• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan pola asuh makan dan status gizi dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas plus, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima JURNAL. JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan pola asuh makan dan status gizi dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas plus, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima JURNAL. JURNAL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

HUBUNGAN POLA ASUH MAKAN DAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PLUS, KECAMATAN SAPE, KABUPATEN BIMA

Ardiansyah1, Diffah Hanim2, Kusnandar2 1

Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Gizi Universitas Sebelas Maret 2

Dosen Program Pascasarjana Ilmu Gizi Universitas Sebelas Maret (ardiardian_ardi@yahoo.com)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh makan dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Plus, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima. Desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional. Responden terdiri dari 85 anak usia 6-24 bulan dan diambil dengan

teknik consecutive sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan dianalisis dengan analisis regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan anak usia 6-24 bulan berhubungan signifikan dengan frekuensi makan dan waktu pertama pemberian MP-ASI

setelah dikontrol confounder asupan energi Hasil

penelitian juga menunjukkan bahwa perkembangan anak usia 6-24 bulan berhubungan signifikan dengan status gizi setelah dikontrol

confounder asupan energi , asupan protein , pendidikan

ibu dan infeksi

(2)

commit to user

2 ABSTRACT

This study aim to analyze the association between parental feeding practices and nutritional status was associated with the development of children aged 6-24 months in the working area of Puskesmas Plus, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima. The study was designed as a observational analytic research with a cross sectional approach. Respondent consisted of 85 children aged 6-24 months and were selected following a consecutive sampling procedure. Data collected by questionnaires and were analyzed by logistic binary regression. Research revealed a significant association between development of children aged 6-24 months with meal frequencies and first time complementary feeding after controlled by energy intake as confounder Research also revealed significant association between development of children aged 6-24 months and nutritional status after controlled by confounders variables of energy intake , protein intake , mother’s education and infection .

(3)

commit to user

3 Pendahuluan

Masa anak di bawah lima tahun merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak karena pertumbuhan dasar yang berlangsung akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan selanjutnya (Gunawan et al, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan paling pesat terjadi pada dua tahun awal kehidupan sehingga disebut periode emas (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Pada usia ini, anak berada dalam pertumbuhan tinggi dan saat dimulainya pemberian makanan selain ASI (Gemala et al, 2009).

Secara garis besar perkembangan anak meliputi perkembangan motorik, bahasa, bicara serta sosial kemandirian. Di Indonesia sekitar 5 hingga 10% anak diperkirakan mengalami keterlambatan perkembangan. Prevalensi kejadian keterlambatan perkembangan pada anak di bawah 5 tahun diperkirakan sekitar 1-3% (IDAI, 2013).

Periode emas perkembangan anak dapat diwujudkan dengan asupan gizi sesuai untuk tumbuh kembang (Kemenkes, 2013a). Kekurangan gizi pada periode emas menyebabkan gangguan tumbuh kembang, serta menyebabkan perubahan struktur dan fungsi otak di mana sel otak dapat berkurang 15% hingga 20% (Michael, 2008). Anak dengan kondisi kurang gizi juga beresiko tinggi infeksi. Jika pola makan pada anak tidak diberikan dengan baik maka akan terjadi gangguan tumbuh kembang anak (Purwani dan Maryam, 2013).

Rekomendasi WHO dan UNICEF terdiri dari 4 hal penting yang harus dilakukan dalam praktik pemberian makan pada bayi dan anak yaitu memberikan air susu ibu (ASI) kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah kelahiran, memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, memberikan

makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak usia 6 bulan sampai 24 bulan serta meneruskan pemberian ASI sampai usia 24 bulan atau lebih (Kemenkes, 2011).

