability -yang

didefinisikan sebagai persepsi terhadap kemampuan karyawan untuk mencari

pekerjaan baru atau tetap bekerja di pekerjaannya saat ini, dan perbedaan status

kepegawaian karyawan -tetap dan kontrak. Penelitian ini memiliki hipotesis,

employability dapat memoderasi hubungan job insecurity dan kepuasan kerja pada

karyawan tetap dan kontrak. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional

terhadap 172 karyawan -yang terdiri dari karyawan tetap dan kontrak, perusahaan

jasa logistik di Indonesia. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa employability

dapat memoderasi hubungan antara job insecurity dan kepuasan kerja pada

karyawan tetap, tetapi tidak pada karyawan kontrak. Dampak Hasil penelitian ini

terhadap pemahaman hubungan job insecurity dan kepuasan kerja, didiskusikan

(2)

Pendahuluan

Pada beberapa dekade terakhir ini perusahaan lebih banyak mempekerjakan

karyawan kontrak dibandingkan karyawan tetap guna menekan biaya yang

dikeluarkan untuk tenaga kerja (Burke, Esther & Greenglass, 2000). Status

kepegawaian yang berbeda menghasilkan hak dan kewajiban yang berbeda pada

setiap status kepegawaian. Karyawan kontrak memiliki jangka waktu kerja yang

relatif lebih singkat dan kemungkinan yang lebih kecil untuk dipekerjakan kembali

oleh perusahaan dibandingkan karyawan tetap. Selain itu, karyawan kontrak juga

menerima gaji dibawah rata-rata gaji karyawan tetap (Booth, Francesconi, & Franck

2002). Di sisi lain karyawan tetap berhak untuk mendapatkan uang pesangon, uang

penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak apabila masa kerjanya habis

atau pensiun memiliki jangka waktu yang kemungkinan dipekerjakan.

Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menyebabkan munculnya perasaan

terancam terhadap keberlangsungan pekerjaan karyawan atau dapat disebut job

insecurity (Sverke, Hellgren & Naswall, 2002). Job insecurity adalah persepsi

karyawan terhadap ancaman kehilangan atau keberlangsungan pekerjaan dan

kekhawatiran terhadap ancaman tersebut (De Witte, 2005). Karyawan yang

merasakan perasaan kurang dapat mengontrol situasi dalam pekerjaan dan kurang

dapat memprediksi situasi yang akan dihadapi oleh karyawan dikarenakan

ambiguitas situasi dapat menyebabkan job insecurity (Ashord, Lee, & Bobko, 1989).

Job insecurity memiliki dampak jangka pendek dan bersifat individual pada

karyawan, yaitu kepuasan kerja karyawan.

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa job insecurity dan kepuasan kerja

memiliki hubungan yang negatif dan signifikan (De Cuyper & De Witte, 2005, 2006;

De Cuyper, De Witte & Notlaers, 2009; Sverke et. al., 2002). Pada penelitian meta

analisa Sverke et. al. (2002) mengungkapkan bahwa hubungan job insecurity dan

kepuasan kerja juga memiliki variasi kekuatan hubungan yang beragam, yang mana

kekuatan kedua hubungan tersebut dapat kuat atau lemah atau tidak signifikan.

Variasi hasil penelitian hubungan job insecurity dan kepuasan kerja menunjukan

bahwa hubungan job insecurity dan kepuasan kerja mungkin dimoderasi oleh

variabel lain seperti status kepegawaian (Sverke et. al., 2002) dan relational

(3)

Ketika hubungan antara job insecurity dan kepuasan kerja diteliti pada setiap jenis

status kepegawaian, maka hubungan job insecurity dan kepuasan kerja menunjukan

hasil yang bervariasi. Pada karyawan tetap ditemukan hubungan negatif yang kuat

dan signifikan antara job insecurity dan kepuasan kerja (Sverke et. al., 2002; De

Cuyper et. al., 2009), tetapi hubungan tersebut tidak ditemukan signifikan pada

karyawan kontrak tetap (De Cuyper et. al., 2009). Selain itu karyawan kontrak tetap

memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan karyawan tetap De Cuyper

et. al, 2009; De Cuyper, De Witte, Kinnunen, & Natti , 2010).

Hasil penelitian mengenai hubungan job insecurity dan kepuasan kerja pada

setiap status kepegawaian dapat dijelaskan melalui kerangka teori stress appraisal

yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (1984). Teori stress appraisal

menyatakan bahwa penilaian terhadap situasi yang dapat menimbulkan stress

bergantung kepada penilaian subjektif individu (Lazarus & Folkman, 1984). Pada

karyawan kontrak, ancaman terhadap keberlangsungan pekerjaan dirasakan tidak

terlalu besar karena karyawan kontrak telah menyadari bahwa kemungkinan besar

dirinya tidak akan dipekerjakan kembali oleh perusahaan sehingga karyawan

kontrak telah mempersiapkan diri untuk mencari pekerjaan lain (De Cuyper et. al.,

2009). Pada karyawan tetap, ancaman terhadap keberlangsungan pekerjaan lebih

dapat dirasakan karena karyawan tetap yang merasa dirinya akan terus

dipekerjakan, lebih merasa terancam apabila perusahaan sedang mengurangi

jumlah karyawannya (De Cuyper et. al., 2009). Dengan demikian kemungkinan

munculnya stress pada karyawan tetap lebih besar dibandingkan dengan karyawan

kontrak, sehingga penilaian terhadap kepuasan kerja juga akan lebih tinggi pada

karyawan kontrak dibandingkan dengan karyawan (De Cuyper et. al., 2009).

