• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Present Value of Growth Opportunity Saham yang Terdaftar Di Dalam Indeks LQ45

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Present Value of Growth Opportunity Saham yang Terdaftar Di Dalam Indeks LQ45"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1. Supply and Demand

Di dalam melakukan kegiatan ekonomi, manusia harus berinteraksi dengan

manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia hidup dengan manusia lain

yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Terkadang seseorang nelayan

memerlukan beras hari ini karena dia hanya mampu mencari ikan, bukan

menanam padi. Di sisi lain seorang petani memerlukan ikan sebagai menu lauk

pauk hari ini, karena dia hanya mampu menanam padi di sawah. Di masa ekonomi

tradisional, orang-orang saling bertukar kebutuhan dengan cara barter (saling

menukar barang). Di dalam hal ini seseorang yang memiliki kelebihan barang

untuk ditawarkan disebut supplier sedangkan seseorang yang memerlukan barang

tersebut adalah demander. Tempat proses terjadinya interaksi ini disebut pasar,

yaitu tempat dimana orang yang memiliki kelebihan barang (supplier) bertemu

dengan orang yang memerlukan barang (demander) untuk melakukan transaksi

atas harga yang telah disepakati.

Pada kurva permintaan dan penawaran (supply and demand), garis

permintaan dan penawaran akan bertemu pada suatu titik. Titik ini disebut titik

keseimbangan harga (equilibrium). Apabila jumlah penawaran lebih besar dari

pada jumlah permintaan, maka harga akan turun. Begitu pula sebaliknya, apabila

(2)

harga akan naik. Hal ini disebut mekanisme pasar. Pada kondisi kelebihan jumlah

barang yang ditawarkan biasanya pedagang menurunkan harganya, sedangkan

pada keadaan kelebihan jumlah permintaan pedagang cenderung untuk menaikan

harga dengan motif mencari keuntungan. Kondisi ini tidak hanya ditemukan pada

pasar barang, namun juga dapat terjadi di pasar modal. Kurva permintaan dan

penawaran dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1

Kurva Keseimbangan Pasar

2.1.2 Supply and Demand Saham di Pasar Modal

Sama halnya seperti penjelasan di atas, investor merupakan pihak yang

memiliki kelebihan dana. Investor ingin melakukan investasi agar dana yang

dimiliki investor dapat menghasilkan keuntungan atas investasinya. Maka investor

ingin membeli saham suatu perusahaan (demander). Di sisi lain perusahaan

(3)

menerbitkan beberapa lembar saham perusahaannya untuk memperoleh dana

segar yang dapat digunakan untuk ekspansi (supplier). Dalam situasi ini investor

dan pemilik perusahaan bertemu di pasar modal untuk melakukan transaksi

saham.

Pada pasar modal, komoditas yang diperdagangkan adalah surat-surat

berharga termasuk saham. Pada pasar modal garis penawaran menggambarkan

jumlah saham yang ditawarkan kepada investor, sedangkan garis permintaan

menggambarkan jumlah permintaan terhadap saham tertentu. Sedangkan harga

saham terbentuk akibat dari bertemunya garis penawaran dan garis permintaan di

pasar modal. Pada saat permintaan akan saham meningkat maka harga saham

akan naik, sedangkan ketika terjadi kelebihan jumlah saham yang ditawarkan

maka nilai saham akan turun. Pasar modal sering juga dijadikan sebagai tempat

untuk berspekulasi, biasanya investor membeli saham perusahaan tertentu pada

saat harga murah, kemudian melakukan penjualan saham pada saat harga naik

untuk melakukan profit taking. Hal ini dinamakan short seller, pada kondisi ini

biasanya investor tidak memperhitungkan nilai perusahaan karena biasanya saham

yang dipegang tidak sampai setahun.

Pada dasarnya mekanisme pasar di dalam pasar modal diartikan bahwa

harga bergerak bebas sesuai hukum permintaan dan penawaran (supply and

demand). Jika penawaran lebih besar daripada permintaan, maka harga akan

menurun. Sedangkan ketika jumlah permintaan saham lebih tinggi sementara

(4)

Hukum pasar tersebut secara teori begitu kuat. Tetapi pada kenyataanya

kita tidak tahu apakah harga yang terbentuk secara wajar sesuai dengan

mekanisme pasar yang terjadi saat itu, bebas dari intervensi kelompok tertentu

atau kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi pasar seperti kartel dan

sebagainya.

2.1.3 Pasar Modal

Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen

keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang

ataupun modal sendiri (Fakhruddin & Hadianto, 2001). Pasar modal adalah

tempat dimana instrumen keuangan diperjualbelikan seperti, saham, obligasi,

waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan seperti opsi (put

atau call).

Undang-undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 memberikan pengertian

lebih spesifik tentang Pasar Modal yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan

Penawaran Umum dan Perdagangan Efek Perusahaan Publik yang berkaitan

dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan

dengan Efek”(UU/ No.8/1995 dalam Fakhruddin dan Hadianto, 2001).

Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian. Bagi

negara-negara penganut sistem ekonomi pasar bebas, pasar modal menjadi salah satu

sarana yang sangat penting, sebab pasar modal menjadi sumber dana alternatif

bagi perusahaan. Perusahaan itu sendiri akan menciptakan output yang berjasa

(5)

perkembangan pasar modal akan mendorong kemajuan ekonomi suatu negara

(Sawidji, 2009).

Pasar modal juga dapat berfungsi sebagai lembaga perantara

(intermediaries). Fungsi ini menunjukan peran penting pasar modal dalam

menunjang perekonomian karena pasar modal dapat menghubungkan pihak yang

membutuhkan dana dengan pihak yang mempunyai kelebihan dana. Di samping

itu, pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien, karena

dengan adanya pasar modal, maka pihak yang kelebihan dana (investor) dapat

memilih alternatf investasi yang memberikan return yang paling optimal

(Tandelilin, 2001:13).

