BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan globalisasi saat ini telah memberikan berbagai macam kemudahan dalam kerjasama dan hubungan internasional antar negara-negara di dunia, baik dalam bidang ekonomi dan perdagangan, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan. Namun di sisi lain juga telah mempermudah jalan bagi para pelaku kejahatan untuk memperluas aksinya. Dewasa ini perkembangan kejahatan tidak lagi berada di dalam lingkup wilayah suatu negara saja, akan tetapi telah melampaui batas-batas wilayah negara-negara lainnya. Beberapa bulan terakhir kita tentu tidak asing dengan nama Nasaruddin dan Nunun Nurbaetie yang menjadi headline di beberapa media massa di Indonesia karena mereka menjadi buronan KPK dan melarikan diri ke luar negeri, meskipun pada akhirnya mereka dapat ditangkap berkat bantuan interpol asing.
Dalam beberapa tahun terakhir, muncul kejahatan-kejahatan yang beraspek internasional yang disebut sebagai kejahatan transnasional. Istilah transnasional sendiri dalam kepustakaan hukum internasional pertama sekali diperkenalkan oleh Philip C. Jessup. Jessup menjelaskan bahwa selain istilah hukum internasional atau international law, digunakan pula istilah hukum transnasional atau transnational law yang dirumuskan, semua hukum yang mengatur semua tindakan atau kejadian yang melampaui batas teritorial suatu negara.1 kejahatan transnasional
merupakan bagian dari kejahatan internasional yang mempunyai dampak melewati batas territorial suatu negara, kejahatan transnasional dapat dilakukan secara individual dan/atau kelompok atau terorganisir. Kejahatan transnasional yang terorganisir diatur dalam Convention of Transnational Organized Crime 2000 atau yang biasa disebut dengan Konvensi Palermo 2000.2
1Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana
Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1997, hal 27.
Karena modus serta akibat dari kejahatan-kejahatan telah melampaui lebih dari satu wilayah negara, maka dari itu dibentuklah suatu organisasi antar kepolisian antar negara yang disebut dengan International Criminal Police Organization (ICPO). ICPO merupakan suatu organisasi internasional yang bergerak dalam bidang penanggulangan kejahatan internasional. ICPO sendiri lebih dikenal dengan nama Interpol, namun Interpol bukan merupakan singkatan dari International Police karena memang tidak ada yang namanya Polisi Internasional atau Polisi Dunia dalam hukum internasional sejauh ini. ICPO sendiri saat ini telah bermarkas di Lyon (Prancis) dan telah beranggotakan 190 negara sampai saat ini.
Untuk untuk pencarian dan penangkapan pelaku kejahatan yang melarikan diri ke luar negeri, selama ini dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan melalui kerjasama ICPO. Apabila buronan tersebut tertangkap di negara lain maka untuk pengembaliannya ke Indonesia harus ditempuh melalui proses ekstradisi.
Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.3 Penyerahan atau ekstradisi pelaku
kejahatan dari negara yang diminta kepada negara peminta sering mengalami kendala atau tidak dapat dilakukan karena alasan belum ada perjanjian ekstradisi. Banyak negara, terutama negara-negara Eropa, sesuai dengan undang-undang nasional negara-negara mereka, ekstradisi hanya dapat dilakukan jika negara peminta dan negara mereka telah mempunyai perjanjian ekstradisi.
1.1. Rumusan Masalah
A.
Bagaimanakah kedudukan ICPO dalam hukum internasional ?B.
Apa tujuan dari dibentuknya ICPO dan fungsi ICPO bagi masyarakat internasional ?C.
Bagaimana peranan ICPO dalam ekstradisi ?1.2. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui kedudukan ICPO dalam hukum internasional.
B. Untuk mengetahui tujuan dibentuknya ICPO serta fungsi ICPO dalam masyarakat internasional.
C. Untuk mengetahui peranan ICPO dalam ekstradisi.
BAB II
.1. Kedudukan ICPO dalam Hukum Internasional
Mengingat modus operandi kejahatan yang telah berkembang, dimana seorang tersangka setelah melakukan kejahatan di suatu negara tertentu, dapat melarikan diri melampaui batas wilayah negara sehingga sulit untuk melakukan penangkapan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan kerjasama dengan negara lain. Melihat banyaknya permasalahan yang timbul, kita menyadari betapa sangat pentingnya kerjasama antar negara atau kerjasama antar kepolisian dalam penyidikan kejahatan. Alasan inilah yang menjadi titik tolak lahirnya organisasi internasional yang bergerak dalam upaya penanggulangan kejahatan internasional, yaitu dengan lahirnya ICPO.
