• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendidikan Kesehatan - Pengaruh Pendidikan Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SMA Negeri 1 Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendidikan Kesehatan - Pengaruh Pendidikan Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SMA Negeri 1 Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat 2014"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan pada hakikatnya adalah proses komunikasi yang bertujuan untuk

menyampaikan informasi atau pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,

dan minat serta perhatian peserta didik (Haryoko, 2009). Pendidikan mendorong

terciptanya manusia yang memiliki kemampuan optimal. Kemampuan tersebut dapat

berupa pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang berguna untuk

mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Menurut Wood yang dikutip oleh Supariasa (2012) Pendidikan kesehatan

adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh serta menguntungkan terhadap

kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan

perorangan, masyarakat dan bangsa. Intinnya adalah bagaimana seseorang dapat

berperilaku agar dapat meningkatkan dan memelihara kesehatannya.

Adapun tujuan utama dari pendidikan kesehatan adalah agar seseorang

mampu menetapkan masalah dan kebutuhannya sendiri, memahami apa yang dapat

mereka lakukan terhadap masalahnya dengan sumber daya yang ada pada mereka

ditambah dengan dukungan dari luar, selain itu pendidikan kesehatan juga bertujuan

untuk memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup

(2)

Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan kesehatan pada aspek promotif

kurang mendapat perhatian dalam upaya kesehatan masyarakat. Padahal kelompok

orang sehat pada suatu komunitas terdapat sekitar 80-85% dari populasi. Apabila

jumlah ini tidak dibina kesehatannya maka dikhawatirkan akan menyebabkan

peningkatan terhadap masalah kesehatan. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan pada

kelompok ini perlu ditingkatkan dan dibina agar tetap sehat.

Derajat kesehatan adalah dinamis, oleh sebab itu meskipun seseorang telah

dalam kondisi sehat tetapi perlu ditingkatkan dan dibina lagi kesehatannya. Sama

halnya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, dimana peneliti

melakukan pendidikan kesehatan dari aspek promotif, yaitu kepada siswa SMA yang

tergolong kelompok sehat namun tetap perlu dilakukan pembinaan berupa pendidikan

gizi yang terintegrasi dengan pendidikan di sekolah agar siswa lebih paham mengenai

gizi dan dapat terus mempertahankan kesehatannya serta meningkatkan kualitas

hidupnya.

Pendidikan kesehatan tidak terlepas dari proses belajar mengajar, oleh sebab

itu penting untuk diketahui mengenai konsep yang terdapat dalam proses belajar

mengajar. Belajar adalah usaha untuk menguasai sesuatu yang berguna untuk hidup

agar memperoleh keterampilan yang dibutuhkan manusia dalam hidup bermasyarakat

(Notoatmodjo, 2003).

Menurut Ahli pendidikan modern yang dikutip oleh Mubarak dkk (2007)

belajar merupakan suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang

(3)

menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, serta timbul dan berkembangnya sifat-sifat

sosial, susila dan emosional.

2.2. Metode dalam Pendidikan Kesehatan

Pada suatu proses tercapainya tujuan belajar maka banyak faktor yang

mempengaruhi, salah satunya adalah metode yang digunakan. Dalam memilih suatu

metode yang akan digunakan tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, siapa

sasarannya, apakah hanya ingin merubah pengetahuan saja, sikap saja, tindakan saja,

atau ketiganya.

Menurut Karo-karo yang dikutip oleh Supariasa (2012) menyatakan bahwa

jika hanya sebatas ingin merubah pengetahuan dan pemahaman saja, dapat digunakan

dengan metode ceramah, seminar, presentasi, tulisan-tulisan membuat perencanaan

dan desain. Apabila ingin merubah sikap, maka dapat dilakukan dengan metode

diskusi kelompok, bermain peran, film dan diskusi serta konsultasi. Jika tujuan

pendidikan kesehatan adalah untuk merubah keterampilan, maka metode yang dapat

digunakan adalah studi kasus, learning by doing, dan demonstrasi. Oleh sebab itu setiap orang yang ingin melakukan pendidikan kesehatan harus mampu memilih

metode yang tepat agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Berdasarkan hal yang telah di sebutkan diatas bahwa, dalam memilih metode

pendidikan kesehatan juga perlu memperhatikan sasaran. Ciri-ciri atau karakteristik

sasaran perlu dipertimbangkan meliputi tingkat pendidikan sasaran, jumlah sasaran,

(4)

Jumlah sasaran juga perlu dipertimbangkan untuk menetapkan metode yang akan

digunakan. Misalnya untuk sasaran individu dilakukan dengan menggunakan

pendekatan perorangan, seperti bimbingan dan konseling. Pendekatan yang bersifat

kelompok, dapat dilakukan dengan ceramah dan diskusi. Pendekatan yang bersifat

massa dapat dilakukan dengan kampanye, pemutaran film, pemasangan baliho dan

iklan di televisi.

Pada uraian sebelumnya telah diketahui bahwa sangat banyak metode yang

dapat digunakan dalam menyampaikan pesan atau materi, namun dalam hal ini

peneliti hanya membahas metode dengan pendekatan kelompok, karena sasaran yang

digunakan oleh peneliti adalah kelompok, yaitu siswa SMA. Adapun beberapa

metode yang lazim digunakan pada proses belajar mengajar di kelas adalah metode

ceramah dan diskusi.

2.2.1. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan

komunikasi lisan. Metode ceramah lebih ekonomis dan efektif untuk keperluan

penyampaian informasi. Metode ini akan berhasil apabila penceramah itu sendiri

menguasai materi yang disampaikan, menyampaikan materi dengan sistematika yang

baik dan menggunakan alat bantu misalnya slide, transparan, sound system dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Metode ceramah seringkali disebut juga metode kuliah (The Lecture Method). Dapat pula disebut dengan metode deskripsi. Metode ceramah merupakan metode

(5)

seorang fasilitator) tentang suatu materi pembelajaran tertentu. Tujuannya adalah agar

peserta mengetahui dan memahami materi pendidikan tertentu dengan jalan

menyimak dan mendengarkan.

Tujuan dari kegiatan ceramah adalah menyajikan fakta, menyampaikan

pendapat tentang suatu masalah, menyampaikan pengalaman perjalanan atau

pengalaman pribadi, membangkitkan semangat atau merangsang pikiran peserta dan

membuka suatu permasalaha baru untuk di diskusikan (Supariasa, 2012).

Metode ceramah merupakan metode yang paling sering digunakan dalam

pendidikan kesehatan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Supardi dkk (2002)

menyatakan bahwa metode ceramah dan media leaflet dapat meningkatkan

pengetahuan, sikap dan tindakan responden dalam pengobatan sendiri sesuai dengan

aturan. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti dkk (2005)

tentang promosi kesehatan jiwa melalui metode ceramah dengan role-play pada keluarga penderita skizofrenia dan tokoh masyarakat di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta terbukti bahwa promosi kesehatan dengan metode ceramah berpengaruh

terhadap peningkatan pengetahuan.

