commit to user
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING DAN
PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMK DI KABUPATEN GROBOGAN
TAHUN 2010 / 2011
Disusun oleh:
SUGIHARTO NIM. S850809317
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. Mardiyana, M.Si
NIP. 19660225 199302 1 002
... ...
Pembimbing II Triyanto, S.Si, M.Si
NIP. 19720508 199802 1 001
... ...
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING
DAN PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA
SMK DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010 / 2011
Disusun oleh:
SUGIHARTO NIM. S850809317
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Pada Tanggal:
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dr. Riyadi, M.Si. …...………
Sekretaris Dr. Imam Sujadi, M.Si. …...………
Anggota Penguji 1. Dr. Mardiyana, M.Si. …...………
2. Triyanto, S.Si, M.Si. …...………
Surakarta, Februari 2011 Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana UNS, Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika,
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004
commit to user
iv
ABSTRAK
Sugiharto. S850809317. Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling dan Penemuan Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan Fungsi Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan Tahun 2010 / 2011. Pembimbing I: Dr. Mardiyana, M.Si. Pembimbing II: Triyanto, S.Si, M.Si. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah model pembelajaran penemuan terbimbing dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan menggunakan model snow balling; (2) Apakah model pembelajaran snow balling dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan menggunakan model konvensional; (3) Apakah model penemuan terbimbing dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan menggunakan model konvensional; (4) Manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditorial, atau kinestetik; (5) Pada gaya belajar visual, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional; (6) Pada gaya belajar auditorial, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional; (7) Pada gaya belajar kinestetik, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 3´3. Populasi dari penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas XI
commit to user
v
uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dengan a =0,05 diperoleh kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yan berdistribusi normal dan homogen.
Berdasarkan uji hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Terdapat perbedaan rataan model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing dan konvensional terhadap prestasi belajar matematika (Fa = 23.4914 dengan
Ftabel = 3.0234 ). Pembelajaran dengan model snow balling memberikan prestasi
belajar matematika yang sama dengan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing, pembelajaran dengan model snow balling memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, pembelajaran dengan model pembelajaran penemuan terbimbing memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. (2) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan faktor gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika (Fb = 2.7423 dengan Ftabel = 3.0234). Pada siswa dengan gaya
belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik mempunyai prestasi belajar yang sama. (3) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika (Fab
= 0.6321 dengan Ftabel = 2.3990). Pembelajaran dengan model snow balling dan
model penemuan terbimbing selalu memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan model konvensional pada setiap gaya belajar.
Serta pembelajaran dengan model snow balling dan model penemuan terbimbing
selalu memberikan prestasi belajar yang sama pada setiap gaya belajar.
commit to user
vi
ABSTRACT
Sugiharto. S850809317. Experimentation of Mathemathics Learning Snow Balling and Guided Discovery On Mathematics Education Subject Relations and Functions from the Student’s Learning Styles SMK In District Grobogan Year 2010/2011. Supervisor I: Dr. Mardiyana, M.Si. Supervisor II: Triyanto, S.Si, M.Si. Thesis. Mathematics Education Study Program, Postgraduate Program Sebelas Maret University Surakarta. 2011.
The purposes of this study were to determine: (1) Whether guided discovery learning model can produce math achievement is better than learning by using Snow Balling model; (2) Whether the Snow Balling learning model can produce studying mathematics achievement better than teaching by using the conventional model; (3) Whether the guided discovery learning model can produce studying mathematics achievement better than teaching by using the conventional model; (4) Which one that give better learning achievement , is visual, auditory, or kinesthetic learning styles; (5) In the visual learning styles, Which provides a better learning results, learning model Snow Balling, guided discovery, or conventional; (6) In the auditory learning styles, Which provides a better learning results, learning model Snow Balling, guided discovery, or conventional; (7) In the kinesthetic learning styles, Which provides a better learning results, learning model Snow Balling, guided discovery, or conventional.
This study was an quasi experimental research with 3´3 factorial design.
The population of this study were all grade XI SMK year 2010/2011 in the District Grobogan. Sampling was done by stratified random sampling. The sample in this study are 366 people with details of 107 people for class Snow balling, 115 people for class Guided Discovery and 114 people for class conventional. The instruments used to collect data are mathematics achievement test and student learning styles questionnaire. Before being used for data collection, the instruments firstly tested. Validity of the content of test instruments and questionnaires were assessed by the validator. Reliability of test instruments tested using KR-20 formula, while the questionnaire instrument using Cronbach alpha formula. Discriminant of test and internal consistency of questionnaires using the product moment correlation formula of Karl Pearson. Average balance test using one way anova with not the same cell , witha =0.05concluded that both the experimental group in a balance condition. Prerequisites test include normality test using Lilliefors test method and homogeneity test using Bartlett method by Chi Square test statistic. With a =0.05concluded that the samples come from populations with normal distribution and homogeneous.
Based on the hypothesis test, it can be concluded that: (1) There are differences in the average Snow Balling model of learning, guided discovery and conventional on mathematics achievement (Fa = 23.4914 with Ftabel = 3.0234 ). In
commit to user
vii
learning with guided discovery model, in the learning with Snow Balling model give better achievement than conventional learning, in the learning with guided discovery model give better achievement than conventional learning; (2) There is no significant effect students' learning style factors to mathematics achievement (Fb = 2.7423 with Ftabel = 3.0234). In the students with visual learning styles,
auditory learning styles and kinesthetic learning styles have the same learning achievement. (3) There was no significant effect between learning models with learning styles of mathematics achievement (Fab = 0.6321 with Ftabel = 2.3990).
In the learning with Snow Balling model and guided discovery model always gives better achievement than learning with the conventional model at each learning styles. And learning with Snow Balling model and guided discovery model always gives the same learning achievement in each learning styles.
commit to user
viii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Sugiharto
NIM : S850809317
Program Studi : Pendidikan Matematika
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
”Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling dan Penemuan
Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan
Fungsi Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan
Tahun 2010 / 2011” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan dtunjukkan dalam daftar pustaka
Demikian pernyataan saya, apabila pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh
dari tesis tersebut.