Status gizi juga mempengaruhi perkembangan anak. Data Riskesdas (2013) menunjukan prevalensi kasus gizi kurang pada anak Indonesia adalah 19,6% sementara di NTB mencapai angka 25,7% (Kemenkes, 2013b). Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) di Kabupaten Bima pada 2013 menemukan prevalensi gizi kurang pada anak usia 0-59 bulan berdasarkan index berat badan menurut umur (BB/U) terdapat 10.866 (20,10%) dan 20% (2.000) di antaranya berusia 12-24 bulan (Dinkes Bima, 2014). UNICEF (1998) dalam Gemala et al (2009) menyatakan bahwa kekurangan gizi berdampak perkembangan fisik, mental, kecerdasan, kemampuan interaksi anak dengan lingkungan, sosialisasi dan kemandirian.

Puskesmas Plus Kecamatan Sape adalah salah satu Puskesmas di Kabupaten Bima, NTB. Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada survei awal terhadap 20 ibu yang memiliki anak usia 6-24 bulan, 13 orang di antaranya ternyata memberikan MP-ASI sebelum anak berusia 6 bulan. Ibu-ibu ini juga menyatakan bahwa anaknya susah makan dan mereka kurang memahami kebutuhan gizi untuk tumbuh kembang anak. Ibu sering memberikan makanan yang disukai anak saja tanpa memperhatikan kandungan gizi.. Sementara 8 anak di antaranya berstatus gizi kurang.

(4)

commit to user

4 Metode

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, dimana dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek dipelajari dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu.

Populasi penelitian adalah seluruh anak berusia 6-24 bulan (579 anak) di wilayah kerja Puskesmas Plus, Sape, Bima, NTB. Sampel penelitian adalah 85 anak usia 6-24 bulan dihitung dengan mekanisme Slovin dengan derajat penyimpangan populasi 10%. Sampel penelitian diambil secara

consecutive sampling dengan

mengambil sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusinya adalah anak tidak dalam perawatan medis saat penelitian, bertempat tinggal di Kecamatan Sape dan tidak sedang merantau serta berusia

sesuai KPSP. Kriteria eksklusinya adalah anak dengan kelainan congenital atau cacat fisik dan anak yang berpindah-pindah puskesmas saat penelitian berlangsung.

Penelitian dilakukan pada bulan November-Desember 2015. Variabel independennya adalah status gizi dan pola asuh makan yang terdiri atas jenis makanan, frekuensi makan, waktu pertama kali pemberian ASI dan MP-ASI. Variabel dependennya adalah perkembangan anak usia 6-24 bulan. Variabel potensi perancu adalah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, asupan energi, asupan protein, asupan lemak dan infeksi. Data penelitian adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Analisa data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi

square serta fisher exact serta

multivariate dengan binary logistic regression.

Hasil Penelitian

Distribusi responden menurut karakteristiknya menunjukkan bahwa dari 85 responden, sebanyak 43 responden diketahui berusia 12-24 bulan (50,6%), sebanyak 45 responden diketahui berjenis kelamin perempuan (52,9%), sebanyak 31 responden diketahui mendapatkan asupan protein yang sedang (36,5%), sebanyak 33 responden diketahui mendapatkan asupan lemak yang sedang (38,8%), sebanyak 31 responden diketahui mendapatkan asupan energi yang sedang (36,5%), sebanyak 52 responden memiliki ibu berpendidikan rendah (61,2%), sebanyak 60 responden memiliki ibu yang tidak bekerja (70,6%) dan sebanyak 44 responden tidak memiliki riwayat infeksi (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Responden

Variabel n %

Usia anak

6-8 bulan 16 18,8

9-11 bulan 26 30,6

12-24 bulan 43 50,6

Jenis kelamin anak

Laki-laki 40 47,1

Perempuan 45 52,9

Asupan protein

Baik 24 28,2

Sedang 31 36,5

Kurang 30 35,3

Asupan lemak

Baik 25 29,4

Sedang 33 38,8

Kurang 27 31,8

Asupan energi

Baik 26 30,6

Sedang 31 36,5

(5)

commit to user

5 Pendidikan ibu

Tinggi 5 5,9

Menengah 28 32,9

Rendah 52 61,2

Pekerjaan ibu Bekerja di luar rumah

17 20

Bekerja di dalam rumah

8 9,4

Tidak bekerja 60 70,6 Riwayat infeksi

Ada infeksi 41 48,2

Tidak ada infeksi 44 51,8 Data Primer (2016)