International Criminal Police Organization atau yang lebih dikenal dengan alamat telegraf listriknya, Interpol, adalah organisasi yang dibentuk untuk mengkoordinasikan kerjasama antar kepolisian di seluruh dunia. Jadi, Interpol bukan merupakan singkatan dari International Police, tetapi merupakan kata sandi yang dipergunakan dalam komunikasi internasional antar anggota.
Sebagai titik tolak, perlu diteliti apakah ICPO itu adalah “Polisi Internasional” atau “Polisi Dunia”, untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita tinjau dari 3 (tiga) aspek, yaitu:
a. Arti istilah ‘Polisi”
b. Karakteristik Masyarakat Internasional
Berdasarkan hukum internasional terdapat 2 (dua) teori tentang masyarakat internasional, yakni :4
1) Teori Universalisme, bahwa masyarakat internasional adalah suatu masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang mendiami permukaan bumi, karena itu sebagai umat manusia merupakan satu kesatuan. Teori ini menitikberatkan kepada hal-hal yang sama yang memiliki individu-individu dan karenanya menjadi dasar dari ikatan-ikatan yang menghubungkan mereka satu sama lain.
2) Karena di atas individu-individu banyak organisasi dimana setiap individu pasti menjadi anggotanya dan dalam perkembangan modern ini, organisasi yang paling tinggi tingkatannya adalah negara, maka timbul teori yang kedua yang menyatakan bahwa masyarakat internasional adalah masyarakat yang terdiri dari negara-negara.
Dalam hubungan dengan teori-teori tersebut di atas yang pada umumnya merupakan pendapat para sarjana hukum internasional mengenai karakteristik masyarakat internasional antara lain dapat ditonjolkan :5
1) Bahwa dalam masyarakat internasional tidak ada kekuasaan (politik) yang tertinggi yang dapat melakukan tindakan-tindakan yang bersifat memaksa terhadap subjek-subjek hukum internasional lainnya.
2) Bahwa dalam masyarakat internasional, negara-negara melaksanakan kedaulatannya sesuai dengan kepentingan masing-masing.
3) Bahwa dalam masyarakat internasional, amsing-masing negara mempunyai angkatan bersenjata, melaksanakan perang sebagai tindakan hukum terhadap negara-negara yang dianggap bersalah.
c. Karakteristik Hukum Internasional
4 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional , Bandung : PT Alumni, 2003, hal. 36.
Dapat dikemukakan bahwa berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, maka sumber hukum internasional terdiri dari :6
1) Perjanjian-perjanjian internasional (international treaties).
2) Kebiasaan internasional, yang terbukti dari praktek umum yang telah diterima sebagai hukum.
3) Prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
4) Keputusan-keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan aturan dan kaidah hukum.
Selanjutnya gagasan-gagasan tentang dasar-dasar berlakunya hukum internasional mengarah pada 2 (dua) teori sebagai berikut :
1) Teori Voluntaris yang pada dasarnya berusaha menerangkan bahwa hukum internasional mengikat negara-negara atas dasar kehendak dari negara-negara tersebut.
2) Teori Objektivitas yang pada dasarnya berusaha untuk membuktikan bahwa dasar hukum internasional terlepas dari kehendak negara-negara.
Dilihat dari uraian tersebut di atas, maka jelas ada perbedaan dalam pengertian dan hubungannya antara hukum dan masyarakat serta hukum internasional, sehingga jelas dalam skala internasional tidak mungkin ada “polisi internasional”. Dengan demikian ICPO tidak dapat diartikan sebagai polisi internasional atau polisi dunia.7
1.
ICPO sebagai Organisasi InternasionalLeroy Bennet, mengemukakan ada 5 ciri-ciri yang dimiliki oleh organisasi internasional sebagai pembatasan apa yang dimaksud dengan organisasi internasional, yaitu :8
1) Organisasi permanen untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang berkesinambungan;
6 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafka, Jakarta, 1989, hal. 43.
