• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan motivasi dan hasil belajar IPA menggunakan Fabel Aesop untuk siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan motivasi dan hasil belajar IPA menggunakan Fabel Aesop untuk siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016 2017"

Copied!
339
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA

MENGGUNAKAN FABEL AESOP

UNTUK SISWA KELAS III SD KANISIUS CONDONGCATUR

TAHUN PELAJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Alfa Mitananda Christi

NIM: 131134157

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA

MENGGUNAKAN FABEL AESOP

UNTUK SISWA KELAS III SD KANISIUS CONDONGCATUR

TAHUN PELAJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Alfa Mitananda Christi

NIM: 131134157

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Atas karunia-Nya peneliti dapat berkuliah dan menyelesaikan S1 ini dengan

baik. Karya ini peneliti persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus, the real team in my life.

2. Arida Micalena selaku ibu, sahabat sekaligus saudara yang selalu

memberikan dukungan dan doa.

3. Bapak Sutarjo dan Christina Devi Alfianti yang mendukung dan memberikan

motivasi selama kuliah.

4. Teman-teman PGSD Sanata Dharma angkatan 2013 yang telah berjuang

bersama selama perkuliahan.

5. Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan

pengalaman dan ilmu yang sangat berharga bagi penulis selama melakukan

(6)

v MOTTO

“Dalam hari yang terburuk sekali pun, akan selalu ada setidaknya satu alasan untuk bersyukur hari ini.”

__ Alfa __

“Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia

menyembunyikan aku dalam persembunyian di dalam kemah-Nya, ia mengangkat

aku ke atas gunung batu.”

__ Mazmur 27: 5 __

“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.”

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN FABEL AESOP

UNTUK SISWA KELAS III SD KANISIUS CONDONGCATUR TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Alfa Mitananda Christi Universitas Sanata Dharma

2017

Observasi dan wawancara dengan guru mengenai proses pembelajaran IPA menunjukkan bahwa kegiatan belajar siswa selama pembelajaran kurang variatif. Peneliti berasumsi, hal ini mengakibatkan motivasi dan hasil belajar yang rendah. Hal ini mendorong peneliti melakukan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA menggunakan fabel Aesop. Penelitian dilakukan selama 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 27 siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dokumentasi, kuisioner, wawancara, observasi, dan tes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor motivasi seluruh siswa dari kondisi awal 60,9 menjadi 74,9 pada siklus I dan meningkat menjadi 82,9 pada siklus II. Persentase siswa yang memiliki motivasi tinggi juga mengalami peningkatan dari kondisi awal 41,7 % menjadi 63,0% pada siklus I dan meningkat menjadi 87,5% pada siklus II.

Peningkatan hasil belajar dilihat dari adanya peningkatan rata-rata nilai kelas dari kondisi awal 66,6 menjadi 75,8 pada siklus I dan meningkat menjadi 76,8 pada siklus II. Persentase siswa yang lulus KKM juga mengalami peningkatan dari kondisi awal 25,9 % menjadi 55,6% pada siklus I dan meningkat menjadi 62,5% pada siklus II.

Penggunaan modifikasi fabel Aesop untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA dapat dilakukan dengan cara mengombinasikan berbagai macam kegiatan belajar mengajar dengan modifikasi cerita fabel. Kegiatan yang dikombinasikan dengan fabel Aesop dalam penelitian ini adalah menyimak modifikasi cerita fabel, membaca modifikasi cerita fabel, diskusi kelompok, tanya jawab, mengamati percobaan, melakukan percobaan, menyimak video dan, mengamati gambar.

(10)

ix ABSTRACT

IMPROVING MOTIVATION AND LEARNING ACHIEVEMENT IN SCIENCE USING AESOP FABLES FOR THIRD GRADE STUDENTS OF

KANISIUS CONDONGCATUR ELEMENTARY SCHOOL IN THE ACADEMIC YEAR 2016/2017 action research to improve students motivation and learning achievement in science using Aesop‟s fables. This research consisted of 2 cycles. Each of the cycles consisted of four stages, including plan, action, observation, and reflection. The subject of this research was 27 third grade students of Kanisius Condongcatur Elementary School in the Academic Year 2016/2017. The data collection techniques in this research were documentation, questionnaire, interview, observation, and test.

The results of this classroom action research showed that the average motivation score of all students was 60,9 in early condition and increased to 74,9 in cycle I, and 82,9 in cycle II. The percentage of students who had high motivation also increased from 41,7% in early condition to 63,0% in cycle I, and 87,5% in cycle II.

Learning achievement improved from 66,6 in early condition to 75,8 in cycle I, and 76,8 in cycle II. The percentage of Minimum Criteria of Mastering Learning achievement also increased from 25,9% in early condition to 55,6% in cycle I, and 62,5% in cycle II.

The improvement of motivation and learning achievement in science using Aesop fables was done by combination of the various learning activities with modifie fables. The activities combined with modified fables were listening attentively to the modified fables, reading the modified fables, group discussion, Questioning & Answering, observing the experiment, doing experiment, watching video, and observeing the picture.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat,

berkat, dan kasihNya yang melimpah, sehingga skripsi yang berjudul

“Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Fabel Aesop

untuk Siswa Kelas III SD Kanisius Condongcatur Tahun Pelajaran 2016/2017” dapat peneliti selesaikan dengan baik. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Peneliti menyadari

bahwa penelitian ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, dengan segenap hati peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech selaku dosen pembimbing I yang

telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dalam

pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

5. Ibu Theresia Yunia Setyawan, S.Pd., M,Hum. selaku dosen pembimbing II

yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran

dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

6. Ibu Paulina Rukun Triandari, S.Pd. selaku Kepala Sekolah Dasar Kanisius

(12)

xi

7. Ibu Agustina Tensianingrum, S.Pd selaku guru kelas III Sekolah Dasar

Kanisius Condongcatur yang telah memberikan waktu, masukan dan

membantu dalam penelitian ini.

8. Arida Micalena, selaku ibu, sahabat dan saudara yang selalu memberiku

semangat, kasih sayang, doa serta alasan untuk tersenyum dan berjuang setiap

harinya.

9. Bapak Sutarjo selaku ayah dan saudariku Christina Devi Alfianti yang

memberiku doa dan semangat untuk berjuang.

10. Wismaya, Erwinda, Ria dan Dana teman satu kelompok penelitian yang

bersama-sama berjuang serta saling memberikan semangat dan masukan serta

nasehat.

11. Yovita, Runi, Dona yang membantu dan memberikan semangat.

12. Teman-teman cabe (Tece, Dona, Ayak, Retno, Mariyah, Vani, Rani), teman TK,

teman SMP, teman GKBI, sahabat sejak SMA enam menara (Estu, Tiwi, Vedha,

Meri, Dita), teman-teman PGSD USD angkatan 2013, dan semua pihak yang

telah memberikan dukungan secara langsung maupun tidak langsung dalam

penyelesaian skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan sehingga peneliti akan selalu siap untuk menerima masukan dengan

senang hati. Semoga skripsi ini berguna bagi peneliti khususnya dan para

pembaca pada umumnya.