Dari penjelasan mengenai hubungan job insecurity dan kepuasan kerja dapat

disimpulkan bahwa, penilaian terhadap situasi yang mengancam keberlangsungan

pekerjaan merupakan kunci dari hubungan kedua variabel tersebut. Apabila

karyawan merasa situasi di lingkungan pekerjaannya mengancam keberlangsungan

pekerjaan maka kepuasan kerja karyawan dapat menurun. Beberapa penelitian

mengungkapkan bahwa employability dapat mengubah persepsi karyawan terhadap

situasi yang mengancam keberlangsungan pekerjaannya menjadi situasi yang

menantang yang harus dihadapi (De Cuyper, Bernhard-Oettel, Berntson, De Witte, &

Alarco, 2008; De Cuyper et. al., 2009; Silla et. al., 2009). Employability merupakan

(4)

pekerjaan lainnya sesuai dengan minat atau hasrat dirinya (Rothwell & Arnold,

2005). Karyawan yang memiliki employability tinggi menanggap dirinya mampu

untuk mencari pekerjaan lainnya, sehingga apabila keberlangsungan pekerjaannya

terancam, ia merasa dapat dengan mudah mencari pekerjaan di perusahaan

lainnya. Dengan demikian situasi yang mengancam keberlangsungan pekerjaannya

tidak lagi dirasakan mengancam.

Penelitian terhadap peran employability sebagai moderator hubungan antara job

insecurity dan kepuasan kerja belum pernah ditemukan oleh penulis. Peran

employability sebagai moderator ditemukan pada hubungan antara job insecurity

dengan life satisfaction dan psychological distress –yang merupakan dampak jangka

panjang job insecurity pada individu (Silla et. al., 2009). Lebih lanjut dalam penelitian

Silla et. al. (2009) mengemukakan bahwa employability dapat meningkatkan kontrol

terhadap keberlangsungan pekeerjaannya, yang mana karyawan tidak lagi

bergantung pada satu perusahaan untuk tetap bekerja melainkan bergantung pada

kemampuan dirinya untuk bekerja. Penelitian ini mengetahui apakah employability

dapat beperan sebagai moderator hubungan antara job insecurity dan kepuasan

kerja pada karyawan tetap dan kontrak.

Tinjauan Teoritis

Job Insecurity

Job insecurity merupakan persepsi karyawan terhadap ancaman kehilangan

pekerjaan dan kekhawatiran terhadap ancaman tersebut (De Witte, 2005). Lebih

lanjut De Witte (2005) mengungkapkan bahwa karyawan yang merasakan ancaman

terhadap keberlangsungan pekerjaannya juga akan merasakan ketakutan untuk

tidak dipekerjakan, kemunculan situasi yang tidak disengaja (involuntary) dan

ketidakberdayaan (powelessness) terhadap ancaman keberlangsungan

pekerjaannya. Karyawan yang juga merasakan perasaan kurang dapat mengontrol

situasi dalam pekerjaan dan kurang dapat memprediksi situasi yang akan dihadapi

oleh karyawan dikarenakan ambiguitas situasi dapat menyebabkan job insecurity

(Ashord, Lee, & Bobko, 1989).

Job insecurity memiliki dampak terhadap kepuasan kerja karyawan. Kepuasan

kerja merupakan merupakan keseluruhan sikap yang menggambarkan evaluasi

karyawan terhadap pekerjaannya yang di dalamnya mencakup seberapa jauh

(5)

Britt, 2008) Hubungan kedua variabel tersebut dapat dijelaskan melalui teori stres

Lazarus & Folkman (1984), dimana antisipasi terhadap kondisi yang berpotensi

menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan (Sverke et. al., 2002). Job

insecurity merefleksikan pengalaman subjektif karyawan terhadap antisipasi dari

peristiwa penting dan tidak disengaja (involuntary) yang mengancam pekerjaannya

(Sverke et. al., 2002). Kecemasan yang mungkin timbul akibat job insecurity adalah

ketakutan mengenai keberlangsungan pekerjaannya. Kecemasan tersebut

memunculkan rasa kurang dapat mengontrol situasi pada pekerjaan

(uncontrollability) dan karyawan juga kurang dapat memprediksi situasi yang akan

dihadapi di lingkungan kerja (unpreditability). Sebagai akibatnya, karyawan menjadi

tidak berdaya (powerless) untuk mengatasi situasi yang mengancam pekerjaannya

dan pada akhirnya ketegangan psikologis (psychological strain) berkembang pada

karyawan. Ketika karyawan merasakan ketegangan psikologis maka dapat

menurunkan penilaian karyawan terhadap kepuasan kerjanya.

Beberapa studi mengenai hubungan job insecurity dan kepuasan kerja

menemukan bahwa Job insecurity dan kepuasan kerja memiliki hubungan yang

lemah ataupun tidak signifikan (Makikangas & Kinnunen, 2003; Naswall, Sverke &

Hellgren, 2005) Hal tersebut dikarenakan perasaan tidak dapat memprediksi

keberlangsungan masa depan pekerjaannya tidak muncul pada karyawan kontrak,

karena karyawan pada penelitian tersebut telah mengetahui bahwa mereka tidak

selamanya akan bekerja di satu perusahaan sehingga mendorong karyawan untuk

mencari pekerjaan lainnya (De Cuyper & De Witte, 2006). Kedua penelitian tersebut

juga kurang memperhatikan persebaran status kepegawaian, yang mana karyawan

kontrak pada penelitian tersebut lebih banyak dibandingkan karyawan tetap.

