ANALISIS MULTIFAKTOR YANG MEMPENGARUHI ASFIKSIA NEONATORUM
Lia Agustin(1), Didik Tamtomo(2), Uki Retno Budihastuti(3) Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana UNS
liaagustin77.la@gmail.com
ABSTRAK
Latar belakang :Kelahiran dengan asfiksia merupakan penyebab hilangnya kehidupan dan mempengaruhi perkembangan. Asfiksia menempati penyebab kematian bayi ke-3 di dunia dalam periode awal kehidupan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis multifaktor yang menyebabkab asfiksia neonatorum.
Metoda dan subyek penelitian:Data diambil dari rekam medik bayi yang lahir dan data primer dari ibu yang melahirkan bayi di RS di Kediri, yang dipilih secara fix deases sampling yang lahir pada bulan Maret - April 2016. Kelahiran asfiksia kondisi bayi dengan apgar kurang dari sama dengan enam pada menit pertama. Variabel dependen yaitu bayi dengan asfiksia dan variabel independen yaitu pendidikan ibu, pendapatan keluarga, usia ibu, preeklamsia, prematuritas dan BBLR. Analisis data menggunakan regresi logistik ganda.
Hasil :Dari hasil uji statistik diperoleh faktor - faktor tersebut yang secara statistik signifikan adalah faktor pendidikan ibu < SMA (OR= 2.76, CI 95%1.02 hingga 7.44, p = 0.045) usia ibu <20 tahun dan > 35 tahun (OR = 6.33, CI 95% 1.94 hingga 20.67, p = 0.002) , preeklamsia (OR = 5.10, CI 95%1.30 hingga 20.01 , p = 0.019) dan Berat badan lahir rendah (OR = 17.69, CI95% 1.86 hingga 167.91, p = 0.012). Selanjutnya faktor yang tidak signifikan adalah pendapatan keluarga < Rp 1.494.000 (OR = 0.48,CI 95% 0.73 hingga 5.93, p = 0.169), dan prematur (OR = 2.56,CI 95% 1.30 hingga 20.01, p = 0.274)
Kesimpulan:Ada empat variabel yang memiliki pengaruh secara statistik signifikan yaitu pendidikan < SMA, Usia <20 tahun dan > 35 tahun, preeklamsia, dan BBLR yang meningkatkan asfiksia. Variabel yang tidak signifikan pendapatan keluarga <Rp 1.494.000 dan prematur.
Kata Kunci : pendidikan ibu, pendapatan keluarga, usia ibu, preeklamsia, prematur, BBLR, asfiksia neonatorum
Kelahiran dengan asfiksia
merupakan penyebab hilangnya
kehidupan dan mempengaruhi
perkembangan (Geva, 2012).
Asfiksia neonatorum kondisi
dimana bayi tidak menerima Latar Belakang
oksigen sebelumnya, selama atau
setelah kelahiran.Insidensi asfiksia
pada menit pertama 47/1.000
kelahiran hidup dan pada 5 menit
15,7/1.000 lahir hidup untuk semua
neonatus. Insidensi asfiksia
neonatorum di Indonesia kurang
lebih 40/1.000 (Manuaba, 2007),
(Depkes RI, 2009). Di Indonesia
kematian bayi yang disebabkan
karena asfiksia tidak mengalami
perubahan sejak tahun 2000 sampai
2010 yaitu 11% (WHO, 2013).
Kejadian asfiksia di Kabupaten
Kediri juga mengalami peningkatan
mulai dari tahun 2014 sebanyak 200
meningkat pada tahun 2015
sebanyak 304 (BPS Provinsi Jatim,
2013). Penyebab kejadian asfiksia
bisa dari ibu, janin dan lingkungan
sekitar.