Namun demikian, jika tidak waspada, pasar modal justru akan

mengakibatkan kehancuran bagi perekonomian. Melihat kasus-kasus yang terjadi

di pasar modal dua dekade belakangan, tampaknya telah terlahir paradigma baru

(sawidji, 2002). Pasar modal dalam hal ini bukan dimanfaatkan sebagai tempat

untuk menghimpun modal, tetapi dijadikan tempat untuk menghimpun uang bagi

pemilik perusahaan, dengan melakukan praktik-praktik tidak terpuji. Hal yang

terjadi belakangan adalah krisis ekonomi dunia tahun 2009, krisis ini dipicu oleh

krisis pasar keuangan di Amerika Serikat. Menurut Sawidji (2009) “Pemicu

bangkrutnya perusahaan-perusahaan pialang terbesar di dunia, seperti Lehman

Brothers, Merill Lynch, Goldman Sach, dan yang lainnya telah melakukan

(6)

2.1.4 Analisis Fundamental

Dalam melakukan analisis dan memilih saham, ada dua aspek atau

pendekatan yang sering digunakan, yaitu aspek fundamental dan aspek teknikal.

Aspek fundamental merupakan faktor-faktor yang diidentifikasikan dapat

mempengaruhi harga saham. Faktor-faktor tersebut di antaranya (Fakhruddin dan

Hadianto, 2001) :

1. Penjualan

2. Pertumbuhan penjualan

3. Kebijakan dividen

4. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

5. Manajemen

6. Kinerja

7. “Statement” yang dikeluarkan emiten dan sebagainya.

Menurut Tandelilin (2001), dalam melakukan analisis secara fundamental,

analisis bisa dilakukan secara “top-down” untuk menilai prospek perusahaan.

Pertama kali perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor makro ekonomi yang

mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis

industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang

mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang

(7)

2.1.4.1 Analisis Ekonomi dan Pasar Modal

Analisis ekonomi adalah salah satu dari tiga analisis yang perlu dilakukan

investor dalam penentuan investasinya. Analisis Ekonomi perlu dilakukan karena

kecendrungan adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada

lingkungan ekonomi makro dan kinerja suatu pasar modal. Pasar modal

mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena nilai investasi

ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang diisyaratkan

atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh

perubahan lingkungan ekonomi makro (Tandelilin, 2001). Sedangkan untuk

melakukan analisis ekonomi diperlukan beberapa tahapan analisis, yaitu

(Fakhruddin dan Hadianto, 2001):

a. Memperkirakan perubahan di dalam perekonomian.

b. Penggunaan indikator moneter untuk memperkirakan kondisi pasar.

c. Kondisi ekonomi dan kondisi pasar.

d. Penggunaan model-model valuasi untuk memperkirakan kondisi pasar.

2.1.4.2 Analisis Industri

Menurut Tandelilin (2001), dalam analisis industri, investor mencoba

memperbandingkan kinerja dari berbagai industri, investor mencoba

memperbandingkan kinerja dari berbagai industri, untuk bisa mengetahui jenis

industri apa saja yang memberikan prospek paling menjanjikan ataupun

sebaliknya. Setelah melakukan analisis industri, investor nantinya akan dapat

(8)

saham-saham dari kelompok industri mana sajakah yang akan dimasukan dalam

portofolio yang akan dibentuknya. Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan

analisis industri adalah (Fakhruddin dan Hadianto, (2001):

a. Arti dan kinerja industri.

b. Menganalisis industri.

c. Siklus kehidupan industri.

d. Analisis siklus bisnis.

e. Aspek kualitatif dalam analisis industri.

f. Menilai prospek industri di masa yang akan datang.

2.1.4.3 Analisis Perusahaan

Dalam melakukan analisis perusahaan, investor harus mendasarkan

kerangka pikirnya pada dua komponen utama dalam analisis fundamental yaitu:

earning per share (EPS) dan price earning ratio (PER) perusahaan. Ada tiga

alasan yang mendasari penggunaan dua komponen tersebut. Pertama, karena pada

dasarnya kedua komponen tersebut bisa dipakai untuk mengestimasi nilai intrinsik

suatu saham. Tujuan analisis fundamental adalah untuk menentukan nilai intrinsik

saham perusahaan. Dalam kaitan tersebut, nilai intrinsik suatu saham bisa dihitung

dengan mengalikan kedua komponen tersebut. Selanjutnya, nilai intrinsik saham

yang telah dihitung tersebut, jika dibandingkan dengan harga pasar saham

bersangkutan, akan berguna untuk menentukan keputusan membeli atau menjual

saham. Kedua, dividen yang dibayarkan perusahaan pada dasarnya dibayarkan

(9)

perubahan saham. Beberapa penelitian empiris telah membuktikan adanya

hubungan tersebut (Elton dan Grauber, 1995 dalam Tandelilin, 2001). Sedangkan

menurut Fakhruddin dan hadianto (2001), beberapa tahapan dalam menganalisis

perusahaan adalah:

a. Memahami laba yang diperoleh perusahaan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi laba.

c. Penggunaan PER (Price Earning Ratio).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi PER.

e. Analisis dengan menggunakan faktor-faktor yang dipandang relevan

mempengaruhi harga saham.

