commit to user
TESIS
Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah
Oleh :
HARI HANDOKO
NIM. S. 4209065
PROGRAM PASCASARJANA STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user Disusun oleh
HARI HANDOKO
NIM. S. 4209065
Telah disetujui oleh Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Evi Gravitiani, M.Si Drs. Mulyanto, ME NIP. 19730605 200912 2 001 NIP.19680623 1999302 1 001
Ketua Program Studi
Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dr. JJ. Sarungu. Ms NIP. 19510701 198010 1 001
commit to user
Disusun oleh
HARI HANDOKO
NIM. S. 4209065
Telah disejui oleh Tim Penguji
Pada Tanggal :
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Tim Penguji
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Mengetahui Ketua Program Studi
Direktur PPs UNS Magister Ekonomi dan Studi
Pembangunan
commit to user
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : HARI HANDOKO
NIM : S4209065
Program Studi : Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan
Daerah
Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan
jiplakan dari hasil karya orang lain
Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.
Ngawi. Januari 2012
Tertanda
HARI HANDOKO
commit to user
Kupersembahkan karya ini dengan tulus dan penuh rasa syukur kepada :
Isteri dan anak-anakku tercinta yang selalu memberikan motivasi dan doanya
Kabupaten Ngawi
Serta UNS Almamater yang selalu Aku Banggakan
commit to user
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi mengalami peningkatan, hal
ini berarti bahwa prioritas Kebijakan Anggaran adalah didasarkan pada Rata – rata
pertumbuhan Belanja Pembangunan daerah yang lebih tinggi dari Rata – rata
Belanja Rutin selama 2005 sampai dengan 2010. Kontribusi sektoral, Sektor Pertanian masih mendominasi pada Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB) di Kabupaten Ngawi yang diikuti oleh Sektor Perdagangan dan Jasa, Hotel dan Restoran dan sektor pelayanan.
Hasil Estimasi menunjukkan bahwa Belanja Pembangunan dan Belanja Rutin berpengaruh positif dan negatif, akan tetapi kedua variabel statistik tersebut tidak berpengaruh secara signifikan dalam pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi.
Kata Kunci : Belanja Pembangunan, Belanja Rutin, Pertumbuhan Ekonomi
commit to user
The Economic Growth in Ngawi Regency is rising, meanwhile, in Budget Policy Priorities The Growth Rate of Development Expenditure is higher than The Routine Growth Rate Expenditure during 2005 to 2010. Sectoral contribution, The Agricultural Sector still dominates The Gross Regional Domestic Product (PDRB) in Ngawi Regency then followed by Trade and Commerce, Hotel and Restaurant and Services Sectors.
The Estimation Results shows that The Development Expenditure and The Routine Expenditure influence positively and negatively but both variables statistically do not give a significant influence to The Economic Growth in Ngawi Regency.
Key Words : The Development Expenditure, The Routine Expenditure, The
Economic Growth
commit to user
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa atas segala nikmat-nikmat dan rahmatnya yang tak terhitung nilainya serta
berkatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini .
Tesis ini berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN
NGAWI “, disusun sebagai salah satu persyaratan mencapai derajat magister pada
Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan di Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada tesis ini, ucapan
terima kasih Penulis sampaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk moril dan materiil.
Ucapan terima kasih secara khusus Penulis haturkan kepada isteri tercinta dan
anak-anak yang selalu memberi semangat dan doa demi selesainya perjuangan
Penulis serta teman-teman yang mendukung untuk keberhasilan dan
kesuksesanku.
Selain itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, Penulis juga
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1.Dr.A.M. Soesilo, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan
Studi Pembangunan UNS ;
commit to user
dalam penyusunan Tesis ini ;
3. Bapak Drs Amin Sunarto, M.Si selaku Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Ngawi;
4. Bapak-bapak dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat
kepada penulis selama menuntut ilmu di Universitas Sebelas Maret Surakarta;
5. Teman-teman Angkatan XI Kelas Ngawi, terima kasih atas dukungan dan
kebersamaan yang tak pernah luntur;
6. Semua pihak yang telah membantu penyusunan Laporan Akhir ini, yang tidak
dapat Penulis sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan memberikan balasan yang
lebih baik dan pahala yang lebih besar;
Penulis menyadari bahwa penulis tesis ini masih banyak terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu saran dan kritik sebagai
masukan bagi perbaikan dimasa mendatang sangat Penulis harapkan.
Akhirnya, Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Atas segala
kekurangan dalam tesis ini Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima
Kasih.
