• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMASALAHAN PENYULUHAN PERTANIAN DI IND

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERMASALAHAN PENYULUHAN PERTANIAN DI IND"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PERMASALAHAN PENYULUHAN PERTANIAN DI INDONESIA

PAPER

KELOMPOK 5

JAMILA IRWANTO 140304056

AGUSTINA 140304061

NOVITA SARI 140304066

PUTRI RAHAYU NASUTION 140304067

ELSA SRI WAHYUNI 140304068

VIVID RIZKY ZUANA LUBIS 140304072

SUCI RAMADHANI 140304073

CICI NANTI 140304077

RICKY ANANDA SIREGAR 140304083

CHANNIFA ANDINI FAHRI 140304094

MATA KULIAH PENYUSUNAN PROGRAM PENYULUHAN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas ini dalam tempo waktu yang telah ditentukan.

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyusunan Program Penyuluhan pada semester VI tahun ajaran 2017 dengan judul “Permasalahan Penyuluhan Pertanian di Indonesia”. Dalam

menyelesaikan tugas ini penulis mengalami banyak kesulitan, namun atas bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik, karena itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua segenap penulis yang telah banyak memberikan dorongan serta bantuan baik material maupun spiritual.

2. Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma selaku dosen mata kuliah Penyusunan Program Penyuluhan yang tak pernah bosan mengajar dan mendidik para peserta didik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan paper ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

Harapan penulis, semoga paper yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Terima kasih.

Medan, Maret 2017

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Identifikasi Masalah...2

1.3 Tujuan...2

1.4 Manfaat Penulisan...3

BAB II PEMBAHASAN...4

2.1 Pengertian Penyuluhan Pertanian...4

2.2 Sejarah Penyuluhan Pertanian di Indonesia...6

2.3 Permasalahan dalam Penyuluhan Pertanian...14

2.4 Solusi atas Permasalahan Penyuluhan Pertanian...22

BAB III PENUTUP...24

(4)

3.2 Saran...24 DAFTAR PUSTAKA

(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor penting yang menunjang

kehidupan bangsa Indonesia.Lahan yang luas dan subur yang dimiliki negara Indonesia menjadikan pertanian sebagai lahan yang memiliki nilai

keekonomian.Pentingnya pertanian ini ditandai dengan banyaknya penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai petani.

Mayoritas petani di Indonesia belajar tentang pertanian secara otodidak.Untuk itu, dibutuhkan generasi penyuluh pertanian yang

cerdas,kreatif dan peduli terhadap pertanian di Indonesia. Namun banyak agen penyuluh belum terlatih dalam proses mengubah sikap, khususnya dalam hal komunikasi dan pendidikan orang dewasa. Kebanyakan agen penyuluhan memperoleh pendidikan formal tentang cara-cara mengubah atau memperbaiki cara bertani. Sehingga dibutuhkan juga agen-agen penyuluhan yang sangat berkompeten untuk membuat keputusan-keputusan untuk masa mendatang mengenai peranan pelayanan penyuluhan dan pelaksanaannya.

Penyuluhan Pertanian adalah suatu upaya untuk terciptanya iklim yang kondusif guna membantu petani beserta keluarga agar dapat berkembang menjadi dinamis serta mampun untuk memperbaiki kehidupan dan

penhidupannya dengan kekuatan sendiri dan pada akhirnya mampu menolong dirinya sendiri . Fungsi penyuluhan pertanian terutama adalah memfasilitasi dan memotivasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha agar tercapai tujua;n pengembangan sumberdaya manusia (SDM) dan peningkatan modal sosial, sehingga mereka mau dan mampu menolong dan

mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.Penyuluh pertanian seperti itu haruslah didukung oleh pendidikan pertanian kejuruan yang diselenggarakan untuk kaum muda yang tengah memasuki dunia pertanian.

Era globalisasi dan perdagangan bebas telah mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, termasuk sektor pertanian. Persaingan dalam pertanian yang semula hanya dalam tataran lokal, kini sudah bergeser menjadi nasional bahkan global. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah

memudahkan manusia untuk mengakses informasi termasuk informasi

(6)

pertanian melalui berbagai saluran. Di sisi lain adanya global warming, pergeseran musim, kerusakan lingkungan, kerusakan tanah sebagai akibat pupuk kimia, dan permasalahan lainnya merupakan dinamika tantangan bagi penyuluh pertanian di lapangan.

(7)

Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang “Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan” merupakan momentum kebangkitan sistem penyuluhan di Indonesia. Undang-undang tersebut merupakan

kepastian hukum yang mengatur mulai dari sistem penyuluhan, kelembagaan, tenaga penyuluh, penyelenggaraan penyuluhan, sarana prasarana,

pembiayaan, hingga pembinaan dan pengawasan dalam penyuluhan. Di sisi lain adanya sistem perubahan pemerintahan otonomi daerah menimbulkan keragaman persepsi dan penyelenggaraan penyuluhan di berbagai daerah. Realitas ini merupakan peluang dan tantangan bagi penyelenggaraan penyuluhan pertanian.

Sejalan dengan semangat otonomi daerah dan perubahan zaman, tuntutan terhadap penyuluhan pertanian diarahkan pada pemberdayaan petani, sehingga mereka dapat hidup mandiri. Hal ini perlu ditunjang oleh tenaga penyuluh yang profesional sesuai dengan tuntutan nyata masyarakat di lapangan. Penyuluh sebagai ujung tombak pelaksanaan penyuluhan di lapangan sangat perlu untuk meningkatkan kompetensinya sesuai tuntutan perubahan zaman. Oleh karena itu penting diketahui realitas kompetensi penyuluh pertanian, apalagi hingga saat ini belum ada standar kompetensi yang jelas, seolah-olah penyuluhan dapat dilakukan oleh ”Siapa saja” dan dibenarkan ditempuh dengan cara apa saja. Hal inilah yang terjadi pada saat ini dan menjadi tantangan yang serius ke depan.

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dari paper ini adalah : 1. Apa yang dimaksud dengan penyuluhan pertanian? 2. Bagaimana sejarah penyuluhan pertanian di Indonesia?

3. Apa saja permasalahan-permasalahan dalam penyuluhan pertanian di Indonesia?

4. Bagaimana solusi mengatasi permasalahan-permasalahan dalam penyuluhan pertanian di Indonesia?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah : 1. Untuk mengetahui tentang penyuluhan pertanian

2. Untuk mengetahui dan mengenal sejarah penyuluhan pertanian di Indonesia

3. Untuk membahas mengenai permasalahan dalam penyuluhan pertanian di Indonesia

(8)

4. Untuk membahas mengenai solusi terhadap permasalahan dalam penyuluhan pertanian di Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan paper ini yaitu : 1. Manfaat Penulisan Bagi Penulis

Adapun manfaat penulisan paper ini bagi penulis yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyusunan Program Penyuluhan dan untuk menambah wawasan mengenai penyuluhan pertanian di Indonesia serta

permasalahan-permasalahan dan solusinya 2. Manfaat Penulisan Bagi Masyarakat

Adapun manfaat dari penulisan paper ini bagi masyarakat adalah sebagai bahan informasi, sebagai inspirasi bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih jauh tentang penyuluhan pertanian di Indonesia serta

permasalahannya.

3. Manfaat penulisan bagi pemerintah

Adapun manfaat penulisan paper ini bagi pemerintah yaitu sebagai referensi mengenai penyuluhan pertanian dan permasalahannya serta saran solusinya.

