• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akad akad dalam Perbankan Syariah (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Akad akad dalam Perbankan Syariah (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Akad-

akad dalam Perbankan Syari’ah

(Akad Pola Bagi Hasil dan Sewa)

Mata kuliah Bahasa Indonesia

Dosen : Zein Muttaqin, S.E.I, M.E.I

Disusun oleh :

Alifia Firyal Farhana Zuliyant : 14423193

Muhammad Irfan Maulana Pradipta : 14423244

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

(2)

i

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya bagi Allah Swt. Dzat yang menciptakan kita sebaik-baik makhluk yang diberi akal berpotensi untuk berpikir secara mendalam. Syukur alhamdulillah kami ucapan, karena dengan anugerah-Nya yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk

menyelesaikan makalah tentang Ekonomi Islam ini dengan judul “Akad-akad dalam perbankan

syariah”. Tak lupa pula sholawat dan salam senantiasa kita junjungkan kepada Nabi besar

Muhammad Saw, yang telah membawa ummatnya dari zaman yang serba gelap hingga kepada zaman yang terang benderang dan penuh ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Kami ucapkan terimakasih juga kepada :

1. Bapak Zein Muttaqin, SEI.,MA selaku Dosen Pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia telah membimbing dan mencurahkan ilmunya kepada kami saat perkuliahan

2. Akademisi manajemen yang telah membagi ilmunya melalui buku-buku yang menjadi refrensi penyusunan makalah ini

3. Rekan-rekan yang telah membantu melalui informasi refrensi buku lain untuk penyususunan makalah ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Harapan kami adalah dengan membaca makalah ini para pembaca dapat lebih membuka wawasan dalam materi yang dibahas kali ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi yang tepat bagi kita semua sehinggan memberikan dampak positif pada pemahaman serta pengertian kita dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bersama.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

(3)

ii

Daftar Isi

Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ... 1 2.1 Rumusan Masalah ... 1 3.1 Tujuan ... 1 BAB II Pembahasan

2.1 Pembagian Akad yang diterapkan di Perbankan Syariah ... 2 2.2 Akad Pola Bagi Hasil... 2 2.3 Akad Pola Sewa... 5 BAB III Penutup

(4)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Sistem ekonomi Islam merupakan system ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kerjasama daripada dalam bentuk kompetisi (persaingan). Karena kerjasama meupakan tema umum dalam organisasi sosial Islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan ridha Allah SWT. Jadi Islam mengajarkan kepada para pemeluknyaagar memperhatikan bahwa perbuatan baik (amal sâlih) bagi masyarakat merupakan ibadah kepada Allah dan menghimbau mereka untuk berbuat sebaik- baiknya demi kebaikan orang lain. Ajaran ini bisa ditemukan disemua bagian Al-Quran dan ditunjukkan secara nyata dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW sendiri.

Prinsip persaudaraan (ukhuwwah) sering sekali ditekankan dalam Al-Quran maupun Sunnah, sehingga karena itu banyak sahabat menganggap harta pribadi merekasebagai hak milik bersama dengan saudara-saudara mereka dalam Islam.Kesadaran dan rasa belas kasihan kepada sanak keluarga dalam keluarga besar juga merupakan contoh orientasi sosial Islam yang lain, karena berbuat baik (beramal salih) kepada sanak keluarga semacam itu tidak hanya dihimbau tetapi juga diwajibkan dan diatur oleh hukum (Islam).

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pembagian Akad yang diterapkan oleh Bank Syariah? 2. Apa Sajakah Jenis-jenis Akad Pola Bagi Hasil?

3. Apa Sajakah Jenis-jenis Akad Pola Sewa?

1.3Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Pembagian Akad yang diterapkan oleh Bank Syariah. 2. Untuk Mengetahui Apa Sajakah Jenis-jenis Akad Pola Bagi Hasil.

