• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802009054 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802009054 Full text"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

(PREMAN DARI TORAJA) DI TORAJA

OLEH

HAPRIOMEGA PUTRININGSIH 802009054

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)

(PREMAN DARI TORAJA) DI TORAJA

Hapriomega Putriningsih

Aloysius L. S. Soesilo

Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(3)
(4)
(5)
(6)

diriini sering kali mengalami hambatan yang terkadang diwujudkan dalam tindakan

menyimpang yaitu menjadi anggota kelompok (geng) yang melanggar norma-norma. Kondisi ini juga dialami oleh remaja putri di Toraja yang menjadi anggota geng Predator. Berdasarkan hal tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah mengeksplorasi motivasi remaja putri masuk menjadi anggota geng Predator, menjelaskan proses inisiasi yang mereka lalui dalam geng, mendeskripsikan aktivitas mereka serta memahami pandangan mereka terhadap diri sendiri dan reaksi terhadap pandangan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan metode pengambilan data yaitu wawancara dan observasi.Penelitian ini melibatkan tiga orang partisipan, terdiri dari tiga orang remaja putri mantan anggota geng Predator, yang berusia 17-20 tahun saat wawancara dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keinginan untuk dikenal dan disegani banyak orang, keinginan untuk memiliki banyak teman,serta adanya perasaan nyaman, rasa kekeluargaan dan kebebasan yang mereka terima menjadi motivasi semua partisipan bergabung dengan geng Predator. Salah satu partisipan harus melalui proses inisiasi sebelum dinyatakan resmi menjadi anggota geng Predator. Partisipan selalu melakukan aktivitas apapun secara bersama-sama (terutama dalam hal menjual diri untuk menafkahi kehidupan mereka), memandang dirinya hebat (namundi sisi lain mereka juga merasa tidak berarti akibat kenakalan yang telah mereka lakukan), serta hanya bisa berlaku tidak peduli dan mengabaikan apapun pendapat masyarakat tentang mereka.

(7)

identification forming often encounters some difficulties. When the teenagers face those difficulties, they tend to do some deviant behavior such as being the member of a group which against the social norms. There was a group of teenage girls in Toraja called gang Predator which developed juvenile delinquencies. The purposes of this research are exploring the motivations of being a member of gang Predator, explaining the initiation process to be the member, describing their activities as the member, understanding their point of view about them selves and their response to society's opinion. This research was conducted by using the qualitative method which involved interview and observation process to collect the data. 3 teenage girls ex-member of gangPredator were involved to be participants. When this research was conducted, their age ranged about 17-20 years old. The result showed that all of the participants were motivated by need of being popular, need to be watched out by the society, need to make a lot of friends, sense of belongingness among the members, and also the sense of freedom. A participant have passed the initiation process before she was declared officially as the member of gang Predator. The participants always do any activities together with all of gang Predator's member, particularly when they prostituted. They appreciate themselves as superior people but in the other hand they feel inferior because of the delinquencies they have done. They only ignored any society's opinion about them.

(8)

PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa di mana seseorang mencari jati diri. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses pencarian jati diri, remaja sering kali mengalami hambatan yang menimbulkan dampak negatif bagi dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya. Menurut Hurlock (1999) remaja berasal dari bahasa Latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Adolescence diartikan sebagai periode transisi perkembangan antara masa anak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock, 2003). Masa remaja yaitu usia rata-rata 12 sampai 21 tahun untuk remaja putri, dan 13 sampai 22 tahun untuk remaja putra (Chaplin, 2006). Menurut Hall (dalam Santrock, 2003) masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh dengan topan dan tekanan, yang ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati. Masa remaja ini adalah masa krisis penuh ketidakpastian dan kegelisahan dalam menentukan identitas dirinya yang akan diakui

oleh dirinya sendiri dan orang lain.

(9)

Erikson (dalam Hurlock, 1999) menjelaskan bahwa identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, serta apakah ia seorang anak atau seorang dewasa. Pada masa ini remaja sedang mengalami krisis identitas, yang merupakan krisis yang paling berat dan paling berbahaya, dikarenakan penyelesaian yang gagal atau berhasil dari krisis identitas itu sendiri mempunyai akibat yang memengaruhi seluruh masa depan dari remaja, di mana mereka harus bisa menentukan siapakah dan apakah mereka ketika itu, dan ingin menjadi siapakah dan apakah mereka pada masa depan (Erikson, 1989). Tanpa penetapan suatu identitas yang terintegrasi dengan baik pada masa remaja, seorang individu selama masa dewasanya akan mengalami kesulitan terus-menerus dan tetap akan dibebani dengan berbagai macam konflik yang mengacaukan dan membingungkan (Erikson, 1989).

