• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Liberalisasi Pendidikan Dalam Kerangka GATS : Kajian Hukum Terhadap Pendirian Perguruan Tinggi Asing Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Liberalisasi Pendidikan Dalam Kerangka GATS : Kajian Hukum Terhadap Pendirian Perguruan Tinggi Asing Di Indonesia"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia baik

untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat serta untuk kemajuan bangsa dan

negara. Hal ini diakibatkan oleh kontribusi pendidikan tersebut pada berbagai sektor

kehidupan baik ekonomi, kemanusiaan, demokrasi dan lain sebagainya. Pada bidang

ekonomi misalnya hasil penelitian Katharina Michaelowa menunjukkan bahwa

pendidikan memberi dampak kepada individu dan lingkungannnya melalui peningkatan

pendapatan dan kesiapan memasuki lapangan kerja (micro) yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja (macro).1

Gbr 1. Dampak Pendidikan Tehadap Ekonomi

Sumber : Katharina (2000)

1

Katharina Michaelowa. Returns to Education in Low Income Countries: Evidence for Africa

Diakses dari Diakses dari http://www1.aucegypt.edu/src/skillsdevelopment/pdfs/returns%20to%20educati

(2)

Deepa Rawat mengatakan bahwa “education is the engine of economic growth and sosial change. ... Education not only increases the economic returns but also has a significant effect on poverty, income distribution, health, fertility, mortality, population growth and overall quality of human life. Jauh sebelumnya, Immanuel Kant sebagaimana dikutip oleh Moira Murphy mengatakan bahwa “ the purpose of education is to train children, not only with reference to their success in the present state of society, but also to be a better possible state in accordance with an ideal conception of humanity”.2

Bangsa-bangsa di dunia melalui Universal Declaration on Human Rights 1948 3

dan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights mengakui bahwa

“ … that education shall enable all persons to participate effectively in a free society, promote understanding, tolerance and friendship among all nations and all racial, ethnic or religious groups, and further the activities of the United Nations for the maintenance of peace“4

Dari penjelasan di atas maka sangat tepat apa yang dikatakan Presiden Amerika

Serikat, Barrack Obama, dalam pidatonya di Wakefield High School di Arlington menyatakan bahwa “ What you're learning in school today will determine whether we as a nation can meet our greatest challenges in the future.

.

5

2

Moira Murphy. Experience in The Internationalization of Education : Strategies To Promote

Equality of Opportunity at Monterrey Tech., diakses dari

3

Article 26

4

Article 1.3 GATS

5 Obama's speech on importance of education

(3)

Robert Sedgwick mengatakan “in most countries around the world, education has traditionally been viewed as a public good 6 provided and guaranteed by the state”.7 Status public goods/service yang disandang oleh pendidikan sangat penting dalam mengimplementasikan tanggungjawab negara dalam penyediaan dan pendanaan

pendidikan tersebut. Sandy Baum mengatakan “The concept of public goods is central to economic analysis of the role of government in the allocation of resources”.8

Dari konteks pendanaan pendidikan, konsep pendidikan sebagai layanan publik

lebih terlihat pada pendidikan dasar.Hal ini sejalan sejalan dengan amanat Universal Declaration on Human Rights 1948 bahwa “ everyone has the right to education. Education shall be free, at least in the elementary and fundamental stages. Elementary education shall be compulsory. Technical and professional education shall be made generally available and higher education shall be equally accessible to all on the basis of merit.” Konsep tersebut menunjukkan bahwa negara hanya berkewajiban untuk

6

Publik service adalah jasa yang disediakan oleh negara kepada masyarakat yang tinggal di wilayah hukumnya baik secara langsung melalui sektor publik ataupun melalui sektor swasta yang dibiayainya. Jasa yang demikian harus tersedia kepada setiap orang tanpa tergantung pada jumpah pendapatan mereka