7 Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, NCB Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 4.
2) Keanggotaan yang sukarela dari pihak-pihak yang memenuhi syarat; 3) Anggaran dasar yang berisi tujuan, struktur dan cara-cara bertindak; 4) Badan perwakilan, konsultatif dan perundingan yang bersifat luas;
5) Sekretariat permanen untuk melaksanakan fungsi administratif, penelitian dan informasi yang berkesinambungan.
Sama hal sebagai subjek hukum internasional, sama seperti negara, tidak semua negara dapat menjadi subjek hukum internasional. Demikian juga dengan organisasi internasional. Tidak semua organisasi internasional dapat menjadi subjek hukum internasional. Untuk menjadi subjek hukum internasional, suatu organisasi internasional haruslah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu : 9
1) Harus dapat dibuktikan bahwa organisasi internasional tersebut mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum internasional yang dapat dilihat dari perjanjian yang menjadi dasar terbentuknya organisasi tersebut;
2) Harus dilihat perkembangan organisasi tersebut dalam masyarakat internasional; 3) Bentuk atau susunan organisasi internasional tersebut apakah memiliki sekretariat
jenderal dan lain-lain;
4) Organisasi internasional tersebut tidak boleh bertentangan dengan piagam PBB.
Setelah melihat uraian tentang ciri-ciri dari organisasi internasional di atas, maka dapat dikatakan bahwa ICPO adalah salah satu organisasi internasional. Kedudukan ICPO sebagai organisasi internasional telah diakui oleh masyarakat internasional. ICPO merupakan organisasi internasional terbesar kedua setelah PBB dengan 188 negara anggota. Sesuai dengan persyaratan yang dikemukakan oleh Leroy Bennet, maka ICPO adalah organisasi internasional yang bersifat permanen, dibentuk oleh negara-negara secara sukarela yang memiliki anggaran dasar atau konstitusi yang memuat mengenai tujuan dan struktur organisasi tersebut. ICPO juga memiliki badan perwakilan dan sekretariat permanen yang melaksanakan fungsi administratif , penelitian dan informasi yang berkesinambungan.
2.
Struktur Organisasi ICPOKekuasaan tertinggi dalam organisasi ICPO terletak pada Majelis Umum dan Komite Eksekutif, organ ini memberikan pertimbangan dan mempunyai kekuasaan untuk mengambil keputusan dan melaksanakan pengawasan. Selain itu juga mengadakan pertemuan secara berkala. Departemen-departemen terdapat pada Sekretariat Jenderal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan-keputusan dan rekomendasi yang telah disahkan oleh organ tertinggi tersebut serta mempunyai hubungan yang erat dengan masing-masing NCB dari negara anggota dalam rangka melaksanakan kerjasama kepolisian. NCB merupakan badan nasional yang bertanggung jawab sebagai penghubung antara negara anggota dan Sekretariat Jenderal.
Berdasarkan Pasal 5 Anggaran Dasar ICPO, maka struktur organisasi ICPO adalah sebagai berikut :
1) Majelis Umum (General Assembly)
Majelis Umum terdiri dari delegasi-delegasi yang ditunjuk oleh pemerintah negara-negara anggota. Majelis umum adalah badan tertinggi dari Interpol yang mengambil keputusan-keputusan utama seperti kebijaksanaan umum, sumber daya yang diperlukan untuk kerjasama internasional, metode kerja, keuangan dan program kegiatan. Majelis umum juga memilih pejabat-pejabat organisasi. Secara umum, Majelis Umum mengambil keputusan melalui mayoritas sederhana dalam bentuk rekomendasi atau resolusi. Setiap negara anggota memiliki satu suara. Untuk lebih memahami fungsi dari Majelis Umum, maka dapat kita lihat dalam Pasal 8 Anggaran Dasar ICPO-Interpol , yaitu :10
a. Untuk melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan dalam konstitusi;
b. Untuk menentukan prinsip-prinsip dan langkah-langkah umum yang sesuai untuk mencapai tujuan organisasi seperti yang tercantum dalam Pasal 2 Anggaran Dasar; c. Untuk memeriksa dan menyetujui program umum kegiatan yang disiapkan oleh
Sekretariat Jenderal untuk tahun mendatang;
d. Untuk menentukan peraturan lain yang dianggap perlu;
e. Untuk memilih pejabat dalam melaksanakan tujuan seperti yang disebutkan dalam konstitusi;
f. Untuk mengambil keputusan dan membuat rekomendasi kepada negara-negara anggota tentang hal-hal yang merupakan fungsi dari organisasi;
g. Untuk memeriksa dan menyetujui setiap perjanjian yang dibuat dengan organisasi lain.
