iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai dimensi-dimensi Psychological Well-Being pada Warakawuri Lansia di Komplek Seroja Bale Endah Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik survey. Data yang diambil adalah seluruh populasi dengan jumlah 30 orang.
Alat ukur yang digunakan merupakan adaptasi dari Scale of Psychological Well-Being (SPWB) dari Ryff (1989) dan terdiri atas 26item yang kemudian divalidasi ulang dengan menggunakan teknik expert judgement. Reliabilitas alat ukur diukur dengan Alpha Cronbach dan diperoleh reliabilitas sebesar 0,961 yang artinya alat ukur ini memiliki reliabilitas yang tergolong tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebanyak 73,33% Warakawuri Lansia di Komplek Seroja Bale Endah Bandung menunjukkan derajat PWB yang tinggi dan 26,67% menunjukkan derajat PWB yang rendah. Derajat PWB yang tinggi diikuti juga dengan derajat yang tinggi pada dimensi-dimensi PWB kecuali dimensi Autonomy. Sedangkan, PWB dengan derajat yang rendah diikuti juga dengan derajat yang rendah pada dimensi-dimensinya. Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan derajat PWB
Peneliti menyarankan Asisten Personil TNI (Aspers) Kodam III Siliwangi agar lebih memperhatikan kesejahteraan Warakawuri Lansia di Komplek Seroja Bale Endah Bandung. Bagi ketua Warakawuri Lansia untuk lebih berinteraksi dengan para anggotanya dan membuat suatu kegiatan yang dapat menunjang kesehatan dan kesejahteraan para anggotanya. Bagi para anggota Warakawuri Lansia yang lainnya untuk aktif dalam mengikuti kegiatan yang diadakan di dalam Komplek maupun di luar Komplek Seroja.
▸ Baca selengkapnya: maksud endah apatah
(2)iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
This research is conducted to gather insight about dimension of Psychological Well-Being in the Eaderly complex Warakawuri Seroja Bale Endah Bandung. The method that used in this
research is “Descriptive” with survey method. The data taken is the entire population of 30 people.. The Measuring instrument that being use is a adaptation from “Scale of Psychological Well-Being” (SPWB) from Ryff (1989) which consists of 26 items witch then revalidate using
“Expert Judgment” Method. The Reliability of measurement tools is measured with “Alpha Cronbach” and the result is 0,961 which means this measurement tools had a reliability that
classified high.
Based on the reaserch results, it is known that 73,33% Eaderly Warakawuri in the complex Seroja Bale Endah Bandung shows high PWB degree and 26,67% shows low PWB degree. PWB high degree followed by a high degree on dimensions unless dimensions Autonomy. Meanwhile, PWB with a low degree followed by a low degree in dimensions. Researchers advise there should be another next step research about relation between social support with PWB degree.
Researchers suggest the Army personnel assistant (Aspers) Kodam III Siliwangi to be more concerned with the welfare Warakawuri Eaderly in the complex Seroja Bale Endah Bandung.For the chairman of the Elderly warakawuri to better interact with its members and create an activity that can support the health and well-being of its members. For members of the other for the Elderly warakawuri active in following activities held inside and outside the complex Seroja.
v Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………...………..i
LEMBAR PENGESAHAN ……….ii
ABSTRAK………...……...iii
ABSTRACT ………...………iv
KATA PENGANTAR ……….v
DAFTAR ISI………..……....vii
DAFTAR BAGAN……….…xii
DAFTAR TABEL……….………....xiii
DAFTAR LAMPIRAN………...xiv
BAB I PENDAHULUAN………...1
1.1 Latar Belakang Masalah………...1
1.2 Identifikasi Masalah………..8
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………..8
1.3.1 Maksud Penelitian……….8
1.3.2 Tujuan Penelitian………..9
1.4 Kegunaan Penelitian………...………..9
vi Universitas Kristen Maranatha
1.4.2 Kegunaan Praktis………..9
1.5 Kerangka Pemikiran………...………10
1.6 Asumsi Peneliti………...………19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...20
2.1 Psychological Well-Being………...………20
2.1.1 Perkembangan Psychological Well-Being………...20
2.1.2 Definisi Psychological Well-Being……….21
2.1.3 Dimensi Psychological Well-Being……….22
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being………..24
2.2. Masa Dewasa Akhir (Lanjut Usia/ Lansia)………..32
2.2.1 Definisi dan Batas Usia Pada Lansia………...32
2.2.2 Perkembangan Pada Lansia………...32
2.2.3 Tugas Perkembangan pada Lansia………..34
BAB III METODE PENELITIAN………......37
3.1 Rancangan Penelitian………...37
3.2 Bagan Prosedur Penelitian………...37
3.3 Variabel Penelitian ………...………..…..38
vii Universitas Kristen Maranatha
3.3.2 Definisi Operasional………...39
3.4 Alat Ukur……….…………...40
3.4.1 Alat Ukur Psychological Well-Being………...…………...40
3.4.2 Sistem Penilaian………...…………...42
3.4.3 Data Penunjang………...43
3.5 Validitas dan Reliabilitas……….…………...44
3.5.1 Validitas Alat Ukur………..…………...44
3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur………..…………...44
3.6 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel………..………45
3.6.1 Populasi Sasaran………..…………...45
3.6.2 Karakteristik Populasi………...…………..……45
3.7 Teknik Analisis Data………...……46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..…………...47
4.1 Gambaran Subjek Penelitian………...47
4.1.1 Berdasarkan Usia……….…………...47
4.1.2 Berdasarkan Pendidikan Terakhir………...48
4.1.3 Berdasarkan Pekerjaan……….…………...49
viii Universitas Kristen Maranatha
4.1.5 Penghayatan Status Sosio-Ekonomi……….…………...50
4.1.6 Dukungan Sosial………..…………...51
4.1.7 Penghayatan Religiusitas……….…………...51
4.2 Hasil Penelitian………...52
4.2.1 Gambaran PWB Subjek dan Dimensinya………52
4.2.2 Gambaran Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being……….…………...53
4.2.2.1 Gambaran Dimensi Self-Acceptance...…………53
4.2.2.2 Gambaran Dimensi Positive Relation with Others…………..………54
4.2.2.3 Gambaran Dimensi Autonomy……….…………...54
4.2.2.4 Gambaran Dimensi Environmental Mastery………...………55
4.2.2.5 Gambaran Dimensi Purpose in Life………55
4.2.2.6 Gambaran Dimensi Personal Growth………..…………...56
4.2.3 Tabulasi Silang Psychological Well-Being dengan Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being...…………57
4.3 Pembahasan………....61
BAB V SIMPULAN DAN SARAN……….….72
5.1 Simpulan………..………...72
5.2 Saran………....…………...73