Menurut Erikson (dalam Santrock, 2003), remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan menderita kebingungan identitas (identity confusion). Kebingungan identitas akan mengakibatkan suasana ketakutan, ketidakpastian, ketegangan, isolasi

dan ketidaksanggupan mengambil keputusan, sehingga remaja yang tidak dapat

menyelesaikan krisis identitasnya akan menjadi seseorang yang tidak memiliki arahan

hidup yang jelas, terisolasi, kosong, cemas, bimbang, serta remaja tersebut tidak akan

siap untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi ketika memasuki masa

dewasa nantinya (Erikson, 1989). Kebingungan identitas ini disebabkan oleh ketidaksanggupan remaja untuk mengintegrasikan identifikasi-identifikasi masa kanak-kanaknya dengan tugas-tugas masa remajanya.

(10)

yang memiliki rasa kesejahteraan psikososial di mana perasaan-perasaan yang paling jelas dirasakan ialah rasa aman, dan krasan dalam dirinya sendiri. Remaja tersebut cukup mampu mengetahui dan menentukan jalan yang akan ditempuhnya ke depan, serta memiliki keyakinan batin mengenai pengakuan yang diharapkannya dari orang-orang yang penting bagi dirinya. Remaja tersebut akan tumbuh menjadi orang-orang dewasa yang dapat menerima dirinya dan orang lain, dan ia merasa bahwa ia menduduki tempat bermakna dalam keseluruhan kenyataan. Keseluruhan hal tersebut merupakan dasar yang paling baik dan kuat bagi perkembangan selanjutnya sehingga hal tersebut menjadi awal yang paling baik untuk dihadapkan dengan krisis pada masa dewasa berikutnya (Erikson, 1989).

Makna dari periode adolesensi ini terdapat dalam pergumulan keras remaja untuk merebut identitasnya sendiri, yaitu usaha menyiapkan diri untuk memasuki kehidupan sebagai orang dewasa dan mencari tempatnya sendiri yang dapat diakui oleh lingkungannya (Erikson, 1989).

Priyatno (Soenarjati, Priyanto & Suripno, 2007) mengungkapkan bahwa pada usia remaja, terjadi proses perubahan menuju kepada proses pematangan kepribadian yang penuh dengan pemunculan sifat-sifat pribadi yang terkadang berbenturan dengan rangsang-rangsang dari luar. Benturan-benturan inilah yang sering menimbulkan persoalan bagi remaja yang kadang-kadang diwujudkan dalam suatu tindakan yang menyimpang yang sering disebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja ini digolongkan dalam tindakan-tindakan yang bersifat amoral, perkelahian antar remaja, sampai pada tindak kejahatan.

(11)

sosial. Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku (Hurlock, 1999).

Kenakalan dan geng merupakan dua hal yang saling terkait, oleh karena dalam

geng terdiri dari sekumpulan para remaja yang cenderung melakukan kenakalan atau menjadi pelaku kenakalan. Menurut Chaplin (2006), geng adalah unit sosial terdiri atas individu-individu yang diikat oleh minat dan kepentingan yang sama. Seringkali, tetapi tidak selalu demikian, geng bersifat antisosial dalam pandangan dan kegiatannya. Geng identik dengan obat-obatan terlarang dan kekerasan. Dalam literatur kriminologi adanya

gagasan bahwa geng adalah kelompok sosial yang memfasilitasi kekerasan dan perilaku

illegal lainnya (Fleisher & Krienert, 2004).

(12)

Sulawesi Selatan, tepatnya di kota kecil Rantepao, ada sebuah geng yang muncul sekitar awal tahun 2011. Geng tersebut dikenal di masyarakat dengan nama Geng Predator, yang merupakan singkatan dari ”Preman dari Toraja”. Geng Predator adalah sekelompok remaja nakal yang sering berbuat onar dan selalu membuat keributan di

Toraja yang beranggotakan para remaja putri. Geng Predator terdiri dari sekumpulan gadis-gadis berusia sekitar 15-23 tahun, rata-rata pelajar SMP-SMA serta ada beberapa diantara mereka yang mahasiswa (Parubak, 2012).

Banyak laporan yang masuk di kantor kepolisian setempat mengenai munculnya

geng Predator yang dianggap meresahkan dan memunculkan kekhawatiran bagi para orang tua akan dampak negatif yang ditimbulkan bagi generasi muda terutama

anak-anak mereka. Kapolsek daerah setempat mengakui bahwa persoalan geng pelajar, seperti Predator sudah sering dibicarakan masyarakat, pihak Gereja, maupun pemerintah. Ia mengungkapkan bahwa mereka pernah menahan beberapa anggota geng Predator dan anggota dari geng itu mengakui jika mereka masuk menjadi anggota geng oleh karena tidak mendapat perhatian lebih dari orang tuanya (Palopo Pos, 2012).

(13)

terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, maupun karena krisis kasih sayang dari keluarga terdekat (Sarwono, 2003).

Keterbatasan ekonomi dapat memperlemah pengasuhan orang tua yang baik sehingga dukungan sosial dari keluarga menjadi kurang. Remaja yang miskin memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan tindak antisosial dibandingkan remaja yang keluarganya berkecukupan (Papalia, dkk., 2009). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat (Santrock, 2003).