Gambaran pola asuh makan dari 85 responden menunjukkan sebanyak 59 responden mendapatkan jenis makanan yang sesuai dengan usia mereka (69,4%), 65 responden mendapatkan frekuensi makan yang tepat (76,5%), 68 responden memiliki waktu pertama kali pemberian ASI yang baik (80%), 45 responden memiliki waktu pertama kali pemberian MP-ASI yang tidak baik (52,9%) dan 54 responden memiliki status gizi yang baik (63,5% (Tabel 2).

Tabel 2. Pola Asuh Makan dan Status Gizi

Variabel n %

Jenis makanan

Sesuai usia 59 69,4

Tidak sesuai usia 26 30,6 Frekuensi makan

Tepat 65 76,5

Tidak tepat 20 23,5

Waktu pertama kali pemberian ASI

Baik 68 80

Tidak baik 17 20

Waktu pertama kali pemberian MP-ASI

Baik 40 47,1

Tidak baik 45 52,9

Status Gizi

Gizi baik 54 63,5

Gizi kurang 31 36,5

Data Primer (2016)

Hasil pengukuran dengan KPSP terhadap 85 anak menemukan sebanyak 47 anak yang termasuk dalam kategori perkembangan kurang baik (55,3%) dan jenis keterlambatan yang paling dominan adalah keterlambatan motorik halus yang dialami oleh 17 responden (20%) (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Pengukuran KPSP

Variabel n %

Perkembangan umum

Baik 38 44,7

Kurang baik 47 55,3

Jenis keterlambatan

Tidak ada 38 44,7

Motorik halus 17 20

Motorik kasar 16 18,8 Sosial kemandirian 6 7,1 Bicara dan bahasa 8 9,4 Data Primer (2016)

Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel pola asuh makan yang dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan di Puskesmas Plus, Sape, Bima, NTB diketahui bahwa variabel pola asuh makan yang berhubungan signifikan dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan terdiri atas jenis makanan frekuensi makan

waktu pertama kali

pemberian ASI dan waktu pertama kali pemberian MP-ASI

. Sementara itu hasil

(6)

commit to user

6

Tabel 4. Hubungan Pola Asuh Makan dan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Usia 6-24 Bulan Menurut KPSP

Variabel

Perkembangan Anak

Menurut KPSP Total

Nilai Baik Kurang Baik

n % n % n %

Jenis makanan

Sesuai usia 38 64,4 21 35,6 59 100

<0,001

Tidak sesuai usia 0 0 26 100 26 100

Frekuensi makan

Tepat 36 55,4 29 44,6 65 100

<0,001

Tidak tepat 2 10,0 18 90,0 20 100

Waktu pertama kali pemberian ASI

Baik 36 52,9 32 47,1 68 100 0,002

Tidak baik 2 11,8 15 88,2 17 100

Waktu pertama kali pemberian MP-ASI

Baik 32 80 8 20 40 100 <0,001

Tidak baik 6 13,3 39 86,7 45 100

Status gizi

Gizi baik 37 68,5 17 31,5 54 100 <0,001

Gizi kurang 1 3,2 30 96,8 31 100

Data Primer (2016)

Variabel yang masuk ke dalam permodelan multivariat hubungan pola asuh makan dengan perkembangan anak setelah dilakukan seleksi bivariat

adalah asupan energi, jenis makanan, frekuensi makan, waktu pertama ASI dan waktu pertama MP-ASI.

