• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING DANPENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMK DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING DANPENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMK DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING DAN

PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI

DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMK DI KABUPATEN GROBOGAN

TAHUN 2010 / 2011

Disusun oleh:

SUGIHARTO NIM. S850809317

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Mardiyana, M.Si

NIP. 19660225 199302 1 002

... ...

Pembimbing II Triyanto, S.Si, M.Si

NIP. 19720508 199802 1 001

... ...

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

(2)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING

DAN PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN

MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

SMK DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010 / 2011

Disusun oleh:

SUGIHARTO NIM. S850809317

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Pada Tanggal:

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dr. Riyadi, M.Si. …...………

Sekretaris Dr. Imam Sujadi, M.Si. …...………

Anggota Penguji 1. Dr. Mardiyana, M.Si. …...………

2. Triyanto, S.Si, M.Si. …...………

Surakarta, Februari 2011 Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana UNS, Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika,

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004

(3)

commit to user

iv

ABSTRAK

Sugiharto. S850809317. Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling dan Penemuan Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan Fungsi Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan Tahun 2010 / 2011. Pembimbing I: Dr. Mardiyana, M.Si. Pembimbing II: Triyanto, S.Si, M.Si. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah model pembelajaran penemuan terbimbing dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan menggunakan model snow balling; (2) Apakah model pembelajaran snow balling dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan menggunakan model konvensional; (3) Apakah model penemuan terbimbing dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan menggunakan model konvensional; (4) Manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditorial, atau kinestetik; (5) Pada gaya belajar visual, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional; (6) Pada gaya belajar auditorial, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional; (7) Pada gaya belajar kinestetik, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 3´3. Populasi dari penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas XI

(4)

commit to user

v

uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dengan a =0,05 diperoleh kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yan berdistribusi normal dan homogen.

Berdasarkan uji hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Terdapat perbedaan rataan model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing dan konvensional terhadap prestasi belajar matematika (Fa = 23.4914 dengan

Ftabel = 3.0234 ). Pembelajaran dengan model snow balling memberikan prestasi

belajar matematika yang sama dengan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing, pembelajaran dengan model snow balling memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, pembelajaran dengan model pembelajaran penemuan terbimbing memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. (2) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan faktor gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika (Fb = 2.7423 dengan Ftabel = 3.0234). Pada siswa dengan gaya

belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik mempunyai prestasi belajar yang sama. (3) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika (Fab

= 0.6321 dengan Ftabel = 2.3990). Pembelajaran dengan model snow balling dan

model penemuan terbimbing selalu memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan model konvensional pada setiap gaya belajar.

Serta pembelajaran dengan model snow balling dan model penemuan terbimbing

selalu memberikan prestasi belajar yang sama pada setiap gaya belajar.

(5)

commit to user

vi

ABSTRACT

Sugiharto. S850809317. Experimentation of Mathemathics Learning Snow Balling and Guided Discovery On Mathematics Education Subject Relations and Functions from the Student’s Learning Styles SMK In District Grobogan Year 2010/2011. Supervisor I: Dr. Mardiyana, M.Si. Supervisor II: Triyanto, S.Si, M.Si. Thesis. Mathematics Education Study Program, Postgraduate Program Sebelas Maret University Surakarta. 2011.

The purposes of this study were to determine: (1) Whether guided discovery learning model can produce math achievement is better than learning by using Snow Balling model; (2) Whether the Snow Balling learning model can produce studying mathematics achievement better than teaching by using the conventional model; (3) Whether the guided discovery learning model can produce studying mathematics achievement better than teaching by using the conventional model; (4) Which one that give better learning achievement , is visual, auditory, or kinesthetic learning styles; (5) In the visual learning styles, Which provides a better learning results, learning model Snow Balling, guided discovery, or conventional; (6) In the auditory learning styles, Which provides a better learning results, learning model Snow Balling, guided discovery, or conventional; (7) In the kinesthetic learning styles, Which provides a better learning results, learning model Snow Balling, guided discovery, or conventional.

This study was an quasi experimental research with 3´3 factorial design.

The population of this study were all grade XI SMK year 2010/2011 in the District Grobogan. Sampling was done by stratified random sampling. The sample in this study are 366 people with details of 107 people for class Snow balling, 115 people for class Guided Discovery and 114 people for class conventional. The instruments used to collect data are mathematics achievement test and student learning styles questionnaire. Before being used for data collection, the instruments firstly tested. Validity of the content of test instruments and questionnaires were assessed by the validator. Reliability of test instruments tested using KR-20 formula, while the questionnaire instrument using Cronbach alpha formula. Discriminant of test and internal consistency of questionnaires using the product moment correlation formula of Karl Pearson. Average balance test using one way anova with not the same cell , witha =0.05concluded that both the experimental group in a balance condition. Prerequisites test include normality test using Lilliefors test method and homogeneity test using Bartlett method by Chi Square test statistic. With a =0.05concluded that the samples come from populations with normal distribution and homogeneous.

Based on the hypothesis test, it can be concluded that: (1) There are differences in the average Snow Balling model of learning, guided discovery and conventional on mathematics achievement (Fa = 23.4914 with Ftabel = 3.0234 ). In

(6)

commit to user

vii

learning with guided discovery model, in the learning with Snow Balling model give better achievement than conventional learning, in the learning with guided discovery model give better achievement than conventional learning; (2) There is no significant effect students' learning style factors to mathematics achievement (Fb = 2.7423 with Ftabel = 3.0234). In the students with visual learning styles,

auditory learning styles and kinesthetic learning styles have the same learning achievement. (3) There was no significant effect between learning models with learning styles of mathematics achievement (Fab = 0.6321 with Ftabel = 2.3990).

In the learning with Snow Balling model and guided discovery model always gives better achievement than learning with the conventional model at each learning styles. And learning with Snow Balling model and guided discovery model always gives the same learning achievement in each learning styles.

(7)

commit to user

viii

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Sugiharto

NIM : S850809317

Program Studi : Pendidikan Matematika

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:

”Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling dan Penemuan

Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan

Fungsi Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan

Tahun 2010 / 2011” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan

karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan dtunjukkan dalam daftar pustaka

Demikian pernyataan saya, apabila pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh

dari tesis tersebut.

Yang menyatakan

(8)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, nikmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul

”Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling dan Penemuan Terbimbing

Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan Fungsi Ditinjau Dari

Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan Tahun 2010 / 2011dapat

terselesaikan dengan baik.

