• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II - Kajian Hukum Pidana Terhadap Tindakan Salah Tembak yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Terhadap Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II - Kajian Hukum Pidana Terhadap Tindakan Salah Tembak yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Terhadap Masyarakat"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SALAH TEMBAK OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (POLRI)

Tugas dan Wewenang Kepolisian Dalam Penegakan Hukum

Telah dikenal oleh masyarakat luas, terlebih di kalangan Kepolisian bahwa tugas yuridis kepolisian tertuang di dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan di dalam Undang-Undang Pertahanan dan Keamanan. Untuk kepentingan pembahasan, ada baiknya diungkapkan kembali pokok-pokok tugas yuridis Polisi yang terdapat di dalam kedua undang-undang tersebut sebagai berikut :

1. Dalam Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia ( UU No. 2

Tahun 2002).

Pasal 13

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat

b. Menegakkan hukum dan,

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.

Selanjutnya dalam Pasal 14 dikatakan :

(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

Kepolisian Republik Indonesia bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

(2)

c. Membina masyarakat unuk meningkatkan partisipasi masyarakat

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

d. Turut serta dalam pembinaan hukumk nasional,

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum

f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa,

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan,

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik, dan psikologi kepolisian untuk kepentingan

tugas kepolisian,

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk

memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak

azasi manusia,

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentinganya dalam lingkup tugas kepolisian, serta

(3)

perundang-undangan.

(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Kewenangan Polisi Dalam Penegakan Hukum

Pasal 15 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 menyebutkan :

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan,

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum,

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat,

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administratif kepolisian,

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian

dalam rangka pencegahan.

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian,

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang,

i. Mencari keterangan dan barang bukti,

j. Menyelenggrakan Pusat informasi kriminal nasional,

(4)

rangka pelayanan masyarakat,

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan

pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat,

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan

perundang-undangan lainnya berwenang

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan

masyarakat lainnya berwenang :

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor

c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor,

d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik,

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak

dan senjata tajam,

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan

usaha di bidang jasa pengamanan,

g. Memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisian khusus dan

petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian,

h. Melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan

memberantas kejahatan internasional,

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang

berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait,

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian

(5)

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas

kepolisian.

(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a

dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14 :

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan

14 di bidang proses pidana. Kepolisian Negara republik Indonesia berwenang

untuk :

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara

untuk kepentingan penyidikan.

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan.

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri.

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperika sebagai tersangka atau saksi.

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara.

h. Mengadakan penghentian penyidikan.

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.

j. Merngajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam

(6)

disangka melakukan tindak pidana.

k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri

sipil serta menerima hasil penyidikan pegawai negeri sipil untuk diserahkan

kepada penuntut umum.

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Tugas pokok tersebut dirinci lebih luas sebagai berikut :

1. Aspek ketertiban dan keamanan umum

2. Aspek perlindungan terhadap perorangan dan masyarakat (dari

gangguan/perbuatan melanggar hukum/kejahatan dari penyakit-penyakit

masyarakat dan aliran-aliran kepercayaan yang membahayakan termasuk aspek

pelayanan masyarakat dengan memberikan perlindungan dan pertolongan.

3. Aspek pendidikan sosial di bidang ketaatan / kepatuhan hukum warga

masyarakat.

4. Aspek penegakan hukum di bidang peradilan, khususnya di bidang

penyelidikan dan penyidikan.

Mengamati tugas yuridis Kepolisian yang demikian luas, tetapi luhur dan

mulia itu, jelas merupakan beban yang sangat berat. Terlebih ditegaskan bahwa di

dalam menjalankan tugasnya itu harus selalu menjunjung tinggi hak-hak asasi

rakyat dan hukum Negara, khususnya dalam melaksanakan kewenangannya di

bidang penyidikan, ditegaskan pula agar senantiasa mengindahkan norma-norma

keagamaan, perikemanusiaan, kesopanan dan kesusilaan. Beban tugas yang

(7)

yang berkualitas dan berdedikasi tinggi. 6

Memperhatikan perincian tugas dan wewenang Kepolisian seperti telah

dikemukakan di atas, terlihat bahwa pada intinya ada dua tugas Kepolisian

di bidang penegakan hukum, yaitu penegakan hukum di bidang peradilan pidana

(dengan sarana penal), dan penegakan hukum dengan sarana non penal. Tugas

penegakan hukum di bidang peradilan (dengan sarana penal) sebenarnya hanya

merupakan salah satu atau bagian kecil saja dari tugas Kepolisian. Sebagian besar