Yang menyatakan
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul
”Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling dan Penemuan Terbimbing
Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan Fungsi Ditinjau Dari
Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan Tahun 2010 / 2011” dapat
terselesaikan dengan baik.
Tesis ini disusun sebagai tugas akhir perkuliahan di Program Studi
Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Tesis ini dapat terselesaikan atas bantuan, dorongan dan motovasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan
penelitian ini.
2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana yang telah mengesahkan proposal penelitian ini dan selalu
memberikan dorongan untuk menyelesaikan penulisan tesis.
3. Dr. Mardiyana, M.Si dosen Pembimbing I dan Triyanto, S.Si, M.Si
pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam
penyusunan tesis ini.
4. H. Sugiyanto, S.H, M.M, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan yang
telah memberikan rekomendasi untuk melaksanakan penelitian.
5. Drs. Murmanto, M.M, Kepala SMK Negeri 1 Purwodadi yang telah
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMK Negeri 1 Purwodadi.
6. Drs. Kustadji, M.M, Kepala SMK Pancasila Purwodadi yang telah
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMK Pancasila
Purwodadi.
7. Johanes Prasodjo, BA, Kepala SMK Kristen Purwodadi yang telah
commit to user
x
8. Priyono, S.Pd, guru matematika SMK Negeri 1 Purwodadi, Rusmin, S.Pd,
guru matematika SMK Pancasila Purwodadi dan Heny Puspowati, S.Pd, guru
matematika SMK Kristen Purwodadi yang telah membantu selama
pelaksanaan penelitian ini.
9. Segenap siswa SMK Negeri 1 Purwodadi, SMK Pancasila Purwodadi dan
SMK Kristen Purwodadi yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika angkatan
2009 yang telah membantu terselesaikanya penelitian ini.
11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.
Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan, mendapat balasan
pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi
pembaca semuanya. Amin.
Surakarta, Januari 2011
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT... vi
PERNYATAAN... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pemilihan Masalah ... 9
D. Pembatasan Masalah ... 9
E. Perumusan Masalah ... 10
F. Tujuan Penelitian ... 11
G. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 14
1. Pembelajaran Matematika... 14
2. Model Pembelajaran ... 20
3. Model Pembelajaran Snow Balling... 22
4. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing... 26
5. Model Pembelajaran Konvensional ... 31
commit to user
xii
7. Prestasi Belajar... 38
B. Penelitian yang Relevan ... 42
C. Kerangka Berfikir ... 44
1. Kaitan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Matematika... 44
2. Kaitan Antara Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar ... 46
3. Kaitan Model Pembelajaran dan Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar ... 47
D. Hipotesis ... 48
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 51
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52
C. Subjek Penelitian ... 52
D. Variabel dan Rancangan Penelitian ... 55
E. Metode Pengumpulan Data dan Penyusunan Instrumen ... 57
F. Teknik Analisis Data ... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A...Deskri psi Data ... 80
1. Data Hasil Uji Coba Instrumen... 80
2. Data Skor Prestasi Belajar Matematika Siswa... 82
3. Data Skor Gaya Belajar Matematika Siswa... 83
B...Penguji an Persyaratan Analisis ... 84
1. Uji Prasyarat Perlakuan ... 84
2. Uji Prasyarat Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 85
C...Hasil Pengujian Hipotesis... 87
1. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 87
commit to user
xiii
D...Pemba
hasan Hasil Analisis Data ... 88
1. Hipotesis Pertama, Kedua, dan Ketiga ... 88
2. Hipotesis Keempat... 89
3. Hipotesis Kelima, Keenam dan Ketujuh ... 90
E...Keterb atasan Penelitian... 91
BAB V PENUTUP A...Kesim pulan... 92
B...Implik asi ... 93
C...Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Peran Guru dan Siswa dalam model Penemuan Terbimbing ... 28
Tabel 2.2. Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Konvensional ... 33
Tabel 3.1. Rancangan penelitian ... 57
Tabel 4.1. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa ... 83
Tabel 4.2. Deskripsi Data Gaya Belajar Siswa ... 84
Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Nilai Awal ... 85
Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Nilai Awal ... 85
Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas ... 86
Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas... 87
Tabel 4.7. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama... 87
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Tabel 2.1. Interaksi dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan
Terbimbing ... 29
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : RPP Model Snow Balling ... 101
Lampiran 2 : RPP Model Penemuan Terbimbing... 127
Lampiran 3 : RPP Model Konvensional ... 151
Lampiran 4 : Kisi-kisi angket gaya belajar siswa ... 176
Lampiran 5 : Soal uji coba angket gaya belajar matematika ... 179
Lampiran 6 : Angket gaya belajar matematika Lembar validasi soal tes ... 186
Lampiran 7 : Lembar jawab angket gaya belajar matematika ... 192
Lampiran 8 : Lembar validasi instrumen angket gaya belajar tipe visual ... 193
Lampiran 9 : Analisis angket gaya belajar visual ... 199
Lampiran 10 : Analisis angket gaya belajar auditorial ... 204
Lampiran 11 : Analisis angket gaya belajar kinestetik ... 209
Lampiran 12 : Reliabilitas angket gaya belajar visual ... 214
Lampiran 13 : Reliabilitas angket gaya belajar auditorial ... 219
Lampiran 14 : Reliabilitas angket gaya belajar kinestetik ... 224
Lampiran 15 : Kisi-kisi tes prestasi belajar... 229
Lampiran 16 : Uji coba tes prestasi belajar matematika ... 231
Lampiran 17 : Kunci jawaban tes prestasi belajar ... 237
Lampiran 18 : lembar jawab tes prestasi belajar... 238
Lampiran 19 : Lembar validasi instrumen tes prestasi belajar... 239
commit to user
xvii
Lampiran 21 : Reliabilitas tes prestasi belajar ... 251
Lampiran 22 : Uji normalitas kelas Snow balling ... 261
Lampiran 23 : Uji normalitas kelas penemuan ... 266
Lampiran 24 : Uji normalitas kelas kontrol ... 271
Lampiran 25 : Uji homogenitas ... 276
Lampiran 26 : Uji keseimbangan ... 278
Lampiran 27 : Uji normalitas kelas Snow balling... 280
Lampiran 28 : Uji normalitas kelas penemuan ... 285
Lampiran 29 : Uji normalitas kelas kontrol ... 290
Lampiran 30 : Uji normalitas gaya belajar visual ... 295
Lampiran 31 : Uji normalitas gaya belajar auditorial ... 301
Lampiran 32 : Uji normalitas gaya belajar kinestetik ... 307
Lampiran 33 : Uji homogenitas model pembelajaran... 310
Lampiran 34 : Uji homogenitas gaya belajar ... 312
Lampiran 35 : Uji hipotesis... 314
Lampiran 36 : Surat permohonan ijin penelitian ... 320
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memasuki era globalisasi di abad XXI ini, diperlukan persiapan
sumber daya manusia yang merupakan kunci utama untuk memetik
kemenangan dalam persaingan era globalisasi tersebut. Perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan setiap manusia
memperoleh informasi dengan cepat, mudah dan melimpah dari berbagai
sumber. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh,
memilih, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk menghadapi keadaan
yang selalu berubah, kompetitif dan tidak pasti. Kemampuan ini menuntut
siswa agar berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Beratnya
tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam multidimensi telah
menempatkan bidang pendidikan sebagai upaya yang bernilai sangat strategis
bagi pengentasan kesulitan bangsa.