Tetapi beberapa penelitian lainnya tentang hubungan kedua variabel tersebut

menemukan hasil yang berbeda. Job insecurity memiliki hubungan yang signifikan

dan negatif dengan kepuasan kerja (Sverke et. al., 2002; De Cuyper et. al., 2006; De

Cuyper et. al., 2009; De Cuyper et. al., 2010). Pada penelitian De Cuyper et. al.

(2006; 2009; 2010) status kepegawaian telah dijadikan sebagai variabel kontrol dan

ketiga penelitian tersebut juga telah mempertimbangkan persebaran jumlah status

kepegawaian pada responden penelitian mereka. Lebih lanjut penelitian meta

analisa Sverke et. al. (2002) mengungkapkan bahwa variasi hasil penelitian

hubungan job insecurity dan kepuasan kerja hanya berbeda pada kuat atau

(6)

bahwa studi-studi mengenai hubungan job insecurity dan kepuasan kerja lebih

banyak mengungkapkan hasil yang negatif dan signifikan dibandingkan hasil

hubungan yang lemah ataupun tidak signifikan.

H1: Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara job insecurity dan kepuasan kerja

Employability

Penelitian hubungan job insecurity dan kepuasan kerja memunculkan hasil yang

berbeda-beda. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa job insecurity dan

kepuasan kerja memiliki hubungan negatif dan signifikan (De Cuyper et. al., 2006;

De Cuyper et. al., 2009; De Cuyper et. al., 2010). Lebih lanjut Sverke et. al. (2002)

mengemukakan bahwa hubungan job insecurity dan kepuasan kerja memiliki variasi

kekuatan hubungan yang beragam. Sementara beberapa penelitian lainnya

mengungkapkan bahwa job insecurity dan kepuasan kerja memiliki hubungan yang

tidak signifikan (Makikangas & Kinnunen, 2003; Naswall, Sverke & Hellgren, 2005).

Dari hasil penelitian yang berbeda-beda menunjukan bahwa ada kemungkinan

hubungan antara job insecurity dan kepuasan kerja dimoderasi oleh variabel lainnya

(Sverke et. al., 2002). Salah satu variabel yang dapat berperan sebagai moderator

hubungan job insecurity dan dampak dari job insecurity adalah employability (Silla,

et. al., 2009). Variabel moderator merupakan suatu variabel yang mempengaruhi

hubungan dua variabel lainnya (Cohen, Cohen, Aiken & West, 2009), dimana

variabel moderator tersebut dapat mengubah arah hubungan atau dapat

memperkuat atau memperlemah hubungan antar dua variabel.

Inti dari job insecurity terletak pada peniliaian terhadap situasi yang berpotensi

mengancam pekerjaan. Penilaian tersebut bergantung kepada persepsi individu

dalam mengintepretasikan suatu situasi (Lazarus & Folkman, 1984). Artinya apabila

karyawan menganggap situasi di pekerjaannya sebagai situasi yang mengancam

keberlangsungan pekerjaannya, maka kemungkinan karyawan untuk mengalami

ketegangan psikologis juga semakin tinggi dan akibatnya dapat menurunkan

kepuasan kerja. Employability merupakan persepsi karyawan tentang kemampuan

dirinya untuk memperoleh pekerjaan yang baru atau untuk tetap bertahan di suatu

pekerjaan yang sesuai dengan minat atau hasrat dirinya. Karyawan yang memiliki

(7)

kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan baru, sehingga dirinya tidak perlu

khawatir apabila tidak lagi dipekerjakan oleh suatu perusahaan. Selain itu karyawan

yang memiliki employability tinggi menganggap potensi ancaman untuk tidak

dipekerjakan bukan lagi sebagai suatu ancaman, melainkan suatu tantangan yang

harus dihadapi (De Cuyper et. al., 2008). Oleh karena itu dampak negatif dari job

insecurity terhadap kepuasan kerja juga dapat berkurang.

Employability memungkinkan karyawan untuk secara aktif mencari informasi di

dalam dan di luar lingkungan kerjanya. Dengan aktif mencari informasi mengenai

lingkungan kerja, karyawan dapat mengetahui apa saja potensi ancaman terhadap

keberlangsungan pekerjaannya dan dapat menentukan bagaimana cara mengatasi

potensi ancaman tersebut, sehingga karyawan dapat lebih mengontrol situasi di

lingkungan kerja dan dapat memprediksi keberlangsungan masa depan

pekerjaannya.

Employability juga dapat dipandang sebagai kemungkinan karyawan untuk

mencari alternatif pekerjaan lain (Forrier & Sels, 2003 dalam Silla et. al., 2009).

Karyawan kontrak sering kali berpindah kerja ketika kontrak kerjanya habis.

Frekuensi perpindahan kerja pada karyawan kontrak sedikit banyak memberikan

pengalaman dan informasi bagi karyawan mengenai kesempatan karir di berbagai

pekerjaan. Karyawan kontrak yang memiliki employability tinggi dapat melihat

peluang karir yang lebih luas dari pilihan yang telah diambilnya, dengan demikian

kontrol terhadap keberlangsungan pekerjaan karyawan berasal dari luar

perusahaan. (De Cuyper et. al., 2009). Di sisi lain karyawan tetap juga dapat melihat

peluang kerja di dalam perusahaan melalui kesempatan promosi diperusahaannya.

Selain itu kejelasan jenjang karir di perusahaan juga dapat meningkatkan

employability pada karyawan tetap (Berntson, 2008). Dengan demikian, baik

karyawan tetap dan kontrak dapat memiliki tingkat employability yang sama tinggi.