Surakarta, Pebruari 2012
Penulis
HARI HANDOKO
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN --- iii
KEASLIAN TESIS --- iv
HALAMAN PERSEMBAHAN--- v
ABSTRAK --- vi
ABSTRACT --- vii
KATA PENGANTAR --- viii
DAFTAR ISI --- x
DAFTAR TABEL --- xiii
DAFTAR GAMBAR --- xiv
DAFTAR LAMPIRAN --- xv
BAB I PENDAHULUAN --- 1
A. Latar Belakang --- 1
B. Perumusan Masalah --- 7
C. Tujuan Penelitian --- 7
D. Manfaat Penelitian --- 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA --- 9
A. Teori Pertumbuhan Ekonomi --- 9
1. Pengertian Pertumbuhan ekonomi --- 9
2. Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi --- 10
a. Teori Pertumbuhan Klasik --- 11
b. Teori Pertumbuhan Neo - Klasik --- 12
c. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern --- 13
commit to user
1. Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes --- 14
2. Pembangunan dan Perkembangan Pengeluaran Pemerintah --- 15
3. Hukum Wagner --- 16
4. Teori Peacock dan Wiseman --- 17
5. Teori Mikro --- 17
C. Faktor – Factor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi --- 18
D. Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi --- 20
E. Penelitian Sebelumnya --- 25
G. Kerangka Pemikiran Studi --- 28
F. Hipotesis Penelitian --- 29
BAB III METODE PENELITIAN --- 30
A. Ruang Lingkup Penelitian --- 30
B. Jenis dan Sumber Data --- 30
C. Difinisi Operasional --- 31
D. Model Analisis --- 32
E. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik --- 33
1 Uji Multikolinieritas --- 33
2 Uji F --- 34
3 Uji Autokorelasi --- 35
commit to user
1 Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi --- 37
2 Kondisi Demografis Kabupaten Ngawi --- 38
3 Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi--- 38
4 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah --- 46
B. Analisa dan Hasil Estimasi --- 49
1. Uji Asumsi Klasik --- 49
a. Multi kolinieritas --- 49
b. Korelasi Serial (Autokorelasi) --- 51
c. Uji F (Ramsey Reset test)--- 52
C. Interpretasi Hasil Estimasi --- 53
1. Variabel Pengeluaran Belanja Aparatur (PA)--- 55
2. Variabel Pengeluaran Pelayanan Publik (PP) --- 56
3.Variabel Pertumbuhan Ekonomi Tahun Sebelumnya {PE(-1) --- 57
4. Analisis Overal – Test --- 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN --- 60
A. Kesimpulan --- 60
B. Saran --- 60
DAFTAR PUSTAKA --- 62
commit to user
Tabel : Halaman
4.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Kabupaten Ngawi Tahun
2005-2010 ( Juta Rupiah ) . . . .. . . 39
4.2 PDRB Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006 2010 (Juta Rupiah) . . . 40
4.3 PDRB Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006 2010 (Juta Rupiah) . . . 40
4.4 PDRB Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006 2010 (Juta Rupiah. . . . . . . . 44
4.5 APBD Kabupaten Ngawi Belanja Aparatur dan Pelayanan Publik Tahun 2006-2010……… 49
4.6 Hasil Estimasi Correlation Matrix . . . .. . .. . 50
4.7 Hasil Estimasi Uji LM Test . . . 51
4.8 Hasil Estimasi Ramsey Test . . . 52
4.9 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi dengan Metode OLS Tahun 2006-2010 . . . . . 53
commit to user
2.1 Kerangka Berpikir Studi . . ... . . . . . . . . . 28
3.1 Peta Administrasi Kabupaten Ngawi . . . .. . . 38
3.2 Struktur Ekonomi Kabupaten Ngawi . . . . . . 41
commit to user
Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Ngawi menurut
Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
Lampiran 2 APBD Kabupaten Ngawi Belanja Aparatur dan Pelayanan Publik
Tahun 2006-2010
Lampiran 3 Hasil Olahan / regresi Tahun 2006-2010
Lampiran 4 Uji Asumsi Klasik
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di samping dua tujuan lainnya yaitu
pemerataan dan stabilitas. Indikator pertumbuhan penting dalam melakukan
analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara, karena
dapat memberikan gambaran makro atas kebijakan yang telah dilaksanakan,
khususnya dalam bidang ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan output yang dibentuk
oleh berbagai sektor ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana
kemajuan atau kemunduran yang telah dicapai oleh sektor ekonomi tersebut pada
suatu waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas
perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu
periode tertentu, karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu
proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka
proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap
faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi
juga akan turut meningkat.
Pertumbuhan ekonomi mutlak harus ada, sehingga pendapatan masyarakat
akan bertambah, dengan demikian tingkat kesejahteraan masyarakat diharapkan
commit to user
akan meningkat. Pertumbuhan ekonomi terus meningkat dan dapat dipertahankan
dalam jangka panjang maka perlu diketahui faktor-faktor apa yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan faktor apa yang perlu dihindari agar
pertumbuhan ekonomi tidak berjalan ditempat atau mengalami kemunduran.
Pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi yang memegang
peranan penting dalam sebuah perekonomian modern. Pemerintah memiliki
kekuatan serta kemampuan untuk mengatur dan mengawasi perekonomian, di
samping itu juga mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak
dapat dilaksanakan oleh unit ekonomi lainnya seperti rumah tangga dan
perusahaan.
Negara yang sedang berkembang, campur tangan pemerintah relatif besar
sehingga peranan pemerintah dalam perekonomian juga relatif besar.
Pengeluaran pemerintah praktis dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi pada
umumnya, bukan saja karena pengeluaran ini dapat menciptakan berbagai
prasarana yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, tetapi juga merupakan
salah satu komponen dari permintaan agregat yang kenaikannya akan mendorong
produksi domestik atau Produk Domestik Bruto (PDB), sepanjang perekonomian
belum mencapai tingkat kesempatan kerja penuh.
Kemajuan ekonomi dari tahun ke tahun, menunjukan bahwa kegiatan
pemerintah semakin meningkat dan semakin kompleks . Besar kecilnya peranan
pemerintah dalam sebuah perekonomian dapat dilihat dari besar kecilnya proporsi
commit to user
nasional. Berdasarkan data yang disajikan oleh (International Monetary Fund)
( IMF) tentang pengeluaran pemerintah dari 80 negara selama tahun 1983 sampai
dengan tahun 1990 yang diperoleh dari Goverment Statistics Yearbook, yang
terdiri dari 18 negara yang berpendapatan rendah (low-income countries),
36 negara berpendapatan menengah (middle-income countries) dan 26 negara
berpendapatan tinggi (high-income countries), menggambarkan bahwa proporsi
dari pengeluaran pemerintah untuk pengeluaran rutin lebih besar di negara yang
berpendapatan tinggi dibandingkan dengan yang berpendapatan menengah dan
berpendapatan rendah, begitu juga besarnya pengeluaran pemerintah apabila
dibandingkan dengan pendapatan nasional negara tersebut (IMF, 1993).