ix Universitas Kristen Maranatha
5.2.2 Saran Praktis………...………73
DAFTAR PUSTAKA………...…………..75
DAFTAR RUJUKAN………..…………...76
x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN
Bagan 1.5 Bagan Kerangka Pemikiran……….18
xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Distribusi Tiap Diemnsi Psychological Well-Being……….…...40
Tabel 3.2 Penilaian Alat Ukur Psychological Well-Being………..42
Tabel 3.3. Kriteria Reliabilitas Guildford………44
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia………...…………...47
Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir……..…………...48
Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan……….………….…49
Tabel 4.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Penghasilan per Bulan….………….…49
Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Penghyatan Status Siso-Ekonomi...………….50
Tabel 4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Dukungan Sosial………..………51
Tabel 4.7 Gambaran Responden Berdasarkan Penghayatan Religiusitas………..…...51
Tabel 4.8 Gambaran PWB Subjek Penelitian………...….52
Tabel 4.9 Gambaran Self-Acceptance………...……53
Tabel 4.10 Gambaran Positive Relation with Others………..54
Tabel 4.11 Gambaran Autonomy……….………54
Tabel 4.12 Gambaran Environmental Mastery………...………55
Tabel 4.13 Gambaran Purpose in Life………...………..55
xii Universitas Kristen Maranatha DAFTARLAMPIRAN
Lampiran 1: Kisi-Kisi Alat Ukur
Lampiran 2 : Kuesioner Psychological Well-Being
Lampiran 3 : Hasil Reliabilitas
Lampiran 4 : Identitas Subjek Penelitian
Lampiran 5 : Skor Total PWB dan Dimensi-Dimensi PWB
Lampiran 6 : Derajat PWB dan Dimensi-Dimensinya
Lampiran 7 : Hasil Perhitungan Tabulasi Silang
Lampiran 8: Tabulasi Silang Dimensi-Dimensi PWB dengan Faktor yang Mempengaruhi
Lampiran 9 : Lembar Pernyataan Izin Pencatuman Nama Instansi di dalam Penelitian
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menjadi tua adalah suatu hal yang pasti dan tidak dapat dihindari. Usia lanjut merupakan
periode terakhir dalam kehidupan manusia yaitu sekitar 60 tahun keatas (UU No.13, 1998). Data
yang ditunjuk oleh persatuan Gerontologi Medik Indonesia, menyebutkan pada tahun 2015, jumlah
lansia di Indonesia akan mencapai 36 juta orang atau 11,34% dari populasi penduduk. Pada tahun
2010 ada sebanyak 3,44 juta lansia atau 8,01% dari total 43 juta penduduk Jawa Barat (Jabar).
Berdasarkan data dari Hubungan Masyarakat Sekertaris Daerah (Humas Setda) Kabupaten
Bandung, menyatakan bahwa jumlah penduduk lanjut usia (lansia) atau di atas 60 tahun,
diperkirakan akan semakin meningkat. Pemprov Jabar pun menyatakan akan terus meningkatkan
angka harapan hidup di Jabar dan kesejahteraan Lansia.
Orang Lansia dibagi menjadi dua yaitu potensial dan tidak potensial. Lansia yang potensial
adalah orang yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang atau jasa. Lansia ini biasanya hidup sendiri dan tidak tinggal di panti jompo dan masih
mampu untuk mencari nafkah baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya. Lansia tidak
potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain (UU No.13 tahun 1998). Salah satu dari lansia potensial adalah Warakawuri di
komplek seroja Bale Endah Bandung.
Warakawuri dibagi menjadi dua yaitu Warakawuri biasa dan Warakawuri Seroja.
2
Universitas Kristen Maranatha medan operasi melainkan seperti meninggal karena kecelakaan atau karena sakit. Sedangkan,
Warakawuri Seroja adalah Warakawuri yang suaminya meninggal di medan operasi pada
peristiwa Timor Timur tahun 1976. Ketika suaminya gugur di medan operasi, para Warakawuri
Seroja hanya mendapatkan kabar dari satuan tempat suaminya bertugas. Mereka sama sekali tidak
bisa bertemu dengan almarhum suaminya untuk terkahir kalinya karena sudah langsung
dimakamkan di Timor-Timur. Rata-rata usia Warakawuri Seroja ketika suaminya meninggal
adalah 22 tahun dengan memiliki anak 4-6 orang. Dengan usia mereka yang masih sangat muda
ketika suaminya meninggal, para Warakawuri ini merasa sangat berat untuk membesarkan
anak-anaknya. Para Warakawuri hanya mengandalkan gaji pensiunan suaminya pada saat gugur di
medan operasi untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Para Warakawuri ini masih bersyukur
karena mereka mendapatkan beasiswa pendidikan anak-anaknya dari TK sampai SMA dari
Negara.
Warakawuri Seroja ini pun diberikan rumah atau komplek perumahan yang khusus untuk
mereka dari Negara sebagai tanda penghormat kepada suami para warakawuri yang telah gugur di
medan operasi untuk membela kedaulatan Negara. Kegiatan yang selama ini diadakan oleh para
Warakawuri adalah membuat kerajinan tangan seperti membuat seprai, membuat tempe, tas dan
kerajinan tangan lainnya yang hasilnya dapat dijual untuk mendapatkan penghasilan tambahan,
namun kegiatan ini sudah tidak dilakukan oleh para Warakawuri. Selain itu ada kegiatan rutin tiap
minggunya yang dilakukan satu kali seminggu yaitu ketika hari jumat mereka melakukan olahraga
bersama di lapangan. Tiap hari sabtu dilakukan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan
komplek Warakawuri Seroja yang kemudian di lanjutkan dengan kegiatan makan-makan dalam
3
Universitas Kristen Maranatha Saat ini usia para Warakawuri berkisar antara 60-65 tahun. Di usia para Warakawuri yang
sudah memasuki masa lanjut usia (lansia) ini dirasakan banyak sekali perubahan baik secara fisik
maupun psikisnya. Perubahan fisik yang paling dirasakan oleh Warakawuri ini adalah penglihatan
mereka yang sudah semakin menurun. Penurunan ketajaman visual merupakan hal yang wajar
ketika orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam segi penglihatannya (Dillon &
kawan-kawan, 2010; Linderberger & Ghisletta, 2009; dalam Santrock, 2012). Masalah pendengaran pada
lansia sama seperti masalah penglihatan, dimana semakin bertambahnya usia lansia juga
mengalami penurunan dalam hal pendengarannya (Dillon & kawan-kawan, 2010; stenklev, Vik &
Laukli,2004, dalam Santrock, 2012). Pergerakan yang sudah tidak lagi cekatan dan energik
memperhambat para Warakawuri untuk mendapatkan penghasilan tambahan diluar gaji pensiunan
suaminya. Hal ini biasa dialami oleh lanjut usia ketika pergerakan mereka semakin lama semakin
lambat dibandingkan ketika mereka masih muda (Mollenkopf,2007, dalam Santrock, 2012).