2) Komite Eksekutif ( Executive Committee )
Komite eksekutif memiliki 13 anggota yang dipilih oleh Majelis Umum dari para delegasi negara-negara anggota. Presiden dari organisasi dipilih untuk masa jabatan 4 tahun. Ia memimpin Majelis Umum dan sidang Komite Eksekutif, menjamin pelaksanaan keputusan yang telah diambil oleh organisasi dan melaksanakan hubungan yang erat dengan Sekretariat Jenderal. 3 orang wakil presiden dan 9 anggota luar biasa, yang dipilih untuk masa jabatan 3 tahun. Ketiga belas anggota Komite Eksekutif tersebut dipilih berdasarkan keseimbangan geografi dan harus dari negara yang berbeda-beda. Komite Eksekutif mengadakan pertemuan 3 kali setahun untuk menjamin pelaksanaan keputusan organisasi, menyusun agenda sidang umum, menyetujui program kegiatan dan rencana anggaran sebelum diajukan kepada Majelis Umum dan mengadakan pengawasan terhadap manajemen Sekretariat Jenderal.
3) Sekretariat Jenderal ( General Secretariat )
4) Biro Pusat Nasional (National Central Bureau)
Pengalaman memperlihatkan bahwa ada 3 faktor utama yang cenderung menghambat kerjasama internasional. Hambatan utama adalah perbedaan struktur kepolisian, yang sering mempersulit negara lain untuk mengetahui departemen manakah yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi mengenai suatu kasus. Kedua, adanya perbedaan bahasa yang digunakan oleh tiap-tiap negara. Hambatan yang ketiga adalah sistem-sistem resmi prosedur yang beraneka ragam.
Dalam usaha memecahkan masalah-masalah ini diputuskan bahwa pemerintah dari tiap-tiap negara anggota harus mengangkat suatu lembaga kepolisian permanen untuk bertindak sebagai NCB-Interpol untuk melaksanakan kerjasama internasional. Pengangkatan NCB di setiap negara anggota ditentukan dalam konstitusi ICPO yang terdapat pada Pasal 31-33. Tugas utama dari NCB adalah menjamin pertukaran informasi secara internasional dalam rangka pencegahan dan penyidikan kejahatan. Dalam banyak kasus, lembaga yang dipilih adalah lembaga tingkat tinggi dengan kekuasaan luas yang mampu menjawab setiap permintaan dari Sekjen atau dari NCB lain. Staf NCB adalah anggota polisi dari masing-masing negara atau pegawai pemerintah yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan undang-undang negara yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan NCB dapat dirinci sebagai berikut :
a. Mengumpulkan dokumen dan intelijen kriminal yang memiliki hubungan langsung dengan kerjasama kepolisian internasional dari sumber-sumber negara mereka dan mengedarkannya kepada Sekjen dan NCB lainnya;
b. Menjamin bahwa tindakan-tindakan ataupun operasi-operasi yang diminta oleh NCB negara lain dijalankan di negara tersebut;
c. Menerima permintaan-permintaan informasi, pengecekan dan lain-lain dari NCB negara lain serta menjawab permintaan-permintaan tersebut;
d. Mengirimkan permintaan kerjasama internasional atas keputusan pengadilan atau atas permintaan kepolisian negara yang bersangkutan kepada NCB negara lainnya;
5) Penasehat ( Advisers)
Untuk membantu kasus-kasus khusus, Interpol dapat berkonsultasi dengan para penasehat yang diangkat oleh Komite Eksekutif. Para penasehat ini bertugas selama 3 tahun dan merupakan orang-orang yang ahli dalam bidangnya masing-masing yang dapat berguna bagi kepentingan organisasi.
