• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENCANA DAN KEMASYARAKATAN Studi Penyeba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BENCANA DAN KEMASYARAKATAN Studi Penyeba"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BENCANA DAN KEMASYARAKATAN:

Studi Penyebab dan Penanganan Bencana Berbasis Lokal Oleh: Zainal, M.Ag1

Abstrak

Although the earthquake caused by natural factors, but also the human factor can lead to disaster. Indeed human interaction with the natural balance of nature is quite decisive. Therefore, it should be noted human concern towards the natural surroundings. Effective earthquake disaster management community is helpless in dealing with the worst possibilities and responsive to escape. Enough potential to help local communities in addressing disaster recovery, both from the aspect of physical and psychological aspects

Key Word: Disasters and Society, Local

Meskipun bencana gempa disebabkan oleh faktor alam, namun faktor manusia juga dapat menyebabkan bencana. Sesungguhnya interaksi manusia dengan alam cukup menentukan keseimbangan alam. Oleh sebab itu perlu diperhatikan kepedulian manusia terhadap alam

sekitarnya. Penanganan bencana gempa yang efektif adalah berdayanya masyarakat dalam mengatasi terjadinya kemungkinan yang terburuk dan tanggap terhadap penyelamatan diri. Potensi lokal cukup membantu masyarakat dalam menangani

pemulihan bencana, baik dari aspek fisik maupun dari aspek psikis Key Word: Bencana dan Masyarakat,Lokal

A. Pendahuluan

Bencana sesungguhnya adalah suatu kenyataan yang terjadi di luar keinginan manusia, ia datang tanpa diundang dan diminta, tetapi ia muncul begitu saja tanpa memberitakan aba-aba secara detail. Pada prinsipnya bencana demikian datang tidak hanya semata-mata karena faktor alam, tetapi juga ada kaitannya dengan perilaku manusia yang sudah tidak peduli dengan alam. Dalam sejarah manusia, bencana terbesar telah terjadi pada masa Nabi Nuh, tercatat pada peristiwa ini telah menelan korban yang tidak terhingga. Meskipun bencana terbesar pada masa Nabi Nuh ini berbentuk air, namun juga diawali dengan gempa yang sampai mengeluarkan air dari bumi tanpa henti-hentinya, serta tertumpahnya air hujan yang terus mendera. Menarik pada masa ini, bencana yang terjadi juga berkaitan langsung dengan perilaku manusia yang ada pada saat itu telah melampaui batas ketentuan Sang Pencipta (Allah), sehingga bencana itu dapat menginsafkan kembali pengikut Nabi Nuh yang sudah mulai berpaling jauh dari ajaran agama yang diserukan Nabi Nuh.

(2)

Dalam Al-Qur’an banyak digambarkan peristiwa bencana yang terjadi menimpa umat manusia lebih disebabkan larinya mereka dari ajaran agama yang diserukan oleh para Nabi dan Rasulnya, serta merajalelanya mereka memperlakukan alam dengan semena-mena, sehingga diberikan peringatan melalui gejala alam, seperti hujan yang tiada henti-henti pada akhirnya menyebabkan banjir, gempa yang datang silih berganti mulai dari gunung hingga laut, serta tumpahan air laut dan air gunung yang tidak terhingga.

Permasalahan bencana yang terkait dengan ekologi telah menjadi sorotan dunia (global), karena sudah menjurus pada tingkat mencemaskan dan mengkhawatirkan stabilitas bumi yang ditempati oleh umat manusia ini. McElroy,2 WALHI,3 dan

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada akhir tahun 2007 sampai 2010,4

melaporkan bahwa kerusakan lingkungan yang banyak menimpa bumi seperti bencana banjir, bencana gempa, dan bencana lonsor, dan lain-lain ternyata ada pengaruhnya oleh perilaku manusia yang kurang harmonis dalam berinteraksi dengan alam.5

Indonesia termasuk kawasan yang tidak henti-henti dilanda bencana semenjak tahun 2000 hingga sekarang, mulai dari peristiwa Tsunami akhir 2004 di Aceh, 2010 di Mentawai Sumatera Barat, Gempa Alam 2006 di Yogyakarta, 2007 & 2009 di Sumatera Barat, Gunung Meletus 2010 di Solok Sumatera Barat, 2011 di Yogyakarta, Gunung Sinabung 2013 di Sumatera Utara dan peristiwa lainnya sejumlah daerah. Meskipun tahun sebelumnya telah banyak peristiwa bencana yang melanda Indonesia, namun kejadian bencana yang bertubi-tubi seperti sekarang telah banyak mendatangkan perhatian. Hasil kajian ilmiah telah menelurkan banyak pemikiran, sehingga melahirkan beberapa temuan baru. Di antaranya yang mengejutkan adalah bahwa pulau Sumatera bagian Barat terdapat patahan lempengan yang sudah memasuki tingkat mencemaskan, terkhusus lagi bagian wilayah Mentawai dan sekitarnya. Pada satu sisi temuan ini 2Mary Evelyn Tucker dan Jhon A, Grim, “Introduction: The Emerging Alliance World Religions and Ecology,” Dacdalu (2001): vol. 130, Iss. 4, I. Dapat juga ditemukan pada Bill McKibben, The End of Nature, cet. II (New York: Random House, 1989)

3Sudarsono, Menuju Kemampanan Lingkungan Hidup Regional Jawa (Yogyakarta: PPLHRJ, 2007), h. 129.