7

Robert Sedgwick. The Trade Debate in International Higher Education Diakses dari

Menurut Markus, pemahaman terhadap publik service dapat dilakukan dengan tiga pendekatan. Pendekatan pertama berbasis pada apa yang disupply (what is supplied). Misalnya pendidikan, kesehatan, transportasi publik, dll. Pendekatan kedua berbasis pada kepada siapa jasa tersebut diberikan dan dengan persyaratan apa (whom and under which conditions the service is supplied). Pendekatan ketiga berbasis pada siapa yang akan memberikan pelayanan tersebut (who is supplying the service). Dengan pendekatan ini bahwa suatu jasa disebut publik service jika pengadaannya ada pada badan publik. Baca : Markus Krajewski. Publik Services And The Scope Of The General Agreement On Trade In Services (GATS), A Research Paper For Center For International Environmental Law (CIEL), Geneva, May 2001. Hal 4

Akses terhadap layanan publik yang baik merupakan satu hak yang paling dasar yang dapat dituntut oleh warga negara dari Pemerintah sebagai kompensasi atas pembayara pajak mereka. ( Open Publik Services White Paper. Diunduh dari http://files.openpublikservices.cabinetoffice. gov.uk/OpenPublik Services-WhitePaper.pdf pada tanggal 10 Des.2012)

8

Sandy Baum. Is Education a Public Good or a Private Good? Dapat diakses pada http://chronicle

(4)

mendanai pendidikan dasar, sementara untuk pendidikan tinggi negara hanya

berkewajiban untuk menyediakannya yang terbuka untuk umum tanpa diskriminasi.

Dengan demikian, kebijakan (pendanaan) pemerintah terhadap pendidikan tinggi

kondisional. Camelia Stejar mengatakan “ countries that have a low inclusion rate of high-school graduates in universities, perhaps the term “public good” is still fully associated with higher education” 9

Sandy Baum da

tidak murni sebagai public goods karena masyarakat yang tidak sanggup membayar tidak dapat menikmati pendidikan tersebut. Seseorang yang menikmati pendidikan

tinggi memperoleh manfaat langsung dari jasa pendidikan tinggi yang diperolehnya

seperti mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Namun masyarakat juga mendapat

manfaat dari jasa pedidikan tinggi yang diterima orang lain karena tamatan perguruan

tinggi tersebut akan memberi kontribusi melalui inovasi dan kreativitasnya pada

masyarakat sekitarnya.10

Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan dibentuknya

pemerintahan Indonesia adalah untuk mencerdaskan bangsa. Dengan demikian

pendidikan merupakan mission of state. Hal ini kemudian dipertegas di dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (SPN) dimana salah satu tujuan

pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

9

Camelia Stejar . Higher Education: Public Good Or Public Service? Analysis from the perspective of International. Management & Marketing. Challenges for the Knowledge Society. Vol. 6, No.1. 2011. hlm 150

10

(5)

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis.

Dengan perkataan lain bahwa walaupun Pemerintah tidak berkewajiban secara penuh

pada pendanaan pendidikan tinggi, statusnya adalah sebagai layanan social negara

kepada warga negara atau sebagai layanan publik. UU No.25 tahun 2005 tentang

Layanan Publik secara eksplisit menyatakan bahwa pendidikan merupakan layanan

publik.

Hakikat pendidikan sebagai layanan publik sebagaimana dijelaskan di atas mulai

mengalami pergeseran sejak lahirnya WTO dan disepakatinya perjanjian internasional

GATS tahun 1994, karena di dalam perjanjian tersebut, secara eksplisit dinyatakan

bahwa pendidikan merupakan komoditas yang dapat diperdagangkan secara

internasional. Melalui GATS, negara-negara anggota WTO sepakat untuk meliberalisasi

jasa pendidikan tinggi. Bagi Indonesia, pendidikan sebagai layanan publik secara juridis

mengalami distorisi sejak Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian internasional

tersebut melalui UU No. 7 tahun 1994 tentang Ratifikasi Perjanjian Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement on Estabilishing the World Trade organization)11

Bagi Indonesia, pergesaran paradigma pendidikan tinggi sebagai layanan publik

menjadi komoditas perdagangan internasional paling tidak menimbulkan dua

karena secara juridis, Indonesia telah menerima konsep pendidikan sebagai komoditas sebagaimana diatur di dalam GATS.