Tabel 5. Permodelan Multivariat Hubungan Pola Asuh Makan dengan Perkembangan Anak Usia 6-24 Bulan

Variabel B SE Wald df Exp (B) Nilai

Asupan energi 2,998 1,067 7,899 1 20,044 0,005 Jenis makanan 20,953 6332,716 0,000 1 1E+009 0,997 Frekuensi makan 3,829 1,571 5,940 1 46,006 0,015 Waktu pertama ASI 3,070 1,895 5,624 1 21,546 0,105 Waktu pertama MP-ASI 3,197 1,285 6,192 1 24,467 0,013

Constant -9,243 2,998 9,505 1 0,00 0,002

Sumber: Data Primer (2016)

Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara jenis makanan dan waktu pertama pemberian ASI dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan setelah dikontrol variabel

(7)

commit to user

7 makan merupakan variabel yang paling berhubungan dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan dengan besar nilai Exp. B sebesar 46,006. Satu-satunya variabel confounder bagi hubungan pola asuh makan dan perkembangan anak usia 6-24 bulan adalah asupan energi dengan nilai Exp. B sebesar 20,044 (Tabel 5).

Sementara itu variabel yang masuk ke dalam permodelan multivariat hubungan status gizi dengan perkembangan anak setelah dilakukan seleksi bivariat adalah status gizi, asupan protein, asupan energi, pendidikan ibu, dan infeksi.

Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan signifikan antara status gizi

dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan setelah dikontrol oleh variabel perancu (p = 0,001). Status gizi merupakan variabel yang paling berhubungan terhadap perkembangan anak usia 6-24 bulan dengan besar nilai Exp.(B) sebesar 105,401. Variabel

confounder bagi hubungan status gizi

dan perkembangan anak usia 6-24 bulan adalah asupan energi , asupan protein , pendidikan ibu , dan infeksi dengan variabel

confounder yang paling dominan

adalah infeksi dengan besar nilai Exp.(B) sebesar 13,206 (Tabel 6).

Tabel 6. Permodelan Multivariat Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Usia 6-24 Bulan

Variabel B SE Wald df Exp (B) Nilai

Asupan protein 1,301 0,713 3,334 1 3,674 0,068 Asupan energi 1,359 0,628 4,682 1 3,892 0,030 Pendidikan ibu 1,239 0,734 2,851 1 3,454 0,091

Infeksi 2,581 0,944 7,478 1 13,206 0,006

Status gizi 4,658 1,454 10,267 1 105,401 0,001

Constant -9,235 2,710 11,613 1 0,00 0,001

Sumber: Data Primer (2016)

Pembahasan

Pada permodelan multivariat pola asuh makan dan perkembangan anak usia 6-24 bulan, setelah dikontrol oleh variabel perancu, hanya variabel frekuensi makan dan waktu pertama MP-ASI saja yang berhubungan signifikan dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan. Frekuensi makan merupakan variabel yang paling berhubungan dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan dengan besar nilai Exp. B sebesar 46,006.

Penelitian Mcgregor et al. (2007) mengemukakan bahwa frekuensi makan merupakan salah satu faktor determinan

dari pertumbuhan anak. Frekuensi makan yang tidak sesuai pada anak di bawah 5 tahun menyebabkan malnutrisi dan beresiko tinggi terhadap infeksi. Kecukupan nutrisi adalah faktor determinan kuat bagi perkembangan kognitif awal pada anak sekaligus prediktor bagi kemampuan kognitif anak di masa depan.

(8)

commit to user

8 setelah berusia lebih dari 6 bulan memiliki rerata perkembangan kognitif, komunikasi, dan motorik yang lebih baik dibandingkan anak yang mendapatkan MP-ASI pada usia 1-6 bulan dan anak yang mendapatkan MP-ASI sebelum berusia 1 bulan menunjukkan rerata perkembangan terburuk.