Dengan kata lain karyawan tetap dan kontrak yang memiliki employability tinggi lebih

dapat mengurangi dampak negatif dari job insecurity terhadap kepuasan kerja

dibandingkan karyawan tetap.

(8)

Hipotesis 2.b: Employability pada karyawan kontrak juga dapat berperan sebagai moderator hubungan antara job insecurity dan kepuasan kerja, sehingga dampak negatif job insecurity terhadap kepuasan kerja dapat berkurang

Diagram 1. Diagram Penelitian

Metode Penelitian

Pada penelitian terdapat empat variabel penelitian, yaitu job insecurity sebagai

variabel bebas, kepuasan kerja sebagai variabel terikat, serta employability dan

status kepegawaian sebagai variabel yang mempengaruhi hubungan variabel bebas

dan terikat, atau dapat disebut variabel moderator. Penelitian ini merupakan

penelitian korelasional, kuantitatif dengan desain penelitian cross-sectional study

design (Kumar, 2005). Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah

non-probability sampling, yaitu accidental sampling.

Responden penelitian ini adalah karyawan tetap dan kontrak salah satu

perusahaan penyedia jasa transportasi dan logistik di Indonesia yang telah bekerja

minimal selama 6 bulan di perusahaan tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan

besaran sampel sebanyak 172 responden.

Alat ukur penelitian ini terdiri dari skala Short-form Minnesota Satisfaction

Questionnaire (MSQ) dari Weiss, Dawis, England dan Lofquist (1967) (20 item) ,

skala Self-perceived Employability dari Rothwell dan Arnold (2005) (16 item), dan

skala Job Insecurity dari Francais dan Barling (2005) (5 item), sedangkan status

kepegawaian karyawan didapatkan melalui pilihan jawaban responden yang memilih

Job insecurity

Kepuasan Kerja

Employability

• Karyawan Tetap • Karyawan Kontrak

H1

(9)

status kepegawaian tetap atau kontrak. Ketiga alat ukur tersebut diadaptasi dari

bahasa Inggris menjadi bahasa Indonesia. Seluruh alat ukur dalam penelitian ini

memiliki rentang skor antara 1 hingga 6. Khusus untuk alat ukur Job Insecurity,

peneliti menambahkan 4 item untuk mencegah jumlah item terlalu sedikit akibat uji

reliabilitas alat ukur.

Setelah melakukan adaptasi alat ukur, penulis mengujicobakan keseluruhan alat

ukur kepada 30 karyawan perusahaan jasa transportasi dan logistik. Tujuan

pengujian alat ukur untuk melihat reliabilitas dari setiap alat ukur. Teknik analisis uji

reliabilitas yang digunakan adalah Cronbach Alpha. Dari hasil uji reliabilitas alat ukur

didapatkan indeks reliabilitas skala Short-form MSQ sebesar 0,944 (dengan jumlah

item akhir sebanyak 20 item), Skala Self-perceived Employability sebesar 0,826

(dengan jumlah item akhir sebanyak 10 item), dan skala Job Insecurity sebesar

0,837 (dengan jumlah item akhir sebanyak 6 item).

Untuk melihat hubungan antara job insecurity dan kepuasan kerja digunakan

teknik korelasi Pearson Product Moment. Sedangkan untuk menguji peran

moderator employability terhadap hubungan job insecurity dan kepuasan kerja

digunakan teknik hierarichical-multiple regression. Seluruh teknik statistik dilakukan

dengan menggunakan program software SPSS (Statistical Package for Social

Science) versi 17.0

Hasil Penelitian

Gambaran Responden

Responden penelitian berjumlah 172 orang, yang terdiri dari 92 orang karyawan

tetap (53,49%) dan 80 orang karyawan kontrak (46,51%), 101 orang pria (58,72%),

57 orang wanita (33,14%) dan 14 orang (8,14%) tidak mencantumkan jenis kelamin.

Mayoritas responden memiliki penghasilan pada rentang 2-4 juta perbulan (70.35%),

memiliki periode kerja di dalam perusahaan kurang dari 1 tahun (41.28%) dan

memiliki pengalaman kerja di luar perusahaan 1 hingga 5 tahun (40.12%).

Statistik Deskriptif

Pada nilai rata-rata job insecurity karyawan tetap memiliki nilai rata-rata sebesar

2,965 (SD= 0,766), sedangkan karyawan kontrak memiliki nilai rata-rata job

(10)

tetap dan kontrak memiliki rata-rata nilai 4,418 (SD= 0,644) dan 4,316 (SD= 0,677).

Sedangkan nilai rata-rata employability pada karyawan tetap dan kontrak memiliki

rata-rata nilai 4, 655 (SD= 0,631) dan 4,618 (SD= 0,507).

Pada perhitungan korelasi antar variabel didapatkan hasil bahwa semua variabel

kontrol –usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, penghasilan perbulan, lama kerja di

PT X dan luar PT X, tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel terikat

–kepuasan kerja, baik pada karyawan tetap, karyawan kontrak maupun pada data

seluruh karyawan. Untuk melihat lebih jelas hasil perhitungan korelasi antar variabel

dapat dilihat pada tabel 1. Pada karyawan tetap ditemukan hubungan yang

signifikan dan negatif antara job insecurity dan employability (r = -,306; p<0,01;

2-tailed), tetapi hubungan tersebut tidak signifikan pada karyawan kontrak (r= -.119;

p>0.05; 2-tailed).