Semakin bertambahnya usia, semakin meningkat pula kemungkinan manusia untuk
terserang penyakit (Ferrucci & Koh, 2007, dalam Santrock, 2012). Penyakit-penyakit yang dialami
oleh Warakawuri ini diantaranya adalah jantung, diabetes dan osteoporosis. Terdapat beberapa
kegiatan yang masih diadakan dalam komplek Warakawuri ini untuk menjaga kesehatan dan
silahturami antara anggota Warakawuri Seroja, diantaranya adalah olahraga yang berupa senam
bersama yang diadakan seminggu sekali tiap hari jumat di lapangan komplek Warakawuri, kerja
bakti yang dilanjutkan dengan makan-makan bersama. Selain itu, terdapat kegiatan baru yang
diadakan oleh Warakawuri yaitu pengajian yang dilakukan tiap hari. Pengajian dirasakan
memberikan dampak positif berupa ketenangan batin, menambah wawasan dan juga teman.
Namun, tidak semua Warakawuri ikut serta dalam kegiatan yang ada dikarenakan faktor kesehatan
4
Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan anggota Warakawuri Seroja diperoleh data
bahwa saat ini Warakawuri yang tinggal di kompek seroja ada yang tinggal sendiri karena anak
dan cucunya yang tinggal terpisah beda daerah, namun ada juga Warakawuri yang hanya tinggal
bersama cucunya. Tidak sedikit Warakawuri ini merasakan kesepian di hari tuanya karena anak
dan cucunya sudah jarang mengunjunginya. Selain itu, teman-teman dari Warakawuri ini yang
satu persatu meninggal karena sakit. Dulu komplek Warakawuri ini sering dikunjungi maupun di
undang oleh instansi TNI kedalam acara-acara besar seperti ulang tahun batalyon, ulang tahun TNI,
acara kemerdekaan Indonesia, bahkan persatuan istri tentara (Persit) sering melakukan kunjungan
berupa bakti sosial untuk melihat situasi dan kondisi para Warakawuri yang berada di Komplek
Seroja. Komplek Warakawuri Serroja ini berbeda dengan komplek Warakawuri di kota lain.
Selain jumlah penghuni yang sedikit, komplek ini sekarang jarang dikunjungi oleh intansi TNI.
Sampai sekarang, mereka masih membutuhkan bantuan berupa materil maupun non-materil.
Ketika ada masalah di komplek tersebut, para Warakawuri ini bisa saling menolong untuk
menangani masalahnya. Salah satu masalahnya, mereka ingin menata kondisi komplek agar terlihat
lebih indah dan beberapa rumah diperbaiki, sehingga terlihat layak pakai dan tidak menjadi sarang
penyakit. Mereka ingin mengadu dan menceritakan kepada kesatuan atau pejabat TNI mengenai
kondisi mereka saat ini.
Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan para Warakawuri dapat dievalusi secara
berbeda-beda. Hasil evaluasi Warakawuri terhadap pengalaman dan tantangan hidup yang mereka
hadapi inilah yang disebut sebagai psychological well-being (Ryff,1995). Psychological well-being
(PWB) dapat dilihat dari enam dimensi, yaitu self-acceptance, positive relations with others,
autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth. Di dalam PWB terdapat
5
Universitas Kristen Maranatha yang positif terhadap kehidupannya selama ini. Derajat yang kedua adalah derajat rendah yang
berarti individu memiliki evaluasi yang negatif terhadap kehidupannya selama ini.
PWB Warakawuri dapat dikatakan tinggi apabila (1) Warakawuri dapat menerima keadaan
dirinya yang mulai menurun dan membutuhkan orang lain untuk membantunya (self-acceptance),
(2) Warakawuri mampu berkomunikasi dan memberikan kepercayaan kepada orang lain (positive
relations with others), (3) Warakawuri mampu melakukan sesuatu untuk kepentingan dirinya
sendiri, seperti berolahraga rutin agar dapat mempertahankan kondisi fisiknya yang mulai menurun
(autonomy), (4) Warakawuri mampu memberikan bantuan atau dukungan bagi orang lain atau
Warakawuri mampu beradaptasi dengan ligkungan dimana ia berada (environmental mastery), (5)
Warakawuri mempunyai tujuan hidup misalnya menjaga kesehatan fisik dan psikis (purpose in
life), (6) Warakawuri memiliki keinginan untuk mencoba sesuatu hal yang baru atau
mengembangkan potensi yang dimilikinya (personal growth). Sedangkan untuk PWB yang rendah
kebalikan dari lansia yang memiliki PWB tinggi.
Dalam survey awal, telah dilakukan wawancara singkat kepada lima orang Warakawuri
lansia di komplek seroja Bale Endah Bandung, di peroleh gambaran Sebanyak 3 orang (60%) dapat
mengevaluasi kehidupannya secara positif, bila dilihat dari dimensi Self-Acceptance para
Warakawuri menyadari akan kondisi fisiknya yang sudah menurun seperti daya ingat yang
melemah, dan mata yang sudah rabun. Mereka tidak dapat melakukan pekerjaan seperti saat masih
muda. Selain itu, kondisi kesehatan yang kian menurun membuat Warakawuri Seroja merasa
terhambat dalam menjalani aktifitasnya. Warakawuri juga merasa bahwa kehidupannya saat ini
lebih bahagia dibandingkan kehidupannya dimasa lalu karena melihat anak-anaknya yang sudah
6
Universitas Kristen Maranatha harus membesarkan anak-anaknya yang pada waktu itu masih kecil dan berupaya untuk memenuhi
kebutuhan seorang diri, mereka tetap ikhlas dan menerima kenyataan.