tugas Kepolisian justru terletak di luar penegakan hukum pidana (non penal).7

Tugas Kepolisian di bidang peradilan pidana hanya terbatas di bidang

penyelidikan dan penyidikan. Tugas lainnya tidak secara langsung berkaitan

dengan penegakan hukum pidana, walaupun memang ada beberapa aspek hukum

pidananya. Misalnya tugas memelihara ketertiban dan keamanan umum, mencegah

penyakit-penyakit masyarakat, memelihara keselamatan, perlindungan dan

pertolongan kepada masyarakat, mengusahakan ketaatan hukum warga masyarakat

tentunya merupakan tugas yang lebih luas dari yang sekadar dinyatakan sebagai

tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) menurut ketentuan hukum pidana positif

yang berlaku.

Dengan uraian di atas ingin diungkapkan bahwa tugas dan wewenang

kepolisian yang lebih berorientasi pada aspek sosial atau aspek kemasyarakatan

(yang bersifat pelayanan dan pengabdian) sebenarnya lebih banyak daripada tugas

yuridisnya sebagai penegak hukum di bidang peradilan pidana. Dengan demikian

6

Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijaksanaan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 4.

7

(8)

dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Kepolisian sebenarnya berperan

ganda baik sebagai penegak hukum maupun sebagai pekerja sosial untuk

menggambarkan kedua tugas / peran ganda ini, Kongres PBB ke-5 (mengenai

Prevention of Crime and The Treatment of Offenders) pernah menggunakan istilah

Service oriented task “ dan Law enforcement duties “.8

Perihal Kepolisian dengan tugas dan wewenangnya ada diatur di dalam

Undang-Undang Nol. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Undang-undang tersebut dikatakan bahwa kepolisian adalah segala

hal-ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan

perundang-undangan.

Dari keterangan pasal tersebut maka dapat dipahami suatu kenyataan

bahwa tugas-tugas yang diemban oleh polisi sangat komplek dan rumit sekali

terutama di dalam bertindak sebagai penyidik suatu bentuk kejahatan.

Faktor Penyebab Terjadinya Salah Tembak Oleh Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)

Pada Putusan No. 239/Pid.B/2007/PN.BJ, dapat dilihat peristiwa terjadinya

salah tembak yang dilakukan oleh anggota kepolisian adalah:

- Bahwa pada tempat sebagaimana diuraikan di atas diawali dari terdakwa

memperoleh informasi dari Kasat Reskrim Polresta AKP Kosim S, yang

memberitahukan adanya satu unit mobil Avanza BK 1296 GV yang dicurigai

8Ibid

(9)

akan melakukan perampokan di Kota Binjai, maka terdakwa bersama saksi

Taing Saragih berangkat ke Kota Binjai dengan mengendarai sepeda motor

yang dikemudikan oleh saksi Taing Saragih, untuk menindak lanjuti informasi

tersebut.

- Bahwa setelah tiba di persimpangan jalan Irian dengan jalan Sudirman Binjai,

dalam jarak 50 (lima puluh) meter terdakwa telah melihat satu unit mobil

Avanza BK 1296 GV yang melaju di tengah keramaian lalu lintas kendaraan

dan orang-orang dari arah kota Binjai menuju arah tugu Binjai, maka terdakwa

langsung turun dari sepeda motor dan berjalan ke tengah jalan Jenderal

Sudirman dengan maksud hendak menghentikan mobil Avanza tersebut.

- Bahwa saat mobil Avanza berjalan ke arah terdakwa yang berdiri di tengah

jalan dengan tangan memberi kode berhenti (Stop), tampak mobil Avanza

tersebut berjalan pelan hendak berhenti, namun setelah melewati terdakwa

maka mobil Avanza tersebut langsung tancap gas menambah kecepatan

meninggalkan terdakwa.

- Bahwa oleh karena melihat mobil Avanza tersebut tidak mau berhenti dan terus

melaju, maka terdakwa kemudian berlari mengejar mobil Avanza tersebut, dan

dalam jarak dekat antar Terdakwa dengan Mobil Avanza sekira 10 (Sepuluh)

meter, maka terdakwa langsung cabut pistol di pinggangnya dan sambil terus

berlari terdakwa melepaskan tembakan peringatan ke udara sebanyak 3 (tiga)

kali.