Faktor sosial ekonomi seperti
pendidikan, pengetahuan tentang
kesehatan, gizi dan kesehatan
lingkungan, kepercayaan, nilai-
nilai, dan kemiskinan merupakan
faktor individu dan keluarga, akan
mempengaruhi mortalitas dalam
masyarakat. Wanita yang sosial
ekonominya rendah tidak dapat
memenuhi kebutuhannya sehari-
hari karena keterbatasan ekonomi
sehingga kebutuhan gizi wanita
tersebut tidak tercukupi, hal ini
akan berdampak pada kehamilan.
Rendahnya status gizi ibu hamil
selama kehamilan dapat
mengakibatkan berbagai dampak
tidak baik bagi ibu dan bayi,
diantaranya adalah bayi lahir
dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) (Chairunita et.al, 2006). BBLR memiliki risiko 4 kali lipat
terjadi asfiksia dibanding dengan
bayi berat badan lahir cukup
(Saputro dan Ramadhon, 2014).
Rupiyanti (2014) mengatakan
kondisi prematur yaitu bayi yang
lahir sebelum 37 minggu dengan
berat badan kurang dari 2500 gram
dimana fungsi organ tubuh bayi
yang belum optimal akan
menyebabkan kondisi yang buruk
dan beresiko mengalami asfiksia
Faktor - faktor yang
mempengaruhi kematian bayi yang
lain adalah usia ibu saat melahirkan
(Purwatiningsih,2010) Berdasarkan
hasil penelitian terhadap 89
responden yang mengalami partus
prematur, 86.5 % adalah usia
reproduksi sehat (20 hingga 35
tahun) dan 13.5 % adalah usia
berisiko (>35 tahun). Hal ini tidak
sesuai teori dalam buku
Prematuritas (Krisnadi, 2009) yang
menyatakan bahwa usia ibu <16
tahun atau >35 tahun meningkat
risikonya untuk mengalami partus
prematur. Hal ini dikarenakan pada
usia <20 tahun sistem
reproduksinya tidak siap dalam
menerima kehamilan dan pada usia
>35 tahun fungsi dari alat
reproduksi sudah menurun sehingga
akan mempengaruhi kehamilannya.
(Wijayanti et al, 2011)
Ambarwati tahun 2006
menyatakan preeklamsia
berhubungan dengan kejadian
asfiksia. Preeklamsia juga sangat
mempengaruhi janin dan bayi yang
dilahirkan, tingginya angka kejadian
preeklamsia di Indonesia juga
sangat mempengaruhi kondisi janin
dan perinatal. Efek preeklamsia
pada fetal dan bayi baru lahir adalah
insufisiensi plasenta, asfiksia
neonatorum, IUGR, prematur, berat
badan lahir rendah dan kematian
janin (Gilbert dan Harmon,2005)
Rumusan masalah pada penelitian
ini Adakah hubungan pendidikan
ibu, pendapatan keluarga, usia ibu,
preeklamsia, BBLR, dan prematur
dengan asfiksia ?
Jenis penelitian ini adalah
penelitian observasional analitik
dengan pendekatan case control study. Penelitian dilakukan di rumah sakit Gambiran, rumah sakit
Aura syifa, rumah sakit ibu dan anak
Melinda pada bulan Maret - April
2016.
Populasi adalah seluruh bayi yang
lahir dengan asfiksia dengan kriteria
APGAR ≤ 6 dan lahir dirumah sakit.
Teknik sampling menggunakan
fixed diseases sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu bayi
yang lahir dengan asfiksia. Variabel
terikatnya yaitu pendidikan ibu,
pendapatan keluarga, usia ibu,
preeklamsia, BBLR, prematuritas.
Instrumen pada penelitian ini
menggunakan cheklist. Analisis data
menggunakan regresi logistik ganda.
Penelitian ini dilakukan di rumah
sakit yang berada di Kediri.
Deskriptif data variabel ini disajikan
dalam bentuk data nominal dengan
dua kategori (dikotomi). Penyajian
data variabel penelitian bertujuan
untuk mengetahui jumlah dan
persentase dari masing – masing
kategori pendidikan ibu,
pendapatan keluarga, usia ibu,
preeklamsia, BBLR, prematuritas. Hasil
Subyek dan Metode
Di dapatkan data penelitian 120 bayi
dengan 60 bayi mengalami asfiksia
neonatorum dan 60 bayi tidak
mengalami asfiksia neonatorum.