2.2.2. Metode Diskusi

Diskusi merupakan metode yang terfokus pada siswa. Metode ini meberi

peluang kepada mahasiswa untuk aktif mengkomunikasikan dan mensosialisasikan

gagasan dan konsep, memanfaatkan sumber-sumber informasi dari kelompoknya,

penerapan teori-teori yang pernah diperoleh dan memberikan respon. Dalam diskusi,

(6)

didiskusikan. Dengan diskusi pengajar dapat memberikan kesempatan kepada siswa

untuk saling berinteraksi, mengumpulkan pendapat dan membuat suatu kesimpulan

untuk memecahkan suatu masalah (Mubarak, dkk, 2007).

Metode diskusi ini sering digunakan dalam proses belajar mengajar untuk

meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam belajar. Efektifitas metode diskusi ini

sering dibandingkan dengan efektifitas metode ceramah, seperti penelitian yang

dilakukan oleh Saleha (2009) mengenai perbedaan metode diskusi dengan metode

ceramah terhadap pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi menunjukkan

bahwa setelah dilakukan metode ceramah dan diskusi terjadi peningkatan

pengetahuan, sikap dan perilaku siswa tentang kesehatan reproduksi remaja, namun

skor peningkatan pada metode diskusi lebih tinggi dibandingkan dengan metode

ceramah. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Lubis dkk (2013) tentang

pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi terhadap peningkatan

pengetahuan dan sikap anak SD tentang PHBS menyimpulkan bahwa, terdapat

peningkatan pengetahuan dan sikap responden akibat dari intervensi melalui metode

ceramah dan diskusi, dimana metode yang paling efektif untuk meningkatkan

pengetahuan dan sikap adalah melalui metode diskusi.

Berdasarakan hasil-hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa metode

diskusi lebih efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku. Hal ini

karena diskusi memiliki kelebihan untuk merangsang kreatifitas anak didik dalam

bentuk ide, gagasan, prakarsa dan terobosan baru dalam pemecahan masalah,

(7)

membina untuk terbiasa bermusyawarah untuk mencapai mufakat dalam

menyelesaikan masalah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mc. Keachie yang

dikutip oleh Simamora (2009) yang menyakatakan bahwa, dibanding metode

ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan

anak dalam memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan,

penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah.

Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan

anak dari pada metode diskusi.

2.3. Media Pendidikan Kesehatan

Menurut Criticos yang dikutip oleh Daryanto (2010) Media merupakan salah

satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator kepada

komunikan. Berdasarkan hal tersebut maka proses belajar merupakan proses

komunikasi.

Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan yang dapat

merangsang pikiran, perasaan dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong

terjadinya proses belajar pada dirinya. Media adalah sumber belajar, maka secara luas

media dapat diartikan dengan manusia, benda ataupun peristiwa yang menungkinkan

anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Dalam proses belajar

mengajar kehadiran media dapat membantu ketidakjelasan dari bahan yang

(8)

Pada proses belajar mengajar tentu saja tidak terlepas dari penggunaan media,

karena dengan menggunakan media pesan yang disampaikan dapat lebih menarik,

mudah dipahami dan siswa dapat mempelajari pesan tersebut sehingga dapat

menambah pengetahuan, membentuk sikap dan perilaku yang positif (Notoatmodjo,

2010).

Adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam memilih media yaitu,

harus menarik baik dari segi desain, tata letak, pewarnaan dan isi pesan. Disesuaikan

dengan sasaran atau peserta didik yang dilihat dari segi umur, status pendidikan, adat

istiadat, selanjutnya media harus mudah ditangkap, singkat dan jelas, tidak

menimbulkan multi-interpretasi dan persepsi yang berbeda-beda, serta harus sesuai

dengan materi yang hendak disampaikan, tidak boleh melanggar norma, etika, dan

budaya (Supariasa, 2012).

Seseorang atau masyarakat didalam proses pendidikan dapat memperoleh

pengalaman atau pengetahuan melalui media yang berbeda-beda. Media pendidikan

adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam penyampaian bahan pendidikan

atau pengajaran. Alat bantu ini disebut sebagai alat peraga atau media. Semakin

banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan

semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh.

Dalam proses belajar mengajar sebaiknya menggunakan media yang banyak

merangsang pancara indera, terutama indera pengelihatan dan pendengaran. Adapun

jenis media yang mencakup dua hal tersebut adalah media visual dan media audio

(9)

Media Visual (visual aids) adalah media yang mengandalkan indera pengelihatan pada waktu terjadinya proses pendidikan. contohnya seperti slide,

gambar peta, bagan, bola dunia dan sebagainya.Media Audio Visual, adalah media

yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar, yang tentunya dapat dilihat dan

didengar seperti film (video). Kedua media ini lazim digunakan karena kedua media

ini merangsang banyak indera, sehingga materi lebih mudah diserap oleh sasaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Haryoko (2009) tentang pemanfaatan media

audio-visual sebagai alternatif optimalisasi pembelajaran menyimpulkan bahwa hasil

belajar siswa dengan menggunakan media audio-visual memiliki skor yang jauh lebih

tinggi dibandingkan mahasiswa yang diajarkan dengan media konvensional. Selain

itu, penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan tentang perbedaan pengaruh

penyuluhan kesehatan dengan media visual dan media audio visual terhadap

perubahan sikap membuang sampah pada siswa di SMP Balung Kabupaten Jember

menyimpulkan bahwa, penyuluhan dengan media audio visual dan media visual

secara signifikan berpengaruh terhadap sikap membuang sampah dan media audio

visual dinyatakan lebih efektif dibandingkan dengan media visual.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Rahmawati dkk (2007) tentang

pengaruh penyuluhan dengan media audio visual terhadap peningkatan pengetahuan,

sikap dan perilaku ibu balita gizi kurang dan gizi buruk, menyimpulkan bahwa terjadi

peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu balita setelah diberikan penyuluhan

(10)

pengetahuan, sikap dan tindakan lebih efektif dengan menggunakan media audio

visual.

Media yang digunakan disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan

manusia diterima atau ditangkap melalui panca indera. Jadi, semakin banyak indera

yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas

informasi yang disampaikan sehingga informasi dapat dengan mudah dipahami oleh

audiens, dimana kemampuan daya serap manusia 2,5 % ,melalui pengecapan, 3,5%

melalui perabaan, 1% melalui penciuman, 11% melalui pendengaran dan 82%

melalui pengelihatan (Daryanto, 2010). Maka, tidak heran jika media audio-visual

lebih efektif karena media audio-visual lebih banyak merangsang indera, dimana

semakin banyak indera yang dirangsang, maka semakin mudah pula responden

mengerti pesan yang disampaikan dan lebih mudah untuk diingat.

2.4.Materi dalam Pendidikan Kesehatan

Menurut Supariasa (2012) materi pendidikan kesehatan yang disampaikan

harus dalam bahasa yang mudah dipahami oleh sasaran, tidak menggunakan istilah

yang sulit untuk dipahami, pesan tidak bertele-tele, dan dapat dilaksanakan oleh

sasaran sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki. Materi pendidikan kesehatan

yang disampaikan harus dikuasai pemateri agar pemateri dapat tampil dengan percaya

diri.

Menurut Sudrajat (2008) untuk menentukan materi pembelajaran perlu

(11)

1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran

benar-benar telah teruji kebenar-benaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi

yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan

memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.

2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta

didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.

3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis

maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar

pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada

jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat

mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam

kehidupan sehari-hari.