Hubungan Job Insecurity dan Kepuasan Kerja

Teknik statistik korelasi Pearson digunakan untuk menguji hipotesis pertama

dalam penelitian, yaitu terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara job

insecurity dan kepuasan kerja. Hasil uji korelasi pearson menunjukan bahwa job

insecurity dan kepuasan kerja memiliki hubungan negatif dan signifikan (r=-.264;

p<0.01; 1-tailed) pada data seluruh karyawan (H1 diterima). Hubungan negatif

tersebut dapat diintepretasikan bahwa jika individu memiliki skor job insecurity tinggi

maka individu akan memiliki skor kepuasan kerja yang rendah

Tabel 2.

Hasil Perhitungan Korelasi antara Job insecurity dan Kepuasan Kerja Pada Data Seluruh Karyawan

r Sig (p)

Job insecurity dengan

Kepuasan Kerja

-.264 .000**

(11)
(12)
(13)

Hasil Uji Prediktor dan Moderator Kepuasan Kerja

Teknik statistik hierarichical-multiple regression digunakan untuk menguji

hipotesis kedua. Teknik ini melihat interaksi antara variabel job insecurity dan

employability terhadap kepuasan kerja. Uji interaksi ini memiliki 3 tahapan. Tahap

pertama variabel kontrol dimasukan ke dalam perhitungan terlebih dahulu. Tahap

kedua, masing-masing variabel prediktor dan moderator –yaitu job insecurity dan

employability juga dimasukan ke dalam perhitungan statistik. Tahap ketiga, interaksi

antara variabel prediktor dan moderator dimasukan kedalam perhitungan statistik.

Uji interaksi job insecurity dan kepuasan kerja dilakukan secara terpisah antara data

karyawan tetap dan data karyawan kontrak.

Tahap pertama tidak di laksnakan oleh peneliti karena semua variabel kontrol

dalam penelitian tidak ada yang berkorelasi signifikan dengan variabel terikat –

kepuasan kerja baik pada karyawan kontrak maupun pada karyawan tetap. Oleh

karena itu, tahap kedua dalam uji regresi moderasi menjadi tahap pertama dalam

penelitian ini. Sedangkan interaksi antara variabel prediktor dan moderator pada

tahap tiga diperoleh melalui perkalian antara skor standarisasi job insecurity dan

skor standarisasi employability. Skor standarisasi penting dilakukan untuk

menghindari inter-korelasi antar prediktor dan moderator (Cohen et. al., 2003).

Standarisasi dilakukan dengan cara menjumlahkan skor setiap variabel –prediktor

dan moderator, kemudian dikurangi rerata setiap variabel.

Hubungan antara job insecurity dan kepuasan kerja pada karyawan tetap tidak

ditemukan hubungan yang signifikan (βJI= -.101, p>0.05). Pada hubungan

employability dan kepuasan kerja terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antar kedua variabel tersebut (βEmp= .575; p<0.01) Tabel 3 menunjukan bahwa

terdapat interaksi positif dan signifikan antara job insecurity dan employability pada

karyawan tetap (βJIxEmp= .343; p<0.01) dimana interaksi tersebut dapat menjelaskan

34,3% varians kepuasan kerja (H2.a diterima). Pada Grafik 1. ditemukan bahwa

karyawan tetap yang memiliki employability tinggi dapat mengubah arah hubungan

job insecurity dan kepuasan kerja menjadi positif, dimana karyawan yang memiliki

job insecurity tinggi akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi (B= .082, t= .992,

(14)

Pada karyawan kontrak hubungan antara job insecurity dan kepuasan kerja

juga tidak ditemukan hubungan yang signifikan ( βJI = -.187; p>0.05). Sedangkan

hubungan employability dan kepuasan kerja pada karyawan kontrak menunjukan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara kedua variabel tersebut

Emp= .575; p<0.01), dimana 57,5% varians kepuasan kerja dapat dijelaskan oleh

employability. Hasil yang cukup berbeda ditunjukan pada interaksi job insecurity dan

employability terhadap kepuasan kerja pada karyawan kontrak. Pengaruh interaksi

job insecurity dan employability tidak signifikan dirasakan pada hubungan job

insecurity dan kepuasan kerja (βJIxEmp= .064; p>0.05), sehingga perbedaan skor

kepuasan kerja tidak akan berbeda jauh ketika employability yang dimiliki karyawan

tinggi ataupun rendah (H2.b ditolak). Untuk lebih jelas melihat pengaruh

employability sebagai moderator hubungan job insecurity dan kepuasan kerja dapat

dilihat pada grafik 2

Keterangan:

Tabel 3.

Hasil Hierarchical-Multiple Regression Pada Kepuasan Kerja (Karyawan Tetap) (Koefisien β, nilai R2 dan nilai

R2)

Tahap 1 Tahap 2

Job insecurity (JI) -.101 -0.037

Employability (Emp) .575** .423**

Interaksi JIxEmp .343**

R2 .376 .461

R2 .376 .085

F 26.206** 24.480**

df1, df2 2, 87 1, 86

*. p<.05, **. p<0.01 (one-tailed)

Grafik 1.

(15)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, didapatkan bahwa pada karyawan tetap interaksi

employability dan job insecurity memiliki hubungan positif yang signifikan. Tetapi

pada karyawan kontrak interaksi kedua variabel tersebut tidak signifikan pada

variabel kepuasan kerja. Dengan kata lain employability dapat berperan sebagai

moderator hubungan antara job insecurity dan kepuasan kerja pada karyawan tetap.

