PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA
MENGGUNAKAN FABEL AESOP
UNTUK SISWA KELAS III SD KANISIUS CONDONGCATUR
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Alfa Mitananda Christi
NIM: 131134157
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA
MENGGUNAKAN FABEL AESOP
UNTUK SISWA KELAS III SD KANISIUS CONDONGCATUR
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Alfa Mitananda Christi
NIM: 131134157
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Atas karunia-Nya peneliti dapat berkuliah dan menyelesaikan S1 ini dengan
baik. Karya ini peneliti persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus, the real team in my life.
2. Arida Micalena selaku ibu, sahabat sekaligus saudara yang selalu
memberikan dukungan dan doa.
3. Bapak Sutarjo dan Christina Devi Alfianti yang mendukung dan memberikan
motivasi selama kuliah.
4. Teman-teman PGSD Sanata Dharma angkatan 2013 yang telah berjuang
bersama selama perkuliahan.
5. Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan
pengalaman dan ilmu yang sangat berharga bagi penulis selama melakukan
v MOTTO
“Dalam hari yang terburuk sekali pun, akan selalu ada setidaknya satu alasan untuk bersyukur hari ini.”
__ Alfa __
“Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia
menyembunyikan aku dalam persembunyian di dalam kemah-Nya, ia mengangkat
aku ke atas gunung batu.”
__ Mazmur 27: 5 __
“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.”
viii ABSTRAK
PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN FABEL AESOP
UNTUK SISWA KELAS III SD KANISIUS CONDONGCATUR TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Alfa Mitananda Christi Universitas Sanata Dharma
2017
Observasi dan wawancara dengan guru mengenai proses pembelajaran IPA menunjukkan bahwa kegiatan belajar siswa selama pembelajaran kurang variatif. Peneliti berasumsi, hal ini mengakibatkan motivasi dan hasil belajar yang rendah. Hal ini mendorong peneliti melakukan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA menggunakan fabel Aesop. Penelitian dilakukan selama 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 27 siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dokumentasi, kuisioner, wawancara, observasi, dan tes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor motivasi seluruh siswa dari kondisi awal 60,9 menjadi 74,9 pada siklus I dan meningkat menjadi 82,9 pada siklus II. Persentase siswa yang memiliki motivasi tinggi juga mengalami peningkatan dari kondisi awal 41,7 % menjadi 63,0% pada siklus I dan meningkat menjadi 87,5% pada siklus II.
Peningkatan hasil belajar dilihat dari adanya peningkatan rata-rata nilai kelas dari kondisi awal 66,6 menjadi 75,8 pada siklus I dan meningkat menjadi 76,8 pada siklus II. Persentase siswa yang lulus KKM juga mengalami peningkatan dari kondisi awal 25,9 % menjadi 55,6% pada siklus I dan meningkat menjadi 62,5% pada siklus II.
Penggunaan modifikasi fabel Aesop untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA dapat dilakukan dengan cara mengombinasikan berbagai macam kegiatan belajar mengajar dengan modifikasi cerita fabel. Kegiatan yang dikombinasikan dengan fabel Aesop dalam penelitian ini adalah menyimak modifikasi cerita fabel, membaca modifikasi cerita fabel, diskusi kelompok, tanya jawab, mengamati percobaan, melakukan percobaan, menyimak video dan, mengamati gambar.
ix ABSTRACT
IMPROVING MOTIVATION AND LEARNING ACHIEVEMENT IN SCIENCE USING AESOP FABLES FOR THIRD GRADE STUDENTS OF
KANISIUS CONDONGCATUR ELEMENTARY SCHOOL IN THE ACADEMIC YEAR 2016/2017 action research to improve students motivation and learning achievement in science using Aesop‟s fables. This research consisted of 2 cycles. Each of the cycles consisted of four stages, including plan, action, observation, and reflection. The subject of this research was 27 third grade students of Kanisius Condongcatur Elementary School in the Academic Year 2016/2017. The data collection techniques in this research were documentation, questionnaire, interview, observation, and test.
The results of this classroom action research showed that the average motivation score of all students was 60,9 in early condition and increased to 74,9 in cycle I, and 82,9 in cycle II. The percentage of students who had high motivation also increased from 41,7% in early condition to 63,0% in cycle I, and 87,5% in cycle II.
Learning achievement improved from 66,6 in early condition to 75,8 in cycle I, and 76,8 in cycle II. The percentage of Minimum Criteria of Mastering Learning achievement also increased from 25,9% in early condition to 55,6% in cycle I, and 62,5% in cycle II.
The improvement of motivation and learning achievement in science using Aesop fables was done by combination of the various learning activities with modifie fables. The activities combined with modified fables were listening attentively to the modified fables, reading the modified fables, group discussion, Questioning & Answering, observing the experiment, doing experiment, watching video, and observeing the picture.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat,
berkat, dan kasihNya yang melimpah, sehingga skripsi yang berjudul
“Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Fabel Aesop
untuk Siswa Kelas III SD Kanisius Condongcatur Tahun Pelajaran 2016/2017” dapat peneliti selesaikan dengan baik. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Peneliti menyadari
bahwa penelitian ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan segenap hati peneliti mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech selaku dosen pembimbing I yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dalam
pengerjaan skripsi ini hingga selesai.
5. Ibu Theresia Yunia Setyawan, S.Pd., M,Hum. selaku dosen pembimbing II
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran
dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.
6. Ibu Paulina Rukun Triandari, S.Pd. selaku Kepala Sekolah Dasar Kanisius
xi
7. Ibu Agustina Tensianingrum, S.Pd selaku guru kelas III Sekolah Dasar
Kanisius Condongcatur yang telah memberikan waktu, masukan dan
membantu dalam penelitian ini.
8. Arida Micalena, selaku ibu, sahabat dan saudara yang selalu memberiku
semangat, kasih sayang, doa serta alasan untuk tersenyum dan berjuang setiap
harinya.
9. Bapak Sutarjo selaku ayah dan saudariku Christina Devi Alfianti yang
memberiku doa dan semangat untuk berjuang.
10. Wismaya, Erwinda, Ria dan Dana teman satu kelompok penelitian yang
bersama-sama berjuang serta saling memberikan semangat dan masukan serta
nasehat.
11. Yovita, Runi, Dona yang membantu dan memberikan semangat.
12. Teman-teman cabe (Tece, Dona, Ayak, Retno, Mariyah, Vani, Rani), teman TK,
teman SMP, teman GKBI, sahabat sejak SMA enam menara (Estu, Tiwi, Vedha,
Meri, Dita), teman-teman PGSD USD angkatan 2013, dan semua pihak yang
telah memberikan dukungan secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan sehingga peneliti akan selalu siap untuk menerima masukan dengan
senang hati. Semoga skripsi ini berguna bagi peneliti khususnya dan para
pembaca pada umumnya.
