Kalimantan Tengah dan Pemilu 2014
Gagasan dan Kerja Politik Kontekstual di Perkotaan
Oleh: Yanedi Jagau
Palangka Raya Kota Politk?
Tidak banyak kota di Indonesia yang dibangun dari Hutan belantara, salah satunya adalah Palangka raya. Pada mulanya Palangka raya adalah kota di tengah hutan, dan ini sangat berbeda dengan Bogor yang membangun hutan di tengah kota, yang kita kenal sebagai kebun raya bogor.
Pembangunan Kota Palangkaraya dimulai dengan membabat hutan belantara menjadi pemukiman, perkantoran, gedung, rumah pasar dan lain-lain yang mengkota hingga bentuknya sekarang ini.
Sayangnya hutan itu sudah menghilang dengan cepat seiring dengan gelombang kedatangan warga dari berbagai penjuru.
Tahukah anda, Palangka Raya terkait erat dengan Brasilia? Hal itu terekam dalam “jejak arsip” perjalanan dinas Sukarno 1957 menghadiri pencanangan kota Brasilia sebagai ibukota Negara Brasil.
Ide membangun Brasilia selalu eksis dalam benak orang Brasil, ini adalah simbol nasionalisme, semenjak merdeka dari Portugis sekian ratus tahun lalu. Sebelumnya Ibukota Brasil terpusat di Rio de Janeiro, tetapi karena terletak di pantai yang mudah diserang oleh musuh perang pada masa itu, digagas membangun ibukota baru yaitu Brasilia (Miller 2004).
Presiden Indonesia Pertama diundang oleh Presiden Brasil yang baru saja terpilih. Kubitschek menang pada Pemilu 1956. Ia berjanji melaksanakan konstitusi pada masa itu. Artinya, Ia pemegang mandat sebagai pembangun sebuah Ibukota baru bagi Brasil. Dengan gencar dia mengkampanyekan slogan “Fifty Years Progress in Five” (50 tahun akan diselesaikan dalam 5 tahun saja). Hal ini merefleksikan bahwa Kubitschek akan membangun Brasilia tak lebih dari 5 tahun dalam masanya sebagai presiden.
Kubitschek berani berkata sesumbar “Siapapun presiden berikut mengantikan dirinya, tak berkewajiban lagi membangun kota Brasilia” Presiden RI pertama itu pun terpesona pada eksperimen spektakuler Kubitschek. Bahkan UNESCO (PBB) pada tahun 1987 tak segan-segan menetapkan kota itu sebagai The World Heritage (Warisan dunia).
Sepulang dari perjalanan tersebut di atas Presiden Sukarno dijadwalkan mencanangkan pembangunan Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Terinspirasi spirit Brasilia itulah gagasan membangun Palangka Raya menjadi ibukota Republik Indonesia dimunculkan oleh Sukarno. Ditambah lagi Brasilia dan Palangka Raya masa itu dikelilingi hamparan lahan hutan yang sama lebatnya. Pada 17 Juli 1957 Sukarno meresmikan pemancangan tiang pertama pembangunan Kota Palangka Raya. Saya tak akan membahas panjang lebar kenapa ide sukarno ini lenyap dan sayup-sayup terdengar, tulisan ini bukan untuk mengulas hal tersebut
Politik yang Terus Terang
Tahun 2014 adalah tahun politik, itu semua orang sudah tahu, barangkali yang mungkin perlu kita selami adalah poltik macam mana yang cocok bagi warga kalteng saat ini. Saya membatasinya kalteng saja, agar tidak meluas tanpa fokus. Meskipun kebebasan untuk berbicara sudah dijamin dalam undang-undang Indonesia, entah kenapa atmosfir kebebasan berpendapat masih belum menunjukkan trend yang menaik dalam situasi kehidupan di masyarakat Kalteng. Banyak orang masih membisu dalam menyikapi kerusakan lingkungan, korupsi, bencana dll
Justru dalam tahun politik 2014 masyarakat membutuhkan keterusterangan (baca: transparansi) untuk menuju demokrasi Indonesia yang dicita-citakan, sekaligus masyrakat mudah memilih pemimpin sesuai hati kecilnya.
