A. Hak Cipta Secara Umum
Hak cipta merupakan istilah yang populer di dalam masyarakat, walaupun
demikian pemahaman tentang ruang lingkup pengertiannya tidaklah sama pada
setiap orang karena berbedanya tingkat pemahaman tentang istilah tersebut.
Sebagai contoh sering orang awam menginterprestasikan hak cipta sama dengan
hak kekayaan intelektual. Lainnya adalah pemahaman masyarakat terhadap
perlindungan hak cipta ini, sebagai contoh misalnya karena pemahaman yang
kurang sehingga sering muncul pemikiran dan perkataan yang keluar yaitu hak
cipta dipatenkan atau merek dipatenkan sehingga seolah-olah pengertian hak
cipta itu cukup luas meliputi keseluruhan ciptaan manusia padahal, pengertian
hak cipta itu cukup luas meliputi keseluruhan ciptaan manusia di bidang tertentu
saja.
Hak cipta sendiri secara harfiah berasal dari dua kata yaitu hak dan cipta,
kata “Hak” yang sering dikaitkan dengan kewajiban adalah suatu kewenangan
yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau
tidak.10
10
pengalaman. Sehingga dapat diartikan bahwa hak cipta berkaitan erat dengan
intelektual manusia.11
Dalam hal ini ada beberapa pendapat sarjana mengenai pengertian hak
cipta, antara lain:12
1. WIPO ( World Intelektual Property Organization )
“Copy Right is legal from describing right given to creator for their literary and artistic works” yang artinya hak cipta adalah terminology hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra.
2. J. S. T Simorangkir
Berpendapat bahwa hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari pada yang mendapat hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam lapangan kasusasteraan, pengetahuan, dan kesenian. Untuk mengumumkan dan memperbanyaknya, dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.
3. Imam Trijono
Berpendapat bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kepada yang diberi kuasapun kepada pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini.
Hak cipta pada dasarnya telah dikenal sejak dahulu kala, tetapi konsep
hukum hak cipta baru dikenal di Indonesia pada awal tahun 80-an. Bila dilihat
dari sejarahnya ada dua konsep besar tentang hak cipta yang pada akhirnya saling
mempengaruhi yaitu: konsep Copyrights yang berkembang di Inggris dan
11
Ibid., hlm. 210. 12
negara yang menganut sistem Hukum Common Law dan Konsep Droit d’Auteur
yang berkembang di Prancis dan negara-negara yang menganut Sistem Hukum
Civil Law.
Konsep Copyrights yang lebih menekankan perlindungan hak-hak penerbit
dari tindakan penggandaan buku yang tidak sah dapat ditelusuri dari berlakunya
dekrit Star Chamber pada Tahun 1556 yang isinya menentukan ijin pencetakan
buku dan tidak setiap orang dapat mencetak buku. Aturan hukum yang lain yang
secara tegas melindungi hak penerbit dari tindakan penggandaan yang tidak sah
adalah Act of Anne 1709 yang dianggap sebagai peletak dasar konsep modern hak
cipta.13
Sedangkan konsep droit d’ auteur lebih ditekankan pada perlindungan atas
hak-hak pengarang dari tindakan yang dapat merusak reputasinya. Konsep ini
didasarkan pada aliran hukum alam yang menyatakan bahwa suatu karya cipta
adalah perwujudan tertinggi (alter ego) dari pencipta dan pencipta mempunyai
hak alamiah untuk memanfaatkan ciptaannya. Konsep ini berkembang pesat
setelah revolusi Perancis pada Tahun 1789, konsep ini meletakkan dasar
pengakuan tidak saja hak ekonomi dari pencipta akan tetapi juga hak moral.14
Pengertian konsep hak cipta yang berkembang pada masa sekarang adalah
hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak
mengurangi ketentuan dalam undang-undang yang berlaku.
13
Yuliati, Efektivitas Penerapan Undang-Undang 19/2002 Tentang Hak Cipta terhadap Karya Musik Indilabel, Skripsi, Semarang: Fakultas Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 2004, hlm. 16.
14Ibid
Hak cipta merupakan hak kebendaan atau sub sistem dari hukum benda.
Mariam Daus berpendapat bahwa hal kebendaan terbagi atas dua bagian yaitu:
Hak kebendaanyang sempurna dan hak kebendaan yang terbatas. Hak kebendaan
yang sempurna adalah hak kebendaan yang memberikan kenikmatan yang
sempurna (penuh) bagi si pemilik. Selanjutnya untuk hak yang demikian disebut
dengan hak kemilikan. Hak kebendaan terbatas adalah hak yang memberikan
kenimatan yang tidak penuh atas suatu benda. Jika dibandingkan dengan hak
milik artinya hak kebendaan terbatas itu tidak penuh atau kurang sempurna jika
dibandingkan dengan hak milik.15 Dengan demikian hak cipta menurut rumusan
ini dapat dijadikan objek hak milik. Hal ini dapat disimpulkan dari rumusan Pasal
2 UUHC, yang berbunyi: hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya,
yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian hak cipta terdapat pada Pasal 1 ayat (2) UUHC yang isinya
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pencipta adalah
a. seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan fikiran, imajinasi
kecepatan, keterampilan atau keahlian yang di tuangkan ke dalam bentuk
yang khas dan bersifat pribadi.
