• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PASIEN HALUSINASI PENDEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PASIEN HALUSINASI PENDEN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN TERHADAP

RESIKO PERILAKU KEKERASAN DIRUANG KENARI

RS.KHUSUS DAERAH PROVINSI SUL-SEL

Elshy Pangden Rabba

1

, Dahrianis

2

, Sri Purnama Rauf

3

1STIKES Nani Hasanuddin Makassar

2STIKES Nani Hasanuddin Makassar

3Poltekkes Kemenkes Makassar

(Alamat Respondensi: Elshypangden@yahoo.com/085343939453)

ABSTRAK

Gangguan jiwa ialah gejala-gejala patologik domain berasal dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Menurut Keliat & Akemat, (2012), Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010). Tujuan penelitian ini adalah Untuk Mengetahui Hubungan Antara Pasien Halusinasi Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Kenari di RS. Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel. Desain penelitian penelitian cross sectional, dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variable pada satu saat. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 63 responden. Penelitin dilaksanakan mulai dari bulan april-juni 2013. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik non probability sampling dengan uji purposive sampling. Instrument penelitian menggunakan Lembar Observasi. Dari 64 sampel, ditemukan sebanyak ada 36 responden (56.2%) yang mengalami halusinasi pendengaran dan dari 36 responden tersebut ada 32 responden (50%) yang melakukan tindakan perilaku kekerasan dan 4 responden (6.2%) yang tidak melakukan tindakan kekerasan. Sedangkan ada 28 responden (43.8%) yang tidak mengalami halusinasi, dan dari 28 responden tersebut 8 responden ( 12.5%) yang melakukan tindakan perilaku kekerasan. dan 20 responden (31.2%) yang tidak melakukan tindakan perilaku kekerasan. Berdasarkan uji statistic chi-square di peroleh nilai p= 0,000. Dengan demikian p˂α (0,05) sehingga hipotesis Alternatif (Ha) diterima dan Hipotesis (Ho) ditolak dengan interpretasi “ Ditemukan adanya “ Hubungan antara pasien halusinasi pendegaran terhadap perilaku kekerasan di ruang kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel.

Kata Kunci : Halusinasi Pendengaran, Perilaku Kekerasan

PENDAHULUAN

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistic, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa ialah gejala-gejala patologik domain berasal dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya.

Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan kontitusi, umur dan jenis kelamin, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat istiadat, kebudayaan orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antara manusia, dan sebagainya.

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No 3 tahun 1966, adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis dan memperhatikan segi kehidupan manusia dan cara berhubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut ANA keperawatan jiwa merupakan satu bidang spesialistik praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya ( Riyadi & Purwanto 2009).

Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Depertemen Kesehatan dan World Health

(2)

memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan data studi World Bank dibeberapa negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease) menderita gangguan jiwa.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta. Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jukarnain (2011) di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010, sebanyak 7.897 klien gangguan jiwa dan sebanyak 1.467 orang atau 65% halusinasi,dan yang perawatan dirinya kurang sebanyak 2.257 orang atau 18.6%.

Di RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel, data pasien yang menderita halusinasi pada periode Januari sampai Desember tahun 2010 sebanyak 5.909 orang klien (45,75%) dari 12914 orang klien yang menderita gangguan jiwa tersebut. dan pada periode Januari sampai Desember tahun 2011 pasien sebanyak 5.966 orang klien (47,35%) dari 13247 orang klien menderia gangguan jiwa, sedangkan yang menderita pada periode Januari sampai Desember tahun 2012 sebanyak 6.977 orang klien (51%) dari 14008 orang klien yang menderita gangguan jiwa. Data ini diperoleh dari (medical rekor) Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 1 April.

