• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being Pada Karyawan Kontrak di Perusahaan "X" Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being Pada Karyawan Kontrak di Perusahaan "X" Jakarta."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

karyawan kontrak di perusahaan “X” Jakarta. Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mendapatkan gambaran mengenai psychological well-being yang ditinjau dari dimensi-dimensinya yaitu self acceptance, purpose in life, personal growth, autonomy, positive relationship with others, dan environmental mastery.

Menurut Ryff, psychological well being adalah penilaian atas evaluasi seseorang terhadap pengalaman dan kualitas kehidupannya yang dicerminkan melalui enam dimensi yaitu self-acceptance, purpose in life, autonomy, personal growth, positive relationship with other, dan environtmental mastery (Ryff,1989). Keenam dimensi di atas memiliki hubungan yang signifikan dengan faktor sosiodemographic antara lain usia, status sosial ekonomi, pendidikan, status marital, suku dan gender.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, dengan menggunakkan kuesioner. Pemilihan sampel dilakukan dengan purposive random sampling. Jumlah sampel yang diambil adalah 30 orang. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang diadaptasi dan diterjemahkan oleh peneliti ke dalam Bahasa Indonesia dari alat ukur psychological well-being dari Ryff (1989). Jumlah item kuesioner tersebut adalah 84 item.

Berdasarkan hasil penelitian, dimensi-dimensi psychological well-being pada

karyawan kontrak di perusahaan “X” Jakarta bila diurutkan dari persentase tertinggi

sampai terendah adalah, self acceptance, environmental mastery autonomy, personal growth, purpose in life dan positive relationship with others. Dimensi psychological well-being yang tergolong tinggi yang terbanyak adalah self acceptance dengan environmental mastery (50% tinggi) dan terendah adalah positive relationship with others (43,3% tinggi).

Peneliti mengajukan saran bagi peneliti selanjutnya untuk memperoleh gambaran psychological well-being pada karyawan kontrak sebaiknya faktor-faktor yang mempengaruhinya turut dijadikan sebagai variabel utama agar terlihat lebih jelas hasilnya. Selain itu, bagi bagian divisi sourcing ataupun HRD memperhatikan psychological well

being setiap karyawan kontrak di perusahaan “X” ini dengan memberikan pelatihan,

(2)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Daftar Bagan

Daftar Lampiran

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2 Identifikasi Masalah………. 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………. 9

1.4 Kegunaan Penelitian………. 10

1.5 Kerangka Pemikiran……….. 10

1.6 Asumsi Penelitian………. 22

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Berkembangnya Psychological Well-Being……… 23

2.2 Pendekatan Psychological Well-Being………. 29

2.3 Definisi Psychological Well-Being……….. 32

2.4 Dimensi-dimensi Psychological Well-Being……… 32

2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being 41 2.6 Perkembangan Dewasa Awal………. 43

(3)

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………. 50

3.3.1 Variabel Penelitian……… 50

3.3.2 Definisi Operasional………. 50

3.4 Alat Ukur………. 52

3.4.1 Kuesioner Psychological Well-Being………. 52

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang……… 54

3.4.3. Pengujian Alat Ukur.……….. 54

3.4.1 Validitas Alat Ukur………. 55

3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur……….. 55

3.5 Populasi dan Teknik Sampling……….. 56

3.5.1 Populasi Sasaran………. 56

3.5.2 Karakteristik Sampel………... 56

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel……… 57

3.6 Teknik Analisis Data………. 57

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden……… 58

(4)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

4.3 Pembahasan……….. 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….…….. 69

5.2 Saran………. 70

5.2.1 Saran Teoretis………. 70

5.2.2 Saran Praktis……….. 70

Daftar Pustaka ………. 71

Daftar Rujukan ……… 72

(5)

Tabel 3.1 Alat ukur………. 51

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian……… 53

Tabel 3.3 Reliabilitas Alat Ukur………. 55

Tabel 4.1 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin…….. 57

Tabel 4.2 Gambaran subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan.. 58

Tabel 4.3 Gambaran subjek penelitian berdasarkan penghasilan………. 58

Tabel 4.4 Gambaran subjek penelitian berdasarkan penghayatan……… 58

Tabel 4.5 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jabatan………….... 59

Tabel 4.6 Tingkat dimensi-dimensi PWB pada karyawan kontrak…….. 59

(6)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Inti Dimensi PWB ……….……… 29

(7)
(8)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kata Pengantar Kuesioner

Lampiran 2 Angket Identitas dan Data Penunjang

Lampiran 3 Psychological Well-Being Questionaire

Lampiran 4 Hasil Penelitian

Lampiran 5 Gambran Responden

Lanpiran 6 Skor Mentah

Lampiran 7 Frekuensi Gambaran Responden

Lampiran 7.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Lampiran 7.2 Distribusi Frekuensi Suku Bangsa

Lampiran 7.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan

Lampiran 7.4 Distribusi Frekuesni Penghasilan Perbulan

Lampiran 7.5 Distribusi Frekuensi Penghayatan Penghasilan

Lampiran 7.6 Distribusi Frekuesni Jabatan

Lampiran 8 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

Lampiran 8.1 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan gender

Lampiran 8.2 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan status marital

Lampiran 8.3 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan Suku

Lampiran 8.4 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan tingkat pendidikan

Lampiran 8.5 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan penghasilan per-bulan

Lampiran 8.6 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan penghayatan penghasilan per-bulan

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Semua orang mempunyai keinginan untuk mendapatkan masa depan yang

cerah, pekerjaan yang layak, dan kehidupan yang memadai. Untuk mendapatkan

suatu kehidupan yang baik dan layak, setiap orang tentu saja akan berusaha

seoptimal mungkin untuk memiliki kehidupan yang berkecukupan. Banyak cara

yang dapat dilakukan untuk meraih kehidupan yang baik dan layak tersebut. Salah

satu diantaranya adalah mendapatkan pekerjaan yang layak dengan penghasilan

yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya, maka setiap orang akan berusaha dengan berbagai cara

untuk bersaing mencapai taraf kehidupan yang lebih baik lagi atau melebihi taraf

kehidupan rata-rata orang-orang kebanyakan.