15Ibid
b. Orang yang merancang suatu ciptaan, tetapi diwujudkan oleh orang lain
dibawah pimpinan atau pengawasan orang yang merancang ciptaan
tersebut.
c. Orang yang membuat suatu karya cipta dalam hubungan kerja atau
berdasarkan pesanan.
d. Badan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 UUHC.
2. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilih hak cipta, atau orang
yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima
lebih lanjut hak dari orang tersebut diatas.
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan
menunjukkan keasliannya dalam lapangan pengetahuan, seni dan sastra. Yang
dimaksud dengan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta adalah pelaku,
produser rekaman suara dan lembaga penyiaran. Pelaku adalah aktor,
penyanyi, pemusik, penari atau mereka menampilkan, memperagakan atau
mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau
mempermainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra dan karya seni
lainnya.
4. Produser rekaman suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali
merekam atau memiliki prakarsa untuk membiayai kegiatan perekaman suara
atau' bunyi baik dari suatu pertunjukkan maupun suara atau bunyi lainnya.
Seseorang yang telah mencurahkan segala daya upayanya untuk
menciptakan atau menentukan sesuatu, dia mempunyai hak alamiah atau hak
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal/Declaration of Human
Rights, menyebutkan bahwa “Everyone has the right to the protection of the
moral und material interest resulting form any scientific, literary, or artistic
production of which he or she is the author”. Setiap orang mempunyai hak untuk
mendapat perlindungan bagi kepentingan moral dan material yang berasal dari
ciptaan ilmiah, sastra atau hasil seni yang mana dia merupakan penciptanya.
Hak Kekayaan Intelektual, secara substantif dapat diartikan sebagai Hak
atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Hak
atas Kekayaan Intelektual atau Intelektual Property Right dikelompokan dalam
hak yang dimiliki secara perorangan yang tidak dalam wujud kebendaan. Hak
tersebut secara khusus diberikan kapada pemilik dan pemegang hak dalam hal
mengumumkan, memperbanyak dan mengedarkannya, atau memberikan ijin
kepada orang lain atas ciptaannya bersifat immaterial yang melindungai hubungan
kepentingan antara pencipta dengan keasliannya ciptaannya.
Keberadaan UUHC memang diperuntukkan khusus untuk melindungi hak
bagi mereka yang telah menghasilkan karya-karya yang berasal dari
pcngungkapan (ekspresi) intelaktualitas (intangible), dan bukannya yang bersifat
kebendaan (tangible), apabila yang belum berwujud apa-apa seperti ide-ide
informasi dan lain sebagainya tersebut dengan batasan waktu tertentu.
Pengaturan hak cipta pertama kali melalui perjanjian multilateral
diwujudkan dalam Berne Convention pada Tahun 1886 sebagaimana telah direvisi
di Paris 1971, merupakan perjanjian multilateral yang pertama dan utama tentang
perlindungan hak cipta, kepemilikan hak cipta, hak-hak pencipta, jangka waktu
perlindungan hak cipta dan pengecualiaan hak cipta.
Berne Convention juga meletakkan tiga prinsip dasar yaitu:16
1. National Treatment artinya Perlindungan yang sama bagi karya cipta warga negara sendiri maupun warga negara lain peserta konvensi.
2. Automatically Protection artinya pemberian perlindungan hak cipta dapat dilakukan tanpa adanya pendaftaran secara formal. 3. Independent Protection artinya pemanfaatan dan perlindungan
ciptaan di negara lain tidak bergantung pada perlindungan di negara asal ciptaan.
Awalnya, Indonesia mengadopsi Konvensi Bern dalam pengaturan Hak
Cipta di Indonesia. Konvensi Bern semenjak ditanda tangani sampai dengan 1
Januari 1996 telah 117 negara yang meratifikasinya. Belanda yang menjajah
Indonesia pada 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada
Konvensi Bern berdasarkan asas konkordansi bagi lndonesia dengan kata lain,
Indonesia semenjak tahun 1912 telah mempunyai undang-undang hak cipta
(Auteuresvlet 1912) berdasarkan Undang-Undang Belanda tanggal 29 Juni 1911
(Staatblad Belanda Nomor 197) yang memberi wewenang pada Ratu belanda
untuk memberlakukannya bagi Negara Belanda sendiri dan negara-negara
jajahannya Konvensi Bern 1886 berikut revisi yang dilakukan pada 13 november
1908 di Berlin.
Namun demikian, semenjak 15 Maret 1958 indonesia menyatakan
berhenti menjadi anggota Konvensi Bern berdasarakan surat NO.15.140 XII
tanggal 15 Maret 1958. Menteri Luar Negeri Soebandrio waktu itu menyatakan
pada Direktur Biro Berne Convention rnenyatakan tidak menjadi anggota The
16Ibid
Bern Convention. Dalam kurun waktu hampir 100 (seratus) tahun keberadaan
konvensi Bern, tercatat lima negara anggota yang menyatakan berhenti menjadi
anggota konvensi, yaitu: Haiti (1887-1943), Montenegro (1893-1900), Liberia
(1908-1930), lndonesia (1913-1960), Syiria (1924-1962). Tiga puluh tujuh tahun.
Kemudian, tepatnya 7 Mei 1997, lndonesia rnenyatakan ikut serta kembali
menjadi anggota Konvensi Bern dengan rnelakukan ratifikasi dengan Keppres Rl
NO.16 tahun 1997, hal ini sebagai konsekwensi keikutsertaan Indonesia dalam
forum WTO, yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.17
Sejak zaman Belanda hak cipta diatur pada Auteurswet Tahun 1912 Stb.