2.1.5 Nilai Perusahaan

Berdasarkan teori yang berlaku secara umum, besarnya nilai perusahaan

biasanya bergantung pada keuntungan yang mampu dihasilkan suatu perusahaan

di masa mendatang, serta memberikan keuntungan bagi pemilik perusahaan

tersebut. Nilai dari suatu perusahaan tergantung dari perhitungan keuntungan yang

akan diperoleh di masa mendatang, dan keuntungan tersebut didiskontokan

menjadi suatu nilai sekarang. Maka pendekatan dalam penilaian suatu perusahaan

adalah dengan cara memproyeksikan beberapa keuntungan yang akan datang dari

suatu kepemilikan perusahaan. Kemudian keuntungan yang akan datang

diestimasi menjadi suatu nilai sekarang dengan mendiskontokannya berdasarkan

nilai waktu dan berdasarkan nilai waktu atas uang dengan mempertimbangkan

(10)

2.1.5.1 Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Nilai

Ada beberapa faktor internal yang merupakan fungsi dari suatu kinerja

perusahaan itu sendiri serta beberapa faktor eksternal yang merupakan fungsi dari

kondisi lingkungan dimana perusahaan tersebut didirikan. Keuntungan keuangan

yang diperoleh atas kepemilikan suatu perusahaan dapat berasal dari berbagai

sumber seperti berikut (Prawoto, 2004):

a) Pendapatan atau arus kas yang berasal dari operasi atau non operasi seperti

investasi, bunga ataupun dividen.

b) Pendapatan dari penjualan aset.

c) Pendapatan dari penjualan kepentingan atas kepemilikan perusahaan tersebut.

Oleh sebab itu, suatu penilaian perusahaan yang dilakukan dari sudut

keuangan harus memfokuskan kepada penghitungan kinerja perusahaan dalam

kemampuan menghasilkan keuntungan atau manfaat kepada pemilik perusahaan

tersebut, atau merupakan suatu kombinasi dari keuntungan dan manfaat yang

diperoleh.

2.1.5.2 Pengaruh Resiko Terhadap Nilai

Penilaian suatu perusahaan harus memperhitungkan tingkat ekspektasi

pengembalian pemilik perusahaan dari dua aspek, yaitu besarnya tingkat

ekspektasi pengembalian serta resiko yang timbul yang dapat menyebabkan

ekspektaksi pengembalian tersebut terwujud atau tidak. Dalam hal ini resiko

dartikan sebagai suatu kepastian atau ketidakpastian atas perwujudan tingkat

(11)

Pada suatu ekspektasi terhadap tingkat pengembalian yang diharapkan di

masa mendatang, harga pasar saham lebih tinggi apabila resiko atas saham

tersebut kecil, sedangkan untuk saham dengan resiko yang besar maka harga

pasarnya akan rendah. Dengan kata lain, pada suatu tingkat ekspektasi pendapatan

di masa yang akan datang, maka semakin kecil resiko dari suatu perusahaan maka

akan semakin tinggi nilai sekarang perusahaan tersebut, sebaliknya apabila resiko

akan perusahaan semakin tinggi maka nilai sekarangnya akan semakin rendah.

2.1.5.3 Value Drivers

Value Drivers merupakan suatu istilah yang digunakan untuk faktor

internal perusahaan yang menyebabkan bertambahnya nilai saham atau

perusahaan sehingga true economic income capacity dari suatu perusahaan dapat

diperoleh dan agar terhindar dari terjadinya kesalahan terhadap presentasi nilai.

Darmodaran dalam Prawoto (2004) menyatakan adanya tiga faktor utama

yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan, yaitu keputusan investasi, keputusan

keuangan dan keputusan pembayaran dividen. Sedangkan menurut Helfert dan EA

dalam Prawoto (2004) menyatakan bahwa manajemen perusahaan harus dapat

menciptakan nilai pemegang saham (shareholder value) melalui tiga macam

keputusan:

1) Keputusan investasi baik melalui modal kerja maupun pengeluaran kapital

yang bersama-sama dengan keputusan operasional melalui penetapan biaya/

harga atau volume produksi serta efektifitas biaya akan menentukan arus kas

(12)

beserta tingkat diskontonya. Dari dua macam keputusan inilah akan

dihasilkan shareholder value yang akan dialokasikan menjadi dividen untuk

pemegang saham perusahaan atapun capital gain bagi investor saham di pasar

modal.

2) Keputusan pembiayaan (financing) untuk menentukan apakah investasi harus

dibiayai dengan ekuitas saja atau juga dengan utang dan menentukan tingkat

leverage-nya. Biaya kapital ini akan kontribusi dalam penciptaan shareholder

value melalui keputusan investasi yang dijalankan manajemen perusahaan

dengan persetujuan pemegang saham.

2.1.6 Penilaian Dengan Pendekatan Pendapatan

Di dalam melakukan penilaian perusahaan dengan menggunakan

pendekatan pendapatan, dilakukan berdasarkan prinsip antisipasi dengan konsep

dasar penilaian finansial. Dimana nilai suatu perusahaan yang diperoleh

merupakan suatu keuntungan yang akan didapat di masa mendatang

Proses penilaian suatu perusahaan dengan pendekatan pendapatan

memerlukan suatu estimasi yang berkaitan dengan arus tingkat pendapatan yang

diharapkan dan tingkat pengembalian atas investasi yang dipersyaratkan. Nilai

dari investasi atau perusahaan merupakan nilai sekarang dari pendapatan yang

akan diperoleh di masa mendatang.

Penilaian dengan pendekatan pendapatan dapat dibedakan ke dalam dua

metode, yaitu metode diskonto (Discounted Cash Flow Method) dan metode

(13)

dilakukan proyeksi terhadap semua pendapatan yang diharapkan di masa

mendatang seperti laba bersih atau bentuk pendapatan lain dan mendiskontokan

setiap keuntungan yang diharapkan tersebut kedalam nilai sekarang dengan suatu

tingkat diskonto atau mengalikannya dengan discount factor yang mencerminkan

biaya kapital jenis investasi tersebut. Estimasi nilai adalah jumlah keseluruhan

dari nilai sekarang tersebut. Formula dasar yang digunakan dalam metode

Discounted Cash Flow adalah:

Di mana:

PV = present value

Ei = pendapatan ekonomis yang diharapkan pada periode i

k = tingkat diskonto/ biaya kapital

i = periode di masa yang akan datang di mana pendapatan ekonomis

yang prospektif akan diterima.