(9)
(10)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyuluhan Pertanian

Istilah penyuluhan dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak demikian halnya bagi masyarakat luas. Karena belum ada defenisi yang disepakati, diperlukan untuk memberikan pandangan serta dampak yang ditimbulkannya. (Howkins, 1999)

Penyuluhan pertanian adalah pendidikan nonformal yang diberikan kepada petani dan keluarganya agar mereka dapat menolong diri mereka sendiri. Penyuluhan merupakan suatu pelayanan atau sistem yang membantu orang bertani, melalui prosedur yang bersifat mendidik, dalam meningkatkan metode dan teknik berusahatani, meningkatkan efisiensi dan pendapatan, meningkatan tingkat kehidupan mereka, dan menaikan standart sosial dan pendidikan. (leeuwis, 2009)

Istilah “university extension” atau “extension of the university”

dipergunakan di Inggris pada tahun 1840-an. Sekitar tahun 1867-1868, James Stuart dari Trinity College (Cambridge) untuk pertama kalinya memberikan ceramah kepada perkumpulan wanita dan perkumpulan pekerja pria di Inggris Utara. Stuart kemudian dianggap sebagai bapak penyuluhan. Pada tahun 1871, Stuart mengusulkan pada Universitas Cambridge agar penyuluhan dijadikan mata kuliah. Pada tahun 1873 Cambridge secara resmi menerapkan sistem penyuluhan, diikuti oleh Universitas London (1876) dan Universitas Oxford (1878). Menjelang tahun 1880 kegiatan ini telah merupakan gerakan penyuluhan tempat perguruan tinggi melebarkan sayapnya keluar kampus. (Howkins, 1999)

Programa penyuluhan pertanian adalah rencana tentang kegiatan penyuluhan pertanian yang memadukan aspirasi petani-nelayan dan masyarakat pertanian dengan potensi wilayah dan program pembangunan pertanian yang menggambarkan keadaan sekarang, tujuan yang ingin dicapai, masalah-masalah dan alternatif pemecahannya, serta cara mencapai tujuan yang disusun secara partisipatif, sistematis, dan tertulis setiap tahun.

(Mendagri dan Menteri Pertanian, 1996)

Manfaat yang diperoleh dengan diketahuinya kinerja penyuluh pertanian, antara lain:

(1) tersusunnya program penyuluhan pertanian sesuai dengan kebutuhan petani

(11)

(2) tersusunnya rencana kerja penyuluhan pertanian di wilayah kerja masing-masing

(3) terdiseminasinya informasi teknologi pertanian secara merata sesuai dengan kebutuhan petani

(4) terwujudnya kemitraan usaha antara petani dan pengusaha yang saling menguntungkan

(12)

(5) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah.

(6) (Bahua, 2016)

(7)Penyuluh pertanian mempunyai tugas pokok dan fungsi yang harus dilakukan untuk mencapai kinerja yang baik. Penyuluh yang berkinerja baik dapat memposisikan dirinya sebagai motivator, edukator, fasilitator, dan dinamisator yang berdampak pada perubahan perilaku petani dalam berusahatani. Untuk itu penyuluh pertanian perlu memiliki berbagai

kemampuan, antara lain: kemampuan berkomunikasi, berpengetahuan luas, bersikap mandiri dan mampu menempatkan dirinya sesuai dengan

karakteristik petani. Kinerja penyuluh ini diharapkan menjadi acuan bagi pembuat kebijakan dan penyedia dana publik untuk meningkatkan kompetensi dan motivasi penyuluh dalam membantu pemerintah daerah meningkatkan PAD. (Bahua, 2016)

(8)Penyuluhan pertanian merupakan gabungan dari semua proses tersebut meskipun bagian-bagiannya tidak selalu sama. Tidak jarang terjadi kombinasi spesifik yang sifatnya lebih banyak didasarkan pada tradisi dan bukan pada kombinasi yang tepat menurut situasi yang dihadapi. Situasi demikian membingungkan bilamana organisasi/institusi lain mendiskusikan penyuluhan pertanian. (Hawkins, 1999)

(9)Tujuan petani merupakan isu yang perlu diangkat. Melalui diskusi, agen penyuluhan dapat membantu petani menentukan tujuannya yang mantap. Dari sini terlihat bahwa tidak terdapat garis pemisah yang jelas antara penyuluhan dan pendidikan bagi orang dewasa.

(10) Sekarang, kita dapat mendefinisikan penyuluhan secara sistematis sebagai proses yang :

 Membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan pekiraan ke depan.

 Membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut.

 Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani.

 Membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif tindakan.

(13)

 Membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal.

 Meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya, dan

 Membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan.

2.2 Sejarah Penyuluhan Pertanian di Indonesia (11) A. Periode Liberal (1945 – 1959)

(12) Pada periode 1945–1950, pengembangan pertanian dimulai dengan Rencana (Plan) Kasimo, yaitu rencana produksi pertanian 3 tahun (1948–1950). Tidak terlaksana sepenuhnya karena revolusi fisik. Pada periode 1950–1959, pemerintah memulai usaha pembangunan pertanian lebih

sistematis, rencana Kasimo yang belum terlaksana sepenuhnya digabung dengan Rencana Wisaksono menjadi Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI) tahap ke-1 tahun 1950–1955 dan tahap ke-2 tahun 1955–1960.

(13) Untuk menunjang program tersebut dilaksanakan:

 Perbanyakan benih unggul padi dan palawija dengan memperluas dan menambah jumlah Balai Benih dan Kebun Bibit.

 Perbaikan dan perluasan pengairan pedesaan.

 Peningkatan penggunaan pupuk untuk segala jenis tanaman, terutama pupuk phospat dan nitrogen pada padi.

 Peningkatan pemberantasan hama penyakit tanaman serta memperlancar penyaluran pestisida dan peralatannya.

 Peningkatan pengendalian bahaya erosi.

 Peningkatan pendidikan masyarakat pedesaan dengan mendirikan Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) di tiap kecamatan.

 Intensifikasi pemakaian tanah kering, diawali pembangunan beberapa Kebun Percobaan Perusahaan Tanah Kering (PPTK) di kabupaten.

(14) Pada periode ini, kabinet sering berganti dan aparatur pertanian masih terkotak-kotak dalam beberapa aliran politik/partai, sehingga

pendekatan dan metode penyuluhan mirip sebelum perang. Masalah dan tantangan pertanian makin luas dan kompleks, aparatur dan cara kerjanya belum sistematis dan komprehensif. RKI dua tahap belum sepenuhnya jalan karena perlu menyelesaikan masalah yang besar dan kompleks itu.

Tahun 1958 intensifikasi padi dimulai pada sentra yang luasnya ± 1.000 ha, petani diberi kredit natura (bibit dan pupuk) serta uang. Program itu disebut Padi Sentra, yang menyebarkan kegiatan intensifikasi padi ke sekelilingnya. Padi Sentra ini, dijadikan bagian dari Badan Perusahaan

(14)

Produksi Bahan Makanan dan Pembukaan Tanah Kering (BMPT). BMPT gagal dan dihentikan tahun 1963, karena banyak penyelewengan, pengembalian kredit dalam bentuk padi dihitung dengan harga yang rendah dari harga pasar, dan kurangnya keahlian para manager dalam menyuluh, pelayanan dan pemasaran, serta sistem kredit kacau.

(15) (16) (17)

(18) B. Periode Terpimpin (1959 - 1963)

(19) Perasaan tidak puas pada kabinet memuncak, sehingga terbitlah Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945. Sejak itu mulailah periode terpimpin, demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin.

(20) Penyuluhan mengalami banyak perubahan. Filsafat ”alon-alon asal kelakon” menjadi ”segalanya harus cepat dan tepat”. Kegiatan-kegiatan berdasarkan menggerakkan massa, pendekatan dan metoda penyuluhan harus sesuai. Kampanye besar-besaran menggantikan pendekatan perorangan. Sistem “tetesan minyak (olievlek-sijsteem)” diganti dengan “tumpahan air sehingga semua orang kebagian cipratannya”. Kesemuanya di bawah pimpinan tertentu, sesuai dengan prinsip ekonomi terpimpin.

RKI diganti dengan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) Tahap I, yang meluas dan menyeluruh. Pelaksanaannya tidak bisa rutin, tapi merupakan gerakan dinamis. Gerakan intensifikasi produksi padi Swa-Sembada Beras (SSB), berlangsung dari tingkat nasional sampai ke desa, dengan pimpinan Komando Operasi Gerakan Makmur (KOGM) pada setiap tingkat operasi. Tahun 1970 KOGM meluas menjadi Gerakan Swa-Sembada Bahan Makanan (SSBM), tetapi tidak berhasil mencapai tujuannya. Efek negatif penyuluhan sistem ”komando”, adalah para petani menjauhi penyuluh. Kegagalan Sistem Terpimpin, ditambah dengan peristiwa G-30-S,

menyebabkan tumbangnya Pemerintahan Soekarno dan timbulnya Orde Baru. (21)

(22) C. Periode Konsolidasi (1963 – 1974)

(23) Di akhir masa terpimpin, gerakan SSBM gagal. Timbul gagasan mengembalikan penyuluhan kepada azas-azas semula, seperti kesukarelaan, otoaktivitas, demokrasi, dll. Berbagai usaha telah dilakukan oleh Departemen Pertanian dengan berbagai pihak, seperti penyuluhan dijalankan oleh Jawatan Pertanian Rakyat, Direktorat Pertanian Rakyat (Dirtara), Fakultas Pertanian, organisasi massa tani, Tokoh pertanian, supaya memprogresifkan pendekatan

(15)

dan membangun organisasi penyuluhan di Indonesia yang berbentuk suatu piramida besar yang dasarnya lebar dan luas, di tingkat desa.