Anggaran belanja pemerintah daerah baik sebagai belanja rutin (belanja
tidak langsung) maupun belanja pembangunan (belanja langsung) merupakan
salah satu sumber pertumbuhan ekonomi di daerah, oleh karena itu meskipun
investasi swasta terus merosot namun pertumbuhan ekonomi terus meningkat.
Badan Pusat Statistik mengatakan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia
didominasi oleh faktor konsumsi. Ekonom berpendapat bahwa pertumbuhan
ekonomi yang ditopang oleh konsumsi semata tidak dapat meningkatkan
pertumbuhan yang maksimal seperti yang ditargetkan pemerintah sekitar 5,93
persen di tahun 2010.
Sarana utama dalam menjalankan otonomi daerah yang nyata dan
bertanggung jawab yaitu adanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daearah
commit to user
jangka waktu tertentu di mana di satu pihak menggambarkan perkiraan
pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam
satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan
penerimaan dari sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi
pengeluaran-pengeluaran dimaksud. Undang -Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomer 4286 ) mengamanatkan
dimulainya penerapan sistim penganggaran terpadu yang meleburkan belanja
aparatur (belanja tidak langsung) dan belanja pelayanan publik (belanja
langsung) dalam satu format anggaran.
Penggabungan belanja aparatur atau belanja tidak langsung (meliputi gaji,
pemeliharaan, perjalanan dinas, dan belanja barang) dengan belanja pelayanan
publik atau belanja langsung diharapkan mengurangi tumpang-tindih alokasi.
Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomer 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomer 4578). Juga tertuang dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomer 13 Tahun 2006 tentang pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada pasal 8 disebutkan bahwa "APBD disusun
dengan Pendekatan Anggaran Kinerja" dan anggaran kinerja tersebut merupakan
suatu sistem penganggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja
atau output dari perencanaan alokasi biaya (pengeluaran) atau input yang
commit to user
Penerapan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik perlu
dilakukan perubahan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan
dalam pengelompokkan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan
anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran objektif dan proporsional
mengenai kegiatan pemerintah dan menjaga konsistensi dengan standar akuntansi
sektor publik serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik
keuangan pemerintah.
Anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja
aparatur (belanja tidak langsung) dan anggaran belanja pelayanan publik (belanja
langsung) yang semula bertujuan memberikan penekanan pada arti pentingnya
pembangunan. Pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi
dan penumpukan serta penyimpangan anggaran. Penuangan-penuangan rencana
pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang
ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak
sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era
globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan
membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan
anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana banyak
dilakukan negara maju.
Pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi diukur berdasarkan PDRB
commit to user
output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Perkembangan PDRB di
kabupaten Ngawi dapat dilihat dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi sektoral dan
sisi penggunaan. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh
komponen nilai tambah yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi atas
berbagai aktivitas produksinya, sedangkan dari sisi penggunaan menjelaskan
tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut.
Pengeluaran pembiayaan Anggaran Pembangunan Belanja Daerah di
kabupaten Ngawi sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembiayaan
tersebut berupa pengeluaran pemerintah daerah baik rutin maupun pembangunan.
Peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan kemampuan dalam menciptakan
sarana dan prasarana pembangunan yang meningkat dan pada akhirnya akan
mendorong aggregate demand juga akan meningkat, sehingga dapat merangsang
kegiatan produksi daerah, yang selanjutnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi.
Pengeluaran pemerintah daerah terdiri dari pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan. Pada umumnya, baik pengeluaran pembangunan
maupun pengeluaran rutin selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Hal ini disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan untuk pembangunan di
daerah tersebut. Namun pertumbuhan pengeluaran pemerintah baik pengeluaran
pembangunan maupun pengeluaran rutin mengalami pertumbuhan yang berbeda.
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu objek penelitian yang
teori-commit to user
teori yang membahas dan mengkaji tentang pengaruh pengeluaran pemerintah
terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian tentang sejauhmana pengaruh
pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan
baik secara internasional maupun nasional bahkan regional, berdasarkan latar
belakang dan uraian di atas study ini berjudul : ”Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu :
1. Apakah pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung) pemerintah
daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi?
2. Apakah pengeluaran belanja pengeluaran pelayanan publik (belanja
langsung) pemerintah daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Ngawi?
3. Apakah pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Ngawi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini secara umum adalah :
1. Menganalisa pengaruh pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung)
commit to user
2. Menganalisa pengaruh pengeluaran belanja pengeluaran pelayanan publik
(belanja langsung) pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Ngawi.
3. Menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya terhadap
pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Ngawi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain sebagai berikut:
1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah
pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya pemerintah
Kabupaten Ngawi dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah
khususnya bagi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat
untuk meneliti mengenai pengeluaran pemerintah dan hubungannya dengan
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pertumbuhan Ekonomi
1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam
jangka panjang ( Boediono, 1999 : 8). Pengertian tersebut mencakup 3 ( tiga )
aspek yaitu : (i) proses, (ii) output perkapita dan (iii) jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi
pada suatu saat. Pertumbuhan ekonomi mencerminkan aspek dinamis dari
suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian
berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita
yang hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk,
karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk.
Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa
yang terjadi dengan output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak
lain.
Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif
waktu jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan
apabila dalam waktu yang cukup lama (10, 20 atau 50 tahun, atau bahkan
lebih lama lagi) mengalami kenaikan output per kapita. Waktu tersebut bisa
commit to user
terjadi kemerosotan output per kapita, karena gagal panen misalnya, tetapi
apabila dalam waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita
menunjukkan kecenderungan naik maka dapat kita katakan bahwa
pertumbuhan ekonomi terjadi.
Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan
kenaikan bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus
bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Proses pertumbuhan
ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses
pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan
pertumbuhan dalam periode- periode selanjutnya.
2. Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan
mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita
dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor
tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan
(Boediono, 1999 : 10).
Ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi
terdapat banyak teori pertumbuhan. Pada ekonom mempunyai pandangan
atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu
perekonomian. Teori-teori pertumbuhan dapat dikelompokkan kedalam
commit to user
a. Teori Pertumbuhan Klasik
Teori pertumbuhan klasik mencakup teori pertumbuhan dari
Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, dan John
Stuart Mill. Adam Smith adalah ahli ekonomi klasik yang pertama kali
mengemukakan mengenai pentingnya kebijaksanaan lisezfaire atas sistem
mekanisme untuk memaksimalkan tingkat perkembangan ekonomi suatu
masyarakat. Teori klasik pertumbuhan ekonomi dilambangkan oleh fungsi
(Eva Susanti, 2008: 24) :
Adam Smith mengemukakan bahwa faktor manusia sebagai
sumber pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi
akan meningkatkan produktivitas. Smith bersama dengan Ricardo percaya
bahwa batas dari pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah
bagi kaum klasik merupakan faktor yang tetap.
Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat
berlangsung akibat adanya pembentukan akumulasi modal. Akumulasi
commit to user
bahwa tersedianya modal dalam jangka panjang akan tetap mendukung
pertumbuhan ekonomi, menurutnya pada jangka panjang (long run)
perekonomian akan menuju kepada keadaan yang stationer, yaitu dimana
pertumbuhan ekonomi tidak terjadi sama sekali.
David Ricardo peranan teknologi akan dapat menghambat
berjalannya the law of diminishing return, walaupun tehnologi bersifat
rigid (kaku), dan hanya dapat berubah dalam jangka panjang. Bagi kaum
klasik, keadaan stationer merupakan keadaan ekonomi yang sudah mapan
dimana masyarakat sudah hidup sejahtera dan tidak ada lagi pertumbuhan
yang berarti.
b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori Pertumbuhab Neo-Klasik diwakili teori pertumbuhan Joseph
Schumpeter, Alferd Marshal, Robert Solow dan Trevor Swan. Pendapat
neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai
berikut : ( Suryana, 2000 : 58) :
1) Adanya akumulasi kapital merupakan faktor penting dalam
pembangunan ekonomi;
2) Perkembangan merupakan proses yang gradual;
3) Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif;
4) Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan;
commit to user
Menurut neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan
menentukan tingginya tingkat tabungan. Pada tingkat teknik tertentu,
tingkat bunga akan menentukan tingkat investasi. Apabila permintaan
terhadap investasi berkurang maka tingkat bunga turun, hasrat menabung
turun, Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor pendorong
kenaikan pendapatan nasional.
c. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern
Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern diwakili oleh Rostow,
Kuznet, dan Teori Harrod-Domar. Menurut Rostow dalam Suryana (2000:
60), pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi suatu masyarakat
tradisional menjadi masyarakat modern melalui tahapan:
1) Masyarakat tradisional ( The traditional society)
2) Prasyarat lepas landas (The precondition for take-off)
3) Lepas landas (The take-off)
4) Tahap kematangan (The drive to maturity)
5) Masyarakat berkonsumsi tinggi (The age of high mass consumption)
Kuznet (dalam Suryana, 2000: 61) mendefinisikan pertumbuhan
ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan
berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat.
Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan
commit to user
Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000: 62) mengembangkan analisa
Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam
menciptakan pertumbuhan ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus
menyelamatkan proporsi tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk
menambah stok modal yang akan digunakan dalam investasi baru.
Harrod-Domar menjelaskan adanya hubungan ekonomi yang langsung
antar besarnya stok modal ( ∆ k ) dan jumlah produksi nasional ( Y ).
B. Teori – Teori Pengeluaran Pemerintah 1. Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes
Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G + X –M
merupakan sumber legitimasi kaum Keynesian akan relevansi campur tangan
pemerintah dalam perekonomian. Dari notasi tersebut dapat ditelaah bahwa
kenaikan (penurunan) pengeluaran pemerintah akan menaikkan (menurunkan)
pendapatan nasional.
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu unsur permintaan
agregat. Konsep perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan
pengeluaran bahwa Y = C + I + G + X – M. Formula ini dikenal sebagai
identitas pendapatan nasional. Variabel Y melambangkan pendapatan
nasional, sekaligus mencerminkan penawaran agregat. Sedangkan vaiabel –
variabel di ruas kanan disebut permintaan agregat. Variabel G melambangkan
commit to user
nilai G terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui
seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan
pendapatan nasional (Dumairy, 1996 : 161).