Dari 120 bayi di dapatkan 70
bersalin dengan secsio sesaria dan
50 bersalin secara pervaginam.
Didapatkan data karekteristik
subyek penelitian yaitupendidikan
ibu sebagian besar tinggi (64.2%)
dan pendapatan keluarga sebagaian
besar ≥ UMR (69.2 %). Serta usia
ibu sebagaian besar antara 20
tahun sampai dengan 35 tahun
(76.7%) dan sebagian besar ibu tidak
mengalami preeklamsia (80%), bayi
lahir dengan berat badan normal
(87.5%), dan usia kehamilan aterm
(85.8%).
[image:4.595.90.519.90.497.2]Hasil Analisis Multivariat
Tabel 4.1 Hasil analisis regresi logistik ganda faktor – faktor yang mempengaruhi asfiksia neonatorum
Variabel OR CI 95% P
Batas bawah Batas atas
Pendidikan < SMA 2.76 1.02 7.44 0.045
Pendapatan keluarga < Rp
1.494.000
2.08 0.73 5.93 0.169
Usia ibu <20 tahun dan > 35 tahun 6.33 1.94 20.67 0.002
Preeklamsia 5.10 1.30 20.01 0.019
BBLR 17.69 1.86 167.91 0.012
Prematur 2.56 0.46 13.77 0.274
N observasi = 120 -2 log likelihood = 117.89
Nagelkerke R2 = 44.3 %
Sumber : Hasil Analisis SPSS Versi 22
Bayi berisiko mengalami
asfiksia neonatorum dari ibu
yang berpendidikan kurang dari
SMA mengalami risiko asfiksia
2.76 kali lebih tinggi daripada ibu
yang berpendidikan lebih dari
sama dengan SMA dan secara
statistik signifikan. (OR: 2.76; CI
95 % = 1.02 hingga 7.44; p =
0.045)
Bayi dari keluarga yang
berpedapatan kurang dari Rp
1.494.000 mengalami risiko
asfiksia 2.08 kali lebih besar dari
pada bayi dari keluarga dengan
pendapatan lebih dari sama
dengan Rp 1.494.000 dan secara
statistik tidak signifikan. (OR: 2,
08 ; CI 95% =0.17 hingga 1.373; p
: 0.169)
Bayi dari ibu yang berusia <
20 tahun dan >35 tahun
meningkatkan risiko asfiksia 6.33
kali lebih tinggi dari ibu yang
berusia 20 tahun hingga 35 tahun
dan secara sstatistik signifikan.
(OR: 6.33; CI 95%= 1.94 – 20.67;
p : 0.002)
Bayi dari ibu yang
preeklamsia mengalami risiko
asfiksia 5.10 kali lebih tinggi
daripada ibu tidak preeklamsia
dan secara statistik signifikan
(OR: 5.10; CI 95% = 1.30 hingga
20.01; p = 0.019)
Bayi dengan berat badan
lahir redah mengalami risiko
asfiksia 17.69 kali lebih rendah
dari pada bayi dengan berat
badan lahir normal dan secara
statistik signifikan. (OR: 17.69; CI
95% = 1,86 hingga 167.92; p:
0.012)
Bayi yang lahir prematur
mengalami risiko asfiksia 2.56
kali lebih besar dari pada bayi
yang lahir aterm dan secara
statistik tidak signifikan. (OR:
2.56; CI 95%= 0.48 hingga 13.77;
p : 0.274)
Bayi berisiko mengalami asfiksia
neonatorum dari ibu yang
berpendidikan kurang dari SMA
mengalami risiko asfiksia 3 kali
lebih tinggi daripada ibu yang
berpendidikan lebih dari sama
dengan SMA. Menurut
(Rachatapantanakorn,
2010),(Gage,2013),( Morsy dan
Alhabi, 2014)Pendidikan yang
tinggi tentunya akan
memperhatikan kesehatan
mereka. Seseorang dengan
pendidikan tinggi akan lebih
memanfaatkan fasilitas kesehatan
dari pada orang dengan
pendidikan rendah. Pendidikan
yang tinggi mampu merubah cara
pandang ibu terhadap nutrisi
yang dikonsumsi selama hamil.