11

(6)

permasalahan mendasar. Permasalahan pertama adalah kemampauan lembaga

pendidikan tinggi Indonesia bersaing dengan pendidikan tinggi asing. Di kawasan Asia,

mutu perguruan tinggi Indonesia berada pada peringkat 15 persen terendah dari 77

perguruan tinggi. Di tingkat ASEAN, perguruan tinggi Indonesia hanya berada pada

ranking 11. 12

Tim Graewert menyebutkan bahwa konflik hukum terjadi jika dua atau lebih

norma hukum yang berbeda secara substansi ditujukan pada objek yang sama, dan oleh

karena itu harus dibuat pilihan hukum yang akan digunakan. “ ... a conflict of law results from two or more norms which are different in substance but apply to the same or similar facts, and whose application would lead to contrary decisions, so that a choice must be made between them

Permasalahan mendasar yang kedua adalah permasalahan hukum. Sebagai

negara yang berdaulat, Pemerintah Indonesia berkewajiban melaksanakan amanat

konsitusi dan aturan perundang-undangan; dalam hal ini memperlakukan pendidikan

sebagai layanan publik. Pada sisi lain, sebagai bagian dari komunitas internasional,

Indonesia harus menghormati segala kesepakatan yang sudah dicapai di dalam

WTO/GATS , termasuk meliberalisasi pendidikan tinggi sebagai komoditas. Dengan

demikian, dalam memandang pendidikan tinggi, Pemerintah Indonesia terikat pada dua

hukum yang saling kontradiksi, yaitu UUD 1945 dan aturan perundang-undangan

lainnya sebagai hukum nasional dan GATS sebagai perjanjian/ hukum internasional.

13

12

Sofyan Effendi. Capital Flight” dan Pendidikan Tinggi. Diakses dari http://sofian.staff.ugm. ac.id/artikel/Capital-Flight-PT.pdf pada tanggal 14 September 2012

13

Tim Graewert. Conflicting Laws And Jurisdictions In The dispute settlement process of Regional

trade agreements and the WTO. Diunduh dari

(7)

Pilihan hukum sebagaimana disampaikan Tim Graewert di atas tidak diterapkan di

dalam rejim WTO/ GATS. Konsep yang justru dipakai adalah unifikasi dan harmonisasi

hukum dimana secara keseluruhan isi perjanjian tersebut menjadi bagian dari sistem

hukum nasional negara-negara anggota WTO, dan implementasinya akan diatur melalui

peraturan nasional masing-masing (domestic regulation). Hal ini berarti bahwa konsep pendidikan sebagai komoditas mengikat Indonesia yang implementasinya akan diatur

selanjutnya melalui aturan perundang-undangan nasional.

Solly Lubis mengatakan bahwa ketergantungan Indonesia yang tinggi pada

negara-negara maju membuat Indonesia harus pragmatis. Dengan perkataan lain bahwa

Indonesia tidak bisa mengisolasi diri dari kecenderungan yang terjadi di dunia karena

alasan tidak sesuai dengan konstitusi.

Indonesia tidak dapat mengelakkan diri dari lilitan gurita neo liberalisme itu karena bagaimanapun muluk dan idealnya nilai-nilai yang paradigmatik dalam Pancasila dan UUD kita, namun karena faktor ketergantungan (dependancy) kita kepada negara – negara lain amat kuat, maka tidak mungkin strategi politik dapat kita lakukan secara mendasar (grounded) sesuai dengan nilai nilai ideologis kita, sehingga dalam beberapa hal kita terpaksa memilih jalan pragmatis, untuk memenuhi kepentingan kita yang mendesak.14

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan rangkaian pemaparan di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan pendidikan tinggi sebagai subsistem dari Sistem

Pendidikan Nasional di Indonesia ?

14

(8)

2. Bagaimana eksistensi pendidikan tinggi asing dalam perundang-undangan di

bidang pendidikan di Indonesia ?

3. Bagaimana dampak GATS terhadap pengaturan pendidikan tinggi di Indonesia ?

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tentang pengaturan pendidikan tinggi sebagai sub Sistem

dari Sistem pendidikan nasional.

2. Untuk mengetahui eksistensi pendidikan tinggi asing dalam aturan

perundang-undangan di Indonesia.

3. Untuk mengetahui dampak GATS terhadap pengaturan pendidikan tinggi di

Indonesia

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran untuk kajian selanjutnya dalam menempatkan pendidikan tinggi Indonesia

dari pespektif layanan publik dan komoditas menurut aturan perundang-undangan yang

berlaku.