Pendidikan merupakan proses, wahana dan sarana yang sangat baik
dalam pembinaan manusia untuk mengembangkan potensi diri. Salah satu
upaya mempersiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan
yaitu melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan
dapat dilihat dari hasil prestasi belajar siswa.
commit to user
Sementara ini hasil pendidikan belum seperti apa yang diharapkan.
Menurut Nurhadi (2003: 3) selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari
kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Banyak siswa mampu menyajikan
tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang disampaikan oleh guru, tetapi
kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam substansi
materinya. Terkadang masyarakatpun beranggapan bahwa keberhasilan
pendidikan hanya dilihat dari prestasi rata-rata hasil ujian dan ulangan umum.
Sedangkan unsur prestasi lainnya yaitu kemampuan keterampilan, sikap siswa
serta proses pembelajaran kurang mendapatkan perhatian dalam penilaian di
sekolah.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menduduki peran
penting dalam pendidikan. Matematika merupakan cabang ilmu yang
bertujuan untuk mendidik siswa menjadi manusia yang dapat berpikir logis,
kritis dan rasional serta menduduki peranan penting dalam dunia pendidikan.
Pada kenyataannya, matematika perlu mendapatkan perhatian khusus karena
masih ada anggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang
menakutkan, sulit dan tidak menarik bagi siswa.
Selain itu, menurut Crockcroft (Fadjar Shodiq, 2007: 3) ” it would be
very difficult – perhaps imposible – to live a normal life in very many parts of
the word in the twentieth century without making use of mathematics of some
kind”. Akan sangat sulit atau tidaklah mungkin bagi seseorang untuk hidup di
commit to user
Pada abad ini, dapat diamati bahwa hampir di segala bidang kehidupan,
matematika mempunyai peran.
Students’ low success level in mathematics has been a worry for a
long time in many countries. There are a lot of factors affecting success in
mathematics. One of these factors is students’ mathematical anxiety, in other
words, their mathematical fear (Murat Peker, 2008). Sudah sejak dulu
rendahnya prestasi belajar matematika siswa menjadi salah satu
kekhawatiran di banyak negara. Banyak faktor yang mempengaruhi
kesuksesan belajar matematika. Salah satu dari faktor tersebut adalah
ketakutan pada matematika.
Mathematics anxiety is a multifaceted construct with affective and cognitive dimensions. Personality, self concept, self esteem, learning style, parental attitudes, high expectation of parents, negative attitude toward mathematics, avoidance of mathematics, teachers’ attitudes, innefective teaching styles, negative school experiences and low degree of achievement in mathematics are among the concepts and construct related to mathematics anxiety (Fulya Yuksel-Sahin, 2008).
Ketakutan pada matematika adalah gabungan yang kompleks dari
dimensi afektif dan kognitif. Kepribadian, konsep diri, harga diri, gaya belajar,
pola asuh orang tua, tuntutan yang tinggi dari orang tua, sikap negatif pada
matematika, menghindari matematika, sikap guru, gaya belajar yang tidak
efektif, pengalaman belajar yang negatif dan penghargaan yang kurang adalah
konsep dan konstruksi yang berhubungan dengan ketakutan terhadap
matematika.
Banyak orang berpendapat bahwa mutu pendidikan Indonesia
commit to user
International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2007
kemampuan matematika Indonesia berada pada peringkat 36 dari 48 negara
yang di survei, dengan rata-rata nilai 397. Nilai rata-rata Indonesia masih
jauh di bawah nilai rata-rata internasional yaitu 500. Nilai rata-rata Indonesia
juga masih berada di bawah Thailand (441), Malaysia (474) dan Singapura
(593). Data UNESCO juga menunjukkan peringkat matematika Indonesia
berada di deretan 34 dari 38 negara yang diteliti. Selain itu, matematika
sebagai salah satu mata pelajaran yang di-UAN-kan, di banyak sekolah juga
menjadi penyebab utama ketidaklulusan siswanya. Berbagai data tersebut
dapat memberikan gambaran bahwa kualitas pendidikan matematika di
Indonesia memang masih perlu ditingkatkan
Lebih lanjut, di tingkat Jawa Tengah angka ketidaklulusan UN untuk
SMK meningkat, pada tahun 2009 ketidaklulusan hanya 5,64% namun,
pada tahun 2010 angka ketidaklulusan meningkat menjadi
7,68%.(http://izaskia.wordpress.com/2010/04/25/kumpulan-berita-terkini-seputar-pengumuman-hasil-un-smasmkma-tahun-2010)
Sejalan dengan hasil tersebut dalam ruang lingkup yang lebih sempit
tepatnya di kabupaten Grobogan. Menurut Pusat Penilaian Pendidikan
(Badan Penelitian dan Pengembangan) rata-rata mata pelajaran matematika
menurun. Hasil Ujian Nasional tingkat SMK di kabupaten Grobogan tahun
pelajaran 2008/2009 rata-rata UN matematika adalah 7,98, sedangkan pada
tahun pelajaran 2009/2010 rata-rata UN matematika adalah 7,33. Matematika
commit to user
menjadi salah satu penyebab utama ketidaklulusan siswanya. Berbagai data
tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa kualitas pendidikan
matematika di Indonesia memang masih perlu ditingkatkan.
Banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi belajar matematika,
yang secara garis besar dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor dari luar dan
dari dalam diri siswa tersebut. Faktor dari dalam diri siswa tersebut yang
berpengaruh pada keberhasilan belajar siswa. Faktor-faktor tersebut misalnya
intelengensi, minat belajar, motivasi belajar, aktivitas belajar, gaya belajar
dan lain sebagainya sedangkan faktor dari luar misalnya dari segi model atau
metode pembelajaran tidak ada perubahan-perubahan yang berarti dari tahun
ke tahun. Meskipun upaya pembaharuan model atau metode mengajar telah
banyak disosialisasikan, namun kenyataannya pembelajaran matematika di
sekolah masih menggunakan pola lama, yaitu pembelajaran yang berpusat
pada guru.
Hal ini menjadi diskusi dan musyawarah rekan teman sejawat guru
matematika SMK pada forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Matematika SMK kabupaten Grobogan, beberapa permasalahan yang menjadi
kendala dalam pembelajaran matematika yaitu siswa masih belum aktif dalam
mengikuti proses pembelajaran matematika dikelas, daya serap siswa pada
pelajaran matematika dan hasil belajar yang masih kurang di beberapa materi
antara lain : logaritma, persamaan dan pertidaksamaan,persamaan kuadarat,
integral, dan hitung keuangan. Salah satu dari materi tersebut yang sering di
commit to user
Menurut pemaparan sebagian besar guru, biasanya kesulitan yang
dialami siswa adalah mereka sukar dalam menyelesaikan soal cerita aplikasi
dari fungsi linier dan fungsi kuadrat, karena biasanya guru mengajarkan
materi ini dengan memberikan rumus-rumus sebagai patokan dalam
mengerjakan operasi-operasi bilangan sementara siswa tidak memahami
maknanya. Kesulitan lain yang dialami siswa adalah mereka cenderung
menghafal rumus dan contoh soal, sehingga apabila diberi soal yang berbeda
dengan contoh soal, mereka akan merasa kesulitan.
Pembelajaran matematika di sekolah pada umumnya masih dilakukan
dengan model pembelajaran dengan paradigma mengajar yang konvensional.
Guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan dan siswa
sebagai obyek yang dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa. Ciri-ciri
pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran berpusat pada guru, gabungan
antara metode ceramah dan pemberian tugas dimana siswa cenderung pasif,
pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada satu jawaban yang
benar, aktivitas kelas yang sering dilakukan hanyalah mencatat dan menyalin,
dan guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal
yang lebih bersifat prosedural. Kegiatan pembelajaran seperti ini tidak
mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa.
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan
kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, sehingga dengan melakukan
aktivitas belajarnya siswa mampu memperoleh pengetahuan dari
commit to user
matematika akan lebih efektif apabila siswa berperan aktif sebagai subjek
pembelajaran dan guru sebagai pengelola proses pembelajaran. Dengan
demikian siswa dituntut untuk lebih kritis, kreatif, mandiri serta mampu
berpikir ilmiah dalam pembelajaran, sehingga keberhasilan kompetensi
matematika siswa dapat tercapai.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan model pembelajaran
yang tepat. Guru harus mempunyai strategi agar siswa dapat belajar secara
efektif dan efisien. Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran yang tepat
sangat penting, karena tidak semua pendekatan dapat digunakan pada tiap
pokok bahasan. Model pembelajaran adalah pola hubungan interaksi
guru-siswa-lingkungan belajar untuk dijadikan contoh dan diterapkan dalam
pelaksanaan pembelajaran. Diantaranya yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran Snow Balling, yang mana penerapan model ini siswa dilatih
untuk saling bertukar pikiran dengan temannya dan bekerja sama dalam
kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan serta dengan model
Penemuan Terbimbing memungkinkan siswa aktif, guru aktif. Guru hanya
sebagai fasilitator dan membimbing dimana siswa mengalami kesulitan.
Selain model pembelajaran, keberagaman gaya belajar dan
kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran juga turut andil dalam
penentuan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan oleh guru. Siswa
yang belajar dengan gaya belajar mereka yang dominan saat mengerjakan tes,
akan mencapai nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar
commit to user
model pembelajaran Snow Balling dan model penemuan terbimbing dengan
memperhatikan gaya belajar siswa diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika yaitu dengan meningkatnya prestasi balajar
matematika.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, peneliti dapat
mengidentifikasi masalah - masalah yang timbul dalam penelitian, meliputi :
1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa
disebabkan karena dalam mengajar seorang guru belum memanfaatkan
media pembelajaran sehingga siswa kurang memahami materi yang
dipelajari. Terkait dengan hal ini muncul pertanyaan, apakah penggunaan
media pembelajaran dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap
prestasi belajar siswa.
2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa, ada
kemungkinan disebabkan oleh metode ataupun model pembelajaran yang
kurang tepat. Terkait dengan hal ini muncul pertanyaan apakah dengan
pemilihan metode ataupun model pembelajaran yang sesuai dan tepat
dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa di
pengaruhi beberapa faktor yang terdapat dalam diri siswa seperti kesiapan,
minat, intelegensi, gaya belajar, motivasi, dan lain-lain. Terkait dengan hal
commit to user
dalam diri siswa dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap prestasi
belajar siswa.
4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa
disebabkan oleh gaya belajar siswa yang berbeda, Terkait dengan hal ini
muncul permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu apakah dengan
mengetahui gaya belajar siswa sehingga guru dapat mengokomodasikan
gaya belajar yang berbeda dapat memberikan perbedaan pengaruh
terhadap prestasi belajar siswa.
C. Pemilihan Masalah
Berdasarkan keempat permasalahan di atas, peneliti hanya akan
melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan kedua dan keempat.