Sedangkan pada karyawan kontrak, employability hanya merupakan salah satu

prediktor dari kepuasan kerja. Hubungan antara job insecurity dan kepuasan kerja

juga ditemukan memiliki hubungan yang negatif dan signifikan pada data seluruh

karyawan

Diskusi

Hasil uji peran employability sebagai moderator hubungan antara job insecurity

dan kepuasan kerja menunjukan bahwa, employability –pada karyawan tetap, dapat

berperan sebagai moderator kedua hubungan tersebut. Hal tersebut mungkin terjadi

karena pada karyawan tetap employability yang berasal dari kesempatan kerja di

dalam perusahaan membuat karyawan merasa dapat mengontrol situasi yang

mengancam keberlangsungan pekerjaannya. Rothwell dan Arnold (2005)

menyatakan bahwa employability dapat ditentukan oleh ketersediaan kesempatan

kerja di dalam perusahaan, seperti kesempatan untuk berpindah-pindah jabatan.

Kesempatan untuk berpindah jabatan tersebut membuat karyawan merasakan

Tabel 4.

Hasil Hierarchical-Multiple Regression Pada Kepuasan Kerja (Karyawan Kontrak) (Koefisien β, nilai R2 dan

nilai ∆ R2)

Tahap 1 Tahap 2

Job insecurity (JI) -.187 -.191

Employability

(Emp)

.428** .415**

Interaksi JIxEmp .064

R2 .240 .244

R2 .240 .004

F 11.669** 7.839**

df1, df2 2, 74 1, 73

*. p<.05, **. p<0.01 (one-tailed)

Grafik 2.

Interaksi Job insecurity dan Employability Terhadap

Kepuasan Kerja Pada Karyawan Kontrak

(16)

bahwa perusahaan masih akan terus memperkerjakannya karena masih ada banyak

jabatan yang dapat diisi. Pada perusahaan tempat pengambilan data ditemukan

bahwa kesempatan karyawan untuk berpindah ke jabatan yang lebih tinggi memang

cukup terbuka lebar jika karyawan tersebut dapat menunjukan kinerja yang melebihi

target. Selain itu di perusahaan tersebut juga sering mengadakan beberapa

pelatihan untuk karyawannya. Berbagai macam pelatihan yang diberikan untuk

karyawan tersebut dapat dipandang sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan

kemampuan karyawan dan upaya perusahaan untuk mengikat karyawannya (De

Cuyper & De Witte, 2009). Kemampuan karyawan yang meningkat dapat

menyebabkan karyawan memandang dirinya lebih mampu untuk bekerja

dibandingkan sebelum mengikuti pelatihan. Dengan demikian, kecemasan yang

timbul akibat ancaman terhadap keberlangsungan pekerjaan dapat diredam oleh

persepsi karyawan yang menganggap perusahaan akan terus mengikat dirinya

untuk terus bekerja.

Dari temuan penelitian juga terungkap bahwa tingkat employability yang tinggi

–pada karyawan tetap, berdampak pada perubahan arah hubungan antara job

insecurity dan kepuasan kerja. Karyawan tetap akan tetap puas dengan

pekerjaannya walaupun ancaman terhadap keberlangsungan pekerjaannya juga

tinggi, jika karyawan memiliki tingkat employability tinggi. Di sisi lain, ketika

karyawan tetap yang memiliki employability tinggi, dan merasakan job insecurity

yang rendah juga akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah. Hal ini dapat

dijelaskan melalui teori stress appraisal Lazarus dan Folkman (1984). Karyawan

tetap yang memiliki employability tinggi cenderung memandang potensi ancaman

terhadap keberlangsungan pekerjaannya sebagai sebuah tantangan yang harus

dihadapi (Berntson, 2008). Apabila karyawan merasakan sedikit tantangan di dalam

pekerjaannya, sedangkan kemampuan karyawan untuk bekerja cukup tinggi, maka

karyawan akan menganggap pekerjaannya kurang dapat memfasilitasi kemampuan

dirinya untuk bekerja, sehingga dapat menurunkan kepuasan kerja.

Hasil yang cukup berbeda ditunjukan pada karyawan kontrak, dimana tidak

ditemukan interaksi yang signifikan antara job insecurity dan employability terhadap

kepuasan kerja. Hal tersebut mungkin dikarenakan karyawan kontrak masih

merasakan keamanan dalam pekerjaannya. Sehingga employability yang dimiliki

karyawan kurang memberikan dampak yang signifikan pada hubungan job insecurity

(17)

(2004) dan Sverke et. al. (2002) yang menyatakan bahwa pengaruh employability

baru akan muncul ketika dampak buruk dari job insecurity juga muncul. Dari data

hasil penelitian menunjukan bahwa job insecurity memiliki hubungan negatif dengan

kepuasan kerja tetapi hubungan tersebut tidak signifikan pada karyawan kontrak (r=

-,244; p>0,05; 1-tailed) . Hal ini berarti job insecurity bukan merupakan prediktor dari

kepuasan kerja. Dengan demikian walaupun rata-rata skor job insecurity karyawan

kontrak cukup tinggi, job insecurity tidak dapat memprediksi skor kepuasan kerja.

Pada penelitian ini sebagian besar persebaran demografis karyawan kontrak

merupakan karyawan kontrak yang akan diangkat menjadi karyawan tetap.

Kemungkinan pengangkatan karyawan kontrak menjadi karyawan tetap cukup

besar, karena karyawan kontrak –kecuali jabatan driver, akan di angkat menjadi

karyawan tetap dalam waktu satu tahun apabila mereka menunjukan kinerja yang

baik. Selain itu perbedaan karyawan tetap dan kontrak hanya terdapat pada bonus

akhir tahun dan jumlah cuti. Karyawan tetap akan memperoleh bonus akhir tahun

dan jumlah cuti yang lebih banyak dibandingkan karyawan kontrak. Dengan

demikian karyawan kontrak pada PT X masih merasakan keamanan (security) pada

pekerjaannya.