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dipergunakan oleh Pemerintah Pusat dan

Daerah dalam membuat kebijakan dan aturan hukum di bidang pendidikan tinggi, dan

oleh DPR atau DPRD dalam merumuskan undang-undang atau peraturan daerah dalam

bidang pendidikan tinggi . Hasil penelitian ini juga akan dapat dimanfaatkan oleh para

(9)

dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perguruan tinggi secara umum, dan dalam

menjalin kerjasama dalam bidang pendidikan tinggi dengan pihak asing secara khusus.

E. Keaslian Penelitian

Sesuai dengan hasil penelusuran yang dilakukan Penulis di Perpustakaan

Universitas Sumatera Utara, dan melalui Internet, tidak ditemukan penelitian dengan

judul atau kajian yang sama. Namun demikian, ditemukan beberapa penelitian yang

membahas tentang pendidikan tinggi dalam hubungannya dengan WTO/ GATS:

1. Que Anh Dang, mahasiswa magister bisnis di Copenhagen Business School,

dengan judul tesis Internationalisation of Higher Education in China and Vietnam: From Importers of Education to Partners In Cooperation. Penelitian ini membahas tentang :

a. Alasan China dan Vietnam melaksanakan internasionalisasi pendidikan

tinggi,

b. Perbedaan strategi yang dilaksanakan China dan Vietnam dalam

internasionalisasi pendidikan tinggi

c. Cakupan dampak WTO/GATS terhadap pelaksanaan dan kebijakan cross border education di China dan Vietnam.

2. Aleš Vlk, mahasiswa doktoral di Universiteit Twente, dengan judul desertasi

Higher Education And GATS. Regulatory Consequences and Stakeholders’ Responses.” Penelitian ini membahas tentang :

(10)

b. Posisi dan pengaruh para pemangku kepentingan dalam negosiasi GATS

pada bidang pendidikan tinggi

c. Faktor-faktor yang relevan memberi dampak pada kapasitas negara dalam

bidang pendidikan tinggi

3. Nasir Karim, mahasiswa doktoral jurusan Manajemen pada Qurtuba University of Science & Information Technology, Korea Selatan dengan judul thesis

Managing Higher Education In Pakistan Under GATS Environment. Penelitian ini membahas tentang bagaimana pengelolaan pendidikan tinggi di Pakistan

dalam kerangka GATS.

4. Cibele Cessa, mahasiswa Magister Universiteit Van Amsterdam, dengan judul

tesis Internationalisation of Higher Education in Brazil: The debate on GATS and Other International Cooperation Initiatives” Tesis ini membahas tentang : a. Pihak-pihak yang terlibat dalam Sistem pendidikan tinggi Brazil dalam

internasionalisasi pendidikan tinggi khususnya dalam komitmen yang

diberikan di dalam GATS.

b. Alasan-alasan dan kepentingan yang mendorong Brazil lebih memilih kerja

sama Internasional daripada GATS

c. Alasan para pihak Non Government tidak setuju dengan kerjasama

internasional pendidikan tinggi.

Ditinjau dari bidang ilmu dan objek kajian yang dibahas pada penelitian-penelitian

di atas tidak terdapat kesamaan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini.

(11)

dicantumkan sumber dan nama penulisnya sebagaimana mestinya. Dengan demikian,

keaslian penelitian dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka teori

Solly Lubis mengatakan bahwa landasan teori merupakan kerangka pemikiran,

butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem)

yang dijadikan sebagai pegagangan teoritis dalam membuat kerangka berpikir dalam

penulisan.15

Teori-teori yang digunakan sebagai kerangka berpikir dalam menjawab

permasalahan dalam penelitian ini adalah teori Sistem Hukum dan teori Monisme.

Teori Sistem hukum merupakan teori yang membahas tentang bekerjanya

komponen-komponen hukum secara sistematis dalam mencapai tujuan hukum, sementara teori

monisme membahas tentang hubungan hukum nasional dan hukum internasional.

a. Teori Sistem Hukum

Sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (whole compound of several parts). Sistem merupakan suatu kebulatan yang memiliki unsur-unsur dan peran yang saling berkaitan

dan saling mempengaruhi.16 Masing-masing unsur harus dilihat dalam kaitannya

dengan unsur-unsur lain sehingga keseluruhannya seperti mozaik atau legpuzzle17

15

M.Solly Lubis. Filsafat Ilmu dan Penelitian. (Bandung: Mandar Madju, 1994) hal.80

.