(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

B. Penelitian yang Relevan ... 30

(14)

xiii

2. Analisis Daata Peningkatan Hasil Belajar... 69

I. Indikator dan Pengukuran Keberhasilan ... 70

BAB IV DESKRIPSI, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

A. Deskripsi Penelitian ... 73

B. Keterbatasan Penelitian ... 125

C. Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127

LAMPIRAN ... 129

(15)

xiv

Tabel 3.7 Klasifikasi Validasi Perangkat Pembelajaran ... 57

Tabel 3.8 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Siklus I ... 57

Tabel 3.9 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Siklus II ... 58

Tabel 3.10 Hasil Validasi Instrumen Penelitian ... 59

Tabel 3.11 Hasil Uji Validasi Soal Siklus I ... 62

Tabel 3.12 Hasil Uji Validasi Soal Siklus II ... 63

Tabel 3.13 Hasil Uji Reliabilitas Soal Evaluasi ... 65

Tabel 3.14 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 66

Tabel 3.15 Indeks Kesukaran Soal Evaluasi Siklus I dan II ... 66

Tabel 3.16 Klasifikasi Tingkat Motivasi Belajar ... 68

Tabel 3.17 Indikator Keberhasilan ... 70

Tabel 4.1 Ketercapaian Siklus I ... 83

Tabel 4.2 Pencapaian Siklus II ... 93

Tabel 4.3 Hasil Kuisioner Motivasi Belajar pada Kondisi Awal ... 95

Tabel 4.4 Rata-Rata Skor Motivasi Tiap Indikator pada Kondisi Awal ... 96

Tabel 4.5 Hasil Kuisioner Motivasi Belajar Siklus I ... 97

Tabel 4.6 Rata-Rata Skor Motivasi Tiap Indikator pada Siklus I ... 99

Tabel 4.7 Hasil Kuisioner Motivasi Belajar Siklus II ... 99

Tabel 4.8 Rata-Rata Skor Motivasi Tiap Indikator pada Siklus II ... 101

Tabel 4.9 Pencapaian Motivasi Belajar ... 101

Tabel 4.10 Data Nilai Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Awal ... 104

Tabel 4.11 Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 105

Tabel 4.12 Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 106

Tabel 4.13 Pencapaian Hasil Belajar ... 108

Tabel 4.14 Rekapitulasi Peningkatan Motivasi Belajar ... 117

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan ... 32

Gambar 2.2 Kerangka Bepikir ... 35

Gambar 3.1 Gambar Siklus PTK Kemmis dan Mc Taggart ... 38

Gambar 4.1 Guru Menggunakan Tokoh Fabel yang Familier Bagi siswa ... 110

Gambar 4.2 Guru Menyampaikan Materi Menggunakan Media Fabel ... 111

Gambar 4.3 Siswa Mengamati Percobaan yang Dilakukan Oleh Guru ... 112

Gambar 4.4 Siswa Bekerjasama dalam Menyelesaikan LKS Siklus I ... 113

Gambar 4.5 Antusiasme Siswa Saat Melakukan Tanya Jawan di Siklus II ... 114

Gambar 4.6 Penerapan Energi Gerak dalam Kehidupan Sehari-hari ... 115

Gambar 4.7 Guru Menyampaikan Materi Energi Gerak dan Manfaatnya ... 115

Gambar 4.8 Motivasi Menyelesaikan Tugas Melalui Diskusi ... 120

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 130

Lampiran 2 Data Awal... 133

Lampiran 3 Perangkat Pembelajaran Sesudah di Validasi ... 148

Lampiran 4 Instrumen Penelitian Sesudah di Validasi ... 197

Lampiran 5 Validitas, Reliabilitas, dan Indeks Kesukaran ... 213

Lampiran 6 Hasil Kerja Siswa ... 290

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan secara umum adalah proses perubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pembelajaran dan pelatihan, proses, perbuatan, dan cara mendidik.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan Negara ( UU Sidiknas, 2003: 1).

Pendidikan memiliki tujuan yang harus dicapai yaitu meningkatkan

kemampuan siswa baik dalam bidang akademis maupun non akademis. Bidang

akademis bisa ditingkatkan melalui berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Pada

jenjang Sekolah Dasar, IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan salah satu

pelajaran yang cukup berpengaruh. Menurut Samatowa (2011: 3) IPA bukan

sekedar sesuatu yang dihafalkan, tetapi juga memerlukan kegiatan atau kerja

dilakukan oleh siswa misalnya melalui beberapa percobaan. Sehingga dalam

pelaksaan pembelajaran IPA siswa harus ikut berpartisipasi aktif agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai. Mata pelajaran IPA juga merupakan dasar penting

bagi anak untuk berlatih berpikir secara sistematis. Meskipun materi IPA sangat

dekat dengan konteks kehidupan sehari-hari, namun apabila dalam

penyampaiannya guru hanya menggunakan penjelasan verbal yang konvensional

(19)

2

untuk mengikuti pelajaran. Pernyataan di atas didukung dengan penjelasan Piaget

(dalam Hosnan 2016: 135) bahwa pendidikan IPA untuk anak yang berada dalam

tahap berpikir intuitif dan tahap berpikir konkrit harus bekerja dengan benda-benda

konkret terlebih dahulu sebelum mereka dapat menangkap dan memahami hal-hal

yang bersifat abstrak.

Pembelajaran IPA akan dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan

yang telah ditentukan sebelumnya. Salah satu tujuannya dapat dilihat dari hasil

belajar. Untuk mencapai hasil belajar yang baik dalam suatu pembelajaran,

diperlukan adanya motivasi selama pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukan oleh Hamalik (dalam Kompri, 2015: 231) bahwa motivasi sangat

menentukan tingkat berhasil tidaknya kegiatan belajar siswa, tanpa adanya

motivasi kemungkinan berhasil akan lebih kecil. Motivasi yang tinggi akan

menghasilkan keberhasilan belajar yang tinggi. Secara umum, motivasi adalah

harapan serta usaha dalam diri yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang

untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya. Motivasi belajar siswa dapat dilihat

melalui pedoman wawancara dan observasi yang mengacu pada enam indikator

yaitu: (1) siswa memiliki keinginan untuk belajar, (2) siswa memiliki dorongan

dan kebutuhan dalam belajar, (3) siswa memiliki semangat selama pembelajaran,

(4) siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, (5) adanya penghargaan dalam

pembelajaran, dan (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif. Keenam

indikator ini akan dibahas lebih lanjut pada BAB II dan BAB III.

Peneliti melakukan observasi dan wawancara pra-penelitian untuk

mengetahui bagaimana tingkat motivasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan

(20)

Oktober 2016, peneliti mengetahui bahwa siswa masih kesulitan untuk memahami

konsep IPA yang sifatnya abstrak (Lampiran 2.3 dan Lampiran 2.4). Selain itu

metode penyampaian materi selama observasi yang kurang variatif membuat

siswa kurang termotivasi. Hal itu tampak dari sikap siswa selama observasi

berlangsung, ada beberapa siswa yang harus disuruh dulu untuk menyiapkan buku

pelajaran, bahkan ada satu anak berpura-pura tidak membawa buku agar tidak

mengerjakan. Ketika guru menuliskan di papan tulis siswa berbicara dengan

temannya, ada siswa yang menari, gulat, bermain, bertengkar dengan teman.

Ketika guru menyampaikan materi lisan terlalu lama (lebih dari 15 menit) hampir

setengah kelas yang awalnya memperhatikan mulai berbicara dengan teman di

sekitarnya.

Menurut hasil wawancara, peneliti memperoleh informasi bahwa guru

merasa kesulitan untuk menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dalam

mengajarkan IPA selama ini. Guru juga merasa kesulitan dalam memfokuskan

perhatian siswa pada pelajaran, yaitu ketika siswa sudah mulai berbicara dengan

teman-temannya. Selain itu guru belum pernah menggunakan cerita sebagai media.

Peneliti juga mengumpulan data dari kuisioner yang telah diisi oleh siswa untuk

mengetahui tingkat motivasi awal pada siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur.