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
B. Penelitian yang Relevan ... 30
xiii
2. Analisis Daata Peningkatan Hasil Belajar... 69
I. Indikator dan Pengukuran Keberhasilan ... 70
BAB IV DESKRIPSI, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73
A. Deskripsi Penelitian ... 73
B. Keterbatasan Penelitian ... 125
C. Saran ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 127
LAMPIRAN ... 129
xiv
Tabel 3.7 Klasifikasi Validasi Perangkat Pembelajaran ... 57
Tabel 3.8 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Siklus I ... 57
Tabel 3.9 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Siklus II ... 58
Tabel 3.10 Hasil Validasi Instrumen Penelitian ... 59
Tabel 3.11 Hasil Uji Validasi Soal Siklus I ... 62
Tabel 3.12 Hasil Uji Validasi Soal Siklus II ... 63
Tabel 3.13 Hasil Uji Reliabilitas Soal Evaluasi ... 65
Tabel 3.14 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 66
Tabel 3.15 Indeks Kesukaran Soal Evaluasi Siklus I dan II ... 66
Tabel 3.16 Klasifikasi Tingkat Motivasi Belajar ... 68
Tabel 3.17 Indikator Keberhasilan ... 70
Tabel 4.1 Ketercapaian Siklus I ... 83
Tabel 4.2 Pencapaian Siklus II ... 93
Tabel 4.3 Hasil Kuisioner Motivasi Belajar pada Kondisi Awal ... 95
Tabel 4.4 Rata-Rata Skor Motivasi Tiap Indikator pada Kondisi Awal ... 96
Tabel 4.5 Hasil Kuisioner Motivasi Belajar Siklus I ... 97
Tabel 4.6 Rata-Rata Skor Motivasi Tiap Indikator pada Siklus I ... 99
Tabel 4.7 Hasil Kuisioner Motivasi Belajar Siklus II ... 99
Tabel 4.8 Rata-Rata Skor Motivasi Tiap Indikator pada Siklus II ... 101
Tabel 4.9 Pencapaian Motivasi Belajar ... 101
Tabel 4.10 Data Nilai Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Awal ... 104
Tabel 4.11 Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 105
Tabel 4.12 Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 106
Tabel 4.13 Pencapaian Hasil Belajar ... 108
Tabel 4.14 Rekapitulasi Peningkatan Motivasi Belajar ... 117
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan ... 32
Gambar 2.2 Kerangka Bepikir ... 35
Gambar 3.1 Gambar Siklus PTK Kemmis dan Mc Taggart ... 38
Gambar 4.1 Guru Menggunakan Tokoh Fabel yang Familier Bagi siswa ... 110
Gambar 4.2 Guru Menyampaikan Materi Menggunakan Media Fabel ... 111
Gambar 4.3 Siswa Mengamati Percobaan yang Dilakukan Oleh Guru ... 112
Gambar 4.4 Siswa Bekerjasama dalam Menyelesaikan LKS Siklus I ... 113
Gambar 4.5 Antusiasme Siswa Saat Melakukan Tanya Jawan di Siklus II ... 114
Gambar 4.6 Penerapan Energi Gerak dalam Kehidupan Sehari-hari ... 115
Gambar 4.7 Guru Menyampaikan Materi Energi Gerak dan Manfaatnya ... 115
Gambar 4.8 Motivasi Menyelesaikan Tugas Melalui Diskusi ... 120
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 130
Lampiran 2 Data Awal... 133
Lampiran 3 Perangkat Pembelajaran Sesudah di Validasi ... 148
Lampiran 4 Instrumen Penelitian Sesudah di Validasi ... 197
Lampiran 5 Validitas, Reliabilitas, dan Indeks Kesukaran ... 213
Lampiran 6 Hasil Kerja Siswa ... 290
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan secara umum adalah proses perubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pembelajaran dan pelatihan, proses, perbuatan, dan cara mendidik.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara ( UU Sidiknas, 2003: 1).
Pendidikan memiliki tujuan yang harus dicapai yaitu meningkatkan
kemampuan siswa baik dalam bidang akademis maupun non akademis. Bidang
akademis bisa ditingkatkan melalui berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Pada
jenjang Sekolah Dasar, IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan salah satu
pelajaran yang cukup berpengaruh. Menurut Samatowa (2011: 3) IPA bukan
sekedar sesuatu yang dihafalkan, tetapi juga memerlukan kegiatan atau kerja
dilakukan oleh siswa misalnya melalui beberapa percobaan. Sehingga dalam
pelaksaan pembelajaran IPA siswa harus ikut berpartisipasi aktif agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Mata pelajaran IPA juga merupakan dasar penting
bagi anak untuk berlatih berpikir secara sistematis. Meskipun materi IPA sangat
dekat dengan konteks kehidupan sehari-hari, namun apabila dalam
penyampaiannya guru hanya menggunakan penjelasan verbal yang konvensional
2
untuk mengikuti pelajaran. Pernyataan di atas didukung dengan penjelasan Piaget
(dalam Hosnan 2016: 135) bahwa pendidikan IPA untuk anak yang berada dalam
tahap berpikir intuitif dan tahap berpikir konkrit harus bekerja dengan benda-benda
konkret terlebih dahulu sebelum mereka dapat menangkap dan memahami hal-hal
yang bersifat abstrak.
Pembelajaran IPA akan dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Salah satu tujuannya dapat dilihat dari hasil
belajar. Untuk mencapai hasil belajar yang baik dalam suatu pembelajaran,
diperlukan adanya motivasi selama pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukan oleh Hamalik (dalam Kompri, 2015: 231) bahwa motivasi sangat
menentukan tingkat berhasil tidaknya kegiatan belajar siswa, tanpa adanya
motivasi kemungkinan berhasil akan lebih kecil. Motivasi yang tinggi akan
menghasilkan keberhasilan belajar yang tinggi. Secara umum, motivasi adalah
harapan serta usaha dalam diri yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang
untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya. Motivasi belajar siswa dapat dilihat
melalui pedoman wawancara dan observasi yang mengacu pada enam indikator
yaitu: (1) siswa memiliki keinginan untuk belajar, (2) siswa memiliki dorongan
dan kebutuhan dalam belajar, (3) siswa memiliki semangat selama pembelajaran,
(4) siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, (5) adanya penghargaan dalam
pembelajaran, dan (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif. Keenam
indikator ini akan dibahas lebih lanjut pada BAB II dan BAB III.
Peneliti melakukan observasi dan wawancara pra-penelitian untuk
mengetahui bagaimana tingkat motivasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan
Oktober 2016, peneliti mengetahui bahwa siswa masih kesulitan untuk memahami
konsep IPA yang sifatnya abstrak (Lampiran 2.3 dan Lampiran 2.4). Selain itu
metode penyampaian materi selama observasi yang kurang variatif membuat
siswa kurang termotivasi. Hal itu tampak dari sikap siswa selama observasi
berlangsung, ada beberapa siswa yang harus disuruh dulu untuk menyiapkan buku
pelajaran, bahkan ada satu anak berpura-pura tidak membawa buku agar tidak
mengerjakan. Ketika guru menuliskan di papan tulis siswa berbicara dengan
temannya, ada siswa yang menari, gulat, bermain, bertengkar dengan teman.
Ketika guru menyampaikan materi lisan terlalu lama (lebih dari 15 menit) hampir
setengah kelas yang awalnya memperhatikan mulai berbicara dengan teman di
sekitarnya.
Menurut hasil wawancara, peneliti memperoleh informasi bahwa guru
merasa kesulitan untuk menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dalam
mengajarkan IPA selama ini. Guru juga merasa kesulitan dalam memfokuskan
perhatian siswa pada pelajaran, yaitu ketika siswa sudah mulai berbicara dengan
teman-temannya. Selain itu guru belum pernah menggunakan cerita sebagai media.
Peneliti juga mengumpulan data dari kuisioner yang telah diisi oleh siswa untuk
mengetahui tingkat motivasi awal pada siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur.