16

Soewandi, Diktat Pengantar Ilmu Hukum, (Salatiga: FH UKSW, 2005) hal. 65

17

(12)

Sistem hukum berfungsi untuk menjaga atau mengusahakan keseimbangan tatanan

dalam masyarakat (restitutio in integrum)18

Friedman menjelaskan bahwa sistem hukum adalah satu kesatuan hukum yang

tersusun dari tiga unsur, yaitu substansi hukum (legal substance) , struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture).

Substansi hukum merupakan materi, norma atau aturan hukum yang menjadi

panduan dan tolak ukur dalam berperilaku yang wujudnya dalam bentuk

perundang-undangan atau aturan hukum. “ The substance is composed of substantive rules and rules about how instututions should behave.”19

Struktur hukum adalah organisasi atau insitusi yang merupakan rangka dari Sistem

hukum tersebut. The structure of the system is it’s skeletal framework; it is the permanent shape, the institutional body of the system.

Beberapa substansi hukum yang berkenaan dengan pendidikan tinggi di Indonesia yang masih berlaku diantaranya adalah

UU No. No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 12 tahun 2012

tentang Pendidikan Tinggi, PP No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan, PP No. 66 tahun 2010 Tentang Perubahan atas PP No. 17

tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

20

18I

bid, hal 31

Struktur hukum berfungsi

sebagai pelaksana dari substansi hukum, dalam bidang pendidikan diantaranya adalah

Depdikbud, , BP-PTS, BAN PT, Kopertis, termasuk perguruan tinggi itu sendiri.

19

Lawrence M. Friedman. The Legal System: A Sosial Science Perspective, (New York: Russell Sage Foundation, 1975) Hal. 11-16

Mengenai substansi hukum, L.A Hart menjelaskan bahwa Sistem hukum terdiri dari “primary rules” dan “secondary rules”. Primary rules adalah norma prilaku dan secondary rules merupakan norma yang mengatur norma-norma tersebut.( H.L.A Hart. The concept of law, 1961. Hal 91-92)

20Ibid

(13)

Budaya hukum adalah nilai-nilai, sikap, prilaku, atau cara pandang masyarakat

terhadap hukum. “ Legal culrure is the element of sosial attitude and value. Legal Structure refers to those parts of general culture – custom, opinions, ways of doing and thinking-that bend sosial forces toward or away from the law and in particular ways”21 Budaya hukum sebagai kekuatan sosial berperan penting dalam menentukan efektifitas

substansi hukum. “ What gives life and reality to the legal system is the outside, sosial world. The legal system is not insulated or isolated; it depends absolutely on inputs from outside”22

Abduh Manan mengatakan tingkat kesadaran hukum tercermin dari kepatuhan dan

ketaatan masyarakat terhadap hukum tersebut.

23

Paul Scholten bahkan mengatakan

kesadaran hukum adalah dasar sahnya hukum positif (hukum tertulis) karena tidak ada

hukum yang mengikat masyarakat kecuali atas dasar kesadaran hukum, karenanya

kesadaran hukum adalah sumber dari semua hukum.24

Substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum ini sebagai satu sistem merupakan satu kesatuan yang bekerja secara sistematis dalam mencapai tujuan hukum

tersebut. “A legal system in actual operation is a complex organism in which structure, substance, and culture interact.”

25

Sebagai contoh bagaimana ketiga unsur hukum tersebut berinteraksi satu sama lain

dapat dilihat dari contoh berikut. Pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu

Abdul Manan,. Aspek-aspek Pengubah Hukum. (Jakarta: Kencana. 2009 ) . hal.19-20

24

Kesadaran Hukum. diakses dari hukum/ pada tanggal 30 Maret 2012

25

(14)

pendidikan, telah mensyaratkan guru harus minimal berijajah sarjana (S1) 26. Melalui

ketentuan ini Pemerintah mengharapkan guru-guru yang belum berpendidikan sarjana

untuk dapat melanujutkan kuliah mereka ke jenjang Sarjana. Kenyataanya ada

oknum-oknum guru yang justru memperoleh ijajah Sarjana dengan cara-cara yang tidak