Kuisioner tersebut berisi 18 pernyataan yang harus di jawab oleh siswa dalam

bentuk jawaban “ya atau tidak”. Pernyataan-pernyataan yang terdapat pada

kuisioner mengacu pada enam indikator motivasi yang telah dirumuskan. Data

kuisioner menunjukkan bahwa motivasi siswa selama pembelajaran IPA masih

masuk dalam kategori “motivasi sedang” (Tabel 3.16) dan persentase siswa

(21)

Rata-rata skor untuk indikator siswa memiliki keinginan untuk belajar

adalah 63,5. Rata-rata skor untuk indikator siswa memiliki dorongan dan

kebutuhan dalam belajar adalah 62,5. Rata-rata skor untuk siswa memiliki

semangat selama pembelajaran adalah 56,9. Rata-rata skor untuk indikator siswa

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi adalah 70,8. Rata-rata skor untuk indikator

adanya penghargaan dalam pembelajaran adalah 45,8. Rata-rata skor untuk

indikator adanya lingkungan belajar yang kondusif adalah 73,6. Secara

keseluruhan persentase siswa dengan motivasi tinggi hanya sebesar 41,7%.

Peneliti juga mengumpulkan dokumentasi nilai ulangan harian dan UTS

siswa kelas III di SD Kanisisus Condongcatur, nilai tersebut masih berada di

bawah KKM yang sudah ditentukan. KKM adalah kriteria ketuntasan minimal

pada mata pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah. KKM

mempertimbangkan tiga aspek dalam pembuatannya, yaitu karakteristik mata

pelajaran atau kompeksitas, kondisi sekolah atau daya dukung dan karakteristik

peserta didik atau intake. Ketiga aspek ini dikelompokkan ke dalam ranah kognitif,

afektif dan psikomotor yang kemudian di hitung rata-ratanya. Dalam pembuatan

KKM, guru kelas III telah mempertimbangkan ketiga aspek tersebut dan telah

disetujui oleh kepala sekolah dalam rapat kurikulum di awal tahun pelajaran.

KKM untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tahun pelajaran 2016/2017 di

SD Kanisius Condongcatur adalah 70 (Lampiran 2.5).

Peneliti menduga bahwa rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa pada

mata pelajaran IPA karena metode pengajaran yang digunakan kurang variatif.

Peneliti ingin melakukan penelitian yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil

(22)

dan menarik. Peneliti memilih media fabel yang sudah dimodifikasi sebagai media

yang akan digunakan dalam pembelajaran pada penelitian ini.

Definisi fabel menurut Nurgiyantoro (2005: 190) adalah salah satu bentuk

cerita tradisional yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita. Binatang

adalah makhluk yang ada di sekitar dan sangat familiar bagi anak, sehingga anak

dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya imajinasinya.

Keputusan peneliti untuk melakukan penelitian pada pembelajaran yang

menggunakan cerita fabel juga diperkuat oleh salah satu penelitian di Amerika

pada tahun 1980 (dalam Nurgiantoro 2005: 38) bahwa anak-anak sekolah dasar

yang belajar melalui seni memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi pada

bidang IPA, Matematika, dan Bahasa dibandingkan anak yang tidak belajar

melalui seni.

Peneliti memilih fabel Aesop sebagai media dalam penelitian tindakan kelas

ini. Cerita yang akan digunakan adalah modifikasi dari fabel karya Aesop yang

berjudul Seekor Anjing, Ayam Jantan, dan Rubah yang jalan ceritanya telah dimodifikasi untuk menyesuaikan materi “Perubahan sifat benda akibat

pembakaran dan pemanasan” dan “Manfaat energi cahaya, panas, gerak dan bunyi

dalam kehidupan sehari-hari”. Penulis memilih fabel Aesop karena Aesop sendiri

sangat terkenal dengan fabel-fabel singkat yang mengandung pesan moral

sehingga akan sesuai jika digunakan untuk mengajarkan nilai afektif pada siswa.

Selain itu tokoh binatang dalam cerita ini juga sangat familier di kalangan

anak-anak dan dapat dikaitkan dengan pembelajaran IPA, serta cerita ini memiliki

nilai moral yang sama dengan sikap afektif yang akan diajarkan selama

(23)

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, peneliti berasumsi bahwa

inovasi baru dalam pembelajaran IPA akan meningkatkan motivasi serta hasil

belajar IPA. Peneliti menggabungkan metode ceramah dan eksperimen yang di

kemas dalam bentuk cerita fabel sebagai media untuk implementasi pembelajaran.

Sehingga peneliti membuat penelitian tindakan kelas (PTK) yang berjudul

“Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Fabel Aesop untuk Siswa Kelas III SD Kanisius Condongcatur Tahun Pelajaran 2016/2017”.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal antara lain, mata pelajaran IPA yang

diteliti adalah materi IPA SD kelas III tahun ajaran 2016/2017 yaitu materi

mengenai perubahan sifat benda akibat pembakaran dan pemanasan serta materi

mengenai manfaat energi cahaya, panas, gerak dan bunyi dalam kehidupan

sehari-hari. Kemudian hal yang ingin ditingkatkan pada penelitian ini dibatasi

pada motivasi belajar dan hasil belajar mata pelajaran IPA. Subjek dalam

penelitian ini juga dibatasi hanya pada siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur

tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 27 siswa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana penggunaan fabel Aesop dalam meningkatan motivasi dan hasil

belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun

(24)

2. Apakah penggunaan fabel Aesop dapat meningkatan motivasi belajar mata

pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran

2016/2017?

3. Apakah penggunaan fabel Aesop dapat meningkatan hasil belajar mata

pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran

2016/2017?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Menjelaskan bagaimana penggunaan fabel Aesop dalam peningkatan

motivasi dan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius

Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017.

2. Penggunaan fabel Aesop untuk meningkatan motivasi belajar mata pelajaran

IPA siswa kelas kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran

2016/2017.

3. Penggunaan fabel Aesop untuk meningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA

siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau

masukan dalam bidang pendidikan sebagai salah satu cara meningkatkan motivasi

(25)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Siswa dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA dengan

menggunakan media dan cara penyampaian materi yang menyenangkan.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi guru untuk lebih

meningkatkan kreativitasnya dalam mengajar sehingga dapat membantu

meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pihak

sekolah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA kelas III SD dengan

menambah referensi buku pelajaran IPA dan Buku cerita.

d. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menggunaan modifikasi fabel Aesop untuk meningkatkan

motivasi belajar dan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius

Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017.

F. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan

sebagai berikut.

1. Motivasi belajar adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan

seseorang untuk melakukan kegiatan belajar agar mencapai tujuan yang

dikehendaki.

2. Hasil belajar adalah peningkatan kemampuan kognitif yang merupakan hasil

(26)

3. Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa alam yang

terjadi secara sistematis dan saling berkaitan.

4. Fabel Aesop adalah cerita yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi

manusia baik karakter, budi pekerti, dan menyampaikan informasi-informasi

serta pesan moral yang ditulis oleh Aesop.