Pada dimensi positive relation with others, terlihat Warakawuri dapat berelasi dengan baik
kepada sesama Warakawuri maupun orang lain yang berada di luar komplek seroja. Warakawuri
ini saling sharing/ berbagi pengalaman kepada sesama Warakawuri. Bila mereka melihat ada
teman yang kesulitan maka akan sebisa mungkin untuk memberikan bantuan, misalnya ketika ada
yang sakit maka akan di kunjungi dan menemani untuk berobat ke dokter. Bila dilihat dari dimensi
autonomy, kemandirian Warakawuri ini dapat dilihat dari cara pengambilan keputusan. Terkadang
para Warakawuri ini masih meminta teman-teman atau orang terdekat untuk memberikan saran
dan masukan mengenai keputusan yang akan di ambil, namun hal tersebut hanya untuk sebatas
pertimbangan-pertimbangannya saja, keputusan akhir tetap dari penilaian pribadi atau pendapat
mereka sendiri.
Dilihat dari dimensi environmentl mastery, para Warakawuri dapat mengatur waktu mereka
dengan baik antara kegiatan pribadinya dengan kegiatan organisasi sebagai anggota Warakawuri.
Saat ini tujuan hidup dari para wakawuri seroja terfokus pada keinginan untuk menjaga stamina
dan juga kesehatannya dengan cara menjaga pola makan, rutin meminum obat bila sedang sakit,
dan rajin berolahraga seperti mengikuti senam yang memang sudah dijadikan sebagai rutinitas
mingguan di komplek Warakawuri Seroja. Selain itu, dimensi purpose in life para Warakawuri
juga memiliki tujuan lain yaitu lebih mendekatkan diri mereka dengan Tuhan dengan cara rutin
mengikuti kegiatan pengajian yang diadakan tiap. Warakawuri ini masih memiliki kemauan untuk
menambah wawasan dengan cara membaca buku, mendengarkan siaran radio dan juga menonton
televisi yang memberika informasi baru kepada mereka seperti siaran berita dan juga siaran
7
Universitas Kristen Maranatha Selain penilaian positif, diperoleh gambaran terdapat 2 orang Warakawuri (40%) yang
mengevaluasi kehidupannya secara negatif. Hal ini terlihat pada dimensi self-acceptance dimana
warakwuri merasa bahwa kehidupannya dimasa lalu lebih baik dibandingkan dengan
kehidupannya saat ini karena dulu terasa lebih lengkap ketika masih ada suaminya, mereka juga
berfikiran bahwa mereka tidak akan sulit untuk membesarkan anak dan memenuhi kebutuhan
sehari-hari apabila suaminya masih ada. Pada dimensi positive relation with others Warakawuri ini
hanya dekat kepada beberapa orang Warakawuri saja, dan bersikap sinis apabila memiliki
perbedaan pendapat dengan orang lain yang membuat Warakawuri lainnya menjadi enggan untuk
mendekati mereka
Pada dimensi autonomy terlihat bahwa Warakawuri lebih bergantung kepada bantuan dari
orang lain seperti dalam menyelesaikan masalah sering meminta bantuan dari orang terdekatnya.
Dalam pengambilan keputusan juga mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain karena ketidak
yakinan mereka untuk mengambil keputusanya secara mandiri. Hal ini juga dapat dilihat dari
dimensi environmental mastery dimana para Warakawuri ini merasa kurang mampu untuk
mengatur lingkungannya. Warakawuri mengatakan bahwa mereka tidak terlalu memperhatikan
jadwal-jadwal kegiatan yang akan mereka lakukan, sehingga mereka lebih menjalani kegiatan
tanpa jadwal, misalnya ketika sudah selesai melaksanakan kegiatan rutin yang diadakan oleh
perkumpulan Warakawuri mereka melakukan kegiatan hanya berdasarkan keinginan mereka
untuk melakukan suatu kegiatan tanpa direncanakan sebelumnya.
Pada dimensi purpose in life juga para Warakawuri ini memiliki tujuan dalam hidupnya
yang kurang jelas, mereka tidak memiliki tujuan hidup karena merasa tujuannya hanya sampai pada
membuat anak-anak mereka lebih sukses dibandingkan dengan dirinya sehingga ketika tujuannya
8
Universitas Kristen Maranatha Begitu pula pada dimensi personal growth dimana mereka tidak memiliki keinginan untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya karena mereka merasa bahwa diri mereka sudah tua dan
anggapan bahwa memang sudah waktunya bagi anak-anak mereka yang membahagiakan
kehidupan mereka.
Setelah pemaparan fakta-fakta berdasarkan survey awal di atas, menunjukkan
kecenderungan yang berbeda-beda untuk setiap dimnesi dari psychological well-being pada
Warakawuri lansia di Komplek Seroja Bale Endah Bandung. Mereka memiliki penghayatan yang
berbeda terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai gambaran psychological well-being pada Warakawuri lansia di Komplek Seroja Bale
Endah Bandung berdasarkan keenam dimensi psychological well-being menurut Ryff (1989) dan
faktor-faktor yang mempengaruhi derajat psychological well-being itu sendiri.
1.2 Identifikasi Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat Psychological well-being pada
Warakawuri lanjut usia di Komplek Seroja Bale Endah Bandung yang dilihat dari keenam
dimensinya.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Untuk memperoleh gambaran derajat Psychological Well-Being pada Warakawuri lansia di
9
Universitas Kristen Maranatha 1.3.2 Tujuan Penelitian
Ingin memperoleh gambaran Psychological Well-being pada Warakawuri Lansia di
Komplek Seroja Bale Endah Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan antara lain untuk:
a. Memberikan informasi bagi bidang psychology positive secara khusus mengenai
Psychological Well-Being pada Warakawuri lansia di komplek Seroja Bale Endah
Bandung.
b. Sebagai landasan informatif untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
Psychological Well-Being.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
a. Memberikan informasi dan masukan kepada para Warakawuri Seroja di Bandung, agar
mereka dapat mengetahui gambaran secara umum mengenai kesejahteraan
psikologisnya dan dapat menjadi bahan evaluasi bagi mereka dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan psikologis.