semestinya, misalnya membeli ijajah. 27 Praktik yang demikian juga terjadi pada profesi

lainnya, bahkan ada aknum-oknum yang berani menggunakan ijazah palsu untuk

mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI.28 Hal tersebut merupakan prilaku atau

budaya hukum yang konradiktif dengan tujuan dibuatnya UU No. 14 Tahun 2005

tersebut. Praktik tersebut semakin langgeng karena tidak berfungsinya Legal structure

dalam melakukan pengawasan.29

Dari contoh di atas, UU No. 14 Tahun 2005 tersebut merupakan legal substance, sementara prilaku guru yang memperoleh ijajah Strata Satu dengan cara yang tidak

sesuai dengan aturan perundang-undangan merupakan legal culture. Sementara perguruan tinggi yang mengeluarkan ijajah tersebut atau lembaga yang gagal mengawasi

26

Pasal 8 dan 9 UU Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen

27

Seorang guru berijazah palsu lulus uji kompetensi. Diakses dari http://www.antaranews. com/berita/315404/seorang-guru-berijazah-palsu-lulus-uji-kompetensi pada tanggal 17 Januai 2013.

Fenomena jual beli gelar selain tak bisa dilepaskan dari adanya permintaan pasar tenaga kerja yang berlabel legal formal, juga berkolaborasi dengan konsumerisme yang mengedepankan budaya instan. Gelar akademik pun dianggap sebagai komoditas yang bisa dikonsumsi dalam arti dibeli untuk dipajang dan dikoleksi. Mereka yang gemar mengoleksi berbagai gelar akademik seperti Dr/PhD, MA, MBA, MSc dan Profesor, mulai dari pengusaha, anggota DPR(D), bupati, gubernur, pejabat militer, polisi hingga pendeta. (Baca: “Jual Beli Gelar Akademik” dapat diakses dari read/?id=21328)

28

Anggota DPR Ketahuan Pakai Ijazah Palsu. Diakses dari Juli 2012.

29

(15)

peguruan tinggi tersebut merupakan legal structure. Kegagalan salah satu dari unsur sistem hukum ini bekerja akan berakibat pada tidak tercapainya tujuan hukun

(pendidikan) itu sendiri.

Hukum selalu berada pada status “law in the making”, tidak bersifat final. Hukum harus selalu peka terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat, baik lokal,

nasional, maupun global. Namun tujuan perubahan hukum tersebut harus dipastikan

untuk melindungi rakyat.30

GATS merupakan legal substance yang akan mengubah legal culture kita, atau

legal culture masyarakat internasional yang telah merubah legal substance kita. Pemerintah sebagai legal structure yang memiliki otoritas yang paling dominan harus mampu memastikan bahwa ketiga unsur tersebut tertata rapi untuk menciptakan

sinergitas dalam mencapai tujuannya, dalam hal ini tujuan pendidikan nasional.

Oleh karena itu membuat atau menghilangkan substansi

hukum akan selalu terjadi sebagai respon atas perubahan jaman.

b. Teori Monisme

Dalam perkembangan teori-teori hukum, ada dua aliran besar mengenai hubungan

antara hukum nasional dengan hukum internasional; Monisme dan Dualisme.31

30

Satjipto Rahardjo; Hukum Progresif. Sebuah Sintesa Hukum Indonesia . (Jogyakarta:Genta Publishing.2009). hal 18

Menurut

teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua Sistem hukum

yang berbeda. Dilihat dari sumber hukum, maka hukum internasional bersumber dari

kehendak negara-negara, sedangkan sumber hukum nasional bersumber dari kehendak

negara. Agar hukum internasional berdampak pada hukum nasional terlebih dahulu

31

(16)

harus diadopsi sesuai dengan sistm yang berlaku di negara tersebut sehingga ketika

diaplikasikan tetapi menjadi hukum nasional. 32

Menurut teori Monisme bahwa hukum nasional dan internasional merupakan satu

kesatuan yang terdiri dari aturan-aturan yang mengikat baik kepada negara, individu,

maupun subjek selain negara sehingga akan memunculkan adanya hirarki diantara

keduanya. Hukum nasional dan internasional yang diterima oleh negara melalui traktat

menentukan apakah satu perbuatan hukum tertentu legal atau tidak. Segera pemerintah