Kuisioner tersebut berisi 18 pernyataan yang harus di jawab oleh siswa dalam
bentuk jawaban “ya atau tidak”. Pernyataan-pernyataan yang terdapat pada
kuisioner mengacu pada enam indikator motivasi yang telah dirumuskan. Data
kuisioner menunjukkan bahwa motivasi siswa selama pembelajaran IPA masih
masuk dalam kategori “motivasi sedang” (Tabel 3.16) dan persentase siswa
Rata-rata skor untuk indikator siswa memiliki keinginan untuk belajar
adalah 63,5. Rata-rata skor untuk indikator siswa memiliki dorongan dan
kebutuhan dalam belajar adalah 62,5. Rata-rata skor untuk siswa memiliki
semangat selama pembelajaran adalah 56,9. Rata-rata skor untuk indikator siswa
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi adalah 70,8. Rata-rata skor untuk indikator
adanya penghargaan dalam pembelajaran adalah 45,8. Rata-rata skor untuk
indikator adanya lingkungan belajar yang kondusif adalah 73,6. Secara
keseluruhan persentase siswa dengan motivasi tinggi hanya sebesar 41,7%.
Peneliti juga mengumpulkan dokumentasi nilai ulangan harian dan UTS
siswa kelas III di SD Kanisisus Condongcatur, nilai tersebut masih berada di
bawah KKM yang sudah ditentukan. KKM adalah kriteria ketuntasan minimal
pada mata pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah. KKM
mempertimbangkan tiga aspek dalam pembuatannya, yaitu karakteristik mata
pelajaran atau kompeksitas, kondisi sekolah atau daya dukung dan karakteristik
peserta didik atau intake. Ketiga aspek ini dikelompokkan ke dalam ranah kognitif,
afektif dan psikomotor yang kemudian di hitung rata-ratanya. Dalam pembuatan
KKM, guru kelas III telah mempertimbangkan ketiga aspek tersebut dan telah
disetujui oleh kepala sekolah dalam rapat kurikulum di awal tahun pelajaran.
KKM untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tahun pelajaran 2016/2017 di
SD Kanisius Condongcatur adalah 70 (Lampiran 2.5).
Peneliti menduga bahwa rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPA karena metode pengajaran yang digunakan kurang variatif.
Peneliti ingin melakukan penelitian yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil
dan menarik. Peneliti memilih media fabel yang sudah dimodifikasi sebagai media
yang akan digunakan dalam pembelajaran pada penelitian ini.
Definisi fabel menurut Nurgiyantoro (2005: 190) adalah salah satu bentuk
cerita tradisional yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita. Binatang
adalah makhluk yang ada di sekitar dan sangat familiar bagi anak, sehingga anak
dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya imajinasinya.
Keputusan peneliti untuk melakukan penelitian pada pembelajaran yang
menggunakan cerita fabel juga diperkuat oleh salah satu penelitian di Amerika
pada tahun 1980 (dalam Nurgiantoro 2005: 38) bahwa anak-anak sekolah dasar
yang belajar melalui seni memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi pada
bidang IPA, Matematika, dan Bahasa dibandingkan anak yang tidak belajar
melalui seni.
Peneliti memilih fabel Aesop sebagai media dalam penelitian tindakan kelas
ini. Cerita yang akan digunakan adalah modifikasi dari fabel karya Aesop yang
berjudul Seekor Anjing, Ayam Jantan, dan Rubah yang jalan ceritanya telah dimodifikasi untuk menyesuaikan materi “Perubahan sifat benda akibat
pembakaran dan pemanasan” dan “Manfaat energi cahaya, panas, gerak dan bunyi
dalam kehidupan sehari-hari”. Penulis memilih fabel Aesop karena Aesop sendiri
sangat terkenal dengan fabel-fabel singkat yang mengandung pesan moral
sehingga akan sesuai jika digunakan untuk mengajarkan nilai afektif pada siswa.
Selain itu tokoh binatang dalam cerita ini juga sangat familier di kalangan
anak-anak dan dapat dikaitkan dengan pembelajaran IPA, serta cerita ini memiliki
nilai moral yang sama dengan sikap afektif yang akan diajarkan selama
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, peneliti berasumsi bahwa
inovasi baru dalam pembelajaran IPA akan meningkatkan motivasi serta hasil
belajar IPA. Peneliti menggabungkan metode ceramah dan eksperimen yang di
kemas dalam bentuk cerita fabel sebagai media untuk implementasi pembelajaran.
Sehingga peneliti membuat penelitian tindakan kelas (PTK) yang berjudul
“Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Fabel Aesop untuk Siswa Kelas III SD Kanisius Condongcatur Tahun Pelajaran 2016/2017”.
B. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal antara lain, mata pelajaran IPA yang
diteliti adalah materi IPA SD kelas III tahun ajaran 2016/2017 yaitu materi
mengenai perubahan sifat benda akibat pembakaran dan pemanasan serta materi
mengenai manfaat energi cahaya, panas, gerak dan bunyi dalam kehidupan
sehari-hari. Kemudian hal yang ingin ditingkatkan pada penelitian ini dibatasi
pada motivasi belajar dan hasil belajar mata pelajaran IPA. Subjek dalam
penelitian ini juga dibatasi hanya pada siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur
tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 27 siswa.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana penggunaan fabel Aesop dalam meningkatan motivasi dan hasil
belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun
2. Apakah penggunaan fabel Aesop dapat meningkatan motivasi belajar mata
pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran
2016/2017?
3. Apakah penggunaan fabel Aesop dapat meningkatan hasil belajar mata
pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran
2016/2017?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Menjelaskan bagaimana penggunaan fabel Aesop dalam peningkatan
motivasi dan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius
Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017.
2. Penggunaan fabel Aesop untuk meningkatan motivasi belajar mata pelajaran
IPA siswa kelas kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran
2016/2017.
3. Penggunaan fabel Aesop untuk meningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA
siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
masukan dalam bidang pendidikan sebagai salah satu cara meningkatkan motivasi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Siswa dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA dengan
menggunakan media dan cara penyampaian materi yang menyenangkan.
b. Bagi Guru
Hasil penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi guru untuk lebih
meningkatkan kreativitasnya dalam mengajar sehingga dapat membantu
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pihak
sekolah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA kelas III SD dengan
menambah referensi buku pelajaran IPA dan Buku cerita.
d. Bagi Peneliti
Peneliti dapat menggunaan modifikasi fabel Aesop untuk meningkatkan
motivasi belajar dan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius
Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017.
F. Definisi Operasional
Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1. Motivasi belajar adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan
seseorang untuk melakukan kegiatan belajar agar mencapai tujuan yang
dikehendaki.
2. Hasil belajar adalah peningkatan kemampuan kognitif yang merupakan hasil
3. Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa alam yang
terjadi secara sistematis dan saling berkaitan.
4. Fabel Aesop adalah cerita yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi
manusia baik karakter, budi pekerti, dan menyampaikan informasi-informasi
serta pesan moral yang ditulis oleh Aesop.