Hasil riset klinis pemetaan otak via MRI oleh Deoni et al. (2013) menunjukkan bahwa bayi yang menerima MP-ASI setelah berusia 6 bulan memiliki perkembangan otak yang lebih baik. Pada usia 2 tahun, bayi yang memperoleh MP-ASI setelah usia 6 bulan menunjukkan perkembangan otak di wilayah bahasa, fungsi emosial serta kognitisi yang lebih menonjol dibandingkan dengan anak yang memperoleh MP-ASI sebelum berusia 6 bulan. Anak yang memperoleh MP-ASI setelah usia 6 bulan mengembangkan myelin otak yang lebih banyak. Myelin merupakan material lemak yang menginsulasi serabut saraf otak dan mempercepat otak memproses sinyal.

Satu-satunya variabel confounder bagi hubungan pola asuh makan dan perkembangan anak usia 6-24 bulan adalah asupan energi. Hasil permodelan menunjukkan bahwa variabel

confounder asupan energi ternyata

berhubungan signifikan dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan dengan besar nilai Exp. B sebesar 20,044.

Lima tahun pertama kehidupan merupakan masa emas perkembangan otak anak. Asupan energi yang kurang akan meningkatkan resiko malnutrisi dan infeksi pada anak. Kejadian infeksi dan malnutrisi menurunkan kadar

myelin dalam otak sekaligus

menghambat perkembangan volume otak karena otak memerlukan asupan

energi konsisten. Kekurangan asupan energi juga menganggu perkembangan motorik anak (Caufield et al., 2014).

Tidak adanya hubungan jenis makanan dengan waktu pertama kali pemberian ASI setelah dikontrol oleh variabel perancu pada penelitian ini dapat disebabkan faktor prenatal. Faktor prenatal tersebut dapat berupa adanya kemungkinan status gizi yang kurang, pola makan yang kurang baik selama kehamilan (Smith et al., 2015).

Sementara itu hasil permodelan multivariat hubungan antara status gizi dengan dan perkembangan anak usia 6-24 bulan, setelah dikontrol oleh variabel perancu, status gizi diketahui berhubungan signifikan dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan

. Status gizi merupakan

variabel yang paling berhubungan terhadap perkembangan anak usia 6-24 bulan dengan besar nilai Exp.(B) sebesar 105,401.

Asupan gizi dapat diindikasikan dengan pencapain pertumbuhan (tinggi dan berat badan) yang normal. Pertumbuhan yang normal mengindikasikan perkembangan sel, jaringan dan otot tubuh yang baik. Kemampuan otot yang baik menunjang kemampuan mekanik anak dalam mengembangkan kemampuan motorik kasar dan halus yang merupakan perkembangan mendasar. Kemampuan motorik kasar dan halus kemudian berkembang merefleksikan untuk merefleksikan perkembangan kognitif yang lebih kompleks seperti perkembangan bicara dan bahasa. serta keterlambatan sosial kemandirian (Siagian dan Halistijayani, 2015).

(9)

commit to user

9 balita berusia 3-5 tahun di Desa Cibanteng Jawa Barat, ditemukan hubungan yang signifikan dengan perkembangan kognitif serta motorik. Sementara Helmizar et al. (2013) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa status gizi berhubungan positif secara signifikan dengan perkembangan motorik, kognitif dan bahasapada anak berusia 6 bulan di Tanah Datar Sumatera Barat.

Variabel confounder bagi hubungan status gizi dan perkembangan anak usia 6-24 bulan pada penelitian ini adalah asupan energi , asupan protein , pendidikan ibu , dan infeksi dengan variabel confounder yang paling berhubungan terhadap perkembangan anak usia 6-24 bulan adalah infeksi dengan besar nilai Exp.(B) sebesar 13,206.

Anak berusia di bawah 5 tahun sangat rentan terhadap infeksi, terutama anak-anak di negara berkembang. Studi Walker et al. (2007) terhadap database penelitian klinis di berbagai negara menemukan bahwa infeksi diare pada 2 tahun awal kehidupan berhubungan dengan keterlambatan perkembangan kognitif anak. Penelitian longitudinal Berkman et al. (2002) juga menemukan bahwa infeksi diare pada usia dini berhubungan dengan fungsi kognitif yang buruk ketika berusia 9 tahun. Hubungan tersebut terjadi secara tidak langsung dengan perantara kejadian malnutrisi sebagai akibat dari kejadian diare, terutama diare berulang.