No. 600 aturan tentang hak cipta ini tampaknya sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan masyarakat serta cita-cita hukum nasional, sehingga pada tahun 1982,
Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan
Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan
undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang-undang tersebut kemudian
diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan UUHC yang kini berlaku.
Undang-Undang ini dikeluarkan untuk merealisasi amanah Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) dalam rangka pembangunan dibidang Hukum,
dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya
ciptaanya diharapkan penyebarluasan hasil kebudayaan dibidang karya ilmu seni
17
dan sastra dapat dilindungi secara yuridis yang pada gilirannya dapat
mempercepat proses pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.18
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia
dalam pergaulan antar negara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi
pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization–WTO),
yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Propertyrights - TRIPs (Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan
Intelektual). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor
7 Tahun 1994. Pada Tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern
melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty 22 (Perjanjian Hak Cipta
WIPO) melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Hal baru yang diatur dalam UUHC ini adalah diaturnya hak Persewaan
atau rental rights yang memang belum pernah diatur dalam undang-undang hak
cipta terdahulu. Selain itu, UUHC juga menempatkan pelanggaran terhadap hak
cipta sebagai tindak pidana biasa, bukan delik aduan sebagaimana dianut dalam
undang-undang hak cipta terdahulu serta memberikan kesempatan bagi pencipta
dan pemilik hak cipta untuk mempertahankan haknya melalui gugatan perdata
maupun pidana.
Menurut ketentuan Pasal 11 ayat UUHC, ciptaan yang dilindungi oleh
UUHC adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang
meliputi bebagai jenis karya berikut ini:
18Ibid
1. Buku, program komputer, Famflet, susunan perwajahan karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
2. Ceramah, kuliah, pidato, clan eiptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara
diucapkan;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan, dan
rekaman suara;
5. Drama, tari (koregrati), pewayangan, pantomin;
6. Karya pertunjukan;
7. Karya siaran;
8. Seni rupa dalam bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrali,
seni pabat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan
tangan;
9. Arsitektur;
10.Peta;
11.Seni batik;
12.Fotografi;
13.Sinematografi;
14.Terjemahan, tafsiran, saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil
pengalihwujudan.
Istilah lagu dan musik dalam kehidupan sehari-hari cenderung digunakan
untuk maksud yang sama. Secara etimologi lagu merupakan satu kesatuan musik
yang terdiri atas susunan berbagai nada yang berurutan. Setiap lagu ditentukan
oleh panjang-pendek dan tinggi-rendahnya nada-nada tersebut, di samping itu,
irama juga memberi corak tertentu pada suatu lagu. Sebuah lagu terdiri dari
beberapa unsur, yaitu:19
1. Melodi
Melodi adalah suatu deretan nada yang karena kekhususan dalam penyusunan menurut jarak dan tinggi nada, memperoleh suatu watak tersendiri dan menurut kaidah musik yang berlaku membulat jadi suatu kesatuan organik.
2. Lirik
Lirik adalah syair atau kata-kata yang disuarakan mengiringi melodi.
Pengertian musik menurut Ensiklopedia Indonesia adalah seni menyusun
suara atau bunyi20. Musik tidak bisa dibatasi dengan seni menyusun bunyi atau
suara indah semata-mata, suara atau bunyi sumbang telah lama digunakan, dan
banyak komponis modern bereksperimen dengan suara atau bunyi semacam itu.
Musik dan lagu memiliki pengertian yang berbeda, namun di dalam
Konvensi bern menyebutkan istilah yang digunakan untuk menyebutkan lagu atau
musik adalah musical work21. Salah satu work (karya) yang dilindungi adalah
komposisi musik atau lagu (music compositions) dengan atau tanpa kata-kata
(with or without words). Konvensi Bern tidak menjelaskan uraian yang tegas
19
Van Hoeve, Ensiklopedia IndonesiaBuku 4, (Jakarta: Ichtiar Baru), hlm. 1940. 20
mengenai musical work, namun dari ketentuan yang dapat disimpulkan bahwa ada
dua jenis ciptaan lagu atau musik yang dilindungi hak cipta, yaitu lagu atau musik
dengan kata-kata dan lagu atau musik tanpa kata-kata22. Musik dengan kata-kata
adalah lagu yang unsurnya terdiri dari melodi, lirik, aransemen dan notasi,
sedangkan musik tanpa kata-kata adalah musik yang hanya terdiri dari unsur
melodi, aransemen dan notasi23.
Penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf d UUHC terdapat rumusan pengertian
lagu atau musik sebagai berikut: “Lagu atau musik dalam undang-undang ini
diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau
melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud
dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan
karya cipta”.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa24:
1. Lagu atau musik dianggap sama pengertiannya;
2. Lagu atau musik bisa dengan teks, bisa juga tanpa teks;
3. Lagu atau musik merupakan suatu karya cipta yang utuh, jadi unsur
melodi, lirik, aransemen, notasi dan bukan merupakan ciptaan yang berdiri
sendiri.
C. Hak Ekonomi dan Hak Ekslusif dalam Karya Cipta Lagu dan Musik
Hak cipta menurut UUHC yang terdapat dalam Pasal 1 adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
22Ibid.
23
Ibid.
