• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI - Analisis Metode Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fahp) Dalam Menentukan Posisi Jabatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI - Analisis Metode Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fahp) Dalam Menentukan Posisi Jabatan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan yang diajukan serta membantu dalam penyusunan instrument penelitian.

2.1 Definisi Model

Representasi sistem atau masalah berdasarkan model dapat dilakukan dengan berbagai macam tingkat abstraksi.

2.1.1 Model iconik (skala)

Sebuah model iconik, model abstraksi terkecil adalah replika fisik sebuah sistem, biasanya pada suatu skala yang berbeda dari aslinya. Model iconik dapat muncul pada tiga dimensi (miniature maket), sebagaimana pesawat terbang, mobil, jembatan, atau alur produksi. Photografi adalah jenis model skala iconik yang lain, tetapi hanya dalam dua dimensi.

2.1.2 Model analog

Sebuah model yang tidak tampak mirip dengan model aslinya, tetapi bersifat seperti sistem aslinya. Model analog lebih abstrak dari model iconik dan merupakan perpresentasi simbolik dari realitas. Model ini biasanya berbentuk bagan atau diagram 2 dimensi, dapat berupa model fisik, tetapi bentuk model berbeda dari bentuk sistem nyata. Berikut beberapa contoh lain :

1. Bagan organisasi yang menggambarkan hubungan struktur otoritas, dan tanggung jawab.

2. Sebuah peta dimana warna yang berbeda menunjukkan obyek yang berbeda misalnya sungai atau pegunungan.

(2)

2.1.3 Model matematik (quantitatif)

Kompleksitas hubungan pada banyak sistem organisasional tidak dapat disajikan secara model icon atau model analog, atau representasi semacam itu malah dapat menimbulkan kesulitan dan membutuhkan banyak waktu dalam pemakaiannya. Oleh karena itu model yang tepat dideskripsikan dengan model matematis.

2.2 Konsep pengukuran kinerja

Pengukuran kinerja adalah tindakan yang dilakukan terhadap aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksana suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.

a) Menelusuri kinerja terhadap pelanggan sehingga akan membawa motivasu pegawai.

b) Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses jenjang karir pegawai sesuai yang diharapkan.

2.3 Sistem Pendukung Keputusan

(3)

memperoleh pemahaman mengenai permasalahan, trade off antara obyektif-obyektif yang ada, dan mendukung proses pengambilan keputusan.

2.3.1 Tujuan sistem pendukung keputusan

Tujuan sistem pendukung keputusan yang akan dicapai adalah:

1. Membantu manajer membuat keputusan untuk memecahkan masalah semiterstruktur.

2. Mendukung penilaian manajer bukan mencoba menggantikannya

3. Meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan manajer dari pada efisiensinya.

2.3.2 Karakteristik dan kemampuan sistem pendukung keputusan

1. Sistem Pendukung Keputusan menyediakan dukungan untuk pengambil keputusan utamanya pada keadaan-keadaan semistruktur dan tidak terstruktur dengan menggabungkan penilaian manusia dan informasi komputerisasi. 2. Menyedikan dukungan untuk tingkat manajerial mulai dari eksekutif sampai

manajer.

3. Menyedikan dukungan untuk kelompok individu, problem-problem yang kurang terstruktur memerlukan keterlibatan beberapa individu dari departemen-departemen yang lain dalam organisasi.

4. Sistem pendukung keputusan menyediakan dukungan kepada independen atau keputusan yang berlanjut.

5. Sistem pendukung keputusan memberikan dukungan kepada semua fase

dalam proses pembuatan keputusan intelligence design, choice dan

impelementasi.

6. Sistem pendukung keputusan mendukung banyak proses dan gaya pengambilan keputusan.

7. Sistem pendukung keputusan adaptive terhadap waktu, pembuat keputusn harus reaktif bias menghadapi perubahan-perubahan kondisi secara cepat dan merubah system pendukung keputusan harus fleksibel sehingga pengguna dapat menambah, menghapus, mengkombinasikan, merubah dan mengatur kembali terhadap elemen-elemen dasar.

(4)

kemampuan penggunaan grafik yang tinggi dan bahasa untuk berinteraksi dengan mesin seperti menggunakan bahasa inggris maka akan menaikan efektifitas dari sistem pendukung keputusan.