Alasan dipilihnya masalah tersebut adalah model pembelajaran yang
dilakukan oleh guru agar lebih menarik, kreatif dan inovatif sehingga siswa
dapat berpikir analitis dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang
disesuaikan dengan gaya belajar siswa.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, agar penelitian ini dapat lebih
terfokus, perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang dibandingkan adalah model pembelajaran Snow
Balling dan model pembelajaran penemuan terbimbing pada kelas
commit to user
2. Karakteristik siswa yang dilihat adalah gaya belajar siswa yang meliputi
gaya belajar tipe visual, tipe auditorial dan tipe kinestetik.
3. Penelitian dilakukan di SMK di kabupaten Grobogan kelas XI semester
ganjil tahun pelajaran 2010/2011.
4. Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah prestasi belajar matematika
pada pokok relasi dan fungsi
E. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, pemilihan masalah dan
pembatasan masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi,
apakah model pembelajaran penemuan terbimbing dapat menghasilkan
prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan
pengajaran dengan menggunakan model snow balling?
2. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi,
apakah model pembelajaran snow balling dapat menghasilkan prestasi
belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran
dengan menggunakan model konvensional?
3. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi,
apakah model penemuan terbimbing dapat menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan
commit to user
4. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi,
manakah yang memberikan hasil belajar yang lebih baik, siswa dengan
gaya belajar visual, auditorial, atau kinestetik?
5. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi
dengan gaya belajar visual, manakah yang memberikan hasil belajar yang
lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau
konvensional?
6. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi
dengan gaya belajar auditorial, manakah yang memberikan hasil belajar
yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing,
atau konvensional?
7. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi
dengan gaya belajar kinestetik, manakah yang memberikan hasil belajar
yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing,
atau konvensional?
F. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang
perbedaan prestasi belajar matematika peserta didik karena pengaruh model
pembelajaran yang digunakan, dan gaya belajar siswa. Secara operasional
penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang:
1. Pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing dan model snow
commit to user
2. Pengaruh model pembelajaran snow balling dan pembelajaran
konvensional terhadap prestasi belajar matematika siswa.
3. Pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing dan pembelajaran
konvensional terhadap prestasi belajar matematika siswa.
4. Pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa.
5. Pada gaya belajar visual, manakah yang memberikan hasil belajar yang
lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau
konvensional.
6. Pada gaya belajar auditorial, manakah yang memberikan hasil belajar yang
lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau
konvensional.
7. Pada gaya belajar kinestetik, manakah yang memberikan hasil belajar yang
lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau
konvensional.
G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas
pendidikan matematika siswa kelas XI SMK Negeri se-Kabupaten Grobogan,
manfaat lain dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui penggunaan model pembelajaran
Snow Balling dan model Penemuan Terbimbing dalam upaya peningkatan
commit to user 2. Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan bagi calon guru matematika dalam menentukan
model pembelajaran yang dapat menjadi alternatif lain selain model
pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru matematika dalam
pengajaran matematika.
b. Memberi informasi kepada guru atau calon guru matematika untuk
lebih meningkatkan minat belajar siswa dalam mencapai prestasi
belajar.
c. Memberikan masukan kepada siswa untuk meningkatkan kegiatan
belajar, mengoptimalkan kemampuan berpikir positif dalam
mengembangkan dirinya dalam meraih keberhasilan belajar atau
prestasi belajar yang optimal.
d. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan atau referensi ilmiah
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika
a. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah,
mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan
belajar dilakukan peserta didik atau siswa. Dalam proses kegiatan
belajar mengajar, di satu pihak guru melakukan kegiatan atau
perbuatan – perbuatan untuk membawa siswa ke arah tujuan dimana
siswa melakukan serangkaian kegiatan atau perbuatan yang disediakan
oleh guru yaitu kegiatan yang terarah pada tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Syaiful Sagala (2003 : 61) pembelajaran adalah
membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori
belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.
Sedangkan Uzer Usman (2006 : 4) mengemukakan bahwa
pembelajaran adalah proses yang mengandung serangkaian perbuatan
guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang
harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima
commit to user
pembelajaran (sasaran didik) sedangkan mengajar menunjuk pada apa
yang harus dilakukan guru sebagai pengajar (Nana Sudjana, 2000: 28).
Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus memiliki
strategi, agar dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada
tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki srategi itu
ialah harus menguasai teknik – teknik penyajian atau biasanya disebut
strategi mengajar.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pembelajaran terdiri dari dua komponen yaitu belajar dan mengajar
yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan.
1) Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan tingkah laku pada diri individu. Perubahan ini
dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya
pengetahuan, penalaran, sikap, keterampilan, kecakapan, kebiasaan
maupun aspek-aspek yang lain.
Menurut Bruner dalam Suherman (2003:43) belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk
menemukan hal-hal yang baru diluar informasi yang diberikan
kepada dirinya. Sedangkan Gagne dalam Slameto (2003:13)
memberikan dua definisi yaitu:
a) Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
commit to user
b) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan
yang diperoleh dari instruksi.
Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2003:27-28)
antara lain:
a) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
· Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi
aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk
mencapai tujuan instruksional.
· Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan
motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan
instruksional.
· Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak
dapat mengembangkan kemampuan dan belajar dengan
efektif.
· Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
b) Sesuai hakikat belajar
· Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap
menurut perkembangannya.
· Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan
discovery.
· Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara
pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga
commit to user
c) Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari
· Belajar bersifat keseluruhan dan materi harus memiliki
struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah
menangkap pengertiannya.
· Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu
sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
d) Syarat keberhasilan belajar
· Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa
dapat belajar dengan tenang.
· Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali
agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada
siswa.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat
digolongkan sebagai:
a) Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak itu
sendiri, antara lain:
(1) Faktor jasmaniah, seperti kesehatan dan cacat tubuh.
(2) Faktor psikologi, seperti intelegensi, penalaran, perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan.
(3) Faktor kelelahan, baik kelelahan jasmani, maupun
kelelahan rohani.
b) Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak atau
commit to user
(1) Faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi
antar anggota keluarga suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga dan lain-lain.
(2) Faktor sekolah, seperti metode mengajar guru, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, metode belajar.
(3) Faktor masyarakat, seperti teman bergaul, mass media,
bentuk kehidupan masyarakat dan kegiatan siswa dalam
masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku yang dilakukan secara aktif oleh
setiap individu yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan
aspek sikap sebagai hasil dari pengalaman dan latihan.