24Ibid.,
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.25
Hak cipta merupakan istilah yang populer di dalam masyarakat. Walaupun
demikian, pemahaman mengenai ruang lingkup pengertiannya tidaklah sama pada
setiap orang karena berbedanya tingkat pemahaman tentang istilah hak cipta ini.
Akibatnya, di dalam masyarakat sering terjadi kesalahpahaman dalam pemberian
arti hak cipta sehingga sering menimbulkan kerancuan dalam penggunaan bahasa
yang baik dan benar. Pada kenyataannya, di dalam masyarakat istilah hak cipta ini
sering dicampur adukan dengan hak-hak atas kekayaan intelektual lainnya seperti
paten dan merek. Seolah-olah pengertian hak cipta itu cukup luas meliputi
keseluruhan ciptaan manusia. Padahal, pengertian hak cipta itu dibatasi, hanya
meliputi hasil ciptaan manusia dalam bidang tertentu saja, yang selebihnya akan
dikategorikan dalam bidang lain, yaitu paten, merek, dan lain-lain.
Hak cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan HAKI yang
pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum dan dinamakan hukum HAKI. Yang
dinamakan hukum HAKI meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak
yuridis atas karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah piker manusia bertautan
dengan kepentingan-kepentingan bersifat ekonomi dan moral.
Bidang yang dicakup dalam HAKI sangat luas, karena termasuk di
dalamnya semua HAKI, misalnya terdiri dari: ciptaan sastra seni, ilmu
25
pengetahuan, invensi, desain industri, merek, desain tata letak sirkuit terpadu, dan
lain-lain.
Hukum HAKI melarang dilakukannya tindakan penjiplakan atau plagiat,
plagiat yaitu suatu tindakan dengan maksud untuk menarik keuntungan dari
ciptaan-ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual orang lain, dan menetapkan
kaedah-kaedah hukum yang mengatur ganti rugi yang harus dipikul oleh orang
yang melanggarnya dengan melakukan tindakan penjiplakan.26
Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, HAKI mulai memasuki tahapan
baru dalam perkembangan hukum di Indonesia, HAKI menjadi mengemuka tidak
hanya karena berdasarkan hukum, tetapi juga karena bertautan erat dengan
bidang-bidang lain secara sekaligus, seperti bidang-bidang teknologi, ekonomi,
social budaya, kesenian, komunikasi dan lain sebagainya.
Hal ini menjadikan HAKI mendorong timbulnya kesadaran baru tentang
arti penting dan adanya fungsi ekonomi HAKI, sehingga dalam memandang
persoalan HAKI ini mau tidak mau harus dilihat dengan mempergunakan
kacamata yang berdimensi luas, disamping masalah teknis yuridisnya.
Secara substantif, pada dasarnya pengertian HAKI dapat dideskripsikan
sebagai hak-hak atas harta kekayaan yang merupakan produk olah piker manusia,
dengan perkataanlain HAKI adalah hak atas harta kekayaan yang timbul dari
kemampuan intelektual manusia. Kekayaan semacam ini bersifat pribadi dan
26
berbeda dari kekayaan-kekayaan yang timbul bukan dari kemampuan intelektual
manusia, seperti hak atas 27:
1. Harta kekayaan yang diperoleh dari alam terdiri dari:
a. tanah: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak penambangan, hak sewa, dan lain-lain.
b. air: hak mengelola sumber air, hak lintas damai di perairan pedalaman, hak perikanan, dan lain-lain
c. udara: hak lintas udara bagi pesawat-pesawat udara maskapai udara asing, hak siaran, dan sebagainya
2. Harta kekayaan yang diperoleh dari benda-benda tidak bergerak dan bergerak seperti:
a. hak milik atas tanah, gedung, bangunan, dan rumah susun b. hak milik atas mesin-mesin
c. hak milik atas mobil, pesawat udara, surat-surat berharga
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak
cipta adalah hak untuk 28:
1. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik) 2. mengimpor dan mengekspor ciptaan
3. menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan)
4. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum. 5. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang
atau pihak lain
Hak eksklusif adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas
melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang
melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.29 Konsep
tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak
cipta termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen,
mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor,
27Ibid
., hlm. 34. 28
Anonim, Hak Cipta, http://id.wikipedia.org/wiki/Hak Cipta.html, diakses tanggal 1 Juli 2012.
29
memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.30
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak
terkait”, yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang
dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya),
produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan
hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh
mereka masing-masing.31 Dari penjelasan di atas, hak eksklusif yang terkandung
dalam suatu karya cipta juga dimiliki oleh karya cipta lagu dan musik. Sebagai
contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman
suara nyanyiannya. Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut
dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis. 32 Pemilik
hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut
dengan lisensi dengan persyaratan tertentu.
Suatu karya cipta menimbulkan hak ekonomi (economy right) dan hak
moral (moral right). Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki
pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara
inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern).
Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak
tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut. Hak
moral (moral rights)adalah hak pencipta untuk mengklaim sebagai pencipta suatu
30
Anonim, Seputar Hak Kekayaan Internasional, http://www.dgip.go.id, tanggal 1 Juli 2012.