2. Pembangunan dan Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Teori ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang
menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap
pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah
dan tahap lanjut (Mangkoesoebroto, 2001 : 171).
a. Tahap Awal
Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi
pemerintah terhadap total investasi besar, sebab pemerintah harus
menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana
transportasi, dan sebagainya.
b. Tahap Menengah
Investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun peranan investasi
swasta sudah semakin membesar. Peranan swasta yang semakin besar ini
banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan pemerintah harus
menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan
kualitas yang lebih baik. Perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya
commit to user
persentase terhadap GNP semakin besar dan persentase pemerintah
terhadap GNP akan semakin kecil.
c. Tahap Lanjut
Pembangunan ekonomi dan aktivitas pemerintah beralih dari
penyediaan prasarana ke pengeluaran – pengeluaran untuk aktivitas sosial
seperti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan kesehatan
masyarakat.
3. Hukum Wagner
Teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran pemerintah
yang semakin besar terhadap GNP. Wagner menyatakan dalam suatu
perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif
pengeluaran pemerintah pun akan meningkat (Mangkoesoebroto, 2001 : 173).
Hukum tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
n
GpC : Pengeluaran pemerintah per kapita
YpC : Produk atau pendapatan nasional per kapita
t : indeks waktu (tahun)
Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran
commit to user
keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat,
urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi,
dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah
(Dumairy, 1996 : 162).
4. Teori Peacock dan Wiseman
Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu
berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan
dari pajak, padahal masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin
besar. Peacock dan Wiseman menyatakan sebagai berikut: perkembangan
ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun
tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan
pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.
5. Teori Mikro
Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah adalah menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan
dan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran akan barang publik.
Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang publik menentukan
jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah
barang publik yang akan disediakan tersebut selanjutnya akan menimbulkan
permintaan akan barang lain yang dihasilkan oleh sektor swasta
(Mangkoesoebroto, 2001: 177-180).
commit to user
Perkembangan pengeluaran pemerintah tergantung pada :
a. Permintaan barang publik antara lain karena jumlah penduduk, pendapatan
dan gaya hidup
b. Pola kegiatan pemerintah dalam proses pruduksi
c. Kualitas barang publik yang dihasilkan
d. Harga-harga faktor produksi di pasar.
Pengeluaran pemerintah dari tahun ke tahun menggambarkan kegiatan
pemerintah semakin meningkat, dengan mengalokasikan dana secara tepat
maka efisiensi pengeluaran pemerintah dapat ditingkatkan sehingga produksi
nasional pun diharapkan meningkat.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, factor
ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada
sumber alamnya, sumberdaya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya,
Semua itu merupakan faktor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak mungkin
terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral dalam suatu
bangsa tidak menunjang. Pertumbuhan ekonomi, lembaga sosial, sikap budaya,
nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan faktor non ekonomi.
Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama
yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau
commit to user
produksi tersebut. Beberapa faktor ekonomi yang turut mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi adalah: (i) Sumber Alam, (ii) Akumulasi modal, (iii)
Organisasi, (iv) Kemampuan Teknologi, (v) Pembagian Kerja dan Skala
Produksi.
Faktor-faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling
mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor non ekonomi juga memiliki arti
penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non ekonomi yang
mempengaruhi pertumbuhan adalah:
1. Faktor Sosial. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi.
2. Faktor Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan ekonomi.
3. Faktor Politik dan Administratif. Struktur politik dan administrasi yang lemah
merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara
terbelakang.
Nurkse dalam Jhingan, (1995: 93) menerangkan bahwa pembangunan
ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi
politik, dan latar belakang histories. Didalam Pertumbuhan ekonomi, faktor
sosial, budaya, politik dan psikologis adalah sama pentingnya dengan faktor
commit to user
D. Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai
”pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan
peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah
barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk
memproduksikan barang dan jasa di masa depan” (Sadono Sukirno, 2000: 366).
Menurut Boediono (1992) investasi adalah pengeluaran oleh sector produsen
(swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan
atau untuk perluasan pabrik Dornbusch & Fischer berpendapat bahwa investasi
adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas
produksi atau pendapatan di masa mendatang Persyaratan umum pembangunan
ekonomi suatu negara menurut Todaro (1981) adalah:
1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan
fisik dan sumber daya manusia;
2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja
dan keahliannya;
3. Kemajuan teknologi.
Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi
pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar produk
(output) dan pendapatan di kemudian hari. Membangun itu seyogyanya
mengalihkan sumber-sumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya
commit to user
produksi yang lebih besar. Investasi di bidang pengembangan sumberdaya
manusia akan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, sehingga menjadi
tenaga ahli yang terampil yang dapat memperlancar kegiatan produktif. Sadono
Sukirno (2000) menyatakan kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat
terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran
masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan
investasi, yakni (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran
agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat,
pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal
sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu
diikuti oleh perkembangan teknologi.
Suryana (2000) menyatakan bahwa kekurangan modal dalam negara
berkembang dapat dilihat dari beberapa sudut: (1) Kecilnya jumlah mutlak kapita
material, (2) Terbatasnya kapasitas dan keahlian penduduk, (3) Rendahnya
investasi netto. Keterbatasan tersebut mengakibatkan negara-negara berkembang
mempunyai sumber alam yang belum dikembangkan dan sumber daya manusia
yang masih potensial.
Peningkatkan produktivitas diperlukan untuk mempercepat investasi baru
dalam barang-barang modal fisik dan pengembangan sumberdaya manusia
melalui investasi di bidang pendidikan dan pelatihan, hal ini sejalan dengan teori
commit to user
ketidakmampuan untuk mengarahkan tabungan yang cukup, (2) kurangnya
perangsang untuk melakukan penanaman modal, (3) taraf pendidikan,
pengetahuan dan kemahiran yang relatif rendah; tiga faktor utama yang
menghambat terciptanya pembentukan modal di negara berkembang.