4Penyebab bencana bisa datang dari kerusakan lingkungan, seperti: pengundulan hutan, dan gaya hidup manusia modern. Lihat Nur Arfiyah Febriani, Ekologi Berwawasan Gender Dalam Persfektif al-Qur’an (Jakarta: Disertasi, 2001), h. 1.

(3)

kelihatannya mencemaskan masyarakat yang menempati wilayah Sumatera bagian Barat ini, tetapi sisi lain yang tidak boleh dilupakan adalah, semuan temuan itu adalah sebuah ikhtiar (usaha) manusia mendeteksi alam dengan segala potensi yang telah dianugrahi oleh Allah. Tentu yang diperhatikan adalah bagaimana menyikapi temuan demikian yang berbasis kemashlahatan.

Permasalahan yang mesti dipertanyakan melalui peristiwa ini adalah kenapa bencana terjadi serta bagaimana penanganannya terkhusus berbasis lokal. Maka dalam tulisan ini akan diungkap penyebab terjadinya bencana gempa serta upaya-upaya penanganannya.

B. Manusia dan Alam

Sepintas manusia memang perkasa dihadapan alam, ia dengan leluasa dapat memperlakukan alam dengan seenaknya, sehingga tidak menghiraukan keseimbangan alam. Hutan-hutan menjadi gundul oleh penebangan liar, sungai-sungai menjadi kotor oleh limbah produksi manusia, udara menjadi tidak sehat atas menjamurnya sejumlah pabrik. Semua itu terjadi atas perbuatan manusia yang telah meremehkan posisi alam, ketimbang memanfaatkanya secara berimbang yang disertai dengan peremajaan. Pada dasarnya alam disiapkan Allah untuk manusia agar memberikan manfaat yang sekaligus memuculkan rasa syukur manusia kepada Allah dengan serta tetap menjaga kelestariannya. Koesnadi Hardjosoemantri mengungkapkan bahwa segala yang ada di dunia ini erat hubungannya antara yang satu dengan lainnya, seperti manusia dengan manusia, antara manusia dengan hewan, antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan, bahkan juga antara manusia dengan benda-benda mati di sekelilingnya. Demikian juga halnya antara satu makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya atau benda mati sekalipun.6 Yang pasti semuanya terinterkoneksi dan saling mempengaruhi, sehingga

tidak terlepas dari saling keterkaitan.

(4)

pengaruh yang mendorong manusia ke dalam suatu kondisi tertentu sehingga adalah wajar jika manusia tersebut kemudian juga berusaha untuk mengerti apakah sebenarnya yang mempengaruhi dirinya, dan sampai berapa besarkah pengaruh-pengaruh tersebut.7

Pada tinjauan lain dapat dikelompokkan pendekatan ini dengan istilah pola interaksi mutual antara makhluk hidup dengan lingkungan sekitarnya. Nur Afriyah Febriani mengemukakan hal ini dengan istilah ekologi manusia yang merupakan wujud interaksi sosial antara manusia dengan manusia serta dengan lingkungan sekitarnya. Begitu juga dengan ekologi alam yaitu keberadaan alam sebagai pemberi manfaat sesuai dengan potensi dan ketersediaanya serta memerlukan manfaat dari manusia.8

Dicermati lebih dalam ternyata tidak bisa terbantah bahwa manusia memiliki integritas dengan makluk lainnya, sehingga kajian seperti ini dapat dikategorikan dalam bentuk ekologi yang mempunyai hubungan timbal balik dengan ilmu lainnya. Sebab ekologi ini menyangkut tentang proses interaksi kehidupan manusia dengan sesama manusia lainnya, serta dengan lingkungan sekitarnya. Untuk dapat mengungkap lebih komprehensif perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan lain, seperti ilmu keagamaan (transmitted science), ilmu teoritis (rational science) dan ilmu praktis (practical science). Maka sangat tepat menggunakan beberapa disiplin tersebut dalam menyorot kajian tentang bencana dan kemasyarakatan yang memfokuskan pada aspek penanganan korban gempa berbasis lokal. Walau bagaimana pun bencana yang terjadi namun ia tetap memberikan efek yang cukup dalam bagi korban yang pada akhirnya akan mempengaruhi sisitem alam yang ada. Pada konteks ini cukup beralasan melihat bencana sebagai bagian fenomena kemasyarakatan di samping sebuah peristiwa alam, sekaligus menunjukkan hal ini merupakan bentuk ketidaksanggupan alam menampung beban yang tidak semestinya.

Keterkaitan ilmu keagamaan dengan sistem alam dapat ditinjau pada pemahaman manusia terhadap alam itu sendiri, apakah manusia menganggap alam bagian penting dalam melestarikan keseimbang yang perlu diperhatikan, atau manusia mengira alam hanya sebatas pemenuhan kebutuhan mereka, yang tidak perlu dilestarikan. Kondisi ini menunjukkan suatu sikap yang mengabaikan ajaran agama yang menganjurkan menjaga 7Koesnadi Harjasoemantri, Hukum Tata Lingkung, cet 11, (Yogyakarta: Gajah Mada University Prss, 1994), h. 1-2.