Ibu dengan pendidikan tinggi
memiliki pengetahuan yang lebih
baik mengenai pemenuhan
nutrisi selama hamil. Ibu hamil
akan lebih banyak mengkonsumsi
berbagai jenis makanan yang
bergizi guna untuk
perkembangan janin dalam
rahim. Hal ini sesuai dengan
penelitian Morsy dan Alhabi,
2014 bahwa pendidikan memiliki
efek tidak langsung terhadap
pemahaman ibu mengenai nutrisi
saat hamil. Pembahasan
Janin yang tidak cukup nutrisi
selama dalam rahim berisiko
mengalami komplikasi misalnya
kecacatan organ dan BBLR. Hal
ini sesuai dengan pendapat Silva
2010 bahwa pertumbuhan janin
mengalami keterlambatan pada
wanita dengan pendidikan
rendah. Oleh karena itu secara
tidak langsung bayi dari ibu
dengan pendidikan rendah lebih
berisiko mengalami asfiksia
neonatorum
Bayi dari keluarga yang
berpedapatan kurang dari dengan
Rp 1.494.000 mengalami risiko
asfiksia 2 kali lebih besar dari
pada bayi dari keluarga dengan
pendapatanlebih besar sama
dengan dari Rp 1.494.000.
Menurut Panal (2011) ibu hamil
dengan ekonomi yang tinggi
memiliki status gizi yang baik.
Beragamnya jenis makanan yang
dikonsumsi oleh ibu hamil maka
akan tercukupi nutrisi pada ibu
dan janinya. Pendapatan
merupakan faktor penentu
kualitas dan kuantitas hidangan
dalam keluarga. Dalam hal ini
pemenuhan nutrisi dalam jumlah
yang cukup akan meningkatkan
status kesehatan keluarga.
Banyaknya kematian bayi
merupakan indikator kuat
kesehatan yang buruk. Menurut
Jahan (2008) salah satu
penyebab kematian bayi adalah
kemiskinan. Menurut WHO
(2011) kematian neonatal
tertinggi di negara – negara
berpenghasilan rendah, dan ini
akan menurun apabila
pendapatan suatu daerah akan
meningkat. Pendapatan keluarga
meningkatkan status gizi
perempuan hamil. Kenaikan
berat badan yang kurang
meningkatkan risiko kelahiran
prematur, berat lahir kurang dan
kecacatan menurut Black etal 2013. Pendapatan keluarga bukan
merupakan faktor utama
penyebab kejadian asfiksia
neonatorum. Kondisi bayi yang
kurang sempurna karena masalah
gizi tersebut meningkatkan
komplikasi pada janin setelah
dilahirkan salah satunya yaitu
asfiksia. Bayi yang lahir prematur
dan BBLR adalah bayi yang
rentan terjadi asfiksia.
Bayi dari ibu yang berusia <
20 tahun dan >35 tahun
meningkatkan risiko asfiksia 6
kali lebih tinggi dari ibu yang
berusia 20 tahun - 35 tahun. Hal
ini sesuai dengan pendapat
Gilang (2010) bahwa usia ibu
dianggap optimal dalam
menjalankan proses reproduksi
pada usia 20 tahun – 35 tahun.
Kurang dari itu atau lebih akan
meningkatkan terjadinya
komplikasi pada masa kehamilan
dan persalinan.
Umur pada waktu hamil
sangat berpengaruh pada
kesiapan ibu untuk menerima
tanggung jawab sebagai seorang
ibu sehingga kualitas sumber
daya manusia makin meningkat
dan kesiapan untuk menyehatkan
generasi penerus dapat terjamin.