(14)

Thomas (dalam Shoemaker, 2009) menjelaskan bahwa para remaja putri tersebut sering meninggalkan rumah demi mencari kegembiraan di luar rumah, yang kemudian membawa mereka ke dunia prostitusi yang rentan akan resiko kehamilan yang tidak diinginkan (Miller, 2011). Di sana mereka kemudian mampu memperoleh kegembiraan mereka melalui hubungan intim dengan pria untuk seks dan uang. Thomas menegaskan bahwa kenakalan remaja putri awalnya berasal dari keluarga mereka yang bermasalah (disfungsi), kemiskinan, dan kurangnya dukungan dari masyarakat. Sebelumnya, kenakalan remaja putri telah terutama terdiri dari prostitusi, namun sekarang wanita bisa ditemukan melakukan tindak kekerasan juga. Kriminolog Freda Adler (dalam Shoemaker, 2009) menjelaskan peningkatan kenakalan remaja putri melalui wawancara dengan pelaku kriminal tersebut. Ia menemukan bahwa para remaja putri pelaku kriminal tersebut percaya bahwa mereka juga bisa melakukan apapun yang dilakukan pria dan mereka tampak menikmati kegembiraan saat melakukan tindak kriminal yang demikian. Hal tersebut didorong oleh perbedaan jenis kelamin dan stereotip gender yang meyakini bahwa wanita lebih rendah daripada pria dalam berbagai hal.

Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan antisosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin”

(15)

Pola negatif di masa awal ini dapat membentuk pengaruh teman sebaya yang negatif yang mendorong perilaku antisosial (Papalia, dkk., 2009). Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (2003) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan. Pengabaian yang mereka terima dari keluarga dan masyarakat membuat para remaja mencari kegembiraan di luar hingga menemukan tempat nyaman di dalam geng.

Mereka memilih untuk bergabung dalam kelompok/geng, karena mereka ingin memiliki dan menciptakan suasana/rasa kekeluargaan (Hunt, & Laidler, 2001). Di dalam geng mereka dapat menemukan hal-hal yang tidak ditemukan dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya yaitu berupa posisi sosial, status sosial, pribadi ideal, aksi-aksi bersama, ikatan, kasih sayang, prestis, harga diri, dan rasa aman terlindungi. Mereka merasa diakui pribadi dan eksistensinya, dan merasa memiliki martabat diri. Dengan demikian, geng merupakan basis bagi perasaan diri, harga diri, dan kehormatan dirinya (Kartono, 2002).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi apa yang menjadi motivasi para remaja putri di Toraja sehingga tertarik masuk dan bergabung menjadi anggota

(16)

Manfaat dari penelitian ini bagi peneliti adalah diharapkan menjadi sarana belajar untuk dapat mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan dengan terjun langsung sehingga dapat melihat, merasakan dan menghayati bagaimana sebenarnya permasalahan yang terjadi dalam masyarakat saat peneliti melakukan penelitian. Bagi disiplin ilmu, penelitian ini dapat memberi sumbangan pengetahuan dalam bidang psikologi sosial dan psikologi perkembangan, terutama mengenai proses perkembangan remaja dalam masa mencari identitas dirinya dan kenakalan-kenakalan yang rentan mereka lakukan pada masa tersebut. Bagi partisipan diharapkan dapat memperoleh insight dalam menghadapi lingkungan baru setelah keluar dari geng Predator, sedangkan bagi lembaga-lembaga yang menangani remaja hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi positif untuk kemudian dapat memberi arahan positif kepada para remaja di Toraja agar tidak lagi terjerumus di dalam geng Predator.

METODE PENELITIAN

(17)

ini, ketiga partisipan secara berurutan masing-masing berusia 20 tahun, 18 tahun dan 17 tahun ketika wawancara dilakukan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu wawancara dan observasi. Teknik analisis data kualitatif yang akan digunakan terdiri dari empat tahapan, menurut Miles dan Huberman (dalam Herdiansyah, 2010), yaitu: Pengumpulan data, Reduksi data, Display data dan Kesimpulan. Pengujian keabsahan data digunakan untuk memastikan kebenaran dari data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan teknik trianggulasi dan member check.

HASIL PENELITIAN

Semua partisipan dalam penelitian ini ialah remaja putri keturunan asli Toraja yang pernah menjadi anggota geng Predator dan berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah kebawah yang bertempat tinggal di Kabupaten Toraja Utara. P1 dan P2 berstatus sebagai ibu muda, dimana P1 telah memiliki seorang anak dan P2 memiliki dua orang anak serta sudah menikah dua kali, sedangkan P3 masih berstatus sebagai siswi kelas 2 SMA. Ketiga partisipan masuk menjadi anggota geng Predator masing-masing pada usia 18 tahun, 17 tahun dan 15 tahun.