(5)

keseimbangan. Sangat jelas Allah menyebutkan, prilaku manusia seperti ini hanya mendatangkan kerusakan dan kepunahan bagi alam, sehingga mereka tidak menyadari bahwa akibat dari prilaku berlebihan ini akan mendatangkan suatu bencana yang melebihi kerakusan manusia itu sendiri. Dalam istilah Marjorie Hope dan James Young prilaku manusia seperti ini adalah kering spiritual atau antroposentris, karena telah mengabaikan seruan agama, maka tidak ada jelan keluar selain kembali kepada ajaran agama.9

Sementara itu keterkaitan bencana dengan ilmu teoritis (rational science) terpotret pada interaksi manusia dengan alam, kemudian melahirkan sains tentang alam dan pengaruhnya bagi dinamika kehidupan manusia, sehingga terlihat ketergantungan manusia pada sains untuk menaklukan alam. Ahmad Baiquni menyebutkan sampel kajian ini terdapat dalam cabang ilmu kosmologi dan botani yang saling terintegritas dalam proses saling mempengaruhi. Maka kuat dugaan bahwa pendekatan sains akan menjadikan manusia menjadi makhluk perkasa atas alam, sehingga mulai mengabaikan prinsip-prinsip keseimbangan dalam menjaga kelestarian kehidupan manusia itu sendiri apalagi kehidupan manusia lainya.10

Selain ilmu agama (transmitted science) dan ilmu teoritis (rational science), terdapat juga ilmu praktis dalam mengamati kebencanaan ini. Bahwasanya ilmu agama dan ilmu teori masih pada tataran konseptual, dalam pelaksanaannya perlu dicarikan titik temunya agar terintegrasi serta dapat menjawab permasalahan kebencanaan dan kemasyarakatan. Ditinjau lebih lanjut ilmu praktis ini meliputi aspek etika, ekonomi, dan politik. Upaya mengintegrasi aspek tersebut perlu sebuah langkah praktis penerapannya. M. Evan menawarkan bentuk integral penerapan aspek tersebut seperti etika, ekonomi, dan politik dalam satu kesatuan yang saling memberikan solusi serta implementasi kongkrit dalam mengatasi kebencanaan yang berdampak terhadap tatanan sosial masyarakat. Oleh sebab itu pembahasan tentang bencana dan kemasyarakat perlu

9Cross Currents, Islam and Ecology, Proquest Religion (Summer, 1994), 180. Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menyebutkan bahwa prinsip dasar akidah, syari’ah dan akhlak menjurus pada kemashlatan serta keseimbangan, tidak terkecuali bagaimana membangun keharmonisan manusia dengan sesame manusia dan dengan makhluk lainnya. Oleh sebab itu tidak ada alasan manusia mengelak bersanding harmonis dengan seklilingnya. Dapat ditemukan pada Q.S. al-Nahl (16): 5-8, dan Q.S. al-Nahl (16): 10-13.

(6)

ditekankan pada aspek lokal yang memiliki potensi kekuatan kultur serta struktur dalam penanganan bencana melalu tiga ilmu di atas.

C. Penyebab Kerentanan Bencana Kasus Indonesia

Sejarah perjalanan bumi yang ditempati manusia terdapat berbagai bentuk bencana, seperti gempa bumi yang bersumber dari gunung dan laut, banjir berasal dari luapan sungai dan laut, banjir bandang yang datang dari gunung, Tsunami yang disebabkan hempasan air laut ke daratan, hujan yang berasal dari pasir atau kerikil, atau batu, badai tropis hingga badai topan, serta bentuk bencana lainnya. Pada intinya semua bentuk bencana yang telah dipaparkan di atas merupakan gejala alam yang dipengaruhi oleh perubahan iklim serta pergeseran patahan-patahan bumi, sehingga dalam waktu tertentu terdapat ketidakstabilan ekosistem alam.

(7)

Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan Kaltim. Di bawah ini akan dikemukan factor kerentanan bencana serta bentuk-bentuknya.

1. Faktor Alam

Dibalik kekayaan alam Indonesia dengan berjejernya sejumlah gunung, dan terhamparnya luas lautan serta terbentangnya beberapa sungai, ternyata menyimpan banyak misteri yang patut diamati dan diperhatikan oleh penghuninya. Selama satu abad saja telah terjadi sebanyak 17 bencana tsunami besar di Indonesia, seperti tsunami besar Gunung Krakatau pada tahun 1883 yang menewaskan sekitar 36.000 jiwa, gempa dan tsunami besar Aceh pada tahun 2004 dan sebagian Sumatera Utara yang menelan korban lebih 150.000 jiwa, disusul gempa bumi di Pulau Nias pada tahun 2005 yang memakan korban sekitar 1.000 jiwa, berikut disusul gempa yang menimpa Yogyakarta pada tahun 2006 menelan korban lebih 5.000 jiwa, dan terakhir pada tahun 2010 tsunami juga menimpa kepulauan Mentawai. Di bawah ini dikemukakan beberapa peristiwa bencana beserta area dan keterangan lainnya.