9. Sistem pendukung keputusan menaikkan efektifitas pembuatan keputusan baik dalam hal ketepatan waktu dan kualitas bukan pada biaya pembuatan keputusan atau biaya pemakaian waktu komputer.

10. Pembuat keputusan dapat mengontrol terhadap tahapan-tahapan pembuatan keputusan seperti pada tahap intelegence, choice dan implementation dan sistem pendukung keputusan diarahkan untuk mendukung pada pembuat keputusan bukan menggantikan posisinya.

11. Memungkinkan pengguna akhir dapat membangun sistem sendiri yang sederhana. Sistem yang besar dapat dibangun dengan bantuan dari spesialis sistem informasi.

12. Sistem pendukung keputusan menggunakan model-model standar atau buatan pengguna untuk menganalisa keadaan-keadaan keputusan. Kemampuan

modeling memungkinkan bereksperimen dengan strategi yang berbeda-beda dibawah konfigurasi yang berbeda-beda pula.

13. Sistem pendukung keputusan mendukung akses dari bermacam-macam sumber data, format, dan tipe, jangkauan dari sistem informasi geografi pada orientasi obyek.

2.4 Pemodelan Sistem Pendukung Keputusan

Karakteristik utama dari sistem pendukung keputusan adalah memasukkan sedikitnya satu model. Ide dasarnya adalah melakukan analisis sistem pendukung keputusan pada sebuah model realitas, dari pada analisis pada sistem nyata itu sendiri.

2.5 Multi Criteria Decision Making (MCDM)

(5)

MCDM memiliki beberapa langkah proses. Menurut Jung oleh Ziller, et al (2008:1), mengusulkan proses sebagai berikut:

1. Membangun model untuk menjelaskan sistem testruktur, komponen, dan interaksi antar kriteria.

2. Definisi tujuan.

3. Spesifikasi kriteria yang relevan untuk mengidentifikasi tujuan diinginkan dan tidak diinginkan.

4. Menciptakan dan mengidentifikasi alternative yang mungkin.

5. Mencoba alternative pilihan yang ada, apakah sudah mampu memenuhi tujuan yang akan dicapai.

6. Menganalisa dampak alternative pilihan yang ada.

7. Menimbang dan mengurutkan dari alternative pilihan sesuai dengan preferensi pengambil keputusan.

2.6 Pengertian AHP ( Analitycal Hierarchy Process )

(6)

2.6.1 Prinsip-Prinsip AHP

Menurut Hartono, et al (2013)

1. Decomposition, setelah persoalan didefinisikan, dilakukan dekomposisi yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hierarki.

2. Comparative Judgement, membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Hasil penilaian akan lebih baik jika disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.

3. Synthesis of Priority, dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari

eigen vector-nya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat,maka untuk mendapatkan global priority

harusdilakukan sintesa diantara local priority.

4. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna :

a) Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokan sesuai dengan ke seragaman dan relevansi.

(7)

Tabel 2. 1 Kriteria Pembobotan Metode AHP Saaty (1990)

2.6.2 Kelebihan dan Kelemahan AHP

Metode AHP telah banyak penggunaannya dalam berbagai skala bidang kehidupan. Kelebihan metode AHP ini dibandingkan dengan pengambilan keputusan criteria majemuk lainnya adalah :

1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub – sub kriteria yang palling dalam.

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkosistensi berbagai criteria dan alternative yang dipilih oleh para pengambil keputusan.

3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.

Inten Keterangan Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada Elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting dari pada elemen lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari pada elemen lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

(8)

4. Metode AHP memiliki keunggulan dari segi proses pengambilan keputusan dan akomodasi untuk atribu – atribut baik kuantitatif maupun kualitatif.

5. Metode AHP juga mampu menghasilkan hasil yang lebih konsisten dibandingkan dengan metode – metode lainnya.

6. Metode pengambilan keputusan AHP memiliki system yang mudah dipahami dan digunakan.

Kelemahan – kelemahan penggunaan metode AHP yaitu :

1. Responden yang dilibatkan harus memiliki pengetahuan yang cukup dalam (expert) mengenai permasalahan dan tentang AHP itu sendiri.