Tesis ini disusun sebagai tugas akhir perkuliahan di Program Studi

Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Tesis ini dapat terselesaikan atas bantuan, dorongan dan motovasi dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan

penelitian ini.

2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program

Pascasarjana yang telah mengesahkan proposal penelitian ini dan selalu

memberikan dorongan untuk menyelesaikan penulisan tesis.

3. Dr. Mardiyana, M.Si dosen Pembimbing I dan Triyanto, S.Si, M.Si

pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam

penyusunan tesis ini.

4. H. Sugiyanto, S.H, M.M, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan yang

telah memberikan rekomendasi untuk melaksanakan penelitian.

5. Drs. Murmanto, M.M, Kepala SMK Negeri 1 Purwodadi yang telah

mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMK Negeri 1 Purwodadi.

6. Drs. Kustadji, M.M, Kepala SMK Pancasila Purwodadi yang telah

mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMK Pancasila

Purwodadi.

7. Johanes Prasodjo, BA, Kepala SMK Kristen Purwodadi yang telah

(9)

commit to user

x

8. Priyono, S.Pd, guru matematika SMK Negeri 1 Purwodadi, Rusmin, S.Pd,

guru matematika SMK Pancasila Purwodadi dan Heny Puspowati, S.Pd, guru

matematika SMK Kristen Purwodadi yang telah membantu selama

pelaksanaan penelitian ini.

9. Segenap siswa SMK Negeri 1 Purwodadi, SMK Pancasila Purwodadi dan

SMK Kristen Purwodadi yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika angkatan

2009 yang telah membantu terselesaikanya penelitian ini.

11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan, mendapat balasan

pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi

pembaca semuanya. Amin.

Surakarta, Januari 2011

(10)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... vi

PERNYATAAN... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pemilihan Masalah ... 9

D. Pembatasan Masalah ... 9

E. Perumusan Masalah ... 10

F. Tujuan Penelitian ... 11

G. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 14

1. Pembelajaran Matematika... 14

2. Model Pembelajaran ... 20

3. Model Pembelajaran Snow Balling... 22

4. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing... 26

5. Model Pembelajaran Konvensional ... 31

(11)

commit to user

xii

7. Prestasi Belajar... 38

B. Penelitian yang Relevan ... 42

C. Kerangka Berfikir ... 44

1. Kaitan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Matematika... 44

2. Kaitan Antara Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar ... 46

3. Kaitan Model Pembelajaran dan Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar ... 47

D. Hipotesis ... 48

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 51

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

C. Subjek Penelitian ... 52

D. Variabel dan Rancangan Penelitian ... 55

E. Metode Pengumpulan Data dan Penyusunan Instrumen ... 57

F. Teknik Analisis Data ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A...Deskri psi Data ... 80

1. Data Hasil Uji Coba Instrumen... 80

2. Data Skor Prestasi Belajar Matematika Siswa... 82

3. Data Skor Gaya Belajar Matematika Siswa... 83

B...Penguji an Persyaratan Analisis ... 84

1. Uji Prasyarat Perlakuan ... 84

2. Uji Prasyarat Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 85

C...Hasil Pengujian Hipotesis... 87

1. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 87

(12)

commit to user

xiii

D...Pemba

hasan Hasil Analisis Data ... 88

1. Hipotesis Pertama, Kedua, dan Ketiga ... 88

2. Hipotesis Keempat... 89

3. Hipotesis Kelima, Keenam dan Ketujuh ... 90

E...Keterb atasan Penelitian... 91

BAB V PENUTUP A...Kesim pulan... 92

B...Implik asi ... 93

C...Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA

(13)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Peran Guru dan Siswa dalam model Penemuan Terbimbing ... 28

Tabel 2.2. Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Konvensional ... 33

Tabel 3.1. Rancangan penelitian ... 57

Tabel 4.1. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa ... 83

Tabel 4.2. Deskripsi Data Gaya Belajar Siswa ... 84

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Nilai Awal ... 85

Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Nilai Awal ... 85

Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas ... 86

Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas... 87

Tabel 4.7. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama... 87

(14)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Tabel 2.1. Interaksi dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan

Terbimbing ... 29

(15)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : RPP Model Snow Balling ... 101

Lampiran 2 : RPP Model Penemuan Terbimbing... 127

Lampiran 3 : RPP Model Konvensional ... 151

Lampiran 4 : Kisi-kisi angket gaya belajar siswa ... 176

Lampiran 5 : Soal uji coba angket gaya belajar matematika ... 179

Lampiran 6 : Angket gaya belajar matematika Lembar validasi soal tes ... 186

Lampiran 7 : Lembar jawab angket gaya belajar matematika ... 192

Lampiran 8 : Lembar validasi instrumen angket gaya belajar tipe visual ... 193

Lampiran 9 : Analisis angket gaya belajar visual ... 199

Lampiran 10 : Analisis angket gaya belajar auditorial ... 204

Lampiran 11 : Analisis angket gaya belajar kinestetik ... 209

Lampiran 12 : Reliabilitas angket gaya belajar visual ... 214

Lampiran 13 : Reliabilitas angket gaya belajar auditorial ... 219

Lampiran 14 : Reliabilitas angket gaya belajar kinestetik ... 224

Lampiran 15 : Kisi-kisi tes prestasi belajar... 229

Lampiran 16 : Uji coba tes prestasi belajar matematika ... 231

Lampiran 17 : Kunci jawaban tes prestasi belajar ... 237

Lampiran 18 : lembar jawab tes prestasi belajar... 238

Lampiran 19 : Lembar validasi instrumen tes prestasi belajar... 239

(16)

commit to user

xvii

Lampiran 21 : Reliabilitas tes prestasi belajar ... 251

Lampiran 22 : Uji normalitas kelas Snow balling ... 261

Lampiran 23 : Uji normalitas kelas penemuan ... 266

Lampiran 24 : Uji normalitas kelas kontrol ... 271

Lampiran 25 : Uji homogenitas ... 276

Lampiran 26 : Uji keseimbangan ... 278

Lampiran 27 : Uji normalitas kelas Snow balling... 280

Lampiran 28 : Uji normalitas kelas penemuan ... 285

Lampiran 29 : Uji normalitas kelas kontrol ... 290

Lampiran 30 : Uji normalitas gaya belajar visual ... 295

Lampiran 31 : Uji normalitas gaya belajar auditorial ... 301

Lampiran 32 : Uji normalitas gaya belajar kinestetik ... 307

Lampiran 33 : Uji homogenitas model pembelajaran... 310

Lampiran 34 : Uji homogenitas gaya belajar ... 312

Lampiran 35 : Uji hipotesis... 314

Lampiran 36 : Surat permohonan ijin penelitian ... 320

(17)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki era globalisasi di abad XXI ini, diperlukan persiapan

sumber daya manusia yang merupakan kunci utama untuk memetik

kemenangan dalam persaingan era globalisasi tersebut. Perkembangan di

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan setiap manusia

memperoleh informasi dengan cepat, mudah dan melimpah dari berbagai

sumber. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh,

memilih, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk menghadapi keadaan

yang selalu berubah, kompetitif dan tidak pasti. Kemampuan ini menuntut

siswa agar berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Beratnya

tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam multidimensi telah

menempatkan bidang pendidikan sebagai upaya yang bernilai sangat strategis

bagi pengentasan kesulitan bangsa.