b. Memberi masukan bagi pimpinan TNI terkhususkan Asisten Personil (aspers) Kodam
III Siliwangi untuk meningkatkan berbagai fasilitas yang ada di Komplek Warakawuri
10
Universitas Kristen Maranatha c. Memberi masukan bagi ketua Warakawuri Seroja untuk mengadakan
kegiatan-kegiatan Warakawuri yang dapat memenuhi kebutuhan dari anggotanya ditinjau dari
keenam dimensi psychological well-being
1.5 Kerangka Pemikiran
Lanjut usia (Lansia) dimulai pada usia 60 tahun hingga hampir mencapai 120 atau 125
tahun. Menurut usia kronologis, tua awal terletak antara usia 65 hingga 74 tahun, tua menengah
adalah 75 tahun keatas, sementara tua akhir adalah 85 tahun keatas (Santrock, 2012). Seseorang
yang telah lanjut usia merupakan tahap ketika seseorang memasuki tahap akhir dalam siklus
kehidupan, yaitu integrity vs despair (integritas versus Keputusasaan), adalah saat seseorang yang
berusia lanjut mengembangkan harapannya yang telah dilalui di periode sebelumnya (Santrock,
life- Span Development, 13 th Edition, 2012). Begitu pula dengan Warakawuri lansia yang tinggal
di Koplek Seroja Bale Endah Bandung. Warakawuri Seroja adalah Warakawuri yang suaminya
meninggal di medan tugas operasi pada peristiwa Timor Timur tahun 1976.
Pada masa ini Warakawuri mengalami perubahan baik dari aspek fisik, kognitif, dan
sosioemosi. Pada aspek fisik terjadi perubahan seperti perubahan penampilan, tubuh bertambah
pendek yang disebabkan oleh tulang belakang yang mengalami penyusutan (Evans,2010, dalam
Santrock, 2012). Gerakan lansia juga semakin melambat dalam hal menggapai dan menggenggam,
bergerak dari satu tempat ke tempat lain, gerakan orang lanjut usia cenderung lambat dibandingkan
ketika masih muda (Mollenkopf,2007, dalam Santrock, 2012). Gerakan serta tenaga yang dimiliki
Warakawuri yang semakin menurun ini dirasakan sangat menghambat mereka untuk melakukan
sesuatu, sehingga para Warakawuri membutuhkan bantuan orang lain untuk menyelesaikan
11
Universitas Kristen Maranatha mengangkat barang-barang yang berat. Ketajaman visual para Warakawuri juga menurun yang
menyebabkan mereka berhenti untuk membuat kerajinan tangan seperti memayet dan juga
menjahit.
Selain itu terjadi juga perubahan dalam fungsi kognitif mereka seperti menurunnya daya
ingat, kecepatan dalam pemrosesan informasi yang sudah melemah sehingga mereka mudah sekali
lupa. Warakawuri Seroja ini juga merasa bahwa lawan berbicara mereka harus berbicara dengan
intonasi yang lambat dan dengan nada suara yang cukup kuat agar mereka dapat memahami
perkataan yang orang lain sampaikan kepada mereka. Dengan usia yang sudah tidak muda lagi,
kemungkinan Warakawuri Seroja terkena penyakit cenderung meningkat (Santrock, 2012) yang
membuat mereka harus lebih memperhatikan makanan yang akan mereka makan dan juga lebih
menjalani pola hidup yang sehat.
Kondisi-kondisi tersebut dapat mempengaruhi Warakawuri lansia di komplek seroja dalam
penilaian terhadap hidup yang mereka jalani. Kemampuan para Warakawuri lansia di komplek
seroja untuk mengevaluasi seluruh aspek dalam diri dan pengalaman hidup mereka secara
keseluruhan tersebut akan membentuk hasil dari evaluasi mengenai diri dan pengalaman hidup
mereka secara keseluruhan tersebut yang mengacu pada kesejahteraan psikologis atau yang disebut
dengan psychological well-being. Psychological well-being menurut Ryff (1989) adalah hasil
evaluasi individu dalam melihat dan menghayati bagaimana keseluruhan tentang dirinya sendiri
serta kualitas hidupnya secara keseluruhan baik mengenai pengalaman positif maupun negatif yang
dihayati dalam hidupnya.
Para Warakawuri lansia di Komplek seroja dapat mengevaluasi dan menilai diri serta
kualitas hidup mereka secara keseluruhan dilihat dari bagaimana gambaran keenam dimensi
12
Universitas Kristen Maranatha hubungan sosial (positif relation with others), kemandirian individu dalam bertindak dan berpikir
(autonomy), kemampuan untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi
(environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pengembangan pribadi (personal
growth) (Ryff dan Keyes, 1995).
Dimensi yang pertama, penerimaan diri atau self-acceptance merupakan dimensi dimana
seseorang mampu melakukan penerimaan diri yang baik yaitu dapat menerima aspek baik dan
buruk pada dirinya, dan dapat melihat masa lalu dengan positif (Ryff dan Keyes,1995). Para
Warakawuri Seroja yang memiliki derajat dimensi penerimaan diri yang tinggi dapat digambarkan
sebagai Warakawuri mampu menerima kelebihan maupun keterbatasan yang dimiliki akibat dari
penuaan, dapat menerima tanpa adanya penyesalan akan segala pengalaman hidup yang telah
mereka alami di masa lalu sampai saat ini sehingga menjadi lebih peduli pada kesehatan diri.
Warakawuri juga mampu untuk menghargai kelebihan dan kekurangan yang ada di dalam dirinya.
Sebaliknya, Warakawuri Seroja yang memiliki penerimaan diri yang rendah pada umumnya
memiliki perasaan tidak puas dan menyesali keadaannya saat ini, merasa bahwa kehidupannya
selama ini terasa berat karena harus mengatasi segala permasalahan seorang diri.
Dimensi yang kedua adalah hubungan positif dengan orang lain atau positive relation with
others. Dimensi ini merujuk pada kemampuan para Warakawuri Seroja untuk menjalin relasi
dengan orang lain yang dilandasi dengan rasa percaya dan dapat menjalin hubungan yang hangat
dengan orang lain. Para Warakawuri Seroja yang memiliki hubungan positif dengan orang lain
yang tinggi digambarkan bahwa mereka dapat bersikap hangat terhadap orang lain, mampu
menjalin relasi dengan sesama Warakawuri Seroja lainnya, dan memiliki rasa empati terhadap
kekurangan orang lain. Warakwuri Seroja yang rendah pada dimensi ini merasa tidak percaya diri
13
Universitas Kristen Maranatha kakinya yang tidak senormal ibu-ibu lainya. Warakawuri ini juga tidak nyaman apabila memiliki
perbedaan pendapat sehingga tingkah laku yang muncul adalah sinis terhadap orang yang memiliki
perbedaan pendapat dengannya. Selain itu Warakawuri ini juga menjadi menarik diri dari
lingkungan yang ditunjukkan dengan cara tidak aktif mengikuti kegiatan yang diadakan oleh
Warakawuri .