2. AHP tidak dapat diterapkan pada suatu perbedaan sudut pandang yang sangat tajam atau ekstrim dikalangan responden.

2.6.3 Langkah – langkah Metode AHP

Adapun langkah yang dipergunakan dalam metode AHP, yaitu : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan – tujuan, criteria dan kemungkinan alternatif – alternatif pada tingkatan criteria yang paling bawah.

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relative atau pengaruh setiap elemen terhadap masing – masing tujuan atau criteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruh sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

(9)

7. Mengikuti vector eigen di setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vector eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mesintesis judgement dalam penentuan prioritas elemem – elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10% maka penilaian data judgement harus diperbaiki.

Secara naluriah manusia dapat mengestimasi besaran sederhana melalui inderanya. Proses paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan yang dapat dipertanggungjawabkan, untuk itu Saaty menetapkan skala kuantitatif 1 sampai 9 untuk menilai secara perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen lain.

2.6.4 Struktur Hirarki

Hirarki adalah gambaran dari permasalahan yang kompleks dalam struktur banyak tingkat dimana tingkat paling atas adalah tujuan dan diikuti tingkat kriteria, subkriteria dan seterusnya ke bawah sampai pada tingkat yang paling bawah adalah tingkat alternatif. Hirarki menggambarkan secara grafis saling ketergantungan elemen-elemen yang relevan, memperlihatkan hubungan antar elemen yang homogen dan hubungan dengan sistem sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Satty (1994)

Tujuan

Kritetia 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Kriteria 5 Kriteria 6

Alternatif 1 Alternatif 2

(10)

Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP, dilakukan dengan menggunakan matriks. Misalkan, dalam suatu subsistem operasi terdapat n elemen operasi, yaitu elemen-elemen operasi A1,A2, …, An, maka hasil perbandingan secara

berpasangan elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks perbandingan seperti pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2. 2 Matriks Perbandingan Berpasangan

A1 A2 … An

A1 a11 a12 … a1n

A2 a21 a22 … a2n

: : : : :

An an1 an2 … \ann

Matriks A (nxn) merupakan matriks resiprokal dan diasumsikan terdapat n elemen yaitu w1, w2, …, wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai (judgement)

perbandingan secara berpasangan antara (wi, wj) dapat dipresentasikan seperti matriks

tersebut, lihat persamaan dibawah ini:

wi = a(i, j) ; I, j = 1, 2, …, n ... (2.1)

wj

Matriks A merupakan matris perbandingan dengan unsur-unsur adalah aij, dengan I, j

= 1, 2, …, n. Unsur-unsur matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya tingkat hirarki yang sama. Matriks itu dikenal juga dengan sebutan Pairwise Comparison Judgement Matrices (PCJM). Vektor pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan sebagai vector w, dengan w (w1, w2,…, wn), sehingga nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 terhadap A2

(11)

Tabel 2. 3 Matriks perbandingan dengan nilai intensitas

orang-orang yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis. Bila matriks ini dikalikan dengan vector kolom w = w1, w2, …, wn, maka A dengan nilai eigen n.

Persamaan tersebut akan dilihat seperti gambar berikut:

w1 w1 … w1

Variabel n pada gambar dapat digantikan secara umum dengan sebuah vector λ dalam persamaan berikut :

Aw = λw

Dimana λ = (λ1, λ2, …, λn) ... (2.3)

Setiap λn yang memenuhi persamaan diatas disebut sebagai eigen value, sedangkan

vector w yang memenuhi persamaan diatas tersebut dinamakan eigen vector.

Matriks A adalah suatu matriks resiprokal dengan nilai aii = 1 untuk semua I,

sehingga memenuhi persamaan berikut : Apabila matriks A adalah matriks yang konsisten maka semua eigen value bernilai 0 kecuali satu yang bernilai sama dengan n. Bila matriks A adalah matriks yang tak

(12)

konsisten, variasi kecil atas aij akan membuat eigen value paling besar, λmax tetap

dekat dengan n, dan eigen value lainnya mendekati nol. Nilai λmax dapat dicari dengan

persamaan berikut :

Aw = λmax w atau [ A –λmax I ] = 0 ……….. (2.5)

Dimana I adalah matriks identitas.