4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek

tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun

aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.

5. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat

memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa

ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri

(12)

2.5. Perilaku Gizi

Perilaku gizi seperti pola asuh yang buruk dapat menyumbang terjadinya

masalah gizi di masyarakat. Pola asuh yang dimaksud dapat berupa dukungan dan

perhatian dalam praktek pemberian makanan, rangsangan psikososial, kebersihan dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Perilaku gizi yang baik akan berdampak positif

pada status gizi.

Penelitian yang dilakukan oleh Renyoet dkk menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara perhatian atau dukungan ibu terhadap praktek

pemberian makan terhadap kejadian stunting pada anaknya. Hal ini juga sejalan dengan Pendapat Sawadogo yang dikutip oleh Renyoet dkk, menyatakan bahwa

perilaku ibu dalam menyusui atau memberi makan, cara makan yang sehat, memberi

makanan bergizi dan mengontrol besar porsi makanan yang dihabiskan oleh anak

akan meningkatkan status gizi anak.

Menurut Mubarak (2011) Perilaku merupakan seperangkat perbuatan atau

tindakan seseorang dalam melakukan respons terhadap sesuatu dan kemudian

dijadikan kebiasaan karena adanya suatu nilai yang di yakini. Perilaku manusia pada

dasarnya terdiri atas komponen pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain

perbuatan seseorang atau respon seseorang didasari oleh seberapa jauh

pengetahuannya terhadap rangsangan tersebut, bagaimana perasaan dan

penerimannya, dan seberapa besar keterampilannya dalam melaksanakan atau

(13)

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku adalah tindakan atau aktifitas dari

manusia baik yang dapat langsung diamati maupun tidak diamati. Dengan kata lain

perilaku merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulasi yang

berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Perilaku manusia sangat kompleks dan

mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom dalam Notoatmodjo (2003)

membagi menjadi ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya, ketiga domain ini diukur dari:

1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(knowledge).

2. Sikap peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). 3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan

materi pendidikan yang diberikan (practice).

2.6. Pengetahuan Gizi

Masalah gizi dapat timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang

gizi yang memadai. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Hal ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, yang terjadi

melalui panca indera yakni pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba

(Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari

(14)

keluarga, teman dan orang-orang disekitar. Pengetahuan ini dapat membentuk

keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk tindakan

seseorang karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lama

daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi, sebelum seseorang berperilaku

baru, dia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pengetahuan dalam domain kognitif

dibagi menjadi enam yaitu :

1. Tahu (know) : Kemampuan dalam mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan

dan menyatakan sesuatu.

2. Memahami (comprehension) : Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

secara benar, mampu menyebutkan contoh, dan menyimpulkan.

3. Aplikasi (applicant) : Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dalam kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (analysis) : Kemampuan untuk menjabarkan materi suatu komponen, seperti dapat membuat bagan, membedakan dan

(15)

5. Sintesis (syntesis) : Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk secara keseluruhan atau kemampuan menyusun

formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.

6. Evaluasi (evaluation) : Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah dan bervariatif sesuai

dengan pengalaman yang dialami. Menurut Bunner yang dikutip oleh Mubarak

(2011), proses pengetahuan tersebut melibatkan tiga aspek, yaitu proses mendapatkan

informasi, proses transformasi dan evaluasi. Informasi baru yang didapat merupakan

pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan

penyempurnaan dari informasi sebelumnya.

Pengetahuan gizi dan kesehatan adalah pengetahuan tentang peran makanan

dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan

sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat

gizi dalam makanan tidak hilang, serta bagaimana cara hidup sehat (Notoatmodjo

dalam Ikada, 2010).

Pengetahuan gizi bertujuan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku

gizi yang positif dan bersifat langgeng. Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2003),

salah satu strategi untuk perubahan perilaku adalah dengan pemberian informasi guna

meningkatkan pengetahuan sehingga timbul kesadaran yang pada akhirnya orang

akan berperilaku sesuai dengan pengetahuannya tersebut. Telah banyak hal yang

(16)

dimaksudkan agar masyarakat senantiasa mengetahui perubahan dan

perkembangan-perkembangan baru mengenai gizi, meluruskan pengetahuan masyarakat yang keliru

dan menyempurnakan informasi gizi yang pernah didapat selama ini.

2.7. Sikap Gizi

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus

atau objek. Sikap hanyalah kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap

suatu objek dengan suatu cara. Jadi, sikap adalah pandangan, pendapat, tanggapan

ataupun penilaian dan juga perasaan seseorang terhadap stimulus atau objek yang

disertai dengan kecenderungan untuk bertindak. Perubahan sikap pada dasarnya

dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan keyakinan atau kepercayaan yang didapat

dari hasil penginderaan, yang salah satunya didapatkan melalui pendidikan atau

proses belajar (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan merupakan proses komunikasi, efek suatu komunikasi berupa

perubahan sikap tergantung sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, difahami dan

diterima (Hovland dkk dalam Azwar,1995).

Sikap dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus sosial. Sikap bukan merupakan suatu tindakan atau aktifitas

melainkan predisposisi tindakan atau perilaku. Ini berarti bahwa sikap menunjukkan

kesetujuan atau ketidaksetujuan, kesukaan atau ketidaksukaan seseorang terhadap

(17)

Notoatmodjo (2003) membagi sikap mejadi empat tingkatan, tingkatan

pertama adalah menerima (receiving) yaitusubjek mau memperhatikan stimulus yang diberikan, kedua adalah merespon (responding) yaitu subjek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan menandakan

bahwa subjek menerima ide tersebut, ketiga adalah menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah, yang

keempat adalah bertanggung jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang pilihnya dengan segala resiko yang ada.

Sikap gizi adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara

memelihara dan berperilaku hidup sehat. Dengan kata lain, pendapat atau penilaian

terhadap makanan, minuman, olah raga, relaksasi (istirahat), dan sebagainya bagi

kesehatan. Sikap seseorang terhadap gizi sering diperoleh dari pengalaman sendiri

atau orang lain yang paling dekat (Haryanto, 2011).

Ada kalanya sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan yang tidak selalu

terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini menurut Notoatmodjo (2003),

disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:

1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

2. Sikap diikuti ataupun tidak diikuti tindakan mengacu pada pengalaman orang

lain.

3. Sikap diikuti oleh tindakan nyata.

Jadi, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

(18)

tersedianya fasilitas, dukungan (support) dari pihak lain, seperti suami atau istri, orang tua, mertua, petugas kesehatan dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003).

2.8. Pendidikan Gizi 1000 HPK dalam Proses Perubahan Perilaku

Seiring dengan meningkatnya masalah gizi di Indonesia telah banyak kegiatan

yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat tentang gizi. Kegiatan tersebut, salah

satunya seperti yang tertuang dalam rencana aksi Kementerian Kesehatan RI, yaitu

meningkatkan pendidikan gizi masyarakat melalui penyediaan materi Komunikasi

Informasi dan Edukasi (KIE) dan kampanye gizi.

Pendidikan gizi diartikan sebagai penyebaran informasi tentang ilmu gizi.