31
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 1 Butir 9-12. 32
ciptaan dan hak pencipta untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan
yang bermaksud mengubah, mengurangi atau menambah keaslian ciptaannya (any
mutilation or deformation or other modification or other derogatory action) yang
dapat meragukan kehormatan dan reputasi (auther's honoror reputation) hak-hak
moral (moral rights) yang diberikan kepada seorang pencipta mempunyai
kedudukan yang sejajar dengan hak-hak ekonomi (economic rights) yang dimiliki
pencipta atas ciptaannya.33
Menurut desbois dalam bukunya Le Droit D Auteur (1966) berpendapat
bahwa sebagai suatu elektrin, hak moral seorang pencipta mengadung empat
makna, yaitu 34 :
1. Droit Depublication : hak untuk melakukan atau tidak melakukan pengumuman ciptaanya;
2. Droit De Repentier :hak untuk melakukan perubahan-perubahan yang dianggap perlu atas ciptaannya dan hak untuk menarik dari peredaran atas ciptaan yang telah diumumkan; 3. Droit Au Respect : hak untuk tidak menyetujui dilakukannya
perubahan - perubahan atas ciptaannya oleh pihak lain
4. Droit A La Patemite: hak untuk mencantumkan nama pencipta: hak untuk tidak menyetujui perubahan atas nama pencipta yang akan d1icantuinkan : dan hak untuk mengumumkan sebagai pencipta setiap waktu yang diinginkan.
Hak Ekonomi (Economy Right) adalah hak yang di miliki oleh seorang
pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Hal ekonomi ini
merupakan hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya dan memberi ijin untuk itu. Hak ekonomi ini dapat di alihkan kepada
pihak lain. Hak ekonomi tersebut di antaranya adalah 35:
Bentuk penggandaan atau perbanyakan ini bisa di lakukan secara tradisional maupun melalui peralatan modern Hak penggandakan ini juga mencakup perubahan bentuk ciptaan satu keciptaan lainnya misalnya: karya tulis, rekaman musik, pertunjukan drama dan film.
2. Hak Adaptasi
Hak untuk mengadakan adaptasi, dapat berupa penerjemahan dari bahasa satu ke bahasa lainnya, aransemen musik, dramatisasi dari non dramatik, merubah menjadi cerita fiksi dari karangan non fiksi atau sebaliknya Hak ini diatur baik dalam konvensi berne maupun konfensi universal. Karya cetak berupa buku, misalnya novel,mempunyai hak turunan (derivative) yaitu diantaranya hak film (film rights), hak dramatisasi
(dramatitation), hak menyimpan dalam media elektronik
(electronic rights). Hak film dan hak-hak dramatisasi adalah hak yang timbul bila si novel tersebut dirubah menjadi isi sekenario film, atau sekenario darama yang bias berupa opera, balet maupun drama musikal.
3. Hak Distribusi
Hak distribusi adalah hak dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat berupa bentuk penjualan, penyewaan, atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat. Dalam ak ini termasuk pula bentuk dalam UU hak cipta 2002, disebut dengan pengumuman yaitu pembacaan penyuaraan, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga ciptaan dapat dibaca, didengar atau di lihat oleh orang lain.
4. Hak Penampilan
Hak ini dimiliki para pemusik, dramawan, maupun seniman lainnya yang karyanya dapat terungkap dalam bentuk pertunjukan. Pengaturan tentang hak pertunjukan ini dikenal dalam konvensi Berne maupun konvensi universal bahkan diatur dalam sebuah konvensi yaitu konvensi roma.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep “hak ekonomi” dan “hak
moral”. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau
pelaku yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta
Negara Indonesia dalam UUHC juga melindungi hak ekonomi dan hak
moral dari suatu karya cipta lagu dan musik. Sebagai contoh, pelaksanaan hak
moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan yang berupa lagu dan
musik, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk
dimanfaatkan pihak lain, sedangkan hak ekonomi dalam suatu karya cipta juga
diatur dalam UUHC, yaitu dengan mewajibkan setiap orang yang mengeksploitasi
suatu karya cipta lagu dan musik untuk memberikan royalti sebagai hak ekonomi
dari si pencipa karya cipta lagu dan musik tersebut.
D. Tata Cara Pendaftaran Karya Cipta Lagu dan Musik
Agar dapat menciptakan ketertiban dan keteraturan masyarakat di bidang
Hak Cipta terutama dari segi administrasinya, pendaftaran mengenai ciptaan di
atur di dalam UUHC. Sebagaimana diketahui diatas bahwa pendaftaran suatu
ciptaan bukan suatu kewajiban karena bukan untuk memperoleh Hak Cipta,
sehingga penyelenggara pendaftaran ciptaan tidak bertanggung jawab atas isi, arti,
maksud, atau bentuk ciptaan yang telah terdaftar. Hal ini diatur dalam Pasal 36
UUHC.
Tujuan pendaftaran ciptaan dari segi pemerintahan sebenarnya untuk
memberikan dokumen atau surat-surat yang menyangkut pendaftaran tersebut
yang bentuknya bukan berupa sertifikat, melainkan seperti surat tanda penerimaan
dan petikan daftar umum ciptaan.dengan pendaftaran tersebut memberikan akibat
pihak yang mendaftar tujuannya adalah untuk kepentingan pembuktian apabila
dikemudian hari terjadi sengketa atas ciptaannya.36
Pencipta yang ciptaannya terdaftar cenderung lebih mudah untuk
membuktikan hak ciptaannya daripada ciptaan yang tidak terdaftar. Surat-surat
yang berkaitan dengan pendaftaran ciptaan dapat digunakan sebagai salah satu
alat bukti yaitu bukti tulisan yang dapat ditunjukkan dalam persidangan atau
pengadilan. Alat bukti tulis tersebut merupakan bukti yang diutamakan dalam
perkara perdata dibandingkan dengan alat-alat bukti lainnya. Pada prinsipnya
sebuah surat dibuat untuk kepentingan pembuktian sebagai peristiwa yang telah
terjadi sebelumnya.