- Bahwa oleh karena melihat mobil Avanza tersebut tidak juga berhenti, maka

(10)

memperhatikan keadaan di sekitarnya yang ramai oleh lalu lalang kendaraan

dan orang, terdakwa langsung mengarahkan pistolnya ke arah mobil Avanza

dan melepaskan tembakan ke arah mobil Avanza sebanyak 2 (dua) kali

tembakan, dimana saat itu jarak antara terdakwa dengan mobil Avanza sekitar

15 (lima belas) meter.

- Bahwa pada saat terdakwa melepaskan tembakan tersebut, pada saat bersamaan

ada korban Jasian yang sedang melintas dengan mengendarai sepeda motor

Yupiter BK 2757 UZ berlawanan arah dengan terdakwa dalam posisi sejajar

dengan mobil Avanza yang menjadi sasaran tembakan terdakwa tersebut.

- Bahwa dari 2 (dua) kali tembakan yang dilepaskan oleh terdakwa, ternyata satu

peluru tidak dapat mengenai sasaran mobil Avanza tersebut, melainkan

menyamping ke kanan dan akibatnya peluru tersebut mengenai kepala korban

Jasian sehingga korban Jasian langsung tersungkur jatuh dari sepeda motor

yang dikendarainya tersebut.

- Bahwa akibat dari peluru yang ditembakkan terdakwa mengenai korban Jasian,

maka perbuatan terdakwa tersebut korban Jasian meninggal dunia sesuai

Visum Et Repertum No. 69/III/IKK/VER/2007 tanggal 22 Maret 2007 dari

Instalasi P.I/Kedokteran Kehakiman Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota

Medan yang ditandatangani oleh pemeriksa Prod. Dr. H. Amar Singh, SpF (K),

DFM, yang menerangkan hasil pemeriksaannya.9

Berdasarkan atas kutipan putusan No. 239/Pid.B/2007/PN.Bj, tersebut

maka dapat dilihat bahwa faktor utama penyebab polisi salah tembak adalah karena

9

(11)

kurangnya faktor kehati-hatian.

Apabila ditelaah dari prosedur penggunaan senjata dalam melakukan

tindakan sehubungan dengan tugas kepolisian maka dapat dilihat selain faktor

kekurang hati-hatian pihak Polri maka dalam kajian faktor lainnya yang ditemukan

adalah kurang tepatnya prosedur penggunaan senjata api oleh pihak kepolisian.

Berikut akan diuraikan dua faktor tersebut, yaitu:

Kurang hati-hati.

Kurang hati-hati dapat dikatakan tidak seksama, atau sembrono. Seorang Polri

yang sedang bertugas dan dilengkapi dengan senjata api tentunya memiliki

sikap yang penuh dengan kewaspadaan dalam menggunakan senjata apinya

dalam bertugas. Selain berfungsi untuk melindungi dirinya dari ancaman

pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, senjata api tersebut dipergunakan

sebagai sarana melumpuhkan target. Suatu peristiwa yang memberikan akibat

bagi seorang Polri untuk mempergunakan senjata api, maka Polri tersebut harus

melakukan identifikasi terhadap lingkungan sekitarnya dan juga target

ancaman bagi dirinya dan juga target yang akan dilumpuhkan. Polemik ini

akan memberikan kesadaran bagi Polri untuk bersikap hati-hati. Tetapi

sebaliknya apabila Polri tidak berhati-hati maka penggunaan senjata apinya

tersebut akan dapat mengenai objek yang lain seperti masyarakat umum. Oleh

sebab itu maka kurang hati-hati pada dasarnya merupakan suatu sikap Polri

yang tidak dapat menempatkan pemakaian senjata api pada suatu kondisi

tertentu sehubungan dengan pekerjaannya menggunakan senjata api.

(12)

Polri dalam memakai senjata api tentunya dibekali dengan prosedur. Seperti

apabila ingin menangkap target seorang penjahat yang melarikan diri, seorang

Polri tentunya harus terlebih dahulu memberikan peringatan berupa perintah

dan tembakan ke atas. Terkadang prosedur tersebut dilanggar sehingga seorang

anggota Polri sedemikian saja melakukan penembakan. Pada kondisi ramai

seorang Polri tentunya dilarang mempergunakan senjata api dalam menangkap

targetnya. Tetapi disebabkan tidak tepat menerapkan prosedur maka prosedur

tersebut dilanggar, sehingga mengakibatkan tertembaknya masyarakat umum.