Menurut WHO yang dikutip oleh Supariasa (2012) pendidikan gizi adalah usaha

terencana untuk meningkatkan status gizi melalui perubahan perilaku. Perubahan dan

modifikasi perilaku berhubungan dengan produksi pangan, persiapan makanan,

distribusi makanan dalam keluarga, pencegahan penyakit gizi dan perawatan anak.

Pendidikan gizi merupakan salah satu upaya penanggulangan masalah gizi.

Pendidikan gizi diharapkan dapat merubah perilaku kearah perbaikan konsumsi

pangan dan status gizi. Perilaku seseorang dalam konsumsi pangan berasal dari

proses sosialisasi dalam sistem keluarga melalui proses pendidikan gizi maupun

sebagai dampak penyebaran informasi (Madanijah dalam Basit, 2012).

Intervensi berupa pendidikan gizi telah banyak dilakukan untuk mengatasi

berbagai masalah gizi di masyarakat. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Adi dkk

(19)

perbaikan kadar hemoglobin menyimpulkan bahwa, secara signifikan terdapat

pengaruh edukasi gizi terhadap perubahan konsumsi zat gizi ibu hamil yang anemia.

Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Syarkowi (2008) yang meneliti tentang

tingkat pengetahuan gizi masyarakat melaui pendidikan dan latihan menyimpulkan

bahwa, terjadi peningkatan kemampuan gizi serta kemampuan menyusun menu

seimbang setelah pemberian materi gizi.

Secara umum, pendidikan gizi adalah suatu proses yang berdimensi luas

untuk merubah perilaku masyarakat sehingga kebiasaan makan yang baik dapat

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan gizi juga bertujuan utnuk

meluruskan pendapat-pendapat gizi yang keliru yang dapat mengakibatkan terjadinya

masalah gizi.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa program 1000 HPK

merupakan program yang terfokus sejak bayi dalam kandungan hingga anak berusia

dua tahun. 1000 HPK merupakan periode terpenting dan perlu mendapatkan perhatian

terbesar. anak-anak yang tidak menerima asupan gizi yang memadai pada masa ini

dapat menderita kerusakan tetap yang tidak bisa diperbaiki pada saat dewasa.

Menurut Berg yang dikutip oleh Syarkowi (2008) terjadinya masalah gizi

bukan semata-mata disebabkan oleh harta, tetapi karena kemiskinan pengetahuan.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka upaya mencapai keadaan gizi yang

baik, pendidikan gizi yang bertujan untuk mengembangkan perilaku yang positif

(20)

Pendidikan gizi pada 1000 HPK merupakan pendidikan gizi yang membahas

tentang kebutuhan-kebutuhan gizi selama masa tersebut, mulai dari gizi selama

kehamilan, gizi selama menyusui, gizi pada bayi dan anak dibawah usia dua tahun.

Telah banyak intervensi berupa pendidikan gizi pada masa 1000 HPK yang

dilakukan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wiswaati (2013) dengan

melakukan penyuluhan berupa pemberian materi gizi dan kehamilan pada kelas ibu

hamil terhadap pencapaian kadar hemoglobin harapan menyimpulkan bahwa terjadi

peningkatan pengetahuan ibu hamil dan pencapaian kadar hemoglobin harapan

sebelum dan sesudah pemberian penyuluhan atau pendidikan gizi.

Kebutuhan gizi pada masa menyusui juga perlu diperhatikan, karena masa

menyusi merupakan bagian dari 1000 HPK. Pendidikan gizi pada masa menyusui

bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan yang diharapkan akan diikuti dengan

perilaku yang positif pula. Pemberian pendidikan gizi pada masa menyusui memang

sebaiknya diberikan sebelum seseorang memasuki masa tersebut. Seperti penelitian

yang dilakukan oleh Nurazizah (2011) tentang pengaruh penyuluhan melaui media

KIE mengenai ASI Eksklusif dan IMD terhadap pengetahuan Ibu hamil, hasilnya

didapatkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan ibu hamil tentang Asi eksklusif

dan IMD setelah diberikannya penyuluhan melalui media KIE.

Pendidikan gizi 1000 HPK lainnya adalah pendidikan gizi pada bayi usia 6-24

bulan. Pendidikan gizi pada masa ini lebih terfokus pada pemberian makanan

pendamping ASI (MP ASI). Seperti yang telah diketahui bahwa, ketika bayi

(21)

pemberian ASI, namun harus dibarengi dengan pemberian MP ASI. Pemberian

pendidikan mengenai MP ASI ditujukan agar tidak ada lagi kesalahan dalam praktek

pemberian MP ASI, yaitu pemberian MP ASI yang terlalu dini. Seperti penelitian

yang dilakukan oleh Carnoto (2000) menyatakan bahwa 52,1% bayi diberikan MP

ASI oleh ibunya di bawah usia 6 bulan. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh

Mariastuti (2010) menunjukkan bahwa dari 30 ibu yang telah memberikan MP ASI

terdapat 27 ibu yang sudah memberikan MP ASI sebelum bayinya berumur 6 bulan.

Penelitian yang dilakukan oleh Bhandari et.all (2004) menyatakan bahwa praktek pemberian makanan pendamping ASI di negara berkembang sering tidak

memadai, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi yang signifikan

antara usia 6 sampai 18 bulan, oleh sebab itu dilakukan penelitian berupa intervensi

pendidikan gizi untuk mempromosikan praktek pemberian makanan pelengkap yang

tepat terhadap pertumbuhan fisik bayi dan anak-anak di India, hasilnya dapat

disimpulkan bahwa, terjadi penambahan tinggi badan yang signifikan pada kelompok

yang diberi intervensi.

Berdasarkan uraian diatas, hasil dari beberapa penelitian terkait pendidikan

gizi yang diberikan mempunyai pengaruh yang postif, baik terhadap perubahan

pengetahuan, sikap dan tindakan, bahkan berpengaruh terhadap perbaikan status gizi.

Dengan pendidikan gizi yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan

(22)

2.9.Pendidikan Gizi di Sekolah sebagai Proses Perubahan Perilaku

Pada dasarnya pemberian materi gizi di sekolah termasuk dalam pendidikan

gizi. Karena dalam melakukan pendidikan gizi telah tersusun berbagai materi gizi

yang akan diajarkan kepada siswa, dengan adanya materi gizi yang disampaikan

diharapkan siswa dapat memperoleh pengetahuan gizi yang lebih baik dan diharapkan

akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku kearah yang lebih baik pula.

Sekolah adalah perpanjangan tangan keluarga dalam meletakkan dasar

perilaku untuk kehidupan anak selanjutnya, termasuk pendidikan gizi. Pendidikan

gizi yang diterapkan di sekolah merupakan langkah strategis dalam upaya

peningkatan kesehatan masyarakat, karena sekolah merupakan lembaga yang dengan

sengaja didirikan untuk membina dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

baik fisik, mental, moral, maupun intelektual. Selain itu dengan adanya pendidikan

gizi pada komunitas sekolah merupakan suatu cara yang efektif dalam upaya

kesehatan masyarakat khususnya dalam pengembangan perilaku hidup sehat

(Notoatmodjo, 2010).