(8)

Tanggal Kekuatan Episentrum Area Tewas Keterangan

14 Agustus 1968 7.8 Sulawesi Utara 392

26 Juni 1976 7.1 Papua 9.000

19 Agustus 1977 8.0 Kepulauan

Sunda 2.200

12 Desember 1992 7.5 Pulau Flores 2.100 lanjut: Gempa Bumi Informasi lebih Flores 1992

2 Juni 1994 7.2 Banyuwangi 200

4 Mei 2000 6.5 Kepulauan Banggai 54

4 Juni 2000 7.3 Bengkulu >100

(9)

Tanggal Kekuatan Episentrum Area Tewas Keterangan

Samudra Hindia lanjut: Gempa Bumi Sumatera 2005

27 Mei 2006 5.9 110.318°BT7.977°LS Bantul, Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta dan Klaten

6.234 lanjut: Gempa Bumi Informasi lebih Yogyakarta 2006

17 Juli 2006 7.7 107.263°BT9.334°LS Samudra Hindia

30 September 2009 7.6 Mw 0.725°LS

(10)

Tanggal Kekuatan Episentrum Area Tewas Keterangan

[5]

11 April 2012 8,5 2.4°LU

92.99°BT

Seluruh Pulau Sumatera.

1 Terasa hingga India dan Thailand

Berdasarkan eksploitasi data di atas ternyata seluruh kawasan Indonesia di luar Kalimantan telah mengalami banyak bencana gempa dan masih berpotensi terulang gempa kembali. Berbagai model dan bentuk bencana gempa demikian tergambar bahwa potensi alam cukup mempengaruhi munculnya bencana gempa. Kondisi ini cukup meyakinkan bahwa bencana gempa bumi termasuk akrab menghampiri kepulauan Indonesia. Dalam teori kegempaan yang dikemukakan beberapa ahli bahwa Indonesia adalah kawasan pertemuan tiga lempengan tektonik besar, yaitu Lempengan Indo-Australia, Eurasia dan Lempengan Pasifik. Dalam teori ini dikatakan Lempengan Pasific, Lempengan Indo-Australia bertabrakan dengan Lempengan Eurasia di lepas pantai Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Papua (Irian) dan Maluku Utara, sehingga dalam kesimpulan teori ini di sekitar lokasi pertemuan lempengan inilah terjadi akumulasi energy tabrakan hingga sampai suatu titik lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energy dan akhirnya energy tersebut akan dilepas dalam bentuk gempa bumi. Pelepasan energy sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan akibat percepatan gelombang seismic, tsunami, longsor, dan liquefaction. Secara umum yang dikembangkan pala ilmuan bahwa besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan tergantung pada beberapa faktor, di antara adalah karena skala gempa yang kuat, jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.

(11)

di sini adalah bagaimana posisi alam dalam kerangka kepercayaan manusia, apakah alam tercipta dengan sendirinya atau diciptakan oleh Sang Khalik, kemudian apakah alam diciptakan untuk kemashlahatan manusia atau sebaliknya, demikian juga halnya tentang keterkaitan alam dengan seluruh elemen yang ada seperti dengan manusia. Maka dalam konteks ini teologi cukup dominan mempengaruhi kerangka pemikiran manusia tentang gempa alam (bumi). Oleh sebab itu pemahaman terhadap alam serta permasalahan yang terkait dengan alam akan memberikan sebuah persepsi tentang permasalahan alam ini termasuk peristiwa gempa yang melandanya.

Pemikiran yang mengakamodir bahwa gempa terjadi hanya semata-mata faktor alam berarti ia melihat sebatas apa adanya dan tidak menggali fenomena lain yang terdapat padanya. Kecendrungan pemikiran seperti ini lebih dipengaruhi oleh kekuatan ilmu teoritis yang menguatkan dirinya. Biasa pemikiran seperti ini dikelompokkan paham qadariyah. Upaya yang mereka lakukan dalam meyakinkan pemikiran tersebut, kerap diawali oleh rasa penasaran serta ketidakpuasan terhadap peristiwa yang terjadi, maka muncul sebuah temuan (rasional) mendukung pengungkapan sebab terjadinya gempa. Berangkat dari pemikiran ini terdapat beberapa faktor yang menjelaskan kenapa gempa bumi terjadi, di antara jawabannya diperoleh melalui teori (sience) kegempaan seperti yang dijelaskan di atas.

(12)

Pemahaman keagamaan yang terdapat dalam teks al-Qur’an telah menjelaskan bahwa terjadi gempa di samping sebuah peristiwa alam, tetapi mesti disadari juga bahwa gempa demikian merupakan kehendak Sang Pencipta (Allah) setelah prilaku manusia melanggar ajaran-Nya. Hanya saja lagi bagaimana dapat mempertemukan antara kehendak Allah tersebut dengan faktor gejala alam dalam sebuah kerangka pemikiran yang menuntun pemahaman tentang gempa bumi hanya semata-mata pengaruh faktor alam, namun sesungguhnya gempa bumi sebuah ketetapan Allah.

Teologi tentang gempa ini perlu juga dicermati dengan seksama supaya, gempa tidak serta merta mendatangkan kecemasan serta ketakutan berlebihan, tetapi juga dapat menuntun manusia memahami kenapa gempa terjadi selain faktor alam. Faktor manusia ternyata juga ikut mempengaruhi peristiwa gempa ini. Oleh sebab itu keterkaitan faktor manusia dengan faktor alam cukup kuat dalam mempengaruhi terjadinya gempa.