Dalam menjalankan setiap tugas ada etika yang harus dijaga dan dijunjung

oleh anggota kepolisian Republik Indonesia (POLRI). Ketika aparat kepolisian

mendapat gaji, tunjangan dan fasilitas dari negara, tentunya itu semua didapatkan

karena mereka memiliki tugas menjaga keamanan negara. Tempaan fisik dan

pendidikan militer termasuk amanat memegang senjata dimaksudkan untuk

mendukung tugas mulia yang mereka emban.

Prinsip-prinsip penggunaan kekerasan dan senjata api oleh polisi pada

dasarnya termasuk dalam prinsip-prinsip dasar PBB tentang penggunaan kekerasan

dan senjata api oleh petugas penegak hukum yang diadopsi dari kongres PBB ke-8

tentang Perlindungan Kejahatan dan Perlakuan terhadap pelanggar hukum di

Havana Kuba, dari tanggal 27 Agustus sampai 7 September 1990. 43 Tata tertib

bagi Petugas Penegak Hukum PBB (diadopsi oleh Resolusi Dewan Umum 34/168,

tanggal 17 Desember 1979) juga menekankan prinsip-prinsip ini. Dan sebagai

salah satu negara anggota PBB, Indonesia khususnya Polri mempunyai kewajiban

(13)

Penggunaan Kekerasan Dan Senjata Api oleh Penegak Hukum adalah:

1. Cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu. Kekerasan hanya dipakai bila sangat perlu.

Kekerasan dipakai hanya untuk tujuan penegakan hukum yang sah.

Tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk menggunakan kekerasan yang tidak berdasarkan hukum.

Penggunaan kekerasan harus selalu proporsional dengan tujuannya (yang sesuai dengan hukum).

Harus ada pembatasan dalam penggunaan kekerasan. Kerusakan dan luka-luka harus dikurangi

.Harus tersedia berbagai jenis alat yang dipakai dalam penggunaan kekerasan yang beragam.

Semua petugas harus dilatih dalam menggunakan berbagai peralatan yang dipakai dalam berbagai penggunaan kekerasan yang beragam.

Semua petugas harus dilatih tentang menggunakan cara-cara tanpa kekerasan.10

Prinsip-prinsip dasar PBB tentang penggunaan Kekerasan dan Senjata Api

oleh petugas penegak hukum ini, walaupun bukan merupakan sebuah perjanjian

internsional, tetapi merupakan sebuah perangkat yang bertujuan memberikan

panduan bagi negara-negara anggota dalam pelaksanaan tugas mereka untuk

menjamin dan memajukan peran petugas penegak hukum secara benar. Dengan

demikian, ada pemahaman mendasar bahwa prinsip-prinsip ini harus diperhatikan

dan dihormati oleh pemerintah dalam kerangka perundang-undangan dan praktek

nasional, dan harus menjadi perhatian petugas penegak hukum dan orang lain,

seperti hakim, jaksa, pengacara, orang-orang yang duduk dalam pemerintahan dan

legislatif serta masyarakat umum.

Pembukaan undang-undang ini menekankan pentingnya bagi pemerintahan

nasional untuk memperhatikan prinsip-prinsip yang termuat di dalam perangkat

tersebut, dengan cara menyesuaikan dengan perundang-undangan dan praktek

10

(14)

nasional. Untuk memperoleh informasi tentang penggunaan dan penerapan

peraturan ini, negara-negara anggota menyediakan informasi tentang uji dan

pelatihan khusus bagi petugas penegak hukum sebelum mereka diizinkan untuk

menggunakan kekerasan atau senjata api, selain informasi tentang

peraturan-peraturan secara rinci mengenai penggunaan kekerasan dan senjata api oleh

petugas penegak hukum secara umum terhadap orang yang sedang ditahan atau

pada saat melakukan tugas kepolisian terhadap kegiatan berkumpul secara

melanggar hukum.

Ketentuan tentang pelatihan dan ujian khusus penggunaan kekerasan dan

senjata api dalam prinsip-prinsip dasar penggunaan kekerasan dan senjata api

menyatakan bahwa pemerintah dan pihak yang berwenang harus memastikan dan

menjamin bahwa Polri harus dilengkapi dengan keahlian dan kemampuan yang

memadai tentang penggunaan kekerasan dan senjata api.