Selain variabel infeksi, variabel

confounder lain bagi hubungan status

gizi dan perkembangan anak usia 6-24 bulan yakni asupan energi, asupan

protein dan pendidikan ibu diketahui tidak berhubungan signifikan dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan.

Asupan protein sebenarnya dapat berhubungan dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan. Penelitian Stephens et al. (2008) menemukan asupan protein berhubungan dengan perkembangan mental, psikomotor dan kognitif karena asupan protein berperan dalam pembentukan struktur otak serta perkembangan saraf otak.

Isanurug et al. (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa anak yang diasuh oleh orang tua berpendidikan rendah memiliki resiko 3 kali lebih besar mengalami keterlambatan perkembangan. Pola pengasuhan orang tua dengan pendidikan tinggi terbukti memberikan stimulasi yang lebih baik terhadap perkembangan anak, orang tua dengan pendidikan tinggi juga memiliki perilaku sehat (health behavior) dan perilaku pengobatan (health seeking) yang lebih baik dan mendukung perkembangan anak.

Sementara itu hubungan variabel

confounder asupan energi dengan

(10)

commit to user

10 Kesimpulan dan Implikasi

1. Hasil penelitian menyimpulkan adanya hubungan pola asuh makan (frekuensi makan dan waktu pertama MP-ASI) dan status gizi dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Plus, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima. 2. Secara teoritis pola asuh makan yang

tidak baik pada anak dapat memicu terjadinya penyakit infeksi, sehingga mempengaruhi nafsu makan anak yang berdampak pada kurangnya asupan zat gizi anak. Hal ini menyababkan status gizi yang kurang baik pada anak sehingga beresiko terjadinya gangguan perkembangan anak.

3. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran perkembangan anak di Wilayah kerja Puskesmas Plus, serta dapat menambah pengetahuan orang tua tentang bagaimana pola asuh makan yang baik pada anak sesuai kebutuhannya.

Saran

Puskesmas Plus perlu meningkatkan monitoring dan intervensi gizi untuk meningkatkan pola asuh makan, status gizi dan perkembangan anak usia 6-24 bulan di wilayah kerjanya. Monitoring dan intervensi gizi dapat dilakukan secara terintegrasi dengan optimalisasi peran posyandu keliling.

Daftar Pustaka

Berkman, D.S., et al. 2002. Effects of Stunting, Diarrhoeal Disease, and Parasitic Infection During Infancy on Cognition in Late Childhood: A Follow-Up Study.

Lancet 359: 546-571.

Caufield, L.E., et al. 2014. Infant Feeding Practices, Dietary Adequacy and Micronutrient Status Measures in The MAL-ED Study. Clinical Infectious

Disease 59(S4): 248-254.

Deoni, S.C.L., et al. 2013. Breasfeeding and Early White Matter Development: A Cross Sectional Study. Neuoroimage 82: 77-86.

Dinkes NTB. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat

Tahun 2012. Dinas Kesehatan

Provinsi Nusa Tenggara Barat, Mataram.

Dinkes Bima. 2012. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten

Bima Tahun 2012. Dinkes Kab.

Bima

Gemala, I., et al. 2009. Perkembangan Anak Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Padang. Jurnal

Kesehatan Masyarakat,

September 2008 - Maret 2009, Vol. 3, No. 1

Gunawan. G, et al. 2011.Hubungan status gizi dan perkembangan anak Usia 1–2 Tahun. Sari

Pediatri, Vol. 13, No. 2,

Agustus 2011

Helland, I.B. et al. 2008. Maternal Supplementation with Very Long Chain n-3 Fatty Acids During Pregnancy and Lactation Augments Childrens IQ at 4 Years of Age. Pediatric 111(1): e39-e44.