Teori Harrod-Domar mengemukakan bahwa model pertumbuhan ekonomi
yang merupakan pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan
pada peranan tabungan dan industri sangat menentukan dalam pertumbuhan
ekonomi daerah (Arsyad, 1997). Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini
adalah bahwa:
1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan
barang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh.
2. Dalam perekonomian dua sektor (Rumah Tangga dan Perusahaan) berarti
sektor pemerintah dan perdagangan tidak ada
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya
pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol)
4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS)
besarnya tetap, demikian juga ratio antar modal dan output (Capital Outpu
Ratio= COR) dan rasio penambahan modal-output (Incremental Capital
Output Ratio)
Teori ini memiliki kelemahan yakni kecendrungan menabung dan ratio
pertambahan modal-output dalam kenyataannya selalu berubah dalam jangka
commit to user
konstan, harga selalu berubah dan suku bunga dapat berubah akan mempengaruhi
investasi.
Model pertumbuhan endogen dikatakan bahwa hasil investasi akan
semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar. Investasi
swasta dan publik di bidang sumberdaya atau modal manusia dapat menciptakan
ekonomi eksternal (eksternalitas positif) dan memacu produktivitas yang mampu
mengimbangi kecenderungan ilmiah penurunan skala hasil. Teknologi tetap
diakui memainkan peranan yang sangat penting, namun model pertumbuhan
endogen menyatakan bahwa teknologi tersebut tidak perlu ditonjolkan untuk
menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Implikasi yang menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi
keuntungan dari investasi komplementer (complementary investment) dalam
modal atau sumberdaya manusia, sarana prasarana infrastruktur atau kegiatan
penelitian. Investasi komplementer akan menghasilkan manfaat personal maupun
sosial, maka pemerintah berpeluang untuk memperbaiki efisiensi alokasi
sumberdaya domestik dengan cara menyediakan berbagai macam barang publik
(sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta dalam industri padat
teknologi dimana sumberdaya manusia diakumulasikannya. Model ini
menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan investasi
baik langsung maupun tidak langsung.
Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya
commit to user
Undang-Undang No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN), berdasarkan sumber dan kepemilikan modal, maka investasi swasta
dibagi menjadi penanaman modal dalam negeri dan asing.
Besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka diharapkan akan
mendorong pertumbuhan sektor pertumbuhan sektor swasta dan rumah tangga
dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah, hal ini pada
akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB.
Korelasi (hubungan) positif antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi
diuraikan secara sederhana namun jelas di dalam model pertumbuhan ekonomi
Harrod-Domar. Investasi dan ICOR (the incremental capital output ratio)
merupakan dua variabel fundamental, yang secara garis besar dapat dijelaskan
seperti berikut ini. Investasi yang dimaksud adalah investasi neto, yang
didefenisikan sebagai perubahan/penambahan stok barang modal, atau
It = ΔKt ……….. (2.1)
= Kt – Kt-1 ……… (2.2)
ICOR adalah kebalikan dari rasio pertumbuhan output terhadap
pertumbuhan investasi, yang pada intinya menunjukkan hubungan antara
penambahan stok barang modal dan pertumbuhan output, atau melihat seberapa
besar peningkatan investasi yang diperlukan untuk mendapatkan laju
pertumbuhan ekonomi tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya (target).
Hubungan tersebut digambarkan dengan rumus sebagai berikut :
commit to user
1/y = K/Y ……….. (2.4)
Dimana y = rasio output-kapital, dan 1/y = rasio kapital-output (COR).
Dalam perkembangannya, pemakaian konsep COR mengalami modifikasi
menjadi ICOR dengan rumus sebagai berikut :
ICOR = (ΔK/Y) / (ΔY/Y) ………. (2.5)
ICOR = (I/Y) / (ΔY/Y) ………. (2.6)
Dimana sejak per definisi ΔK = I.
Hasil-hasil studi kuantitatif yang telah dilakukan pada tahun 1990-an,
misalnya Levine dan Renelt, 1992 (dalam Tambunan, 2001 : 42) menemukan
bukti adanya korelasi positif dan signifikan antara investasi dengan pertumbuhan
ekonomi. Studi-studi lain yang memakai analisis fungsi produksi neo-klasik
menemukan bahwa investasi, bukan progres teknologi, merupakan faktor utama
dibalik pertumbuhan ekonomi yang cemerlang yang dialami negara-negara Asia
Tenggara. Argumen utama dibalik hasil dari studi-studi ini adalah bahwa investasi
menambah jumlah stok kapital per pekerja dan oleh karena itu menaikkan
produktivitas.
E. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat dijadikan rujukan yang
relevan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan referensi, antara lain :
Devarajan, Swaroop dan Zou (1996) mengemukakan bahwa di 43 negara
commit to user
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
sebaliknya pengeluaran pembangunan menunjukkan pengaruh yang negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kweka dan Morrissey (2000), menunjukkan bahwa meningkatnya
pengeluaran produktif (investasi fisik) ternyata memberikan pengaruh yang
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania, sementara pengeluaran untuk
konsumsi terutama konsumsi swasta berhubungan positif dan signifikan dengan
pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran publik untuk human capital tidak signifikan
secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania. Hasil estimasi
memperlihatkan bahwa pengeluaran investasi publik di Tanzania tidak produktif
dan ini berlawanan dengan pendapat yang lebih luas, dimana pengeluaran
konsumsi pemerintah Tanzania telah menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Parulian (2003), yang menggunakan sampel 62 negara (20 negara yang
tergolong negara maju dan 42 negara sedang berkembang) menemukan bahwa
pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengeluaran pemerintah
tidak signifikan untuk 42 negara sedang berkembang, akan tetapi memberikan
pengaruh yang signifikan untuk 20 negara maju.