Diperkirakan lebih dari 90% klien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Halusinasi yang dialami klien jenisnya bervariasi, tetapi sebagian besar klien skizofrenia mengalami halusinasi pendengaran. Suara dapat berasal dari dalam individu atau dari luar individu. Suara yang didengar klien dapat dikenalnya, suara dapat tunggal atau multipel atau bisa juga semacam bunyi bukan suara yang mengandung arti. Isi suara dapat memerintahkan tentang perilaku klien sendiri dan klien sendiri merasa yakin bahwa suara itu ada (Trimelia, 2011).

Halusinasi dalam hal ini yang menyuruh pasien untuk melakukan sesuatu, seperti membunuh dirinya sendiri, melukai orang lain,

atau bergabung dengan seseorang dikehidupan sesudah mati. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara.

Korban trauma atau penganiayaan dapat dipastikan mengalami cedera fisik yang memerlukan penanganan medis, tetapi mereka juga mengalami cedera psikologis yang dapat mencakup respons dalam lingkup luas. Beberapa korban mungkin mengalami agitasi dan tampak kecewa, korban yang lain menarik diri dan menyendiri, yang tampak hilang rasa atau tidak menyadari lingkungan sekitarnya.

Ketika berhubungan dengan orang lain, reaksi emosional mereka cenderung tidak stabil, intens dan dianggap tidak dapat diperkirakan. Melibatkan dalam hubungan intim dapat memicu respons emosional yang ektsrem, misalnya ansietas, panik, takut, atau teror (Videbeck, 2008).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana sesorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Nita Fitria cit Stuart dan

Sundeen, 2009 dalam

http://fatamotganapio.blogspot.com/2011/12/kt i-perilaku-kekerasan-bab-1.html).

Buktinya lainnya, berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan kesehatan jiwa memang menghawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri dari para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya. ( Yosep Iyus, 2009).

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.

BAHAN DAN METODE

(3)

sectional, dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variable pada satu saat, artinya tiap subjek hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan. Setelah data diperoleh, kemudian dilakukan analisis untuk mencari ada tidaknya hubungan antara pasien halusinasi pendengaran terhadap resiko perilaku kekerasan.

Lokasi penelitian dilaksanakan di Ruang Kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel. Waktu penelitian disesuaikan dan pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari pihak terkait. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang berada diruang Kenari RS. Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel sebanyak 176 jiwa. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang di rawat di Ruang Kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel. Selama waktu penelitian dengan tanda dan gejala halusinasi pendengaran yang memenuhi kriteria inklusi. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 64 jiwa yang di dapat dengan menggunakan rumus (Nur salam 2009).

Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel tersebut digunakan (Hidayat, 2007).

1) Kriteria inklusi :

a. Pasien yang mengalami halusinasi pendengaran khusus di ruang kenari. b. Pasien yang berumur 20-40 tahun c. Pasien yang dirawat di RS.Khusus

RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel

Pengumpulan data

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan observasi dan sebagai subjek penelitian adalah pasien yang mengalami halusinasi pendengaran di Ruang Kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel yang memenuhi kriterian inklusi. Pengolahan data dilakukan dengan:

a. Editing Data.

Editing (mengedit data) adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang dikumpulkan. b. Coding.

Untuk memudahkan pengolahan data. Semua data atau jawaban disederhanakan dengan mamberikan simbol untuk setiap jawaban.

c. Membuat tabulasi.

Data di kelompokkan ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki, kemudian dianalisa secara statistik

1. Analisa Data

Untuk keperluan ini digunakan: Analisa Univariat, yang dilakukan pada tiap Variabel independen dari hasil penelitian.

a. Analisa Bivariat, yang dilakukan pada tiap variabel independen dan dependen yang diduga berhubungan atau berkorelasi untuk mengetahui hubungan tiap variabel independen dan variabel dependen yang diuji dengan uji satistik Chi-squer.

b. Analisa multivariat, yang dilakukan terhadap beberapa variabel bebas yaitu halusinasi pendengaran. 2. Pengujian Hipotesis

Bila α ≤ 0.05 berarti ada diterima sedangkan, bila p > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.