Pendidikan merupakan proses, wahana dan sarana yang sangat baik

dalam pembinaan manusia untuk mengembangkan potensi diri. Salah satu

upaya mempersiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan

yaitu melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan

dapat dilihat dari hasil prestasi belajar siswa.

(18)

commit to user

Sementara ini hasil pendidikan belum seperti apa yang diharapkan.

Menurut Nurhadi (2003: 3) selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari

kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Banyak siswa mampu menyajikan

tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang disampaikan oleh guru, tetapi

kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam substansi

materinya. Terkadang masyarakatpun beranggapan bahwa keberhasilan

pendidikan hanya dilihat dari prestasi rata-rata hasil ujian dan ulangan umum.

Sedangkan unsur prestasi lainnya yaitu kemampuan keterampilan, sikap siswa

serta proses pembelajaran kurang mendapatkan perhatian dalam penilaian di

sekolah.

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menduduki peran

penting dalam pendidikan. Matematika merupakan cabang ilmu yang

bertujuan untuk mendidik siswa menjadi manusia yang dapat berpikir logis,

kritis dan rasional serta menduduki peranan penting dalam dunia pendidikan.

Pada kenyataannya, matematika perlu mendapatkan perhatian khusus karena

masih ada anggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang

menakutkan, sulit dan tidak menarik bagi siswa.

Selain itu, menurut Crockcroft (Fadjar Shodiq, 2007: 3) ” it would be

very difficult – perhaps imposible – to live a normal life in very many parts of

the word in the twentieth century without making use of mathematics of some

kind”. Akan sangat sulit atau tidaklah mungkin bagi seseorang untuk hidup di

(19)

commit to user

Pada abad ini, dapat diamati bahwa hampir di segala bidang kehidupan,

matematika mempunyai peran.

Students’ low success level in mathematics has been a worry for a

long time in many countries. There are a lot of factors affecting success in

mathematics. One of these factors is students’ mathematical anxiety, in other

words, their mathematical fear (Murat Peker, 2008). Sudah sejak dulu

rendahnya prestasi belajar matematika siswa menjadi salah satu

kekhawatiran di banyak negara. Banyak faktor yang mempengaruhi

kesuksesan belajar matematika. Salah satu dari faktor tersebut adalah

ketakutan pada matematika.

Mathematics anxiety is a multifaceted construct with affective and cognitive dimensions. Personality, self concept, self esteem, learning style, parental attitudes, high expectation of parents, negative attitude toward mathematics, avoidance of mathematics, teachers’ attitudes, innefective teaching styles, negative school experiences and low degree of achievement in mathematics are among the concepts and construct related to mathematics anxiety (Fulya Yuksel-Sahin, 2008).

Ketakutan pada matematika adalah gabungan yang kompleks dari

dimensi afektif dan kognitif. Kepribadian, konsep diri, harga diri, gaya belajar,

pola asuh orang tua, tuntutan yang tinggi dari orang tua, sikap negatif pada

matematika, menghindari matematika, sikap guru, gaya belajar yang tidak

efektif, pengalaman belajar yang negatif dan penghargaan yang kurang adalah

konsep dan konstruksi yang berhubungan dengan ketakutan terhadap

matematika.

Banyak orang berpendapat bahwa mutu pendidikan Indonesia

(20)

commit to user

International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2007

kemampuan matematika Indonesia berada pada peringkat 36 dari 48 negara

yang di survei, dengan rata-rata nilai 397. Nilai rata-rata Indonesia masih

jauh di bawah nilai rata-rata internasional yaitu 500. Nilai rata-rata Indonesia

juga masih berada di bawah Thailand (441), Malaysia (474) dan Singapura

(593). Data UNESCO juga menunjukkan peringkat matematika Indonesia

berada di deretan 34 dari 38 negara yang diteliti. Selain itu, matematika

sebagai salah satu mata pelajaran yang di-UAN-kan, di banyak sekolah juga

menjadi penyebab utama ketidaklulusan siswanya. Berbagai data tersebut

dapat memberikan gambaran bahwa kualitas pendidikan matematika di

Indonesia memang masih perlu ditingkatkan

Lebih lanjut, di tingkat Jawa Tengah angka ketidaklulusan UN untuk

SMK meningkat, pada tahun 2009 ketidaklulusan hanya 5,64% namun,

pada tahun 2010 angka ketidaklulusan meningkat menjadi

7,68%.(http://izaskia.wordpress.com/2010/04/25/kumpulan-berita-terkini-seputar-pengumuman-hasil-un-smasmkma-tahun-2010)

Sejalan dengan hasil tersebut dalam ruang lingkup yang lebih sempit

tepatnya di kabupaten Grobogan. Menurut Pusat Penilaian Pendidikan

(Badan Penelitian dan Pengembangan) rata-rata mata pelajaran matematika

menurun. Hasil Ujian Nasional tingkat SMK di kabupaten Grobogan tahun

pelajaran 2008/2009 rata-rata UN matematika adalah 7,98, sedangkan pada

tahun pelajaran 2009/2010 rata-rata UN matematika adalah 7,33. Matematika

(21)

commit to user

menjadi salah satu penyebab utama ketidaklulusan siswanya. Berbagai data

tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa kualitas pendidikan

matematika di Indonesia memang masih perlu ditingkatkan.

Banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi belajar matematika,

yang secara garis besar dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor dari luar dan

dari dalam diri siswa tersebut. Faktor dari dalam diri siswa tersebut yang

berpengaruh pada keberhasilan belajar siswa. Faktor-faktor tersebut misalnya

intelengensi, minat belajar, motivasi belajar, aktivitas belajar, gaya belajar

dan lain sebagainya sedangkan faktor dari luar misalnya dari segi model atau

metode pembelajaran tidak ada perubahan-perubahan yang berarti dari tahun

ke tahun. Meskipun upaya pembaharuan model atau metode mengajar telah

banyak disosialisasikan, namun kenyataannya pembelajaran matematika di

sekolah masih menggunakan pola lama, yaitu pembelajaran yang berpusat

pada guru.