Kehamilan diusia muda atau
remaja di bawah usia 20 tahun
akan mengakibatkan rasa takut
terhadap kehamilan dan
persalinan, hal ini disebabkan
pada usia ini ibu belum siap
untuk mempunyai anak dan alat
– alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Ibu dengan usia <
20 tahun secara psikologis
mereka memiliki emosi yang
tidak stabil. Kehamilan di usia
muda dapat terjadi karena salah
pergaulan (sex bebas), sehingga
mereka cenderung tidak
menerima kehamilannya ini dan
akan merusaha untuk
menggugurkannya. Sikap egois
yang berfokus pada dirinya
sendiri ini akan berpengaruh
pada kondisi janin yang
dikandungnya. Kebutuhan nutrisi
pada ibu hamil kurang dari 20
tahun akan terbagi menjadi dua
yaitu pada ibu dan janin, dimana
ibu hamil jurang 20 tahun juga
masih memerlukan asupan
nutrisi untuk proses tumbuh
kembang mereka. Oleh karena iu
asupan nutrisi pada janin akan
berkurang dan akan
menimbulkan komplikasi seperti
BBLR, cacat bawaan, prematur.
Masalah kematangan organ juga
merupakan masalah yang penting
seperti organ panggul yang
belum berkembang secara
sempurna sehingga
dikhawatirkan terjadi komplikasi
pada saat persalinan.
Pada usia > 35 tahun akan
menimbulkan kecemasan dan
alat reproduksi ibu terlalu tua
untuk hamil sehingga
menimbulkan banyak komplikasi
(Gerungan et al, 2013). Di usia >
35 tahun masalah kesehatan ibu
yang menurun sehingga
meningkatkan risiko keguguran,
serta kelainan / cacat bawaan
pada janin akibat kelainan
kromosom, ibu cenderung
memiliki tenaga yang lemah
sehingga dikhawatirkan pada
wanita hamil dengan usia lebih
dari 35 tahun akan mengalami
masalah pada saat persalinan
seperti terjadinya partus lama
karena his tidak adequat.
(Kliegman, 2007) (Gunawan,
2010). Persalinan yang lama ini
akan berdampak pada
kesejahteraan janin. Janin akan
lebih berisiko mengalami asfiksia.
Bayi dari ibu yang
preeklamsia mengalami risiko
asfiksia 5 kali lebih tinggi
daripada ibu tidak preeklamsia.
Hal ini sepedapat dari
penelitian (Uzan J,
2011)(Ambarwati,
2009),(Wahyuni ,2010),(Gilbert
dan Harmon, 2005) yaitu
hipoksia plasenta yang terjadi
karena berkurangnya aliran
darah dalam arteri spiralis. Hal
ini disebabkan karena kegagalan
invasi sel tropoblast pada dinding
arteri spiralis pada awal
kehamilan dan awal trimester
kedua kehamilan sehingga arteri
spiralis tidak dapat melebar
dengan sempurna akibanya
penurunan aliran darah dalam
ruang intervilus di plasenta
sehingga terjadi hipoksia
plasenta. Hipoksia ini jika
berlangsung lama akan memicu
terjadiya stress oksidatif. Stres
oksidatif ini akan menyebabkan
kerusakan pada sel endothel pada
pembuluh darah yang disebut
disfungsi endothel. Disfungsi
endothel secara berlanjut akan
mnyebabkan kerusakan organ.
Kerusakan organ yang dapat di
timbulkan dari disfungsi endothel
seperti ginjal, penyempitan
pembuluh darah yang ditandai
dengan hipertensi, perubahan
permiabilitas pembuluh darah
ditandai dengn edema, pada
darah terjadi trobositopenia,
hepar, susunan saraf pusat,
plasenta yang dapat
menyebabkan hipoksia janin dan
solusio placenta.
Bayi dengan berat badan lahir
redah mengalami risiko asfiksia
18 kali lebih besar dari pada bayi
dengan berat badan lahir normal.