Sedangkan penilaian dengan pendekatan pendapatan dalam metode

kapitalisasi langsung membagi suatu manfaat ekonomis tunggal perusahaan baik

secara historis ataupun secara proyeksi seperti laba bersih atau bentuk pendapatan

lain yang menggambarkan kemampuan investasi dalam menghasilkan pendapatan

di masa mendatang dengan suatu tingkat kapitalisasi yang menggambarkan

tingkat diskonto pendapatan tersebut dikurangi tingkat pertumbuhan jangka

panjang variabel tersebut bila masih ada pertumbuhan. Formula dasar yang

digunakan dalam metode Direct Capitalization Method adalah:

PV =

Ei

(1+𝑘)𝑖

(14)

Di mana:

PV = Present value

E = Pendapatan ekonomis yang diharapkan (konstan)

c = Tingkat kapitalisasi

Beda tingkat diskonto dengan tingkat kapitalisasi langsung adalah bahwa

tingkat diskonto adalah biaya modal yang diterapkan atas semua pendapatan yang

prospektif sedang tingkat kapitalisasi langsung adalah metode yang lebih

komprehensif di mana suatu tingkat kapitalisasi hanya mengubah satu/sebuah arus

pendapatan tunggal menjadi nilai sekarang.

2.1.6.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Model CAPM merupakan bagian dari teori ekonomi yang dikenal sebagai

capital market theory (CMT). CMT merupakan teori sekuritas dan teori

portofolioyang biasa digunakan investor untuk memilih saham biasa menjadi

suatu portofolio berdasarkan asumsi yang digunakan. Sedangkan CAPM

merupakan model yang dikembangkan berdasarkan analisis transaksi minoritas

pada pasar sekuritas publik yang tingkat pemasarannya sangat tinggi. CAPM

relevan dengan penilaian usaha karena bisnis dan kepentingan bisnis merupakan

bagian dari kesempatan investasi yang tersedia di dalam pasar modal. CAPM juga

menjelaskan hubungan timbal-balik pasar yang akan terjadi apabila mengikuti

PV =

𝐸

(15)

Di mana:

E (𝑅𝑖) = Tingkat pengembalian yang diharapkan dari individu sekuritas

𝑅ƒ = Tingkat pengembalian pada sekuritas bebas resiko pada tanggal

penilaian.

𝛽 = Beta individual sekuritas, dimana beta mengukur risiko sistematik, yaitu

kepekaan tingkat pengembalian di atas tingkat pengembalian bebas

resiko bagi sekuritas yang dihitung, dalam kaitan ini yaitu sekuritas i.

(R𝑃𝑚) = Premi ekuitas resiko pasar secara keseluruhan atau berdasarkan definisi adalah sekuritas dengan beta = 1. Resiko ini merupakan premi resiko

pasar yang di observasi.

2.1.7 Penilaian Dengan Pendekatan Pasar

Penilaian dengan pendekatan pasar adalah pendekatan dengan

menggunakan data transaksi riil di bursa efek yang menyediakan bukti empiris

mengenai nilai. Pada pendekatan pasar, maka nilai perusahaan ditentukan

berdasarkan atas transaksi yang pernah dilakukan oleh perusahaan yang sejenis.

Pendekatan pasar ini didasarkan atas prinsip substitusi dan asumsi bahwa

transaksi yang bersifat arm’s length dari perusahaan yang sepadan dan sebanding

yang dapat menyajikan bukti empiris yang kuat tentang nilai pasar dari

perusahaan tersebut. Penilaian dengan pendekatan pasar dapat dibagi ke dalam

tiga metode (Prawoto, 2004):

(16)

a) Metode guideline publicly traded company, suatu metode yang

menghubungkan multipel nilai pasar saham perusahaan publik dengan

variabel keuangan fundamental perusahaan yang dinilai seperti multipel

price/earning misalnya. Diaplikasikan key valuation measures atau market

multiple perusahaan publik seperti P/E kepada variabel keuangan

fundamental perusahaan yang dinilai.

b) Metode guideline merger and acquisition, yaitu metode yang

menghubungkan multipl nilai dari penjualan seluruh saham atau kepentingan

pengendali (pemegang saham mayoritas yang mengendalikan perusahaan)

dengan variabel financial fundamental perusahaan yang dinilai seperti

multipel price/earning. Di sini diaplikasikan multipel transaksi saham

pengendali dengan variabel keuangan fundamental perusahaan yang dinilai.

c) Metode prior transaction, offers and buy-sell agreements, yaitu suatu metode

untuk mendapatkan estimasi nilai penyertaan/kepentingan pada suatu

perusahaan berdasarkan kepada data yang ada saat itu bagi perusahaan yang

dinilai.Dilakukan estimasi nilai berdasarkan transaksi, penawaran

sebelumnya, ataupun kesepakatan mengenai pengalihan kepemilikan

perusahaan yang dinilai.

2.1.8Penilaian Dengan Menggunakan Pendekatan Aset

Penilaian suatu perusahaan dengan pendekatan aset merupakan suatu

revaluasi atas semua kekayaan dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan

(17)

pendekatan aset dilakukan penilaian ulang atas semua aset dan kekayaan yang

dimiliki, kemudian dikurangi terhadap kewajiban untuk mendapatkan nilai wajar

atas perusahaan.