Untuk bidang Hak Cipta, pendaftaran merupakan tugas dan tanggung
jawab pemerintah, karena pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur
penyelenggaraan pendaftaran tersebut. Penyelenggaraan dalam hal ini adalah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Direktorat Hak
Cipta.
Proses pendaftaran ciptaan awalnya dimulai dengan cara mengajukan
permohonan pendaftaran. Permohonan yang diajukan harus memuat:
1. Nama, kewarganegaraan, alamat pencipta;
2. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pemegang Hak Cipta;
3. Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa (apabila permohonan tersebut
diajukan melalui kuasa);
4. Jenis dan judul ciptaan;
36
5. Tanggal dan tempat Ciptaan diumumkan untuk pertama kali;
6. Uraian ciptaan dalam rangkap 3 (tiga).
Pencipta untuk mendaftarkan ciptannya diwajibkan membuat suatu
permohonan melalui Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak
Sirkut Terpadu, dan Rahasia Dagang yang ditujukan kepada Menteri Kehakiman
yang ditulis dalam Bahasa Indonesia dan disertai contoh dari ciptaan. Dalam surat
permohonan tersebut berisi nama, kewarganegaraan, alamat pemegang Hak Cipta,
tanggal dan tempat ciptaan diumumkan pertama kali, dan uraian ciptaan yang
dibuat rangkap 3 (tiga). Apabila pemohon tidak bertempat tinggal di dalam
wilayah Republik Indonesia, maka untuk keperluan permohonan pendaftaran
ciptaan tersebut, ia dapat memilih tempat tinggal dan menunjuk seorang kuasa di
dalam wilayah Republik Indonesia. Permohonan yang dikuasakan tersebut harus
disertai dengan surat kuasa yang sah, serta melampirkan bukti tentang
kewarganegaraan yang diberi kuasa. Setelah melengkapi permohonan yang
diajukan kepada Dirjen HAKI, dilakukan pemeriksaan administratif, pemeriksaan
tersebut dilakukan untuk menentukan lengkap atau tidaknya persyaratan yang
ditentukan.
Apabila dari pemeriksaan administratif hasilnya menunjukkan surat
permohonan pendaftaran telah lengkap dan sesuai dengan yang dipersyaratkan,
maka pada saat itu pendaftaran ciptaan dianggap telah dilakukan. Tetapi UUHC
tidak mengatur lebih lanjut mengenai permohonan-permohonan yang persyaratan
Tidak dijelaskan mengenai permohonan tersebut dianggap ditarik kembali
ataukah harus dilengkapi. Jadi, meskipun belum dilakukan pencatatan namun
pendaftaran ciptaan dianggap telah terjadi pada waktu diterimanya permohonan
pemohon oleh Dirjen HAKI secara lengkap. Tanggal diterimanya permohonan
tersebut disebut dengan filling date.
Setelah dilakukan filling date, pencatatan dirumuskan kedalam sebuah
daftar yang disebut daftar umum ciptaan. Dalam daftar umum ciptaan menurut
Pasal 39 UUHC yang isinya memuat antara lain:
1 Nama pencipta dan pemegang hak cipta;
2 Tanggal penerimaan surat permohonan;
3 Tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37;
4 Nomor pendaftaran ciptaan.
Dalam daftar umum diatas tampak isinya tidak diatur tentang contoh
ciptaan, hal ini sejalan dengan maksud pendaftaran yang tidak bertujuan untuk
memperoleh hak cipta. Daftar umum ciptaan isinya lebih mengutamakan
administratif pendaftaran ciptaan. Meskipun demikian bukan berarti isi daftar
umum tidak dapat ditambah dengan selain yang disebut dalam Pasal 37 UUHC
seperti alamat atau tempat tinggal pencipta dan pemegang hak cipta, dan contoh
ciptaan.
Setelah dilakukannya proses diatas, maka permohonan yang telah kita
ajukan akan diumumkan, pengumumannya dilakukan dengan cara menempatkan
semua orang telah mengetahui adanya pendaftaran. Tahap tersebut dapat
dikatakan sebagai tahap akhir dalam prosesi pendaftaran suatu ciptaan.
E. Perjanjian Lisensi Karya Cipta Lagu dan Musik
Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya
disebut KUHPerdata) dikatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih. Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
1. Perbuatan
Penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan tentang perjanjian ini lebih
tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena
perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan
2. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang
saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu
sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
3. Mengikatkan dirinya
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang
satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat
hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
Pasal 1320 KUHPerdata berisi syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai
hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri
pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang
tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut
ancaman (Pasal 1324 KUHPerdata) adanya penipuan yang tidak hanya mengenai
kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 KUHPerdata). Terhadap
perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut,
dapat diajukan pembatalan.
2. cakap untuk membuat perikatan
Pasal 1330 KUHPerdata menentukan yang tidak cakap untuk membuat
perikatan :
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c. Orang-orang perempuan
Dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya
semua orang kepada siapa undangundang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu. Namun, berdasarkan fatwa Mahkamah
Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5
September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai
yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa
bantuan atau izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak
yang tidak cakap adalah batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPerdata).