Selain harus memperhatikan dan mematuhi prinsip-prinsip dasar tentang

penggunaan kekerasan dan senjata api, aparat penegak hukum juga harus

memperhatikan dan mematuhi prinsip-prinsip dasar dalam penegakan hukum,

yaitu:

Legalitas

Prinsip ini berarti bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh anggota Polri, harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Prinsip legalitas dalam Hak Asasi Manusia tidak hanya diatur dalam perundang-undangan nasional, tetapi juga secara internasional.

(15)

anggota Polri tidak dapat bertindak di luar hukum yang sah (tidak bertindak sewenang-wenang).

Nesesitas

Nesesitas berarti sebuah keadaan yang mengharuskan anggota polisi untuk melakukan suatu tindakan, atau menghadapi kejadian yang tidak dapat dihindarkan atau dielakkan sehingga terpaksa melakukan tindakan yang membatasi kebebasan seseorang.

Pada penggunaan kekerasan dan senjata api, prinsip ini diterapkan pada saat keadaan tidak dapat dihindarkan atau tidak dapat dielakkan, sehingga

penggunaan kekerasan dan senjata api merupakan satu-satunya tindakan yang harus dilakukan.

Artinya bahwa tidak ada cara lain untuk memecahkan masalah tersebut dalam mencapai sasaran yang diharapkan. Dalam semua keadaan, penggunaan senjata api yang mematikan hanya dapat digunakan secara tegas guna melindungi kehidupan (prinsip-prinsip dasar penggunaan kekerasan dan senjata api, prinsip Nomor 9). Maksud kehidupan disini adalah nyawa warga masyarakat yang tidak bersalah, anggota Polri dan tersangka.

Proporsionalitas

Prinsip proporsionalitas dalam penegakan hukum, tidak bisa disamakan dengan

arti kata yang sama dalam tindakan anggota Angkatan Bersenjata (armed

forces), dalam perpolisian, prinsip proporsionalitas tidak berarti menggunakan

alat/peralatan yang sama dengan yang digunakan oleh tersangka, misalnya

dalam keadaan tersangka menggunakan senjata api, tidak secara langsung Polri

juga menggunakan senjata api.

Selain itu, apabila tujuan penggunaan kekerasan dan senjata api sudah

terpenuhi, maka penggunaan kekerasan harus dihentikan. Proporsionalitas adalah

penggunaan kekerasan dan senjata api yang sesuai, berdasarkan tujuan yang

dicapai dan tidak melebihi batas. Anggota Polri harus menerapkan prinsip

proporsionalitas dalam setiap tindakan, terutama pada saat penggunaan kekerasan

dan senjata api (hanya pada saat sangat dibutuhkan). Prinsip proporsionalitas

(16)

berhadapan dengan keadaan sebagai berikut:

Tindakan tersangka dan penggunaan sarana/peralatan (senjata api, pisau dan

lain-lain).

Keadaan yang mendadak menimbulkan risiko kematian (warga masyarakat,

petugas kepolisian dan tersangka).

Kondisi atau keadaan yang penuh bahaya, ancaman terhadap jiwa, keadaan ketika

bahaya atau ancaman sudah sangat dekat untuk terlaksana.

Risiko dengan kemungkinan penggunaan senjata api dan kekerasan akan terjadi,

petugas harus mampu menentukan tingkatan penggunaan kekerasan yang akan

digunakan.

Tata tertib bagi Petugas Penegak Hukum pasal 3 menjelaskan bahwa

petugas penegak hukum hanya boleh menggunakan kekerasan bila sangat

diperlukan dan hanya sebatas yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan

mereka. Anggota Polri tidak boleh menggunakan senjata api untuk melawan orang

yang dihadapi, kecuali dalam rangka membela diri atau membela orang lain ketika

menghadapi ancaman nyawa atau luka yang parah, dan untuk mencegah kejahatan

lain yang mengancam nyawa. Yang termasuk kasus-kasus pengecualian adalah

penahanan seseorang yang membahayakan, yang melakukan perlawanan atau

berkemungkinan melarikan diri dari anggota polisi, juga baik tindakan-tindakan

yang lebih lunak tidak efektif lagi.