Hal ini sependapat dengan
penelitian Saputro dan
Romadhon (2014) bahwa
sebagian besar bayi asfiksia
adalah bayi dengan berat badan
lahir rendah. Infeksi saluran
napas akut adalah morbiditas
dominan yang diderita oleh bayi
BBLR (Borah M dan Baruah R,
2015).
BBLR akan mengalami
kesulitan dalam melakukan
transisi akibat berbagai
penurunan pada sistem
pernafasan, diantaranya :
penurunan jumlah alveoli
fungsional, defisiensi kadar
surfaktan, lumen pada sistem
pernafasan lebih kecil, jalan nafas
lebih sering kolaps dan
mengalami obstruksi, kapiler –
kapiler paru mudah rusak dan
tidak matur, otot pernafasan yang
masih lemah sehingga sering
terjadi apnea, asfiksia dan sindrom gangguan pernafasan
(Agustini S,2014), (Soresmi,
2011), (Peters et al, 2009). Kondisi yang menyebabkan bayi
BBLR dapat terjadi dari faktor
ibu ( usia ibu < 20 tahun dan > 35
tahun, sosial ekonomi, penyakit
penyerta selama hamil ibu yang
perokok, pecandu narkoba, dan
peminum minuman keras, faktor
janin), faktor placenta dan faktor
lingkungan (Maryunani dan
Nurhayati , 2009) .
Bayi yang lahir prematur
mengalami risiko asfiksia 3 kali
lebih besar dari pada bayi yang
lahir aterm dan secara statistik
tidak signifikan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Gilang et al (2010) bayi prematur memiliki
organ tubuh masih belum
sempurna, salah satunya adalah
sistem pernafasan, sehingga
resiko terjadi asfiksia tinggi.
Persalinan prematur ialah
persalinan dengan usia
kehamilan kurang dari 37
minggu. Faktor penyebab
persalinan permatur ini dapat
berasal dari ibu, janin dan faktor
khusus seperti serviks
incompeten. (WHO, 2011). Usia kehamilan yang kurang pada bayi
prematur yang menyebabkan
ukuran fisik dan kondisi bayi
prematur yang belum sempurna.
Nutrisi yang seharusnya bisa
dipenuhi sampai dengan usia
kehamilan 37 – 40 minggu yang
dapat meningkatkan berat badan,
pada bayi prematur hal ini tidak
dapat tercukupi karena
persalinan yang terlalu dini yaitu
kurang dari 37 minggu.
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian bahwa kelahiran
prematur meningkatkan risiko
apgar yang rendah. (Ranji,
2011)(Svenvik et al ,2015) Hal ini
sejalan dengan temuan (Escobar,
et al.2006). Bahwa bayi yang lahir di 34 minggu memiliki
kemungkinan 18 kali
memerlukan oksigen selama
setidaknya satu jam atau lebih
dan 19 kali memerlukan ventilasi
dibanding dengan bayi – bayi
yang lahir 38 – 40 minggu.
Menurut Suardana 2013 bayi
yang lahir prematur jumlah
surfaktan pada alveoli kurang dan
bayi bernafas dengan bronkiolus
terminal apabila hal ini
berlangsung lama maka akan
terjadi henti nafas (apnea) .
Surfaktan muncul pada usia
kehamilan 21 minggu dan mulai
memproduksi pada minggu ke 28
dan 32 kehamilan.
Pada bayi prematur surfaktan
sangat kurang sehingga sering
terjadi sidrom pernafasan.
Kondisi prematur memberikan
gambaran klinin yaitu
peningkatan usaha untuk
bernafas dan gangguan
pertukaran gas.
Ada empat variabel yang
memiliki pengaruh secara
statistik signifikan yaitu
pendidikan < SMA, Usia <20
tahun dan > 35 tahun,
preeklamsia, dan BBLR yang
meningkatkan asfiksia. Variabel
yang tidak signifikan pendapatan
keluarga <Rp 1.494.000 dan
prematur.