(24)

(25) D. Periode Pemantapan I (1974-1983)

 Keppres No.44 dan 45/1974 membentuk Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian (Badan Diklatluh), yang berwenang mengatur pendidikan, latihan dan penyuluhan di tingkat nasional. Di daerah dilakukan oleh berbagai dinas yang ada sesuai dengan UU No. 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.

 SK Mentan No. 664/1975 membentuk Forum Koordinasi Penyuluhan Pertanian di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Peraturan ini merupakan landasan menggalang kerjasama yang erat dalam penyuluhan, yang akan meningkat kepada terpadunya penyuluhan.

 Mulai tahun 1976 diterapkan sistem kerja Latihan dan Kunjungan (LAKU). Penyuluh sejak 1979 ditata menurut sistem Penyuluhan Pertanian

Lapangan (PPL) di tingkat Wilayah Unit Desa (wilud 600-1.000 ha sawah atau setaranya), dan dibina oleh Penyuluh Pertanian Madya (PPM, yang berubah menjadi Penyuluh Pertanian Urusan Program/PPUP). PPM/PPUP berkedudukan di BPP (pengembangan dari Balai Pendidikan Masyarakat Desa/BPMD tahun 1948). BPP menjadi basis kegiatan penyuluhan. PPL mendapat pembinaan teknis dari Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) kabupaten, dan provinsi. Kegiatan latihan bagi PPL oleh PPM/PPUP dan PPS di BPP satu kali dalam 2 minggu untuk menambah pengetahuan dan keterampilan teknik pertanian sesuai dengan kalender produksi pertanian setempat. Latihan dasar bagi PPL, PPM/PPUP dan PPS, berbagai subjek dan komoditi, diatur oleh Balai Latihan Pegawai Pertanian (BLPP) dengan bantuan dinas dan lembaga pendidikan tinggi serta peneliti setempat. Bahan-bahan penyuluhan berupa terbitan, film dan kaset untuk siaran pedesaan lewat radio, merupakan perlengkapan para penyuluh,

disediakan oleh Balai Informasi Pertanian (BIP), di wilayah bersangkutan.  PPL dan PPM/PPUP pada umumnya berasal dari Sekolah Pertanian

Menengah Atas Negeri, daerah dan swasta. Unit-unit pelaksana teknis berupa SPMA, BLPP dan BIP, dikelola Badan Diklatluh Pertanian, dibawah pengawasan Kepala Kanwil Deptan yang bersangkutan. Pelayanan kebijaksanaan, diberikan kepada swasta dan masyarakat tani sendiri. Penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti pupuk, pestisida,

(16)

alat pertanian, benih dan bibit, diusahakan oleh perusahaan swasta, BUMN, KUD, Kelompok tani sendiri.

 Sejalan dengan pelaksanaan Bimas Nasional Disempurnakan (BND) tahun 1970, aparatur dan metode penyuluhan diperkuat sesuai kebutuhan Gerakan Massal Bimas. Dicetuskan empat kategori demonstrasi: (1) demplot dilakukan perorangan; (2) demfarm dilakukan kelompok primer; (3) dem area dilakukan gabungan kelompok; dan (4) dem-unit dilakukan KUD.

 Pada sistem LAKU, pengertian kelompok dibakukan sebagai Kelompoktani Hamparan, yang mempunyai kawasan wilayah kelompok (Wilkel) yang merupakan satu unit kunjungan PPL.

 Uji coba dem-area di kabupaten Karawang MT 1975/76 dan MT 76

menunjukkan hasil yang menggembirakan (50-75% penerapan teknologi terujud). Atas hasil tersebut tahun 1979 dimulailah INSUS (Intensifikasi Khusus) dan dilanjutkan dengan OPSUS (Operasi Khusus) pada daerah terkebelakang intensifikasinya, OPSUS Tekad Makmur (1980) di Provinsi NTB dan Opsus Lapo Ase di Sulawesi Selatan (1981) dan seterusnya di lain daerah.

 Tahun 1980, formasi penyuluhan diperbesar menjadi 20.626 orang (PPL/PPUP 19513 orang, PPS 1.113 orang).

 Sistem LAKU tahun 1976 dilaksanakan di 9 provinsi, tahun 1977 diperluas ke 14 provinsi dan tahun 1980 ke seluruh Indonesia untuk seluruh

subsektor pertanian.

 Penas III dilaksanakan di Bali tahun 1980 dan Penas IV di Kalimantan Selatan tahun 1981. Pada rembug KTNA di Bali disepakati peningkatan metode penyuluhan berupa Mimbar Sarasehan, Temu Wicara dan Temu Karya.

 Tahun 1980, Badan Diklatluh Pertanian meningkatkan kesejahteraan penduduk/Kelompok Petani Nelayan Kecil (KPK) yang hidup di bawah garis kemiskinan, dengan pendekatan partisipatif melalui Proyek Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Nelayan Kecil (P4K) di 8 provinsi.

 Kelompoktani peserta Insus dirangsang meningkatkan intensifikasi padi dengan perlombaan. Kelompoktani pemenang diundang ke Istana Negara Jakarta, menerima hadiah dari Presiden RI.

(26)

(27) E. Periode Pemantapan II (1983-1993)

 Keppres No.24/1983, membentuk Direktorat Penyuluhan pada semua Direktorat Jenderal lingkup pertanian dan Pusat Penyuluhan pada Badan

(17)

Diklatluh. Di Dinas tingkat I dan II/cabang Dinas pertanian, dibentuk subdinas dan seksi penyuluhan.

 Pada 1993, Penyuluh ditingkatkan jumlahnya menjadi 39.108 orang (PPL/PPUP 36.830 orang dan PPS 2.278 orang).

 Pemantapan penyuluhan dengan adanya kesatuan aparat penyuluhan dan kesatuan pengertian penyuluhan.

 Pada MT 1987 dikembangkan pola Supra Insus. Keberhasilan Supra Insus terletak pada kerjasama antar Kelompoktani dalam intensifikasi di satu WKPP, menerapkan pola tanam yang menjamin terwujudnya

keserempakan panen dan keragaan varietas dalam hamparan areal usahatani se WKPP atau sekurang-kurangnya sehamparan irigasi tersier. Kerjasama antara Kelompoktani di bawah pimpinan Kontaktani se WKPP merupakan unit terkecil dari Supra Insus yang disebut Unit Hamparan Supra Insus (UHSI).

 Sesuai perkembangan zaman, metode massal relatif berkurang dan lebih banyak penerapan metode kelompok dan perorangan. Berkembangnya tingkat pengetahuan petani-nelayan, maka pendekatan partisipatif lebih menarik. Mimbar Sarasehan, Temu Usaha, Temu Karya, Temu Wicara dan Penas, menerapkan berbagai metode penyuluhan. Penas V

diselenggarakan di desa Purbolinggo Lampung Tengah tahun 1983, Penas VI di desa Pematang Krasan Simalungun Sumatera Utara, tahun 1986 dihadiri 2.500 orang peserta dari 27 provinsi dengan 20 jenis kegiatan.  Bimas yang didukung penyuluhan membawa Indonesia sukses mencapai

swasembada beras tahun 1984 yang diakui FAO. Pada Hari Ulang Tahun FAO ke-40 tanggal 14 Nopember 1985, Presiden Suharto diundang oleh Direktur Jenderal FAO dan menyampaikan pidatonya di depan Sidang FAO di Roma. Acara tersebut dihadiri oleh 32 orang KTNA Indonesia. Pada kesempatan itu, masyarakat pertanian Indonesia secara simbolis menyerahkan sumbangan 100.150 ton gabah kering giling (senilai Rp.15,6 milyar) kepada penduduk Afrika yang menderita kelaparan melalui Dirjen FAO.Atas jasa mencapai swasembada beras, Direktur Jendral FAO memberi penghargaan medali emas kepada Presiden Suharto, yang bertuliskan PRESIDEN SUHARTO – INDONESIA dan FROM RICE

IMPORTED TO SELF SUFFICIENCY – FAO-ROME.