Ho ditolak dan Ha diterima, ada hubungan antara pasien halusinasi pendengaran terhadap resiko perilaku kekerasan di ruang kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel.

Sedangkan Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada hubungan antara pasien halusinasi pendengaran terhadap resiko perilaku kekerasan di ruang kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel.

HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat

Tabel 5.1 Data Demografi Responden Berdasarkan Umur Responden di Ruang Kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel

Umur n %

20 - 30 30 46.9

31 - 40 34 53.1

Total 64 100.0

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa responden berumur 20-30 tahun sebanyak 30 orang (46.9%) dan umur 31-40 tahun sebanyak 34 orang (54.1%).

(4)

Pendidikan n %

Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa responden yang pendidikan SD 27 orang

Tabel 5.3 Data Demografi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 64 100.0

Total 64 100.0

Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa jumlah responden laki-laki yaitu 64 orang (100.0%).

Tabel 5.4. Data Demografi Responden Berdasarkan agama Responden di Ruang Kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel

Agama n %

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Halusinasi Pendengaran di Ruang Kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel

Nampak mengalami halusinasi

pendengaran, sedangkan responden yang tidak Nampak mengalami halusinasi pendengaran sebanyak 28 responden (43.8%).

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Perilaku Kekerasan di Ruang Kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel mengalami perilaku kekerasan, sedangkan responden yang tidak mengalami perilaku kekerasan sebanyak 24 responden (37.5%).

2. Analisa Bivariat

Tabel 5.7. Hubungan antara halusinasi pendengaran terhadap perilaku kekerasan di ruang kenari RS.khusus daerah Provinsi Sul-Sel (56.2%) yang mengalami halusinasi pendengaran dan dari 36 responden tersebut ada 32 responden (50%) yang melakukan tindakan perilaku kekerasan dan 4 responden (6.2%) yang tidak melakukan tindakan perilaku kekerasan.

Sedangkan ada 28 responden (43.8%) yang tidak mengalami halusinasi, dan dari 28 responden tersebut 8 responden ( 12.5%) yang melakukan tindakan perilaku kekerasan. dan 20 responden (31.2%) yang tidak melakukan tindakan perilaku kekerasan.

Berdasarkan uji statistic chi-square di peroleh nilai p= 0,000. Dengan demikian p˂α (0,05) sehingga hipotesis Alternatif (Ha) diterima dan Hipotesis (Ho) ditolak dengan interpretasi “ Ditemukan adanya “ Hubungan antara pasien halusinasi pendegaran terhadap perilaku kekerasan di ruang kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel.

PEMBAHASAN

(5)

distorsi persepsi yang muncul dari berbagai indera (Trimelia, 2011).

Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III ) halusinasi dapat terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa. Pada umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang berlebihan atau kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan (Halusinasinogenik).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana sesorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Nita Fitria Cit Stuart dan Sundeen,2009:139).

Hal ini berarti kondisi emosional atau perilaku kekerasan pasien dipengaruhi oleh kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasinya.

Halusinasi bersifat menaklukan. Halusinasi menjadi lebih rumit dan klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman sensorinya menjadi terganggu, halusinasi berubah mengancam, memerintah, memarahi, dan menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya, sehingga klien mulai terasa mengancam.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jukarnain (2011) di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010, sebanyak 7.897 klien gangguan jiwa dan sebanyak 1.467 orang atau 65% halusinasi,dan yang perawatan dirinya kurang sebanyak 2.257 orang atau 18.6%.

Hasil dari penelitian ini ditemukan kebanyakan dari responden berumur 31-40 tahun sebanyak 34 orang (53.1%) dan umur 20-30 tahun sebanyak 30 orang (46.9%). Sedangkan untuk pendidikan responden dari pendidikan tingkat SD ada 27 orang (42.2%), pendengaran dan 28 orang (43.8%) yang tidak mengalami halusinasi. Sedangkan dari 64 sampel di temukan sebanyak 40 orang (62.5%) yang melakukan perilaku kekerasan,

dan sebanyak 24 orang (37.5%) yang tidak melakukan perilaku kekerasan.