5. Siswa Kelas III SD adalah siswa yang berada pada jenjang pendidikan
Sekolah Dasar yang berusia 8-9 tahun yang memiliki kemampuan kognitif
10
Banyak pengertian motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, motivasi
dipandang sebagai usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok tertentu bergerak melakukan sesuatu yang dikehendakinya atau
mendapatkan kepuasan dengan perbuatannya. Pendapat mengenai motivasi
disampaikan oleh Dimyati (2006: 80) bahwa motivasi adalah dorongan mental
dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia,
termasuk perilaku belajar. Kompri (2015: 4) juga menyebutkan bahwa motivasi
adalah suatu dorongan dari dalam individu untuk melakukan suatu tindakan
dengan cara tertentu sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Kedua
pendapat tersebut sama-sama menyebutkan bahwa motivasi merupakan dorongan
dari dalam diri manusia yang mana merupakan motivasi intrinsik. Sumadi
Suryabrata (dalam Kompri, 2015: 6) mengatakan pendapatnya mengenai motivasi
intrinsik, yaitu motif yang sudah ada dalam diri individu dan dapat berfungsi
tanpa harus adanya dorongan dari luar. Dorongan dari dalam diri inilah yang
menjadikan seorang individu mempunyai alasan untuk melakukan sebuah usaha
atau perbuatan. Setiap siswa yang belajar tentunya diharapnya memiliki motivasi
intrinsik, karena ini menunjukkan bahwa siswa memiliki kesadaran untuk belajar
Motivasi juga bisa didapatkan melalui lingkungan sekitar, atau disebut juga
motivasi ekstrinsik. Perbedaan dari motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik
berada pada sumber motivasinya, hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh
Aunurrahman (2012: 116) bahwa motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang
berasal dari luar diri individu. Sebagai contoh, seorang siswa akan lebih giat
belajar jika ia diberitahu bahwa sebentar lagi akan ada ujian. Contoh lain, Ani
sebelumnya malas untuk membaca buku, tetapi ia menjadi senang membaca
karena buku ensiklopedi yang ada di perpustakaan karena menarik dan penuh
gambar berwarna. Seorang guru biasanya juga memanfaatkan motivasi ekstrinsik
untuk meningkatkan semangat belajar siswa (Djamarah, 2011: 158).
Dorongan dari dalam (kekuatan mental) dan pengaruh dari luar akan
berpengaruh pada kemajuan individu tersebut (Dimyati, 2006: 84). Motivasi
intrinsik dan ekstrinsik sama pentingnya bagi perkembangan individu. Motivasi
intrinsik yang sudah ada dapat diperkuat oleh motivasi ekstrinsik, yaitu saat
seorang siswa memiliki semangat belajar karena ia merasa bahwa ilmu merupakan
sesuatu yang ia butuhkan dan ia menjadi lebih semangat belajar ketika orang
tuanya memberi dukungan dan semangat. Demikian juga, motivasi ekstrinsik
dapat memunculkan kesadaran dari dalam diri sehingga berubah menjadi motivasi
intrinsik. Dimyati (dalam Aunurrahman, 2012: 117) mengatakan proses perubahan
motivasi pada seseorang ini disebut transformasi motif.
Orang yang termotivasi akan menunjukkan ketertarikan dan kegigihan
dalam melakukan suatu kegiatan. Orang yang termotivasi akan menunjukkan
perubahan sikap menjadi lebih berminat, lebih bersemangat, lebih mempunyai
diungkapkan oleh Santrock (dalam Kompri 2015: 3) bahwa motivasi adalah
proses yang memberi semangat, arah, serta kegigihan perilaku yang penuh energi,
terarah, dan bertahan lama pada diri seseorang. Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang menggerakkan
serta mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya.
b. Pengertian Belajar
Setelah mengetahu pengertian motivasi, akan dibahas terlebih dahulu
pengertian dari belajar sebelum membahas mengenai motivasi belajar. Menurut
Gagne (dalam Kompri, 2015: 220) belajar merupakan kegiatan kompleks yang
distimulasi oleh lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh seseorang,
sehingga menghasilkan suatu kapabilitas. Pendapat lain disampaikan oleh Abdilah
(dalam Aunurahman, 2012: 35) yang menyebutkan bahwa belajar adalah suatu
usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku melalui
latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Sedangkan Dimyati (2006: 36)
mengatakan bahwa belajar adalah perilaku kompleks dalam waktu lama yang
dialami oleh orang yang sedang belajar. Ketiga pendapat tersebut menyebutkan
bahwa belajar haruslah dalam bentuk kegiatan atau usaha yang dilakukan secara
nyata oleh seorang individu. Belajar juga harus melalui proses yang membutuhkan
waktu dan kontinuitas, entah itu berupa pengalaman, latihan, mengamati, dan
mendengarkan pun termasuk bagian dari belajar. Semua usaha yang dilakukan ini
akan membentuk perubahan positif pada individu yang menghasilkan suatu
peningkatan kemampuan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sesuai
Pendapat lain tentang belajar juga dikemukakan oleh Gredler (dalam
Dimyati, 2006: 11) mengatakan bahwa belajar merupakan interaksi antara
keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan stimulus dari luar. Selain harus
berupa usaha nyata, memerlukan proses, menghasilkan perubahan, dan mencapai
tujuan, belajar juga merupakan bentuk interaksi dengan lingkungan sekitar.
Seorang individu sudah memiliki konsep belajar yang sederhana, kemudian ia
belajar dengan melihat, mengamati, dan mengolah data yang ada di lingkungan
dan membentuk suatu pemahaman baru (Keraf, 2013: 58-62). Sehingga peneliti
dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha secara sadar yang
dilakukan individu untuk menghasilkan kemampuan serta mencapai tujuan
melalui pengalaman dan latihan yang didukung oleh lingkungan.
c. Pengertian Motivasi Belajar
Pengertian motivasi yang sudah peneliti simpulkan di atas adalah dorongan
yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan yang
dikehendakinya. Sedangkan belajar adalah suatu usaha secara sadar yang
dilakukan individu untuk menghasilkan kemampuan melalui pengalaman dan
latihan yang didukung oleh lingkungan. Pendapat mengenai pengertian motivasi
belajar disampaikan oleh Djamarah (2011: 200) yang mengatakan bahwa motivasi
belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Siswa
belajar dapat didorong oleh kesadaran dari dalam diri sendiri. Kesadaran tersebut
dapat berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Pendapat lain
mengatakan bahwa motivasi belajar adalah kekuatan mental dalam diri seseorang
yang mendorong terjadinya belajar (Dimyati, 2006: 80). Ada pula yang
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman,
2011: 75). Berdasarkan berbagai pendapat para ahli serta dari pengertian motivasi
dan belajar yang sudah penulis simpulkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan
seseorang untuk melakukan kegiatan belajar agar mencapai tujuan yang
dikehendaki.
d. Pentingnya Motivasi Belajar
Motivasi dalam belajar sangat penting dan memiliki banyak fungsi bagi
siswa dan bagi guru selama proses belajar. Peneliti menggabungkan dua pendapat
mengenai fungsi motivasi yang dikemukakan oleh Djamarah (2011: 156-158) dan
Hamalik (dalam Kompri, 2015: 5). Kedua pendapat ini sama-sama memiliki tiga
poin yang sama secara garis besar, sehingga peneliti menggunakan semua poin
sebagai landasan mengenai fungsi motivasi belajar pada penelitian ini. Fungsi
motivasi dalam belajar akan diuraikan dalam tiga fungsi. Fungsi yang pertama
adalah motivasi sebagai pendorong perbuatan. Mulanya seorang siswa tidak
memiliki keinginan belajar, tetapi kemudian rasa ingin tahunya muncul karena ada
hal yang ingin ia ketahui. Rasa ingin tahu tersebut mendorong siswa untuk belajar
dalam rangka mencari tahu. Motivasi ini berfungsi sebagai pendorong sehingga
mempengaruhi sikap belajar seorang siswa. Maka penting bagi seorang guru
untuk memberikan apresepsi dan motivasi di awal pembelajaran agar mendorong
rasa ingin tahu para siswa.