 Tahun 1986 ditetapkan jabatan fungsional penyuluh. Sejak itu dimulailah penerapan sistem angka kredit untuk peningkatan jenjang karir penyuluh. Kualifikasi tenaga penyuluh ditingkatkan, Penyuluh yang SLTA (SPMA, SNAKMA, SUPM/SPP) ditingkatkan pendidikannya melalui Akademi

(18)

Penyuluhan Pertanian (APP) mulai tahun 1987 dan Pendidikan Tinggi Pertanian Lapangan/PTPL (pendidikan jarak jauh, kerjasama Departemen Pertanian dengan Universitas Terbuka/UT) mulai tahun 1991. Penyuluh S1, secara bertahap dan terbatas ditingkatkan menjadi S2 atau S3, baik di dalam maupun luar negeri.

 Kemampuan dan peran Kelompoktani dan kontaktani makin meningkat, bermutu dan mandiri. Peran tersebut terlihat dengan semakin banyaknya Kontaktani menjadi induk semang dalam pemagangan. Bahkan mereka sudah mampu membentuk Pusat Pelatihan Pertanian & Pedesaan Swadaya (P4S). Petani Indonesia menerima petani magang dari Afrika/GNB.

 Pengurus KUD meningkat jumlahnya yang berasal dari Kontaktani. Pada waktu itu, kontaktani telah melakukan Studi Banding ke luar negeri, antara lain ke Thailand, terutama bidang hortikultura.

 Sejak tahun 1990, jumlah dan mutu kegiatan di Penas makin ditingkatkan. Penas diselenggarakan 4 kali dalam periode Pemantapan II. Penas V di Lampung tahun 1983 Penas VI di Sumatera Utara tahun 1986, Penas VII di Sulawesi Selatan tahun 1988 dan Penas VIII di Magelang tahun 1991.  Diklat bagi petani-nelayan disempurnakan dengan metode Andragogi,

Sekolah Lapang Usahatani Berorientasi Agribisnis (SL-UBA).

 Pelatihan teknis bagi penyuluh digunakan pola SL terpadu, terdiri dari kegiatan diklat PL-1 (Pemandu Lapang-1), diklat PL-II dan diklat P-N (Petani-Nelayan). Materi pokok (substansi) diklat diambil dari

permasalahan teknis ekonomi yang dihadapi petani-nelayan. Diklat SL dilaksanakan untuk mendukung program nasional pembangunan

pertanian yang menerapkan teknologi khusus (PHT, agribisnis) dan harus disebarluaskan karena mempunyai dampak luas terhadap keberhasilan program. Dalam menunjang program pengembangan agribisnis, teknologi yang disebar luaskan melalui SL adalah teknologi ekonomi (menerapkan kaidah-kaidah bisnis dalam berusahatani). Teknologi ini harus dikuasai melalui PL-I, PL-II dan P-N

 Untuk menyiapkan generasi muda pertanian, dijalin hubungan antara taruna tani dan siswa SPP melalui kegiatan Temu Siswa dan Taruna Tani Nasional (TESISTANAS) dan dibentuknya Kelompok Siswa dan Taruna Tani (KOSISTA).

 Upaya percepatan alih teknologi dilakukan melalui kerjasama antara Badan Diklat Pertanian dan Badan Litbang Pertanian dalam bentuk Temu Aplikasi Teknologi dan Gelar Teknologi.

(19)

 Melalui SK Mentan Nomor: 789/Kpts/OT.210/1294, fungsi BIP ditingkatkan dan diubah menjadi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Tugas BPTP adalah melaksanakan kegiatan penelitian komoditas, pengujian dan perakitan teknologi tepat guna spesifik lokasi, menyampaikan paket teknologi hasil pengkajian dan perakitan untuk bahan penyusunan materi penyuluhan pertanian, pelayanan teknik kegiatan penelitian, pengkajian, dan perakitan teknologi pertanian, Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga Balai.

 Untuk memperkuat otonomi daerah tingkat II, sejak tahun 1993 penyuluh non sarjana dan BPP diserahkan/ diperbantukan kepada daerah tingkat II, beserta anggarannya. Pengelolaan administrasi dan operasionalnya dikelola dinas subsektor (Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan). Penyuluh berpendidikan sarjana tetap sebagai pegawai pusat yang dipekerjakan di wilayah, administrasinya dikelola oleh Kanwil

Deptan.

 Tahun 1989, sistem LAKU dievaluasi oleh Pusat Pengembangan Agribisnis/ PPA dan proyek NAEP III. Hasil evaluasi menunjukkan, LAKU tidak

berfungsi sebagaimana mestinya karena kebudayaan. Sebanyak 300 kelompok etnis dengan 200 dialek dan tinggal di 13.667 pulau, menuntut ketangguhan cara kerja penyuluhan. Disarankan modifikasi LAKU,

terutama pada pengembangan sumberdaya manusia pelaku utama beserta keluarganya. Titik berat diubah dari komoditi ke komunitas (masyarakat) sebagai pemeran utama pembangunan pertanian. Poktan dibentuk berdasarkan keserasian anggota dan jangkauan nyata untuk menghadiri pertemuan kelompok. Penerapan sensus masalah pada pertemuan Poktan memungkinkan ditetapkan daftar masalah dan peringkatnya oleh pelaku utama sendiri.

 Modifikasi sistem LAKU dengan metode sensus masalah, dapat membawa penyuluhan pertanian kepada pendekatan yang menyeluruh (holistik). Kerjasama itu diperlukan untuk melayani semua aspek pembangunan pedesaan yang efektif, pertanian, industri kecil, kesehatan, pendidikan, perkoperasian dan seterusnya.

 Keppres no.4/1990, Badan Diklatluh Pertanian diubah menjadi Badan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Pertanian, Pusat Penyuluhan Pertanian diubah menjadi Pusat Pendidikan dan Latihan Penyuluhan Pertanian (Pusdiklatluhtan).

 SK Mentan No. 58/Kpts/LP.120/2/91, mengubah koordinasi penyuluhan. Di tingkat provinsi dipegang oleh Kepala Kanwil Deptan, di

(20)

Kabupaten/Kotamadya oleh Kepala Dinas Lingkup Pertanian/Ketua Pelaksana Harian Bimas. Koordinasi di tingkat BPP dan desa tidak diatur. Kedudukan dan tugas BPP tidak lagi sebagai unit pelaksana penyuluhan, melainkan hanya sebagai instalasi penyuluhan.

 Keppres No. 83/1993, menghapus Direktorat Penyuluhan pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan & Holtikultura, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan.

 SK Mentan No. 96/Kpts/OT.210/2/1994, membentuk Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan), yang bertanggung jawab pada Menteri Pertanian. Secara administratif dibina oleh Sekjen dan secara teknis dibina oleh Dirjen sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

(28)

F. Periode Agribisnis-Agroindustri (1993-1997)

(29) Kebijakan Menteri Pertanian pada awal kebangkitan nasional II (PJP II), memantapkan penyelenggaraan penyuluhan di Indonesia. Dalam PELITA VI, penyelenggaraan penyuluhan menghadapi berbagai tantangan berupa lingkungan sosial ekonomi nasional maupun global yang dinamis, Antara Lain

 Orientasi pembangunan pertanian ke arah penerapan pendekatan agribisnis.

 Peningkatan peranan dan peran-serta masyarakat, dalam hal ini petani dan anggota masyarakat pedesaan lainnya.

 Pelaksanaan desentralisasi mengarah kepada pelaksanaan otonomi daerah tingkat II yang lebih luas dan lebih bertanggung jawab. Perubahan kebijakan dari petani-nelayan yang hanya terampil berproduksi menjadi kebijakan yang dapat menciptakan iklim motivasi petani-nelayan untuk lebih rasional dan efisien dalam mengembangkan usaha berdasarkan kemampuan wilayah, informasi dan mengenali potensi pasar.

(30) Pada PELITA VI, penyelenggaraan penyuluhan diarahkan :  Memberi dorongan bagi berkembangnya kelembagaan tani-nelayan ke

arah terciptanya sistem pengguna aktif dari informasi dan berbagai kesempatan berusaha yang muncul sebagai akibat perubahan lingkungan sosial ekonomi yang dinamis. Pengambilan keputusan oleh petani-nelayan secara mandiri melalui perencanaan wilayah yang partisipatif perlu dikembangkan secara bertahap. Para petani dan nelayan diarahkan untuk mampu mengambil manfaat sebesar-besarnya dari keberadaan BPP melalui kunjungan para petani dan nelayan secara berkala ke BPP.