Bekerja di kota besar memiliki tantangan tersendiri. Sebagian orang

memilih bekerja di kota besar terutama ibukota karena menganggap akan

mendapatkan pengalaman yang lebih dibandingkan dengan yang bekerja di

daerah, penghasilan yang besar, dan tentu saja persaingan yang lebih ketat

dibandingkan bekerja di daerah. Dengan bekerja diharapkan individu dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Akan tetapi pada masa krisis ekonomi

global seperti sekarang ini, sangat sulit mencari pekerjaan sehingga banyak orang

(10)

2

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA mencapai 8,32 juta orang menurut Badan Pusat Statistik

(www.bisniskeuangan.kompas.com).

Fenomena terbaru yang tengah mencuat ke permukaan sekarang ini adalah

munculnya istilah karyawan kontrak. Kebijakan organisasi atau perusahaan

tersebut, banyak menimbulkan persoalan khususnya di karyawan kontrak. Karena

aktivitas kerja dalam organisasi selalu dibayangi perasaan ketidakpastian,

terutama menjelang masa kontrak berakhir. Luapan dari perasaan ketidakpastian

ini tak jarang berakhir dengan aksi demonstarsi karyawan kontrak yang menutut

kepastian nasib mereka ke depan. Seperti yang terjadi pada PT. JICT, dimana

sekitar 200 karyawan yang menjadi karyawan kontrak melakukan unjuk rasa

untuk menuntut kepastian nasib ke depannya, mereka menginginkan untuk

diangkat menjadi karyawan tetap ( www.detiknews.com/ 2010/02/01). Dengan

adanya alasan sulitnya mencari pekerjaan pada akhirnya kebanyakan orang yang

membutuhkan pekerjaan memutuskan untuk bekerja sebagai karyawan kontrak.

Sebenarnya dari awal mereka telah menyadari betul bahwa sistem ini kurang ideal

tapi karena adanya alasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka

pemberlakukan sistem inipun akhirnya mereka terima.

Menurut Ubaydillah (2007),kira-kira tahun 2003-an, sistem kerja kontrak

beristilah KKWT (Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu). Banyak kalangan aktivis

perburuhan menilai sistem ini sangat merugikan pihak pekerja. Sebaliknya, para

pengusaha/ pemilik modal menilai, inilah cara yang paling baik untuk menyiasati

situasi ketenagakerjaan nasional. Meski pada tingkat pembahasannya dulu sempat

(11)

sistem ini diterapkan untuk para worker (buruh) di pabrik-pabrik, tapi sekarang ini

sudah banyak kantor besar yang menerapkan kebijakan ini.

(http://www.e-psikologi.com)

Sekarang ini, banyak perusahaan memerkerjakan karyawan dalam ikatan

kerja outsourcing sebagaimana yang telah menjadi fenomena baru bagi pemilik

atau pemimpin perusahaan, baik perusahaan milik negara maupun perusahaan

milik swasta. Menjadi karyawan outsourcing secara tidak langsung memposisikan

karyawan tidak memiliki ikatan dengan perusahaan pemakai tenaga kerja

melainkan karyawan terikat kontrak dengan perusahaan outsourcing itu sendiri.

Jika proyek yang diberikan oleh perusahaan pemakai tenaga kerja telah selesai

dilaksanakan maka akan ada sebagian karyawan kontrak yang tidak diperpanjang

kontrak kerjanya lagi tapi ada pula yang akan memperpanjangnya. Dalam hal

pembayaran honoranium, karyawan kontrak menerima pembayaran dari

perusahaan tempatnya bekerja setelah dipotong oleh perusahaan outsourcing.

Alasan perusahaan menggunakan tenaga outsource karena ingin menekan cost

hingga serendah mungkin dan mendapatkan keuntungan seoptimal mungkin, agar

perusahaan dapat fokus terhadap core business, untuk menghemat biaya

operasional, turn over karyawan menjadi rendah serta tidak perlu

mengembangkan sumber daya manusia untuk pekerjaan yang bukan

utama.(www.ppm-manajemen.ac.id)

Outsourcing (alih daya) adalah pemborongan pekerjaan dan penyediaan

jasa tenaga kerja. Ada tiga pihak yang terlibat dalam sistem ini, (1) perusahaan

(12)

4

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

outsourcing dan (3) pegawai outsourcing. Jadi, walaupun karyawan sehari-hari

bekerja di perusahaan pemberi pekerjaan namun dirinya tetap berstatus sebagai

karyawan perusahaan penyedia pekerja. Pemenuhan hak-hak karyawan seperti

perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang

timbul tetap merupakan tanggung jawab perusahaan penyedia jasa

pekerja.(www.koran-jakarta.com). Walaupun pada akhirnya hak-hak karyawan

kontrak tak jarang tidak diberikan sesuai dengan yang telah dikatakan tersebut.

Mengingat berkecamuknya perasan dan pikiran penuh ketidakpastian yang

terus datang , maka implikasi psikologisnya terhadap karyawan akan nampak pada

kesejahteraan karyawan kontrak. Namun demikian, ketidakpastian masa depan

juga bisa menambah semangat karyawan kontrak untuk semakin produktif dan

mendapatkan penilaian yang lebih dari perusahaan. Hal in karena produktivitas

dan kinerja karyawan kontrak merupakan penilaian utama diperpanjangan masa

kontrak oleh perusahaan.