Fungsi motivasi yang kedua adalah motivasi sebagai penggerak perbuatan.
Maksudnya adalah besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya
mempengaruhi gerakan psikomotornya. Sebagai contoh seorang siswa
mempunyai tugas rumah yang harus diselesaikan. Karena siswa tersebut ingin
mendapatkan nilai yang maksimal, maka ia mengerjakan dengan segenap jiwa
raga dan tugas pun selesai dengan lebih cepat dibandingkan siswa yang tidak
termotivasi. Fungsi motivasi yang ketiga adalah motivasi sebagai pengarah
perbuatan. Siswa yang memiliki motivasi dapat menyeleksi mana hal yang harus
dilakukan dan mana yang harus diabaikan terlebih dahulu. Sebagai contoh siswa
yang ingin memperbaiki nilai mata pelajara IPA akan berusaha belajar dengan
dengan giat dan penuh konsentrasi untuk mencapai tujuannya. Sehingga ia akan
menghindari hal-hal yang mengganggu pikirannya.
Selain kedua pendapat tersebut, Dimyati (2006: 85) juga menjabarkan lima
hal mengenai pentingnya motivasi belajar bagi siswa sebagai berikut: (1)
Menyadarkan posisi seorang siswa dalam awal belajar, proses dan hasil akhir.
Sebagai contoh seorang siswa pada mulanya belajar suatu bab dan temannya
mendapatkan nilai lebih baik pada saat evaluasi, siswa tersebut sadar akan
kedudukannya (dalam arti pemahaman belajar) dan ia terdorong untuk membaca
ulang bab yang sudah dibacanya tadi. (2) Menginformasikan tentang kekuatan
usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya. Sebagai contoh ketika
siswa melihat usaha belajar seorang teman memadai, maka ia akan berusaha
setekun temannya yang berusaha dan berhasil. (3) Mengarahkan kegiatan belajar.
Setelah diketahui bahwa dirinya belum belajar secara serius dan malah sering
bersenda gurau dengan teman, ia akan mengubah perilaku belajarnya. (4)
Membesarkan semangat belajar. Sebagai contoh siswa tertarik akan suatu materi
tentang adanya perjalanan belajar. Jika siswa telah sadar bahwa belajar, bermain,
bekerja dan istirahat haruslah bergerak berkesinambungan, maka ia tahu apa yang
harus dilakukannya agar berhasil.
Lima hal tersebut menunjukkan bahwa motivasi yang bersumber dari
kesadaran siswa memberikan kontribusi besar dalam berhasilnya usaha belajar.
Selain penting bagi siswa, motivasi belajar juga penting bagi guru. Pentingnya
motivasi belajar bagi guru adalah sebagai berikut. (1) Membangkitkan,
meningkatkan, dan memelihara semangat siswa sampai berhasil dan
mempertahankan semangat siswa dapat membantu proses pembelajaran di dalam
kelas. (2) Guru dapat menggunakan macam-macam staregi dalam belajar jika ia
sudah mengetahui berbagai macam motivasi belajar yang dimiliki siswanya. (3)
Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih perannya di dalam kelas,
seperti penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat dan pemberi
hadiah yang sudah disesuaikan dengan perilaku siswa di kelasnya. (4) Memberi
peluang guru untuk membuat rekayasa pedagogis. Tantangan profesional guru
terletak pada mengubah siswa yang tidak termotivasi menjadi semangat belajar.
Pendapat Dimyati ini sebenarnya juga tersirat tiga fungsi yang telah
disebutkan sebelumnya, perbedannya ada pada dua poin tambahan yaitu
menambah semangat belajar dan menginfomasikan kekuatan belajar. Dari ketiga
pendapat di atas, semakin diketahui bahwa motivasi dalam pembelajaran tidak
hanya memiliki fungsi bagi siswa tetapi juga memiliki manfaat bagi guru.
e. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar
Motivasi belajar sangat penting bagi siswa karena dapat mendorong,
menggerakkan, dan mengarahkan selama ia belajar. Guru dapat melakukan
sesuatu untuk memotivasi siswa dalam belajar, yaitu dengan memahami beberapa
aspek yang sesuai dengan dorongan psikologis dalam diri siswa. Aspek yang
dapat membantu guru untuk merencanakan kegiatan pembelajaran ini disebut
prinsip-prinsip motivasi belajar. Dengan memahami prinsip motivasi belajar,
diharapkan guru dapat memunculkan motivasi belajar dalam pembelajaran yang
sudah direncanakannya.
Hamalik (2006: 156-161) menguraikan prinsip motivasi belajar dalam
sembilan poin, sedangkan Fathurohman dan Suntikno (dalam Aunurrahman, 2012:
217) menyatakan sepuluh hal yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa,
kemudian Aunurrahman (2012: 117-118) menyebutkan secara singkat sepuluh
prinsip motivasi belajar. Peneliti menggabungkan beberapa poin yang memiliki
garis besar sama dari tiga pendapat ini dan peneliti memilih serta menyesuaikan
dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti. Prinsip-prinsip motivasi
belajar yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) Motivasi akan bertambah jika pelajaran dirasa bermakna dan merupakan suatu
kebutuhan bagi siswa. Guru dapat mengaitkan materi dengan pengalaman masa
lalu siswa, konteks sehari-hari, minat siswa, serta manfaatnya dimasa yang akan
datang. (2) Penguatan dari guru, orang tua, dan teman seusia berpengaruh
terhadap motivasi belajar. (3) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan apa saja
kegiatan yang akan dilakukan dapat membuat siswa lebih termotivasi. (4) Siswa
macam metode belajar, berbagai macam media dan kegiatan-kegiatan baru yang
menarik bagi mereka. (5) Siswa lebih senang jika ia ikut berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran, guru bisa menerapkan diskusi, simulasi dan praktek. (6)
Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. (7) Guru dapat mengapresiasi
keberhasilan siswa dan meyakinkan siswa yang belum berhasil bahwa mereka
akan mampu mencapai pemahaman atau prestasi dengan lebih giat berusaha.
f. Indikator Motivasi Belajar
Agar mengetahui apakah seseorang sudah termotivasi tentunya akan ada
ciri-ciri yang menandakan ada tidaknya motivasi dalam diri seseorang. Uno (2009:
21) berpendapat bahwa ada sembilan indikator motivasi belajar yang dapat
menunjukkan ciri-ciri orang yang termotivasi dalam belajar. Sedangkan pendapat
yang lain dari Kompri (2015: 247) yang mengemukakan ada delapan indikator
untuk mengetahui siswa yang memiliki motivasi dalam proses pembelajaran. Pada
penelitian ini. peneliti menggunakan empat indikator motivasi belajar menurut
teori Uno (2009: 21) dan dua indikator dari Kompri (2015: 247). Peneliti memilih
untuk menggabungkan dua pendapat ini karena indikator yang ada pada Uno
dapat diperkuat dengan indikator yang dikemukakan oleh Kompri. Peneliti
memilih indikator yang paling spesifik dan tidak menggunakan
indikator-indikator dari kedua pendapat yang memiliki arti yang kurang lebih
sama. Berikut adalah indikator yang digunakan dalam penelitian ini: (1) siswa
memiliki keinginan untuk belajar, (2) siswa memiliki dorongan dan kebutuhan
dalam belajar, (3) siswa memiliki semangat selama pembelajaran, (4) siswa
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, (5) adanya penghargaan dalam pembelajaran,
Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa
motivasi belajar adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan
seseorang untuk melakukan kegiatan belajar agar mencapai tujuan yang
dikehendaki. Motivasi belajar ini berfungsi sebagai pendorong, penggerak, dan
pengarah perbuatan siswa selama pembelajaran. Agar motivasi dapat muncul,
guru perlu mempertimbangkan prinsp-prinsip motivasi selama pembelajaran dan
mengukur tingkat motivasi siswa dengan indikator motivasi.
2. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Dimyati, Woordworth, dan Djamarah merumuskan pengertian hasil belajar
yang hampir serupa. Dimyati (2005: 3) menyebutkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan mengajar. Kemudian
menurut Woordworth (dalam Majid, 2014: 28) hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku dan kemampuan aktual yang dapat diukur sebagai hasil dari proses
belajar. Pendapat serupa juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan
yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan belajar yang telah dilakukan oleh
individu (Djamarah, 2011: 175). Dari ketiga pendapat diketahui bahwa untuk
mendapatkan hasil belajar, diperlukan suatu proses dan tindakan. Seorang yang
mulanya belum tahu dan belum mampu akan melalui proses belajar sehingga ia
akan menjadi tahu dan menjadi mampu. Ada perubahan kemampuan yang
diharapkan muncul atau meningkat setelah berjalannya proses belajar mengajar
dan memenuhi tujuan pembelajaran yang diinginkan. Perubahan ini bisa berupa
peningkatan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal ini
bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat
diamati dan diukur dalam bentuk peningkatan pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh dua ahli yaitu Howard
Kingsley dan Bloom (dalam Angkowo, 2007: 52-57). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah peningkatan kemampuan yang merupakan hasil dari
suatu proses belajar yang dilakukan oleh seseorang.
b. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Nasution (dalam Djamarah, 2011: 175) mengatakan bahwa belajar bukanlah
suatu aktivitas yang berdiri sendiri. Maksudnya disini adalah belajar merupakan
proses yang menghasilkan suatu hasil belajar, di mana ada banyak hal yang akan
mempengaruhi bagaimana kualitas dari hasil belajar yang didapatkan seseorang.
Nasution menyebutkan ada lima hal yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu
raw input, learning, teaching process, environmental input, dan instrumental input. Raw input yang merupakan bahan atau materi belajar akan melalui proses belajar mengajar. Selama proses belajar mengajar ini akan ada dukungan instrumental
seperti kurikulum, sarana, dan lain sebagainya untuk mendukung proses beajar
siswa. Selama proses belajar siswa juga tidak bisa lepas dari interaksinya dengan
lingkungan, baik itu lingkungan sekolah, tempat tinggal, atau lingkungan alam
sekitar. Semua ini dapat mempengaruhi bagaimana nantinya hasil belajar siswa
tersebut.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Djamarah (2011: 177-205) dan Munadi
(2010: 24-35) yang mengatakan bahwa ada dua faktor besar yang dapat
mempengaruhi hasil belajar, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Kedua
mengambil bagian yang dapat saling memperkuat kedua pendapat ini. Faktor dari
dalam terdiri atas faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis berupa
kondisi fisik siswa dan kesehatan panca indera siswa. Kondisi yang sehat akan
membuat siswa lebih fokus dan mudah untuk berkonsentrasi sehingga pelajaran
dapat diterima dengan maksimal. Faktor psikologis dipengaruhi oleh ketertarikan
atau perhatian, bakat, kecerdasan, motivasi dan daya nalar. Sebagai contoh ada
seorang siswa yang memiliki ketertarikan di bidang matematika, dengan dorongan
psikologis ia akan lebih giat berlatih dan mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.
Contoh selanjutnya adalah kecerdasan atau biasa disebut intelegensi juga
berpengaruh dalam menentukan hasil belajar siswa. Meski tidak menjadi ukuran
mutlak tetapi beberapa penelitian sudah mengungkapkan bahwa ada hubungan erat
antara IQ dengan hasil belajar siswa di sekolah (Nasution dalam Djamarah, 2011:
194).
Selain faktor dari dalam, faktor dari luar pun dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa. Faktor dari luar terdiri atas faktor lingkungan dan faktor instrumental.
Faktor lingkungan meliputi lingkungan alam di sekitar siswa serta lingkungan
sosial budaya. Lingkungan sekolah yang baik tentu dapat membantu siswa untuk
lebih nyaman dan fokus dalam belajar, seperti banyak pohon sehingga
menyejukkan, jauh dari kebisingan, dan asap polusi udara. Faktor instrumental
terdiri dari kuikulum, program, sarana dan fasiltas, serta guru sebagai tenaga
pengajar. Faktor lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan
hasil belajar. Hal ini didukung oleh pendapat Clark (dalam Angkowo, 2007: 50)
yang mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh
disimpulkan bahwa motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan
faktor dari luar.
Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa hasil
belajar adalah peningkatan kemampuan yang merupakan hasil dari suatu proses
belajar yang dilakukan oleh seseorang di mana pencapaiannya dipengaruhi oleh
faktor dari dalam diri siswa tersebut dan faktor dari lingkungan.
3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) a. Pengertian IPA
Ada banyak mata pelajaran yang ajarkan di Sekolah Dasar. IPA yang
merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata
pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan
terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris Natural Science yang artinya ilmu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa, 2011: 3).
Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa IPA merupakan salah satu disiplin
ilmu yang dalam terapannya menjadi sangat penting karena mempelajari peristiwa
alam yang ada di sekitar kita.
Pendapat lain mengenai pengertian IPA juga dikemukakan oleh Powler
(dalam Samatowa, 2011: 3) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan
dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis. Artinya, pengetahuan tersebut
tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, saling berkaitan, dan saling
berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nash (dalam
Samatowa, 2011: 2) yang menyatakan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode
untuk mengamati alam. Nash menambahkan bahwa IPA mengamati dunia secara
fenomena lain sehingga membentuk prespektif baru dari objek yang diamati.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa alam yang terjadi
secara sistematis dan saling berkaitan.
b. Pembelajaran IPA untuk Sekolah Dasar
Semua peristiwa alam di sekitar kita memiliki cakupan yang sangat luas,
mulai dari jaringan sel makhluk hidup sampai gejala alam yang terjadi di ruang
angkasa. Untuk dapat mempelajari semua hal tersebut tentunya membutuhkan
waktu yang tidak sebentar dan dibutuhkan kemampuan dasar untuk mempelajari
materi-materi ilmu tersebut. Sehingga dalam mempelajari IPA, sebaiknya materi
disesuaikan dengan faktor psikis dan fisik seseorang. Seperti yang telah
disebutkan di atas bahwa kondisi psikis dan fisik sangat mempengaruhi hasil
belajar (Djamarah, 2011: 190-203). Sebagai contoh, materi persilangan gen yang
cukup rumit hanya dapat dipelajari oleh anak yang sudah memasuki tahap
operasional formal dan harus memiliki pengetahuan awal yang akan
mendukungnya dalam mempelajari materi tersebut. Sehingga diketahui bahwa
IPA SD adalah materi dan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang khusus
ditujukan untuk siswa Sekolah Dasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Samatowa
(2011: 5) bahwa keterampilan proses IPA untuk SD harus disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif siswa.