5. Siswa Kelas III SD adalah siswa yang berada pada jenjang pendidikan

Sekolah Dasar yang berusia 8-9 tahun yang memiliki kemampuan kognitif

(27)

10

Banyak pengertian motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, motivasi

dipandang sebagai usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau

kelompok tertentu bergerak melakukan sesuatu yang dikehendakinya atau

mendapatkan kepuasan dengan perbuatannya. Pendapat mengenai motivasi

disampaikan oleh Dimyati (2006: 80) bahwa motivasi adalah dorongan mental

dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia,

termasuk perilaku belajar. Kompri (2015: 4) juga menyebutkan bahwa motivasi

adalah suatu dorongan dari dalam individu untuk melakukan suatu tindakan

dengan cara tertentu sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Kedua

pendapat tersebut sama-sama menyebutkan bahwa motivasi merupakan dorongan

dari dalam diri manusia yang mana merupakan motivasi intrinsik. Sumadi

Suryabrata (dalam Kompri, 2015: 6) mengatakan pendapatnya mengenai motivasi

intrinsik, yaitu motif yang sudah ada dalam diri individu dan dapat berfungsi

tanpa harus adanya dorongan dari luar. Dorongan dari dalam diri inilah yang

menjadikan seorang individu mempunyai alasan untuk melakukan sebuah usaha

atau perbuatan. Setiap siswa yang belajar tentunya diharapnya memiliki motivasi

intrinsik, karena ini menunjukkan bahwa siswa memiliki kesadaran untuk belajar

(28)

Motivasi juga bisa didapatkan melalui lingkungan sekitar, atau disebut juga

motivasi ekstrinsik. Perbedaan dari motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik

berada pada sumber motivasinya, hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh

Aunurrahman (2012: 116) bahwa motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang

berasal dari luar diri individu. Sebagai contoh, seorang siswa akan lebih giat

belajar jika ia diberitahu bahwa sebentar lagi akan ada ujian. Contoh lain, Ani

sebelumnya malas untuk membaca buku, tetapi ia menjadi senang membaca

karena buku ensiklopedi yang ada di perpustakaan karena menarik dan penuh

gambar berwarna. Seorang guru biasanya juga memanfaatkan motivasi ekstrinsik

untuk meningkatkan semangat belajar siswa (Djamarah, 2011: 158).

Dorongan dari dalam (kekuatan mental) dan pengaruh dari luar akan

berpengaruh pada kemajuan individu tersebut (Dimyati, 2006: 84). Motivasi

intrinsik dan ekstrinsik sama pentingnya bagi perkembangan individu. Motivasi

intrinsik yang sudah ada dapat diperkuat oleh motivasi ekstrinsik, yaitu saat

seorang siswa memiliki semangat belajar karena ia merasa bahwa ilmu merupakan

sesuatu yang ia butuhkan dan ia menjadi lebih semangat belajar ketika orang

tuanya memberi dukungan dan semangat. Demikian juga, motivasi ekstrinsik

dapat memunculkan kesadaran dari dalam diri sehingga berubah menjadi motivasi

intrinsik. Dimyati (dalam Aunurrahman, 2012: 117) mengatakan proses perubahan

motivasi pada seseorang ini disebut transformasi motif.

Orang yang termotivasi akan menunjukkan ketertarikan dan kegigihan

dalam melakukan suatu kegiatan. Orang yang termotivasi akan menunjukkan

perubahan sikap menjadi lebih berminat, lebih bersemangat, lebih mempunyai

(29)

diungkapkan oleh Santrock (dalam Kompri 2015: 3) bahwa motivasi adalah

proses yang memberi semangat, arah, serta kegigihan perilaku yang penuh energi,

terarah, dan bertahan lama pada diri seseorang. Berdasarkan beberapa pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang menggerakkan

serta mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya.

b. Pengertian Belajar

Setelah mengetahu pengertian motivasi, akan dibahas terlebih dahulu

pengertian dari belajar sebelum membahas mengenai motivasi belajar. Menurut

Gagne (dalam Kompri, 2015: 220) belajar merupakan kegiatan kompleks yang

distimulasi oleh lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh seseorang,

sehingga menghasilkan suatu kapabilitas. Pendapat lain disampaikan oleh Abdilah

(dalam Aunurahman, 2012: 35) yang menyebutkan bahwa belajar adalah suatu

usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku melalui

latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Sedangkan Dimyati (2006: 36)

mengatakan bahwa belajar adalah perilaku kompleks dalam waktu lama yang

dialami oleh orang yang sedang belajar. Ketiga pendapat tersebut menyebutkan

bahwa belajar haruslah dalam bentuk kegiatan atau usaha yang dilakukan secara

nyata oleh seorang individu. Belajar juga harus melalui proses yang membutuhkan

waktu dan kontinuitas, entah itu berupa pengalaman, latihan, mengamati, dan

mendengarkan pun termasuk bagian dari belajar. Semua usaha yang dilakukan ini

akan membentuk perubahan positif pada individu yang menghasilkan suatu

peningkatan kemampuan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sesuai

(30)

Pendapat lain tentang belajar juga dikemukakan oleh Gredler (dalam

Dimyati, 2006: 11) mengatakan bahwa belajar merupakan interaksi antara

keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan stimulus dari luar. Selain harus

berupa usaha nyata, memerlukan proses, menghasilkan perubahan, dan mencapai

tujuan, belajar juga merupakan bentuk interaksi dengan lingkungan sekitar.

Seorang individu sudah memiliki konsep belajar yang sederhana, kemudian ia

belajar dengan melihat, mengamati, dan mengolah data yang ada di lingkungan

dan membentuk suatu pemahaman baru (Keraf, 2013: 58-62). Sehingga peneliti

dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha secara sadar yang

dilakukan individu untuk menghasilkan kemampuan serta mencapai tujuan

melalui pengalaman dan latihan yang didukung oleh lingkungan.

c. Pengertian Motivasi Belajar

Pengertian motivasi yang sudah peneliti simpulkan di atas adalah dorongan

yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan yang

dikehendakinya. Sedangkan belajar adalah suatu usaha secara sadar yang

dilakukan individu untuk menghasilkan kemampuan melalui pengalaman dan

latihan yang didukung oleh lingkungan. Pendapat mengenai pengertian motivasi

belajar disampaikan oleh Djamarah (2011: 200) yang mengatakan bahwa motivasi

belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Siswa

belajar dapat didorong oleh kesadaran dari dalam diri sendiri. Kesadaran tersebut

dapat berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Pendapat lain

mengatakan bahwa motivasi belajar adalah kekuatan mental dalam diri seseorang

yang mendorong terjadinya belajar (Dimyati, 2006: 80). Ada pula yang

(31)

sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman,

2011: 75). Berdasarkan berbagai pendapat para ahli serta dari pengertian motivasi

dan belajar yang sudah penulis simpulkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa

motivasi belajar adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan

seseorang untuk melakukan kegiatan belajar agar mencapai tujuan yang

dikehendaki.

d. Pentingnya Motivasi Belajar

Motivasi dalam belajar sangat penting dan memiliki banyak fungsi bagi

siswa dan bagi guru selama proses belajar. Peneliti menggabungkan dua pendapat

mengenai fungsi motivasi yang dikemukakan oleh Djamarah (2011: 156-158) dan

Hamalik (dalam Kompri, 2015: 5). Kedua pendapat ini sama-sama memiliki tiga

poin yang sama secara garis besar, sehingga peneliti menggunakan semua poin

sebagai landasan mengenai fungsi motivasi belajar pada penelitian ini. Fungsi

motivasi dalam belajar akan diuraikan dalam tiga fungsi. Fungsi yang pertama

adalah motivasi sebagai pendorong perbuatan. Mulanya seorang siswa tidak

memiliki keinginan belajar, tetapi kemudian rasa ingin tahunya muncul karena ada

hal yang ingin ia ketahui. Rasa ingin tahu tersebut mendorong siswa untuk belajar

dalam rangka mencari tahu. Motivasi ini berfungsi sebagai pendorong sehingga

mempengaruhi sikap belajar seorang siswa. Maka penting bagi seorang guru

untuk memberikan apresepsi dan motivasi di awal pembelajaran agar mendorong

rasa ingin tahu para siswa.

Fungsi motivasi yang kedua adalah motivasi sebagai penggerak perbuatan.