Salah satu perusahaan yang menggunakan outsourcing adalah perusahan

“X” yang ada di kota Jakarta. Perusahaan “X” merupakan perusahaan yang

menjadi pelopor dalam infrastruktur telekomunikasi di Indonesia sejak tahun

1907, yang bertempat di Jakarta Selatan. Perusahaan “X” juga termasuk salah satu

perusahaan telekomunikasi terbesar yang ada di Indonesia dimana perusahaan ini

bekerja sama dengan perusahaan asing yang ada. Perusahaan ini menyediakan

peralatan dan sistem telekomunikasi untuk pemerintah dan beberapa perusahaan

swasta besar. Visi dari perusahaan ini adalah “Kami percaya di seluruh dunia

(13)

dikomunikasikan dimana saja dan kapan saja di dunia, peningkatan kualitas

hidup baik, produktivitas dan memungkinkan sumber daya dunia lebih efisien”.

Misi dari perusahaan ini adalah “Misi kami adalah untuk memahami kebutuhan

pelanggan kami dan memberikan solusi komunikasi lebih cepat dan lebih baik

dari pesaing. Dalam melakukannya, kami akan menghasilkan keuntungan yang

kompetitif bagi para pemegang saham kami”.

Berdasarkan wawancara dengan divisi Sourcing di perusahaan “X”,

sebenarnya karyawan kontrak memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan

karyawan lainnya, yaitu harus menyelesaikan pekerjaan yang telah diberikan oleh

manager masing-masing dan jika pekerjaan tersebut telah selesai maka para

karyawan berhak menerima bonus yang besarnya tergantung dari manager

masing-masing. Setiap bulan karyawan kontrak akan mendapatkan salary sesuai

dengan ketentuan yang disepakati. Mekanisme proses outsourcing di perusahaan

“X” terjadi sebagai berikut manager akan meminta kepada pihak kedua yaitu

bagian sourcing di perusahaan; pihak kedua ini akan melaksanakan requirement

yang akan diberikan kepada pihak ketiga yaitu agent atau bisa juga manager yang

melaksanakan requirement dan menentukan kriteria karyawan yang dibutuhkan.

Setelah itu agency akan mencarikan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan

perusahaan. Jika sudah mendapatkan karyawan yang diinginkan maka karyawan

tersebut akan menandatangani kontrak yang telah dibuat oleh pihak agent. Tugas

karyawan kontrak itu sendiri kepada perusahaan adalah menyelesaikan tugas yang

telah diberikan oleh manager sedangkan kepada agency adalah menyelesaikan

(14)

6

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA atau ke luar dari perusahaan sebelum masa kontrak selesai maka karyawan

tersebut akan mendapatkan penalty atau denda. Berdasarkan alur mekanisme

tersebut dapat disimpulkan bahwa karyawan kontrak itu sebenarnya milik agency

bukan miliki perusahaan.

Berdasarkan hasil survey dengan limabelas orang karyawan kontrak yang

bekerja di perusahaan “X” , terdapat sebanyak duabelas orang (80%) mengatakan

pada dasarnya hak dan kewajiban karyawan kontrak sama dengan karyawan

lainnya diperusahaan ini yaitu menyelesaikan proyek yang diberikan oleh

manager dan bekerja dalam satu tim. Dua belas karyawan kontrak (80%)

mengatakan kalau tiap bulannya mereka mendapatkan salary yang sudah

ditetapkan setelah dipotong kurang lebih sekitar 30% oleh pihak agent. Sepuluh

orang (66,6%) karyawan kontrak mengatakan bahwa mereka merasa tidak aman

dalam perusahaan ini dengan arti kata, sebagai karyawan kontrak sewaktu-waktu

dapat diputus kontraknya sehingga harus selalu siap seandainya kontrak tidak

diperpanjang. Sebanyak 33,3% mengatakan perusahaan “X” sedang mengalami

penurunan sehingga sudah dua tahun ini melakukan pengurangan karyawan

terutama karyawan kontrak untuk alasan efisiensi. Kondisi tersebut membuat para

karyawan yang tersisa merasa takut kalau saja kontrak mereka tidak diperpanjang.

Sebanyak 53,3% menyatakan bahwa sebagai karyawan kontrak mereka

tidak mendapatkan tunjangan kesehatan, begitu pula jika ada anggota keluarganya

(bagi yang sudah berkeluarga) yang sakit maka tidak bisa reiumberse ke

perusahaan. Beberapa tahun ke belakang, jika ada karyawan kontrak yang

(15)

salary setara dengan tiga bulan bekerja namun sekarang kebijakan itu sudah

ditiadakan. Kebijakan ini dinilai tidak adil oleh para karyawan kontrak, padahal

mereka sudah bekerja tidak kalah optimalnya dengan karyawan tetap bagi

kepentingan di perusahaan ini. Karyawan kontrak mendapatkan THR (tunjangan

hari raya), dengan perhitungan tertentu. Jika mereka pindah agen maka THR

(tunjangan hari raya) akan dihitung semenjak pertama kali bergabung dengan

agent tersebut, sedangkan karyawan kontrak yang tidak pindah agent akan

mendapatkan THR (tunjangan hari raya) sebesar satu kali salary mereka dalam

sebulan.