IPA bukan sekedar sesuatu yang dihafalkan, tetapi juga memerlukan
kegiatan atau kerja dilakukan oleh siswa misalnya melalui beberapa percobaan
(Samatowa, 2011: 3). Sehigga dalam pelaksaan pembelajaran IPA siswa harus ikut
pembelajaran IPA di SD memang merupakan materi yang masih mudah untuk
dipahami, namun pelajaran IPA juga merupakan dasar penting bagi anak untuk
melatih kemampuan berpikir secara sistematis. Paolo dan Marten (dalam
Samatowa, 2011: 5) mendefinisikan keterampilan proses IPA sebagai : (1)
mengamati, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) menggunakan
pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (4) menguji ramalan
(hipotesis) untuk melihat kebenarannya.
Samatowa (2011: 3) juga mengemukakan bahwa guru harus kreatif dan
selalu memperbaharui ilmu yang dimilikinya agar sejalan dengan
penemuan-penemuan baru. Serta penting untuk mengemukakan tujuan dari setiap
materi sebelum memberikan materi IPA kepada anak SD. Hal ini dilakukan agar
mereka dapat melihat hubungan antara ilmu yang dipelajari dengan penerapannya
dalam kehidupan.
Berdasarkan penjelasan yang sudah disampaikan, peneliti menyimpulkan
bahwa pembelajaran IPA untuk Sekolah Dasar adalah penyampaian materi IPA
yang sudah disesuaikan dengan kondisi fisik dan psikis siswa, dimana dalam
proses belajarnya siswa harus ikut berpartisipasi aktif agar tujuan belajar tercapai.
4. Fabel Aesop
a. Pengertian Fabel Aesop
Fabel menurut Putera (2015: 38) adalah cerita fiksi yang menokohkan
binatang sebagai lambang pengajaran moral yang biasa disebut sebagai cerita
binatang. Binatang sebagai lambang maksudnya adalah hewan memiliki sifat,
dapat berbicara, dan berekspresi layaknya manusia. Hal ini sesuai dengan
dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang, cerita berisikan
pendidikan moral dan budi pekerti (KBBI, 1997: 273). Definisi fabel juga
dijelaskan Nurgiyantoro (2005: 190), menurutnya fabel adalah salah satu bentuk
cerita tradisional yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita.
Cerita binatang (fabel) merupakan personifikasi manusia, baik dalam
karakter maupun persoalan yang diungkapkan. Tujuan dari fabel adalah untuk
menyampaikan pesan-pesan moral di dalamnya baik berupa nasihat maupun
kritikan akan disampaikan secara tersirat. Pesan yang disampaikan melalui tokoh
binatang akan membuat pembaca lebih santai (Nurgiyantoro, 2005) karena
mereka akan menikmati cerita dan tidak merasa tersinggung sebab yang tengah
dibicarakan dalam bentuk binatang. Selain itu, binatang adalah makhluk yang ada
di sekitar dan sangat familier seperti buaya, burung, ayam, harimau dan
sebagainya, sehingga anak dapat membayangkan dan menerima cerita
menggunakan daya imajinasinya. Pada umumnya cerita binatang bentuknya
singkat dan alurnya mudah dipahami. Pesan moral tidak hanya tersirat pada
karakter tokoh binatang saja, tetapi juga tersirat pada alur cerita dan bahkan ada
yang langsung tersurat dalam pesan di akhir cerita.
Berdasarkan pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa fabel
adalah cerita tradisional yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia
baik karakter, budi pekerti, maupun persoalan yang dibahas untuk menyampaikan
pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.
Seorang sejarahwan Yunani beranggapan bahwa fabel Aesop merupakan
cerita yang diperkirakan ditemukan sekitar tahun 550 SM oleh seorang pelayan di
Aesop. Dun (1970) dalam bukunya yang berjudul “Stories from Aesop” menyebutkan bahwa fabel Aesop adalah fabel yang ditulis oleh Aesop. Cerita fabel
ini dikenal dengan fabel Aesop. Banyak yang mengira bahwa semua fabel Aesop
adalah fabel yang dibuat oleh Aesop, padahal ada beberapa cerita lisan yang Aesop
temukan dari pengarang yang hidup sebelum Aesop ada (Putera, 2015: 42).
Berdasarkan hal tersebut, peneliti menduga bahwa sebelum ada Aesop cerita fabel
yang diceritakan secara lisan sudah ada namun masih dalam bentuk yang
terpisah-pisah sehingga masyarakat jarang mengetahui bahwa ada berbagai macam
ceria fabel. Kemudian barulah berbagai macam cerita ini dikumpulkan oleh Aesop.
Upaya pendokumentasian dongeng Aesop dilakukan pada tahun 300 SM,
kemudian diterjemahkan ulang ke bahasa latin sekitar tahun 25 SM. Cerita fabel
dari kedua koleksi ini kemudian disatukan dan diterjemahkan ulang ke bahasa
Yunani sekitar tahun 230 M, baru kemudian cerita ini diterjemahkan ke beberapa
bahasa lain. Hadirnya mesin cetak pada abad 14 membuat seorang pengusaha
Inggris bernama William Caxton membukukan koleksi fabel Aesop pada tahun
1484 yang diberi judul Aesop‟s Fables (dalam Sarumpaet, 2010: 8, 22). Pada masa sekarang banyak fabel Aesop yang digunakan dalam menyampaikan pendidikan
moral di sekolah atau dalam berbagai macam hiburan, khususnya dalam drama
anak-anak dan kartun.
b. Manfaat Fabel untuk Pembelajaran siswa SD
Peneliti menggunakan fabel sebagai media dalam melakukan penelitian
tindakan kelas. Fabel diharapkan dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar IPA. Rahman (2014: 174-177) menguraikan sepuluh
menyebutkan empat manfaat media pembelajaran serta Kustandi menyimpulkan
manfaat media pembelajaran ke dalam empat poin.
Peneliti menggabungkan poin yang sama dan memilih mana yang sesuai
dengan penelitian ini. Sehingga peneliti merumuskan manfaat media pembelajaran
sebagai berikut. (1) Media pembelajaran sebagai pemusat perhatian siswa
perhatiannya dari awal sampai akhir pelajaran dengan penuh konsentrasi,
sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. (2) Dengan adanya media, metode
belajar akan lebih bervariasi. Siswa dapat merasakan lebih banyak pengalaman
belajar seperti mengamati, melihat video, praktek, bermain peran, dan lain
sebagainya. (3) Media dapat mengaktifkan pembelajaran. Pembelajaran yang aktif
terbantuk ketika siswa dapat berinteraksi dengan guru, siswa lainnya, dan juga
dengan media pembelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang
berkesan bagi siswa. Dari berbagai manfaat di atas dapat simpulkan secara umum,
bahwa manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi
antara guru, siswa, dan materi sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan
efisien.