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak,
maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata menentukan
hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi objek
perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang baru
akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang
oleh undang-undang secara tegas.
4. suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian
dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang.
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa semua kontrak
(perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan
berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya
memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum
yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal
yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang
menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan kebiasaan atau
undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak
ketiga.
1. Ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu
2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian
3. Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya
peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus. Peristiwa tertentu yang
dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal
1244 dan 1245 KUHPerdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan
dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang
disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya
karena adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa
dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama
sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena
adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur).
Akibat keadaan memaksa absolut (forcemajeur) :
1) Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUHPerdata)
2) Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi
hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi
kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUHPerdata.
b. Keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan
debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi
pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar
yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar
sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko
apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan
debitur.
4. Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh
kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat
sementara misalnya perjanjian kerja
5. Putusan hakim
6. Tujuan perjanjian telah tercapai
7. Dengan persetujuan para pihak (herroeping)
Pengertian lisensi menurut UUHC Pasal 1 angka 14 adalah izin yang
diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain
untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak
terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Jadi, lisensi adalah kontrak yang
memungkinkan pihak lain selain pemilik hak kekayaan intelektual untuk
membuat, menggunakan, menjual atau mengimpor produk atau jasa berdasarkan
kekayaan intelektual yang dimiliki oleh seseorang.
Pasal 47 UUHC menyatakan bahwa:
1. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat
yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian lisensi
3. Direktorat Jendral wajib menolak pencatatan perjanjian lisensi yang memuat
ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (1).
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian lisensi diatur dengan
Keputusan Presiden.
Berdasarkan isi pasal di atas bahwa terhadap penggunaan hak yang ada
dalam sertifikat lisensi diberikan keabsahan dan kepastian hukum, karena itu para
pihak akan memperoleh perlindungan hukum. Ada beberapa jenis lisensi yang
harus didapat, terkait dengan penggunaannya:37
1. Synchronization license 2. Master recording license
3. Mechanical license (untuk CD, kaset, dan album rekaman)
4. Videogram license (untuk kaset video, optical laser disc, home video product)
5. Print license (sheet music, music folios)
6. Grand rights license (permission to perform a song
dramatically)
7. New media license (computer software, Internet)
8. Performance license (permission to perform a work publicly)
Pemberian lisensi oleh pencipta atau pemegang hak cipta dalam karya
cipta lagu dan musik kepada pengguna dilakukan oleh pihak ketiga dalam hal ini
Yayasan Karya Cipta Indonesia (selanjutnya disebut YKCI) atas dasar Pasal 46
UUHC. Yayasan karya cipta Indoneisa merupakan lembaga karya cipta musik
yang didirikan berdasarkan Akta Notaris No. 42 tertanggal 12 Juni 1990, dengan
berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan untuk:38
37
Anonim, Perlindungan hak cipta, http://tjampolay.multiply.com/journal/item/6, diakses
tanggal 01 Juli 2012.
38
1. Mengurus kepentingan para pencipta Indonesia yang hak ciptanya
dikuasakan kepada yayasan, terutama dalam rangka pemungutan royalti
bagi pemakaian hak ciptanya oleh orang lain untuk kepentingan
penggunaan yang bersifat komersial baik di dalam maupun di luar negeri
2. Mewakili kepentingan para pencipta luar negeri, terutama dalam rangka
pemungutan royalti atas pemakaian hal cipta asing oleh orang lain untuk
kepentingan penggunaan yang bersifat komersial di wilayah Indonesia
3. Mewakili dalam mempertahankan dan melindungi kepentingan para
pencipta atas pelanggaran hak ciptanya
4. Meningkatkan kreatifitas para pencipta melalui pendidikan, pembinaan
dan pengembangan, serta kemampuan pengetahuan dalam bidang musik
Kemudian selanjutnya, untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, YKCI
menjalankan usaha-usahanya sebagai berikut:39
1. Melaksanakan administrasi bersama (collective administration) atas
pemakaian hak cipta dari para pencipta pada umumnya, pencipta musik
pada khususnya baik ciptaan Indonesia maupun asing
2. Melakukan pemungutan royalti atas pemakaian hak cipta untuk
kepentingan komersil baik berupa pertunjukan maupun penyiaran
(performing right) dan penggandaan melalui media maupun alat mekanik
(mechanical right)
3. Mendistribusikan pungutan royalti tersebut kepada yang berhak (pencipta)
setelah dipotong biaya administrasi
39Ibid
4. Berperan serta secara aktif di dalam kegiatan pendidikan, pembinaan dan
pengembangan dalam rangka peningkatan kreatifitas, serta kemampuan
para pencipta Indonesia
Sebagai pemberi lisensi, akan memperoleh royalti dari penerima lisensi
(Pasal 48 ayat (3) dan (4) UUHC. Disinilah hak ekonomi atas ciptaan dapat
terwujud. Dengan diterbitkannya sertifikat lisensi pengumuman musik dan lagu
oleh YKCI maka :
1. Terhindar dari kontak begitu banyak pemilik hak cipta atau wakil mereka,
yang lazimnya memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk melayani
2. Terhindar dari negoisasi dengan syarat dan kondisi yang berbeda-beda
3. Memberi kemudahan bagi pengguna komersial (user) agar terhindar dari
gugatan perdata dan tuntutan pidana sesuai aturan hukum yang berlaku dalam
UUHC
Pada karya musik dan lagu, perjanjian lisensi ini berkaitan dengan hak
ekonomi yang dimiliki pemilik atau pemegang hak cipta (pemberi kuasa) lagu
untuk mendapatkan keuntungan ekonomi secara maksimal atas hasil ciptaan
mereka. Hak ekonomi itu sendiri terdiri dari dua hak, yaitu hak untuk
pengumuman lagu (performing right), yaitu antara lain berupa hak untuk
memainkan lagu secara langsung (live), memutar rekaman lagu, menyiarkan
rekaman lagu (untuk kegiatan komersial), serta hak untuk menggandakan lagu
(mechanical right) yang dapat berupa hak untuk memperbanyak lagu yang
dilakukan secara mekanis dan dialihkan dalam bentuk pita kaset, piringan hitam,
F. Royalti Sebagai Wujud Penghargaan Karya Cipta Lagu dan Musik
Royalti merupakan pembayaran sebagai bentuk penghargaan atas
penggunaan hasil karya cipta musi dan lagu yang dipergunakan untuk keperluan
komersial. Undang-Undang Hak Cipta memang tidak memberikan defenisi
mengenai royalti, namun Pasal 45 UUHC menyebutkan bahwa:
(1) Pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain
berdasarkan surat perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti
kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi.