Adapun alasan yang diungkapkan para karyawan kontrak mengenai

penyebab dirinya tetap bertahan dalam situasi kerja yang kurang menguntungkan

ini adalah karena tuntutan kebutuhan, kondisi perusahaan yang sangat nyaman

sehingga mereka bisa merasa enjoy pada saat bekerja, salary yang tinggi

dibandingkan perusahaan telekomunikasi lainnya. Selain masalah salary, mereka

pun dapat memulai bekerja pada pukul 09.30 pagi namun tetap tergantung

kebijakan dari manager masing-masing, lokasi perusahaan yang strategis dan

tidak termasuk dalam daerah yang rawan macet, lingkungan kerja yang

menyenangkan, tidak perlu memakai pakaian kerja yang formal sehingga

diperbolehkan memakai jeans dan terkadang mereka outing yang dibiayai oleh

perusahaan. Sebanyak sepuluh orang karyawan kontrak (66,6%) menyatakan

berkeinginan pindah ke perusahaan lain yang bisa menjadikannya karyawan tetap

(permanent), agar memiliki kepastian ikatan dengan perusahaan sehingga merasa

(16)

8

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Berdasarkan penjabaran di atas maka peneliti memperoleh pemahaman

bahwa salary yang tinggi bukan jaminan untuk merasa bahagia atau sejahtera,

karena walaupun salary mereka tinggi tetap saja mereka tidak memiliki jaminan

tentang ikatan kerja yang pasti di perusahaan tersebut. Menjadi karyawan kontrak

merupakan salah satu pilihan seseorang dalam kehidupan, dibandingkan menjadi

pengangguran. Apapun alasan individu menjalani hidup dan apapun yang

dilakukannya merupakan upaya untuk memperoleh kebahagiaan dan

kesejahteraan sebagai manusia yang bebas dan memiliki pilihan, karena

kebahagiaan dan kesejahteraan merupakan hak setiap manusia. Kebahagiaan dan

kesejahteraan berkaitan dengan life satisfaction dan juga dengan psychological

well-being (PWB).

Menurut Ryff, psychological well-being adalah penilaian atas evaluasi

seseorang terhadap pengalaman dan kualitas kehidupannya yang dicerminkan

melalui enam dimensi yaitu self-acceptance, purpose in life, autonomy, personal

growth, positive relationship with other, dan environtmental mastery (Ryff,1989).

Ryff mengungkapkan bahwa orang yang mempunyai psychological well-being

tinggi akan senantiasa berusaha mengerluarkan potensi terbaiknya untuk

menghadapi tantangan dalam kehidupannya, begitu pula dengan karyawan

kontrak. Karyawan kontrak yang memiliki psychological well-being yang tinggi

akan berusaha mengeluarkan potensi yang dimilikinya untuk menghadapi

tantangan serta tuntutan dari perusahaan di tempat mereka bekerja walaupun

mereka tidak memiliki kepastian untuk kedepannya. Karyawan kontrak didalam

(17)

gaya hidup dan tuntutan pekerjaan yang tinggi, sehingga dibutuhkan usaha dan

daya juang yang keras bagi karyawan kontrak agar tetap dipertahankan oleh

perusahaan dimana tempat mereka bekerja.

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui

psychological well-being pada karyawan yang berstatus karyawan kontrak di

perusahaan “X” Jakarta.

1.2 Identifikasi Masalah

Ingin mengetahui seperti apakah gambaran psychological well-being pada

karyawan kontrak (outsourcing) di perusahaan “X” kota Jakarta.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk mendapatkan gambaran mengenai psychological well-being pada

karyawan kontrak (outsourcing) di perusahaan “X” kota Jakarta.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran tentang tingkat psychological well-being

para karyawan kontrak dan mendalami dimensi-dimensi psychological

(18)

10

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Memanfaatkan kajian psikologi positif dalam setting berlatarbelakang

pekerjaan guna memerkaya orentasi psikologi positif.

Memberikan informasi kepada peneliti yang tertarik untuk meneliti lebih

lanjut mengenai psychological well-being.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi kepada karyawan kontrak (outsourcing) mengenai

psychological well-being, sehingga sebagai bahan pertimbangan untuk

mengevaluasi diri yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja.

Memberikan informasi kepada divisi sourcing serta bagian HRD di perusahaan “X” mengenai psychological well-being agar dapat memberikan

seminar atau pun penyuluhan yang tepat kepada karyawan kontrak

(outsourcing) dalam menghadapi tekanan-tekanan dari lingkungan

pekerjaan di Kota Jakarta.

1.5Kerangka Pemikiran

Menurut UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan, karyawan kontrak adalah

pekerja yang memiliki hubungan kerja dengan pengusaha dengan berdasarkan

pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Pengaturan tentang PKWT ini

kemudian diatur lebih teknis dalam Kepmenakertrans No. 100/2004 tentang

(19)

perusahaan-perusahaan akan mencari karyawan kontrak pada perusahaan-perusahaan outsourcing,

sehingga karyawan kontrak tersebut akan membuat perjanjian kontrak dengan

perusahaan outsourcing. Akan tetapi, yang menentukan masa kontrak karyawan

tersebut adalah perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja mereka bukan

perusahaan outsourcing.

Saat ini karyawan kontrak di perusahaan “X” pada umumnya berada

dalam tahap perkembangan dewasa awal dengan rentang usia 22-35 tahun. Pada

tahap ini mereka memiliki tugas - tugas perkembangan yang harus dilewati oleh

setiap individu. Tugas perkembangan yang khas dari dewasa awal yaitu

kemandirian dalam membuat keputusan dan kemandirian ekonomi. Kemandirian

dalam membuat keputusan yang dimaksud adalah membuat keputusan secara luas

tentang karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan serta gaya hidup yang akan

dipilih oleh individu tersebut. Biasanya invidu yang masuk dalam tahap dewasa

awal akan membuat keputusan tentang hal-hal tersebut terutama dalam bidang

gaya hidup dan karir. Kemandirian ekonomi yaitu ketika seseorang lulus dari

universitas kemudian mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang cenderung

menetap yang secara bertahap akan terlepas dari orang tua .(John W. Santrock,

2004). Untuk dapat memenuhi tugas tersebut, setiap individu dapat bekerja

sehingga mendapatkan penghasilan yang mencukupi kehidupan sehari-hari. Ini

merupakan tugas yang penting karena selama masa kehidupan, manusia perlu

memenuhi kebutuhannya seperti sandang, pangan, papan, kebutuhan keamanan

dan jaminan, kebutuhan ego status dan penghargaan. Oleh karena itu, kebutuhan

(20)