Nilai vector bobot w dapat dicari dengan mensubtitusikan nilai λmax ke dalam

persamaan Aw = λmax w.

Pada prakteknya, kondisi yang konsisten akan sulit didapat. Nilai aij akan

menyimpang dari rasio wi /wj sehingga dengan demikian persamaan Aw = nw tidak

akan terpenuhi. Deviasi λmax dari n merupakan suatu parameter Consistency Index (CI)

yang dirumuskan sebagai berikut :

CI = ... (2.6)

Nilai CI tidak akan berarti bila tidak terdapat acuan untuk menyatakan apakah CI menunjukkan suatu matriks yang konsisten. Saaty memberikan acuan dengan melakukan perbandingan acak terhadap 500 buah sample. Saaty berpendapat bahwa suatu matriks yang dihasilkan dari perbandingan yang dilakukan secara acak merupakan suatu matriks yang mutlak tak konsisten. Pada matriks acak tersebut diperoleh nilai CI, yang disebut dengan Random Index ( RI ), sehingga dengan membandingkan CI dengan RI akan didapatkan acuan untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matriks, yang disebut dengan Consistency Ratio ( CR ), melalui persamaan berikut :

(13)

Tabel 2. 4 Nilai Random Index Orde Matrik

s 1 2 3 4 5 6 7 8 9

RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 Orde Matrik

s 10 11 12 13 14 15

RI 1.49 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59

Saaty menerapkan bahwa suatu matriks perbandingan adalah konsistensi bila nilai CR tidak lebih dari 0.1 ( 10% ).

2.6.5 Analisis Bobot Metode AHP

Dalam pencarian bobot metode AHP dilakukan langkah-langkah tersebut: a. Membuat struktur hirarki dengan kriteria-kriteria.

b. Perhitungan bobot kriteria dengan cara :

1. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontibusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing kriteria dengan kriteria lainnya.

2. Menghitung Total Prioritas Value untuk mendapatkan bobot kriteria dengan cara seperti yang terlihat pada tabel 2.5 dan tabel 2.6 berikut :

Tabel 2. 5 Penjumlahan Kolom

K1 K2 … Kn

K1 Nilai perbandingan K11 +… … +…

K2 Nilai perbandingan K12 +… … +…

K3 Nilai perbandingan K13 +… … +…

: : : : :

Kn Nilai perbandingan K1n +… … +…

(14)

Tabel 2. 6 Penjumlahan Baris

K1 K2 … Kn TPV

K1 Nilai perbandingan K11 / Σkolom +… … +… Σbaris1n/n

K2 Nilai perbandingan K12 / Σkolom +… … +… Σbaris2n/n

K3 Nilai perbandingan K13 / Σkolom +… … +… Σbaris3n/n

: : : : : :

Kn Nilai perbandingan K1n / Σkolom +… … +… Σbarisnn/n

Keterangan : K = Kriteria

n = Banyaknya kriteria TPV = Total Priority Value

3. Nilai TPV yang didapat merupakan nilai bobot untuk setiap kriteria. c. Memeriksa konsistensi matriks perbandingan suatu kriteria.

Adapun langkah-langkah dalam memeriksa konsistensi adalah sebagai berikut : 1. Pertama bobot yang didapat dari nilai TPV dikalikan dengan nilai-nilai elemen

matriks perbandingan yang telah diubah menjadi bentuk desimal, dan dilanjutkan dengan menjumlahkan entri-entri pada setiap baris, dapat dilihat pada tabel 2.7 dibawah ini :

Tabel 2. 7 Perkalian TPV dengan elemen matriks

K TPV K1 TPV K2 TPV Kn

K1 Nilai perbandingan K11 x TPV K1 … Nilai perbandingan K1n x TPV Kn

K2 … … …

K3 … … …

: : : :

(15)

2. Kemudian jumlah setiap barisnya, dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut :

Tabel 2. 8 Penjumlahan Baris Setelah Perkalian

K TPV K1 TPV K2 … TPV Kn Σbaris

K1 Nilai perbandingan K11 * TPV K1 +… … +… Σbarisk1

K2 … +… … +… …

K3 … +… … +… …

: : : : : :

Kn Nilai perbandingan Kn1 * TPV Kn +… … +… Σbariskn

3. Kemudian mencari λmaks, pertama-tama mencari nilai rata-rata setiap kriteria

atau subkriteria yaitu jumlah hasil pada langkah no.2 diatas yaitu Σbaris dibagi

dengan TPV dari setiap kriteria.

