TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Menurut Van Steenis (2005), klasifikasi tanaman bengkuang adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Pachyrrhizus
Spesies : Pachyrrhizus erosus (L.) Urban.
Bengkuang merupakan tanaman yang memiliki sistem perakaran
tunggang, dimana panjang akar dapat mencapai 2 m. Akar bengkuang memiliki
kemampuan untuk bersimbiosis dengan Rhizobium yang dapat menambat
nitrogen dari udara. Akar bengkuang berkembang menjadi umbi yang berbentuk
bulat atau membulat seperti gasing dengan berat dapat mencapai 5 kg. Kulit
umbinya tipis berwarna kuning pucat dengan bagian dalamnya berwarna putih
dengan rasa yang manis (Heyne, 1987).
Batang tanaman bengkuang menjalar dan membelit dengan
rambut-rambut halus yang mengarah ke bawah. Tinggi batang dapat mencapai 4-5 m.
Pada praktek budidayanya, batang bengkuang dipangkas untuk mendapatkan umbi
yang besar, pemangkasan dapat dilakukan hingga 5 kali hingga panen
Daun merupakan daun trifoliate, dengan bentuk tulang daun menyirip.
Panjang tangkai daun berkisar antara 3 sampai 18 cm. Anak daun berbentuk ovate
atau kadang-kadang bulat telur melebar dengan ujung runcing berukuran 3 – 18
cm x 4-20 cm (Tindall, 1983).
Bunga yang berwarna putih atau ungu berkembang dalam tandan tegak,
menghasilkan polong dengan panjang 7 -14 cm dan lebar 1 – 2 cm. Polong muda
dapat dimakan sebagai sayurran rebus, namun polong tua, daun dan bijinya
beracun (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Buah bengkuang termasuk buah polong, yang berbentuk pipih, dengan
panjang 8-13 cm, memiliki rambut halus pada permukaan polongnya. Polong
berisi 4-7 butir biji yang dipisahkan oleh sekat. Biji bengkuang berbentuk persegi
membundar, biji pipih dan berwarna hijau kecoklatan atau coklat tua kemerahan
(Heyne, 1987).
Biji berbentuk agak pipih, kebanyakan bundar, dengan lebar 5 – 10 cm dan
berbeda dengan spesies Pachirhizus lain, biji ini tidak pernah berbentuk ginjal.
Biasanya diperlukan sekitar 10 bulan untuk menghasilkan biji matang. Kultivar
dengan biji berwarna cokelat kehijauan lebih disukai karena lebih produktif
ketimbang tanaman berbiji hijau atau cokelat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 0-1750 m dpl. Dewasa ini
bengkuang banyak ditanam pada ketinggian 500-900 m dpl. Curah hujan
bervariasi antara 250-500 mm dan tidak lebih dari 1500 mm per bulan. Suhu
siang hari yang lebih panjang, pertumbuhan umbi dapat dilihat setelah 4-6 minggu
tetapi pengaruhnya terbatas pada pembentukan umbi. Pada pembungaan, inisiasi
pertama ketika panjang hari 12,5 jam (Sorensen, 1998).
Suhu 25oC-30oC dan iklim lembab dibutuhkan untuk pertumbuhan awal
vegetatif tapi temperatur malam yang dingin sekitar 18oC-20oC sepanjang hari
cerah diperlukan untuk pembesaran dan perkembangan umbi. Bengkuang
membutuhkan lama penyinaran yang panjang (14-15 jam) untuk pertumbuhan
vegetatif baik, sedangkan hari lebih pendek yang diperlukan untuk pembentukan
umbi yang lebih baik (Palaniswami and Peter, 2008).
Beberapa tempat yang curah hujan sedang dan ketinggian 0 sampai 1000
meter umumnya dianggap menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan
bengkuang (Tindall, 1983)
Tanah
Bengkuang bisa tumbuh pada jenis tanah mulai dari tanah liat sampai
lempung berpasir, drainase baik, berpasir, tanah aluvial lebih disukai untuk
pertumbuhan bengkuang, terutama pada lahan irigasi (Sorensen, 1996).
Tanaman bengkuang dapat tumbuh di dataran rendah dengan kondisi tanah
yang baik, yaitu tanah tersebut merupakan tanah yang gembur dan banyak
mengandung humus (Liptan, 1996).