6) Komisi Pengawasan Data-data Interpol (The Commission for the Control of INTERPOL’s Files).
Komisi ini merupakan badan yang independen yang bertugas untuk :11
a. Memastikan bahwa pengambilan informasi pribadi oleh Interpol sesuai dengan ketentuan dari organisasi;
b. Memberikan nasehat kepada Interpol atas setiap kegiatan atau operasi, seperangkat aturan atau hal lain yang melibatkan pengolahan data-data pribadi;
c. Memproses permintaan atas informasi yang terdapat dalam data Interpo
2.2. Tujuan dan Fungsi ICPO
Dalam Pasal 2 Anggaran Dasar Internasional Criminal Police Organization, tujuan ICPO adalah :12
a. Menjamin serta memajukan kerjasama yang seerat-eratnya dalam lapangan maupun antar semua badan-badan kepolisian kriminal dari negara-negara di dunia yang
11 www.interpol.int , Interpol’s Structure, diakses pada tanggal 13 April 2017.
menjadi anggota dalam lingkungan batas-batas masing-masing negara, dengan semangat “Pernyataan bersama tentang Hak–hak asasi manusia” (Unversal Declaration of Human Rights )
b. Mendirikan atau memperkembangkan semua badan-badan yang efektif akan dapat membantu mencegah dan memberantas kejahatan.
Sesuai dengan pendirian keorganisasian ICPO, maka fungsi ICPO dapat dibedakan dalam dua fungsi yaitu :13
1. Fungsi Pemberantasan Kejahatan Internasional; 2. Fungsi Kerjasama Internasional.
Fungsi Pemberantasan Kejahatan Internasional
Bidang pemberantasan kejahatan internasional dilakukan dalam tiga bidang yang berlainan namun ketiganya saling melengkapi satu sama lainnya, yaitu :
a. Pertukaran keterangan polisi
Keterangan polisi ini harus ditafsirkan secara luas yaitu menyangkut keterangan polisi baik yang bersifat preventif dan represi
b. Penangkapan terhadap Orang yang dimintakan ekstradisi
Penangkapan penjahat-penjahat internasional merupakan segi yang menarik perhatian dalam bidang pemberantasan kejahatan internasional.
Peranan Interpol / ICPO dalam ekstradisi ini secara tegas juga diatur dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Australia l994, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 sebagai berikut :
1. Dalam keadaan mendesak Negara Pihak dapat menggunakan saluran Internasional Criminal Police Organization untuk melakukan penahanan sementara atas seseorang
yang dicari, sementara menunggu disampaikannya permintaan ekstradisi melalui saluran diplomatik. “
2. Permintaan tersebut harus memuat uraian tentang orang yang dicari, pernyataan yang menyatakan bahwa permintaan ekstradisi akan disampaikan melalui saluran diplomatik, pernyataan mengenai adanya salah satu dokumen yang disebutkan dalam ayat 2 Pasal 1 yang memberikan wewenangan untuk menahan orang tersebut, pernyataan mengenai hukuman yang dapat dijatuhkan atau yang telah dijatuhkan atas kejahatan itu, jika diminta oleh Negara diminta, pernyataan singkat mengenai perbuatan atau kealpaan yang diduga merupakan kejahatan;
3. Setelah menerima permintaan tersebut Negara yang Diminta wajib mengambil tindakan tindakan yang diperlukan untuk menjamin penahanan orang yang dicari dan Negara Peminta secepatnya akan diberitahu mengenai hasil permintaan tersebut; 4. Seseorang yang ditahan berdasarkan permintaan tersebut dapat dibebaskan sesudah
waktu 45 hari terhitung sejak tanggal penahannya jika permintaan ekstradisi yang dilengkapi dokumen yang ditentukan Pasal 11 belum diterima;
5. Ayat 4 Pasal ini tidak akan menghalangi dilaksanakannya tata cara untuk mengekstradisi orang yang dicari itu jika permintaan diterima sesudah itu.
Pasal 10 ayat 1 perjanjian ekstradisi Indonesia-Australia l99414 menegaskan bahwa
dalam keadaan mendesak kedua pihak dapat menggunakan saluran ICPO/ Interpol untuk melakukan penahanan sementara, sambil menunggu permintaan ekstradisi melalui saluran diplomatik.