Penilaian ini dilakukan biasanya dikarenakan pemilik saham minoritas

tidak memiliki wewenang atas perusahaan, sehingga untuk mendapatkan estimasi

atas nilai saham pengendali dilakukan penilaian ini. Pemegang saham minoritas

tidak mempunyai klaim langsung atas kekayaan perusahaan dan tidak dapat

memaksakan penggunaannya. Jika digunakan untuk menilai saham minoritas

maka diaplikasikan diskon, baik untuk lack of control maupun lack of

marketability. Selain nilai pasar wajar, dapat juga diperoleh nilai standar yang lain

dengan penerapan diskon ataupun premi yang sesuai. Ada dua macam metode

penilaian yang dikenal luas, yaitu (Prawoto, 2004):

a) Adjusted Net Assets Method (ANAM, NAV): Metode ini adalah melakukan

revaluasi atas semua aset berwujud dan tidak berwujud serta kewajiban

(termasuk yang off balance sheet, intangibles dan contingencies) ke dalam

nilai pasar wajar (fair market value) dan menghitung nilai aset neto yang

disesuaikan. Nilai kekayaan neto yang telah disesuaikan dikurangi dengan

nilai kewajiban adalah merupakan indikasi nilai ekuitas. ANAM biasanya

diaplikasikan pada trouble companies, holding company atau nonoperating

company serta perusahaan yang mayoritas asetnya berupa aktiva tetap (fixed

assets).

b) Excess Earning Method (EEM): Metode penilaian melalui revaluasi secara

(18)

menurut Big Pot Theory of Goodwill disebut sebagai going concern value,

dengan cara mengkapitalisasi seluruh pengembalian yang melebihi dan diatas

tingkat pengembalian yang wajar suatu kekayaan, dan menambahkan nilai

tangibles assets. Nilai ekuitas adalah nilai aktiva tetap bersih (Net tangibles

asset value, NTAV), yaitu nilai revaluasi aktiva tetap dikurangi dengan nilai

kewajiban ditambah dengan nilai revaluasi Aktiva Tak Berwujud (ATB) atau

going concern value (GCV).

2.1.9 Present Value of Growth Opportunity (PVGO)

Present Value of Growth Opportunity (PVGO) merupakan suatu konsep

yang pertama kali dikembangkan oleh Miller dan Modigliani (1961) dalam

Richard A. Wall (2007). PVGO adalah suatu nilai pertumbuhan yang diharapkan

investor karena adanya penginvestasian kembali laba yang diterima pada periode

tertentu untuk meningkatkan laba yang lebih besar dari tingkat return yang

diharapkan investor di masa mendatang. Nilai suatu perusahaan dipisahkan

menjadi dua bagian, yaitu nilai aset di tempat saat ini ditambah dengan nilai

proyek yang menghasilkan pertumbuhan di masa depan. Sehingga pertumbuhan di

masa depan akan dihitung menjadi nilai sekarang apabila proyek yang dikerjakan

di masa depan akan menghasilkan laba. Maka apabila proyek yang dikerjakan di

masa depan tidak menghasilkan laba, nilai saham tersebut hanya merupakan rasio

laba terhadap modal saja (Richard A. Wall, 2007).

Konsep ini secara umum diterima oleh literatur penilaian saham, namun

(19)

investor profesional. Tetapi, dengan pengukuran yang tepat, PVGO dapat menjadi

alat yang berguna dalam pengambilan keputusan investasi yang baik dan

penelitian akademis yang bertujuan untuk mengevaluasi secara fundamental yang

mendasari penciptaan nilai (Richard A. Wall, 2007). Beberapa penelitian

sebelumnya yang berkaitan dengan PVGO adalah Chung dan Charoenwong

(1991), mereka menemukan hubungan positif antara resiko dengan PVGO. Selain

itu, pengukuran PVGO juga sangat penting dalam perhitungan nilai model

pertumbuhan seperti yang dinyatakan oleh O’brien (2003), Danielson (1998),

serta Liebowitz (1998) dalam Richard A. Wall (2007) “PVGO measurement is

critical to estimation of the key parameters of multistage and finite growth

valuation models, and models that incorporate decay of profit to a competitive

norm”. Mereka berpendapat bahwa pengukuran PVGO sangat penting dalam

penilaian dari parameter kunci yang bertingkat-tingkat, dan membatasi model

penilaian yang menggabungkan keuntungan yang telah berkurang menjadi sebuah

norma yang bersaing.

2.1.9.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi PVGO 2.1.9.1.1 Return On Asset (ROA)

Return On Asset (ROA) adalah suatu rasio yang digunakan untuk

mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba terhadap aset

keseluruhan. Semakin besar ROA suatu perusahaan, maka semakin besar pula

tingkat keuntungan perusahaan dan semakin baik posisi perusahaan dalam

(20)

Nurmalasari, (2009), Return on assets adalah perbandingan antara keuntungan

sebelum biaya bunga dan pajak (EBIT = Earning before interest and taxes)

dengan seluruh aktiva atau kekayaan perusahaan. Rasio ini menunjukkan

kemampuan perusahaan dengan seluruh modal yang ada didalamnya untuk

menghasilkan keuntungan, dengan menggunakan data yang ada pada Neraca dan

Perhitungan Laba Rugi pada perusahaan tersebut. Rumus untuk mencari ROA

adalah:

Tingkat ROA yang tinggi menggambarkan bahwa suatu perusahaan dapat

mengelola asetnya dengan baik untuk menghasilkan laba, sehingga ROA dapat

menjadi indikator pertumbuhan perusahaan dalam menghasilkan laba. Investor

melihat ini sebagai salah satu syarat yang baik untuk menanamkan modalnya pada

perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam mengelola aset untuk menghasilkan

laba dinilai merupakan suatu bentuk kinerja manajemen perusahaan yang baik dan

kompeten untuk mengelola modal investor.