2) Pengertian Mengajar
Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang
berbeda, akan tetapi keduanya terdapat hubungan yang erat.
Antara keduanya terdapat interaksi satu sama lain, saling
mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain. Dengan
adanya mengajar maka proses belajar dapat berlangsung dengan
maksimal.
Lilis Setiawati dan Moh. Uzer Usman (1993: 6)
berpendapat bahwa mengajar pada prinsipnya adalah membimbing
commit to user
bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengkoordinasi
lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan
pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada
diri siswa.
Nana Sudjana (2000: 29) mengajar adalah proses
mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa
sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan
proses belajar.
b. Matematika
Pengertian matematika beraneka ragam. Di bawah ini ada
beberapa definisi matematika sebagai berikut:
1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan
terorganisir secara sistematis.
2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan.
4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta yang
kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang
logika.
6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang kotak.
Menurut Kline dalam Mulyono (2003: 203) ” Matematika
commit to user
bernalar deduktif, tetapi yang juga tidak melupakan cara bernalar
induktif ”.
Menurut Ruseffendi (1991 : 263), ”Matematika adalah ilmu
tentang struktur yang teroganisasikan, yaitu terdiri dari unsur – unsur
yang tidak terdefinisikan, unsur – unsur yang didefinisikan, aksioma –
aksioma dan dalil – dalil, dimana setelah dalil – dalil itu dibuktikan
kebenarannya berlaku secara umum. Oleh karena itu, matematika
sering disebut ilmu deduktif”. Matematika sebagai ilmu mengenai
struktur dan hubungan-hubungan mengenai simbol-simbol.
Simbol-simbol itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-aturan
dengan operasi ditetapkan.
Menurut pengertian pembelajaran dan matematika di atas maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses belajar
mengajar dalam kelas yang mempelajari tentang cabang ilmu pengetahuan
eksak yang terorganisir secara sistematis tentang bilangan dan operasinya,
fakta – fakta yang kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, dan
stuktur-struktur logika sebagai solusi permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Model Pembelajaran
Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi
pembelajaran, metode pembelajaran, atau prinsip pembelajaran. Istilah
model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai
commit to user
pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan
agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai
(Mohammad Asikin, 2001:3).
Menurut Markaban (2008:12) model pembelajaran adalah pola
komprehensif yang patut dicontoh, menyangkut bentuk utuh pembelajaran,
meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Sedangkan
pendekatan pembelajaran adalah cara pandang terhadap pembelajaran dari
sudut tertentu untuk memudahkan pemahaman terhadap pembelajaran
yang selanjutnya diikuti perlakuan pada pembelajaran tersebut.
Metode dapat menjadi model jika memenuhi empat unsur yang
dikemukakan Joyce dan Weil (1986: 14-15), bahwa setiap model belajar
mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut:
a. Sintaks (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang
menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce
dan Weil, 1986:14). Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada
proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya?
b. Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan
hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan
guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada
satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang
commit to user
c. Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana
guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap
apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran
atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada
model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap
siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas.
d. Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana,
bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model
tersebut.
3. Model Pembelajaran Snow Balling
Dalam proses pembelajaran kehadiran model pembelajaran
mempunyai arti yang cukup penting karena dalam kegiatan tersebut,
ketidakjelasan yang disampaikan dibantu dengan menghadirkan model
sebagai perantara. Salah satunya dengan menggunakan model snow
balling.
J Valenti dan S. Latourelle ( 2001 ) berpendapat “ Snow balling is
A pair of students answer worksheet questions, a lab report conclusion or
other written work. Two pairs come together and compare. An option is to
have two groups of four come together and compare. One person from a
group of eight writes answers or conclusions on the board ”. Snow balling
adalah sepasang siswa menjawab pertanyaan worksheet, kesimpulan
laporan kerja lab atau tertulis lainnya. Dua kelompok bergabung dan
commit to user
kelompok dari empat datang bersama-sama dan membandingkan. Satu
orang dari dari salah satu kelompok menulis jawaban atau kesimpulan di
papan.
David Kimber (1996) menyatakan “ …, 'snow-balling' (starting
with pairs which then join together as four, eight, sixteen etc. until the
entire class reforms) can be used ”. 'snow-balling' (mulai dengan
pasangan yang kemudian bergabung bersama sebagai empat, delapan,
enam belas dan lain-lain sampai seluruh kelas) dapat digunakan.
Model snow balling (Hisyam Zaini, dkk.2007) menyatakan
bahwa model ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan
dari diskusi siswa secara bertingkat.
Menurut Marno dan M. Idris ( 2008:175 ), snow balling adalah
model pembelajaran yang memberdayakan seluruh siswa dengan membagi
pertanyaan atau permasalahan yang berbeda – beda pada kelompok kecil.
Setiap anggota kelompok berkewajiban merumuskan jawaban atau
pemecahan masalah sebagai bekal tatkala bergabung pada kelompok baru.
Karena itu, setiap anggota kelompok yang baru berkewajiban berbagi
jawaban atau pemecahan masalah dari hasil kelompok sebelumnya.
Model pembelajaran snow balling merupakan teknik
pembelajaran dengan cara ” penggabungan kelompok kecil bertingkat
menjadi kelompok besar ” yaitu setelah kelompok kecil yang
beranggotakan dua siswa mendapatkan jawaban soal materi yang sudah
commit to user
mendiskusikan hasil dari soal tersebut. Dimana kelompok besar tadi yang
beranggotakan empat orang menyampaikan dan menjelaskan jawaban
yang diperoleh dan seterusnya disesuaikan dengan jumlah siswa dan
alokasi waktu. Sehingga pada akhirnya akan memunculkan dua atau tiga
jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara kelompok.