Berdasarkan hasil uji statistic chi-square diperoleh nilai p=0,000. Dengan demikian p˂α (0,05) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak dengan interpretasi “ Ditemukan Adanya “Hubungan Antara Pasien Halusinasi Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Kenari RS.Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel”.

KESIMPULAN

1. Ditemukan adanya hubungan antara pasien halusinasi pendengaran terhadap resiko perilaku kekerasan dimana pasien yang mengalami halusinasi pendengaran maka akan rentan untuk melakukan perilaku kekerasan.

2. Kondisi emosional atau perilaku kekerasan pasien dipengaruhi oleh kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasinya. Halusinasi bersifat menaklukan. Halusinasi menjadi lebih rumit dan klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman sensorinya menjadi terganggu, halusinasi berubah mengancam, memerintah, memarahi, dan menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya, sehingga klien mulai terasa mengancam.

SARAN

Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Diharapkan dapat menjadi masukan pada pelayanan keperawtan tentang hubungan halusinasi terhadap resiko perilaku kekerasan agar lebih meningkatkan pelayanan keperawatan baik kepada klien,keluarga dan lingkungan dimana kita berada.

2. Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam rangka menambah wawasan pengetahuan dan sebagai wadah latihan dan pengembangan keilmuan yang diperoleh serta mengaplikasikannya dalam mengidentifikasi pengaruh kejadian halusinasi terhadap perilaku kekerasan bila sudah terjadi.

3. Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga akan pentingnya menjauhkan klien terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku kekerasan dan dapat langsung mengaplikasikannya.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. A. A. 2008. Riset keperawatan dan teknik penulisa ilmiah.Salemba Medika: Jakarta

(6)

Kusumawati & Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika:Jakarta

Maramis. 2004. Ilmu Kedoteran Jiwa. Airlangga Universitas Pres:Surabaya

Riyadi & Purwanto. 2009. Asuhan Keperawata Jiwa. Graha Ilmu:Yogyakarta

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Trans Info Media:Jakarta

Yosep iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama:Bandung

Videbeck,Sheila.2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa, hal 3.EGC:Jakarta)

(Stuart dan Sundeen, 1998 dalam http : // fatamot ganapio. blogspot. Com / 2011 / 12 / askep-halusinasi. html).

(Stuart dan Sundeen, 2002, dalam http://trullyen.blogspot.com/.../asuhan-keperawatan-jiwa.com).

(Intansari, 2008 dalam http://fatamotganapio.blogspot.com/2011/12/kti-perilaku-kekerasan-bab-1.html).

Gambar

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Perilaku Kekerasan di Ruang Kenari RS.Khusus

Referensi

Dokumen terkait

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL HERBA BENALU MANGGA (Dendrophthoe petandra L. Miq.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus ATCC 6538 DAN Escherichia coli ATCC 11229i.

Sejalan dengan hal tersebut, uji-t menunjukkan hasil uji beda sebesar 14,20 lebih besar dari ttabel 2,092, sehingga dapat disimpulkan penerapan media video berpengaruh

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan ( affective ) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami

a. Nilai Produktif: Banyak pengguna laporan keuangan menggunakan informasi yang disediakan laporan keuangan untuk memprediksi profitabilitas entitas masa datang dan arus kasnya.

Tahapan Pengembangan Sanitasi Subsektor Air Limbah Domestik Kabupaten Lampung Timur Dalam menentukan wilayah pengembangan sanitasi subsector air limbah , ditentukan

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tersebut bergantung pada tujuan dan jenis program. Di

Integritas laporan keuangan diukur dengan konservatisme, corporate governance diproksikan dengan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan

Dari kasus Erlin dan Siswanto seperti dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa konsumen pengguna televisi led yang merasa kurang puas terhadap layanan purna jual