(21)

 Memperkuat BPP dengan personil, sarana, prasarana dan pembiayaan yang memadai dalam menghadapi arah perkembangan perilaku petani/nelayan sebagai sistem pengguna aktif berbagai informasi dan kesempatan berusaha. BPP diarahkan menjadi pusat pengelolaan penyuluhan di pedesaan yang mampu melayani seluruh kepentingan pendidikan non formal bagi petani-nelayan beserta keluarganya & masyarakat pedesaan pada umumnya.

 Membangun dan mengembangkan jaringan kelembagaan penyuluh yang mampu mendukung pengembangan kelembagaan petani-nelayan serta mampu menciptakan iklim kepemimpinan demokratis dalam

mengembangkan agribisnis. Perangkat terdepannya adalah BPP, yang berfungsi menyalurkan berbagai informasi teknologi produksi, dan membuka berbagai kesempatan berusaha di tingkat daerah, nasional, maupun internasional. Arah itu perlu ditempuh, mengingat perilaku usahawan sangat menentukan dalam mencapai keberhasilan

pengembangan agri bisnis. Keberhasilan mengkaitkan sistem produksi pertanian pada mata rantai agribisnis sangat ditentukan oleh keberhasilan upaya-upaya memberikan motivasi kepada poktan untuk berkembang menjadi kelompok-kelompok usaha atau asosiasi sesuatu komoditas dan kombinasi komoditas pertanian. Perkembangan ini hanya dimungkinkan oleh adanya kesempatan berusaha yang lebih luas yang dapat diciptakan melalui pembangunan jaringan kelembagaan penyuluhan yang

berkarakter profesional.

 Mengorientasikan para petugas lingkup pertanian (penyuluh dan aparat pembinanya) agar memiliki satu kesatuan tindak dalam penyelenggaraan penyuluhan. Para penyuluh dikembangkan kemampuannya sesuai dengan perubahan orientasi penyuluhan terutama menyangkut kemampuan bekerjasama dengan petani dan peneliti dalam merancang

pengembangan wilayah kerja. Penyuluh, petani dan peneliti hendaknya menjalin kerjasama dalam mengidentifikasi kemampuan wilayah serta kemampuan sosial ekonomi petani dan nelayan sehingga dapat diciptakan suasana pengambilan keputusan pengembangan usaha petani-nelayan secara partisipatif atas dasar efisiensi usaha dan informasi pasar. Penyuluh yang sehari-harinya berintegrasi dengan para petani dan nelayan hendaknya berpangkal kerja di BPP

 Penyelenggaraan penyuluhan diletakkan pada Daerah Tingkat II dengan materi yang sesuai dengan mandat, misi, tujuan penyuluhan, dan

(22)

kondisi/potensi riil daerah serta berkaitan dengan berbagai program prioritas pembangunan pertanian.

 Penyuluhan di tingkat provinsi maupun nasional, diarahkan untuk mampu mendukung penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan penyuluhan di kab./kota dan BPP. Dukungan ini terutama dalam bentuk penciptaan iklim berupa kebijaksanaan, pedoman yang didasarkan atas monitoring, evaluasi, studi dan menghubungkan wilayah otonomi Dati II dengan kesempatan usaha yang tersedia di tingkat provinsi, nasional dan internasional.

 Pendekatan dan metode penyuluhan disesuaikan dengan perkembangan atau tingkat kemajuan sosial ekonomi wilayah dan tujuan yang hendak dicapai dalam wilayah bersangkutan. Pendekatan ”partisipatory and cost sharing” dalam penyelenggaraan penyuluhan cocok diterapkan guna mengembangkan peran-serta dan kemandirian petani/nelayan dalam pembangunan pertanian. Mengingat keragaman kondisi sosial ekonomi petani nelayan, pendekatan lainnya dapat digunakan dalam

penyelenggaraan penyuluhan.

 Mekanisme dan tata hubungan kerja penyuluhan didasarkan atas prinsip keterlibatan semua unsur penyuluhan, sebagai suatu jaringan

kelembagaan. Fungsinya sebagai penyalur informasi (pasar, harga, kualitas, standar, teknologi, ilmu pengetahuan, kredit, perbankan, kesempatan usaha) dan mendukung interaksi petani-nelayan dengan penyuluh dan peneliti. Mekanisme dan tata hubungan kerja petugas pemerintah yang terkait dengan penyuluh juga melibatkan sektor ekonomi swasta, BUMN dan lembaga sosial/ekonomi pedesaan lainnya. Pengembangan jaringan kelembagaan penyuluhan yang utuh bertujuan untuk melayani kepentingan petani, pemerintah dan sektor ekonomi swasta/BUMN, maupun nasional.

 Untuk memberikan dukungan nyata pada penyelenggaraan penyuluhan, tahun 1994 dibentuk lembaga pengkajian teknologi pertanian di tiap provinsi. Pada April 1995, unit kerja itu mulai dioperasikan dengan status organisasi BPTP, LPTP dan IPPTP.

2.3 Permasalahan dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia (31) Adapun permasalahan-permasalahan yang sering dijumpai dalam penyuluhan pertanian di Indonesia menurut Septiawan (2005) adalah sebagai berikut :

a. Kurangnya motivasi penyuluh

(23)

membuat oranguntuk berusaha. Sebagian besar petani kurang memiliki motivasi untuk mengubah perilaku karena perubahan yang diharapkan berbenturan dengan motivasi yang lain. Kadang-kadang penyuluhan dapat mengatasi hal demikian dengan membantu petani

mempertimbangkan kembali motivasi mereka. Petani kurang dimotivasi berusaha untuk merubah cara-cara tradisional kearah modernisasi. Atau sifat pertanian yang subsisten kurang diarahkan untuk berorientasi pada pasar. Selama petani belum dimotivasi, maka akan menjadi masalah. b. Penyuluh melupakan tugas utama

(33) Tugas utama penyuluhan adalah membantu petani dalam pengambilan keputusan dari berbagai alternatif pemecahan masalah. Tetapi masalah penyuluhan sekarang adalah kegiatan penyuluhan lebih banyak pada proses pelayanan bukan mendidik petani agar mampu mengambil keputusan sendiri.

c. Kurangnya pengetahuan petani

(34) Sebagian petani tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang memadai untuk dapat memahami permasalahan mereka,

memikirkan pemecahannya, atau memilih pemecahan masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka. Tugas agen penyuluh adalah meniadakan hambatan tersebut dengan cara menyediakan informasi dan memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi. Agen

penyuluh dapat memberikan bantuan berupa pemberian informasi yang memadai yang bersifat teknis mengenai masalah yang dibutuhkan petani dan menunjukkan cara penanggulanganya. Selama penyuluh belum mampu memberikan informasi yang dibutuhkan petani tersebut, maka kegiatan penyuluhan tidak akan berjalan dengan baik.

d. Kurangnya sumber daya

(35) Beberapa organisasi penyuluhan bertanggung jawab untuk meniadakan hambatan yang disebabkan oleh kekurangan sumber daya. Kegiatan penyuluhan di Indonesia biasanya berada di bawah Departemen Pertanian seringkali diberikan tanggung jawab untuk mengawasi kredit dan mendistribusikan sarana produksi seperti pupuk. Masalahnya sekarang adalah organisasi yang menyediakan sumber daya tersebut tidak terlibat melainkan dilakukan oleh penyuluh. Seharunsya kegiatan pelayanan dilakukan oleh lembaga service, kegiatan pengaturan dilakukan oleh lembaga regulation dan kegiatan penyuluhan hanya dilakukan oleh lembaga penyuluhan. Apabila ketiga lembaga ini dapat berfungsi dengan baik maka kegiatan pembangunan pertanian juga akan

(24)

berjalan dengan baik.

e. Petani masih dianggap orang yang terpinggirkan (marginal)