Hal ini menjadi diskusi dan musyawarah rekan teman sejawat guru

matematika SMK pada forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

Matematika SMK kabupaten Grobogan, beberapa permasalahan yang menjadi

kendala dalam pembelajaran matematika yaitu siswa masih belum aktif dalam

mengikuti proses pembelajaran matematika dikelas, daya serap siswa pada

pelajaran matematika dan hasil belajar yang masih kurang di beberapa materi

antara lain : logaritma, persamaan dan pertidaksamaan,persamaan kuadarat,

integral, dan hitung keuangan. Salah satu dari materi tersebut yang sering di

(22)

commit to user

Menurut pemaparan sebagian besar guru, biasanya kesulitan yang

dialami siswa adalah mereka sukar dalam menyelesaikan soal cerita aplikasi

dari fungsi linier dan fungsi kuadrat, karena biasanya guru mengajarkan

materi ini dengan memberikan rumus-rumus sebagai patokan dalam

mengerjakan operasi-operasi bilangan sementara siswa tidak memahami

maknanya. Kesulitan lain yang dialami siswa adalah mereka cenderung

menghafal rumus dan contoh soal, sehingga apabila diberi soal yang berbeda

dengan contoh soal, mereka akan merasa kesulitan.

Pembelajaran matematika di sekolah pada umumnya masih dilakukan

dengan model pembelajaran dengan paradigma mengajar yang konvensional.

Guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan dan siswa

sebagai obyek yang dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa. Ciri-ciri

pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran berpusat pada guru, gabungan

antara metode ceramah dan pemberian tugas dimana siswa cenderung pasif,

pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada satu jawaban yang

benar, aktivitas kelas yang sering dilakukan hanyalah mencatat dan menyalin,

dan guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal

yang lebih bersifat prosedural. Kegiatan pembelajaran seperti ini tidak

mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa.

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan

kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, sehingga dengan melakukan

aktivitas belajarnya siswa mampu memperoleh pengetahuan dari

(23)

commit to user

matematika akan lebih efektif apabila siswa berperan aktif sebagai subjek

pembelajaran dan guru sebagai pengelola proses pembelajaran. Dengan

demikian siswa dituntut untuk lebih kritis, kreatif, mandiri serta mampu

berpikir ilmiah dalam pembelajaran, sehingga keberhasilan kompetensi

matematika siswa dapat tercapai.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan model pembelajaran

yang tepat. Guru harus mempunyai strategi agar siswa dapat belajar secara

efektif dan efisien. Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran yang tepat

sangat penting, karena tidak semua pendekatan dapat digunakan pada tiap

pokok bahasan. Model pembelajaran adalah pola hubungan interaksi

guru-siswa-lingkungan belajar untuk dijadikan contoh dan diterapkan dalam

pelaksanaan pembelajaran. Diantaranya yaitu dengan menggunakan model

pembelajaran Snow Balling, yang mana penerapan model ini siswa dilatih

untuk saling bertukar pikiran dengan temannya dan bekerja sama dalam

kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan serta dengan model

Penemuan Terbimbing memungkinkan siswa aktif, guru aktif. Guru hanya

sebagai fasilitator dan membimbing dimana siswa mengalami kesulitan.

Selain model pembelajaran, keberagaman gaya belajar dan

kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran juga turut andil dalam

penentuan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan oleh guru. Siswa

yang belajar dengan gaya belajar mereka yang dominan saat mengerjakan tes,

akan mencapai nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar

(24)

commit to user

model pembelajaran Snow Balling dan model penemuan terbimbing dengan

memperhatikan gaya belajar siswa diharapkan dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran matematika yaitu dengan meningkatnya prestasi balajar

matematika.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, peneliti dapat

mengidentifikasi masalah - masalah yang timbul dalam penelitian, meliputi :

1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa

disebabkan karena dalam mengajar seorang guru belum memanfaatkan

media pembelajaran sehingga siswa kurang memahami materi yang

dipelajari. Terkait dengan hal ini muncul pertanyaan, apakah penggunaan

media pembelajaran dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap

prestasi belajar siswa.

2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa, ada

kemungkinan disebabkan oleh metode ataupun model pembelajaran yang

kurang tepat. Terkait dengan hal ini muncul pertanyaan apakah dengan

pemilihan metode ataupun model pembelajaran yang sesuai dan tepat

dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa di

pengaruhi beberapa faktor yang terdapat dalam diri siswa seperti kesiapan,

minat, intelegensi, gaya belajar, motivasi, dan lain-lain. Terkait dengan hal

(25)

commit to user

dalam diri siswa dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap prestasi

belajar siswa.

4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa

disebabkan oleh gaya belajar siswa yang berbeda, Terkait dengan hal ini

muncul permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu apakah dengan

mengetahui gaya belajar siswa sehingga guru dapat mengokomodasikan

gaya belajar yang berbeda dapat memberikan perbedaan pengaruh

terhadap prestasi belajar siswa.

C. Pemilihan Masalah

Berdasarkan keempat permasalahan di atas, peneliti hanya akan

melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan kedua dan keempat.

Alasan dipilihnya masalah tersebut adalah model pembelajaran yang

dilakukan oleh guru agar lebih menarik, kreatif dan inovatif sehingga siswa

dapat berpikir analitis dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang

disesuaikan dengan gaya belajar siswa.

D. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar penelitian ini dapat lebih

terfokus, perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang dibandingkan adalah model pembelajaran Snow

Balling dan model pembelajaran penemuan terbimbing pada kelas

(26)

commit to user

2. Karakteristik siswa yang dilihat adalah gaya belajar siswa yang meliputi

gaya belajar tipe visual, tipe auditorial dan tipe kinestetik.

3. Penelitian dilakukan di SMK di kabupaten Grobogan kelas XI semester

ganjil tahun pelajaran 2010/2011.

4. Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah prestasi belajar matematika

pada pokok relasi dan fungsi

E. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, pemilihan masalah dan

pembatasan masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut:

1. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi,

apakah model pembelajaran penemuan terbimbing dapat menghasilkan

prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan

pengajaran dengan menggunakan model snow balling?

2. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi,

apakah model pembelajaran snow balling dapat menghasilkan prestasi

belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran

dengan menggunakan model konvensional?

3. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi,

apakah model penemuan terbimbing dapat menghasilkan prestasi belajar

matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan

(27)

commit to user

4. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi,

manakah yang memberikan hasil belajar yang lebih baik, siswa dengan

gaya belajar visual, auditorial, atau kinestetik?

5. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi

dengan gaya belajar visual, manakah yang memberikan hasil belajar yang

lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau

konvensional?

6. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi

dengan gaya belajar auditorial, manakah yang memberikan hasil belajar

yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing,

atau konvensional?

7. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi

dengan gaya belajar kinestetik, manakah yang memberikan hasil belajar

yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing,

atau konvensional?

F. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang

perbedaan prestasi belajar matematika peserta didik karena pengaruh model

pembelajaran yang digunakan, dan gaya belajar siswa. Secara operasional

penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang:

1. Pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing dan model snow

(28)

commit to user

2. Pengaruh model pembelajaran snow balling dan pembelajaran

konvensional terhadap prestasi belajar matematika siswa.

3. Pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing dan pembelajaran

konvensional terhadap prestasi belajar matematika siswa.

4. Pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa.

5. Pada gaya belajar visual, manakah yang memberikan hasil belajar yang

lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau

konvensional.

6. Pada gaya belajar auditorial, manakah yang memberikan hasil belajar yang

lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau

konvensional.

7. Pada gaya belajar kinestetik, manakah yang memberikan hasil belajar yang

lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau

konvensional.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas

pendidikan matematika siswa kelas XI SMK Negeri se-Kabupaten Grobogan,

manfaat lain dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk

meningkatkan mutu pendidikan melalui penggunaan model pembelajaran

Snow Balling dan model Penemuan Terbimbing dalam upaya peningkatan

(29)

commit to user 2. Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan bagi calon guru matematika dalam menentukan

model pembelajaran yang dapat menjadi alternatif lain selain model

pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru matematika dalam

pengajaran matematika.

b. Memberi informasi kepada guru atau calon guru matematika untuk

lebih meningkatkan minat belajar siswa dalam mencapai prestasi

belajar.

c. Memberikan masukan kepada siswa untuk meningkatkan kegiatan

belajar, mengoptimalkan kemampuan berpikir positif dalam

mengembangkan dirinya dalam meraih keberhasilan belajar atau

prestasi belajar yang optimal.

d. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan atau referensi ilmiah

(30)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

a. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah,

mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan

belajar dilakukan peserta didik atau siswa. Dalam proses kegiatan

belajar mengajar, di satu pihak guru melakukan kegiatan atau

perbuatan – perbuatan untuk membawa siswa ke arah tujuan dimana

siswa melakukan serangkaian kegiatan atau perbuatan yang disediakan

oleh guru yaitu kegiatan yang terarah pada tujuan yang hendak dicapai.

Menurut Syaiful Sagala (2003 : 61) pembelajaran adalah

membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori

belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Sedangkan Uzer Usman (2006 : 4) mengemukakan bahwa

pembelajaran adalah proses yang mengandung serangkaian perbuatan

guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung

dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak

dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang

harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima

(31)

commit to user

pembelajaran (sasaran didik) sedangkan mengajar menunjuk pada apa

yang harus dilakukan guru sebagai pengajar (Nana Sudjana, 2000: 28).

Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus memiliki

strategi, agar dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada

tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki srategi itu

ialah harus menguasai teknik – teknik penyajian atau biasanya disebut

strategi mengajar.

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pembelajaran terdiri dari dua komponen yaitu belajar dan mengajar

yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan.

1) Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan

adanya perubahan tingkah laku pada diri individu. Perubahan ini

dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya

pengetahuan, penalaran, sikap, keterampilan, kecakapan, kebiasaan

maupun aspek-aspek yang lain.

Menurut Bruner dalam Suherman (2003:43) belajar

merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk

menemukan hal-hal yang baru diluar informasi yang diberikan

kepada dirinya. Sedangkan Gagne dalam Slameto (2003:13)

memberikan dua definisi yaitu:

a) Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

(32)

commit to user

b) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan

yang diperoleh dari instruksi.

Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2003:27-28)

antara lain:

a) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

· Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi

aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk

mencapai tujuan instruksional.

· Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan

motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan

instruksional.

· Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak

dapat mengembangkan kemampuan dan belajar dengan

efektif.

· Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

b) Sesuai hakikat belajar

· Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap

menurut perkembangannya.

· Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan

discovery.

· Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara

pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga

(33)

commit to user

c) Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari

· Belajar bersifat keseluruhan dan materi harus memiliki

struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah

menangkap pengertiannya.

· Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu

sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.

d) Syarat keberhasilan belajar

· Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa

dapat belajar dengan tenang.

· Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali

agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada

siswa.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat

digolongkan sebagai:

a) Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak itu

sendiri, antara lain:

(1) Faktor jasmaniah, seperti kesehatan dan cacat tubuh.

(2) Faktor psikologi, seperti intelegensi, penalaran, perhatian,

minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan.

(3) Faktor kelelahan, baik kelelahan jasmani, maupun

kelelahan rohani.

b) Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak atau

(34)

commit to user

(1) Faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi

antar anggota keluarga suasana rumah, keadaan ekonomi

keluarga dan lain-lain.

(2) Faktor sekolah, seperti metode mengajar guru, kurikulum,

relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,

disiplin sekolah, alat pelajaran, metode belajar.

(3) Faktor masyarakat, seperti teman bergaul, mass media,

bentuk kehidupan masyarakat dan kegiatan siswa dalam

masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah perubahan tingkah laku yang dilakukan secara aktif oleh

setiap individu yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan

aspek sikap sebagai hasil dari pengalaman dan latihan.

2) Pengertian Mengajar

Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang

berbeda, akan tetapi keduanya terdapat hubungan yang erat.

Antara keduanya terdapat interaksi satu sama lain, saling

mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain. Dengan

adanya mengajar maka proses belajar dapat berlangsung dengan

maksimal.

Lilis Setiawati dan Moh. Uzer Usman (1993: 6)

berpendapat bahwa mengajar pada prinsipnya adalah membimbing

(35)

commit to user

bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengkoordinasi

lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan

pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada

diri siswa.

Nana Sudjana (2000: 29) mengajar adalah proses

mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa

sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan

proses belajar.

b. Matematika

Pengertian matematika beraneka ragam. Di bawah ini ada

beberapa definisi matematika sebagai berikut:

1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan

terorganisir secara sistematis.

