BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang-undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, yang merata
baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Depnaker RI, 2003). Dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang
sangat penting sebagai pelaku maupun sebagai tujuan dari pembangunan
masyarakat Indonesia (Depnaker, 2003). Untuk mencapai pembangunan
masyarakat Indonesia tersebut maka diselenggarakanlah secara menyeluruh
terpadu dan berkesinambungan melalui penyelenggaraan upaya kesehatan kerja
(Depkes RI, 2004).
Berdasarkan Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
mengenai tanggung jawab pemerintah yaitu pasal 46 yang menyebutkan bahwa
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat dan dalam pasal 47
kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan yang dapat
dilaksanakan dengan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit (Depkes RI,
2009). Sebagai pelaksanaannya sesuai yang telah diatur dalam Undang-undang
No 36/2009 tentang Kesehatan pasal 48 maka dilakukan penyelenggaraan upaya
kesehatan kerja berupa penyesuaian antara asupan gizi, kapasitas kerja, waktu
kerja, dan lingkungan kerja agar pekerja dapat bekerja secara baik tanpa
membahayakan diri sendiri ataupun orang lain di sekitarnya (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam pasal 164 menyebutkan
bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat
dan terbebas dari gangguan kesehatan dan pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan, dalam pasal 165 juga disebutkan pengelola tempat kerja wajib
melakukan segala upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan, dan pemulihan
bagi tenaga kerja, dan dalam pasal 166 juga menyebutkan majikan atau pengusaha
wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan, dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan
kesehatan pekerja.
Menurut Depkes RI (2002), upaya-upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaannya dan lingkungan kerja meliputi baik fisik maupun psikis
dalam hal cara atau metode kerja, proses kerja, dan kondisi kerja yang bertujuan
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di
semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun
kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatannya.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.
Salah satu upaya pelaksanaan kesehatan kerja lainnya adalah penyesuaian
asupan gizi bagi tenaga kerja, karena tenaga kerja membutuhkan bahan makanan
untuk memenuhi kebutuhan kalori untuk melakukan aktivitas fisik yaitu bekerja
(Depkes RI, 2009). Asupan kalori bagi tenaga kerja bertujuan untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan serta mengupayakan daya kerja yang
optimal, untuk itu kebutuhan harus sesuai dengan aktivitas fisiknya. Kesehatan
dan daya kerja atau produktivitas kerja sangat erat hubungannya dengan status
gizi dari tenaga kerja itu sendiri. Namun hal ini sering tidak diperhatikan oleh
tenaga kerja sendiri, pihak manajemen, ataupun oleh pemilik perusahaan sendiri
(Irianto, 2007).
Hal di atas juga didukung oleh pendapat Suma’mur (2009) bahwa kondisi
tingkat pengupahan yang rendah atau tidak cukupnya pengetahuan tentang
masalah gizi yang sangat berkaitan dengan aktivitas fisik yang dilakukannya,
ditambah lagi bagi kondisi lingkungan kerja yang buruk. Energi yang diperlukan
untuk aktivitas fisik diperoleh dari metabolisme bahan makanan yang dikonsumsi
sehari-hari. Berdasarkan alasan tersebut di atas, kiranya tidak berlebihan apabila
dikatakan bahwa makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas
kinerja fisik dan pertumbuhan seseorang.
Keadaan gizi pada pekerja sangat tentunya mempunyai pengaruh terhadap
pekerjaannya karena bekerja memerlukan energi yang menghasilkan panas untuk
melakukan kerja dan semakin berat beban pekerjaan yang dilakukan seseorang
tenaga kerja maka semakin banyak jumlah energi yang digunakan. Jika asupan
gizi pekerja tidak cukup maka tubuh akan mengambil cadangan lemak tubuh
untuk diubah menjadi tenaga, dan bila keadaan ini berlangsung lama akan terjadi
penurunan berat badan tenaga kerja tersebut. Berdasarkan paparan sebelumnya,
sudah selayaknya para tenaga kerja, pihak manajemen, dan pemilik perusahaan
perlu memahami karakter dan manfaat berbagai zat gizi atau bahan makanan
dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan dan tentunya akan berpengaruh
pada peningkatan produktivitas (Irianto, 2007).