(18)

lebih hebat dibanding geng lainnya. Sedangkan bagi P3 persyaratan tidak perawan tersebut digunakan untuk dapat menjual diri melalui seks. Ia menjelaskan bahwa calon anggota yang masih perawan saat ingin bergabung dengan geng Predator, harus rela kehilangan keperawanannya dengan cara apapun, entah melakukan seks dengan seseorang ataupun menjual keperawanannya terlebih dahulu, setelah itu barulah ia dapat diterima menjadi anggota geng Predator. Ia menambahkan adanya syarat yang mengharuskan calon anggota mengikuti semacam upacara melepas pakaian di atas kuburan dengan maksud mengajarkan kepada anggota untuk tidak tahu malu dan berani tampil beda serta tidak takut untuk menerima resiko apapun yang dilakukan. Ada pula syarat yang diungkapkan ketiga partisipan bahwa calon anggota yang ingin masuk dalam geng Predator harus berani ditelanjangi di depan laki-laki sebagai bukti mereka berani melakukan apapun yang diperintahkan oleh senior yang ada dalam geng serta lebih kepada kepentingan menjual diri untuk mendapatkan upah.

Semua partisipan mengungkapkan adanya peraturan yang ditetapkan dan wajib dilakukan sebagai anggota geng Predator, yaitu ketika salah seorang dari anggotanya memiliki masalah perkelahian dengan orang lain, maka semua anggota geng Predator

diwajibkan ikut membantu anggota tersebut untuk melawan musuhnya, karena jika tidak turut membantu maka akan dianggap egois, tidak gentle, dan tidak akan dianggap sebagi anggota geng Predator. Sebaliknya ketika anggota yang tidak ikut membantu tersebut juga mengalami masalah, maka geng Predator juga tidak akan membantunya.

(19)

jarang pulang ke rumah. P1 dan P3 menuturkan bahwa mereka berpenampilan seksi untuk menarik perhatian laki-laki, kemudian melakukan tindak kekerasan yang melanggar aturan agar dikenal oleh masyarakat.

Adanya keinginan untuk dikenal banyak orang serta keinginan untuk memiliki banyak teman menjadi alasan kuat bagi P1 bergabung menjadi anggota geng Predator.

Alasan lainnya ialah karena ia memiliki kegemaran yang sama yaitu suka berkelahi, sehingga melalui geng Predator P1 mengharapkan akan mendapat bantuan dan pertolongan pada saat ia juga mengalami masalah dengan orang lain khususnya dalam hal perkelahian dengan sang lawan atau musuh. Adapun alasan yang memotivasi P2 untuk bergabung dengan geng Predator ialah keinginan untuk membalas budi atas apa yang telah diterimanya dari geng Predator. Selain itu, faktor kenyamanan yang didapatkan P2 ketika hidup bersama geng Predator semakin memantapkan pilihannya untuk ikut bergabung. Kehadiran, kesetiaan, serta support dan solusi yang diberikan oleh anggota geng Predator ketika ia menghadapi masalah membuatnya semakin merasakan kenyamanan. Senada dengan kedua partisipan yang lain, motivasi P3 untuk bergabung dengan geng Predator ialah adanya keinginan untuk dipandang hebat dan disegani oleh banyak orang, serta adanya kesenangan dan kebebasan yang ditawarkan di dalam geng Predator membuat ia merasa nyaman dan betah. Ia ingin selalu bersama-sama dengan geng Predator, di mana ia dapat merokok, minum-minum dan melakukan hal lainnya sesuka hatinya seperti hal yang biasanya laki-laki lakukan. Ketidakperawanannya menjadi modal baginya untuk dapat bergabung sebagaimana hal tersebut menjadi ketentuan dalam geng Predator.

(20)

P2 masuk menjadi anggota geng Predator tanpa melalui proses inisiasi dan didorong atas keinginan diri sendiri. Mereka memiliki kisahnya masing-masing yang membuat mereka tidak perlu melalui proses inisiasi oleh karena mereka sudah terlebih dahulu memenuhi kriteria dari persyaratan yang ditetapkan, sehingga mereka dianggap layak menjadi anggota geng Predator, di antaranya ialah syarat sudah tidak perawan, harus pandai berkelahi, dan harus mengonsumsi minuman keras, rokok serta narkoba. Sebaliknya, P3 harus melalui proses inisiasi dan berdasarkan ajakan dari teman ia memutuskan untuk bergabung. P3 terlebih dahulu harus melakukan hal-hal yang menjadi persyaratan yaitu merokok dan minum-minuman keras dihadapan semua anggota geng Predator, lalu diberi pertanyaan terkait orang yang telah menghilangkan keperawanannya, kemudian geng Predator sendiri yang akan menanyakan kepada orang tersebut untuk memastikan bahwa P3 benar sudah tidak perawan.