Toleran terhadap tanah dan kondisi iklim dengan kisaran yang cukup
lebar. Berpasir, tanah berdrainase baik umumnya disukai karena genangan air
berakibat buruk pada pertumbuhan (Tindall, 1983).
Bengkuang memerlukan tanah yang subur, berdrainase baik, dan tanah
berlempung dengan drainase yang bagus dan kandungan humus yang memenuhi
(Palaniswami and Peter, 2008).
Phospat
Sumber fosfat yang berada di dalam tanah sebagai fosfat mineral yaitu
batu kapur fosfat,sisa tanaman dan bahan organik lainnya,pupuk buatan.
Perubahan fosfor organik menjadi anorganik dilakukan oleh mikroorganisme.
Penyerapan fosfor selain dapat dilakukan oleh mikroorganisme dapat juga
dilakukan oleh liat dan silikat. Ketersedian fosfor bagi tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor, utamanya pH karena derajat keasaman menentukan jenis ikatan
fosfor dengan unsur laim. Misalnya pada pH rendah fosfor mudah berikatan
dengan besi sehingga membentuk besi fosfat yang sukar larut sehingga tidak
tersedia bagi tanaman (Isnaini,1992). Selanjutnya Hasibuan (2009) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemupukan diantaranya adalah faktor
iklim (keadaan musim penghujan dan kemarau). Lebih lanjut
Damanik, dkk (2010) menjelaskan bahwa bila dilakukan pemupukan pada saat
musim penghujan, pupuk yang diberikan itu sebagian akan hilang tercuci atau
tererosi sebelum dapat digunakan oleh tanaman. Sebaliknya, bila pemupukan pada
musim kemarau berarti air sedikit di dalam tanah, pupuk yang diberikan tidak
dapat larut dan tidak dapat diserap oleh tanaman.
Unsur hara yang akan diserap ditentukan oleh semua faktor yang
mempengaruhi ketersediaannya di permukaan akar sehingga pertumbuhan dan
perkembangan serta hasil tanaman optimal. Penambahan hasil tanaman sebagai
respon penambahan pupuk berbanding lurus dengan selisih hasil maksimum
terlalu tinggi dosisnya karena makin tinggi dosis, maka hasilnya justru menurun
(Agustina, 1990).
Superfosfat Triple (TSP) dibuat melalui pengasaman batuan fosfat dengan
H3PO4 dengan peralatan dan proses yang sama dengan pupuk superfosfat biasa.
Pupuk ini mempunyai rumusan kimia yang sama dengan pupuk superfosfat
rangkap Ca (H2PO4)2, pupuk padat yang berbentuk butiran kasar, berwarna
abu-abu dan termasuk pupuk yang mudah larut di dalam air. Kandungan hara pupuk
ini sekitar 46 – 48% P2O5, tidak bersifat higroskopis dan reaksinya di dalam
tanah netral (Damanik, dkk, 2010).
Di dalam tubuh tanaman fosfor memberikan peranan yang penting dalam
beberapa kegiatan antara lain pembelahan sel, pembentukan lemak dan albumin,
pembentukan buah, bunga dan biji, kematangan tanaman, melawan efek nitrogen,
merangsang perkembangan akar, meningkatkan hasil kualitas tanaman dan
ketahanan terhadap hama dan penyakit (Damanik, dkk, 2010).
Pemupukan phospat dapat merangsang pertumbuhan awal bibit tanaman.
Phospat merangsang pertumbuhan bunga, buah, dan biji. Bahkan mampu
mempercepat pemasakan buah dan membuat biji menjadi lebih bernas
(Novizan, 2002).
Gejala pertama tanaman yang kekurangan P adalah tanaman menjadi
kerdil. Bentuk daun tidak normal dan apabila defisiensio akut maka ada bagian –
bagian daun, buah, dan batang yang mati. Defisiensi P juga dapat menyebabkan
penundaan kemasakan juga pengisisan biji berkurang. Menurut Palaniswami dan
Peter (2008) dosis pupuk N (80 kg/ha), P (40 kg/ha) dan K (80 kg/ha)
menyatakan bahwa kehilangan phosfat akibat tercuci hal ini tergantung pada
faktor tanah seperti tekstur tanah, kapasitas tukar kation, pH tanah dan jenis tanah.