(36) Kekuasaan petani untuk mengeluarkan pendapat belum diperhatikan. Petani adalah orang yang memiliki status sosial yang rendah, perekonomian yang lemah dan penguasaan tanah yang sangat sempit. Petani lemah inilah yang harus diberdayakan untuk membentuk suatu asosiasi petani. Contoh: Asosiasi petani tebu jawa tengah, Asosiasi petani tebu Jawa timur, dan lain-lain sehingga petani tebu tersebut menjadi kuat. Selain petani penyuluh juga harus membentuk asosiasi penyuluh sehingga kuat untuk mempejuangkan nasib petani. Tanpa berkelompok petani dan penyuluh tidak ada artinya.

f. Kurangnya wawasan petani

(37) Sebagian petani kurang memiliki wawasan untuk memperoleh sumber daya yang diperlukan. Masalah ini hampir sama dengan

hambatan pengetahuan, dan peranan penyuluhan sangat diperlukan pada keadaan seperti ini. Tugas penyuluh adalah memberikan pandangan supaya wawasan petani menjadi lebih luas.

g. Kurangnya kekuasaan petani

(38) Penyediaan informasi tidaklah mungkin membawa perubahan dalam hal kekuasaan petani. Dengan demikian, hal ini tidak dapat dilaksanakan sebagai kegiatan penyuluhan kecuali penyebabnya adalah hambatan wawasan terhadap kekuasaan.

h. Penyuluh berada di antara dua kepentingan

(39) Penyuluh berada pada dua kepentingan yaitu kepentingan petani dan kepentingan pemerintah. Kepentingan pemerintah adalah untuk mencukupi kebutuhan pangan oleh karena itu petani diharapkan meningkatkan produksi tetapi dengan harga yang murah. Kepentingan petani adalah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya dan mengusahakan kegiatan pertanian yang berkelanjutan. Penyuluh berada pada dua kepentingan yang saling bertentangan. Selama penyuluh berpihak kepada pemerintah, maka akan timbul konflik kepentingan petani dan pemerintah. Kepercayaan petani kepada penyuluh akan menurun. Partisipasi petani dalam pembangunan juga akan menurun. Contoh: Petani menginginkan harga buah meningkat karena memiliki warna yang bagus, tetapi pemerintah tidak dapat memenuhinya. i. Kegiatan penyuluhan yang kurang terorganisir

(40) Kurang terorganisasinya penyuluhan secara baik. Contoh: pada jaman BIMAS dikeluarkan SK Mendagri-Mentan tahun 1985 tentang

(25)

pembentukan BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) sehingga penyuluh pertanian berada di BPP. Kemudian tahun 1992 penyuluh berda di dinas-dinas sehingga BPP di bagi-bagi sesuai dengan dinas-dinas yang ada. Tahun 1996 dikeluarkan SK Mendagri-Mentan tentang pembentukan BIPP (Balai Informasi Penyuluhan Pertanian). Belum selesai BIPP dibentuk sudah digulirkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Kurangnya pengorganisasian kegiatan penyuluhan menyebabkan kurangnya

keberhasilan penyuluhan pertanian.

j. Kegiatan penyuluhan tidak berjalan dengan baik

(41) Kegiatan penyuluhan akan berjalan dengan baik bila: pasar, teknologi, input, intensitas produksi (harga yang layak) dan transportasi desa mencapai keadaan maksimum. Bagaimana membangun pertanian yang baik bila 80 % masalah berada di luar petani. Kegiatan penyuluhan tidak efektif apabila kelima masalah diatas tidak diatasi.

k. Kelembagaan penyuluhan belum tertata dengan baik

(42) Selama ini kegiatan penyuluhan lebih dilaksanakan oleh lembaga penerangan yang bertanggung jawab untuk menjembatani kebijakan pemerintah agar sampai kepada rakyat. Seharusnya

penyuluhan lebih mendidik petani agar dapat memecahkan masalahnya sendiri. Organisasi penyuluhan yang sekarang ini ingin menyampaikan kebijakan yang sebenarnya dilakukan oleh lembaga penerangan. l. Perbedaan nilai yang dianut petani dengan penyuluh

(43) Nilai-nilai yang dianut petani kemungkinan berbeda dari nilai-nilai agen penyuluhan yang “berbau perkotaan”, tetapi tidak beralasan jika beranggapan bahwa nilai-nilai agen penyuluhan dan atasannya lebih baik dibandingkan nilai-nilai petani dan keluarganya. Selama penyuluh belum bisa menyamakan nilai-nilai yang dianut ini maka akan timbul masalah.

m. Pengetahuan penyuluh kurang memadai

(44) Agen penyuluh hanya memiliki setengah dari pengetahuan yang diperlukan untuk mengambil keputusan, sedangkan petani dan keluarganya melengkapi kekurangannya. Mereka akan mengetahui tujuan-tujuan mereka, jumlah modal yang dimiliki, persyaratan tenaga kerja pertanian mereka selama bulan-bulan yang berbeda, hubungan dengan petani lain, kualitas lahan serta kesempatan-kesempatan menghasilkan uang diluar sektor pertanian. Agen penyuluhan mungkin memiliki sebagian dari pengetahuan tersebut, tetapi biasanya tidak sebanyak pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga petani sendiri.

(26)

(45) Dewasa ini agen penyuluhan lebih mengarahkan langkahnya pada sistem pertanian yang berkelanjutan dan kurang memperhatikan

input pertanian yang tinggi dibandingkan tahun-tahun yang lalu. Pengetahuan khas setempat dari petani sangatlah penting untuk mengembangkan pertanian yang berkelanjutan karena cara ini harus disesuaikan dengan situasi setempat yang biasanya petani tahu lebih banyak dibandingkan peneliti atau agen penyuluhan.

n. Penyimpangan tujuan organisasi penyuluhan

(46) Organisasi penyuluhan bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi petani. Penyuluh harus memainkan peranan bagaimana petani terlibat dalam kegiatan penyuluhan. Tujuan kegiatan yang terjadi sekarang ini sangat jauh dari harapan.

o. Mengubah cara bertani atau mengubah petani

(47) Kebanyakan agen penyuluhan petanian memperoleh pendidikan formal tentang cara-cara mengubah atau memperbaiki cara bertani. Mereka belajar tentang varietas tanaman, pupuk, makanan ternak, dan sebagainya, tetapi di dalam tugasnya diminta untuk “mengubah petani” yang kemudian dapat membuat keputusan untuk mengubah “usaha taninya”. Banyak agen penyuluh belum terlatih dalam proses mengubah sikap, yaitu dalam hal pendidikan orang dewasa dan komunikasi. Mereka diajar mengenai “apa yang harus dilakukan” kepada petani, tetapi tidak tentang “bagaimana” mengatakannya agar petani mampu menjadi manajer yang baik dalam usaha taninya. Perubahan yang demikian merupakan salah satu tujuan penting dari pendidikan penyuluhan. p. Penyuluh kurang membantu petani dalam mencapai tujuan

(48) Selama ini kegiatan penyuluhan kurang membantu petani mencapai tujuan. Agen penyuluhan dapat memanfaatkan berbagai cara untuk membantu kliennya untuk mencapai tujuannya, yaitu:

 Memberi nasihat secara tepat waktu guna menyadarkannya tentang suatu masalah

 menambahkan kisaran alternatif yang dapat menjadi pilihannya

 memberi informasi mengenai konsekuensi yang dapat diharapkan dari masing-masing alternatif

 membantunya dalam memutusakan tujuan mana yang paling penting

 membantunya dalam mengambil keputusan secara sistematis baik secara perorangan maupun berkelompok

 membantunnya belajar dari pengalaman dan dari pengujicobaan

(27)

q. Penyuluh kurang membuat wadah untuk kepentingan petani

(49) Di negara industri maju petani dengan berbagai cara membuat wadah untuk memenuhi kepentingan bersama mereka. Organisasi

demikian memegang peranan penting dalam pembangunan pertanian di negara industri maju. Di negara berkembang belum ada organisasi demikian, atau kalaupun ada cenderung belum efektif. Adanya organisasi pertanian yang efektif sama pentingnya dengan penerapan teknologi di banyak negara. Organisasi penyuluhan memegang peranan penting dalam membimbing petani mengorganisasikan diri secara efektif. Walaupun demikian diperlukan dukungan politik untuk dapat berperan tanpa membahayakan jabatan mereka.

r. Penyuluh kurang mendidik petani

(50) Tugas mendidik dan pendidikan penyuluhan merupakan cabang dari pendidikan orang dewasa. Agen penyuluhan di banyak negara Eropa lebih merupakan seseorang yang menolong petani untuk memecahkan masalah mereka. Agen penyuluhan sudah merasa puas jika pertanian menjadi lebih efisien, dan kurang berminat untuk mengubah petani. Tugas utama penyuluhan di banyak negara berkembang adalah menganjurkan penggunaan teknologi modern, seperti pemakaian pupuk. Kenaikan hasil merupakan tujuan utama di negara-negara berkembang karena cepatnya pertumbuhan penduduk, disamping adanya anggapan bahwa petani terbelakang dan tradisional.