12

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA bekerja dapat memenuhi kebutuhan hidup tersebut sehingga manusia tidak

merasakan kekurangan. Namun, dengan keadaan krisis ekonomi global seperti

sekarang ini semakin banyaknya pengangguran di Indonesia. Banyak

pengangguran yang sudah berusaha untuk mencari pekerjaan akan tetapi karena

ketatnya persaingan kerja dan terbatasnya peluang kerja membuat tidak semua

pengangguran dapat dengan mudah mendapatkan pekerjaan. Padahal sebenarnya

seseorang dapat berupaya diberbagai tempat ataupun perusahaan, salah satu

contohnya dengan bekerja menjadi karyawan kontrak, karena sekarang ini banyak

perusahaan yang bersaing untuk memperkerjakan karyawan dalam ikatan kerja

outsourcing dengan alasan fee yang lebih rendah.

Walaupun banyak perusahaan yang melakukan pengurangan karyawan

dikarenakan kondisi keuangan global yang kurang menguntungkan tetapi tidak

bisa dipungkiri bahwa karyawan merupakan salah satu faktor produksi yang

terpenting karena tanpa karyawan maka suatu perusahaan akan sulit untuk meraih

tujuan. Para karyawan menjadi penentu maju mundurnya suatu perusahaan.

Memiliki tenaga-tenaga kerja yang terampil dengan motivasi tinggi, berarti

perusahaan telah mempunyai aset yang sangat mahal dan sulit dinilai dengan

uang. Proses pendirian suatu perusahaan, baik yang bergerak dalam bidang

Industri maupun jasa, selalu dilandasi keinginan untuk mencapai tujuan dan

sasaran tertentu. Setiap perusahaan tentu memiliki tujuan yang ingin dicapainya,

tujuan dan sasaran yang ingin dicapai setiap perusahaan sebenarnya sama yaitu

ingin mencapai laba yang optimal dalam jangka panjang sehingga kelangsungan

(21)

Karyawan merupakan sumber daya bagi setiap perusahaan. Sebagai

sumber daya, karyawan perlu dikelola agar tetap produktif. Salah satu cara

perusahaan untuk mempertahankan karyawannya, terutama mereka yang memiliki

prestasi yang tinggi dapat dilakukan dengan memberikan program kesejahteraan.

Oleh karena itu, seorang karyawan akan bekerja dengan sungguh-sungguh apabila

kebutuhannya dapat terpenuhi. Oleh pihak perusahaan program kesejahteraan

yang akan dilaksanakan dapat berupa tunjangan-tunjangan dan fasilitas pelayanan

secara gratis. Diharapkan dengan program ini dapat menumbuhkan suatu

kepuasan yang tinggi dari karyawan serta akan menimbulkan semangat kerja

secara optimal sehingga peningkatan produktivitas kerja tercapai.

Namun, beradasarkan fenomena yang ada banyak karyawan kontrak yang

merasa tidak mendapatkan tunjangan-tunjangan atau fasilitas-fasilitas yang telah

dijanjikan tersebut sehingga banyak karyawan kontrak yang merasa kurang

sejahtera sebagai karyawan kontrak. Begitu pula dengan ketidakpastian statusnya

sebagai karyawan kontrak itu juga bisa menjadikan karyawan kontrak merasa

tidak sejahtera karena sewaktu-waktu bisa saja masa kontraknya diberhentikan

padahal sekarang ini tak jarang perusahaan yang masih mengangkat karyawan

kontrak menjadi karyawan tetap dimana jika telah dikontrak selama satu tahun

dan kemudian mereka mendapatkan pelatihan tertentu untuk menjadi karyawan

tetap. Akan tetapi di perusahaan “X” ini sudah tidak ada lagi pengangkatan,

sehingga karyawan yang memiliki kinerja yang baik akan terus menjadi karyawan

kontrak dengan masa kontrak yang diperpanjang. Karyawan kontrak sendiri

(22)

14

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ada di perusahaan ini, hanya saja yang membedakan yaitu dari segi tunjangan

kesehatan yang tidak didapatkan oleh karyawan kontrak serta kepastian masa

kerja.

Smithon & Lewis (2000) menyatakan semakin banyak jenis pekerjaan

dengan durasi waktu yang sementara, menyebabkan semakin banyak karyawan

yang mengalami job insecurity. Akibat rasa tidak aman atau tidak pasti yang

berkepanjangan akan berpengaruh terhadap aspek well-being karyawan yang

bersangkutan. (Greenglass,Burke & Fiksenbaum 2002). Adapun tuntutan dan

tugas yang dimiliki karyawan kontrak merupakan tantangan tersendiri bagi

karyawan kontrak, penilaian karyawan kontrak mengenai tuntutan dan tugas yang

dihadapi menurut Ryff merupakan penilaian hidup seseorang atas pengalaman

dan kualitas hidup yang menggambarkan bagaimana cara dia mempersepsi dirinya

dalam menghadapi tantangan hidupnya atau yang biasa disebut dengan

psychological well being (Ryff, 2002). Menurut Ryff seseorang yang berusaha

untuk mencapai sesuatu dengan potensi terbaiknya untuk memperbaiki atau

meningkatkan keadaan hidupnya akan memiliki psychological well-being yang

tinggi (Ryff 2005). Ketika karyawan kontrak berusaha untuk menyelesaikan

tugas-tugas yang diberikan tentu saja mereka mengalami pengalaman yang

menyenangkan dan tidak menyenangkan, yang selanjutnya akan mengakibatkan

kebahagiaan atau ketidakbahagiaan. Jika bekerja dengan baik dalam satu team

work dan berhasil menyelesaikannya secara tidak langsung mereka mendapatkan

(23)

mendapatkan bonus sehingga menyebabkan mereka merasakan kebahagiaan

begitu pula sebaliknya.