Jarak Tanam
Jarak tanam adalah jarak antar tanaman dalam satu barisan tanaman
maupun antar barisan tanaman. Keuntungan menggunakan jarak tanam rapat yaitu
sebagai benih yang tidak tumbuh atau tanaman muda yang mati dapat
terkompensasi,sehingga tanaman tidak terlalu jarang, permukaan tanah dapat
segera tertutup sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan, jumlah tanaman yang
tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula (Lingga, 2004).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kompetisi
tanaman adalah dengan pengaturan jarak tanam. Jarak tanam yang rapat akan
meningkatkan daya saing tanaman terhadap gulma karena tajuk menghambat
pancaran cahaya ke permukaan lahan sehingga pertumbuhan gulma menjadi
terhambat dan laju evaporasi juga dapat ditekan. Namun pada jarak tanam yang
terlalu sempit mungkin tanaman budidaya akan memberikan hasil yang relatif
kurang karena adanya kompetisi antar tanaman itu sendiri. Oleh karena itu
dibutuhkan jarak tanam yang optimum untuk memperoleh hasil yang maksimum
(Mayadewi, 2007).
Kerapatan tanaman mempengaruhi penampilan dan produksi tanaman,
terutama karena penggunaan koefisien penggunaan cahaya. Pada umumnya
produksi tiap satuan luas tinggi tercapai dengan populasi tinggi, karena
tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum di awal pertumbuhan. Pada
akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu menurun karena
respon dengan mengurangi ukuran baik pada seluruh tanaman maupun pada
bagian-bagian tertentu (Harjadi, 1994).
Jumlah populasi tanaman per hektar merupakan faktor penting untuk
mendapatkan hasil maksimal. Produksi maksimal dicapai bila menggunakan jarak
tanam yang sesuai. Semakin tinggi tingkat kerapatan suatu pertanaman
mengakibatkan semakin tinggi tingkat persaingan antar tanaman dalam hal
mendapatkan unsur hara dan cahaya. Jika peningkatan populasi masih di bawah
peningkatan kompetisi maka peningkatan produksi akan tercapai pada populasi
yang lebih padat (Liu, 2004).
Pengaturan populasi tanaman pada hakekatnya adalah pengaturan jarak
tanam yang berpengaruh pada persaingan dalam penyerapan hara, air dan cahaya
matahari, sehingga apabila tidak diatur dengan baik akan mempengaruhi hasil
tanaman. Jarak tanam rapat mengakibatkan terjadinya kompetisi intra spesies dan
antar spesies. Kompetisi yang terjadi utamanya adalah kompetisi dalam
memperoleh cahaya, unsur hara dan air. Tanaman yang diusahakan pada musim
kering dengan jarak tanam rapat akan berakibat pada pemanjangan ruas, oleh
karena jumlah cahaya yang dapat mengenai tubuh tanaman berkurang. Akibat
lebih jauh terjadi peningkatan aktifitas auksin sehingga sel-sel tumbuh memanjang
(Syam, 1992).
Adanya interaksi di antara tanaman yang berdekatan merupakan fungsi
dari jarak tanam dan besarnya tanaman bersangkutan. Disamping populasi
tanaman, pengaturan jarak tanaman menjadi penting dalam mengoptimumkan
penggunaan faktor lingkungan. Terdapat beberapa sistem pengaturan jarak tanam
bentuk empat persegi atau bujur sangkar, bentuk barisan dengan jarak dalam baris
teratur atau tidak dan arah barisan yakni Utara-Selatan atau Timur-Barat
(Jumin, 2002).
Tanaman ini ditanam dalam barisan dan sering ditanam dalam gundukan.
Jarak tanam yang biasa digunakan sekitar 15-30 cm dalam barisan, dan 100 cm
antarbarisan, kerapatan rendah biasa digunakan dalam penanaman pada gundukan
atau ketika ditanam tumpang sari (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Biasanya 2-3 biji pada bedengan ditanam pada jarak 30 cm dengan
kedalaman 2 cm. tepat waktu ditabur: 30 x 30 cm dan akhir ditaburkan 30 x 15 cm
atau 15 x 15 cm. jarak dekat memberikan hasil maksimal tetapi umbi kecil, yang
bebas dari retak. Tingkat benih bervariasi 20-60 Kg / ha tergantung pada waktu