Σbaris K1 TPV K1 λmaks K1

… ÷ … = …

Σbaris Kn TPV Kn λmaksKn ……… (2.8)

Kemudian akan diperoleh λmaks dengan cara sebagai berikut :

λmaks= λmaks K1+ … + … + λmaks Kn ÷ n ……….... (2.9)

Keterangan :

λmaks = nilai rata – rata dari keseluruhan kriteria

n = jumlah matriks perbandingan suatu kriteria

4. Setelah mendapatkan λmaks, kemudian mencari Consistency Index ( CI ), yaitu

dengan persamaan :

CI = ………. (2.10)

(16)

CR = ……… (2.11)

6. Matriks perbandingan dapat diterima jika Nilai Rasio Konsistensi ≤ 0.1, jika nilai CR > 0.1 maka pertimbangan yang dibuat perlu diperbaiki.

2.7 Fuzzy Analytical Hierarcy Process (FAHP)

Terdapat banyak literatur yang menyebutkan ketidaktepatan keputusan dalam penggunaan perbandingan rasio. Secara umum kebanyakan manusia tidak dapat membuat perkiraan kuantitatf. Ketidakjelasan keputusan pilihan membuatn ketidakkonsistenan dalam menetapkan keputusan.

Fuzzy AHP adalah metode analisis yang dikembangkan dari AHP tradisional. Walaupun AHP biasa digunakan dalam menangani kriteria kualitatif dan kuantitatif pada MCDM namun fuzzy AHP dianggap lebih baik dalam mendeskripsikan keputusan yang samar-samar daripada AHP tradisional. (Boender et all, 1989; Buckley, 1985/a, 1985/b, Chang, 1996; Laarhoven dan Pedrycz, 1983; Lootsma, 1997; Ribeiro, 1996).

Dalam system yang lebih kompleks, pengalaman dan penilaian manusia sering digambarkan dalam bentuk linguistic dan pola yang tidak jelas. Oleh karena itu, gambaran yang lebih baik dapat dikembangkan ke dalam bentuk data kuantitatif dengan menggunakan teori fuzzy. Di sisi lain, metode AHP sering digunakan pada aplikasi yang bersifat crisp. AHP tradisional masih tidak dapat mewakili penilaian manusia. Untuk menghindari risiko tersebut, fuzzy AHP dikembangkan untuk memecahkan masalah fuzzy berhirarki. Witjaksono (2009)

2.8 Triangular Fuzzy Number (TFN)

(17)

Tabel 2. 9 Skala perbandingan tingkat kepentingan fuzzy

NO Tingkat

Skala Fuzzy

Invers

Skala Fuzzy Definisi Variable Linguistik

1 (1,1,1) (1,1,1)

Perbandingan dua kriteria yang sama 2 1= (1/2,1,3/2) (2/3,1,2) Dua elemen mempunyai kepentingan

yang sama

3 3 = (1,3/2,2) (1/2,2/3,1) Satu elemen sedikit lebih penting dari yang lain

4 5 = (3/2,2,5/2) (2/5,1/2,2/3)

Satu elemen lebih penting dari yang lain 5 7 = (2,5/2,3) (1/3,2/5,1/2) Satu elemen sangat lebih penting dari

yang lain

Gambar

Tabel 2. 1 Kriteria Pembobotan Metode AHP Saaty (1990)
Gambar 2. 1 Struktur Hirarki Model AHP
Tabel 2. 2 Matriks Perbandingan Berpasangan
Tabel 2. 3 Matriks perbandingan dengan nilai intensitas
+5

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS OPTIMALISASI STRATEGI MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS FAHP PADA KOPERASI SENTRA DANA Skripsi Sebagai Salah Satu

Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia dengan Pendekatan Human Resources Scorecard dan Alat Ukur Omax Objective Matrix pada Bagian Produksi PT.. Fajarindo Faliman