Dalam situasi apapun penggunaan kekerasan dan senjata api secara sengaja

dan mematikan hanya diizinkan jika sangat diperlukan untuk melindungi nyawa

(17)

sebagai berikut:

1. Senjata api hanya boleh dipakai dalam keadaan-keadaan luar biasa. 2. Senjata api hanya boleh dipakai untuk membela diri atau membela orang

lain terhadap ancaman kematian atau luka-luka.

3. Untuk mencegah terjadinya kejahatan berat yang melibatkan ancaman terhadap nyawa.

4. Untuk menahan atau mencegah larinya seseorang yang membawa, mengancam dan yang sedang berupaya melawan usaha untuk menghentikan ancaman tersebut.

5. Dalam setiap kasus, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.

6. Penggunaan kekerasan dan senjata api dengan sengaja, hanya dibolehkan bila benar-benar untuk melindungi nyawa manusia.11

Secara rinci prosedur penggunaan senjata api bagi aparat kepolisian adalah

sebagai berikut:

a. Petugas harus menyebutkan dirinya sebagai anggota polisi.

b. Petugas harus memberi peringatan secara jelas.

c. Petugas harus memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi.

d. Hal ini tidak perlu dilakukan bila pengunduran waktu akan mengakibatkan.

kematian atau luka berat terhadap petugas tersebut atau orang lain atau,

e. Bila jelas-jelas tidak dapat ditunda dalam situasi tersebut.

f. Tindakan polisi setelah menggunakan senjata api, yaitu:

1. Memberi bantuan medis bagi setiap orang yang terluka (korban dan

penyerang yang memerlukan perawatan medis).

2. Memberitahukan kepada keluarga atau kerabat korban akibat penggunaan

senjata api.

3. Penyidikan harus diijinkan bila diminta atau diperlukan.

11

(18)

4. Menjaga tempat kejadian perkara untuk penyelidikan lebih lanjut.

5. Membuat laporan terinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api

Hal-hal yang sangat relevan dengan prinsip-prinsip dasar penggunaan

kekerasan dan senjata api adalah pemerintah dan lembaga penegak hukum harus

mengadopsi dan menerapkan peraturan dan perundang-undangan tentang

penggunaan kekerasan dan senjata api terhadap orang lain melalui petugas penegak

hukum.

Dalam mengembangkan aturan dan peraturan tersebut, pemerintah dan

lembaga penegak hukum harus senantiasa meninjau kembali persoalan-persoalan

etika yang berkaitan dengan penggunaan kekerasan dan senjata api. Badan

pemerintah dan lembaga penegak hukum harus menetapkan prosedur pelaporan

dan peninjauan yang efektif tentang semua kejadian dan harus melengkapi anggota

polisi dengan berbagai jenis senjata api dan amunisi yang memungkinkan

penggunaan kekerasan dan senjata api yang beragam, termasuk senjata yang tidak

mematikan dan peralatan bela diri lainnya.

Sejauh mungkin petugas penegak hukum harus menggunakan tindakan

tanpa kekerasan sebelum memutuskan untuk menggunakan kekerasaan atau senjata

api. Dalam penggunaan kekerasan dan senjata api, petugas penegak hukum harus

mempertimbangkan bahwa tindakannya yang tidak memadai dapat menyebabkan

kematian.

Ada saatnya peningkatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia sukar

dilakukan, misalnya pada saat terjadi kerusuhan massal atau pada saat aparat

(19)

demikian itulah biasanya negara melakukan pengurangan kewajibannya terhadap

konvensi yang disepakati. 49 Akan tetapi ketika hal ini terjadi, petugas penegak

hukum tetap mempunyai tanggung jawab yang sepenuhnya harus dilaksanakan,

yaitu:

1. Menghargai dan melindungi hak-hak yang tidak dapat dikurangi pada setiap

saat dan dalam keadaan apapun.

2. Mematuhi tindakan-tindakan tersebut, dengan tetap melindungi hak-hak asasi

lainnya, menyusul dilakukannya tindakan pengurangan oleh pemerintah.

Anggota polisi mempunyai posisi yang sah secara hukum untuk membatasi

hak-hak seseorang dalam masyarakat, terutama mereka yang dicurigai melakukan

kejahatan. Kendati demikian, ada faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam hal

pembatasan hak-hak seseorang. Untuk itu, penting bagi anggota polisi untuk

memahami peran mereka sebagai pelindung dan penegak Hak Asasi Manusia

setiap orang dalam masyarakat.