Partai Politik semestinya pandai dan rajin menyelami suara mereka yang terpinggirkan dan mereka yang tercampak dari kehidupan. Selama ini suara orang miskin, orang sakit dan orang paling terhina hanya bertebaran sepotong-sepotong dalam dunia maya melalui twitter, facebook dll, itupun hanya disampaikan pressure group dan aktivis NGO. Partai Politik sibuk memoles citra manajemen organisasinya, cenderung partai menutup mata terhadap kerja politik yang nyata untuk mensejahterakan orang/warga yang paling hina pada sebuah kota maupun desa.
Disini di kota palangka raya nampaknya masih muncul prilaku “right or wrong is my country”, padahal dibalik statement yang terkesan nasionalis tersebut terdapat upaya untuk menutup-nutupi keadaan yang makin memburuk pada suatu tempat.
Keterusterangan para politisi terkadang terhalang akibat mengedepankan kesantunan sikap, semestinya terus terang dan santun adalah dua sisi dari satu mata uang dalam politik. Tidak ada yang keliru dari kesantunan yang salah adalah santun tapi berbohong.
Mestinya merujuk pada ucapan Jenderal Schurz yang kemudian hari terpilih sebagai senator US tahun 1868 ia terkenal dengan ucapannya , "My country, right or wrong; if right, to be kept right; and if wrong, to be set right."
Selanjutnya keterus terangan itu begitu apik disampaikan Rendra si burung merak kepada Bob Geldof pada tahun 1990 an ia mengatakan “Begini Bob, What is right is right, what is wrong is wrong, but I love my country."
Tebar pesona yang dijalankan politisi adalah lumrah dan jamak, itu semua tuntutan pasar, disamping memang mereka punya hak untuk mempublikasikan dirinya, pada sisi yang lain interaksi antara pemilih dan yang dipilih mestinya terjalin komunikasi yang erat. Jika interaksi erat telah berlangsung secara terus menerus, rasa cinta dan loyalitas masyarakat kepada partai politik secara otomatis akan bertumbuh.
Kehadiran Partai Politik dalam ruang public lebih banyak dihiasi dengan bertebarannya spanduk di seantero kota, itulah yang mengganggu pemandangan keindahan kota. Semestinya mereka hadir dalam hati masyarakat secara tulus.
Politik yang mengubah dunia, Mulailah dari Kota?
Dimanapun di bumi ini kota adalah ruang bagi konsep dan kegiatan politik, demikian juga dengan desa. Kota umumnya lebih hiruk pikuk dengan arak-arakan politik ketimbang desa yang biasanya hanya mengikuti nilai dan trend yang berkembang dari kota.
Bagi para politisi sudah tak mungkin lagi menihilkan peran kota sebagai wahana politik (arena politik), kekuasaan pada sebuah kota adalah dimensi yang perlu menjadi obyek perhatian politisi.
Pada level manapun seorang anggota legislative, baik ia DPR (nasional), DPR propinsi maupun kabupaten nampaknya perlu mengarahkan kerja politiknya ke perkotaan dan perdesaan.
Di kota segala laku dan hiruk pikuk konsep bertarung menjangkau konstituen.
Macam ragam topics politik dalam perkotaan mulai dari A sampai Z, berawal dari kesejahteraan kota, pengangguran, pasar, tanah, preman, dll
Berapapun banyaknya uang dan jaringan yang dimiliki seorang Calon legislative maupun Calon Presiden untuk memenangi Pemilu, semua hasilnya tergantung pada pilihan warga di perkotaan. Masyarakat di perkotaan akan melihat melihat karakteristik figure, visi (gagasan), dan popularitas.