2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan

berhubungan dengan bilangan.

4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta yang

kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang

logika.

6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang kotak.

Menurut Kline dalam Mulyono (2003: 203) ” Matematika

(36)

commit to user

bernalar deduktif, tetapi yang juga tidak melupakan cara bernalar

induktif ”.

Menurut Ruseffendi (1991 : 263), ”Matematika adalah ilmu

tentang struktur yang teroganisasikan, yaitu terdiri dari unsur – unsur

yang tidak terdefinisikan, unsur – unsur yang didefinisikan, aksioma –

aksioma dan dalil – dalil, dimana setelah dalil – dalil itu dibuktikan

kebenarannya berlaku secara umum. Oleh karena itu, matematika

sering disebut ilmu deduktif”. Matematika sebagai ilmu mengenai

struktur dan hubungan-hubungan mengenai simbol-simbol.

Simbol-simbol itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-aturan

dengan operasi ditetapkan.

Menurut pengertian pembelajaran dan matematika di atas maka

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses belajar

mengajar dalam kelas yang mempelajari tentang cabang ilmu pengetahuan

eksak yang terorganisir secara sistematis tentang bilangan dan operasinya,

fakta – fakta yang kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, dan

stuktur-struktur logika sebagai solusi permasalahan dalam kehidupan

sehari-hari.

2. Model Pembelajaran

Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi

pembelajaran, metode pembelajaran, atau prinsip pembelajaran. Istilah

model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai

(37)

commit to user

pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan

agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan

belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai

(Mohammad Asikin, 2001:3).

Menurut Markaban (2008:12) model pembelajaran adalah pola

komprehensif yang patut dicontoh, menyangkut bentuk utuh pembelajaran,

meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Sedangkan

pendekatan pembelajaran adalah cara pandang terhadap pembelajaran dari

sudut tertentu untuk memudahkan pemahaman terhadap pembelajaran

yang selanjutnya diikuti perlakuan pada pembelajaran tersebut.

Metode dapat menjadi model jika memenuhi empat unsur yang

dikemukakan Joyce dan Weil (1986: 14-15), bahwa setiap model belajar

mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut:

a. Sintaks (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang

menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce

dan Weil, 1986:14). Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada

proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya?

b. Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan

hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan

guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada

satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang

(38)

commit to user

c. Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana

guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap

apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran

atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada

model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap

siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas.

d. Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana,

bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model

tersebut.

3. Model Pembelajaran Snow Balling

Dalam proses pembelajaran kehadiran model pembelajaran

mempunyai arti yang cukup penting karena dalam kegiatan tersebut,

ketidakjelasan yang disampaikan dibantu dengan menghadirkan model

sebagai perantara. Salah satunya dengan menggunakan model snow

balling.

J Valenti dan S. Latourelle ( 2001 ) berpendapat “ Snow balling is

A pair of students answer worksheet questions, a lab report conclusion or

other written work. Two pairs come together and compare. An option is to

have two groups of four come together and compare. One person from a

group of eight writes answers or conclusions on the board ”. Snow balling

adalah sepasang siswa menjawab pertanyaan worksheet, kesimpulan

laporan kerja lab atau tertulis lainnya. Dua kelompok bergabung dan

(39)

commit to user

kelompok dari empat datang bersama-sama dan membandingkan. Satu

orang dari dari salah satu kelompok menulis jawaban atau kesimpulan di

papan.

David Kimber (1996) menyatakan “ …, 'snow-balling' (starting

with pairs which then join together as four, eight, sixteen etc. until the

entire class reforms) can be used ”. 'snow-balling' (mulai dengan

pasangan yang kemudian bergabung bersama sebagai empat, delapan,

enam belas dan lain-lain sampai seluruh kelas) dapat digunakan.

Model snow balling (Hisyam Zaini, dkk.2007) menyatakan

bahwa model ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan

dari diskusi siswa secara bertingkat.

Menurut Marno dan M. Idris ( 2008:175 ), snow balling adalah

model pembelajaran yang memberdayakan seluruh siswa dengan membagi

pertanyaan atau permasalahan yang berbeda – beda pada kelompok kecil.

Setiap anggota kelompok berkewajiban merumuskan jawaban atau

pemecahan masalah sebagai bekal tatkala bergabung pada kelompok baru.

Karena itu, setiap anggota kelompok yang baru berkewajiban berbagi

jawaban atau pemecahan masalah dari hasil kelompok sebelumnya.

Model pembelajaran snow balling merupakan teknik

pembelajaran dengan cara ” penggabungan kelompok kecil bertingkat

menjadi kelompok besar ” yaitu setelah kelompok kecil yang

beranggotakan dua siswa mendapatkan jawaban soal materi yang sudah

(40)

commit to user

mendiskusikan hasil dari soal tersebut. Dimana kelompok besar tadi yang

beranggotakan empat orang menyampaikan dan menjelaskan jawaban

yang diperoleh dan seterusnya disesuaikan dengan jumlah siswa dan

alokasi waktu. Sehingga pada akhirnya akan memunculkan dua atau tiga

jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara kelompok.

Ada beberapa alasan mengapa model pembelajaran snow balling

perlu ditekankan sebagai aspek penting dan sangat berarti dalam

menciptakan pembelajaran matematika. Pertama, harapan untuk dapat

diterapkan dalam lingkungan siswa atau dalam situasi baru yang belum

familiar. Kedua, snow balling memberi kesempatan dan dapat mendorong

siswa untuk berdiskusi dengan siswa yang lainnya yaitu pada proses

menyelesaikan persoalan. Model ini akan berjalan dengan baik jika materi

yang dipelajari menurut pemikiran yang mendalam atau menurut siswa

untuk berpikir analisis bahkan mungkin sintesis. Materi yang bersifat

faktual, yang jawabannya sudah ada di dalam buku teks mungkin tidak

tepat diajarkan dengan model ini.