(11)

commit to user

11 Vol.5 (2015) No.3 ISSN:208-5334: 216-221.

IDAI. 2013. Menegenal Keterlambatan Perkembangan Umum Pada Anak. http://idai.or.id/public- articles/seputar-kesehatan- anak/mengenal-keterlambatan- perkembangan-umum-pada-anak.html Diakses 25 Agustus 2015

Isanurug, S., et al. 2005. Factors Influencing Development of Children Aged One to Six Years Old. J Med Assoc Thai 88(1): 86-90.

Kemenkes RI, 2011. Modul Pelatihan

Konseling Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI).

Jakarta: Direktoral Jendral Bina Gizi dan KIA

Kemenkes RI, 2013a. Pedoman

pemberian makanan

pendamping ASI berbasis

pangan local. Jakarta ;

Direktoral Jendral Bina Gizi dan KIA

Kemenkes RIF, 2013b. Riset Kesehatan

Dasar 2013. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Leventakou, V., Roumeliotaki, T., Koutra, K., Vassilaki, M., Mantzouranis, E., Bitsios, P., Kogevinas, M., Chatzi, L. 2013. Breastfedding Duration and Cognitive, Languge and Motor Development at 18 Months of Age: Rhea Mother-Child Cohort in Crete Gree. J Epidemiol

Community Health 1: 1-8

Mcgregor, S., et al. 2007. Developmental Potential in The First 5 Years For Children in Developing Countries. Lancet 369: 60-70.

Purwani E., Mariyam. 2013. Pola Pemberian Makan Dengan Status Gizi Anak Usia 1 Sampai 5 Tahun Di Kabunan Taman Pemalang. Jurnal Keperawatan Anak. Volume 1, No. 1, Mei 2013: 30-36

Siagian, C.M., Halistijayani, M. 2015.

Mothers’ Knowledge On

Balances Nutrition to Nutritional Status of Children in Puskesmas in the Distric of Pancoran Southern Jakarta 2014. Int J Curr Microbiol App Sci 4(7): 815-826.

Solihin. R.D.M., et al. 2013. Kaitan Antara Status Gizi, Perkembangan Kognitif, Dan Perkembangan Motorik Pada Anak Usia Prasekolah.

Penelitian Gizi Dan Makanan,

Juni 2013 Vol. 36 (1): 62-72 Stephens, B.E., et al. 2008. First-Week

Protein and Energ Intakes Are Associated with 18-Months Developmental Outcomes in Extremelly Low Birth Weight Infants. Pediatrics 123(5): 1337-1343.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Responden Variabel n %
Tabel 3.Variabel Perkembangan umum
Tabel 4. Hubungan Pola Asuh Makan dan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Usia 6-24 Bulan Menurut KPSP

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian : penelitian ini menunjukan (1) adanya perbedaan signifikan antara jenis MP-ASI dengan ststus gizi anak usia 9-24 bulan (p=0,003), (2) anak dengan MP-ASI

Oleh karena itu perlu penelitian tentang hubungan pengetahuan gizi ibu dan pola pemberian MP – ASI dengan perkembangan motorik pada anak stunting usia (12 – 24) bulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pola asuh pemberian makan pada balita stunting usia 6 – 12 bulan diperoleh pola asuh ibu dari hasil

Judul Skripsi : Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pattingalloang Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar Tahun 2010..

Karyadi (1985), mendefinisikan pola asuh makan sebagai praktik pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak berkaitan dengan cara dan situasi makan. Selain pola asuh makan,

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengidentifikasi hubungan pengetahuan ibu, pola asuh dan pemberian MP-ASI terhadap status gizi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja

Distribusi Sampel Berdasarkan Pola Asuh Makan Pada Anak Balita di Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe Pola Asuh Makan n % Baik 33 47% Kurang 37 53% Total 70 100% Sumber :

Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita 12-59 bulan berdasarkan indikator BB/U di wilayah kerja Puskesmas Kolok Kota Sawahlunto Tahun 2019.. Gambaran Pola Asuh