Dimensi ketiga adalah kemandirian atau autonomy. Dimensi ini menunjukkan pada
kemampuan para Warakawuri Seroja mengarahkan dirinya sendiri dalam menentukan apa yang
ingin diputuskan dan dilakukan tanpa harus tergantung kepada orang lain. Para Warakawuri Seroja
dengan derajat tinggi dalam dimensi ini digambarkan sebagai Warakawuri yang memiki kebebasan
dalam menentukan apa yang ingin dilakukan dirinya tanpa mengabaikan norma sosial yang berlaku
dan pertimbangan yang diberikan orang-orang terdekat yang mereka percayai, memiliki prinsip
yang kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh penilaian orang lain mengenai apa yang dianggap
benar dan baik bagi Warakawuri Seroja. Walaupun mereka membutuhkan bantuan dari orang lain
untuk melakukan hampir di seluruh kegiatan karena penurunan kondisi fisiknya, para warakawuri
ini tetap tahu mana yang baik untuk mereka lakukan dan putuskan sesuai dengan keadaan diri
mereka. Sedangkan Warakawuri yang rendah pada dimensi ini bergantung pada orang lain, begitu
pula dalam hal pengambilan keputusan yang sering kali berubah ketika menerima pandangan dari
orang lain.
Dimensi keempat adalah penguasaan lingkungan atau environmental mastery. Dimensi ini
merujuk pada kemampuan dari Warakawuri Seroja untuk memilih dan membentuk lingkungan
yang disesuaikan dengan kondisi fisiknya saat ini yang telah menurun, yaitu dengan tetap
menjalankan aktivitas yang produktif. Warakawuri yang tinggi pada dimensi ini digambarkan
14
Universitas Kristen Maranatha dari Warakawuri Seroja dengan kepentingan pribadi seperti rutin mengikuti senam atau olahraga
bersama yang diadakan satu kali seminggu dan juga menjaga pola makan. Pada Warakawuri yang
rendah pada dimensi ini akan mengalami kesulitan dalam mengatur urusan sehari-hari, kurang
memiliki kontrol dengan dunia luar, serta tidak sadar akan adanya kesempatan disekitar.
Dimensi yang kelima adalah tujuan hidup atau purpose in life, dimensi ini merujuk pada
memiliki tujuan hidup, serta arahan yang dapat mengarah pada kebermaknaan hidup. Warakawuri
Seroja yang tinggi dalam dimensi ini digambarkan dengan dimilikinya tujuan dalam hidup,
merasakan adanya arti dalam kehidupan di masa lalu dan saat ini, serta mempunyai maksud dan
sasaran untuk hidup. Seperti para Warakawuri yang memiliki tujuannya saat ini untuk menjaga
stamina dan juga kesehatannya sehingga mereka lebih hati-hati dan juga mengatur pola makan
yang sehat, rajin meminum obat apabila memang sedang sakit, rajin berolahraga, dan tujuan yang
terakhir adalah memiliki hubungan yang lebih dekat lagi dengan Tuhan. Sedangkan Warakawuri
Seroja yang rendah pada dimensi ini tidak mempunyai makna dalam hidup yang dijalaninya, tidak
memiliki arahan yang jelas, serta tidak mempunyai kepercayaan yang membuat hidupnya
bermakna. Warakawuri tidak tahu apa lagi yang harus mereka capai karena selama ini tujuannya
hanya sampai kepada membuat anak-anaknya sukses.
Dimensi yang terakhir adalah personal growth. Dimensi ini merujuk pada kemampuan
seorang Warakawuri Seroja untuk dapat mengembangkan kemampuan yang ada di dalam dirinya
meskipun tidak seperti saat muda. Warakawuri Seroja yang tinggi pada dimensi ini akan melihat
dirinya bertumbuh dan berkembang, terbuka untuk wawasan baru, menyadari potensinya, serta
melakukan perubahan untuk menunjukkan keefektifan dan juga kemampuannya. Sedangkan,
Warakawuri Seroja yang rendah pada dimensi ini pada umumnya mengevaluasi dirinya mengalami
15
Universitas Kristen Maranatha mengalami penurunan secara fisik dan fungsi kognitifnya. Kurang mampu untuk mengembangkan
aktualisasi diri, serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku baru.
Keenam dimensi psychological well-being pada warkawuri lansia di komplek seroja,
memiliki keterkaitan yang tidak dapat dilepaskan antara dimensi satu dengan dimensi lain yang
membentuk psychological well-being secara keseluruhan. Psyhological Well-Being ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain yaitu sosiodemografis, dukungan sosial, religiusitas dan faktor
kepribadiannya.
Faktor yang pertama adalah faktor sosio-ekonomi, faktor ini mempengaruhi pertumbuhan
psychological well-being, yaitu dimensi penerimaan diri (self-acceptance), tujuan dalam hidup
(purpose in life), penguasaan lingkungan (environmental mastery), dan pertumbuhan pribadi
(personal growth) (Ryff, 1989). Status sosio-ekonomi yang dimaksud mengarah pada tingkat
pendidikan dan pekerjaan. Bagi Warakawuri Seroja dengan tingkat pendidikan yang tinggi serta
memiliki pekerjaan yang layak, maka dapat mendorong mereka untuk mampu memandang dan
menerima keadaan diri mereka secara positif (self-acceptance), mewujudkan tujuan yang ingin
mereka capai dalam hidup (purpose inf life), dan untuk mengembangkan potensi yang mereka
miliki dengan melalui berbagai peluang yang ada dari bidang pendidikan dan pekerjaan yang
mereka miliki (personal growth). Dengan begitu para Warakawuri Seroja menghayati status
sosio-ekonomi mereka tinggi, maka mereka dapat penghayatan dan hasil evaluasi diri dan pengalaman
hidup mereka secara keseluruhan lebih positif.