Langkah – langkah dari model pembelajaran snow balling yaitu :

a. Sampaikan topik materi yang akan diajarkan.

b. Minta siswa untuk menjawab secara berpasangan (dua orang).

c. Setelah siswa yang bekerja berpasangan tadi mendapatkan jawaban,

pasangan tadi digabungkan dengan pasangan di sampingnya. Dengan

(41)

commit to user

d. Kelompok berempat ini mengerjakan tugas yang sama seperti dalam

kelompok dua orang. Tugas ini dapat dilakukan dengan

membandingkan jawaban kelompok dua orang dengan kelompok yang

lain. Dalam langkah ini perlu ditegaskan bahwa jawaban kedua

kelompok harus disepakati oleh semua anggota kelompok baru.

e. Setelah kelompok berempat ini selesai mengerjakan tugas, setiap

kelompok digabungkan dengan satu kelompok yang lain. Dengan ini

muncul kelompok baru yang anggotanya delapan orang.

f. Yang dikerjakan oleh kelompok baru ini sama dengan tugas pada

langkah keempat di atas. Langkah ini dapat dilanjutkan sesuai dengan

jumlah siswa atau waktu yang tersedia.

g. Masing – masing kelompok diminta menyampaikan hasilnya di depan

kelas.

h. Pengajar akan membandingkan jawaban dari masing–masing kelompok

kemudian memberikan ulasan–ulasan dan penjelasan–penjelasan

secukupnya sebagai klarifikasi dari jawaban siswa.

Model pembelajaran Snow balling menuntut guru terampil

merangsang siswa mengungkapkan dan mengaktifkan siswa terhadap

materi belajar yang dikuasai dan dimiliki. Dengan kegigihan guru

menyajikan pertanyaan - pertanyaan yang mendorong siswa menjadi lebh

kreatif dan berinisiatif, dampaknya kegiatan pembelajaran menjadi lancar

(42)

commit to user

Unsur-unsur dasar model pembelajaran Snow Balling adalah:

siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup

sepenanggungan bersama. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di

dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. Siswa harusnya melihat

bahwa semua anggota di dalam kelompok mempunyai tujuan yang sama.

Siswa harusnya membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara

anggota kelompoknya. Siswa dikenakan evaluasi atau akan diberikan

hadiah / penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua kelompok.

Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan

untuk belajar bersama selama proses belajarnya. Siswa akan diminta

mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam

kelompok Snow balling.

Dengan model pembelajaran Snow balling, diharapkan siswa

tertarik dan senang belajar matematika yang akhirnya dapat meningkatkan

minat siswa dalam belajar matematika yang diwujudkan dengan

kemampuannya dalam mengkomunikasikan materi yang dipelajari baik

secara lisan maupun tertulis sehingga hasil belajar dan prestasi siswa juga

akan meningkat.

4. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Menurut Rachmadi Widdiharto (2004:4) mendefinisikan model

penemuan terbimbing dengan model pembelajaran dari sebagian banyak

model pembelajaran dimana menempatkan guru sebagai fasilitator,

(43)

commit to user

berpikir sendiri, menganalisis sendiri dengan memanfaatkan

pengalamannya sehingga dapat “menemukan” prinsip umum berdasarkan

bahan atau data yang disediakan oleh guru. Seberapa jauh siswa

dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang

dipelajari.

Menurut Bruner dalam Prince dan Felder (2006):

“Discovery learning is an inquiry-based approach in which students are given a question to answer, a problem to solve, or a set of observations to explain, and then work in a largely self-directed manner to complete their assigned tasks and draw appropriate inferences from the outcomes, “discovering” the desired factual and conceptual knowledge in the process”.

Belajar dengan penemuan adalah satu pendekatan yang berbasis

pemeriksaan dimana para siswa diberi suatu pertanyaan untuk menjawab,

suatu masalah untuk dipecahkan, atau pengamatan-pengamatan untuk

menjelaskan, dan mengarahkan dirinya sendiri untuk melengkapi

tugas-tugas mereka yang ditugas-tugaskan dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang

sesuai dari hasil-hasil, "menemukan" pengetahuan konseptual dan berdasar

fakta yang diinginkan di dalam proses.

Prince dan Felder (2006:123) mengemukakan bahwa model

penemuan terbimbing merupakan salah satu model mengajar secara

inductive, sedangkan inductive teaching bertolak belakang pada teori

kontruktivisme, sehingga model penemuan terbimbing merupakan aplikasi

dari kontruktivisme. Lebih lanjut Prince dan Felder (2006:123)

berpendapat bahwa Lebih lanjut Prince dan Felder (2006:123) berpendapat

(44)

commit to user

encompasses a range of instructional methods, including inquiry leaning,

problem base learning, project base learning, case based teaching,

discovery learning, and just-in-time teaching”.

Berdasarkan definisi beberapa ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing adalah model

pembelajaran yang terpusat pada siswa yang dimana siswa dihadapkan

kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan,

terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error), yang menghendaki

guru sebagai penunjuk jalan dalam membantu siswa agar mempergunakan

ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk

menemukan pengetahuan yang baru.

Secara sederhana, peran guru dan siswa dalam model penemuan

[image:44.595.119.513.228.612.2]

terbimbing ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Peran Guru dan Siswa dalam Model Penemuan Terbimbing

Penemuan Terbimbing Peran Guru Peran Siswa

Sedikit bimbingan · Menyatakan

persoalan

·Menemukan pemecahan

Banyak Bimbingan · Menyatakan

persoalan

· Memberikan bimbingan

·Mengikuti petunjuk

·Menemukan

penyelesaian

(Rachmadi Widdiharto, 2004:5)

Biknell-Holmes & Hoffman dalam Castronova (2002:2)

menjelaskan tiga ciri utama belajar menemukan antara lain:

a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,

menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan.

(45)

commit to user

c. Kegiatannya untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengatahuan

yang sudah ada.

Model penemuan terbimbing lebih menekankan pada adanya

interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat juga

terjadi antara siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan bahan ajar (S – B),

siswa dengan guru (S – G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S)

dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Interaksi yang mungkin

terjadi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Interaksi dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan Terbimbing.

(Markaban, 2008:12)

Langkah–langkah dalam Penemuan Terbimbing dapat dilakukan

sebagai berikut:

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data

secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang

menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak

salah.

b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses,

mengorganisasi, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini,

(46)

commit to user

Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah

yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.

c. Siswa menyusun perkiraan dari hasil analisis yang dilakukannya.

d. Bila dipandang perlu, perkiraan (konjektur) yang telah dibuat siswa

tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk

meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah

yang hendak dicapai (guru memberikan penegasan).