Fabel merupakan salah satu jenis dari sastra anak selain bacaan anak usia
dini, drama, puisi, komik, dan lain sebagainya. Sastra anak sendiri adalah sastra
yang ditujukan untuk anak-anak dengan bimbingan dan pengarahan oleh orang
dewasa atau masyarakat (menurut Davis, dalam Sarumpaet 2010: 2). Penggunaan
fabel dalam penelitian ini sangat mendukung kegiatan belajar yang aktif bagi
siswa SD dalam pembelajaran IPA karena dapat dikombinasikan dengan kegiatan
belajar yang bervariasi. Fabel juga memiliki tiga manfaat media yang mendukung
Seperti yang telah peneliti simpulkan di atas bahwa fabel adalah cerita
tradisional yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia baik karakter,
budi pekerti maupun persoalan yang dibahas untuk menyampaikan pesan-pesan
yang terkandung di dalamnya. Binatang merupakan makhluk yang ada di sekitar
dan sangat familier bagi anak. Sejak kecil anak sudah dikenalkan dengan binatang
entah dari lingkungan sekitar atau buku-buku bacaan untuk anak usia dini.
Dengan demikian anak dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan
daya imajinasinya. Hal ini sesuai dengan teori belajar Piaget, bahwa siswa SD
berada pada tahapan operasional konkret di mana mereka membutuhkan sesuatu
yang nyata dan kontekstual untuk dapat memahami suatu pengetahuan (Trianto,
2009: 197). Selain membuat pelajaran lebih menarik, cerita fabel juga dapat
menjadi jembatan bagi siswa untuk lebih mudah memahami materi yang bersifat
abstrak.
Keputusan peneliti untuk melakukan penelitian pada pembelajaran yang
menggunakan cerita fabel juga diperkuat oleh salah satu penelitian di Amerika
pada tahun 1980 (dalam Nurgiantoro 2005: 38) mengenai anak-anak sekolah dasar
yang belajar melalui seni ternyata memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi
pada bidang IPA, Matematika, dan Bahasa dibandingkan anak yang tidak belajar
melalui seni. Selain itu, pembelajaran menggunakan media fabel merupakan hal
yang baru bagi siswa. Karena fabel sudah mencakup semua manfaat manfaat
media dan sudah sesuai dengan prinsip motivasi belajar, sehingga dapat
disimpulkan bahwa fabel dapat digunakan sebagai media yang tepat untuk
Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa Fabel
Aesop adalah cerita yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia baik
karakter, budi pekerti, dan menyampaikan informasi-informasi serta pesan moral
yang ditulis oleh Aesop. Tokoh binatang dalam fabel sangat familier bagi anak
sehingga mereka dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya
imajinasinya. Selain itu, penggunaan fabel dalam menyampaikan pembelajaran
dapat membuat kegiatan belajar menjadi lebih menarik.
5. Siswa Sekolah Dasar
Siswa atau murid adalah komponen terpenting dalam pengajaran. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik (2007: 100) yang mengatakan
bahwa tanpa adanya murid tidak akan terjadi proses pembelajaran. Siswa Sekolah
Dasar adalah siswa yang memiliki kemapuan kognitif pada tahap operasional
konkret. Siswa yang berada pada jenjang Sekolah Dasar umumnya memiliki usia
antara 7-11 tahun. Menurut Piaget, dalam tahap ini siswa sudah mampu
menyelesaikan masalah dengan menggunakan benda atau peristiwa yang konkret.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar siswa adalah pemeran
penting dalam pembelajaran, di mana ia sudah dapat menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan hal-hal konkret di sekitarnya.
Siswa Sekolah Dasar memiliki kecenderungan belajar sebagai berikut. (1)
Konkret, yakni siswa dapat belajar dari hal yang dapat dilihat, didengar, dibaui,
diraba, dan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. (2) Integratif, pada
tahap ini siswa memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan,
mereka belum mampu memilah konsep. Hal ini ditunjukkan dengan cara berpikir
yang lebih kompleks. Sehingga dalam pembelajaran harus memperhatikan urutan
logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi
(Trianto, 2009: 29; Hosnan, 2016: 133-136).
Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa dalam
penelitian ini yang merupakan subjek adalah siswa SD kelas III, yaitu siswa yang
berada pada jejang pendidikan sekolah dasar yang berusia 8-9 tahun dan memiliki
kemampuan kognitif pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini siswa
memiliki cara belajar yang konkret, integratif, dan hierarkis.
B. Penelitian yang Relevan
Perwita Sari (2017) melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD dalam Penggunaan Fabel pada Materi Penyesuaian Diri Hewan Terhadap Lingkungannya”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen. Data pada penelitian ini
diperoleh dari hasil pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu dokumentasi
dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis
adalah independent t-test. Hasil analisis data menunjukkan perbedaan skor kedua kelompok yang signifikan t(5050) = 2,286 p ≤ 0,05 dan memiliki Medium effect( efek sedang) sebesar r = 0,3 atau setara dengan 9%. Hasil analisis data kemudian dapat
dikatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa atas penggunaan media fabel.
Penelitian kedua dilakukan oleh Nuramalina (2015), memiliki judul
eksperimen yang mengaplikasikan cerita fabel sebagai media dalam pembelajaran
berbicara lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Rosela (2016) yang berjudul
“Penggunaan Media Edukasi Ular Tangga untuk Meningkatkan Motivasi dan
Hasil Belajar Peserta Didik kelas VIII A SMP Negeri 2 Mlati Sleman pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas dalam dua siklus. Penelitian ini dilakukan dalam dua
siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan
refleksi. Pengumpulan data dilakukan secara tes dan non test. Data yang telah
terkumpul kemudian dianalisis secara kuantitaitf untuk perhitungan data yang
telah diperoleh dan secara kualitatif untuk mendeskripsikan hasil. Setelah
membandingkan antara kondisi awal, siklus I dan siklus II, penelitian ini berhasil
menunjukkan bahwa menerapkan permainan edukasi ular tangga dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Mlati
pada sistem peredaran darah manusia.
Penelitian yang relevan peneliti rangkum dalam bagan yang dapat dilihat
Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan
Peneliti memilih penelitian Perwita Sari (2017) sebagai penelitian yang
relevan karena berhasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan atas Rosela (2016)
Penelitian Tindakan Kelas yang akan dilakukan
“Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA
melalui Penggunaan Modifikasi Fabel Aesop Pada Siswa Kelas III di SD Kanisius
penggunaan media fabel terhadap hasil belajar IPA siswa. Penelitian ini juga dapat
menunjukkan bahwa fabel dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu media
pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
eksperimen, sedangkan peneliti akan melakukan penelitian dengan metode
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pada penelitian ini, fabel dan hasil belajar
digunakan sebagai variabel. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti, fabel digunakan sebagai media dan variabel yang digunakan adalah
motivasi serta hasil belajar. Pada penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan,
peneliti tidak menggunakan kelompok lain sebagai pembanding karena peneliti
akan menggunakan fabel dalam satu kelompok kelas yang menjadi subjek
penelitian.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nuramalina (2015), perbedaan antara
penelitian tersebut dengan peneitian yang dilakukan oleh peneliti adalah dari jenis
penelitian. Penelitian tersebut merupakan penelitian eksperimen kuantitatif
sedangkan peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Selain itu, pada
penelitian tersebut berfokus pada penggunaan fabel untuk meningkatkan
perkembangan bahasa anak, sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan
berfokus pada penggunaan media fabel untuk meningkatkan motivasi serta hasil
belajar. Dengan melihat hasil positif antara fabel dan hasil belajar dari penelitian
ini, peneliti menjadikan penelitian ini sebagai sumber yang relevan.
Peneliti memilih penelitian Rosela (2016) sebagai penelitian yang relevan
karena berhasil menunjukkan bahwa penggunaan media dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa, media yang digunakan sangat inovatif dan baru