menandatangani atau meratifikasi satu perjanjian internasional, maka pada saat itu juga

hukum internasional telah menjadi bagian dari Sistem hukum nasional yang tidak

memerlukan interpretasi, modifikasi, atau penyesuaian sehingga dapat langsung di

aplikasikan atau digunakan oleh masyarakat dan penegak hukum. S. K. Verma

mengatakan bahwa menurut teori Monisme hukum internasional dan hukum nasional

merupakan hukum yang berasal dari sumber sama, yaitu hukum alam dan sama-sama

mengikat negara dan individu

33

Pertanyaan yang muncul dari teori Monisme ini adalah jika terjadi konflik antara

hukum nasional dan hukum internasional, kepentingan hukum mana yang dimenangkan.

Pertanyaan tersebut kemudian melahirkan dua pendapat yang disebut dengan Primat

Hukum Nasional dan Primat Hukum internasional.

34

32

Boleslaw Adam Boczek .International Law: A Dictionary. (Marland.Scarecrow Press.Inc.2007) Hal. 6

33

S. K. Verma . An Introduction To Publik International Law.(PHI.2004). Hal 48

34

(17)

Menurut paham Hukum Primat Internasional bahwa hukum nasional bersumber dari

hukum internasional maka jika terjadi konflik diantara kedua hukum tersebut hukum

internasional harus menang dan tidak dapat dibatasi oleh aturan-aturan yang terdapat di

dalam hukum nasional. 35

Berangkat dari teori tersebut di atas, maka tindakan Pemerintah Indonesia yang

meratifikasi pembentukaan WTO melalui UU No.7 tahun 1994 berakibat pada

masuknya segala perjanjian yang terdapat di dalam WTO dalam hal ini GATS tersebut

ke dalam sistem hukum Indonesia,.

Sedangkan menurut Hukum Primat Nasional bahwa hukum

internasional bersumber dari hukum nasional dengan alasan bahwa tidak ada satu

organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara di dunia ini. Alasan

kedua adalah bahwa yang menjadi dasar dari hukum internasional untuk mengatur

hubungan internasional merupakan wewenang negara-negara untuk mengadakan

perjanjian-perjanjian internasional.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan tinggi di Indonesia

merupakan layanan publik, sementara dalam WTO/GATS pendidikan tinggi merupakan

komoditas yang diliberalisasi dalam perdagangan internasional. Kedua fakta ini telah

menimbulkan permasalahan hukum, dimana terjadi konflik dalam memandang

pendidikan tinggi, yaitu sebagai layanan publik (domestic rule) dan komoditas (GATS).

2. Kerangka Konseptual

Di dalam penelitian hukum normatif maupun sosiologis atau empiris, dimungkinkan

untuk menyusun kerangka konsepsionil yang didasarkan atau diambil dari peraturan

35

(18)

perundang-undangan tertentu. Biasanya kerangka konsepsionil tersebut sekaligus

merumuskan defenisi-defenisi tertentu yang dapat dijadikan pedoman operasionil di

dalam proses pengumpulan,analisis, dan konstruksi data. 36

a. Liberalisasi pendidikan adalah proses penghapusan atau pengurangan

hambatan-hambatan dalam perdagangan jasa pendidikan secara internasional

dalam bentuk aturan perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan .

Untuk menghindari

kesalahan ( misinterpretation), ada beberapa konsep yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini, yaitu :

b. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah

yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan

doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

c. Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan

tinggi.

d. Pendirian Perguruan Tinggi adalah pembentukan akademi, politeknik, sekolah

tinggi,institut, atau universitas oleh nagara atau lembaga pendidikan asing di

Indonesia.

e. General Agreement on Trade and Services (GATS) adalah perjanjian internasional dibidang perdagangan jasa yang dihasilkan oleh WTO sebagai aturan perdagangan jasa internasional.