Sjoberg (2003) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara pengeluaran pemerintah untuk konsumsi, investasi dan transfer
dengan pertumbuhan ekonomi di Swedia selama kurun waktu 1960 –
commit to user
yang sesuai dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Swedia untuk kurun
waktu yang sama.
Hanum (2004) yang menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square)
antara lain menemukan bahwa untuk variabel pengeluaran pemerintah memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil ini secara tegas mendukung hipotesis yang
mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara pengeluaran pemerintah
dengan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, ceteris
paribus.
Bustaman (2004) menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah Propinsi
Riau tahun berjalan secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh pertumbuhan
pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya. Pengeluaran pembangunan tahun
berjalan secara signifikan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan
pengeluaran pembangunan tahun sebelumnya yang dilakukan oleh pemerintah
Propinsi Riau. Hasil penelitian Nurlina (2004) menunjukkan bahwa semua
variable bebas (pengeluaran rutin, pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya, dan
pengeluaran pembangunan dua tahun sebelumnya berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi NAD. Sementara itu untuk
pengeluaran pembangunan memiliki pengaruh yang negatif tetapi signifikan
commit to user
F. Kerangka Pemikiran Studi
Penelitian ini mendasar pada model pertumbuhan ekonomi neo klasik
maka fungsi penelitian yang digunakan adalah : berpengaruhnya pengeluaran
pemerintah dimana ada pengeluaran pemerintah berupa pengeluaran belanja
aparatur (belanja tak langsung) dan belanja pelayanan publik (belanja langsung)
terdapat pengaruh yang positip terhadap pertumbuhan ekonomi.
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Studi Sumber : Data diolah
Pengeluaran Pemerintah didalam APBD terdiri dari Pengeluaran Belanja
Aparatur / Belanja Rutin (PA) yang antara lain belanja pegawai, belanja
barang, belanja pemeliharaan, belanja pegawai dinas dan belanja lainnya
sedangkan Belanja Pengeluaran Publik / Belanja Pembangunan (PP) antara lain
belanja bidang ekonomi, belanja bidang sosial, belanja bidang umum dan belanja
commit to user
(PDRB) sangat berpengaruh oleh faktor yang memberi andil dalam pertumbuhan
produksi dari masing-masing sektor. Perkembangan PDRB baik berdasarkan atas
dasar konstan maupun atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun mencerminkan
laju pertumbuhan ekonomi.
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan
sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara pengeluaran belanja aparatur
(belanja tidak langsung) dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi.
2. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara pengeluaran pelayanan
publik (belanja langsung) pemerintah daerah dengan pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Ngawi.
3. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara pertumbuhan ekonomi tahun
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi selama kurun
waktu 2005 - 2010. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah pengeluaran
belanja aparatur (belanja tidak langsung), pengeluaran pelayanan publik (belanja
langsung), dan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya.
B. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data time series
(runtun waktu) selama kurun waktu 2005 - 2010. Data yang digunakan adalah
data sekunder yang bersumber dari Jawa Timur dalam Angka dan Ngawi dalam
Angka yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), serta sumber-sumber
lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Adapun data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah daerah baik
pengeluaran belanja aparatur (PA) /belanja tidak langsung maupun pengeluaran
pelayanan publik (PP) / belanja langsung dalam satuan miliar rupiah, dan
pertumbuhan ekonomi (PE).
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data bulanan PDRB
Kabupaten Ngawi periode 2006 sampai dengan 2010. Akan tetapi ketidak
commit to user
ketersediaan data dalam bentuk bulanan tersebut diperlukan cara untuk membagi
data bulanan secara otomatis. Untuk merubah data PDRB secara tahunan menjadi
bulanan digunakan metode yang disebut Quadratic Match Sum. Metode ini
membagi data tahunan menjadi dua belas data bulanan dengan metode interpolasi.
Hasil dari interpolasi tersebut tidak sama antara yang satu dengan yang lain,
namun apabila data bulanan dijumlahkan maka jumlahnya sama seperti data
aslinya. Quadratic Match Sum tidak akan merubah sifat dan bentuk dari data dan
mengasumsikan penyelarasan data PDRB tahunan menjadi bulanan bersifat linear
( Harerio, 2009 : 26). Data kurun waktu tahun 2006 -2010 akan diinterpolasi
menjadi perbulan dimana setiap tahun ada 12 bulan, selama 5 tahun akan menjadi
60 data, sedangkan hasil dari interpolasi menggunakan Program Eviews versi 6.0
C. Difinisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini didefinisioperasionalkan
dari variabel tersebut sebagai berikut :
1. Pertumbuhan ekonomi daerah (PE) adalah total output yang dihasilkan oleh
daerah dalam satu tahun yang direpresentasikan dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang dihitung berdasarkan harga berlaku dalam
satuan miliar rupiah.
2. Pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung) pemerintah daerah
commit to user
aparatur (belanja tidak langsung) pemerintah daerah selama satu tahun
anggaran dalam satuan miliar rupiah.
3. Pengeluaran pelayanan publik pemerintah daerah (PP) adalah total anggaran
yang dialokasikan untuk pengeluaran pelayanan publik (belanja langsung)
pemerintah daerah selama satu tahun anggaran dalam satuan miliar rupiah.