Psychological well-being terdiri atas enam dimensi seperti yang

dikemukakan oleh Ryff (2006), yaitu self-acceptance, purpose in life, autonomy,

personal growth, positive relationship with other, enviromental mastery dan

setiap dimensi menggambarkan healthy, well, dan full functioning dalam kerangka

human positif functioning.

Menurut Ryff seseorang yang berusaha untuk mencapai sesuatu dengan

potensi terbaiknya untuk memperbaiki diri atau meningkatkan keadaan hidupnya

akan memiliki psychological well-being yang tinggi (Ryff, 2005). Karyawan

kontrak yang memiliki psychological well-being yang tinggi dapat mengakui dan

menerima berbagai aspek dalam dirinya baik yang positif maupun negatif,

memiliki tujuan hidup, mandiri, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru,

memiliki hubungan yang hangat dengan orang lain serta mampu menggunakan

kesempatan yang ada di lingkungan pekerjaannya. Sedangkan untuk karyawan

kotrak yang memiliki psychological well-being yang rendah cenderung tidak

dapat menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, tujuan hidupnya kurang

terarah, kurang terbuka dengan pengalaman-pengalaman baru, kurang memiliki

hubungan yang hangat dengan orang lain dan kurang mampu untuk menggunakan

kesempatan yang ada di lingkungan pekerjaanya.

Dimensi yang pertama dari psychological well-being adalah

self-acceptance. Self-acceptance menekankan pentingnya penerimaan diri baik

(24)

16

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA kontrak yang memiliki self-acceptance yang tinggi akan mempunyai sikap yang

positif terhadap dirinya, menerima dirinya baik aspek yang positif maupun

negatif, dan memandang positif masa lalu. Sedangkan karyawan kontrak yang

memiliki self-aceeptance yang rendah akan merasa tidak puas terhadap diri

sendiri, kecewa dengan masa lalunya, merasa iri pada temannya yang berhasil dan

menyesal akan ketidakmampuan dirinya.

Dimensi yang kedua adalah purpose in life, karyawan kontrak memiliki

tujuan dan arah hidup; merasakan ada makna di kehidupan saat ini dan masa lalu;

memiliki keyakinan yang memberikan tujuan dalam hidup. Karyawan kontrak

yang memiliki purpose in life yang tinggi menganggap penting arti hidupnya,

mereka merasa hidupnya berharga dengan begitu karyawan tersebut akan

berusaha menetapkan tujuan dan perencanaan dalam hidupnya, mereka

mengetahui tujuan dirinya bekerja, membuat perencanaan masa depannya dan

berusaha untuk mencapai target-targetnya. Sedangkan karyawan kontrak yang

memiliki purpose in life yang rendah akan kurang memiliki pemahaman tentang

kehidupannya, memiliki sedikit tujuan, tidak melihat tujuan hidup di masa lalu

dan tidak memiliki harapan atau kepercayaan yang memberikan arti hidup.

Dimensi autonomy menggambarkan kemandirian seseorang, pengambilan

keputusan bukan karena tekanan lingkungan tetapi dengan internal locus of

evaluation yaitu mengevaluasi diri sendiri sesuai dengan standard pribadinya

sendiri tanpa melihat persetujuan orang lain. Karyawan kontrak yang memiliki

autonomy yang tinggi pada dimensi ini mampu mengambil keputusan dengan

(25)

memiliki autonomy yang rendah pada dimensi ini, keputusannya mudah

terpengaruh oleh lingkungan dan rekan kerjanya, terfokus pada harapan dan

evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk membuat

keputusan yang penting.

Pada dimensi personal growth, menggambarkan sejauh mana individu

mempunyai keinginan untuk mengembangkan diri, terbuka dengan pengalaman

baru, menyadari potensi yang dimiliki, selalu memperbaiki diri dan tingkah laku.

Karyawan kontrak yang memiliki personal growth yang tinggi senantiasa untuk

memperbaiki diri, mengembangkan dirinya, seperti ikut seminar, training atau

membaca buku untuk menambah wawasan. Sedangkan karyawan kontrak yang

memiliki personal growth yang rendah, cenderung kurang suka mengembangkan

diri, merasa dirinya tidak dapat berkembang sepanjang waktu, merasa tidak dapat

mengembangkan sikap atau perilaku baru.

Pada dimensi kelima adalah positive relationship with other, dimensi ini

menggambarkan kemampuan untuk menjalin hubungan antar pribadi yang dekat,

hangat, saling mempercayai serta terdapat hubungan saling memberi dan

menerima. Karyawan yang memiliki positive relationship with other yang tinggi

pada dimensi ini mempunyai sikap yang hangat, dapat mempercayai orang lain,

memperhatikan kesejahteraan orang lain, memiliki empati, afeksi dan intimasi

yang kuat. Mengerti hubungan saling memberi dan menerima. Karyawan yang

memiliki positive relationship with other yang rendah cenderung tertutup, sulit

mempercayai orang lain, sulit untuk menjadi hangat, terbuka, dan peka terhadap

(26)

18

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Dimensi enviromental mastery meliputi kemampuan individu untuk

memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan nilai dan kebutuhannya.