Selain itu, Dukungan sosial mempengaruhi pembentukan tingkat sychological well-being
seseorang. Hal ini didukung oleh penelitian yang merumuskan bahwa dukungan sosial dari
lingkungan sekitar lansia akan sangat berpengaruh pada psychological well-being yang dirasakan
16
Universitas Kristen Maranatha dukungan sosial akan merasa bahwa dirinya dicintai, dipedulikan, dihargai, dan menjadi bagian
dalam jaringan sosial (seperti keluarga dan organisasi tertentu) yang menyediakan tempat
bergantung ketika dibutuhkan. Salah satu dukungan sosial adalah berasal dari dukungan keluarga.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan aspek yang sangat penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan lansia adalah keluarga (Parreno, 1990; Organización Panamericana de la Salud,
1994b).
Dukungan keluarga bagi lansia sangat diperlukan selama lansia masih mampu memahami
makna dukungan keluarga tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Bila
demikian kehadian orang-orang terdekat baik anak dan keluarga dapat menjadikan sebuah
motivator guna menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Para Warakawuri Seroja yang menghayati
bahwa mereka telah memperoleh dukungan sosial yang tinggi dari lingkungan sosial mereka,
cenderung memiliki self-acceptance, positive relations with others, purpose in life dan personal
growth yang lebih tinggi.
Faktor yang selanjutnya adalah faktor agama, penghayatan terhadap agama mempengaruhi
derajat psychological well-being individu (Weiten & Lloyd, 2003), tertutama dalam dimensi
environmental mastery dan self-acceptance. Seorang Warakawuri Seroja yang menghayati peran
agama dalam hidupnya mengahyati bahwa seluruh pengalaman dalam hidupnya baik yang
menyenangkan ataupun yang tidak menyenangkan adalah suatu hikmah yang perlu di syukuri, hal
tersebut membuat Warakawuri lansia yang tinggal di komplek seroja menghayati hidup dan
pengalaman-pengalamannya lebih bermakna dan lebih positif, selain itu, mereka yang taat pada
agamanya akan menghayati bahwa doa merupakan salah satu coping yang penting dalam
menyelesaikan masalah, sehingga hal tersebut menimbulkan penghayatan pada mereka bahwa
17
Universitas Kristen Maranatha Schmute dan Ryff (1997) menemukan bahwa dimensi dari Big Five Personality
(Extraversion, Agreebleness, Conscientiousness, Neuroticism dan Openness to Experience)
memiliki hubungan dengan psychological well-being. Faktor kepribadian adalah suatu predisposisi
bawaan yang melekat pada diri individu sehingga akan berpengaruh pada bagaimana individu
bereaksi dan menanggapi lingkungan serta pengalamannya. Warakawuri Seroja yang neurotic
cenderung mudah cemas maupun marah sehingga cenderung memiliki penerimaan diri
(self-acceptance) dengan derajat yang rendah. Kecemasan tersebut juga berpengaruh pada proses
pengambilan keputusan mereka yang kurang mandiri (autonomy).
Sedangkan Warakawuri Seroja yang memiliki trait extraversion lebih memiliki
kecenderungan dapat menjalin hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)
dengan derajat tinggi karena keterbukaan mereka, baik dengan orang terdekat maupun dengan
lingkungan sekitarnya. Selain itu, Warakawuri Seroja yang memiliki trait openness to experience
dapat memiliki kecenderungan derajat yang tinggi pada dimensi personal growth karena
keterbukaannya terhadap wawasan yang baru. Sedangkan Warakawuri Seroja yang memiliki trait
aggreableness cenderung ramah dan penyayang sehingga cenderung memiliki derajat tinggi pada
dimensi positive relations with others. Untuk Warakawuri Seroja yang memiliki trait
conscientiousness mereka cenderung memiliki derajat tingi pada dimensi purpose in life karena
tergolong individu yang terorganisisr serta memiliki perencanaan terhadap apa yang akan mereka
raih untuk pencapaian di masa yang akan datang.
Dari keenam dimensi dan berbagai faktor yang dimiliki lanjut usia, dapat membentuk
psychological well-being mereka, sehingga dapat diketahui psychological well-being pada
18
Universitas Kristen Maranatha 1.5.1 Bagan Kerangka Pikir
Warakawuri Lansia (60-65 tahun) di
Komplek Seroja Bale Endah Bandung
Psychological Well-Being
Faktor-Faktor yang
mempengaruhi psychological
well-being:
1. Sosio-ekonomi 2. Dukungan Sosial 3. Religiusitas 4. Kepribadian
Dmensi-dimensi Psychological
Well-Being:
1. Self-Acceptance 2. Positive Relations with
Others 3. Autonomy
4. Environmental Mastery 5. Purpose in Life
6. Personal Growth
Tinggi
19
Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi
Psychological Well-Being pada Warakawuri Lansia di Komplek Seroja Bale Endah
Bandung berbeda-beda, mereka dapat menunjukkan Psychological Well-Being
yang tinggi ataupun rendah.
Derajat dimensi psychological well-being yaitu self-acceptance, positif relations
with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth
pada lansia dapat bervariasi.
Dimensi-dimensi Psychological Well-Being pada Warakawuri Lansia di Komplek
Seroja Bale Endah Bandung dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis
kelamin, status sosio-ekonomi, perubahan status marital, dukungan sosial,
72 Universitas Kristen Maranatha BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan hasil interpretasi dan analisis yang telah dilakukan
pada bab sebelumnya beserta saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat Psychological Well-Being (PWB)
pada Warakawuri Lansia di Komplek Seroja Bale Endah Bandung, diperoleh simpulan sebagai
berikut:
1. Sebagian besar Warakawuri Lansia di Komplek Seroja Bale Endah Bandung memiliki
derajat PWB yang tinggi dan hanya sebagian kecil Warakawuri lansia memiliki PWB yang
rendah.
2. Warakawuri lansia yang memiliki PWB yang tinggi menunjukkan derajat yang tinggi pada
hampir seluruh dimensi, yaitu Self-Acceptance, Positive Relation with Others, ,
Environmental Mastery, Purpose in Life, dan Personal Growth kecuali dimensi Autonomy
yang memiliki derajat yang rendah; Sedangkan Warakawuri yang memiliki derajat PWB
rendah menunjukkan derajat yang rendah pada seluruh dimensi.