Anak usia sekolah (6-18 tahun) mempunyai persentase yang paling tinggi

dibandingkan dengan kelompok umur lain, sekolah juga merupakan komunitas yang

terorganisasi, sehingga mudah dijangkau dalam rangka pelaksanaan usaha kesehatan

masyarakat. Selain itu anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk

menerima perubahan dan pembaharuan, karena kelompok anak sekolah sedang

(23)

kondisi peka terhadap stimulus sehingga mudah untuk dibimbing, diarahkan dan

ditanamkan kebiasaan kebiasaan baik (Notoatmodjo, 2010).

Pendidikan gizi merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan sedini

mungkin kepada anak, terutama anak usia sekolah. Anak sekolah tentu tidak dapat

diabaikan karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu pendidikan

gizi di sekolah dapat dijadikan investasi bagi pembangunan bangsa. Pengenalan

tentang gizi sedini mungkin dapat menimbulkan sikap yang positif terhadap peserta

didik karena telah lebih dahulu mengetahui manfaat dan bahaya yang ditimbulkan

jika tidak berperilaku sehat.

Intervensi terkait gizi telah banyak dilakukan di sekolah, seperti penelitian

yang dilakukan oleh Ikada (2010) tentang pengaruh pemberian buku cerita

bergambar sebagai media pendidikan gizi terhadap pengetahuan gizi anak sekolah,

hasilnya menunjukkan bahwa anak yang diberi kesempatan untuk membaca buku

cerita tersebut mengalami peningkatan pengetahuan, yang sebelumnya tergolong

kurang kini menjadi baik pengetahuan gizinya. Namun setelah satu bulan dan

kembali dilakukan pengukuran terhadap pengetahuan siswa, ternyata mengalami

penurunan, yaitu yang sebelumnya berpengetahuan gizi baik turun menjadi sedang,

Oleh karena itu pemberian materi gizi perlu dilakukan secara terus menerus dan

berkesinambungan agar siswa tetap memiliki pengetahuan gizi yang baik sehingga

berdampak pada tindakan gizi yang baik pula.

Penelitian yang dilakukan Sherman dan Ellen (2007) dengan mengembangkan

(24)

adanya kesadaran, pengetahuan dan perilaku kesehatan dan gizi yang baik pada anak

didasarkan dengan menerapkan program kelas aktif yang didukung oleh pelatihan

terahadap guru dan adanya keterlibatan orangtua.

Seperti yang diketahui bahwa proses adopsi suatu perilaku baru bukanlah hal

yang mudah. Teori Rogers yang di kutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan

bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru maka dalam diri seseorang

tersebut terjadi suatu proses yang berurutan,yaitu awareness(kesadaran), yakni seseorang mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan

pihak lain, misalnya dari teman, orang tua ataupun guru di sekolah, interest (tertarik) yakni seseorang mulai ingin mengetahui hal-hal baru yang sudah diketahuinya

dengan cara mencari keterangan atau informasi yang lebih terperinci, misalnya

membaca buku terkait dengan perilaku baru, evaluation (menilai) pada tahap ini seseorang mulai mempertimbangkan serta menghubungkan dengan keadaan dan

kemampuan diri, misalnya kesanggupan baik dari segi sosial maupun ekonomi, trial

(mencoba) pada tahap ini seseorang mulai menerapkan dalam skala kecil sebagai

upaya mencoba apakah dapat dilanjutkan atau tidak, tahap terakhir adalah adoption

(adopsi) pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal baru dan mulai melaksanakan

dalam skala besar.

2.10. Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK)

Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) merupakan suatu gerakan

(25)

(SUN)Movement. Gerakan Scaling Up-Nutrition (SUN) Movement merupakan suatu gerakan global dibawah koordinasi Sekretaris Jenderal PBB. Hadirnya gerakan ini

merupakan respon dari negara-negara di dunia terhadap kondisi status pangan dan

gizi di negara berkembang. Tujuan Global dari SUN Movement adalah untuk menurunkan masalah gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) yaitu 270

hari selama kehamilan dan 730 hari dari kelahiran sampai usia 2 tahun. Periode 1000

HPK ini telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas

kehidupan seseorang, oleh karena itu periode ini sering disebut sebagai “periode

emas” (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, 2013).

Pada periode emas tersebut kebutuhan gizi perlu diperhatikan, adapun zat-zat

gizi yang diperlukan selama periode 1000 Hari Pertama Kehidupan adalah sebagai

berikut :

1. Periode dalam Kandungan (280 hari)

Wanita hamil merupakan kelompok yang rawan gizi oleh sebab itu penting

untuk menyediakan kebutuhan gizi yang baik selama kehamilan agar ibu hamil dapat

memperoleh dan mempertahankan status gizi yang optimal sehingga dapat menjalani

kehamilan dengan aman dan melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang

baik, serta memperoleh energi yang cukup untuk menyusui kelak (Arisman, 2004).

Telah diketahui bahwa kebutuhan zat gizi akan meningkat selama kehamilan,

yaitu tambahan energi sekitar 300 kkal perharinya, pertambahan energi terutama di

trimester II. Penambahan konsumsi energi ini diperlukan untuk pemekaran jaringan

(26)

penumpukan lemak. Sepanjang trimester III, energi tambahan dipergunakan untuk

pertumbuhan janin dan plasenta (Arisman, 2004).

Kebutuhan protein juga mengalami peningkatan selama kehamilan yaitu

hingga 68%, Protein diperlukan untuk pembentukkan jaringan baru pada janin,

pertumbuhan organ-organ pada janin, perkembangan kandungan ibu, pertumbuhan

plasenta, cairan amnion dan penambahan volume darah. Kekurangan asupan protein

dapat berdampak buruk terhadap janin sepeti Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), cacat bawaat, BBLR dan keguguran (Purwitasari &Maryanti, 2009).

Kebutuhan zat gizi mikro seperti zat besi, asam folat, dan kalsium juga

meningkat. Untuk kebutuhan zat besi selama kehamilan mengalami peningkatan

sebesar 200% sampai 300%, hal ini diperlukan untuk pembentukan plasenta dan

pembentukan sel darah merah, untuk menjaga agar tidak kekurangan zat besi maka

wanita hamil di sarankan untuk menelan sebanyak 90 tablet besi selama kehamilan.

WHO (2006) menegaskan bahwa semua wanita hamil di daerah prevalensi tinggi

gizi buruk harus secara rutin menerima suplemen zat besi dan folat, untuk mencegah

anemia. Dimana prevalensi anemia pada wanita hamil yang tinggi (>40 %), suplemen

harus terus diberikan selama tiga bulan pada periode postpartum.

Kebutuhan asam folat, angka kecukupan gizi yang direkomendasikan pada ibu

hamil adalah 600 µg asam folat per hari. Asam Folat merupakan vitamin B yang

memegang peranan penting dalam perkembangan embrio, juga membantu mencegah

cacat pada otak dan tulang belakang. Pada ibu hamil, asam folat memiliki peranan

(27)

Kalsuim, Wanita hamil yang berusia lebih dari 25 tahun membutuhkan

kalsium kira-kira 1200 mg/hari dan cukup 800 mg/hari untuk yang berusia lebih

muda. Kalsium di gunakan untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi serta

persendian janin. Jika ibu hamil kekurangan kalsium, maka kebutuhan kalsium akan

diambil dari cadangan kalsium pada tulang ibu, ini akan mengakibatkan tulang

keropos atau osteoporosis dan tidak jarang ibu hamil yang mengeluh giginya

merapuh atau mudah patah.