Karyawan yang memiliki enviromental mastery yang tinggi mampu membentuk

lingkungannya sendiri dan juga dapat menggunakan segala kesempatan yang ada

dengan efektif. Karyawan yang memiliki enviromental mastery yang rendah akan

sulit untuk merubah atau meningkatkan lingkungan sekitar menjadi lebih baik dan

tidak menyadari kesempatan yang ada disekitarnya, dan kesulitan menangani

masalah-masalah sehari-harinya.

Keenam dimensi di atas memiliki hubungan yang signifikan dengan

faktor-faktor sociodemographic yang bisa mempengaruhi proses pencapaian suatu

kesejahteraan. Faktor – faktor tersebut antara lain adalah faktor usia, status sosial

ekonomi, pendidikan, status marital, suku/etnis, dan gender. Pada hasil penelitian

Ryff di MIDUS (Midle Life in the USA) terdapat hubungan antara usia dengan

dimensi psychological well-being, yaitu pada dimensi autonomi dan

environmental mastery pada masa dewasa awal hingga dewasa akhir cenderung

akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan pada usia

yang lebih tua, seseorang akan mempunyai peran yang lebih besar dalam status

sosialnya, seperti income, pendidikan dan kesempatan pekerjaan (Ryff 2002)

sedangkan skor untuk dimensi positive relationship with others dan

self-acceptance tidak mengalami perubahan yang signifikan selama perkembangan

dari dewasa awal hingga dewasa akhir.

Selain usia, status sosial ekonomi juga mempengaruhi kondisi

(27)

Longitudinal Study memperlihatkan gradasi sosial dalam kondisi well-being pada

dewasa madya. Mereka yang menempati kelas sosial yang tinggi memiliki

perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri dan masa lalu mereka,serta lebih

memiliki rasa keterarahan dalam hidup mereka dibandingkan dengan mereka yang

berada di kelas sosial yang lebih rendah. Pendidikan juga mempengaruhi

kedudukan individu dalam status ekonomi dan sosial. Perbedaan pendidikan juga

memberikan akses yang berbeda pada sumber daya dan kesempatan pada

kehidupan yang akhirnya berpengaruh pada kesehatan dan well being.

Berdasarkan survey nasional MIDUS, tingkat pendidikan sangat erat kaitannya

dengan psychological well-being terutama dalam personal growth dan self

acceptance, didapati pada individu yang memiliki status pekerjaan dan pendidikan

yang tinggi. Jika karyawan kontrak memiliki tingkat pendidikan dan status

pekerjaan yang tinggi, maka karyawan kontrak akan menghayati bahwa mereka

memiliki tingkat pendidikan dan status pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan

orang lain. Hal ini menunjukkan derajat yang lebih tinggi pada self acceptance,

sehingga mereka memiliki perasaan yang positif tentang diri mereka sendiri dan

masa lalunya. Dengan tingkat pendidikan yang rendah tentu saja tidak membuat

seorang individu merasa tidak puas dengan hidupnya, mungkin mereka merasa

puas tetapi mereka yakin bahwa mereka memiliki kesempatan untuk berkembang

dalam hal pendidikan.

Faktor etnis atau suku juga berpengaruh pada psychological well-being

karena terdapat keterkaitan dengan nilai-nilai budaya yang dianut dengan dimensi

(28)

20

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA tinggi biasanya akan lebih mementingkan kepentingan kelompok dibandingkan

kepentingan individu. Hal ini akan meningkatkan dimensi positive relations with

other dalam psychological well-being. Sedangkan untuk sistem nilai

individualistik yang tinggi individu akan mementingkan kepentingan dirinya

sendiri dibandingkan orang lain, hal ini akan meningkatkan dimensi self

acceptance dan autonomy.Biasanya Gender juga berkaitan erat, wanita cenderung

mudah terbuka dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya berkorelasi positif

dengan dimensi positive relation with other dibandingkan dengan pria yang lebih

menekankan individualism dan autonomy (Gilligian, 1982 dalam Ryff, 2002).

Wanita dianggap lebih mampu mengekspresikan emosi dengan cermat dan lebih

senang menjalin relasi sosial dibandingkan pria. Wanita juga dianggap lebih

mudah menghadapi masalah psikologis sehingga ketika mereka mampu

menyelesaikan masalah tersebut dengan suatu akhir yang baik, akan menunjukkan

kekuatan psikologis yang unik sehingga dapat mengembangkan personal growth.

Status marital menjadi prediktor terhadap dimensi self-acceptance dan purpose in

life, hasil penelitian yang dilakukan Ryff menunjukan individu yang telah

menikah memiliki kecenderungan yang tinggi pada dimensi self-acceptance dan

purpose in life dibandingkan individu yang belum menikah (Ryff 1989). Individu

yang telah menikah akan memiliki psychological well being yang berbeda

dibandingkan dengan individu yang belum menikah. Individu yang telah menikah

menganggap dirinya memiliki beban ekonomi yang lebih berat dibandingkan yang

belum, misalnya saja pasangan hidup, anak, orang tua, atau saudara yang tinggal

(29)

secara tidak langsung akan mendapatkan dukungan sosial yang datang dari

keluarga maupun pasangan hidup.

Dari uraian di atas dapat digambarkan melalui skema kerangka pemikiran

sebagai berikut :

Bagan 1.1 Karyawan Kontrak di

Perusahaan “X” kota Jakarta

Sociodemographic :

- Usia

- Status sosial Ekonomi - Jenis Kelamin

- Pendidikan, - Suku/etnis, - Marital Status

Psychological well-being

Dimensi psychological well –being :

- Self-acceptance - Purpose in life - Autonomy - Personal growth

- Positive relationship with other - Enviromental mastery

Tinggi

(30)

22

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1.6Asumsi

Selama bekerja karyawan kontrak (outsourcing) di perusahaan “X” kota

Jakarta menghadapi tantangan-tantangan yang diberikan dari perusahaan,

dalam menghadapi tantangan tersebut karyawan mengevaluasi dirinya

berbeda-beda yang disebut sebagai psychological well-being.