Apabila hal ini tidak diperhatikan oleh pihak kepolisian, maka tindakannya

tersebut akan sangat membahayakan citra institusi kepolisian. Pihak kepolisian

harus memperhatikan tiga tingkat prioritas keamanan sebelum menggunakan

kekerasan dan senjata api yaitu:

a. Keamanan masyarakat atau pihak ketiga (setiap warga Negara)

Keamanan Polri

Keamanan pelanggar hukum12

Selain itu, semua petugas penegak hukum harus dilatih dalam

12

(20)

menggunakan berbagai peralatan yang dipakai dalam berbagai penggunaan

kekerasan yang beragam dan petugas penegak hukum harus dilatih tentang

menggunakan cara-cara tanpa kekerasan. Dan harus ada pembatasan dalam

penggunaan kekerasan, kerusakan dan luka-luka harus dikurangi serta harus

tersedia berbagai jenis alat yang dipakai dalam penggunaan kekerasan yang

beragam. Selain itu dalam memilih kekerasan yang akan digunakan, Polri harus

memperhatikan tingkat kerjasama si tersangka dalam situasi tertentu serta

mempertimbangkan rangkaian logis dan hukum sebab akibat. Dalam situasi

tersebut polisi harus memutuskan cara apa yang akan ditempuh, teknik spesifik dan

tingkat kekerasan yang akan digunakan berdasarkan keadaan. Penggunaan

kekerasan secara progresif/tingkat kekerasan menyiratkan penilaian terhadap tiga

situasi yaitu:

Adanya atau tidak adanya kerjasama dari tersangka (kepatuhan terhadap perintah

Polri):

1) Bekerjasama: tersangka mematuhi perintah Polri

2) Perlawanan pasif: tersangka menolak perintah Polri tetapi pada tingkat

verbal

3) Perlawanan aktif: tersangka menunjukkan sikap yang berlawanan ketika dia

ditangkap, tidak mematuhi polisi bahkan sebaliknya memelototi Polri

4) Agresif tingkat I, tidak mau mematuhi: tersangka secara fisik menolak

ketika ditangkap, mengancam Polri dengan menggunakan kekuatan fisik

5) Agresi tingkat II, tersangka menunjukkan ancaman fisik dan kematian bagi

(21)

a. Persepsi atas risiko yang timbul dari penerapan kekerasan

Dalam situasi kritis ketika secara umum nyawanya terancam, Polri harus mengevaluasi situasi tersebut dalam waktu secepat mungkin dengan menilai hal-hal di bawah ini:

1) Tindakan tersangka

2) Kondisi risiko (bagi warga, Polri dan tersangka) dan

3) Risiko yang muncul, agar dapat memutuskan tingkat kekerasan yang akan

digunakan.

Dengan demikian, penting bagi petugas penegak hukum untuk mendapatkan pelatihan yang cukup, dilengkapi dengan pengetahuan tentang teknik

penggunaan kekerasan, cara-cara yang sesuai untuk berbagai situasi serta keahlian yang benar yang akan memberikan rasa percaya diri ketika memilih tingkat kekerasan yang sesuai.

c. Tingkat kekerasan

Langkah-langkah Polri dalam berbagai tingkatan kekerasan/tahap penggunaan

kekerasan dan senjata api:

1) Kehadiran Polri

Kehadiran polisi yang berseragam dianggap sebagai tindakan pencegahan kejahatan. Polri tidak harus berbadan besar, yang dulu merupakan suatu keharusan di banyak negara. Polri yang dilatih dengan baik, yamg memiliki pengetahuan teknis dan taktis, pengetahuan lengkap tentang tugas kepolisian, dan memiliki etika, adalah sifat-sifat utama yang dapat menjadi penangkal yang efektif terhadap terjadinya kejahatan.

2) Negosiasi

(22)

Melakukan kontak visual atau pengendalian kontak dengan tersangka, sadar atas apa yang mereka lakukan serta mengantisipasi apa yang akan mereka lakukan, adalah hal-hal yang sangat penting untuk menghindari risiko yang tidak perlu.