Jika dilihat pada kaitan konseptual employability dan job insecurity dapat

dijelaskan melalui Teori Apraissal Lazarus & Folkman (1984). Ketika karyawan

dihadapkan pada situasi yang mengancam keberlangsungan pekerjaannya,

karyawan akan mengevaluasi kemampuan dirinya untuk tetap bekerja atau mencari

pekerjaan lain. Karyawan yang merasa dirinya memiliki kemampuan untuk tetap

bekerja di pekerjaannya atau mencari pekerjaan lain akan memandang potensi

untuk dikeluarkan dari pekerjaannya sebagai sebuah tantangan yang harus

dihadapi. Sementara itu karyawan yang memiliki tingkat employability rendah akan

memandang potensi untuk dikeluarkan dari pekerjaannya sebagai situasi yang

mengancam pekerjaannya. Penelitian De Cuyper et. al. (2008) telah membuktikan

bahwa employability dan job insecurity memiliki hubungan yang negatif dan

signifikan. Dengan demikian apabila employability mempengaruhi penilaian

karyawan terhadap potensi untuk tidak dipekerjakan –yang dapat menaikan atau

menurunkan tingkat job insecurity, maka penilaian kepuasan kerja karyawan dapat

dipengaruhi oleh peningkatan atau penurunan tingkat job insecurity karyawan.

Hubungan antara employability dan job insecurity juga dapat dilihat dari

(18)

job insecurity dapat dibahas melalui teori Dual Labor Market (Doeringer & Piore,

1971 dalam De Cuyper et. al., 2008). Teori tersebut menjelaskan bahwa perusahaan

akan mengikat karyawan untuk tetap bekerja di perusahaannya apabila karyawan

memiliki kemampuan yang tinggi untuk bekerja, seperti tingkat pendidikan yang

tinggi, pengalaman kerja yang lebih banyak, dan kemampuan yang dimiliki oleh

karyawan. Penelitian terhadap hubungan objective employability dan job insecurity

menemukan hasil bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara tingkat

pendidikan karyawan –salah satu indikator objektif dari employability, dan tingkat job

insecurity yang dirasakan oleh karyawan.

Saran

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang cukup baik kondisi dan sistem

kerjanya. Sehingga kemungkinan karyawan untuk merasakan job insecurity lebih

kecil. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penelitian dilakukan pada

perusahaan yang sedang mengalami perubahan organisasi seperti downsizing

sehingga pengaruh employability sebagai moderator dapat lebih terlihat karena

kemungkinan karyawan untuk merasakan job insecurity lebih besar. Saran

selanjutnya adalah penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada industri yang

berbeda, karena beberapa industri memiliki karaktersitik yang berbeda. Hal ini dapat

memberikan variasi hasil penelitian yang berbeda. Penelitian selanjutnya juga dapat

dilakukan pada jenis status kepegawaian lainnya –seperti status kepegawaian

outsourcing dan pekerja paruh waktu, karena pada jenis status kepegawaian

memiliki karakteristik yang mungkin dapat berbeda satu sama lain.

Sementara itu peneliti juga mengusulkan 2 saran praktis yang dapat digunakan

untuk kemajuan organisasi. Pertama perusahaan dapat memberikan beberapa

program yang dapat membantu karyawan untuk menemu kenali kesempatan kerja

yang luas yang ada di dalam perusahaan, seperti program pelatihan untuk karyawan

atau sosialisasi jenjang karir di dalam perusahaan. Kedua, perusahaan tetap

mempertahankan lingkungan kerja yang telah ada, dimana tidak ada perlakuan yang

terlalu berbeda dari perusahaan kepada karyawan tetap dan kontrak. Dengan

(19)

Daftar Pustaka

Ashord, S. J., Lee, C., & Bobko, P. (1989). Content, Causes, and Consequences of

Job Insecurity: A Theory-Based Measure and Substantive Test. The Academy of

Management Journal , 32, 803-829.

Bernhard-Oettel C, Sverke M, De Witte H (2005) Comparing three alternative types

of employment with permanent full-time work: how do employment contract and

perceived job conditions relate to health complaints? Work Stress, 19, 301–318.

Berntson, E. (2008). Employability Perceptions, Nature, Determinants and

implications for health and well-being. Stockholm: Stockholm University Press

Berntson E, Näswall K, Sverke M (2010) The moderating role of employability in the

association between perceived job insecurity and exit, voice, loyalty and neglect.

Econ Ind Democr, 31,215–230.

Booth, A. L., Francesconi, M., & Frank, J. (2002). Temporary jobs: Steppong stones

or dead Ends?. Economic Journal, 112 (480), 189-213.

Burke, R. J., & Greenglass, E. R. (2000). Work Status Congruence, Work Outcomes

and Psychological Well-being. Stress Medicine , 16, 91-99.

Cohen, J., Cohen, P., West, Stephen G., & Aiken, Leona S. (2003). Applied Multiple

Reggresion/Corelation Analysis for The Behavioral Science. New Jersey:

Lawrence Elbaum Associates, Publisher

De Cuyper, N., Bernhard-Oettel, C., Berntson, E., De Witte, H., & aAlarco, B. (2008).

Employability and Employees' Well-Being: Mediation by Job insecurity. Applied

Psychology: An International Review , 488-509.