Psychological well-being pada karyawan kontrak di perusahaan “X” dapat

dilihat melalui enam dimensi, yaitu self acceptance, purpose ini life,

autonomy, personal growth, positive relationship with other,

environmental mastery.

 Karyawan kontrak di perusahaan “X” yang memiliki psychological

well-being yang tinggi akan berusaha mengeluarkan potensi yang dimilikinya

untuk menghadapi tantangan serta tuntutan dari perusahaan di tempat

mereka bekerja.

 Karyawan kotrak di perusahaan “X” yang memiliki psychological

well-being yang rendah cenderung tidak dapat menerima berbagai aspek yang

ada dalam dirinya, sehingga kurang berusaha dalam menghadapi tantangan

(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil

interpretasi dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta saran

yang bernilai praktis dan terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan mengenai

gambaran tingkat psychological well being pada karyawan kontrak di perusahaan

“X” Jakarta yang ditinjau dari dimensi-dimensinya, maka diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

1) Karyawan kontrak di perusahaan “X” Jakarta memiliki tingkat dimensi

-dimensi psychological well being yang tergolong rendah, karena hampir

50% - 56,7% karyawan kontrak menghayati tiap demensinya rendah.

2) Karyawan kontrak yang memiliki tingkat dimensi-dimensi psychological

well being tergolong rendah diurutkan dari persentase terbanyak adalah

positive relationship with others, autonomy, purpose in life, personal

(32)

71

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 3) Beradasarkan hasil uji korelasi, didapatkan tiga hubungan yang signifikan

yaitu autonomy dan positive relationship with others (hubungan erat),

autonomy dan self acceptance (hubungan erat) serta autonomy dan

purpose in life (hubungan moderat).

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1) Untuk memeroleh gambaran utuh tentang psychological well-being pada

karyawan kontrak sebaiknya faktor-faktor yang memengaruhinya turut

dijadikan sebagai variabel utama, yang kemudian diuji kekuatan

pengaruhnya melalui uji analisis regresi.

2) Untuk melengkapi temuan psychological well-being pada karyawan

kontrak, maka metode pengambilan data selain menggunakan self-report

yang dijaring melalui kuesioner, sebaiknya disertai juga dengan

wawancara sehingga kekuatan dan kelemahan setiap dimensi

psychological well-being akan terjaring dengan utuh.

5.2.2 Saran Guna Laksana

Bagi karyawan kontrak yang memiliki psychological well being yang

rendah diharapkan agar dapat memanfaatkan segala kesempatan yang ada

di lingkungan tempat bekerja dengan efektif guna pengembangan diri dan

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Penerbit : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Lopez, J. Shane & Snyder, CR.2003. Positive Psychological Assessment a

Handbook of Models & Measures. Washington DC : APA.

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor

Santrock, John W. 2003. Life Span Development. Jakarta. Erlangga

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu Sosial. Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

(34)

73

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR RUJUKAN

AN. Ubaydilah. Pekerja Kontrak (e-psikologi.com/epsi/artikel-details.asp?id.441) diakses pada tanggal 13 November 2010.

Febrianti, Widuri Indria. 2010. Studi Deskriptif Mengenai Profile Psychological

Well-Being Pada Mantan Pengguna Narkoba Di Panti Rehabilitasi “X” Kota Bandung. Usulan Penelitian. Bandung : Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha.

Gunawan, Ferdy. 2010. Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being

Pada Mahasiswa Angkatan 2005 Fakultas “X” Universitas “Y” Bandung.

Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=11879

Ryff, C.D. 1989. Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology,57, 1069-1081.

Ryff, C.D., & Singer, B. 2006. Know thyself and become what you are : Eudaimonic approach to psychological well-being. Journal of Happiness

Studies, 9, 13-39.

Ryff, C.D., & Keyes,C.L.M 1995. The structure of psychological well-being revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 719-727.

Ryff, C.D., & Keyes,C.L.M., Shmotkin, D. 2002. Optimizing well-being : The empirical Encounter of two tradition. Journal of Personality and Social

Psychology, 82. 1007-1022.

Udang-undang Republik Indonesa No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan diakses melalui www.tempointeraktif.com pada tanggal 13 November 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Bersama  ini  kami  sampaikan  bahwa  apabila  Saudara  tidak  dapat  memenuhi  undangan  pembuktian  kualifikasi  ini  maka  perusahaan  Saudara  dinyatakan  gugur 

Tetapi setelah dilakukan teguran oleh Pengadilan, pihak yang kalah tidak mengindahkan, maka putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap itu tidak dapat

(1) wajib Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi tidak dapat membayar Retribusi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Wajib

Cuadro nro.. 2.43 Omitir el cobro de la tarifa de ingreso en el sector de Playa Blanca, es incongruente con los objetivos del Programa de Turismo en Áreas Silvestres

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. KANTOR WILAYAH DJP JAWA

Isu-isu seperti “adab” dan etika perlu terus menjadi teras kepada usaha yang dilakukan di universiti (untuk memastikan manusia yang terhasil dari sistem universiti tidak

Akan tetapi tidak semua perempuan tersebut ditampilkan sebagai sampul majalah, hanya beberapa di antara mereka yang ditampilkan dalam sampul, dan direpresentasikan

Berikut ini adalah hasil dari eksperimen yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan CLSC pada data uji ketiga dengan menggunakan algoritma Simulated Annealing