(5)

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1Pembagian Akad yang diterapkan oleh Bank Syariah

Berbagai jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat dibagi ke dalam enam kelompok pola, yaitu :

1. Pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah danwadi’ah yad dhamamah. 2. Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan.

3. Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah.

4. Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah bittamlik.

5. Pola jual beli, seperti murabahah, salam dan istishna.

6. Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.

Tetapi yang kita bahas kali ini adalah atau hanya akad pola sewa dan akad pola bagi hasil.

2.2Akad pola bagi hasil

Akad bank syariah yang utama dan paling penting yang disepakati oleh para ulama adalah akad dengan pola bagi hasil dengan prinsip mudharabah (trustee profit sharing) dan

musyarakah (joint venture profit sharing). Prinsipnya adalah al-ghunm bi’l-ghurm atau

al-kharaj bi’l-daman, yang berarti bahwa tidak ada bagian keuntungan tanpa ambil bagian dalam risiko (Al-Omar dan Abdel-Haq, 1996), atau untuk setiap keuntungan ekonomi rill harus ada biaya ekonomi rill (Khan, 1995)

Masalah bagi hasil dan partnership telah dibahas oleh Muhammad bin Hasan Al-Syaibani yang hidup pada 132 - 189 AH/750 - 804 AD (MN Shiddiqi dalam Karim,2002) dalam konteks perbankan Islam modern.

Konsep bagi hasil yang digambarkan dalam buku Fiqih pada umumnya diasumsikan bahwa para pihak yang bekerja sama bermaksud untuk memulai atau mendirikan suatu usaha patungan (joint venture) ketika semua mitra usaha turut berpartisipasi sejak awal beroperasi dan tetap menjadi mitra usaha sampai usaha berakhir pada waktu semua aset dilikuidasi. Jarang sekali ditemukan konsep usaha yang terus berjalan (running business) ketika mitra usaha bisa datang dan pergi setiap saat tanpa mempengaruhi jalannya usaha. Hal ini disebabkan buku-buku Fiqih Islam ditulis pada waktu usaha tidak sebesar dan serumit usaha zaman sekarang, sehingga konsep “running business” tidak mendapat

perhatian.

Namun demikian, itu tidak berarti bahwa konsep bagi hasil tidak dapat diterapkan untuk pembiayaan suatu usaha yang sedang berjalan. Konsep bagi hasil berlandaskan pada beberapa prinsip dasar. Selama prinsiip-prinsip dasar ini dipenuhi, detail dari aplikasinya akan bervariasi dari waktu ke waktu. Ciri utama pola bagi hasil adalah bahwa keuntungan dan kerugian ditanggung bersama baik oleh pemilik dana maupun pengusaha. Beberapa prinsip dasar konsep bagi hasil yang dikemukakkan oleh Usmani (1999), adalah sebagai berikut:

(6)

3

2. Investor atau pemilik dana harus ikut menanggung risiko kerugian usaha sebatas proporsi pembiayaannya.

3. Para mitra usaha bebas menentukan, dengan persetujuan bersama, rasio keuntungan untuk masing-masing pihak, yang dapat berbeda dari rasio pembiayaan yang disertakan.

4. Kerugian yang ditanggung oleh masing-masing pihak harus sama dengan proporsi investasi mereka.

a. Musyarakah

Musayarakah merupakan istilah yang sering dipakai dalam kontek skim pembiayaan syariah. Istilah ini berkonotasi lebih terbatas dari pada istilah syirkah yang lebih umum digunakan dalam fikih islam (Usmani, 1999). Syirkah berarti sharing ‘berbagi’, dan

didalam terminologi fikih Islam dibagi dalam dua jenis.

a. Syirkah al-milk atau syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu kepemilikan bersama dua pihak atau lebih dari suatu properti.

b. Syirkah al-‘aqd atau syirkah ‘ukud atau syirkah akad, yang berarti kemitraan yang terjadi karena adanya kontrak bersama atau usaha komersial bersama. Syirkah

al-‘aqd sendiri ada empat (Madzhab Hambali memasukkan syirkah mudharabah sebagai syirkah al-‘aqd yang kelima), satu yang disepakati dan tiga yang diperselisihkan, yaitu:

Syirkah al-amwal atau syirkah al-‘Inan, yaitu usaha komersial bersama ketika semua mitra usaha ikut andil menyertakan modal dan kerja, yang tidak harus sama porsinya, kedalam perusahaan. Para ulama sepakat membolehkan bentuk

syirkah ini.