Fungsi Kerjasama Internasional
Dalam bidang kerjama internasional peranan Interpol ICPO antara lain untuk melakukan pertukaran informasi, sebab interpol sebenarnya bukan merupakan badan yang bertugas melakukan penahanan atau penyidikan terjhadap orang yang melakukan kejahatan. Pelaksanaan tugas interpol dilakukan dengan tata cara sebagai berikut :
a. Biro Pusat Nasional (National Central Bureau) atau NCB yang bertugas khusus penyelenggara hubungan dengan badan-badan lain yang serupa di masing-masing negara. NCB di suatu negara bertugas membantu Polri dalam pelacakan terhadap orang yang dicari ;
b. Sekretaris Jendral sebagai badan yang menampung semua informasi dari NCB-NCB di masing-masing negara yang kemudian menginformasikan pada semua anggota-anggotanya di setiap negara.
Sedangkan tugas dari NCB-Interpol Indonesia sendiri secara khusus adalah sebagai penyelenggara kerjasama/ koordinasi melalui wadah ICPO Interpol dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kejahatan internasional/ transnasional dan kegiatan ”peace keeping operation” dibawah bendera PBB serta menyelenggarakan kerjasama internasional/ antar negara dalam rangka mendukung pengembangan Polri. Dalam melaksanakan tugas tersebut, maka Set NCB-Interpol Indonesia mempunyai fungsi sebagai berikut :15
1. Sebagai perumusan/pengembangan petunjuk-petunjuk serta prosedur hubungan/kerja sama luar negeri.
2. Pelaksanaan kerja sama dengan negara-negara anggota ICPO-Interpol dan organisasi internasional lainnya dalam rangka penanggulangan kejahatan internasional/ transnational crime.
3. Pembinaan perwira penghubung/ Liaison Officer (LO) Polri di luar negeri.
BAB III
PENUTUP
.1. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan yang sudah di paparkan kita dapat mengambil poin dan kesimpulan penting yaitu sebagai berikut :
1. ICPO adalah sebuah organisasi internasioanal dan bukanlah merupakan polisi internasional atau Polisi Dunia.
2. Bahwa fungsi utama ICPO adalah mengamankan jaringan komunikasi global kepolisian, memberikan dukungan pelayanan data operasional kepolisian, memberikan dukungan terhadap pelayanan kepolisian dan memberikan pendidikan dan pelatihan kepolisian. Kerjasama melalui ICPO ini mempermudah kepolisian dari setiap negara anggotanya untuk memberantas kejahatan transnasional. Kerjasama dalam ICPO dilakukan melalui pertukaran informasi, penerbitan notices, investigasi bersama, pelatihan staff kepolisian serta kerjasama dalam proses pra ekstradisi pelaku.
3. Peranan ICPO dalam ekstradisi sangatlah penting, karena setiap negara dibatasi oleh kedaulatan negara lain sehingga tidak dapat keluar masuk wilayah negara lain untuk mengejar seorang atau beberapa buronan dari negara yang dirugikan oleh pelaku tindak pidana tersebut sehingga memerlukan ICPO untuk bertukar informasi dengan ICPO lain.
.2. Saran
Penulis menyadari bahwa, dalam tulisan ini terdapat banyak kekurangan. Dengan demikian, kiranya ke depan ada studi lanjut yang dapat memaparkan kembali pengetahuan mengenai ICPO.
DAFTAR PUSTAKA
Agusman, Damos Dumoli, Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori & Praktik Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2010.
Atmasasmita, Romli, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Bandung : Refika Aditama, 2000.
Atmasasmita, Romli, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Bandung : Citra Adtya Bakti, 1997.
Bowett, D.W., Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.
Kusumaatmadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional , Bandung: PT Alumni, 2003.
Nuswantoro Dwiwarno, Materi Perkuliahan Hukum Pidana Internasional, UNDIP, Semarang,
Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, Jakarta: National Central Bureau Indonesia, 1996.
Starke, J.G, Pengantar Hukum Internasional, Jilid I Edisi Kesepuluh, Jakarta : Sinar Grafika, 1989.
Thontowi, Jawahir & Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung : Refika Aditama, 2007.
Internet
http//:www.interpol.go.id