Saran
Banyak upaya untuk mencegah
mortalitas dan morbiditas yaitu
dengan penerapan P4K,
penempatan bidan, sosialisasi
1000HPK, kebijakan tentang
wajib belajar, membuka
lowongan kerja, serta
diadakannya program EMAS.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini S.(2014). Hubungan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan Kejadian Asfiksia Di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahun
2013.http://opac.say.ac.id/12 46/1/SUCIATI%20AGUSTIN I_2013101040_
NASKAH%20PUBLIKASI.pdf . Diakses tanggal 26 Januari 2016
Ambarwati WN, Idarwati. (2009). Hubungan preeklamsia
dengan kondisi bayi yang dilahirkan secara sectio caesarea di RSUD dr.
Moewardi. Berita
IlmuKeperawatan.2(1):1-6 https://publikasiilmiah.ums. ac.id/. Diakses tanggal 13 Januari 2016
Badan Pusat Statistic Provinsi Jawa Timur. Angka Kematian Bayi (AKB) Penduduk Jawa
Timur Menurut
Kabupaten/Kota, 2009-2013.
Didapat dari
http://jatim.bps.go.id/LinkT abelStatis/view/id/151
Diakses tanggal 27 Januari 2016
Black RE,Victora CG, Walker SP, Bhutta ZA, Christian P, Onis Md, et.al. (2013). Maternal and child undernutrition and overweight in low income and midle income countries. Lancet. ; 382(9890): 427- 451.http://www.thelancet.co m/ journals/ lancet/ article/ PIIS0140-6736% 2813 % 2960937-X/abstract. Diakses 18 Februari 2016
Borah M, Baruah
R.(2015).Morbidity status of low birth weight babies in rural areas of Assam: A prospective longitudinal study.J Family Med Prim Care ;4(3): 380–383.
Chairunita, Hardiansyah, Dwiriani. MC. (2006). Model Penduga Berat Bayi Lahir Berdasarkan Pengukuran Lingkar Panggul Ibu Hamil. Jurnal Gizi dan Pangan November 1 (2) : 17 –
25.http://download.portalgar uda.org/
article.php?article=5357&val =199. Diakses 12 Januari 20216
Departemen Kesehatan RI. (2013). Profil Kesehatan
Indonesia 2012.
http:/www.depkes.go.id/ resources/
download/pusdatin/profil- kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-indonesia-2012.pdf. Diakses pada tanggal 13 Januari 2015. Ensor T, Cooper S, Davidson L,
Fitzmaurice A, Graham WJ. 2010. The Impact of Economic Recession on Maternal, and Infant Mortality: Lessons from History. BMC Public Health;10(727):1 – 9
Gage TB, Fang F, O’Neill E,
Dirienzo G. (2013). Maternal education, birth weight, and infant mortality in the United States. Demography ;50 (2): 615 – 635. Diakses 17 Maret 2016
Gilbert ES, & Harmon JS. (2005). Manual of high risk pregnancy and delivery. (Third Edition). St.Louis: Mosby
Gilang, Notoatmodjo H, Rakhmawatie MR. (2010). Faktor –faktor yang berhubungan denga kejadian asfiksia neonatorum (studi Di
RSUD Tugurejo
Semarang).Diakses tanggal 9 Februari 2016
Gerungan JC, Adam S, Losu FN.(2014). Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia Neoatorum di RSUP Prof. Dr.R.D. Kandou Manado. Jurnal ilmiah bidan;2 (1): 66 – 72.