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut,

maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa

untuk menyusunnya.

f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru

menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah

hasil penemuan itu benar. (Markaban, 2008:17-18)

Menurut Marzano dalam Markaban (2008:18) kelebihan model

penemuan terbimbing antara lain:

a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.

b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry(menemukan).

c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.

d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru.

e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi

dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses

(47)

commit to user

Sementara itu kekurangannya adalah sebagai berikut:

a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.

b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Beberapa

siswa masih terbiasa dengan metode ceramah.

c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya

topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan

dengan model penemuan terbimbing. (Markaban, 2008:18-19)

5. Model Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah salah satu pembelajaran yang

sudah lama dikenal dan merupakan suatu pengajaran dimana dalam proses

belajar mengajar, penyampaian pelajaran masih mengandalkan metode

ceramah yaitu suatu metode mengajar dengan menyampaikan informasi

atau pengetahuan secara lisan kepada siswa yang pada umumnya

mengikuti secara pasif.

Dalam pembelajaran ini guru berperan sangat aktif, dan siswa

berkesan pasif, hanya mendengarkan guru secara teliti serat mencatat

hal-hal penting yang dikemukakan oleh guru. Guru memegang peranan yang

penting dalam menentukan urutan-urutan langkah-langkah dalam

menyampaikan isi atau materi pelajaran kepada siswa. Hal ini

mengakibatkan siswa menjadi jenuh, kurang kreatif, kurang inisiatif,

sangat tergantung oleh guru dan tidak terlatih untuk berdiri sendiri dalam

belajar. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menetukan konsep yang

(48)

commit to user Ciri-ciri pembelajaran antara lain:

1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sebagai

keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.

2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis,

dan media lain menurut pertimbangan guru.

3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama mendengarkan

uraian guru.

4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.

5. Keberhasilan belajar siswa dinilai guru secara subjektif.

6. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan (sebagai

sumber informasi/pengetahuan).

Belajar dengan pembelajaran konvensional menyebabkan siswa

menjadi belajar menghafal (rote learning) yang tidak mengakibatkan

timbulnya pengertian. Siswa menjadi pasif dan daya kritis siswa akan

terhambat. Untuk itu diperlukan suatu pembaharuan metode pembelajaran

yang dapat mengarah pada peningkatan prestasi belajar siswa. Suatu

metode yang dapat membuat siswa aktif dalm belajar, membentuk siswa

yang kreatif, berpikir logis, kritis, dan inovatif.

Kelebihan dan kekurangan dari model ini dapat dikembangkan

sebagai berikut, kelebihannya antara lain:

a. Relatif banyak materi yang dapat disampaikan

(49)

commit to user

c. Bahan pelajaran diberikan secara urut oleh guru.

d. Guru dapat menentukan hal-hal yang dianggap penting.

e. Guru dapat memberikan penjelasan-penjelasan secara individual

maupun klasikal.

Sedangkan kekurangan dari metode ceramah antara lain:

a. Tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik seperti aktivitas mental

siswa.

b. Kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi(bahan

pelajaran).

c. Jika terlalu dominan pada ceramah terus menerus, siswa akan cepat

bosan.

Kesimpulan dari pembahasan dan definisi model pembelajaran

konvensional di atas maka langkah-langkah dalam model pembelajaran

konvensional dapat dituangkan dalam tabel, sebagai berikut:

Tabel 2.2 Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Konvensional

FASE PERAN GURU

a. Menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan siswa.

Guru memperkenalkan menjelaskan tujuan materi yang diajarkan, latar belakang pelajaran.

b. Mendemostrasikan pengetahuan

dan keterampilan.

Guru mendemonstrasikan

keterampilan dan menyampaikan informasi tahap demi tahap.

c. Memberikan contoh soal dan

pelatihan.

Guru memberikan contoh soal dan membahasnya.

d. Mengecek pemahaman dan

memberikan umpan balik.

Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas, memberi umpan balik

e. Memberikan kesempatan untuk

pelatihan lanjutan dan penerapan.

Guru mempersiapkan pelatihan

(50)

commit to user

6. Gaya belajar

Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan

kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Menurut Adi

W. Gunawan (2006: 139) gaya belajar adalah cara yang lebih disukai

dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu

informasi. Menurut Susan Sze (2009: 361): “Every student’s brain

functions differently and processes information differently. Due to this,

students have different types of learning style. Once the teacher can

understand the disability and the preffered learning styles of the sudent,

they can better adapt to the student. Setiap siswa mempunyai fungsi otak

yang berbeda dan pemprosesan informasi mereka juga berbeda. Sehingga

mereka juga memiliki gaya belajar yang berbeda pula. Jika guru dapat

memahami kekurangan dan kelebihan gaya belajar siswa, mereka dapat

beradaptasi dengan lebih baik.

Learning styles is characteristic cognitive, affective and

psychological behaviours that serve as relatively stable indicators of how

learners perceive, interact with, and respond to the learning environment

(Keefe(1979, p.4) dalam David Taiwei Ku dan Chun-Yi Shen). Gaya

belajar adalah karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikologik yang

mengindikasikan bagaimana perasaan peserta didik, interaksi mereka

(51)

commit to user

Hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan gaya

belajar mereka yang dominan saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai

yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang

tidak sejalan dengan gaya belajar mereka. Gaya belajar setiap orang

merupakan kombinasi dari lima kategori, yaitu:

a. Lingkungan : suara, cahaya, temperatur, desain.

b. Emosi : motivasi, keuletan, tanggu

Gambar

Tabel 2.1. Peran Guru dan Siswa dalam model Penemuan Terbimbing .....
Tabel 2.1. Interaksi dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan
Tabel 2.1 Peran Guru dan Siswa dalam Model Penemuan Terbimbing
Gambar 2.2 Hubungan Antar Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian tentang Determinan Profitabilitas Perbankan Nasional Di Indonesia (Studi pada Bank Umum yang Terdaftar di Bursa Efek

Literature : Introduction to Short Stories, Drama, and Poetry. Chicago :Scott, Foresman

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE 7E MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI USAHA DAN ENERGI DITINJAU DARI KEMAMPUAN.. KERJASAMA

sufficient budget to implement risk management activities, and proper facilities and infrastructures for apparatus in Office of Social Service, Community Em- powerment and

Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan APBD pada Kecamatan Lalan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2013, berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor

tata letak dalam ruang dan sirkulasi gerak yang sesuai dengan alur kerja. Kegiatan membatik yang satu dengan lainnya tidak boleh terganggu

Saran yang dapat dikemukakan pada penelitian ini adalah: (1) Sebaiknya pihak Auto Prima Salon mengimplementasikan pemakaian seragam khusus karyawan, melakuan training baik secara

Based on the above explanation, this research examines the firm size, market share, information asymmetry, profitability, and leverage as factors affecting the quality of