Kebutuhan yodium penting selama kehamilan. Yodium merupakan bahan

dasar hormon tiroksin yang berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan otak

bayi. Ibu hamil dianjurkan untuk menambah asupan yodiumnya sebesar 50 µg/ hari

dari kebutuhan sebelum hamil yang hanya 150 µg/ hari (Sibagariang, 2010).

2. Periode 0 – 6 Bulan (180 hari)

Kunci utama dalam periode ini adalah melakukan inisiasi menyusu dini

(IMD) dan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif. Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah

memberikan kesempatan kepada bayi baru lahir untuk menyusu sendiri pada ibunya

dalam satu jam pertama kelahirannya. proses diletakannya bayi di atas dada ibu

segera setelah lahir untuk mencari puting susu ibu dan mulai menyusu untuk pertama

kalinya, dengan dilakukannya IMD maka kesempatan bayi untuk mendapat

kolostrum semakin besar, karena kolustrum merupakan ASI terbaik yang keluar pada

hari ke 0-5 setelah bayi lahir yang mengandung antibodi (zat kekebalan) yang

(28)

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) setelah lahir sampai bayi

berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain. Tindakan ini akan terus merangsang

produksi ASI sehingga pengeluaran ASI dapat mencukupi kebutuhan bayi dan bayi

akan terhindar dari diare. Pada tahun 2001 WHO menyatakan bahwa ASI Eksklusif

selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik.

3. Periode 6 – 24 Bulan (540 hari)

Mulai usia 6 bulan keatas, anak mulai diberikan makanan pendamping ASI

(MP-ASI) karena sejak usia ini, ASI saja tidak mencukupi kebutuhan

anak.Pengetahuan dalam pemberian MP ASI menjadi sangat penting mengingat

banyak terjadi kesalahan dalam praktek pemberiannya, seperti pemberian MP ASI

yang terlalu dini pada bayi yang usianya kurang dari 6 bulan, hal ini dapat

menyebabkan gangguan pencernaan atau diare. Sebaliknya, penundaan pemberian

MP ASI akan menghambat pertumbuhan bayi karena alergi dan zat-zat gizi yang

dihasilkan dari ASI tidak mencukupi kebutuhan lagi sehingga akan menyebabkan

kurang gizi (Pudjiadi, 2005).

Sistem pencernaan bayi usia enam bulan keatas (>6) sudah relatif sempurna,

untuk itu pemberian MP ASI perlu dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit

dalam bentuk encer menjadi bentuk yang lebih kental (Arisman, 2004).

Hal-hal yang hasur diperhatikan mengenai cara pemberian MP ASI secara

(29)

Tabel 2.1. Prinsip Pemberian MP ASI

6-8 Bulan 8-9 Bulan 9-12 Bulan 12-24 Bulan

Jenis 1 jenis bahan dasar

(6 bulan)

2 jenis bahan dasar (7 bulan)

Tekstur Semi cair

(dihaluskan),

Frekuensi Makanan utama 1-2 kali sehari,

ASI Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi

Sumber : Safitri, 2006

Seribu Hari Pertama Kehidupan merupakan suatu periode penting karena

kebanyakan kerusakan atau terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kurangnya

gizi yang terjadi selama periode tersebut, dampak jangka pendek yang akan

ditimbulkan seperti terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan

pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme tubuh, sedangkan untuk jangka

panjang dapat berupa menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,

(30)

penyakit-penyakit degenaratif serta disabilitas pada usia tua. Kesemuanya ini akan menurunkan

kualitas SDM di Indonesia, produktifitas, dan daya saing bangsa.

2.11. Kegiatan 1000 HPK

Pada pedoman perencanaan program gizi pada 1000 HPK menjelaskan bahwa

gerakan 1000 HPK terdiri dari 2 jenis kegiatan, yaitu intervensi spesifik dan

intervensi sensitif. Kedua intervensi ini sangat baik bila mampu berjalan beriringan.

2.11.1. Kegiatan Intervensi Spesifik

Tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk

kelompok 1000 HPK. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan.

Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya juga dapat dicatat dalam waktu

yang relatif pendek. Jenis-jenis intervensi gizi spesifik adalah sebagai berikut :

1. Ibu hamil : Suplementasi besi folat, pemberian makanan pada ibu KEK,

penanggulangan kecacingan pada ibu hamil, pemberian kelambu

berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang postif malaria.

2. Kelompok 0-6 bulan : Promosi menyusui (konseling individu dan kelompok)

3. Kelompok 7-23 bulan : Promosi menyusui, KIE perubahan perilaku untuk

perbaikan MP-ASI, suplementasi zink, zink untuk manajemen diare,

pemberian obat cacing, fortifikasi besi, pemberian kelambu berinsektisda dan

(31)

2.11.2. Kegiatan Intervensi Sensitif

Intervensi gizi sensitif merupakan berbagai kegiatan yang berada di luar

sektor kesehatan. Sasarannya adalah masayarakat umum, tidak khusus untuk 1000

HPK. Namun apabila dilaksanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan

spesifik, dampaknya sensitif terhadap keselamatan proses pertumbuhan dan

perkembangan kelompok 1000 HPK. Dampak kombinasi dari kegiatan spesifik dan

sensitif bersifat langgeng dan jangka panjang. Intervensi gizi sensitif meliputi,

penyediaan air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan dan gizi, keluarga berencana,

jaminan kesehatan masyarakat, jaminan persalinan dasar, fortifikasi pangan,

pendidikan gizi masyarakat, intervensi untuk remaja perempuan dan pengentasan

kemiskinan.

Dokumen SUN Inggris menyebutkan bahwa intervensi gizi spesifik yang umumnya dilaksanakan oleh sektor kesehatan hanya 30 persen efektif mengatasi

masalah gizi 1000 HPK. Hal ini karena kompleks nya masalah gizi khusunya masalah

beban ganda, yaitu kombinasi antara anak kurus, pendek gemuk dan penyakit tidak

menular (PTM), yang terjadi pada waktu yang relatif sama di masyarakat miskin,

penuntasan 70 persennya memerlukan keterlibatan banyak sektor pembangunan

diluar sektor kesehatan(Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI,

(32)

2.12. Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

dewasa. Masa ini sering disebut masa pubertas atau adolesen. Para ahli merumuskan

bahwa istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk

fisiologis yang terjadi dengan cepat dari mas anak-anak ke masa dewasa, terutama

perubahan alat reproduksi. Sedangkan adolesens lebih ditekankan pada perubahan

psikososial atau kematangan yang menyertai masa pubertas (Soetjiningsih dalam

Poltekkes I Depkes, 2012).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja merupakan suatu

individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur

mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak

menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari kertergantungan

menjadi relatif mandiri (Notoatmodjo, 2007).

2.12.1 Fase-Fase Pada Remaja

Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah dua belas

tahun hingga dua puluh satu tahun. Menurut Monks dalam Lutfiah, dkk (2013)

fase-fase masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, antara lain sebagai berikut:

1. Remaja Awal (Early Adolescence)

Rentang usia pada masa remaja awal yaitu 12-14 tahun. Pada masa ini, remaja

mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang

sangat intensif sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini

(33)

kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa ini remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu,

tidak stabil, tidak puas, dan merasa kecewa.