2. Faktor Manusia

Bencana tidak hanya datang dari faktor alam, tetapi bencana juga datang dari ulah sikap, prilaku dan perbuatan manusia. Di perhatikan secara cermat ternyata bencana yang berasal perbuatan manusia lebih dahsyat dampaknya dibandingkan bencana yang muncul dari alam. Kenapa tidak, bencana yang berasal dari ulah prilaku manusia terencana dan bisa berakibat fatal terhadap masa depan manusia itu sendiri, sementara dari faktor alam amat cepat dipulihkan kembali. Dalam konteks ini M. Abduh (1969:33) mengemukakan bahwa urusan manusia tidak hanya terselesaikan setelah menuntaskan seluruh kewajibannya secara syari’at saja, tetapi pada aspek sosial (kepedulian) seperti ketentraman orang banyak, kelestarian alam termasuk bagian terpenting dalam mewujudkan keimanannya kepada Allah. Sehingga dari pemikiran M. Abduh terungkap bahwa bentuk keyakinan seseorang yang masih dalam ranah meyakini akan wujud Allah dengan segala sifat-sifat-Nya yang sempurna, serta dilanjutan pada rentetan rukun iman berikutnya masih tergolong dalam kelompok “Tauhidullah” atau “Tauhid Individual”, seharusnya menurut Abduh disertai dalam bentuk aksi nyata yang terkait dengan kepentingan orang banyak dan kelestarian alam semesta ini.11 Pada hal yang dituntut oleh

agama adalah bagaimana manusia mampu menyeimbangkan antara bentuk hubungannya

(13)

kepada Allah dengan hubunganya kepada sesama manusia dan makhluk lainya (termasuk alam). Sehingga sangat tepat dikatakan faktor manusia termasuk mempengaruhi terjadinya gempa melalui prilakunya yang hanya mementingkan invidual dan mengabaikan bentuk solidaritas sosial dan merusak alam.

Mengurai penyebab gempa dari faktor manusia memang sulit diukur secara lahiriah, tetapi kalau ditinjau dalam hal teologi terlihat jelas ada hubungan gempa dengan ulah perangai manusia, karena keimanan manusia tidak cukup hanya sampai pada pengakuan secara lisan, namun harus dilanjutkan sampai pada tindakan dan aktualisasi yang mencerminkan pelestarian kehidupan, baik terkait dengan manusia maupun terkait dengan alam. Kalau kita menerapkan pemahaman yang menyatakan bahwa alam ada terkoneksi dengan manusia, maka ia terjewantahkan melalui pilar-pilar pengamalan prinsip-prinsip tauhid yang menyejarah. Secara langsung memang sulit ditemukan gempa disebabkan oleh manusia, tetapi dari sikap kerakusan serta ketamakan yang mengabaikan keseimbangan alam akan menyembabkan terjadinya kesenjangan. Dalam hal ini Ahmad Syafi’i Ma’arif menyorot tentang relevansi tauhid sosial (sebagai tanggung jawab sosial dalam hal melestarikan alam) dengan tauhid individual. Maka pada kategori keterlibatan manusia dalam penyebab terjadinya gempa terdapat pada dua hal: pertama, iman merupakan sebuah kekuatan yang mendorong manusia untuk beraktivitas yang menjadi pilar utama dalam sejarah manusia, sedangkan yang kedua, iman tidak hanya dalam tataran kalbu, lisan, tetapi berlanjut pada tingkat pengamalan yang tujuannya adalah untuk menjawab masalah praksis manusia. Oleh sebab itu pemahaman manusia terhadap alam melalui teologi ini sangat mempengaruhi pola dan sikapnya. Tentu yang diharapkan di sini adalah prilaku manusia yang berdampak terhadap kerusakan sudah semestinya dijauhi, agar bencana demi bencana menghindari dari kehidupan manusia.

(14)

merealisasikan nilai system tersebut menjadi sebuah kemestian mendasar.12 Artinya

dalam tataran ini keadilan, keberimbangan antara beberapa unsur di atas menjadi sebuah kemestian yang ideal, oleh karena itu kepedulian antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam akan melahirkan sebuah konsep ideal memperoleh kemapanan hidup. Keharusan mewujudkan nilai system kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang mapan menjadi sebuah tujuan yang tepat, agar tidak muncul sikap rakus dan tamak.

Pada suatu ayat disebutkan bahwa kerusakan di muka bumi ini merupakan akibat perbuatan manusia. Pada tataran ini sangat nampak pengaruh manusia terhadap alam dalam hal kerusak. Artinya imbas perbuatan manusia yang tidak memperdulikan tata lingkungan serta kelestarian alam akan mengurangi kekuatan-kekuatan bumi menahan tekanan beban yang tidak setimpal dengan daya energinya. Sehingga secara perlahan sambil menunggu waktu, bumi mengeluarkan beban tersebut yang dikonversi menjadi bencana alam seperi gempa.

Di samping berdampak terhadap alam, celakanya perbuatan manusia tersebut juga berimplikasi terhadap masyarakat sekitarnya. Dalam penataan ini sesungguhnya terdapat dua kekuatan manusia untuk menghentikan sikap dan pola perusakan demikian. M. Syulthut menyebutkan dua kekuatan tersebut dapat membentengi manusia dari hal perusakan. Dua kekuatan itu dalam pandangan Syulthut adalah pertama: Nazhariah (penyelidikan) klimaknya adalah kemampuan menangkap makna yang sesungguhnya, sehingga ditemukan hakikat yang sebenarnya. Keduanya adalah amaliah (penerapan/tindakan) puncaknya terdorong melakukan urusan hidup dan penghidupan sesuai dengan jalur yang semestinya. Sesungguhnya perbuatan individual manusia memiliki dampak kemasyarakatan, maka dapat dipahami bahwa tanggung jawab individual semestinya menjurus pada tanggung antar sesama dan dengan alam sekitar.