36

(19)

f. Modes of Supply adalah cara atau modus yang dipergunakan dalam melakukan perdagangan internasional dibidang jasa yaitu Cross border supply,

Consumption Abroad, Commercial Presence dan Presence of Natural Person. g. Eksistensi artinya “hal berada, keberadaan”37

G. Metode Penelitian

. Eksistensi pendidikantinggi

asing yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah adalah keberadaan

pendidikan tinggi asing di Indonesia.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah penelitian normatif yaitu penelitian

yang mengacu pada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat di dalam

peraturan perundang-undangan. Menurut Ronald Dworkin bahwa penelitian normatif

disebut juga sebagai penelitian doktrinal yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik

sebagai law as it is written in the book maupun law as it is decided by the judge through judicial process.38 Penelitian yang demikian dikenal sebagai penelitiam hukum normatif yang bersifat kualitatif.39

37

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.Edisi keempat (Jakarta:Gramedia Pustaka Jaya,2008)

Penelitian hukum normatif bersifat kualitatif

didasarkan pada alasan bahwa analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan

dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau

38

Ronald Dworkin, dalam Bismar Naution., Metode Penelitian Normatif dan Perbandingan Hukum. Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada MajalahAkreditasoi, Fakultas Hukum USU.TANGGAL 18 Pebruari 2003.Hal. 1

39Ibid.

(20)

modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang

dikumpulkan.40

2. Sumber Data

Penelitian yuridis normatif lebih menekankan pada data sekunder atau data

kepustakaan yang sumber datanya terdiri dari bahan hukum primer yakni bahan hukum

yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan SPN, pendidikan

tinggi,dan perjanjian internasional pada perdagangan jasa, diantaranya adalah :

a. UUD 1945

b. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

c. UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

d. UU No. 7 tahun 1994 tentang Ratifikasi Perjanjian Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia (Agreement on Establishing the World Trade Organization)

h. PP Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

i. PP No. 66 tahun 2010 Tentang Perubahan atas PP No. 17 tahun 2010 Tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

j. Kepmendikbud No. 234/U/2000 Tentang Pedoman pendirian perguruan tinggi

k. GATS Agreement

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, terdiri atas buku-buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para ahli,

makalah-makalah, dan media internet. 41

40Ibid.

Hal. 38

Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang

41

(21)

memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus umum dan kamus hukum. 42

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

kepustakaan dengan mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap

peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar, bahan

kuliah yang relevan. 43

4. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dipilah-pilah untuk mendapatkan

pasal-pasal, kaidah-kaidah yang mengatur tentang pendidikan tinggi, penyelenggaraan

pendidikan asing, serta ketentuan-ketentuan dan aturan, prinsip perdagangan jasa di

dalam GATS.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yakni

dengan memilih teeori-teori, asas-asas norma-norma, serta pasal-pasal yang terdapat di

dalam aturan perundang-undangan yang relevan, yaitu yang berkaitan dengan

penyelenggaraan pendidikan tinggi baik yang diselenggarakan oleh PTN, PTS maupun

Perguruan Tinggi Asing (PTA), serta pengaturan perdagangan jasa yang diatur di dalam

GATS Agreement. Data tersebut dianalisis secara kualitatif dan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data

sehingga dapat member jawaban terhadap masalah yang telah dirumuskan.

42

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.Jakarta.(PT Raja Grafindo Persada.2001) Hal. 195-196.

43

Referensi

Dokumen terkait

menginginkan kinerja lebih baik untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya di daerah. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, yang mana tugas makin

• Sebagai bagian dari Sistem Hukum, ruang lingkup politik hukum pidana mencakup bidang substansi hukum, bidang struktur hukum dan bidang kultur hukum;.. • Dari substansi yang

Dalam penelitian ini angket digunakan untuk mengumpulkan data tentang motivasi shalat dhuha siswa hubungannya dengan akhlak mereka sehari-hari, operasional

Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni menjelaskan dan menguraikan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan kaidah-kaidah yang terkandung dalam

%O 278 3M Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kamu menyembelih untuk qurban melainkan yang Musinnah telah berganti gigi kecuali jika sukar didapati,

Untuk memperkuat kompetensi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Unesa membentuk Pusat Bahasa Mandarin yang terletak di pusat Kota Surabaya, agar mudah dijangkau oleh

benar-benar dari pengangguran, ke- luarga miskin dan memiliki motivasi untuk maju. Peserta yang lolos seleksi ditetapkan oleh panitia pengelola pro- gram dan diberitahu

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas yang berkaitan dengan pengaruh variabel Size, Profitabilitas, Leverage,Kepemilikan Manajerial,Kepemilikan Institusi