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau

banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narastic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama

dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu

harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis

atau pesimis, idealis atau meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus

membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lawan jenis.

2. Remaja Pertengahan (Middle Adolescence)

Rentang usia pada masa remaja pertengahan yaitu 15-17 tahun. Kepribadian

remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul

unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri.

Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap

pemikiran filosofis dan etis.

Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal maka pada

rentan usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada

remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap

tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri

(34)

3. Remaja Akhir (Late Adolescence)

Rentang usia pada masa remaja akhir yaitu 18-21 tahun. Pada masa ini remaja

sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan

pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai memahami arah

hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian

tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.

2.13.Gizi Remaja Pra Reproduksi

Remaja mempunyai kebutuhan gizi yang spesial, karena pada saat remaja

terjadi pertumbuhan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan fisiologis

sehubungan dengan timbulnya masa pubertas. Perubahan pada masa remaja akan

mempengaruhi kebutuhan, absorbsi, serta cara penggunaan zat gizi. Hal ini disertai

dengan pembesaran organ dan jaringan tubuh yang cepat. Perubahan hormon yang

menyertai pubertas juga menyebabkan banyak perubahan fisiologis yang

memengaruhi kebutuhan gizi pada remaja (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012).

Laju pertumbuhan antara remaja perempuan dan remaja pria berbeda. Remaja

perempuan mengalami percepatan lebih dulu dibandingkan remaja pria, karena tubuh

remaja perempuan dipersiapkan untuk reproduksi. Sementara remaja pria baru dapat

menyusul dua tahun kemudian. Pertumbuhan cepat ini juga ditandai dengan

pertambahan yang pesat pada berat badan dan tinggi badan. Pertumbuhan fisik

(35)

anak-anak. Ditambah lagi pada masa ini, remaja sangat aktif dengan berbagai

kegiatan, baik itu kegiatan sekolah maupun olahraga (Arisman, 2004).

Menurut Poltekkes Jakarta I (2012) Kebutuhan gizi yang meningkat selama

masa remaja adalah energi,protein, kalsium, besi dan seng. Kebutuhan energi pada

remaja per individu sulit ditentukan secara tepat, karena bergantung pada aktifitas

fisik seperti olah raga. Dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 (AKG 2004)

menganjurkan bahwa kecukupan gizi remaja pria usia 16-18 tahun adalah 2600 kkal/

hari dan untuk remaja perempuan usia 16-18 tahun adalah 2200 kkal/ hari. AKG

energi ini dianjurkan sekitar 60% berasal dari sumber karbohidrat yaitu: beras, terigu

dan hasil olahannya (mie, spagetti, makaroni), umbi-umbian (ubi jalar, singkong),

jagung, gula dan lain-lain (Proverawati, 2010).

Kebutuhan protein juga meningkat pada masa remaja, karena proses

pertumbuhan terjadi dengan cepat. Pada akhir masa remaja, kebutuhan protein lebih

besar pada remaja laki-laki, karena perbedaan komposisi tubuh. Kecukupan protein

harus memenuhi 12-14% dari pemasukan energi. Bila pemasukan energi tidak

adekuat, maka protein akan digunakan sebagai sumber energi, dan hal ini akan

menyebabkan malnutrisi. Makanan bersumber protein hewani seperti daging dan ikan

memiliki nilai biologis lebih tinggi dibandingkan dengan sumber protein nabati

seperti kacang-kacangan (Almatsier, 2004).

Kebutuhan mineral terutama kalsium, seng dan zat besi juga meningkat pada

masa remaja. Kalsium penting untuk kesehatan tulang khususnya dalam menambah

(36)

osteoporosis pada kehidupan selanjutnya. Kebutuhan kalsium pada remaja usia 16-18

tahun adalah 1000 mg per hari (AKG, 2004). Sumber kalsium yang paling baik

adalah susu dan hasil olahannya, sumber lainnya adalah ikan, kacang-kacangan dan

sayuran.

Kebutuhan zat besi pada remaja juga meningkat karena terjadinya

pertumbuhan cepat. Kebutuhan besi pada remaja laki-laki meningkat karena ekspansi

volume darah dan peningkatan konsentrasi hemoglobin (Hb). Setelah dewasa,

kebutuhan besi menurun. Pada perempuan, kebutuhan yang tinggi akan besi terutama

disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi. Hal ini mengakibatkan perempuan

lebih rawan terhadap anemia besi dibandingkan laki-laki. Perempuan dengan

konsumsi besi yang kurang dan disertai dengan kehilangan besi yang meningkat,

akan mengalami anemia gizi besi (Proverawati, 2010).

Mineral Seng juga diperlukan untuk pertumbuhan serta kematangan seksual

remaja, terutama untuk remaja laki-laki. AKG seng adalah 17 mg per hari untuk

remaja laki-laki dan perempuan. Makanan yang mengandung seng adalah daging,

hati, kerang, telur, serealia tumbuk dan kacang-kacangan (Almatsier, 2004).

Vitamin, kebutuhan vitamin seperti thiamin (B1), riboflavin (B2) dan niacin

pada remaja akan meningkat. Zat ini diperlukan untuk membantu proses metabolisme

energi.Konsumsi asam folatdapat mencegah anemia, kecukupan folat pada masa

sebelum hamil dan selama hamil dapat mengurangi kejadian cacat otak dan kelainan

tulang belakang pada bayi. Vitamin A, C dan E juga dibutuhkan untuk pembentukan

(37)

Pada pedoman program perencanaan Gerakan 1000 HPK terdapat intervensi

yang ditujukan untuk remaja, khususnya remaja perempuan. Dimana kegiatan yang

dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan kepada remaja dalam rangka

persiapan sebagai calon pengantin. Status gizi remaja putri atau pranikah memiliki

kontribusi besar pada keselamatan kehamilan dan kelahiran kelak. Untuk itu keadaan

gizi remaja putri harus diperhatikan sedini mungkin untuk menghindari terjadinya

masalah kekurangan gizi.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masalah keselamatan dan kesehatan

janin, BBLR dan anak pendek terkait dengan kesehatan dan status gizi remaja

perempuan yang akan menjadi ibu. Remaja perempuan yang anemia dan kurus,

apabila hamil akan beresiko melahirkan BBLR dengan berbagai masalahnya. Selain

itu masih tingginya perkawinan pada usia remaja (15-19 tahun) di Indonesia yaitu

23,9%.

Menurut Romauli, S., dkk (2011) Adapun faktor yang mempengaruhi remaja

untuk menikah di usia muda adalah, pertama karena tingkat pendidikan, dimana

makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong cepatnya perkawinan di usia

muda. Kedua adalah alasan ekonomi, yaitu apabila anak perempuan telah menikah,

berarti orangtua bebas dari tanggung jawab, sehingga secara ekonomi mengurangi

beban, dengan kata lain sebagai jalan keluar dari berbagai kesulitan. Ketiga adalah

adat istiadat atau pandangan masyarakat yang menganggap bahwa jika anak gadis

belum menikah di anggap sebagai aib keluarga, kedewasaan seseorang di nilai dari

(38)

adalah kepatuhan terhadap orang tua yaitu perkawinan dapat berlangsung karena

adanya kepatuhan remaja terhadap orang tua.