Maksudnya adalah besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya

(32)

mempengaruhi gerakan psikomotornya. Sebagai contoh seorang siswa

mempunyai tugas rumah yang harus diselesaikan. Karena siswa tersebut ingin

mendapatkan nilai yang maksimal, maka ia mengerjakan dengan segenap jiwa

raga dan tugas pun selesai dengan lebih cepat dibandingkan siswa yang tidak

termotivasi. Fungsi motivasi yang ketiga adalah motivasi sebagai pengarah

perbuatan. Siswa yang memiliki motivasi dapat menyeleksi mana hal yang harus

dilakukan dan mana yang harus diabaikan terlebih dahulu. Sebagai contoh siswa

yang ingin memperbaiki nilai mata pelajara IPA akan berusaha belajar dengan

dengan giat dan penuh konsentrasi untuk mencapai tujuannya. Sehingga ia akan

menghindari hal-hal yang mengganggu pikirannya.

Selain kedua pendapat tersebut, Dimyati (2006: 85) juga menjabarkan lima

hal mengenai pentingnya motivasi belajar bagi siswa sebagai berikut: (1)

Menyadarkan posisi seorang siswa dalam awal belajar, proses dan hasil akhir.

Sebagai contoh seorang siswa pada mulanya belajar suatu bab dan temannya

mendapatkan nilai lebih baik pada saat evaluasi, siswa tersebut sadar akan

kedudukannya (dalam arti pemahaman belajar) dan ia terdorong untuk membaca

ulang bab yang sudah dibacanya tadi. (2) Menginformasikan tentang kekuatan

usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya. Sebagai contoh ketika

siswa melihat usaha belajar seorang teman memadai, maka ia akan berusaha

setekun temannya yang berusaha dan berhasil. (3) Mengarahkan kegiatan belajar.

Setelah diketahui bahwa dirinya belum belajar secara serius dan malah sering

bersenda gurau dengan teman, ia akan mengubah perilaku belajarnya. (4)

Membesarkan semangat belajar. Sebagai contoh siswa tertarik akan suatu materi

(33)

tentang adanya perjalanan belajar. Jika siswa telah sadar bahwa belajar, bermain,

bekerja dan istirahat haruslah bergerak berkesinambungan, maka ia tahu apa yang

harus dilakukannya agar berhasil.

Lima hal tersebut menunjukkan bahwa motivasi yang bersumber dari

kesadaran siswa memberikan kontribusi besar dalam berhasilnya usaha belajar.

Selain penting bagi siswa, motivasi belajar juga penting bagi guru. Pentingnya

motivasi belajar bagi guru adalah sebagai berikut. (1) Membangkitkan,

meningkatkan, dan memelihara semangat siswa sampai berhasil dan

mempertahankan semangat siswa dapat membantu proses pembelajaran di dalam

kelas. (2) Guru dapat menggunakan macam-macam staregi dalam belajar jika ia

sudah mengetahui berbagai macam motivasi belajar yang dimiliki siswanya. (3)

Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih perannya di dalam kelas,

seperti penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat dan pemberi

hadiah yang sudah disesuaikan dengan perilaku siswa di kelasnya. (4) Memberi

peluang guru untuk membuat rekayasa pedagogis. Tantangan profesional guru

terletak pada mengubah siswa yang tidak termotivasi menjadi semangat belajar.

Pendapat Dimyati ini sebenarnya juga tersirat tiga fungsi yang telah

disebutkan sebelumnya, perbedannya ada pada dua poin tambahan yaitu

menambah semangat belajar dan menginfomasikan kekuatan belajar. Dari ketiga

pendapat di atas, semakin diketahui bahwa motivasi dalam pembelajaran tidak

hanya memiliki fungsi bagi siswa tetapi juga memiliki manfaat bagi guru.

(34)

e. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar

Motivasi belajar sangat penting bagi siswa karena dapat mendorong,

menggerakkan, dan mengarahkan selama ia belajar. Guru dapat melakukan

sesuatu untuk memotivasi siswa dalam belajar, yaitu dengan memahami beberapa

aspek yang sesuai dengan dorongan psikologis dalam diri siswa. Aspek yang

dapat membantu guru untuk merencanakan kegiatan pembelajaran ini disebut

prinsip-prinsip motivasi belajar. Dengan memahami prinsip motivasi belajar,

diharapkan guru dapat memunculkan motivasi belajar dalam pembelajaran yang

sudah direncanakannya.

Hamalik (2006: 156-161) menguraikan prinsip motivasi belajar dalam

sembilan poin, sedangkan Fathurohman dan Suntikno (dalam Aunurrahman, 2012:

217) menyatakan sepuluh hal yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa,

kemudian Aunurrahman (2012: 117-118) menyebutkan secara singkat sepuluh

prinsip motivasi belajar. Peneliti menggabungkan beberapa poin yang memiliki

garis besar sama dari tiga pendapat ini dan peneliti memilih serta menyesuaikan

dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti. Prinsip-prinsip motivasi

belajar yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Motivasi akan bertambah jika pelajaran dirasa bermakna dan merupakan suatu

kebutuhan bagi siswa. Guru dapat mengaitkan materi dengan pengalaman masa

lalu siswa, konteks sehari-hari, minat siswa, serta manfaatnya dimasa yang akan

datang. (2) Penguatan dari guru, orang tua, dan teman seusia berpengaruh

terhadap motivasi belajar. (3) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan apa saja

kegiatan yang akan dilakukan dapat membuat siswa lebih termotivasi. (4) Siswa

(35)

macam metode belajar, berbagai macam media dan kegiatan-kegiatan baru yang

menarik bagi mereka. (5) Siswa lebih senang jika ia ikut berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran, guru bisa menerapkan diskusi, simulasi dan praktek. (6)

Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. (7) Guru dapat mengapresiasi

keberhasilan siswa dan meyakinkan siswa yang belum berhasil bahwa mereka

akan mampu mencapai pemahaman atau prestasi dengan lebih giat berusaha.

f. Indikator Motivasi Belajar

Agar mengetahui apakah seseorang sudah termotivasi tentunya akan ada

ciri-ciri yang menandakan ada tidaknya motivasi dalam diri seseorang. Uno (2009:

21) berpendapat bahwa ada sembilan indikator motivasi belajar yang dapat

menunjukkan ciri-ciri orang yang termotivasi dalam belajar. Sedangkan pendapat

yang lain dari Kompri (2015: 247) yang mengemukakan ada delapan indikator

untuk mengetahui siswa yang memiliki motivasi dalam proses pembelajaran. Pada

penelitian ini. peneliti menggunakan empat indikator motivasi belajar menurut

teori Uno (2009: 21) dan dua indikator dari Kompri (2015: 247). Peneliti memilih

untuk menggabungkan dua pendapat ini karena indikator yang ada pada Uno

dapat diperkuat dengan indikator yang dikemukakan oleh Kompri. Peneliti

memilih indikator yang paling spesifik dan tidak menggunakan

indikator-indikator dari kedua pendapat yang memiliki arti yang kurang lebih

sama. Berikut adalah indikator yang digunakan dalam penelitian ini: (1) siswa

memiliki keinginan untuk belajar, (2) siswa memiliki dorongan dan kebutuhan

dalam belajar, (3) siswa memiliki semangat selama pembelajaran, (4) siswa

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, (5) adanya penghargaan dalam pembelajaran,

(36)

Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa

motivasi belajar adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan

seseorang untuk melakukan kegiatan belajar agar mencapai tujuan yang

dikehendaki. Motivasi belajar ini berfungsi sebagai pendorong, penggerak, dan

pengarah perbuatan siswa selama pembelajaran. Agar motivasi dapat muncul,

guru perlu mempertimbangkan prinsp-prinsip motivasi selama pembelajaran dan

mengukur tingkat motivasi siswa dengan indikator motivasi.

2. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Dimyati, Woordworth, dan Djamarah merumuskan pengertian hasil belajar

yang hampir serupa. Dimyati (2005: 3) menyebutkan bahwa hasil belajar

merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan mengajar. Kemudian

menurut Woordworth (dalam Majid, 2014: 28) hasil belajar adalah perubahan

tingkah laku dan kemampuan aktual yang dapat diukur sebagai hasil dari proses

belajar. Pendapat serupa juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan

yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan belajar yang telah dilakukan oleh

individu (Djamarah, 2011: 175). Dari ketiga pendapat diketahui bahwa untuk

mendapatkan hasil belajar, diperlukan suatu proses dan tindakan. Seorang yang

mulanya belum tahu dan belum mampu akan melalui proses belajar sehingga ia

akan menjadi tahu dan menjadi mampu. Ada perubahan kemampuan yang

diharapkan muncul atau meningkat setelah berjalannya proses belajar mengajar

dan memenuhi tujuan pembelajaran yang diinginkan. Perubahan ini bisa berupa

peningkatan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal ini

(37)

bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat

diamati dan diukur dalam bentuk peningkatan pengetahuan, sikap dan

keterampilan. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh dua ahli yaitu Howard

Kingsley dan Bloom (dalam Angkowo, 2007: 52-57). Sehingga dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar adalah peningkatan kemampuan yang merupakan hasil dari

suatu proses belajar yang dilakukan oleh seseorang.

b. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Nasution (dalam Djamarah, 2011: 175) mengatakan bahwa belajar bukanlah

suatu aktivitas yang berdiri sendiri. Maksudnya disini adalah belajar merupakan

proses yang menghasilkan suatu hasil belajar, di mana ada banyak hal yang akan

mempengaruhi bagaimana kualitas dari hasil belajar yang didapatkan seseorang.

Nasution menyebutkan ada lima hal yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu

raw input, learning, teaching process, environmental input, dan instrumental input. Raw input yang merupakan bahan atau materi belajar akan melalui proses belajar mengajar. Selama proses belajar mengajar ini akan ada dukungan instrumental

seperti kurikulum, sarana, dan lain sebagainya untuk mendukung proses beajar

siswa. Selama proses belajar siswa juga tidak bisa lepas dari interaksinya dengan

lingkungan, baik itu lingkungan sekolah, tempat tinggal, atau lingkungan alam

sekitar. Semua ini dapat mempengaruhi bagaimana nantinya hasil belajar siswa

tersebut.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Djamarah (2011: 177-205) dan Munadi

(2010: 24-35) yang mengatakan bahwa ada dua faktor besar yang dapat

mempengaruhi hasil belajar, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Kedua

(38)

mengambil bagian yang dapat saling memperkuat kedua pendapat ini. Faktor dari

dalam terdiri atas faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis berupa

kondisi fisik siswa dan kesehatan panca indera siswa. Kondisi yang sehat akan

membuat siswa lebih fokus dan mudah untuk berkonsentrasi sehingga pelajaran

dapat diterima dengan maksimal. Faktor psikologis dipengaruhi oleh ketertarikan

atau perhatian, bakat, kecerdasan, motivasi dan daya nalar. Sebagai contoh ada

seorang siswa yang memiliki ketertarikan di bidang matematika, dengan dorongan

psikologis ia akan lebih giat berlatih dan mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.

Contoh selanjutnya adalah kecerdasan atau biasa disebut intelegensi juga

berpengaruh dalam menentukan hasil belajar siswa. Meski tidak menjadi ukuran

mutlak tetapi beberapa penelitian sudah mengungkapkan bahwa ada hubungan erat

antara IQ dengan hasil belajar siswa di sekolah (Nasution dalam Djamarah, 2011:

194).

Selain faktor dari dalam, faktor dari luar pun dapat mempengaruhi hasil

belajar siswa. Faktor dari luar terdiri atas faktor lingkungan dan faktor instrumental.

Faktor lingkungan meliputi lingkungan alam di sekitar siswa serta lingkungan

sosial budaya. Lingkungan sekolah yang baik tentu dapat membantu siswa untuk

lebih nyaman dan fokus dalam belajar, seperti banyak pohon sehingga

menyejukkan, jauh dari kebisingan, dan asap polusi udara. Faktor instrumental

terdiri dari kuikulum, program, sarana dan fasiltas, serta guru sebagai tenaga

pengajar. Faktor lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan

hasil belajar. Hal ini didukung oleh pendapat Clark (dalam Angkowo, 2007: 50)

yang mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh

(39)

disimpulkan bahwa motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan

faktor dari luar.

Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa hasil

belajar adalah peningkatan kemampuan yang merupakan hasil dari suatu proses

belajar yang dilakukan oleh seseorang di mana pencapaiannya dipengaruhi oleh

faktor dari dalam diri siswa tersebut dan faktor dari lingkungan.

3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) a. Pengertian IPA

Ada banyak mata pelajaran yang ajarkan di Sekolah Dasar. IPA yang

merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata

pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan

terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris Natural Science yang artinya ilmu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa, 2011: 3).

Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa IPA merupakan salah satu disiplin

ilmu yang dalam terapannya menjadi sangat penting karena mempelajari peristiwa

alam yang ada di sekitar kita.

Pendapat lain mengenai pengertian IPA juga dikemukakan oleh Powler

(dalam Samatowa, 2011: 3) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan

dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis. Artinya, pengetahuan tersebut

tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, saling berkaitan, dan saling

berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nash (dalam

Samatowa, 2011: 2) yang menyatakan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode

untuk mengamati alam. Nash menambahkan bahwa IPA mengamati dunia secara

(40)

fenomena lain sehingga membentuk prespektif baru dari objek yang diamati.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa Ilmu

Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa alam yang terjadi

secara sistematis dan saling berkaitan.

b. Pembelajaran IPA untuk Sekolah Dasar

Semua peristiwa alam di sekitar kita memiliki cakupan yang sangat luas,

mulai dari jaringan sel makhluk hidup sampai gejala alam yang terjadi di ruang

angkasa. Untuk dapat mempelajari semua hal tersebut tentunya membutuhkan

waktu yang tidak sebentar dan dibutuhkan kemampuan dasar untuk mempelajari

materi-materi ilmu tersebut. Sehingga dalam mempelajari IPA, sebaiknya materi

disesuaikan dengan faktor psikis dan fisik seseorang. Seperti yang telah

disebutkan di atas bahwa kondisi psikis dan fisik sangat mempengaruhi hasil

belajar (Djamarah, 2011: 190-203). Sebagai contoh, materi persilangan gen yang

cukup rumit hanya dapat dipelajari oleh anak yang sudah memasuki tahap

operasional formal dan harus memiliki pengetahuan awal yang akan

mendukungnya dalam mempelajari materi tersebut. Sehingga diketahui bahwa

IPA SD adalah materi dan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang khusus

ditujukan untuk siswa Sekolah Dasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Samatowa

(2011: 5) bahwa keterampilan proses IPA untuk SD harus disesuaikan dengan

tahap perkembangan kognitif siswa.

IPA bukan sekedar sesuatu yang dihafalkan, tetapi juga memerlukan

kegiatan atau kerja dilakukan oleh siswa misalnya melalui beberapa percobaan

(Samatowa, 2011: 3). Sehigga dalam pelaksaan pembelajaran IPA siswa harus ikut

(41)

pembelajaran IPA di SD memang merupakan materi yang masih mudah untuk

dipahami, namun pelajaran IPA juga merupakan dasar penting bagi anak untuk

melatih kemampuan berpikir secara sistematis. Paolo dan Marten (dalam

Samatowa, 2011: 5) mendefinisikan keterampilan proses IPA sebagai : (1)

mengamati, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) menggunakan

pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (4) menguji ramalan

(hipotesis) untuk melihat kebenarannya.

Samatowa (2011: 3) juga mengemukakan bahwa guru harus kreatif dan

selalu memperbaharui ilmu yang dimilikinya agar sejalan dengan

penemuan-penemuan baru. Serta penting untuk mengemukakan tujuan dari setiap

materi sebelum memberikan materi IPA kepada anak SD. Hal ini dilakukan agar

mereka dapat melihat hubungan antara ilmu yang dipelajari dengan penerapannya

dalam kehidupan.