Aktivitas yang dilakukan oleh anggota geng Predator secara bersama-sama mencakup saling membantu menyelesaikan masalah khususnya dalam hal perkelahian yang dialami oleh anggota gengnya, minum-minuman keras, merokok, saling mencurahkan perasaan, bermain leng (bermain kartu) sambil berjudi, dan saling bertukar pakaian. Bagi ketiga partisipan kebersamaan yang terjalin diantara anggota

(21)

P2 mengaku bahwa dirinya tidak menjual diri melainkan hanya menipu pria hidung belang untuk mendapatkan uang, baginya ia tidak akan membuang harga diri hanya untuk mendapatkan kesenangan sesaat.

Berbeda dengan kedua pertisipan yang lain, bagi P3 berhubungan seks dipandang sebagai cara untuk menghasilkan uang dan melampiaskan hawa nafsu, karena merasa sudah terlanjur nakal sehingga ia memanfaatkan ketidakperawanannya sebagai alat untuk mendapatkan uang. Semua partisipan juga menerima uang dari seseorang yang mereka anggap sebagai bos, dan melalui perantara bos tersebut mereka kemudian diperkenalkan dengan om-om ataupun bos-bos besar. Mereka akan menerima upah ketika mereka menemani om-om untuk tidur bersama, baik itu melayani seks atau hanya menemani tidur di hotel ataupun di tempat-tempat penginapan. Terkadang mereka juga harus merelakan bagian tubuh mereka untuk diraba-raba serta diajak berfoto oleh pelanggan untuk mendapatkan upah. P1 mengaku bahwa ia merasa senang melakukan pekerjaannya tersebut karena baginya pekerjaan yang demikian lebih mudah dan cepat mendapatkan uang.

Dibalik perasaan senang dan bangga yang dirasakan ketiga partisipan karena mampu melakukan segala hal yang mereka inginkan, terselip rasa bersalah dan takut. Mereka menyadari bahwa semua kegiatan yang mereka lakukan baik itu memukul, berkelahi, mencuri, melakukan kebohongan, serta mengkonsumsi narkoba, merupakan tindakan yang salah dan tidak benar. Meski demikian mereka tetap melakukannya, karena bagi mereka hal tersebut telah menjadi kebiasaan, serta sebagai wujud dari kepatuhan mereka terhadap peraturan yang telah ditetapkan di dalam geng.

(22)

lakukan, yaitu berjudi, berkelahi, merokok, mengonsumsi narkoba dan minum-minuman keras. P1 mengungkapkan dirinya memiliki peran yang penting dalam geng Predator,

yaitu sebagai salah seorang tukang pukul karena setiap ada masalah seperti berkelahi, dirinya salah satu yang diandalkan maju melawan musuhnya, sedangkan kedua partisipan lainnya hanya merupakan anggota biasa di dalam geng Predator. Ia menginginkan diri ideal seperti sosok Sheena dalam film “Hercules”, ia ingin menjadi perempuan tangguh yang mempunyai kekuatan setara dengan laki-laki, yang ditakuti seperti bos, dan seperti seorang raja yang memiliki prajurit. P2 mengaku bahwa awalnya ia memang sudah nakal terutama sejak ia bercerai dengan suami pertamanya, dan setelah ia menjadi anggota geng Predator ia merasa dirinya semakin nakal dan menganggap dirinya sudah tidak ada artinya lagi karena sudah banyak melakukan hal-hal negatif. Sedangkan P3 memandang dirinya pribadi yang baik sebelum menjadi anggota geng Predator, namun selanjutnya ia merasa sudah hancur, rusak, bahkan liar setelah menjadi anggota geng Predator.

(23)

lakukan sehingga membuat ia merasa hidupnya lebih berharga saat berkumpul dengan masyarakat dibanding ketika ia harus keluyuran malam bersama-teman gengnya.

PEMBAHASAN

Fokus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan motivasi para remaja putri di Toraja yang tertarik masuk menjadi anggota geng Predator, menjelaskan proses inisiasi yang mereka lalui dalam geng, selain itu untuk menggambarkan aktivitas keseharian mereka serta untuk memahami pandangan mereka terhadap diri sendiri dan reaksi terhadap pandangan masyarakat. Untuk memahami proses tersebut, penting untuk mengetahui terlebih dahulu tentang identitas remaja di mana dalam hal ini merujuk pada anggota geng Predator. Menurut Erikson (1989) identitas merupakan suatu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan gambaran diri dari masa lampau dengan masa sekarang, ke dalam suatu kesatuan baru tentang siapakah dia dan siapakah dia semenjak dahulu yang diakui oleh orang lain dan dirinya sendiri. Pada masa ini, remaja sedang mengalami krisis identitas, yang merupakan krisis yang paling berat dan paling berbahaya, dikarenakan penyelesaian yang gagal atau berhasil dari krisis identitas itu sendiri mempunyai akibat yang memengaruhi seluruh masa depan dari remaja, di mana mereka harus bisa menentukan siapakah dan apakah mereka ketika itu, dan ingin menjadi siapakah dan apakah mereka pada masa depan (Erikson, 1989). Hal tersebut tergambarkan pada para remaja putri anggota geng Predator.