3. Derajat pada dimensi-dimensi psychological wel-being memiliki kecenderungan
keterkaitan dengan faktor dukungan sosial. Warakawuri Seroja yang memiliki derajat PWB
yang tinggi menghayati dukungan sosial yang diperoleh dari keluarga, sedangkan
73
Universitas Kristen Maranatha yang diperoleh hanya berasal dari teman sesama Warakawuri. Selain itu, Warakawuri
Seroja yang memiliki PWB yang tinggi juga menunjukkan derajat trait neuroticism yang
rendah, artinya Warakawuri Seroja cenderung tenang, santai, merasa aman, puas terhadap
dirinya, tidak emosional dibandingkan dengan Warakawuri Seroja yang memiliki trait
neuroticism yang tinggi . Sedangkan faktor-faktor lainnya yaitu usia, pendidikan terakhir,
penghayatan status sosio-ekonomi, dan religiusitas tidak menunjukkan kecenderungan
keterkaitan.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Teoritis
1. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian kuantitatif, sampel harus di
dampingi dalam pengisian kuesioner untuk memastikan kuesioner diisi dengan benar. Hal
ini mengingat pendidikan terakhir yang dimiliki oleh mayoritas sampel SD dan usia yang
sudah memasuki masa lansia.
2. Bagi peneliti lain dapat melakukan penelitian mengenai kontribusi faktor-faktor yang
memengaruhi psychological well-being khususnya faktor dukungan sosial dan big five
personality terhadap psychological well-being pada Warakawuri Lansia di Komplek Seroja
Bale Endah Bandung.
5.2.2 Saran Praktis
1. Bagi Asisten Personil TNI (Aspers) Kodam III Siliwangi yang memiliki keterkaitan
74
Universitas Kristen Maranatha Warakawuri Lansia di Komplek Seroja Bale Endah Bandung. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara: pertama, mengunjungi secara rutin dan memberikan bantuan berupa materil,
sandang, maupun pangan kepada Warakawuri Seroja. Kedua, mengikutsertakan
Warakawuri Seroja di Komplek Seroja Bale Endah Bandung pada acara yang berkaitan
dengan hari bersejarah agar Warakawuri tetap merasa dianggap sebagai bagian dari
keluarga TNI.
2. Menginformasikan kepada Warakawuri Seroja dengan derajat psychological well-being
yang tinggi untuk tetap mempertahankan keikutsertaan dalam kegiatan yang diadakan di
Komplek Seroja Bale Endah Bandung. Bagi para Warakawuri Seroja dengan derajat
psychological well-being yang rendah disarankan untuk aktif dalam mengikuti kegiatan
yang diadakan di Komplek Seroja.
3. Bagi ketua Warakawuri Lansia di Komplek Seroja Bale Endah Bandung untuk dapat
mendengarkan dan melanjutkan aspirasi sesama rekan Warakawuri kepada Pemerintah,
dalam hal ini dikhususkan kepada para pemimpin TNI yang dalam hal ini adalah Aspers
yang memiliki keterkaitan dengan Warakawuri Seroja. Selain itu juga membuat
kegiatan-kegiatan di Komplek Seroja untuk mempererat hubungan dengan sesama Warakawuri dan
anggota keluarga lainya
4. Bagi keluarga disarankan untuk memberikan dukungan dan perhatian kepada orangtuanya
seperti menananyakan kabar secara langsung ataupun melalui media (telepon), memberikan
informasi mengenai kesehatan yang dibutuhkan orangtuanya, lebih sabar dan memahami
75 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Cobb, S.1976 Social support as a moderator of life stress. “Journal of Psychosomatic Medicine.
Davis, M.T.2004. The Effect of Religious Beliefes on Mental Health. New York: Mc-GrawHills Companies, inc.
Keyes, C.L., Shmotkin, D., Ryff, C.D. (2002). Optimizing well-being: the empirical encounter of twi traditions. Jorunal of personality and social psychology, 82 (6), 1007. Dalam Wells, Inggrid E. Psychological Well-being. Psychological of Emotions, Motivations and Actions. Nova Science Publishers, Inc.
Kim, H. K., & McKenry, P. C. (2002). The relationship between marriage and psychological well-being a longitudinal analysis. Journal of Family Issues,23(8), 885-911. Dalam Wells, Inggrid E. Psychological Well-Being. Psychological of Emotions, Motivations and Actions. Nova Science Publishers, Inc.
Lopez-Torres Hidalgo, J., Bravo, B. N., Martininez, I. P., Pretel, F. A., Postigo, J. M. L., & Rabadan, F. E. (2010). Psychological Well-Being, Assessment Tools and Related Factors. Dalam Wells, Inggrid E. Psychological of Emotions, Motivations and Actions. Nova Science Publishers, Inc.
Ryff, Carol D.1989. Hapiness is Everything, or Is It? Explorations on The Meaning Of
Psychological Wel-being. Journal of Persnality and Social Psychology vol.37, 1069-1081
Taylor, R. J., Chatters, L. M., & Jackson, J. S. (2007). Religious and spiritual involvement among older African American, Caribbean blacks, and non-Hispanic whites: Findings from the national survey of American life. The Journlas of Gerontology Series B: Psychological
Sciences and Social Sciences, 62(4), S238-S250
Santrock. John W. 2002. Life-Span Development. Jakarta: Erlangga.
_______. John W.2012. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi
ketigabelas. Jilid II. Jakarta: Erlangga
76 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
Fakultas Psikologi. 2015. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung Universitas Kristen Maranatha
Humas Setda Kabupaten Bandung. Tahun 2025 Jumlah Lansia Akan Mencapai 36 Juta Orang (online) (diakses pada 2 February 2015)
INDONESIA, P. R. (2006).Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998
Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
(http://prtal.mahkamahkonstitusi.go.id/eLaw/mg58ufsc89hrsg/uu13_1998.pdf. Diakses pada 2 February 2015)
“Veteran dan Warakawuri Seroja Menuntut Peningkatan Kesejahteraan”
(http://m.liputan6.com/news/read/15575/veteran-dan-warakawuri-seroja-menuntut-peningkatan-kesejahteraan. Diakses pada 8 juni 2015)
Yulianti, Tya Eka. 2011. 8 persen Penduduk Jawa Barat adalah Lansia. (online) (http://news.detik.com/bandung/read/2011/06/08/112923/1655671/486/8-persen-penduduk-jawa-barat-adalah-lansia. Diakses pada 10 maret 2015)
(http://www.bandungkab.go.id/arsip/3290/tahun-2025-jumlah-lansia-akan-mencapai-36-juta-orang. Diakses 10 maret 2015)
(https://oktintia.wordpress.com/2012/06/22/faktor-yang-mempengaruhi-psychologycal-well-being/. Diakses 1 April 2015)