Dalam rangka menyelamatkan 1000 HPK, perlu ada kebijakan yang

mencegah usia menikah muda, remaja perempuan sebagai calon pengantin harus

sehat dan dalam status gizi baik, tidak kurus dan tidak anemi atau kekurangan gizi

lainnya (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2013).

Kurang gizi di negara berkembang pada masa pra hamil dan ibu hamil akan

berdampak pada anak yang IURG (Intra Uterine Growth Retardation). Kondisi ini

hampir separuhnya terkait dengan status gizi ibu, yaitu berat badan ibu pra hamil

yang tidak sesuai dengan tinggi badan atau bertubuh pendek, dan pertambahan berat

badan yang kurang selama kehamilannya. Ibu yang pendek waktu usia dua tahun

cenderung bertubuh pendek pada usia dewasa dan apabila ibu hamil pendek akan

cenderung menghasilkan bayi BBLR (Victoria dkk dalam Kementerian Koordinator

Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, 2013).

Kesiapan pengetahuan terhadap tumbuh kembang balita sangat diperlukan

bagi seorang ibu, karena seorang ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik

akan menghasilkan tumbuh-kembang balita yang baik pula, khususnya pada periode

usia tiga tahun pertama, karena kurun usia tersebut merupakan periode pertumbuhan

otak yang cepat. Mempersiapkan remaja sebagai calon ibu yang terdidik pada saatnya

menjadi seorang ibu, dapat memberikan dampak baik pada perkembangan emosi,

(39)

Gambar 2.1. Siklus Gangguan Pertumbuhan Inter Generasi

Sumber : ACC/SCN dalam Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, 2013

Menurut UNICEF Indonesia (2012) Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan

adalah dengan menerapkan program kesehatan yang bersifat preventif dan

mempromosikan pentingnya gizi secara cepat yang dimulai dari masa remaja atau pra

kehamilan. Meskipun nantinya perempuan yang akan memasuki masa kehamilan,

menyusui, melahirkan dan mendominasi dalam mengurus anak, namun bukan berarti

promosi gizi atau pendidikan gizi tidak perlu diberikan kepada remaja laki-laki

sebagai calon suami dan calon ayah.

Peran suami di Indonesia masih sangat kuat dalam mengambil keputusan

termasuk keputusan yang terkait dengan kesehatan. Apabila remaja laki-laki pernah

mendapatkan pendidikan gizi atau materi gizi 1000 HPK sebelumnya, maka

diharapkan dapat membentuk perilaku yang postif seperti dukungan kepada istri dan Gangguan

Pertumbuhan Anak

Wanita dewasa kurang berat dan pendek

Kehamilan dini

Remaja kurang berat dan pendek Berat bayi lahir

(40)

anaknya untuk selalu memperhatikan kesehatan. Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Ishak dkk (2005) yang meneliti tentang keterlibatan

suami dalam menjaga kehamilan istri, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikan suami maka upaya mendukung istrinya untuk berkonsultasi

dan memilih persalinan ke tenaga kesehatan semakin besar dan lebih banyak

memperhatikan gizi atau makanan istrinya selama hamil.

Memberikan pendidikan gizi sangat penting untuk meningkatkan perilaku gizi

remaja. Banyak upaya yang bisa dilakukan seperti memanfaatkan media yang tersedia

untuk menyampaikan pesan gizi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Khoirani,

dkk (2012), yaitu dengan menerapkan permainan sebagai media promosi gizi ternyata

memiliki dampak positif terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan siswa

tentang gizi seimbang. Diharapkan dengan adanya intervensi gizi yang diberikan

dapat meningkatkan perilaku remaja yang positif terhadap gizi dan kesehatan.

2.14. Landasan Teori

Menurut UNICEF Indonesia (2012) salah satu kegiatan yang dapat dilakukan

untuk mengatasi masalah gizi adalah dengan menerapkan program kesehatan yang

bersifat preventif dan mempromosikan pentingnya gizi secara cepat yang dimulai dari

masa remaja. Pengetahuan gizi dan kesehatan pada masa remaja dapat ditingkatkan

melalui beberapa strategi, salah satunya adalah melalui pendekatan sekolah.

Sekolah adalah perpanjangan tangan keluarga dalam meletakkan dasar

(41)

gizi pada komunitas sekolah merupakan suatu cara yang efektif dalam upaya

kesehatan masyarakat khususnya dalam pengembangan perilaku hidup sehat

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Craven dan Hirnle yang dikutip oleh Mubarak dkk (2007)

menyatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah upaya penambahan pengetahuan dan

kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan

untuk meningkatkan fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan

terhadap pengarahan diri (self direction), dan aktif memberikan informasi-informasi. Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara

terencana pada diri individu, kelompok atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri

dalam mencapai tujuan hidup sehat.

Menurut Mubarak (2011) Perilaku merupakan seperangkat perbuatan atau

tindakan seseorang dalam melakukan respons terhadap sesuatu dan kemudian

dijadikan kebiasaan karena adanya suatu nilai yang di yakini. Perilaku manusia pada

dasarnya terdiri atas komponen pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain

perbuatan seseorang atau respon seseorang didasari oleh seberapa jauh

pengetahuannya terhadap rangsangan tersebut, bagaimana perasaan dan

penerimannya, dan seberapa besar keterampilannya dalam melaksanakan atau

(42)

2.15. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan bahwa yang akan

diteliti adalah pengaruh pendidikan gizi 1000 HPK terhadap pengetahuan dan sikap

siswa mengenai gizi 1000 HPK.

Pengetahuan siswa tentang gizi 1000 HPK

Pendidikan Gizi 1000 HPK

Gambar

Tabel 2.1. Prinsip Pemberian MP ASI
Gambar 2.1. Siklus Gangguan Pertumbuhan Inter Generasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

3) Hasil evaluasi per matakuliah dinyatakan dengan nilai huruf yang merupakan hasil konversi dari nilai angka luaran agregasi dari komponen-komponen penilaian. 4) Hasil

Sampel yang akan diteliti yaitu berupa urin sewaktu perempuan usia lanjut menggunakan metode mikroskopis sedimen urin yang diperiksa jumlah leukosit dalam urin dan yang

Hipotesis penelitian ini adalah jika metode Talking Stick digunakan dengan baik maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran Pendidikan Agama

JADWAL UJI KOMPETENSI CLCP - APLI KASI PERKANTORAN STMI K ATMA LUHUR PANGKALPI NANG. TANGGAL 12 - 14

Ketidak-berdayaaan warga masyarakat sukubangsa setempat dalam melawan pemerintah atau sistem nasional, kecuali di Aceh, mungkin dikarenakan bahwa:

Hasil penelitian ini adalah: (1) dari empat indikator dan 48 variabel komponen konseptual e-content yang diajukan kepada panel pakar, validitas keluarannya

Para pemegang saham Perseroan yang namanya tercatat dalam DPS Perseroan pada tanggal 31 Mei 2016 pukul 16.00 WIB berhak memperoleh HMETD (“Pemegang Saham Yang Berhak”)

Hasil interpretasi tanda yang ada pada iklan korporat Dove “Real Beauty” versi global ke lokal menunjukkan pergeseran standar kecantikan (definisi baru kecantikan) hanya