(4) Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada pemegang hak cipta oleh
penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan
berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.
Besarnya royalti ditentukan oleh YKCI berdasarkan standar internasional
Authors and Composer) sebagai organisasi induk performing right dan disini
YKCI bertindak sebagai bagian dari anggota CISAC. Yayasan Karya Cipta
Indonesia hanya menagih royalti yang berasal dari anggota yayasan.
Ketika melaksanakan tugasnya memungut royalti untuk karya musik dan
lagu Indonesia, YKCI berlandaskan pada UUHC yang berlaku serta perjanjian
pemberian kuasa yang diberikan pemilik atau pemegang hak cipta (pemberi
kuasa) pada YKCI. Selanjutnya, kewenangan hukum YKCI dalam hal
pemungutan royalti bagi karya musik dan lagu asing di Indonesia, YKCI
mendasarkan kewenangannya pada perjanjian reciprocal, yaitu perjanjian timbal
balik yang dibuat antara YKCI dengan lembaga-lembaga Collecting Society di
seluruh dunia yang sama-sama menjadi anggota International Confederation of
Societies of Authors and Composers (CISAC). 40
Pembayaran royalti merupakan bagian konsekuensi dari menggunakan
jasa/karya orang lain, sebab dalam kehidupan sehari-hari, lagu merupakan salah
satu sarana penunjang dalam kegiatan usaha atau komersial. Alasan inilah yang
mendasari kewajiban user membayar royalti, sebab lagu adalah suatu karya
intelektual manusia yang mendapat perlindungan hukum dan untuk itu jika pihak
lain menggunakannya sudah sepatutnya meminta izin kepada pemilik atau
pemegang hak cipta.
Royalti diberikan kepada pencipta lagu, musisi, dan penyanyi dan
dipotong biaya administrasi yang berkaitan dengan penagihan royalti kepada
YKCI yang besarnya berkisar 22-28 % (dua puluh dua sampai dua puluh delapan
40
persen) dari jumlah pendapatan yang diperoleh. Royalti didistribusikan setiap
tahunnya kepada para pemegang hak cipta Indonesia maupun asing yang telah
memberikan kuasanya kepada YKCI, sehingga dalam hal ini YKCI hanya
mengurusi lagu-lagu yang telah didaftarkan kepadanya dan semua musisi atau
pencipta karya musik dapat bergabung dengan YKCI.
Royalti diberikan untuk lagu-lagu yang benar-benar diumumkan dan dari
tempat-tempat yang telah memperoleh lisensi dari YKCI. Sistem yang
dipergunakan adalah sistem “follow the dollar” atau royalti yang diterima dari
kegiatan usaha tertentu (general lisencing, broadcasting, consewrt, cinema)
dibagikan untuk lagu-lagu yang diputar pada kegiatan masing-masing.
Besarnya royalti yang diterima oleh setiap pemberi kuasa tergantung
pada:41
1. apakah lagunya sudah didaftarkan 2. apakah lagunya benar-benar dimainkan
3. seberapa sering lagu tersebut dimainkan (semakin sering dimainkan maka semakin banyak royalti yang diterima)
4. berapa pendapatan royalti riil yang diperoleh YKCI pada tahun itu untuk kategori pengguna yang memainkan lagunya
5. berapa banyak total frekuensi lagu yang dimainkan kategori pengguna tersebut
Jumlah penerimaan royalti sebuah lagu setiap tahunnya akan berbeda-beda,
karena bisa saja di tahun ini lagu itu terkenal dan didengarkan dimana-mana,
tetapi tahun berikutnya lagu itu hamper tidak diperdengarkan lagi.
Permasalahan terjadi ketika seorang pencipta lagu dan musik tidak
terdaftar menjadi anggota YKCI. Yayasan Karya Cipta Indonesia tidak
41
mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya royalti dan meminta royalti
atas karya cipta lagu dan musik tersebut sehingga seorang pencipta dianjurkan
untuk menjadi anggota dari YKCI agar hak ekonomi dari si pencipta tersebut