Berdasarkan penjelasan yang sudah disampaikan, peneliti menyimpulkan

bahwa pembelajaran IPA untuk Sekolah Dasar adalah penyampaian materi IPA

yang sudah disesuaikan dengan kondisi fisik dan psikis siswa, dimana dalam

proses belajarnya siswa harus ikut berpartisipasi aktif agar tujuan belajar tercapai.

4. Fabel Aesop

a. Pengertian Fabel Aesop

Fabel menurut Putera (2015: 38) adalah cerita fiksi yang menokohkan

binatang sebagai lambang pengajaran moral yang biasa disebut sebagai cerita

binatang. Binatang sebagai lambang maksudnya adalah hewan memiliki sifat,

dapat berbicara, dan berekspresi layaknya manusia. Hal ini sesuai dengan

(42)

dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang, cerita berisikan

pendidikan moral dan budi pekerti (KBBI, 1997: 273). Definisi fabel juga

dijelaskan Nurgiyantoro (2005: 190), menurutnya fabel adalah salah satu bentuk

cerita tradisional yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita.

Cerita binatang (fabel) merupakan personifikasi manusia, baik dalam

karakter maupun persoalan yang diungkapkan. Tujuan dari fabel adalah untuk

menyampaikan pesan-pesan moral di dalamnya baik berupa nasihat maupun

kritikan akan disampaikan secara tersirat. Pesan yang disampaikan melalui tokoh

binatang akan membuat pembaca lebih santai (Nurgiyantoro, 2005) karena

mereka akan menikmati cerita dan tidak merasa tersinggung sebab yang tengah

dibicarakan dalam bentuk binatang. Selain itu, binatang adalah makhluk yang ada

di sekitar dan sangat familier seperti buaya, burung, ayam, harimau dan

sebagainya, sehingga anak dapat membayangkan dan menerima cerita

menggunakan daya imajinasinya. Pada umumnya cerita binatang bentuknya

singkat dan alurnya mudah dipahami. Pesan moral tidak hanya tersirat pada

karakter tokoh binatang saja, tetapi juga tersirat pada alur cerita dan bahkan ada

yang langsung tersurat dalam pesan di akhir cerita.

Berdasarkan pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa fabel

adalah cerita tradisional yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia

baik karakter, budi pekerti, maupun persoalan yang dibahas untuk menyampaikan

pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.

Seorang sejarahwan Yunani beranggapan bahwa fabel Aesop merupakan

cerita yang diperkirakan ditemukan sekitar tahun 550 SM oleh seorang pelayan di

(43)

Aesop. Dun (1970) dalam bukunya yang berjudul “Stories from Aesop” menyebutkan bahwa fabel Aesop adalah fabel yang ditulis oleh Aesop. Cerita fabel

ini dikenal dengan fabel Aesop. Banyak yang mengira bahwa semua fabel Aesop

adalah fabel yang dibuat oleh Aesop, padahal ada beberapa cerita lisan yang Aesop

temukan dari pengarang yang hidup sebelum Aesop ada (Putera, 2015: 42).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti menduga bahwa sebelum ada Aesop cerita fabel

yang diceritakan secara lisan sudah ada namun masih dalam bentuk yang

terpisah-pisah sehingga masyarakat jarang mengetahui bahwa ada berbagai macam

ceria fabel. Kemudian barulah berbagai macam cerita ini dikumpulkan oleh Aesop.

Upaya pendokumentasian dongeng Aesop dilakukan pada tahun 300 SM,

kemudian diterjemahkan ulang ke bahasa latin sekitar tahun 25 SM. Cerita fabel

dari kedua koleksi ini kemudian disatukan dan diterjemahkan ulang ke bahasa

Yunani sekitar tahun 230 M, baru kemudian cerita ini diterjemahkan ke beberapa

bahasa lain. Hadirnya mesin cetak pada abad 14 membuat seorang pengusaha

Inggris bernama William Caxton membukukan koleksi fabel Aesop pada tahun

1484 yang diberi judul Aesop‟s Fables (dalam Sarumpaet, 2010: 8, 22). Pada masa sekarang banyak fabel Aesop yang digunakan dalam menyampaikan pendidikan

moral di sekolah atau dalam berbagai macam hiburan, khususnya dalam drama

anak-anak dan kartun.

b. Manfaat Fabel untuk Pembelajaran siswa SD

Peneliti menggunakan fabel sebagai media dalam melakukan penelitian

tindakan kelas. Fabel diharapkan dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan

motivasi dan hasil belajar IPA. Rahman (2014: 174-177) menguraikan sepuluh

(44)

menyebutkan empat manfaat media pembelajaran serta Kustandi menyimpulkan

manfaat media pembelajaran ke dalam empat poin.

Peneliti menggabungkan poin yang sama dan memilih mana yang sesuai

dengan penelitian ini. Sehingga peneliti merumuskan manfaat media pembelajaran

sebagai berikut. (1) Media pembelajaran sebagai pemusat perhatian siswa

perhatiannya dari awal sampai akhir pelajaran dengan penuh konsentrasi,

sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. (2) Dengan adanya media, metode

belajar akan lebih bervariasi. Siswa dapat merasakan lebih banyak pengalaman

belajar seperti mengamati, melihat video, praktek, bermain peran, dan lain

sebagainya. (3) Media dapat mengaktifkan pembelajaran. Pembelajaran yang aktif

terbantuk ketika siswa dapat berinteraksi dengan guru, siswa lainnya, dan juga

dengan media pembelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang

berkesan bagi siswa. Dari berbagai manfaat di atas dapat simpulkan secara umum,

bahwa manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi

antara guru, siswa, dan materi sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan

efisien.

Fabel merupakan salah satu jenis dari sastra anak selain bacaan anak usia

dini, drama, puisi, komik, dan lain sebagainya. Sastra anak sendiri adalah sastra

yang ditujukan untuk anak-anak dengan bimbingan dan pengarahan oleh orang

dewasa atau masyarakat (menurut Davis, dalam Sarumpaet 2010: 2). Penggunaan

fabel dalam penelitian ini sangat mendukung kegiatan belajar yang aktif bagi

siswa SD dalam pembelajaran IPA karena dapat dikombinasikan dengan kegiatan

belajar yang bervariasi. Fabel juga memiliki tiga manfaat media yang mendukung

(45)

Seperti yang telah peneliti simpulkan di atas bahwa fabel adalah cerita

tradisional yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia baik karakter,

budi pekerti maupun persoalan yang dibahas untuk menyampaikan pesan-pesan

yang terkandung di dalamnya. Binatang merupakan makhluk yang ada di sekitar

dan sangat familier bagi anak. Sejak kecil anak sudah dikenalkan dengan binatang

entah dari lingkungan sekitar atau buku-buku bacaan untuk anak usia dini.

Dengan demikian anak dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan

daya imajinasinya. Hal ini sesuai dengan teori belajar Piaget, bahwa siswa SD

berada pada tahapan operasional konkret di mana mereka membutuhkan sesuatu

yang nyata dan kontekstual untuk dapat memahami suatu pengetahuan (Trianto,

2009: 197). Selain membuat pelajaran lebih menarik, cerita fabel juga dapat

menjadi jembatan bagi siswa untuk lebih mudah memahami materi yang bersifat

abstrak.