2.1.9.1.2 Plowback Ratio

Plowback Ratio adalah suatu rasio yang digunakan untuk mengukur

seberapa besar laba ditahan perusahaan. Laba ditahan adalah laba yang tidak

dibagikan sebagai dividen. Besarnya laba ditahan biasanya ditentukan oleh Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS). Laba ditahan dimaksudkan untuk

diinvestasikan kembali kedalam perusahaan dalam bentuk bisnis baru atau

ROA =

𝐿𝑎𝑏𝑎𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ

(21)

perluasan usaha. Beberapa perusahaan membayar sedikit kas (dividen) karena

manajemen optimis tentang masa depan perusahaan dan berharap dapat menahan

laba untuk ekspansi.

Terdapat beberapa pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan,

pertama adalah dimana dividen dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal

ini investor menginginkan pembayaran dividen yang tinggi, para investor

menganggap dividen merupakan salah satu sumber pendapatan yang mereka

butuhkan untuk keperluan sehari-hari. Pada dasarnya uang tunai bisa saja

diperoleh investor dengan menjual sebagian kecil saham mereka sewaktu waktu,

tetapi hal itu merugikan investor karena akan menimbulkan biaya transaksi yang

besar. Dalam hal ini dividen dapat meningkatkan nilai perusahaan, atau

sebaliknya plowback ratio dapat mengurangi nilai perusahaan.

Kedua, dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam kasus ini

perusahaan membayarkan dividen kepada investor dengan menerbitkan saham

baru, bukan dari cadangan kas yang tersedia, sehingga nilai perusahaan tetap

sama. Pada saat perusahaan menerbitkan saham baru maka nilai saham akan

berkurang sebesar nilai saham yang diterbitkan, sebab jumlah saham bertambah

sedangkan dana yang diperoleh dipergunakan bukan untuk diinvestasikan

kembali. Sehingga jumlah dividen yang diterima oleh investor lama hanya

menutupi kerugian nilai saham yang mereka pegang akibat penerbitan saham

baru. Hal ini menurut Miller dan Modigliani (1961) dalam Brealey dan Myers

(2007) bahwa dalam kondisi ideal, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh

(22)

dividen tunai dan penerbitan atau pembelian kembali saham biasa. Dalam pasar

modal yang sempurna, keputusan pembayaran tidak akan berdampak pada nilai

perusahaan. Kesimpulan ini dikenal sebagai proposisi ketidakrelevanan dividen

MM. Sehingga Dividen atau plowback ratio tidak mempengaruhi nilai

perusahaan.

Ketiga, adalah dividen bisa mengurangi nilai perusahaan. Perusahaan

memiliki opsi untuk memberikan return melalui dua cara, yaitu melalui

mengubah dividen menjadi keuntungan modal (capital gain) atau dengan

melakukan pebayaran dividen. Namun dalam kebijakan pembayaran dividen

dikenakan pajak lebih besar oleh pemerintah daripada capital gain. Di Amerika

Serikat kasus penetapan pajak atas dividen yang paling signifikan pernah terjadi

pada era sebelum 1986. Pada saat itu tingkat pajak atas dividen adalah 50 persen,

sementara capital gain yang terealisasi dikenai pajak 20 persen. Selain itu pajak

dividen harus segera dibayar, sedangkan pajak atas capital gain dapat ditunda

sampai saham terjual dan keuntungan direalisasikan. Hal ini menyebabkan

investor lebih tertarik untuk membeli saham perusahaan dengan tingkat dividen

yang rendah namun menawarkan capital gain. Sedangkan perusahaan yang

menawarkan dividen yang lebih tinggi harus menjual sahamnya dengan harga

yang lebih rendah untuk menarik minat investor dan menutupi kerugian investor

atas pajak yang dikenakan terhadap dividen. Sehingga dalam hal ini dividen dapat

mengurangi nilai perusahaan atau plowback ratio dapat meningkatkan nilai

perusahaan. Untuk mencari Plowback Ratio dapat digunakan rumus:

(23)

2.1.9.1.3 Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan suatu rasio kemampuan

perusahaan untuk membayar hutang dengan modal sendiri. Semakin kecil tingkat

DER suatu perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk

menutup hutang dengan modal sendiri dan semakin baik buat perusahaan. Untuk

mencari tingkat DER dapat menggunakan rumus:

DER erat kaitanya dengan struktur modal dimana struktur modal

merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari

utang jangka pendek yang bersifat permanen dan utang jangka panjang dengan

modal sendiri yang terdiri dari saham biasa dan saham preferen. Ada beberapa

teori yang membahas tentang penggunaan utang dalam meningkatkan nilai

perusahaan, beberapa teori tersebut adalah

2.1.9.1.3.1 Modigliani-Miller (MM) Theory 1 ). Teori MM tanpa pajak

Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan

Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa

tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut Brigham dan Houston, 2001 MM

mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka

(http://jurnal-sdm.blogspot.com):

DER =

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔

(24)

a) tidak terdapat agency cost.

b) tidak ada pajak.

c)

perusahaan.

d) Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai

prospek.

e) perusahaan di masa depan.

f) Tidak ada biaya kebangkrutan.

g) Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh

penggunaan dari hutang.

h) Para investor adalah price-takers.

i) Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market

value).

Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua preposisi yang

dikenal sebagai preposisi MM tanpa pajak. Preposisi I: nilai dari perusahaan yang

berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang. Maksud dari

preposisi I ini adalah bahwa struktur modal dari suatu perusahaan tidak relevan,

perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan dan weighted

average cost of capital (WACC) perusahaan akan tetap sama dan tidak

dipengaruhi oleh bagaimana perusahaan menggabungkan hutang dan modal untuk

membiayai perusahaan. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat apabila

(25)

bergantung pada resiko dari operasional perusahaan (business risk) dan tingkat

hutang perusahaan (financial risk).

Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan dari teori MM tanpa

pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berhutang atau pemegang

saham berhutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar yang sempurna. Dengan

demikian teory MM beranggapan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi

oleh struktur modal perusahaan tersebut, sehingga suatu perusahaan tidak dapat

meningkatkan nilainya dengan mengubah proporsi DER perusahaan tersebut.

2 ). Teori MM dengan pajak.

Teori MM tanpa pajak tersebut dianggap tidak realistis dan kemudian MM

memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada

pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan

untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.

Dalam teori MM dengan pajak ini terdapat dua preposisi yaitu: Preposisi

I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang

tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang.

Maksud dari preposisi I ini adalah bahwa pembiayaan dengan hutang sangat

menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan

adalah seratus persen hutang. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat

dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar

dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham.

(26)

meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan hutang yang lebih banyak,

berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil

dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya

modal rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat). Teori MM

tersebut sangat tidak logis. Maksud dari teori tersebut adalah perusahaan

sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak

ada perusahaan yang memiliki hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat

hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan

kebangkrutannya. Pada teori tersebut MM tidak memperhitungkan biaya

kebangkrutan.

2.1.9.1.3.2 Trade-off Theory

Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001),

Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana

penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya

kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (Financial

distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan

biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas

suatu perusahaan atau reputasi yang memburuk. Trade-off theory dalam

menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain

pajak, biaya keagenan dan biaya kesulitan keuangan, tetapi tetap mempertahankan

asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat

(27)

pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan

keuangan (costs of financial distress). Trade-off theory mempunyai implikasi

bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak

dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal.

Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha

mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga

tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang

manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan

pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat

profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan

dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan

korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan penggunaan utang akan

meningkatkan nilai perusahaan, namun hanya pada titik tertentu. Setelah titik

tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena

peningkatan keuntungan dari utang tidak sebanding dengan biaya financial

distress dan agency cost.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan PVGO belum banyak dilakukan,

penelitian yang pernah dilakukan kebanyakan berasal dari luar negeri dan

(28)

PVGO merupakan analisis fundamental yang belum mendapatkan popularitas

sebagai alat analisis di kalangan investor professional. Namun PVGO erat

kaitannya terhadap penilaian perusahaan, hal ini dikarenakan nilai perusahaan

adalah hasil diskonto dari arus kas perusahaan di masa depan.

Sebelumnya Chung dan Charoenwong (1991) meneliti tentang Investment

Options, Assets in Place, and the Risk of Stocks. Penelitian ini memandang

peluang investasi perusahaan di masa depan sebagai suatu opsi operasional dan

menguji pengaruh PVGO terhadap risiko sistematis pada perusahaan dengan

menggunakan analisis klaim kontingen. Hasilnya mereka menemukan terdapat

hubungan secara positif antara PVGO dengan resiko saham.

Kemudian Chung dan Kim (1997) meneliti tentang peluang pertumbuhan

dan keputusan investasi. Hasil dari penelitian tersebut adalah ditemukannya

persepsi baru bahwa option feature yang menjadi penghambat keputusan investasi

tidak menjadi acuan dalam menentukan kebijakan pertumbuhan perusahaan.

Richard E.Wall (2007) meneliti pengukuran PVGO terhadap 24

perusahaan Global Industry Classification Standard (GICS) dengan PVGO

sebagai variabel terikat dan variabel bebasnya adalah EPS periode sebelumnya,

EPS yang diharapkan, adjusted beta, raw beta, dan harga saham. Hasil penelitian

menunjukan biaya riil atas modal berbeda dengan biaya nominal atas modal dan

menghasilkan pola konsisten PVGO yang lebih realistis pada fase yang matang

dan industri yang kompetitif.

Priyo Dermawan dan Rina Y. Asmara (2008) meneliti tentang kinerja

(29)

variabel independen EVA, MVA, ROE, ROA, TSR, PER, EPS, sedangkan

dependen variabelnya adalah kapitalisasi pasar dan nilai perusahaan. Hasilnya

MVA, TSR, ROA, dan PER berpengaruh secara signifikan terhadap nilai

perusahaan.

Setelah itu Diah Ayu Pertiwi (2010) meneliti pengaruh Earning

management terhadap nilai perusahaan dengan earning management sebagai

variabel independen, Corporate Governance sebagai variabel moderating, dan

nilai perusahaan sebagai variabel independen. Hasilnya earning management

berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan.

Kemudian Rika Susanti (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan variabel independennya yaitu

board size, board intensity, board independence (corporate governance), cash

holding, struktur kepemilikan, tingkat profitabilitas, kebijakan dividen, investment

opportunity, dan risiko finansial sedangkan variabel dependennya adalah nilai

perusahaan. Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh antara variabel

corporate governance terhadap nilai perusahaan.

Secara ringkas, penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat dalam bentuk

tabel di bawah ini:

(30)

2. 1997 Chung dan Kim Growth

(31)

Periode 2005 -2008

6. 2010 Rika Susanti Analisis Faktor-Faktor Yang

Berdasarkan uraian teori-teori di atas, maka di dalam penelitian ini

digunakan beberapa variabel untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

PVGO, variabel-variabel tersebut adalah ROA, Plowback Ratio, dan DER. Untuk

mengetahui pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap PVGO, dapat dijelaskan

sebagai berikut.

2.3.1 Pengaruh ROA Terhadap PVGO

Di dalam memprediksi harga saham diperlukan rasio-rasio keuangan

perusahaan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di

masa mendatang. Salah satu rasio keuangan yang bisa digunakan adalah ROA.