Motivasi untuk bergabung menjadi anggota geng Predator

(24)

perkelahian. Selain hal itu, keinginan untuk membalas budi atas apa yang telah diterimanya dari geng Predator, faktor kenyamanan, kehadiran, kesetiaan, support, dan solusi yang diberikan oleh anggota geng Predator ketika menghadapi masalah, serta adanya kesenangan dan kebebasan yang ditawarkan di dalam geng Predator yang membuat mereka merasa betah. “Selain pengen terkenal, saya juga mau masuk biar

banyak teman, terusss dimana kalau saya ada masalah saya bisa minta tolong sama geng Predator.” (P1)

Keluarga merupakan salah satu faktor timbulnya kenakalan

Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor keluarga mempunyai peran yang sangat penting, yang kemudian memunculkan dorongan atau motivasi mereka untuk ikut bergabung menjadi anggota geng Predator. Ketidakpedulian sesama anggota keluarga, dikarenakan sibuk dengan urusan masing-masing yang berdampak buruk pada relasi khususnya anak dengan orang tua, dimana orang tua jarang memberi solusi yang terbaik bagi anak-anaknya, berasal dari keluarga yang broken home, adanya sikap terlalu mengekang sehingga mengakibatkan konflik antara ibu dan anak yang berujung pada pertengkaran maupun perkelahian, pengabaian dari ayah sejak bercerai dengan ibu memunculkan dendam, serta pengalaman perceraian akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh suami.Keluarga saya itu keluarga yang broken, jarang memberi solusi yang terbaik buat anak-anaknya, mereka sibuk dengan urusannya masing-masing.” (P2)

(25)

Shoemaker (2009) menjelaskan bahwa kebanyakan remaja putri ketika ditanya mengapa mereka lari dari rumah, mereka mengatakan bahwa di dalam rumah mereka pernah mengalami kekerasan dan sering diabaikan, dan pelaku pengabaian tersebut ialah orang tua mereka sendiri di mana orang tua khususnya ayah merupakan pendukung keluarganya secara finansial. Seringkali pula didapati bahwa ada trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, maupun karena krisis kasih sayang dari keluarga terdekat (Sarwono, 2003). Seperti yang telah dijelaskan bahwa semua partisipan berasal dari keluarga yang berstatus ekonomi menengah ke bawah, kurangnya kepedulian orang tua terhadap anak, dan satu diantara mereka berasal dari keluarga yang broken home. Hal tersebut kemudian memicu dorongan untuk mencari kenyamanan di luar lingkungan rumah, yaitu dengan cara bergabung dengan geng Predator.

Proses inisiasi

Adapun proses inisiasi yang harus dilalui sebelum menjadi anggota geng Predator

yaitu, terlebih dahulu harus melakukan hal-hal yang menjadi persyaratan diantaranya merokok dan minum-minuman keras dihadapan semua anggota geng Predator, dan diberi pertanyaan terkait status keperawanannya. “Saya disuruh merokok, minum dan

ditanya masih perawan atau tidak, terus ditanya lagi siapa yang ambil perawanmu ?, saya jawab pacarku namanya LB, mereka bilang betulankah ? ki tanya itu pacarmu

kalau betul atau tidak dia yang ambil perawanmu.” (P3). Menurut Johnson dan

(26)

ini, anggota baru akan menyesuaikan diri dengan hal-hal yang dituntut oleh geng.

Tahapan yang ketiga, anggota penuh (full member), dalam tahapan ini anggota sudah cukup mapan dalam geng, sehingga memungkinkannya memperoleh status dan peran yang berbeda dengan saat berkedudukan sebagai new member. Tahapan keempat, anggota marginal (marginal member), dengan perkembangan yang ada, ada kemungkinan anggota mempunyai keraguan terhadap geng yang bersangkutan. Anggota mungkin sudah tidak cocok dengan norma-norma yang ada dalam geng, sehingga ia tidak sepenuh hati ada dalam geng yang bersangkutan. Tahapan kelima, mantan anggota (ex-member), dalam tahapan ini anggota yang bersangkutan sudah tidak terikat pada

geng semula dan ada kemungkinan ia pindah ke geng lain.