(51) Petani dapat dididik dengan dua cara yang berbeda: 1)

mengajari mereka bagaimana cara memecahkan masalah spesifik, atau 2) mengajari mereka proses pemecahan masalah. Cara kedua memerlukan banyak waktu dan upaya dari kedua pihak, tetapi untuk jangka panjang menghemat waktu dan menambah kemungkinan dikenalinya gejala hama dan penyakit secara tepat waktu dan segera dapat ditanggulangi. Cara demikianlah yang terbaik, tetapi perlu disadari bahwa seseorang yang diberi pendidikan sepotong-sepotong lebih berbahaya dari orang buta huruf. Petani wajib diberi pengertian tentang masalah mana yang dapat mereka pecahkan sendiri dan manakah yang tidak.

(52) Petani di negara berkembang juga ingin memperbaiki cara bertani mereka dan kewajiban agen penyuluhan adalah mendukung dan menciptakan proses demikian melalui belajar yang disebut “belajar mandiri” atau self-directed learning.

s. Penyuluh kurang mengubah keadaan petani

(28)

sebagai penyebab kegagalan adopsi teknologi yang dikembangkan penelitian. Hal demikian ternyata tidak selalu benar, karena cara bertani yang tidak menguntungkanlah yang membuat mereka tidak

menggunakan teknologi tersebut. (54)

(55) Hambatan yang menghalangi pencapaian tujuan dapat ditanggulangi sesuai dengan sifatnya. Hambatan – hambatan tersebut dikelompokkan sebagai berikut :

 Pengetahuan

(56) Sebagian petani tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang memadai untuk dapat memahami permasalahan mereka,

memikirkan pemecahannya, atau memilih pemecahan masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka. Ada kemungkinan

pengetahuan mereka berdasarkan kepada informasi yang keliru karena kurangnya pengalaman, pendidikan, atau faktor budaya lainnya. Tugas agen atau penyuluhan adalah meniadakan hambatan tersebut dengan cara menyediakan informasi dan memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi. Sebagai contoh, petani mungkin tidak menyadari bahwa kegagalan panen mereka disebabkan oleh serangan hama yang tidak dapat mereka identifikasi. Agen penyuluhan dapat memberikan bantuan berupa pemberian informasi yang memadai yang bersifat teknis mengenai hama tersebut dan menunjukkan cara penanggulangannya. (Howkins,1999)

 Motivasi

(57) Sebagian petani kurang memiliki motivasi untuk mengubah perilaku karena perubahan yang diharapkan berbenturan dengan motivasi yang lain. Kadang – kadang penyuluhan dapat mengatasi hal demikian dengan membantu petani mempertimbangkan kembali motivasi mereka. Sebagai contoh, peternak mungkin kurang memberikan perhatian

terhadap kebersihan dalam memeras susu karena mahalnya harga desinfektan disamping cara penggunaannya yang dianggap rumit. Agen penyuluhan memberikan motivasi pada peternak agar menggunakan metode – metode yang dianjurkan dengan mendemonstrasikan

bagaimana kebersihan dapat meningkatkan kualitas susu dan menambah keuntungan. (Howkins,1999)

 Sumber Daya

(58) Beberapa organisasi penyuluhan bertanggung jawab untuk meniadakan hambatan yang disebabkan oleh kekurangan sumber daya.

(29)

Sebagai contoh, organisasi penyuluhan dibawah departemen pertanian dibanyak negara berkembang sering kali diserahi tanggung jawab untuk mengawasi kredit dan mendistribusikan sarana produksi seperti pupuk. Sesuai dengan definisi kita tadi, organisasi yang menyediakan sumber daya disini tidak terlibat dengan kegiatan penyuluhan sekalipun apa yang mereka lakukan sangat bermanfaat. (Howkins,1999)

 Wawasan

(59) Sebagian petani kurang memiliki wawasan untuk memperoleh sumber daya yang diperlukan. Masalah ini hampir sama dengan

hambatan pengetahuan, dan peranan penyuluhan sangat tepat pada situasi demikian. Sebagai contoh, agen penyuluhan bisa saja memberi informasi mengenai sumber kredit, tetapi tidak memberikan jaminan terhadap pembayaran kembali dari kredit tersebut. (Howkins,1999)  Kekuasaan

(60) Penyediaan informasi tidaklah mungkin membawa perubahan dalam hal kekuasaan petani. Dengan demikian hal ini tidak dapat

dilaksanakan sebagai kegiatan penyuluhan, kecuali penyebabnya adalah hambatan yang berikut ini.

 Wawasan terhadap kekuasaan

(61) Sebagian petani tidak memiliki wawasan terhadap hubungan – hubungan kekuasaan dalam masyarakatnya maupun tentang sumber daya kekuasaan yang tersedia bagi mereka serta cara menggunakannya untuk menciptakan perubahan. (Howkins,1999)

(62) Adapun permasalahan-permasalahan lain dalam penyuluhan pertanian di Indonesia yaitu :

a. Mind set dan paradigma para petani yang menganggap penyuluh adalah

sebagai pihak yang memberikan bantuan berupa bantuan fisik untuk menjalankan dan mengembangkan usaha tani para petani di desa.

Padahal, penyuluh hanyalah orang yang bertugas untuk mentransfer ilmu tentang bidang pertanian, memberikan motivasi-motivasi, memberikan pandangan-pandangan, kemungkinan-kemungkinan, dan memberikan gambaran resiko-resiko keputusan dalam usaha tani serta sebagai tempat untuk berkonsultasi tentang masalah pertanian yang dialami para petani. Dengan mind set dan paradigma petani yang demikian, maka sulit untuk merealisasikan tujuan utama penyuluhan yaitu untuk membantu petani agar dapat membantu diri mereka sendiri.

b. Petani-petani di desa pada umumnya lebih mendengarkan dan

(30)

penyuluh pertanian. Hal ini disebabkan karena kehadiran formulator pestisida di desa sambil membawa sampel pestisida merupakan hal yang lazim dijumpai petani. Apabila sampel tersebut berhasil, maka petani akan mengaplikasikan pestisida tersebut terhadap tanaman budidayanya, karena sudah ada sampel yang berhasil. Para petani lebih mendengar dan menghargai formulator daripada penyuluh karena formulator datang membawa pestisida dan sampelnya yang nampak dalam bentuk fisik oleh pandangan petani, sedangkan penyuluh hanya memberi

masukan-masukan tanpa ada bukti bantuan fisik langsung bagi petani. Padahal penyuluh tugasnya memang memberi masukan dan solusi bukan memberikan bantuan dalam bentuk fisik.

c. Seringnya terjadi ketimpangan penerimaan bantuan pemerintah terhadap

kelompok tani. Kelompok tani yang kurang/tidak aktif sering mendapat bantuan sedangkan kelompok-kelompok tani yang aktif jarang mendapat bantuan. Hal ini disebabkan karena Dinas Penyuluhan hanya sebagai pendamping bagi Dinas Pertanian. Bantuan-bantuan yang datang dari pemerintah disalurkan kepada kelompok tani melalui Dinas Pertanian, bukan Dinas Penyuluhan, padahal yang berinteraksi langsung dengan petani dan poktan-poktan adalah penyuluh dari dinas penyuluhan yang notabene lebih mengetahui mana poktan yang benar-benar aktif dan mana poktan-poktan yang sekedar ada. Hal ini nyatanya mempengaruhi minat dan respon petani untuk aktif di kelompok-kelompok tani yang ada di desa menjadi surut sehingga penyuluhan pertanian juga kurang

berjalan lancar dan maksimal.Potensi kelompok tani untuk mendapat bantuan dari pemerintah tergantung pada kekuatan lobby dengan orang-orang yang ada di Dinas Pertanian. Jika ada anggota kelompok tani yang dekat atau berhubungan keluarga dan semacamnya dengan orang yang berwenang di Dinas Pertanian, maka kelompok tani tersebut berpeluang sangat besar menjadi kelompok tani yang terpilih untuk menerima bantuan. Fenomena ini yang sering terjadi di Sumatera Utara, dimana untuk hal-hal semacam ini orang-orang lebih mengandalkan

beking/backing daripada usaha yang benar-benar murni. Inilah yang membedakan Sumatera Utara dengan Jawa. Di Jawa, kelompok tani yang benar-benar aktif lah yang berhak mendapat bantuan dari pemerintah, sehingga poktan-poktan yang lain lebih termotivasi untuk aktif dan memajukan kelompok taninya agar termasuk menjadi kategori poktan yang berhak mendapat bantuan dari pemerintah.