Modalitas (sosial capital) warga perkotaan cukup mampu untuk menyaring, meimlih dan memutuskan pemimpin mana yang layak untuk dipilih. Di kota segala laku dan hiruk pikuk konsep bertarung mencari pengikut. Warga kota yang cerdas dan sejahtera tentu mampu memilih pemimpinnya.
Bagi para politisi sudah tak mungkin lagi menihilkan peran kota sebagai wahana politik (arena politik), kekuasaan pada sebuah kota adalah dimensi yang perlu menjadi obyek perhatian politisi.
Keadilan Sumber Daya Alam sebagai salah satu Isu Politik yang utama
Jika masih ada politisi yang coba-coba mengangkat sentiment keagamaan untuk mengangkat popularitas dan tingkat elektabilitas dalam pemilu 2014 nanti nampaknya tidak akan terlalu banyak mendongkrak popularitas. Politik berdasarkan agama nampaknya kurang relevan pada 2014 ini. Meskipun sesekali Palangka Raya diterpa isu dan tantangan yang berupaya memecahkan warga dengan mengangkat sentiment kesukubangsaan dan agama.
Justru yang paling perlu mendapat perhatian Partai Politik melalui politisi adalah Data peta kawasan perkebunan, pertambangan dan kehutanan yang sudah dikuasai investor mencakup hampir 80 persen (78,7 persen) dari
seluruh luas kawasan Kalteng (Harian Kalteng Pos, Kamis, 4 Agustus 2011).dimiliki oleh Walhi Kalteng dan Save Our Borneo (SOB).
Pembagian Kawasan di Kalteng
Bidang Unit Usaha Luas Areal --- PBS Sawit 347 perusahaan 4.530.000 Ha
Pertambangan 636 izin 2.724.143 Ha
HPH 60 unit 4.227.953 Ha
HTI 23 unit 607.614 Ha
Jumlah 12.086.710 Ha Luas Wilayah Kalteng 15.356.700 Ha atau 153.564 Km2.
Membaca berita di kalteng dari tahun 1990 an sampaian 2014, Koran dan majalah selalu dihiasi dengan pengelolaan sumber daya alam yang belum memenuhi rasa keadilan masyarakat (warga setempat).
Saya mengobrol dengan pengurus Dewan Adat Dayak, isi obrolan itu mencengangkan saya, Ia berkata “setiap tahun lebih dari 300 laporan konflik penggunaan lahan antara masyarakat dengan perusahaan”. Kekagetan saya bukan saja karena angka 300 itu terlalu besar melainkan kenapa masyarakat koq berkonflik dengan perusahaan, kenapa juga dan apa untungnya perusahaan yang berkonflik dengan masyarakat”
Sederetan paparan data di atas menunjukkan sengketa lahan masih mewaranai hidup kita dan ini nampaknya dominan, pertanyaannya kenapa ini tidak pernah diangkat dan dicari solusinya oleh para politisi.
Pada 2014 ini mestinya soal pengelolaan sumber daya alam merupakan satu hal penting yang patut dikedepankan para Caleg dan Capres untuk meyakinkan konstituen (pemilih).
Pilihan untuk kerja politik yang sesuai dengan aspirasi masyarakat di Kalteng saat ini adalah pada upaya memberikan rasa keadilan dan membuka akses masyarakat terhadap sumberdaya alam untuk mensejahterakan warga setempat yang hidupnya sangat bergantung dari alam tersebut.
Akhirnya, menutupi tulisan ini saya merasakan bahwa hakekat pembangunan kota menurut saya adalah membangun kesejahteraan warganya. Kota bukan hanya hamparan lahan fisik yang berisikan gedung, rumah, kantor, jalan dan lainnya, tetapi lebih dari itu yang paling penting pada sebuah kota adalah eksistensi manusia warga kota. Pada mulanya manusia membangun kota namun seiring perjalanan ruang dan waktu menjadi kota membangun manusia.
Bagaimana eksistensi warga kota palangka Raya dan kota lainnya di Kalteng?