Geva A, Gray JA. (2012). Quantitative Analysis of Optimal Treatment Capacity for Perinatal Asphyxia. Med Decis Making. 32(2):266– 72.http://www.ncbi.nlm.nih. gov/pubmed/21933991. Diakses tanggal 12 Januari 2016
Gunawan S. (2010). Reproduksi kehamilan dan persalinan : CV Graha
Jahan, S.(2008). Poverty and Infant Mortality in the Eastern Mediterranean region :a meta - analysis. J Epidemiol Community Health 62, pp.745-51 http ://www.intechopen.com/dow nload/pdf/37453. Diakses tanggal 26 Januari 2016
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. (2007). Prematurity and intrauterine growth retardation. Nelson textbook of pediatrics. Philadelphia Saunders Elsevier. http://karya
ilmiah.unisba.ac.id. Diakses tanggal 26 Januari 2016
Manuaba, IBG. (2007). Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba.
Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Maryunani A dan Nurhayati.
(2009). Asuhan
kegawatdaryratan dan penyulit pada neonatus. CV.Trans Info Media. Jakarta.
Morsy N, Alhady S. (2014). Nutritional status and socio – economic condition influencing prevalenc of anemia in pregnant women. International journal of scientific & tecnology research;3:54-60. Diakses 10 Maret 2016
Panal H. (2011). Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Ibu Hamil Di Puskesmas Wongkaditi Kota Gorontalo. Politeknik Kesehatan Propinsi
Gorontalo. http
://download.portalgaruda.or
g/ article.php?
article=137513&val=3591. Diakses Tanggal 19 Januari 2016
Peters KL, Rosychuk RJ,
Hendson L, Coté
JJ,McPherson C, (2009) Tyebkhan JM: Improvement of short- and long-term outcomes for very low birth weight infants: Edmonton NIDCAP trial. Pediatrics. 2009, 124 (4): 1009-20. 10.1542/peds.2008-3808.
Ramji S.(2011). Disease of the newborn infant. In:
Sirvastava RN, Kabra SK, editors. Pediatrics: a concise text. New Delhi: Elsevier. Rachatapantanakorn O,
Tongkumchum P,
Chaisuksant Y. (2010). Factors associated with birth asphyxia in Pattani Hospital,Thailand.
Songklanagarind Medical J ;23:17-27.
Rupiyanti R, Samiasih A, Alfiyanti D. (2014).Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia pada Neonatus Di Rumah Sakit Islam Kendal: 285-291. http://download.portalgarud a.org/article. Diakses Tanggal 31 Januari 2015
Saputro SD dan Romadhon YA. (2014). Hubungan antara berat badan lahir rendah
dengan asfiksia
neonatorum.http
://eprints.ums.ac.id/.pdf Diakses Tanggal 26 Januari 2016
Suadarna K.(2013). Kerja Surfaktan Dalam
Pematangan Paru Janin Preterm. E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana; 1;(2).
Soresmi. (2011). Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Menggala tahun 2010. http://harsonosites.com/201 4/06/28/ hubungan- berat-
badan- lahir-rendah -bblr- dengan-kejadian-asfiksia- neonatorum-di-rsud-menggala-tahun-2010/. Diakses tanggal 9 Februari 2016
Svenvik M, Brudin L, Blomberg M.( 2015). Preterm birth: aprominent risk factor for low Apgar scores. BioMed
Research
International.;2015:p.8.
Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R, Ayoubi JM. (2011). Pre-eclampsia:
pathophysiology, diagnosis, amd management. Vascular health and Risk Management. 7;467-474.
Wahyuni S.(2010). Hubungan Preeklamsia/ Eklamsia Dengan Kejadian Asfiksia Bayi Dengan Kejadian Asfikisa Bayi Baru
Lahir Di Rumah Sakit Islam Klaten.
http://etd.repository.ugm.ac. id. Diakses tanggal 9 Februari 2016.
WHO. (2011). Indicator compendium.http://www.wh o.int/whosis/indicators/en/. Diakses 26 Januari 2016
Wijayanti DM, Bagoes W, Ester R. (2011).Hubungan Usia dan Paritas Dengan Kejadian Partus Prematurus Di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Tahun 2010.Jurnal Kebidanan Panti Walisa.Vol
2 No 1. http://ejurnal.akbidpantiwila sa.ac.id/index.php/kebidana n/article/viewFile/8/7.Diakse s tanggal 20 Januari 2016