Dikaji lebih dalam, dihadapan Allah manusia sesungguhnya mempunyai tugas tanggung jawab utama menyembah pada-Nya. Sebagai wujudnya adalah diiringi dengan perbuatan nyata dalam hal menata kehiduapan serta melestarikan alam dari kepunahan. Sekiranya manusia menyimpang dari demikian berarti ia tidak menunjukkan sikap tunduk kepada-Nya. Berarti manusia dinilai melalui perbuatannya, apakah mencerminkan

(15)

perbuatan yang mengarah pada ketundukan pada Allah, atau sebaliknya. Seyogyanya perbuatan manusia seluruhnya bermuara pada kepada Allah, termasuk memperlakukan alam sesuai dengan tuntunan Allah.

D. Penanganan Bencana Gempa Berbasis Lokal: Sebelum dan Sesudah Peristiwa

Manusia pada dasarnya dalam menghadapi bencana terdapat dua pola, pertama sangat takut atas kedatangan bencana tersebut karena tidak siap dan tidak menerima kemungkinan kejadian peristiwa demikian sehingga memunculkan sikap panik. Kedua adalah berusaha mengalahkan rasa takut itu dengan melengkapi diri dengan beberapa pengetahuan dalam menghadapi bencana apabila kemungkinan itu terjadi. Artinya pada kategori ini tidak hanya mengandalkan sikap pasrah terhadap penomena alam namun berusaha mengendalikan serta mengatasinya dengan seperangkat ilmu pengetahuan serta dengan persiapan kesiagaan penuh.

Dalam al-Qur’an dikatakan model manusia dalam menghadapi suatu bencana, pertama mereka yang tergolong pada model berkeluh kesah, artinya golongan ini dalam menghadapi suatu bencana hanya mengandalkan mengeluh karena tidak siap menerima kemungkinan terjadi khususnya dalam hal bencana. Ketidaksiapan demikian dipengaruhi oleh lemahnya aspek spiritual dan aspek intelekual dari sisi menyikapi permasalahan bencana ini. Kedua model manusia dalam menghadapi suatu bencana kebalikan yang disebut di atas, kelompok ini berupaya menekan kemungkinan terburuk dari bencana melalui seperangkat pengetahuan. Artinya serangkaian yang membantu mendeteksi bencana dilakukan secepat mungkin, serta berusaha menghindar dan mencegah berjatuhan banyak korban merupakan jawaban tepat dari berkeluh kesah. Secara teori penanganan bencana gempa dapat dilakukan beberapa langkah:

(16)

sehingga ia dapat menyelamatkan diri secepat mungkin. Tentu saja hal seperti ini adalah sebuah iktibar bagi manusia untuk memanfaatkan potensi yang dia miliki untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya bencana seperti gempa. Memang mencegah terjadinya bencana gempa sulit dilakukan, tetapi mendeteksi sebab-sebab terjadinya, langkah-langkah menyelamatkan diri dari bencana itu cukup mungkin dilakukan oleh manusia. Maka dalam pembahasan ini akan dikemukan beberapa hal terkait dengan penanganan sebelum terjadi bencana gempa.

1. Mengenal Wilayah Rawan Gempa

Mengetahui kondisi geografis di tempat yang ditempati sudah semestinya diketahui semua orang tanpa terkecuali, apa lagi dibagian wilayah yang terdapat beberapa indikator yang mendukung terjadinya suatu bencana gempa tersebut, seperti di daerah pegunungan/ perbukitan, di daerah pantai/bantaran sungai, serta sekitar wilayah yang berpotensi dihembus angin topan dan sebagainya. Sebut saja contohnya gunung berapi di Indonesia adalah termasuk gunung berapi teraktif dalam Ring Api Pasifik. Kondisi ini terbentuk dari daerah subbagian antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Tentu yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana mengantispasi terjadinya kemungkinan terburuk, langkah-langkah apa yang efektif dilakukan untuk mengatasi terjadinya korban di saat terjadinya bencana.

(17)

api aktif Circum Pasifik amat terkenal, karena setiap gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan ini, dapat dipatikan banyak menelan korban jiwa manusia.

Beberapa peristiwa gempa yang terjadi ditemukan bahwa gempa bumi terbesar di dunia terjadi sepanjang Cincin Api, karena sekitar 90% dari gempa bumi di dunia dan 80% dari gempa bumi terbesar memang disebabkan oleh faktor ini. Beberapa wilayah paling seismic (5-6% dari gempa bumi dan 17% dari gempa bumi terbesar di dunia) adalah sabuk Alpide, yang membentang dari Jawa ke Sumatera melalui Himalay, Mediterania, dan keluar ke Atlantik. Mid-Atlantic Ridge tergolong sabuk ketiga tempat terjadinya gempa. Sedangkan Indonesia terletak di antara Cincin Api sepanjang kepulauan timur laut berbatasan langsung dengan New Guinea dan di sepanjang sabuk Alpide Selatan dan barat dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores dan Timor Leste yang terkenal dan sangat aktif.