Menurut Kartasapoetra et. al. (2010), keberhasilan pembangunan suatu
bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat,
sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan
oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk
dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara
total langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial
ekonomi, budaya, dan politik. Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi
dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB/WHO) mengungkap pentingnya
penanggulangan kekurangan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
SDM pada seluruh kelompok umur sesuai siklus kehidupan. Investasi di sektor
sosial menjadi sangat penting dalam peningkatan SDM, karena akan berdampak
pada pertumbuhan ekonomi Negara. Investasi gizi juga berperan penting untuk
memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya
peningkatan SDM. Beberapa dampak buruk kurang gizi :
1. Rendahnya produktivitas kerja.
2. Kehilangan kesempatan sekolah.
3. Kehilangan sumber daya karena biaya kesehatan yang tinggi (Adriani et. al. ,
2012).
Menurut Andriani et. al. (2012), untuk menjaga agar individu tidak
kekurangan gizi, maka akses setiap individu terhadap pangan harus dijamin.
Akses pangan setiap individu ini sangat tergantung pada ketersediaan pangan dan
kemampuan untuk mengaksesnya secara kontinu (spasial dan waktu).
dengan tingkat pendapatan dan kemiskinan seseorang. Dalam hal untuk menjaga
kesehatan, orang perlu makan makanan yang bergizi. Jika kita tidak dapat
menanam, membeli, atau barter makanan yang cukup untuk keluarga dan kita
sendiri maka kita menghadapi kelaparan, kurang gizi, dan banyak gangguan
kesehatan lainnya.
Di Indonesia, beras merupakan makanan pokok utama bahkan juga
pertama di berbagai daerah termasuk daerah yang sebelumnya mempunyai pola
pangan pokok non beras seperti jagung, sagu, dan umbi-umbian. Selain itu beras
terlanjur sebagai komoditas politik dan publik yang melibatkan banyak pengambil
kebijakan dan pelaku ekonomi (Andriani et. al. 2012).
Dalam buku “Panduan Gizi Lengkap”, terdapat sebuah istilah yang
diungkapkan oleh Irianto (2007) yaitu “Life is activity” (hidup adalah bergerak),
memiliki makna bahwa aktivitas atau gerak merupakan ciri kehidupan. Manusia
bergerak dalam rangka mempertahankan hidup, misalnya : manusia purba
bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dan berburu binatang dalam rangka
mempertahankan kehidupannya. Hingga zaman modern seperti sekarang pun
aktivitas/gerak tidak bisa lepas dari tuntutan hidup manusia : untuk mencari
nafkah, mencari ilmu, mendapatkan derajat sehat dan bugar serta mengembangkan
ketrampilan melalui olahraga. Kerja merupakan aktivitas fisik yang dilakukan
secara terus menerus untuk berbagai tujuan, antara lain mendapatkan imbalan,
Produktivitas adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input
(masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya
peningkatan efisiensi (waktu-bahan-tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi, dan
adanya peningkatan ketrampilan dari tenaga kerja (Hasibuan, 2008).
Menurut Sinungan (2005), manusia adalah faktor salah satu produktivitas
yang meliputi kuantitas, tingkat keahlian, latar belakang kebudayaan dan
pendidikan, kemampuan, sikap, minat, struktur pekerjaan, keahlian, masa bekerja,
dan umur. Berdasarkan penelitian Koesumawati (2004) mengemukakan ada
pengaruh yang signifikan antara pendidikan dan masa kerja terhadap produktivitas
kerja karyawan pada perusahaan tekstil PT Kusumateks Yogyakarta.
Hasil penelitian Ginting (2011) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
beban kerja (waktu kerja, jenis kegiatan) dan asupan kalori terhadap status gizi
pekerja (p > 0,05), karena konsumsi makanan dari sebahagian besar pekerja masih
di bawah kecukupan kalori kerja untuk beban kerja di peternakan, sehingga belum
cukup untuk menaikkan status gizi ke kategori gizi normal.