Ada beberapa alasan mengapa model pembelajaran snow balling
perlu ditekankan sebagai aspek penting dan sangat berarti dalam
menciptakan pembelajaran matematika. Pertama, harapan untuk dapat
diterapkan dalam lingkungan siswa atau dalam situasi baru yang belum
familiar. Kedua, snow balling memberi kesempatan dan dapat mendorong
siswa untuk berdiskusi dengan siswa yang lainnya yaitu pada proses
menyelesaikan persoalan. Model ini akan berjalan dengan baik jika materi
yang dipelajari menurut pemikiran yang mendalam atau menurut siswa
untuk berpikir analisis bahkan mungkin sintesis. Materi yang bersifat
faktual, yang jawabannya sudah ada di dalam buku teks mungkin tidak
tepat diajarkan dengan model ini.
Langkah – langkah dari model pembelajaran snow balling yaitu :
a. Sampaikan topik materi yang akan diajarkan.
b. Minta siswa untuk menjawab secara berpasangan (dua orang).
c. Setelah siswa yang bekerja berpasangan tadi mendapatkan jawaban,
pasangan tadi digabungkan dengan pasangan di sampingnya. Dengan
commit to user
d. Kelompok berempat ini mengerjakan tugas yang sama seperti dalam
kelompok dua orang. Tugas ini dapat dilakukan dengan
membandingkan jawaban kelompok dua orang dengan kelompok yang
lain. Dalam langkah ini perlu ditegaskan bahwa jawaban kedua
kelompok harus disepakati oleh semua anggota kelompok baru.
e. Setelah kelompok berempat ini selesai mengerjakan tugas, setiap
kelompok digabungkan dengan satu kelompok yang lain. Dengan ini
muncul kelompok baru yang anggotanya delapan orang.
f. Yang dikerjakan oleh kelompok baru ini sama dengan tugas pada
langkah keempat di atas. Langkah ini dapat dilanjutkan sesuai dengan
jumlah siswa atau waktu yang tersedia.
g. Masing – masing kelompok diminta menyampaikan hasilnya di depan
kelas.
h. Pengajar akan membandingkan jawaban dari masing–masing kelompok
kemudian memberikan ulasan–ulasan dan penjelasan–penjelasan
secukupnya sebagai klarifikasi dari jawaban siswa.
Model pembelajaran Snow balling menuntut guru terampil
merangsang siswa mengungkapkan dan mengaktifkan siswa terhadap
materi belajar yang dikuasai dan dimiliki. Dengan kegigihan guru
menyajikan pertanyaan - pertanyaan yang mendorong siswa menjadi lebh
kreatif dan berinisiatif, dampaknya kegiatan pembelajaran menjadi lancar
commit to user
Unsur-unsur dasar model pembelajaran Snow Balling adalah:
siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup
sepenanggungan bersama. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di
dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. Siswa harusnya melihat
bahwa semua anggota di dalam kelompok mempunyai tujuan yang sama.
Siswa harusnya membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara
anggota kelompoknya. Siswa dikenakan evaluasi atau akan diberikan
hadiah / penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua kelompok.
Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya. Siswa akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok Snow balling.
Dengan model pembelajaran Snow balling, diharapkan siswa
tertarik dan senang belajar matematika yang akhirnya dapat meningkatkan
minat siswa dalam belajar matematika yang diwujudkan dengan
kemampuannya dalam mengkomunikasikan materi yang dipelajari baik
secara lisan maupun tertulis sehingga hasil belajar dan prestasi siswa juga
akan meningkat.
4. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Menurut Rachmadi Widdiharto (2004:4) mendefinisikan model
penemuan terbimbing dengan model pembelajaran dari sebagian banyak
model pembelajaran dimana menempatkan guru sebagai fasilitator,
commit to user
berpikir sendiri, menganalisis sendiri dengan memanfaatkan
pengalamannya sehingga dapat “menemukan” prinsip umum berdasarkan
bahan atau data yang disediakan oleh guru. Seberapa jauh siswa
dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang
dipelajari.
Menurut Bruner dalam Prince dan Felder (2006):
“Discovery learning is an inquiry-based approach in which students are given a question to answer, a problem to solve, or a set of observations to explain, and then work in a largely self-directed manner to complete their assigned tasks and draw appropriate inferences from the outcomes, “discovering” the desired factual and conceptual knowledge in the process”.
Belajar dengan penemuan adalah satu pendekatan yang berbasis
pemeriksaan dimana para siswa diberi suatu pertanyaan untuk menjawab,
suatu masalah untuk dipecahkan, atau pengamatan-pengamatan untuk
menjelaskan, dan mengarahkan dirinya sendiri untuk melengkapi
tugas-tugas mereka yang ditugas-tugaskan dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang
sesuai dari hasil-hasil, "menemukan" pengetahuan konseptual dan berdasar
fakta yang diinginkan di dalam proses.
Prince dan Felder (2006:123) mengemukakan bahwa model
penemuan terbimbing merupakan salah satu model mengajar secara
inductive, sedangkan inductive teaching bertolak belakang pada teori
kontruktivisme, sehingga model penemuan terbimbing merupakan aplikasi
dari kontruktivisme. Lebih lanjut Prince dan Felder (2006:123)
berpendapat bahwa Lebih lanjut Prince dan Felder (2006:123) berpendapat
commit to user
encompasses a range of instructional methods, including inquiry leaning,
problem base learning, project base learning, case based teaching,
discovery learning, and just-in-time teaching”.
Berdasarkan definisi beberapa ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing adalah model
pembelajaran yang terpusat pada siswa yang dimana siswa dihadapkan
kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan,
terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error), yang menghendaki
guru sebagai penunjuk jalan dalam membantu siswa agar mempergunakan
ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk
menemukan pengetahuan yang baru.
Secara sederhana, peran guru dan siswa dalam model penemuan
[image:44.595.119.513.228.612.2]terbimbing ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Peran Guru dan Siswa dalam Model Penemuan Terbimbing
Penemuan Terbimbing Peran Guru Peran Siswa
Sedikit bimbingan · Menyatakan
persoalan
·Menemukan pemecahan
Banyak Bimbingan · Menyatakan
persoalan
· Memberikan bimbingan
·Mengikuti petunjuk
·Menemukan
penyelesaian
(Rachmadi Widdiharto, 2004:5)
Biknell-Holmes & Hoffman dalam Castronova (2002:2)
menjelaskan tiga ciri utama belajar menemukan antara lain:
a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan.
commit to user
c. Kegiatannya untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengatahuan
yang sudah ada.