3) Penggunaan tangan kosong

Mengharuskan anggota Polri berada dalam kondisi fisik yang bugar sehingga mampu menghentikan tersangka atau melakukan intervensi dalam situasi yang beresiko. Anggota Polri yang tidak bugar akan mengalami kesulitan menangkap dan menahan tersangka terutam ketika tersangka melawan. Karena itu, sangat penting bagi Polri untuk senantiasa berlatih secara fisik, yang

memungkinkannya berada dalam kondisi fisik yang prima, yang membuatnya mampu menggunakan metode atau teknik bela diri bila diperlukan.

4) Penggunaan teknik melumpuhkan

Mencakup penggunaan tongkat yang biasa dipakai Polri atau cara-cara lain

(tongkat, tameng dan lain-lain) yang paling sesuai dengan keadaan.

Alat-alat tersebut hanya boleh dipakai ketika teknik-teknik tanpa kekerasan

terbukti tidak efektif dalam situasi tersebut dengan mempertimbangkan

prinsip-prinsip legalitas dan proporsionalitas.

5) Penggunaan zat kimia

Zat kimia (gas air mata, bom asap pemedih, dan sejenisnya) dapat digunakan jika situasi (massa) bertindak anarkis/brutal dan tidak terkendali dengan tetap mempertimbangkan Prinsip-prinsip Dasar Penegakan Hukum.

6) Penggunaan tindakan yang mematikan

Senjata api atau peralatan yang lain dapat digunakan hanya untuk melindungi nyawa manusia. Hal ini meliputi nyawa korban, nyawa warga, atau penonton, polisi serta pelanggar hukum atau penjahat itu sendiri.

Ketika menggunakan senjata api polisi harus:

1. Menyatakan identitas dirinya

2. Menyatakan maksudnya dengan jelas bila berkaitan dengan penggunaan

senjata api.

3. Memberi cukup waktu sehingga peringatan diperhatikan kecuali jika jelas

(23)

Dalam rangkaian tugasnya (pelindung dan pelayan) polisi memang

diberikan kewenangan untuk menggunakan senjata dan kekerasan, aparat

kepolisian diberikan kewenangan untuk menggunakan kekuatan guna memaksa

seseorang atau kelompok agar mematuhi aturan sebagi inti dari demokrasi (Law

enforcement in democratic society).

Kewenangan ini telah dimuat dengan tegas dalam Resolusi 34/169 majelis

umum PBB, yang tertuang dalam code of conduct for law enforcement dengan

prinsip dasar mengizinkan aparat penegak hukum menggunakan kekerasan dalam

menjalankan tugasnya. Namun harus diingat bahwa resolusi ini juga memuat tiga

asas esensial seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu asas legalitas (legality),

kepentingan (necessity) dan proporsional (proportionality), artinya sekalipun

aparat kepolisian diberikan kewenangan untuk menggunakan senjata dan

kekerasan, namun mereka memiliki kewajiban untuk mengendalikan sekaligus

mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan kondisi

lapangan sebab jika tidak, tindakan tersebut akan dianggap penggunaan kekerasan

berlebihan (excessive use of force) dan penyalahgunaan wewenang (abuse of

Referensi

Dokumen terkait

Setalah menganalisis bentuk dan dampak tindak kriminla yang dilakukan oleh Benjamin Engel dalam film who am I karya Baran Bo Odar, penulis memiliki bebrapa

kolom yang telah disediakan sesuai dengan skor yang anda berikan pada masing –.. masing sampel tersebut untuk

Kristalografi adalah studi ilmiah kristal dan pembentukannya.Kristal tunggal juga disebut sebagai monokristalin, yaitu suatu padatan kristal yang mempunyai

Peralatan yang digunakan terdiri dari Tong, pengaduk, pompa aerasi, dan saringan dari pasir. Kegunaan dari masing-masing peralatan adalah sebagai berikut:.. Drum tersebut

a) Mekanik robot merupakan anggota badan robot, yang dapat terbuat dari bermacam-macam bahan baik dari logam, maupun dari bahan non-logam, misalkan kayu, acrylic,

Tahap Uji Kinerja Bahan Bakar Solar + Bioaditif Pada Mesin Diesel LIPI Serpong……….36a. Uji

Berdasarkan pembahasan atas permasalahan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : UUPK dan UU ITE telah mampu memberikan perlindungan hukum yang memadai

Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sumber magnet permanen menghasilkan medan magnet yang lebih stabil yang dapat dilihat dari hasil pengukuran