Syirkah al-mufawwadhah, yaitu usaha komersial bersama dengan syarat adanya kesamaan pada penyertaan modal, pembagian keuntungan, pengelolaan modal, dan orang. Madzhab Hanafi dan Maliki membolehkan bentuk syirkah ini.

Sementara itu madzhab Syafi’i dan Hambali melarangnya karena secara realita sukar terjadi persamaan pada semua unsurnya, dan banyak mengandung unsur gharar atau ketidakjelasan.

Syirkah al-a’mal atau syirkah Abdan, yaitu usaha komersial bersama ketika semua mitra usaha ambil bagian dalam memberikan jasa kepada pelanggan. Jumhur (mayoritas) ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki dan madzhab

Hambali, membolehkan bentuk syirkah ini. Sementara itu, madzhab Syafi’i

melarangnya karena madzhab ini hanya membolehkan syirkah modal dan tidak boleh syirkah kerja.

Syirkah al-wujuh adalah usaha komersial bersama ketika mitra tidak mempunyai investasi sama sekali. Mereka membeli komoditas dengan pembayaran tangguh dan menjualnya tunai. Madzhab Hanafi dan Hambali membolehkan bentuk syirkah ini, sedangkan madzhab Maliki dan Syafi’i

melarangnya.

Istlah musyarakah tidak ada dalam fikih Islam, tetapi baru diperkenalkan belum lama ini oleh mereka yang menulis skim-skim pembiayaan syariah yang biasanya terbatas pada jenis syirkah tertentu, yaitu syirkah al-amwal yang dibolehkan oleh semua ulama.

(7)

4

mengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat meminta gaji/upah untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha tersebut.

Proporsi keuntungan dibagi antara mereka menurut kesepkatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan (pendapat Imam

Malik dan Imam Syafi’i), atau dapat pula berbeda dari proporsi modal yang mereka

sertakan (pendapat Imam Ahmad). Sementara itu, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi modal pada kondisi normal. Namun demikian, mitra yang memutuskan menjadi sleeping partner, proporsi keuntungannya tidak boleh melebihi proporsi modalnya.

Sementara itu, apabila terjadi kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan proporsi penyertaan modal masing-masing (semua ulama sepakat dalam hal ini). Dapat diambil kesimpulan bahwa dalam musyarakah keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan para pihak, sedangkan kerugian ditanggung bersama sesuai dengan peyertaan proporsi modal masing-masing pihak.

Musyarakah pada umumnya merupakan perjanjian yang berjalan terus sepanjang usaha yang dibiayai bersama terus beroperasi. Meskipun demikian, perjanjian musyarakah dapat diakhiri dengan atau tanpa menutup usaha. Apabila usaha ditutup atau dilikuidasi, maka masing-masing mitra usaha mendapat hasi likuidasi aset sesuai nisbah penyertaannya. Apabila usaha terus berjalan, maka mitra usaha yang ingin mengakhiri perjanjian dapat menjual sahamnya ke mitra usaha yang lain dengan harga yang disepakati bersama.

Rukun dari akad musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:

a. Pelaku akad, yaitu para mitra usaha

b. Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah) dan keuntungan (ribh) c. Shibghah, yaitu Ijab dan Qabul

Beberapa syarat pokok musyarakah menrut (Usmani 1998) antara lain: a. Syarat akad

h. Penghentian musyarakah tanpa menutup usaha

b. Mudharabah

Secara singkat mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan presentase keuntungan (Al- Mushlih dan Ash-Shawi, 2004).