Hasil penelitian Rodger et. al. (2012) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh pemberian makanan tambahan terhadap peningkatan produktivitas kerja
di sektor pelayanan kesehatan di rumah sakit di Queensland. Hasil penelitian
Oppusunggu (2008) menunjukkan bahwa terdapat keberhasilan dalam pemberian
gizi tambahan (Tablet tambah darah Fe) terhadap peningkatan produktivitas kerja
PT Canggih Lestari Plastika adalah sebuah perusahaan yang bergerak di
bidang pembuatan plastik PVC (Polyvinyl Chlorida) sebagai pipa untuk saluran
air dalam berbagai ukuran dengan berbahan dasar biji-biji dan serbuk plastik PVC
serta plastik-plastik PVC bekas yang berlokasi di jalan Sentosa No 8 Kecamatan
Medan Sunggal Kota Medan Provinsi Sumatera Utara dengan perincian proses
kerja perusahaan mulai dari bahan baku hingga produk perusahaan dapat dilihat
pada bagan di bawah ini.
Gambar 1.1 Proses Kerja
Peneliti melakukan penelitian terhadap status gizi tenaga kerja di PT
tersebut sebagai survei awal dalam penelitian quasi eksprimen berikutnya dan
juga melakukan penelitian terhadap pengaruh pemberian makanan selingan
terhadap peningkatan kapasitas kerja tenaga kerja di PT Canggih Lestari Plastika
karena berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti, bahwa kapasitas
kerja tenaga kerja di PT Canggih Lestari Plastika banyak yang belum mencapai
produktivitas kerja yang telah ditetapkan perusahaan.
Hasil wawancara awal diperoleh bahwa kebutuhan kalori tenaga kerja per
hari terkadang belum terpenuhi sehingga mengalami sakit kepala dan kurangnya
konsentrasi dalam bekerja sehingga terkadang meminta makanan selingan sebagai
makanan tambahan sebagai tambahan untuk porsi sarapan yang kurang memadai
dan sekaligus agar dapat meningkatkan status gizi mereka sehingga mereka dapat
bekerja dengan lebih produktif lagi sehingga dapat meningkatkan kapasitas
kerjanya.
Berdasarkan kecukupan energi baku bagi orang Indonesia (Kartasapoetra,
2010), dengan rentang umur 20 tahun hingga 60 tahun dengan berat badan 65 kg
diperlukan sekitar 2600 kal yang dibagi menjadi 3 jadwal makan utama yaitu
jadwal makan pagi sebesar 25% dari total kebutuhan kalori, jadwal makan siang
sebesar 30% dari total kebutuhan kalori, dan jadwal makan malam sebesar 25%
dari toal kebutuhan kalori serta 2 jadwal makan selingan yaitu jadwal selingan
sekitar jam 10 pagi sebesar 10% dari total kebutuhan kalori dan jadwal selingan
sekitar jam 3 sore sekitar 10% dari total kebutuhan kalori, sehingga tenaga kerja
utamanya sebesar 25% dari total kebutuhan kalori seharinya sehingga dapat
menurunkan produktivitas tenaga kerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai status gizi tenaga kerja di PT Canggih Lestari Plastika dan
pengaruh pemberian makanan selingan terhadap peningkatan kapasitas kerja
tenaga kerja di PT Canggih Lestari Plastika dan sekaligus untuk membandingkan
hasil terhadap hasil penelitian yang telah ada sebelumnya sehingga hasilnya dapat
digunakan oleh pemilik perusahaan dalam memberikan keputusan pemberian
makanan selingan sebagai asupan gizi tambahan kepada tenaga kerja.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan penelitian
adalah apakah terdapat pengaruh pemberian makanan selingan terhadap
peningkatan kapasitas kerja tenaga kerja di PT Canggih Lestari Plastika.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
Menganalisis apakah ada pengaruh pemberian makanan selingan terhadap
peningkatan kapasitas kerja tenaga kerja di PT Canggih Lestari Plastika.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : ada pengaruh pemberian makanan
selingan terhadap peningkatan kapasitas kerja di PT Canggih Lestari Plastika
Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi tenaga kerja, diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk menambah
pengetahuan tenaga kerja khususnya yang ada di PT Canggih Lestari
Plastika mengenai status gizi para pekerja sendiri dan pengaruh pemberian
makanan selingan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja.
2. Bagi manajemen PT Canggih Lestari Plastika, diharapkan penelitian ini
bermanfaat sebagai bahan masukkan dalam membuat perencanaan