Aktivitas dan cara pemenuhan kebutuhan dalam geng

Setelah dinyatakan telah diterima menjadi anggota geng Predator, adapun aktivitas yang mereka lakukan bersama-sama dalam geng yaitu membantu menyelesaikan masalah khususnya dalam hal perkelahian yang dialami oleh anggota

(27)

pelanggan dan teman tersebut. “Eee keseharian ki yaa berkelahi yang biasanya

memang kami yang cari-cari masalah, eee kumpul sama teman-teman, eee setiap malam masuki geng-geng cowok di Rantepao dan minum bersama di tempat mereka kumpul, pergi cari om-om dimana-mana, eee masuk karaoke “Selatan” menyanyi -nyanyi temani om-om, sambil merokok dan minum.”(P3)

Perasaan dan pandangan terhadap diri sendiri sebagai anggota geng Predator Saat menjadi anggota geng Predator, mereka memandang dirinya sebagai individu yang hebat dan gaul karena hal yang laki-laki lakukan dapat juga mereka lakukan, seperti berkelahi, berjudi, merokok, mengonsumsi narkoba dan minum-minuman keras. Mereka merasa senang dan bangga karena mampu melakukan segala hal yang mereka inginkan. Mereka ingin menjadi perempuan tangguh yang mempunyai kekuatan setara dengan laki-laki, yang ditakuti, seperti bos, dan seperti seorang raja yang memiliki prajurit. “Eee pandanganku terhadap diriku, yah saya merasa gaul,

(28)

dilakukan pria dan mereka tampak menikmati kegembiraan saat melakukan tindak kriminal yang demikian. Hal tersebut didorong oleh perbedaan jenis kelamin dan stereotip gender yang meyakini bahwa wanita lebih rendah daripada pria dalam berbagai hal.

Reaksi terhadap pandangan masyarakat

Dikalangan masyarakat Toraja, geng Predator memiliki image yang sangat negatif akibat dari ulah dan tindakan mereka yang dianggap meresahkan masyarakat. Menanggapi pandangan masyarakat terhadap mereka, hanya bisa berlaku tidak peduli dan mengabaikan apapun pendapat masyarakat tentang mereka, namun ada perasaan malu dan minder ketika sedang berkumpul dengan masyarakat. Mereka menilai masyarakat sekitarnya adalah orang-orang yang suka bergosip dan suka mencampuri urusan orang lain. “Yaaa palingan saya cuek aja, nggak mau dengar apa kata mereka.”

(P1)

Menurut Erikson (dalam Santrock, 2003), remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan menderita kebingungan identitas (identity confusion). Kebingungan identitas akan mengakibatkan suasana ketakutan, ketidakpastian, ketegangan, isolasi

dan ketidaksanggupan mengambil keputusan, sehingga remaja yang tidak dapat

menyelesaikan krisis identitasnya akan menjadi seseorang yang tidak memiliki arahan

hidup yang jelas, terisolasi, kosong, cemas, bimbang, serta remaja tersebut tidak akan

siap untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi ketika memasuki masa

dewasa nantinya (Erikson, 1989). Kenakalan remaja yang dilakukan oleh anggota geng Predator merupakan dampak dari kebingungan identitas, di mana suasana ketidakpastian serta ketegangan yang mereka hadapi tergambarkan lewat perilaku dari

(29)

menyebabkan ketegangan antara anak dan orang tua, hal tersebut kemudian

memunculkan pandangan akan arahan hidup yang tidak jelas, yang kemudian

mendorong remaja putri untuk ikut mencoba dan bergabung dalam geng Predator.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut, motivasi ketiga partisipan untuk bergabung menjadi anggota geng Predator ialah karena adanya keinginan untuk dikenal dan disegani banyak orang, keinginan untuk memiliki banyak teman, faktor kenyamanan, kehadiran, kesetiaan,

support, dan solusi yang diberikan oleh anggota geng Predator ketika menghadapi masalah, serta adanya kesenangan dan kebebasan yang ditawarkan di dalam geng Predator yang membuat mereka merasa betah berada di dalamnya. Untuk dapat masuk menjadi anggota geng Predator mereka harus melalui proses inisiasi terlebih dahulu, yaitu harus melakukan hal-hal yang menjadi persyaratan di antaranya merokok dan minum-minuman keras dihadapan semua anggota geng Predator, dan diberi pertanyaan terkait status keperawanannya. Namun, dalam hal ini hanya partisipan ketiga yang melalui proses inisiasi tersebut, sedangkan kedua partisipan lainnya tidak melalui proses inisiasi oleh karena alasan tertentu yang membuat mereka layak menjadi anggota geng

tanpa perlu melalui proses inisiasi.

(30)

bermain kartu (leng) sambil berjudi, dan saling bertukar pakaian. Aktivitas tersebut yang dilakukan secara bersama-sama, menimbulkan perasaan nyaman dan kekeluargaan yang justru tidak mereka dapatkan dalam keluarga. Ketidakpedulian sesama anggota keluarga, dikarenakan sibuk dengan urusan masing-masing yang berdampak buruk pada relasi khususnya anak dengan orang tua, dimana orang tua jarang memberi solusi yang terbaik bagi anak-anaknya, berasal dari keluarga yang broken home, adanya sikap terlalu mengekang sehingga mengakibatkan konflik antara ibu dan anak yang berujung pada pertengkaran maupun perkelahian, pengabaian dari ayah sejak bercerai dengan ibu memunculkan dendam, serta pengalaman perceraian akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh suami membuat ketiga partisipan kemudian mencari kenyamanan dan menciptakan suasana kekeluargaan di luar rumah yang dalam hal ini di dalam geng Predator. Demi menafkahi kehidupan mereka di dalam geng, mereka dihadapkan pada tuntutan untuk mencari uang salah satunya dengan cara menjual diri terlebih untuk melayani para pelanggan yang nota bene adalah om-om.