(31)

2.4 Solusi atas Permasalahan dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

(63) Dapat kita lihat bersama bahwa penyuluhan jelas tidak dapat memecahkan semua permasalahan yang dihadapi petani. Pengetahuan dan wawancara yang memadai hanya dapat digunakan untuk memecahkan sebagian dari masalah yang telah dikemukakan. Ini pun jika agen penyuluhan sendiri memiliki pengetahuan serta wawasan yang dibutuhkan, atau bersama – sama dengan petani mengupayakannya. Fungsi sosial lain, seperti penelitian ilmiah dapat membantu memecahkan persoalan sosial, misalnya dengan mengembangkan metode untuk meningkatkan hasil panen. (Howkins,1999)

(64) Agen penyuluhan juga harus dapat menganalisis situasi yang sedang berkembang agar mereka selalu siap untuk memberikan peringatan kepada petani secara “tepat waktu” mengenai hal – hal yang tidak diinginkan yang mungkin terjadi. Ketidakpuasan petani juga dapat diubah menjadi

masalah konkret untuk bisa dipecahkan. Sebagai contoh, dengan menganalisis struktur ekonomi suatu usaha tani, agen penyuluhan dapat menunjukkan bahwa ketergantungan pada suatu tanaman tertentu dapat mengakibatkkan kemerosotan hasil. Analisis demikian memungkinkan untuk mencari tanaman pengganti yang sudah diuji dan ternyata memiliki potensi hasil yang tinggi untuk meningkatkan pendapatan petani. (Howkins,1999)

(65) Penyuluhan tidak mencakup semua aspek tersebut di atas dan juga tidak seharusnya demikian. Dengan pemberian satu atau beberapa aspek permasalahan, petani akan mampu memecahkan sendiri masalah selebihnya, bahkan kadang – kadang cukup dengan hanya penjelasan masalah dan

analisis yang sistematis. Pada kesempatan lain mungkin cukup dengan hanya memberi tambahan informasi. Penyuluh seharusnya menganalisis terlebih dahulu keadaan petani sebelum memutuskan untuk membantunya. (Howkins,1999)

(66) Petani pada umumnya telah meniliti dengan sebaik-baiknya pilihan-pilihan yang disesuaikan dengan keadaan setempat dan

memanfaatkannya dengan baik. Penyesuaian terhadan meningkatnya tekanan penduduk dan perubahan kondisi ekonomi dalam banyak kasus telah

mengakibatkan praktek-praktek baru seperti perluasan budidaya tanaman ke lereng-lereng yang rawan dan monokultur yang dipacu oleh varietas modern. (reijintjes,dkk, 1992)

(67) Istilah “agen penyuluhan” juga dapat menimbulkan masalah, banyak agen penyuluhan yang tidak sekedar memberi saran, tetapi juga melakukan pengawasan terhadap jalannya peraturan pertanian atau

(32)

pembasmian hama dan penyakit, sementara agen yang lain menyediakan sarana seperti pupuk. Oleh karena itu, tidaklah realistis bila mengatakan bahwa hanya mereka yang memberikan saran sajalah yang disebut sebagai penyuluh. Penyuluhan dapat pula disampaikan oleh mereka yang bergerak di bidang lain, seperti manajer bank desa yang dapat memberikan sarannya mengenai sumber – sumber kredit. (Howkins,1999)

(33)

(101) BAB III (102) PENUTUP

2.2 Kesimpulan

(103) Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari paper ini yaitu :

1. Penyuluhan pertanian adalah pendidikan nonformal yang diberikan kepada petani dan keluarganya agar mereka dapat menolong diri mereka sendiri. Programa penyuluhan pertanian adalah rencana tentang kegiatan penyuluhan pertanian yang memadukan aspirasi petani-nelayan dan masyarakat pertanian dengan potensi wilayah dan program

pembangunan pertanian yang menggambarkan keadaan sekarang, tujuan yang ingin dicapai, masalah-masalah dan alternatif pemecahannya, serta cara mencapai tujuan yang disusun secara partisipatif, sistematis, dan tertulis setiap tahun

2. Adapun sejarah penyuluhan pertanian di Indonesia yaitu dimulai dari periode Liberal (1945 – 1959), periode Terpimpin (1959 - 1963), periode Konsolidasi (1963 – 1974), periode Pemantapan I (1974-1983) dan periode Agribisnis-Agroindustri (1993-1997).

3. Beberapa masalah yang dihadapi dalam penyuluhan pertanian yaitu, kurangnya motivasi penyuluh, penyuluh melupakan tugas utama, kurangnya pengetahuan petani, kurangnya sumber daya, petani masih dianggap orang yang terpinggirkan (marginal), kurangnya wawasan petani, kurangnya kekuasaan petani, penyuluh berada di antara dua kepentingan dan lain-lain.

4. Agen penyuluhan harus dapat menganalisis situasi yang sedang berkembang agar mereka selalu siap untuk memberikan peringatan kepada petani secara tepat waktu dan agen penyuluh harus dapat mengusahakan dirinya agar dapat diterima di masyarakat petani (104)

2.3 Saran

(105) Adapun saran yang kami berikan untuk mengatasi permasalah penyuluhan pertanian yaitu :

1. Menambah jumlah penyuluh ke setiap daerah

2. Pemberian bantuan kepada kelompok tani dilakukan oleh dinas

penyuluhan atau dinas pertanian berkoordinasi dengan dinas penyuluhan agar adil dalam pemberian bantuan

(106) (107) (108)

(34)

(109) (110) (111)

(35)

(112) DAFTAR PUSTAKA (113)

(114)

(115) Bahua, M.I. 2016. Kinerja Penyuluh Pertanian. CV Budi Utama : Yogyakarta.

(116)

(117) Hawkins, H.S dan Van den Ban. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.

(118)

(119) Leeuwis, Cees. 2009. Komunikasi Untuk Inovasi Pedesaan. Kanisius: Yogyakarta.

(120)

(121) Reijintjes, Coen, Dkk. 1992. Pertanian Masa Depan. Kanisius: Yogyakarta.

(122)

(123) Setiawan, A.P. 2005. Masalah-Masalah Penyuluhan Pertanian. Jurnal Penyuluhan Institut Pertanian Bogor: Bogor.

(124)

(125) Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian

Referensi

Dokumen terkait

memberi tawaran apakah padi yang saya tanam mau dijual dengan sistem tebasan, kadang juga ada perantara yang mendatangi rumah memberi tawaran kepada saya

Dan yang sudah sertifikasi berjumlah 20 orang guru, sehingga kualitas dan hasil pembelajaran di MTs Negeri Tanjung Raja memiliki kemampuan dan kompetensi yang baik dalam

Beberapa instrumen pasar Modal antara lain menurut Tandelilin (2001 : 18) ; 1) Saham, merupakan salah satu jenis sekuritas yang cukup popular diperjual belikan di pasar

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat dikatakan bahwa analisis kontrastifmerupakan ilmu linguistik yang bersifat membandingkan dan bertujuan menemukan serta

Penelitian pada paduan titania Ti-6Al-4V dilakukan oleh Pratap dan Patra (Pratap and Patra, 2018) dengan variasi bottom profile micro-dimple datar (flat), runcing (drill),

3 Studi Perencanaan Jaringan Pipa Air Bersih dengan Menggunakan Sistem Zoning pada Daerah Pelayanan Buring Bawah 2 Kota Malang.. Skripsi 2002 T Sipil, FT,

(10) Fasal 8 (1) dan (8) di dalam undang-undang ini berkenaan korum dan penangguhan Mesyuarat Agung Tahunan Persatuan boleh digunakan untuk Mesyuarat Agung Khas tetapi dengan

Bahwa mengenai adanya kematian, dipersidangan terungkap bahwa korban ILYAS TANTU mengalami luka-luka sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia, sebagaimana