(18)

Gambar III.2. Peta Tektonik Kepulauan Indonesia

Mencermati kondisi geografis Indonesia dapat dipastikan bencana gempa akan selalu menjadi fenomena alam yang tidak dapat dihentikan. Hanya saja bagaimana menyikapinya dengan berbekal pengetahuan yang memadai untuk mengatasi banyak berjatuhan korban jiwa. Dalam konteks ini, tidak cocok mengandalkan pemahaman yang berkeluh kesah tanpa mengupayakan solusi yang tepat untuk menyikapinya, tentu perlu dilakukan beberapa ikhtiar untuk mengatasinya. Meningkatkan efektivitas penanggulangan bencana akibat gempa bumi dan bencana susulannya, sangat penting disusun suatu petunjuk teknik penanggulangan bencana gempa di Indonesia. Tercakup dalamnya pengkajian ulang terhadap Peta Zona Gempa yang telah digunakan oleh berbagai instansi di Indonesia untuk keperluan perancangan infrastruktur tahan gempa.

2. Memperkaya pengetahuan dan Pengalaman Masyarakat di Wilayah Rawan Gempa

(19)

berjatuhan korban”. Pada konteks ini di satu sisi istilah demikian mengisyaratkan kepada kita semua untuk selalu mewaspadai segala bentuk bencana yang akan mengancam kehidupan manusia. Oleh sebab itu menanamkan kesadaran akan tanggap terhadap bencana yang akan dan yang sedang terjadi perlu menjadi perhatian semua pihak. Adapun beberapa hal yang penting diketahui adalah seperangkat alat yang membantu mendeteksi sedini mungkin akan terjadinya bencana gempa. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sangat tepat dimanfaatkan sebagai sarana kemashlahatan kehidupan dalam mengantispasi terjadinya banyak korban di saat bencana gempa melanda. Beberapa alat yang dapat difungsikan untuk mendeteksi dini kemunculan bencana gempa adalah sirine, detektor, alat komunikasi dan alat lainnya.

(20)

Langkah berikutnya adalah bagaimana cara menyelamatkan diri dari ancaman bencana gempa. Hal ini sesungguhnya juga telah diterapkan oleh sejumlah perusahaan tambang dan minyak yang senantiasa menekankan pentingnya keselamatan pekerjanya. Kemudian di samping itu, wilayah evakuasi beserta jalurnya harus telah tersosialisaikan dengan baik dan tepat kepada masyarakat, sehingga dapat dipastikan masyarakat sudah mengetahui jalur mana yang akan ditempuhnya di saat bencana gempa berlangsung. Maka di antara beberapa langkah ini cukup membantu masyarakat dalam memperkaya pengetahuan dan pengalaman, sehingga masyarakat bisa cekatan menyikapi bencana gempa.

Langkah langkah yang dipaparkan di atas diharapkan dapat dijadikan sebagai system peringatan dini (Early Warning System) dalam mengatasi jatuhnya banyak korban. Oleh sebab itu pengetahuan dan pengalaman tentang penyelamatan diri di saat terjadinya gempa merupakan bagian terpenting pada konteks ini. Pengetahuan lainnya yang perlu dimiliki masyarakat adalah memanfaatkan dengan mengoptimalkan potensi lokal dalam mengatasi bencana alam baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana.

Tidak kalah pentingnya dari bagian pengetahuan dan pengalaman adalah pengetahuan medis masyarakat minimal tentang teknik pertolongan pertama pada korban bencana. Ketika bencana terjadi sekiranya tenaga medis sedang tidak berada di lokasi, maka tugas ini dapat dilaksanakan oleh mesyarakat yang tidak kena langsung oleh bencana gempa ini. Hubungan dengan pengetahuan medis masyarakat ini adalah terkaitan dengan obat-obatan luka, serta teknis penanganannya dengan sesegera mungkin. Sekiranya mereka tidak tertampung di rumah sakit karena keterbatasan peralatan, tenaga medis serta fasilitas lainnya, hendaknya dapat ditangan oleh masyarakat yang sudah terlatih yang didamping tenaga media di lokasi-lokasi yang dapat menampung korban.

3. Memamfaatkan serta Mengoptimalkan Potensi Lokal

(21)

budaya dan tradisinya memiliki watak kepedulian antara sesama, maka cukup beralasan menyatakan bahwa potensi lokal merupakan faktor yang paling penting dalam penangan bencana gempa.

Beberapa bentuk faktor lokal diantaranya adalah hubungan kekerabatan, hubungan kewilayahan, hubungan sama memiliki kebudayaan, serta hubungan bentuk lainnya. Meskipun manusia tercipta bersuku, berbangsa, berbeda bahasa budaya, tetapi pada dasarnya sama memiliki nilai kemanusia sejati. Hubungan kekerabatan dalam wilayah Indonesia tidak dapat diabaikan keberadaannya, karena ia telah menjadi bagian terpenting dalam proses kehidupan masyarakat. Hal ini selalu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingganya hubungan kekeluargaan telah menjadi denyut kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Hubungan kekeluargaan ini disemangati oleh nilai-nilai keagamaan telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia, maka potensi ini merupakan bagian yang perlu dikemas dan dikembangkan untuk mengatasi kelemahan penanganan bencana gempa. Hubungan kekeluargaan ini dimulai dari keluarga inti terdiri atas suami dan istri yang dilengkapi oleh anak, kemudian berlanjut pada keluarga besar yang terdiri atas gabungan keluarga inti beserta saudara-saudaranya keluarga inti hingga ke atas dan ke bawah dengan keluarga inti lain beserta saudara-saudaranya. Maka dalam hal ini kepedulian mereka saling bahu membahu mengatasi ancaman bencana gempa cukup ampuh menjadi potensi yang ditumbuh kembangkan di tengah msyarakat.