(31)

Dalam menanggapi pandangan masyarakat terhadap mereka, ketiga partisipan hanya bisa berlaku tidak peduli dan mengabaikan apapun pendapat masyarakat tentang mereka, namun dibalik itu ada perasaan malu dan minder ketika sedang berkumpul dengan masyarakat sekitar.

Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat diberikan peneliti dari penelitian ini yaitu :

1. Bagi partisipan, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman

kepada partisipan untuk mengerti bahwa hal-hal yang telah mereka alami

merupakan pengalaman berharga yang juga merupakan sebuah proses untuk

melihat diri lebih jauh karena menyangkut tentang penetapan identitas diri untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi.

2. Bagi orang tua, diharapkan para orang tua dapat belajar dari apa yang telah terjadi terhadap anak mereka sebagai bahan edukasi untuk memperbaiki hubungan dalam

keluarga, terutama dalam hubungannya dengan anak.

3. Bagi peneliti selanjutnya, yaitu untuk melakukan penelitian dengan memfokuskan pada relasi anggota geng Predator dengan keluarga, teman sebaya dan masyarakat sebagai salah satu faktor munculnya perilaku nakal mereka. Selain hal tersebut, peneliti selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam mengenai makna hidup anggota

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, J.P. (2006). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Erikson, E.H. (1989). Identitas dan siklus hidup manusia, bunga rampai I. Jakarta: Gramedia.

Erikson, E.H. (2002). Identitas diri, kebudayaan, dan sejarah: Pemahaman dan tanggung jawab, bunga rampai II . Ledalero-Maumere-Flores: Lembaga Pembentukan Berlanjut Arnold Janssen (LPBAJ).

Erikson, E.H. (2010). Childhood and society: Karya monumental tentang hubungan penting antara masa kanak-kanak dengan psikososialnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fleisher, M.S., & Krienert, J.L. (2004). Life-course events, social networks, and the emergence of violence among female gang members. Journal of Community Psychology, 5, 607-622.

Herdiansyah, H. (2010). Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial.

Jakarta: Salemba Humanika.

Hunt, G., & Laidler, K.J. (2001). Situations of violence in the lives of girl gang members. Health Care for Women International,22, 363-384.

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kartono, K. (2002). Patologi sosial 2. Kenakalan remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Miller, E., Levenson, R., Herrera, L., Kurek, L., Stofflet, M., & Marin, L. (2011). Exposure to partner, family, and community violence: Gang-affiliated Latina women and risk of unintended pregnancy. Journal of Urban Health: Bulletin of

the New York Academy of Medicine,1, 74-86.

Palopo Pos. (2012). Orang tua harus waspadai geng predator. Diakses Mei 12, 2012 dari http://www.palopopos.co.id/?vi=detail&nid=51583.

Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2009). Human development: Perkembangan manusia (jilid 2).Jakarta: Salemba Humanika.

Parubak, F.G. (2012). Predator toraja. Diakses Maret 13, 2012 dari

(33)

Santrock, J.W. (2007). Remaja (jilid 1). Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S.W. (2003). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Shoemaker, D.J. (2009). Juvenile delinquency. United States of America: Rowman & Littlefield.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja Anggota Geng Motor.. Yogyakarta:

Perbedaan Kompetensi Interpersonal antara Remaja yang tinggal di Panti Asuhan dan Remaja yang tinggal bersama Orang tua. Sering kali masa remaja di definisikan dengan masa

Dari hasil analisis data ditemukan bahwa remaja madya yang tinggal di rumah memiliki perbedaan kemandirian belajar dengan remaja madya yang tinggal di kost, dan remaja

Remaja sekolah yang menjadi anak PPA (Pusat Pengembangan Anak) lebih mengetahui konsep dirinya dibandingkan dengan remaja putus sekolah, seperti pendapat Rogers

Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat Toraja dalam upacara Rambu Solo’ terdapat tradisi Mantunu Tedong , yang mana terdapat tindakan memberikan korban

Analisa Faktor-Faktor Penyebab Motivasi Pemuda-Pemudi Terpantau Kurang dalam Pelayanan Sekolah Minggu Di Gereja Toraja jemaat Sinar Mahakam Kalimantan Timur. Setelah

merupakan sebuah keyakinan yang mengajarkan tentang hidup dan kehidupan menurut orang toraja sejak dari nenek moyang mereka hingga saat ini masih tetap berakar

51 Dalam hal ini Gereja Toraja Jemaat Tilengko sudah melakukan analisis iman; pa’ wai mata bagi Gereja adalah bagian dari pelayanan kepada mereka yang berbeban berat, dimana