Tingkat ROA menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

atas aset yang dimilikinya. Hal ini merupakan salah satu indikator PVGO yang

diyakini investor dalam menciptakan nilai perusahaan di masa mendatang.

Semakin tinggi ROA suatu perusahaan maka kemungkinan perusahaan

untuk menciptakan laba di masa depan semakin baik, hal ini menimbulkan

harapan terhadap pertumbuhan perusahaan bagi investor di masa mendatang,

(32)

menananamkan modalnya pada perusahaan sekarang, sehingga nilai saham

tersebut meningkat akibat terbentuk dari nilai intrinsik saham saat ini ditambah

dengan PVGO yang dipengaruhi oleh ROA. Berdasarkan penjelasan tersebut

dapat dirumuskan suatu hipotesis seperti berikut.

H1: Return On Asset (ROA) memiliki pengaruh terhadap PVGO saham yang

terdaftar di Indeks LQ45.

2.3.2 Pengaruh Plowback Ratio Terhadap PVGO

Di dalam membagikan labanya kepada pemegang saham, perusahaan

sebelumnya melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan

pemegang saham mayoritas. Di dalam RUPS tersebut diputuskan besarnya

Dividen Payout Ratio (DPR) dan Plowback Ratio (kebijakan dividen). DPR

merupakan hak yang diberikan kepada pemegang saham atas jasa dalam

menanamkan modal diperusahaan. Plowback Ratio merupakan rasio laba ditahan

untuk diinvestasikan kembali kedalam bisnis perusahaan. Dividen dapat

menambah nilai perusahaan jika investor beranggapan bahwa dividen sangat

penting bagi biaya pengeluaran investor, selain itu pada kondisi ideal berdasarkan

teori ketidakrelevanan dividen Miller & Modigliani kebijakan dividen tidak

mempengaruhi perusahaan. Sedangkan dividen dapat mengurangi nilai

perusahaan jika pajak atas dividen lebih besar dari pajak keuntungan atas modal

sehingga investor lebih memilih untuk menginvestasikan kembali dividen dengan

mengharapkan return dari capital gain yang lebih besar. Penginvestasian kembali

(33)

Sehingga investor menganggap ini sebagai indikator PVGO yang dapat

menciptakan nilai perusahaan di masa mendatang. Dengan demikian Plowback-

Ratio memiliki pengaruh terhadap PVGO. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat

dirumuskan suatu hipotesis seperti berikut.

H2 : Plowback Ratio memiliki pengaruh terhadap PVGO saham yang

terdaftar di Indeks LQ45.

2.3.3 Pengaruh DER Terhadap PVGO

Menurut teori MM, pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan

dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus

persen hutang. Namun sayangnya MM tidak memperhitungkan financial distress

dan agency cost. Teori tersebut di bantah oleh Myers (2001) yang menyatakan

“Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana

penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya

kesulitan keuangan (financial distress)” (p.81). berdasarkan teori Myers dan MM

maka dapat disimpulkan utang dapat meningkatkan nilai perusahaan pada titik

tertentu, dan kemudian nilai perusahaan akan menurun akibat resiko

kebangkrutan. Dalam hal ini penggunaan utang (DER) menjadi indikasi PVGO

dalam menciptakan nilai perusahaan di masa mendatang. Penggunaan utang

(DER) yang tepat menggambarkan kinerja manajemen yang baik dalam

menciptakan pertumbuhan perusahaan yang dibiayai oleh utang. Berdasarkan

(34)

H3 : Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh terhadap PVGO saham

yang terdaftar di Indeks LQ45.

Kerangka konseptual di atas dapat dilihat dalam bentuk diagram skematis di

bawah ini:

Independent Variabel

H 1

Dependent Variabel

H 2

H 3

Gambar 2.2

Diagram Skematis Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tinjauan pustaka,

kerangka konseptual serta penjelasan secara logis (Jogiyanto, 2010), maka dalam

penelitian ini hipotesis dikembangkan untuk digunakan di dalam menguji

variabel-variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat seperti berikut:

1. H1: Return On Asset (ROA) memiliki pengaruh terhadap PVGO saham yang

terdaftar di Indeks LQ45.

ROA

Plowback Ratio

DER

(35)

2. H2: Plowback Ratio memiliki pengaruh terhadap PVGO saham yang terdaftar

di Indeks LQ45.

3. H3: Debt Equity to Ratio (DER) memiliki pengaruh terhadap PVGO saham

Gambar

Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Pasar
Tabel 2.2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pemeriksaan gambaran morfologi eritrosit pada juru parkir penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 6 Juli sampai 11 Juli 2018 di Laboratorium

Masalah Ilmu sosial merupakan suatu bahan studi, atau program pengajaran yang khusus dirancang untuk kepentingan pendidikan/pengajaran yang di Indonesia yang

The example of movement which becomes the identity and the character of Sumar Bagyo’s Gareng in shadow puppet stage is nikelwarti.. Like when

Berdasarkan hasil analisis, disimpulkan bahwa mahasiswa S-1 akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur memiliki persepsi positif

Dalam proses sosialisasi dikehidupan pasti tidak lepas dari sifat dan sikap manusia baik yang positif maupun yang negatif. Salah satu sifat manusia yang negatif adalah

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar dalam bentuk Modul Praktik. Bahan ajar Modul Praktik dikembangkan dalam rangka meningkatkan

Untuk mencari harga elevasi-elevasi tersebut, digunakan nilai-nilai komponen pasang surut dari hasil penaksiran dengan menggunakan metode least square (rata-rata kuadrat

Yang menjadi masalah adalah apabila masyarakat tidak memanfaatkan fasilitas yang ada karena factor ignorance, misalnya “tidak mengerti kalau hamil, pergi ke dokter karena