(8)

5

dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad (yang besarnya juga dipengaruhi oleh kekuatan pasar). Shahibul mal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal, tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola atau entrepreneur) adalah pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal.

Apabila terjadi kerugian karena proses normal dari usaha, dan bukan karena kelalaian atau kecurangan pengelola, kerugian ditanggung sepenuhnya oleh si pemilik modal, sedangkan pengelola kehilangan tenaga dan keahlian yang telah dicurahkannya. Apabila terjadi kerugian karena kelalaian dan kecurangan pengelola, maka pengelola bertanggung jawab sepenuhnya.

Pengelola tidak ikut menyertakan modal, tetapi menyertakan tenaga dan keahliannya, dan juga tidak meminta gaji atau upah dalam menjalankan usahanya. Pemilik dana hanya menyediakan modal dan tidak dibenarkan untuk ikut campur dalam manajemen usaha yang dibiayainya. Kesediaan pemilik dana untuk menanggung risiko apabila terjadi kerugian menjadi dasar untuk mendapat bagian dari keuntungan.

Syarat-syarat Mudharabah: Modal:

a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya seandainya modal berbentuk barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).

b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang

c. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.

Keuntungan:

a. Pembagian keuntungan harus dinayatakan dalam presentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti

b. Kesepakatan ratio presentase harus dicapai memalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak

c. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib

mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada Rab al’mal.

2.3Akad Pola Sewa

a. Prinsip Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan Leasing baik untuk kegiatan operating lease

maupun financial lease. (Muhammad Asro&Muhammad Kholid, 2011)

Ijarah merupakan kontrak antara bank syariah sebagai pihak yang menyewakan barang dan nasabah sebagai penyewa, dengan menetukan biaya sewa yang disepakati oleh pihak bank dan pihak penyewa. Barang-barang yang dapat disewakan pada umumnya, yaitu aset tetap, seperti gedung, mesin dan peralatan, kendaraan dan aset tetap lainnya.

(9)

6

Bank dapat membeli aset tetap dari supplier yang ditunjuk oleh bank syariah, kemudian setelah aset siap dioperasionalkan, maka aset tetap tersebut disewakan kepada pihak nasabah. (Ismail,2011)

Landasan syariah tentang ijarah terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 233, yang menjadi dalil

dari ayat tersebut adalah ungkapan “apabila kamu memberikan pembayaran yang patut”.

Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah (fee) secara patut (Muhammad Rawas Qal’aji,1985). Dalam hal ini termasuk

didalamnya jasa penyewaan atau leasing. Dalam hukum islam terdapat dua jenis ijarah, yaitu:

1. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut

musta’jir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.

2. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut musta’jir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut

mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.

Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syari’ah, sementara ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syari’ah.

Ijarah mempunyai kemiripan dengan leasing pada sistem keuangan konvensional karena keduanya terdapat pengalihan sesuatu dari satu pihak kepada pihak lain atas dasar manfaat. Namun demikian, karakter keduanya bebeda, yakni :

No. Item Ijarah Leasing

1. Objek Manfaat barang dan jasa Manfaat barang saja

2. Metode Pembayaran

-tergantung pada kinerja objek sewa Tidak tergantung pada kinerja objek sewa

-tidak tergantung pa da kinerja objek sewa

Tidak boleh karena ada unsur gharar

(tidak jelas) antara sewa dan beli

5.