(22)

gempa cukup meringankan beban duka yang ditanggung masyarakat. Meraka pulang kampung melihat secara langsung peristiwa yang telah melanda kampung halamannya. Bagi mereka yang tidak berkesempatan pulang kampung dengan segera turut memberikan perhatian melalui sumbangan untuk disampaikan kepada korban bencana. Biasanya masyarakat tidak bisa langsung pulang menggunakan sistem “badoncek atau system bareh baganggam” dalam mengumpulkan sesuatu yang akan dibawa ke kampung yang dikenal dengan istilah buah tangan. Hal ini telah berlangsung jauh sebelumnya, bahkan system seperti ini sering digunakan untuk hal-hal kehidupan sosial, baik dalam kegiatan yang bernuansa duka maupun yang bernuansa suka cita seperti acara hajatan.

Pengelolaan potensi lokal seperti ini harus dilestarikan ditengah derasnya arus perubahan sosial yang dibawa oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, begitu juga oleh globalisasi yang mulai melemahkan sendi-sendi sosial yang telah dijalani masyarakat. Biasanya pola kehidupan bersama terbangun melalui hubungan kekeluargaan, dan hubungan kewilayahan, bisa saja digeser oleh arus kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi menjadi pola hidup individual. Setelah memperoleh informasi lengkap tentang penanganan sebelum dan sesudah datangnya bencana yang akan melanda, kemungkinan terburuk harus diantispasi melalui pendekatan keagamaan, pendekatan teori serta pendekatan praktis, maka segala yang terkait dengan penanganan bencana gempa akan berjalan baik dan lancar untuk mewaspadai terjadinya bencana serta menekan terjadinya banyak korban. Oleh sebab itu yang menjadi pokok dalam mengantispasi terjadinya bencana gempa adalah memaksimalkan peran manusia sebagai sumber pencegahan bencana dengan pola kehidupan yang melampaui batas-bata ketentuan. Berikut melalui pendekatan keilmuan baik dalam hal pengenalan wilayah maupun dalam hal pengetahuan tentang gejala-gejala menyelamatkan diri dan penanganan korban yang berjatuhan merupakan bagian satu kesatuan dengan masyarakat.

E. Kesimpulan

(23)
(24)

DAFTAR PUSTAKA

Currents, Cross, Islam and Ecology, Proquest Religion (Summer, 1994)

Evelyn Tucker, Mary dan Jhon A, Grim, “Introduction: The Emerging Alliance World Religions and Ecology,” Dacdalu (2001): vol. 130, Iss. 4, I.

Febriani, Nur Arfiyah, Ekologi Berwawasan Gender Dalam Persfektif al-Qur’an (Jakarta: Disertasi, 2001)

---, “Bisnis dan Etika Ekologi Berbasis Kitab Suci” NURAINI, Vol. 10. No. 2, Desember 2010. Jurnal Fakultas Syari’ah IAIN Raden Fatah Palembang, 17.

Harjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkung, cet 11, (Yogyakarta: Gajah Mada University Prss, 1994)

Hanat, Rodrik, Munhi>nat Numu> Naba>t (Baghdad: Wizarah al-Ta’lim al-Ali wa al-Bahth al-‘Ilmiy Jami’ah Baghdad, 198)

Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi (Bandung: Mizan, 1991), 197.

McKibben, Bill, The End of Nature, cet. II (New York: Random House, 1989)

Rice, Stanley A., Green Planet: How Plants Keep The Earth Alive (New Brunswick: Rutgers University Prss, 2009)

Rahman, Afzalur, Qur’anic Science, al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, Terj. H. M. Arifin, Cet. III (Jakarta: P.T. Rineka Cipta, 2000)

Rais, Amien, Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan (Bandung: Mizan, 1998), 108.

Gambar

Gambar III.1. Peta kepulauan Indonesia pada pertemuan 3 lempeng
Gambar III.2. Peta Tektonik Kepulauan Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Negara Exportir utama komoditas krustasea adalah Negara Ekuador dengan total transaksi yang mencapai 255.928.000 juta USD pada tahun 2014 yang meningkat 10,9%

Al-Qur‟an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagai salah satu mukjizat kerasulannya. Al- Qur‟an merupakan

Tidak sekadar memberikan tembahan pengetahuan tentang kesehatan kepada para remaja saja, tetapi output dari program ini adalah adanya remaja yang berdaya, remaja

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM.. Angka di akhir Tanggal penutupan menunjukkan jumlah kali perpanjangan tanggal penutupan proyek 2). Progres Varian positif menunjukkan penyerapan dana

1 menunjukkan distribusi frekuensi efek samping penggunaan IUD dengan 18 akseptor (34,6%) mengalami perubahan pola menstruasi, 17 akseptor (32,7%) mengalami menstruasi dengan

Sudah selayaknyalah bahwa baik isteri maupun suami dalam suatu rumah tangga harus dapat saling bekerjasama dengan memiliki kewajiban dan hak yang sama, dengan