Model penemuan terbimbing lebih menekankan pada adanya
interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat juga
terjadi antara siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan bahan ajar (S – B),
siswa dengan guru (S – G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S)
dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Interaksi yang mungkin
terjadi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Interaksi dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan Terbimbing.
(Markaban, 2008:12)
Langkah–langkah dalam Penemuan Terbimbing dapat dilakukan
sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data
secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang
menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak
salah.
b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses,
mengorganisasi, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini,
commit to user
Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah
yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.
c. Siswa menyusun perkiraan dari hasil analisis yang dilakukannya.
d. Bila dipandang perlu, perkiraan (konjektur) yang telah dibuat siswa
tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk
meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah
yang hendak dicapai (guru memberikan penegasan).
e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut,
maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa
untuk menyusunnya.
f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru
menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah
hasil penemuan itu benar. (Markaban, 2008:17-18)
Menurut Marzano dalam Markaban (2008:18) kelebihan model
penemuan terbimbing antara lain:
a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.
b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry(menemukan).
c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.
d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru.
e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi
dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses
commit to user
Sementara itu kekurangannya adalah sebagai berikut:
a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Beberapa
siswa masih terbiasa dengan metode ceramah.
c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya
topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan
dengan model penemuan terbimbing. (Markaban, 2008:18-19)
5. Model Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah salah satu pembelajaran yang
sudah lama dikenal dan merupakan suatu pengajaran dimana dalam proses
belajar mengajar, penyampaian pelajaran masih mengandalkan metode
ceramah yaitu suatu metode mengajar dengan menyampaikan informasi
atau pengetahuan secara lisan kepada siswa yang pada umumnya
mengikuti secara pasif.
Dalam pembelajaran ini guru berperan sangat aktif, dan siswa
berkesan pasif, hanya mendengarkan guru secara teliti serat mencatat
hal-hal penting yang dikemukakan oleh guru. Guru memegang peranan yang
penting dalam menentukan urutan-urutan langkah-langkah dalam
menyampaikan isi atau materi pelajaran kepada siswa. Hal ini
mengakibatkan siswa menjadi jenuh, kurang kreatif, kurang inisiatif,
sangat tergantung oleh guru dan tidak terlatih untuk berdiri sendiri dalam
belajar. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menetukan konsep yang
commit to user Ciri-ciri pembelajaran antara lain:
1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sebagai
keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.
2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis,
dan media lain menurut pertimbangan guru.
3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama mendengarkan
uraian guru.
4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.
5. Keberhasilan belajar siswa dinilai guru secara subjektif.
6. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan (sebagai
sumber informasi/pengetahuan).
Belajar dengan pembelajaran konvensional menyebabkan siswa
menjadi belajar menghafal (rote learning) yang tidak mengakibatkan
timbulnya pengertian. Siswa menjadi pasif dan daya kritis siswa akan
terhambat. Untuk itu diperlukan suatu pembaharuan metode pembelajaran
yang dapat mengarah pada peningkatan prestasi belajar siswa. Suatu
metode yang dapat membuat siswa aktif dalm belajar, membentuk siswa
yang kreatif, berpikir logis, kritis, dan inovatif.
Kelebihan dan kekurangan dari model ini dapat dikembangkan
sebagai berikut, kelebihannya antara lain:
a. Relatif banyak materi yang dapat disampaikan
commit to user
c. Bahan pelajaran diberikan secara urut oleh guru.
d. Guru dapat menentukan hal-hal yang dianggap penting.
e. Guru dapat memberikan penjelasan-penjelasan secara individual
maupun klasikal.
Sedangkan kekurangan dari metode ceramah antara lain:
a. Tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik seperti aktivitas mental
siswa.
b. Kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi(bahan
pelajaran).
c. Jika terlalu dominan pada ceramah terus menerus, siswa akan cepat
bosan.
Kesimpulan dari pembahasan dan definisi model pembelajaran
konvensional di atas maka langkah-langkah dalam model pembelajaran
konvensional dapat dituangkan dalam tabel, sebagai berikut:
Tabel 2.2 Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Konvensional
FASE PERAN GURU
a. Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa.
Guru memperkenalkan menjelaskan tujuan materi yang diajarkan, latar belakang pelajaran.
b. Mendemostrasikan pengetahuan
dan keterampilan.
Guru mendemonstrasikan
keterampilan dan menyampaikan informasi tahap demi tahap.
c. Memberikan contoh soal dan
pelatihan.
Guru memberikan contoh soal dan membahasnya.
d. Mengecek pemahaman dan
memberikan umpan balik.
Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas, memberi umpan balik
e. Memberikan kesempatan untuk
pelatihan lanjutan dan penerapan.
Guru mempersiapkan pelatihan
commit to user
6. Gaya belajar
Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan
kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Menurut Adi
W. Gunawan (2006: 139) gaya belajar adalah cara yang lebih disukai
dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu
informasi. Menurut Susan Sze (2009: 361): “Every student’s brain
functions differently and processes information differently. Due to this,
students have different types of learning style. Once the teacher can
understand the disability and the preffered learning styles of the sudent,
they can better adapt to the student. Setiap siswa mempunyai fungsi otak
yang berbeda dan pemprosesan informasi mereka juga berbeda. Sehingga
mereka juga memiliki gaya belajar yang berbeda pula. Jika guru dapat
memahami kekurangan dan kelebihan gaya belajar siswa, mereka dapat
beradaptasi dengan lebih baik.
Learning styles is characteristic cognitive, affective and
psychological behaviours that serve as relatively stable indicators of how
learners perceive, interact with, and respond to the learning environment
(Keefe(1979, p.4) dalam David Taiwei Ku dan Chun-Yi Shen). Gaya
belajar adalah karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikologik yang
mengindikasikan bagaimana perasaan peserta didik, interaksi mereka
commit to user
Hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan gaya
belajar mereka yang dominan saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai
yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang
tidak sejalan dengan gaya belajar mereka. Gaya belajar setiap orang
merupakan kombinasi dari lima kategori, yaitu:
a. Lingkungan : suara, cahaya, temperatur, desain.
b. Emosi : motivasi, keuletan, tanggu