De Cuyper & De Witte. (2005). Job Insecurity Mediator or Moderator of the

relationship between type of contract and various outcomes. SA Journal of

Industrial Psychology, 4, 79-86.

De Cuyper, N., & De Witte, H. (2006). The Impact of Job insecurity and Contract

Type on Attitudes, Well-Being and Behavioural Repports: A Psychologival

Contract Perspective. Journal of Occupational and Organizational Psychology ,

395-409.

De Cuyper, N., & De Witte, H., (2009). The Management Paradox: Self-rated

Employability and Organizational Commitment and Performance. Personnel

(20)

De Cuyper, N., De Witte, H., Kinnunen, U., & Natti, J. (2010). The Relationship

Between Job insecurity and Employability and Well-being Among Finnishing

Temporary and Permanent Employees. International Studies of Management &

Organization , 57-73.

De Cuyper, N., De Witte, H., & Notelaers, G. (2009). Job insecurity and

Employability in Fixed-Term Contractor, Agency Workers, and Permanent

Workers: Association With Job Satisfaction and Affective Organizational

Commitment. Journal of Occupational Health Psychology , 14, 193-205.

De Witte, H. (2005). Job insecurity: Review of The International Literature on

Definition, Prevalence, Antecedents and Consequences. SA Journal of Industrial

Psychology , 1-6.

Francais, L., & Barling, J. (2005). Organizational Injustice and Psychological Strain.

Canadian Journal of Behavioral Science , 37 (4), 250-261.

Fugate, M., Kinicki, A. J., & Ashforth, B. (2004). Employability: A Psycho-Social

Construct, its dimensions, and application. Journal of Vocational Behavior ,

14-38.

Greenhalgh, L., & Rosenblatt, Z. (1984). Job insecurity: Toward Conceptual Clarity.

Academy of Management Review , 9 (3).

Jex, Steve M., & Britt, Thomas W. (2008). Organizational Psychology. Canada: John

Wiley & Sons Inc.

Kumar, R. (1999). Research Methodology: A Step by Step Guide for Beginners: 2nd

Edition. London: Sage Pulication Ltd.

Kanlleberg AL, Schmidt K. 1997. Contingent employment in organizations: Part-time,

temporary, and subcontracting relations. In Organizations in America; Analyzing

Their Structures and Human Resaurce Practices, Kallberg AL, Knoke Dm

Marsden P, Spaeth J (Eds). Sage: New York; 253-275.

Lazarus R, Folkman S. (1984). Stress: appraisal and coping. New York: Springer

Makikangas, A., & Kinnunen, U. (2003). Psychosocial work stressors and well-being:

self-esteem and optimism as moderators in a one-year longitudinal sample.

Personality and Individual Differences, 35, 537-557

Mauno, S., Kinnunen, U. Makikangas A., & Natti, J. (2005). Psychological

Consequences of Fixed Employament and Perceived Job insecurity Among

Health and Care Staff. Eurpoean Journal of Work and Organizational

(21)

Naswall, K., Sverke, M., & Hellgren, J. (2005). The moderating role of personality

characteristics on the relationship between job insecurity and strain. Work &

Stress: An International Journal of Work, Health & Organisations, 37-49

Organization For Economic Co-operation. (2003, September 25). Glossary of

Statistical Term: Employment, Status In. Dipetik Maret 7, 2012, dari Organization

For Economic Co-operation: http://stats.oecd.org/glossary/detail.asp?ID=786

Rothwell, A., & Arnold, J. (2005). Self-perceived employability: development and

validation of a scale. Personnel Review, 36, 23-41

Silla, I., De Cuyper, N., Gracia, F. J., Peiro, J. M., & De Witte, H. (2009). Job

insecurity and Well-Being: Moderation by Employability. Journal Happiness

Studies , 739-751.

Spector, Paul E. (1997) Kepuasan kerja: Application, Assessment, Causess, and

Consequences. California: Sage Publication, Inc.

Sverke, M., Hellgren, J., & Naswall, K. (2002). No Security: A Meta-Analysis and

Review of Job insecurity and Its Consequences. Journal of Occupational Health

Psychology , 7, 242-264.

Weiss, D. J., Dawis, R. V., England, G. W., & Lofquist, L. (1967). Mannual for The

Gambar

Tabel 1.  Korelasi Antar Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Pap smear merupakan tes skrining yang digunakan untuk mendeteksi pertumbuhan Pap smear merupakan tes skrining yang digunakan untuk mendeteksi pertumbuhan abnormal

Abortus spontaneous theraupetik sebenarnya kurang familiar sebagai sebuah upaya pengguguran janin karena yang namanya spontan lebih sering dikategorikan sebagai

Diantara berbagai jenis teknologi intake, untuk PLTN kelas 1000 MWe yang direncanakan dibangun di Ujung Lemah Abang Jepara, teknologi intake jenis traveling water screen

perkataan aqidah boleh difahamkan sebagai kepercayaan yang terikat erat d,an ters impul kuat da I am j iwa sehingga t idak.. mungkin akan bercerai,

Dengan demikian kontrol ini tidak termasuk dalam lingkungan terkontrol terpusat dan dapat membuat kemampuan user mengakses informasi secara dinamis, kebalikan dari aturan yang

Suatu perkara yang ingin saya ingatkan kepada anda, apabila anda telah memilih untuk menjadikan kekayaan sebagai pilihan dalam hidup anda, maka anda perlu berpegang pada

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Susunan pegas

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana hasil belajar keterampilan membaca bahasa Jerman melalui penggunaan dongeng Hänsel und Gretel kelas XI IPA 2