Keputusan peneliti untuk melakukan penelitian pada pembelajaran yang

menggunakan cerita fabel juga diperkuat oleh salah satu penelitian di Amerika

pada tahun 1980 (dalam Nurgiantoro 2005: 38) mengenai anak-anak sekolah dasar

yang belajar melalui seni ternyata memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi

pada bidang IPA, Matematika, dan Bahasa dibandingkan anak yang tidak belajar

melalui seni. Selain itu, pembelajaran menggunakan media fabel merupakan hal

yang baru bagi siswa. Karena fabel sudah mencakup semua manfaat manfaat

media dan sudah sesuai dengan prinsip motivasi belajar, sehingga dapat

disimpulkan bahwa fabel dapat digunakan sebagai media yang tepat untuk

(46)

Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa Fabel

Aesop adalah cerita yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia baik

karakter, budi pekerti, dan menyampaikan informasi-informasi serta pesan moral

yang ditulis oleh Aesop. Tokoh binatang dalam fabel sangat familier bagi anak

sehingga mereka dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya

imajinasinya. Selain itu, penggunaan fabel dalam menyampaikan pembelajaran

dapat membuat kegiatan belajar menjadi lebih menarik.

5. Siswa Sekolah Dasar

Siswa atau murid adalah komponen terpenting dalam pengajaran. Hal ini

sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik (2007: 100) yang mengatakan

bahwa tanpa adanya murid tidak akan terjadi proses pembelajaran. Siswa Sekolah

Dasar adalah siswa yang memiliki kemapuan kognitif pada tahap operasional

konkret. Siswa yang berada pada jenjang Sekolah Dasar umumnya memiliki usia

antara 7-11 tahun. Menurut Piaget, dalam tahap ini siswa sudah mampu

menyelesaikan masalah dengan menggunakan benda atau peristiwa yang konkret.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar siswa adalah pemeran

penting dalam pembelajaran, di mana ia sudah dapat menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan hal-hal konkret di sekitarnya.

Siswa Sekolah Dasar memiliki kecenderungan belajar sebagai berikut. (1)

Konkret, yakni siswa dapat belajar dari hal yang dapat dilihat, didengar, dibaui,

diraba, dan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. (2) Integratif, pada

tahap ini siswa memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan,

mereka belum mampu memilah konsep. Hal ini ditunjukkan dengan cara berpikir

(47)

yang lebih kompleks. Sehingga dalam pembelajaran harus memperhatikan urutan

logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi

(Trianto, 2009: 29; Hosnan, 2016: 133-136).

Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa dalam

penelitian ini yang merupakan subjek adalah siswa SD kelas III, yaitu siswa yang

berada pada jejang pendidikan sekolah dasar yang berusia 8-9 tahun dan memiliki

kemampuan kognitif pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini siswa

memiliki cara belajar yang konkret, integratif, dan hierarkis.

B. Penelitian yang Relevan

Perwita Sari (2017) melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD dalam Penggunaan Fabel pada Materi Penyesuaian Diri Hewan Terhadap Lingkungannya”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen. Data pada penelitian ini

diperoleh dari hasil pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu dokumentasi

dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis

adalah independent t-test. Hasil analisis data menunjukkan perbedaan skor kedua kelompok yang signifikan t(5050) = 2,286 p ≤ 0,05 dan memiliki Medium effect( efek sedang) sebesar r = 0,3 atau setara dengan 9%. Hasil analisis data kemudian dapat

dikatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa atas penggunaan media fabel.

Penelitian kedua dilakukan oleh Nuramalina (2015), memiliki judul

(48)

eksperimen yang mengaplikasikan cerita fabel sebagai media dalam pembelajaran

berbicara lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Rosela (2016) yang berjudul

“Penggunaan Media Edukasi Ular Tangga untuk Meningkatkan Motivasi dan

Hasil Belajar Peserta Didik kelas VIII A SMP Negeri 2 Mlati Sleman pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas dalam dua siklus. Penelitian ini dilakukan dalam dua

siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan

refleksi. Pengumpulan data dilakukan secara tes dan non test. Data yang telah

terkumpul kemudian dianalisis secara kuantitaitf untuk perhitungan data yang

telah diperoleh dan secara kualitatif untuk mendeskripsikan hasil. Setelah

membandingkan antara kondisi awal, siklus I dan siklus II, penelitian ini berhasil

menunjukkan bahwa menerapkan permainan edukasi ular tangga dapat

meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Mlati

pada sistem peredaran darah manusia.

Penelitian yang relevan peneliti rangkum dalam bagan yang dapat dilihat

(49)

Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan

Peneliti memilih penelitian Perwita Sari (2017) sebagai penelitian yang

relevan karena berhasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan atas Rosela (2016)

Penelitian Tindakan Kelas yang akan dilakukan

“Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA

melalui Penggunaan Modifikasi Fabel Aesop Pada Siswa Kelas III di SD Kanisius

(50)

penggunaan media fabel terhadap hasil belajar IPA siswa. Penelitian ini juga dapat

menunjukkan bahwa fabel dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu media

pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode

eksperimen, sedangkan peneliti akan melakukan penelitian dengan metode

Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pada penelitian ini, fabel dan hasil belajar

digunakan sebagai variabel. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan oleh

peneliti, fabel digunakan sebagai media dan variabel yang digunakan adalah

motivasi serta hasil belajar. Pada penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan,

peneliti tidak menggunakan kelompok lain sebagai pembanding karena peneliti

akan menggunakan fabel dalam satu kelompok kelas yang menjadi subjek

penelitian.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Nuramalina (2015), perbedaan antara

penelitian tersebut dengan peneitian yang dilakukan oleh peneliti adalah dari jenis

penelitian. Penelitian tersebut merupakan penelitian eksperimen kuantitatif

sedangkan peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Selain itu, pada

penelitian tersebut berfokus pada penggunaan fabel untuk meningkatkan

perkembangan bahasa anak, sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan

berfokus pada penggunaan media fabel untuk meningkatkan motivasi serta hasil

belajar. Dengan melihat hasil positif antara fabel dan hasil belajar dari penelitian

ini, peneliti menjadikan penelitian ini sebagai sumber yang relevan.

Peneliti memilih penelitian Rosela (2016) sebagai penelitian yang relevan

karena berhasil menunjukkan bahwa penggunaan media dapat meningkatkan

motivasi dan hasil belajar siswa, media yang digunakan sangat inovatif dan baru

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 Bagan Siklus PTK Kemmis dan Mc Taggart (dalam Kusuma dan
Tabel 3.1 menunjukkan lembar kuisioner motivasi yang telah disusun oleh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan 17 responden lainnya tidak menerapkan pertanian organik, dimana 17 responden ini tidak memperhatikan prinsip dari pertanian organik dan melakukan kegiatan usaha tani

Buñuel’in çağdaşı, hatta bir dönem sürrealist grupla da vakit geçirmiş Fran- sız psikanalist Jacques Lacan diyordu, arzu nesneleri aslında birer yansımamızdır aynadaki

Pada penetapan faktor kekritisan suku cadang mesin yang sesuai dengan kondisi suku cadang HPC di GOSP Cepu, parameter pertama yang digunakan adalah aspek

[Data Max Kredit Pelanggan] [Data Pelanggan] [Data Barang] [Data Barang] Data Barang Data Diskon [Data Diskon] Data Pegawai [Data Pegawai] [Data Pegawai] Data Jabatan Data Jabatan

JAGUNC SI'BACAI ?AXAN TERNAI( YANG

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN DALAM PENERAPAN PUTUSAN MK NO 46/PUU-VIII/2010 TENTANG ANAK LUAR KAWIN3. Pandangan Hakim

Sedangkan biaya produksi yang dicatat adalah biaya yang benar-benar telah digunakan (bukan jumlah yang dibeli/disimpan) selama setahun yang lalu oleh rumah tangga yang cara

Panel terdiri dari tiga anggota yang mendengar argumentasi dari pihak yang bersengketa dan setiap pihak ketiga yang berkepentingan.Jika panel