Sale and Lease

Back Boleh Boleh

(10)

7 pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli aset tersebut. Adapun rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu :

1. Pelaku akad, yaitu musta’jir (penyewa) adalah pihak yang menyewa aset, dan

mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang menyewakan aset. 2. Objek akad, yaitu ma’jur (aset yang disewakan), dan ujrah (harga sewa) 3. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul(ascarya,2007)

Ketentuan objek ijarah fatwa No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah :

a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang/jasa.

b. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. c. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).

d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.

e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.

f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

g. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah.

h. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak.

i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

b. Prinsip Ijarah Muntahiya bittamlik

Ijarah muntahiya bittamlik (IMBT) adalah transaksi sewa dengan perjajian untuk menjual dengan menjual atau menghibahkan obyek sewa diakhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan objek sewa. Berbagai bentuk alih kepemilikan IMBT antara lain:

a. Hibah diakhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset dihibahkan kepada penyewa

b. Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat itu

c. Harga ekuivalen dalam periode sewa, yaitu ketika penyewa membeli aset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen

(11)

8

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Berbagai jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat dibagi ke dalam enam kelompok pola, yaitu :

a. Pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah danwadi’ah yad dhamamah. b. Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan.

c. Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah.

d. Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah bittamlik.

e. Pola jual beli, seperti murabahah, salam dan istishna.

f. Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.

Jenis-jenis pola akad bagi hasil ada dua, yaitu: a. Musyarakah

Musayarakah merupakan istilah yang sering dipakai dalam kontek skim

pembiayaan syariah. Istilah ini berkonotasi lebih terbatas dari pada istilah syirkah yang lebih umum digunakan dalam fikih islam (Usmani, 1999).

b. Mudharabah

Secara singkat mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan presentase keuntungan (Al- Mushlih dan Ash-Shawi, 2004).

Jenis-jenis akad pola sewa: a. Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan Leasing baik untuk kegiatan

operating lease maupun financial lease. (Muhammad Asro&Muhammad Kholid, 2011)

b. Ijarah muntahiya bittamlik (IMBT)

(12)

9

Daftar Pustaka

Ascarya. 2007. “Akad & produk bank syariah”. Jakarta: PT.RAJAGRAFINDO

PERSADA

Muhammad. 2008. “Sistem & Prosedur operasional bank syariah. Yogyakarta. UII Press M. Sholahuddin. 2007. “Asas-asas ekobomi Islam”. Jakarta : PT.GRAFARINDO PERSADA

Ismail. 2011. Perbankan syariah. Jakarta. Kencana

Andri Soemitra. 2009. Bank dan lembaga keuangan syariah. Jakarta : Kencana.

Syafi’i Antonio Muhammad. 2011. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik Jakarta : Gema Insani

Fatwa Dewan Syariah Nasional. fatwa No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional. Fatwa No :07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional. Fatwa No :08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional. Fatwa No :90/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan IMBT.

Referensi

Dokumen terkait

Puguh dengan pelan seraya menuju tempat tidurnyao Dengan bungkusan yang masih dalam genggam- annya, laki-laki itu duduk di tepi pembaringano Sesaat Puguh tampak melamuno

1 Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis (Citrus Sinensis) Hasil Distilasi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Alfianur (2017) menggunakan metode distilasi uap

Dari penjelasan dapat dipahami bahwa perjanian pembiayaan yang dibuat oleh para pihak dalam bisnis Modal Ventura ini yang melandasinya adalah aturan – aturan dalam

Media sosial merupakan salah satu media informasi yang sekarang ini banyak digunakan oleh beberapa perusahaan maupun secara personal untuk menyampaikan informasi,

Apa yang harus dilakukan: pahami bahwa implementasi teknologi umumnya merupakan permasalahan perubahan manajemen. Tempatkan general manajer dan pemimpin yang

Analisa data: pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, dan juga tidak bisa mengakses informasi karena tidak bisa melihat. Data obyektif: saat observasi pasien tampak

Penerapan Kebijakan Modal Kerja pada perusahaan farmasi di BEI tahun 2009 sampai dengan tahun 2016 menerpakan Kebijakan Modal Kerja Konservatif,penerapan Kebijakan Piutang

ada peradangan atau iritasi pada mukosa lambung Tn.S dalam waktu 2 x 24 jam dengan kriteria: 1.Skala Nyeri Tn.S berkurang 2.Tn.S tidak merasa nyeri pada epigastrium