4. Pertumbuhan ekonomi daerah tahun sebelumnya (PE-1) adalah pertumbuhan
ekonomi satu tahun sebelum tahun berjalan.
D. Model Analisis
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten
Ngawi, maka dilakukan analisis dengan menggunakan model persamaan Ordinary
Least Square (OLS). Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ε ………..…………(3.0)
Kemudian dari fungsi tersebut ditransformasi ke dalam model persamaan
sesuai dengan definisi operasional variabel di atas, yakni :
PE = β0 + β1 PA + β2 PP + β3 PE-1 + ε ……….…….(3.1)
dimana :
PE = pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDRB(rupiah)
PA = pengeluaran belanja aparatur pemerintah daerah (rupiah)
PP = pengeluaran pelayanan publik pemerintah daerah (rupiah)
PE-1 = pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang diproxy DRB
commit to user
β0 –β3 = koefisien regresi
ε = variabel gangguan (error term)
E. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Permasalahan yang akan terjadi ada beberapa model regresi linier dimana
secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah
ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan
yang terbentuk. Untuk itu perlu melakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang
terdiri dari (Insukindro, 2000) :
1. Uji Multikolinieritas
Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung
pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak
saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas
maka akan menimbulkan beberapa akibat, untuk itu perlu dideteksi
multikolinieritas dengan besaran - besaran regresi yang didapat sebagai
berikut :
a. Variasi besar (dari taksiran OLS).
b. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar sehingga standar error
besar yang berdampak pada interval kepercayaan lebar).
c. Uji-t (t rasio) tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik
secara substansi maupun secara statistik jika dilakukan regresi sederhana
commit to user
kolinieritas. Bila standar error terlalu besar maka besar pula kemungkinan
taksiran koefisien regresi tidak signifikan.
d. R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji-t.
e. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai
yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya, sehingga dapat menyesatkan
interpretasi.
2. Uji F
Uji F ini digunakan untuk mencari pengaruh simultan variabel bebas
terhadap variabel terikat. Untuk menentukan nilai Fhitung menurut Sudjana,
1996: 91) :
a. Menentukan Jumlah Kuadrat Regresi dengan rumus :
b x y b x y b x y
JK(Reg) 1 1 2 2 ... k k ……….(32)
b. Menentukan Jumlah Kuadrat Residu dengan rumus :
c. Menghitung nilai F dengan rumus:
1
Dimana: k = banyaknya variabel bebas.
Untuk uji F dalam penelitian ini digunakan Uji Ramsey (Ramsey
commit to user
membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Kriteria keputusannya sebagai
berikut :
a. Bila nilai Fhitung > Ftable, maka hipotesis yang menyatakan bahwa
spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar
tidak ditolak.
b. Bila nilai Fhitung < nilai Ftable, maka hipotesis yang menyatakan bahwa
spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar
tidak dapat ditolak.
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi,
model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu
tidak terdapat dalam disturbasi. Dengan menggunakan lambang E (µi,µj) = 0 ;
i ≠ j. Secara sederhana dikatakan bahwa model klasik mengasumsikan unsur
gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur
disturbasi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang
manapun. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini
dilakukan uji Lagrange Multiplier Test (LM Test). Dengan membandingkan
nilai X2hitung dengan X2tabel, dengan kriteria penilaian sebagai berikut
(Rahmanta, 2009 : 16) :
a. Jika nilai X2hitung > X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak
commit to user
b. Jika nilai X2hitung < X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak
commit to user
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah
1. Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi.
Kabupaten Ngawi di wilayah barat propinsi Jawa Timur yang
berbatasan langsung dengan propinsi JawaTengah Luas wilayah Kabupaten
Ngawi adalah 1.298,58 km2, dimana sekitar 40 persen atau sekitar506,6 km2
berupa lahan sawah. Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten
Ngawi tahun 2004 secara administrasi wilayah ini terbagi kedalam 19
kecamatan dan 217 desa , dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan.
Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak 7021’ – 7031’ lintang
Selatan dan 110010’ -111040’ Bujur Timur. Topografi wilayah ini adalah
berupa dataran tinggi dan tanah datar. Batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah
sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora dan Kabuapaten
Bojonegoro.
- Sebelah Timur: Kabupaten Madiun.
- Sebelah Selatan : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.
- Sebelah Barat: Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen.
commit to user
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Ngawi Sumber : Ngawi Dalam Angka 2010
2. Kondisi Demografis Kabupaten Ngawi
Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi akhir Tahun 2010 adalah 892.051
jiwa, terdiri dari 438.223 penduduk laki-laki dan 453.828 penduduk
perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 96 artinya bahaw setiap 100
penduduk wanita terdapat sekitar 96 penduduk laki-laki.Peningkatan
penduduk di Kabupaten Ngawi setiap tahun meningkat 0,36 persen.
Kepadatan penduduk menunjukan rasio antara jumlah penduduk
dengan luas wilayah . Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Ngawi naik
sekitar 2 jiwa untuk setiap kilometer persegi dari tahu sebelumnya.
3. Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran yang
commit to user
diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari
tahun ke tahun. Dengan kata lain PDRB merupakan tolok ukur perkembangan
ekonomi secara regional, yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan
pembangunan nasional.
Tabel 4.1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan (2000) Kabupaten Ngawi Tahun 2005 – 2010 (Juta Rupiah)
Tahun Harga Berlaku Harga Konstan
2005 3,831,351.82 2.256.039,62
Pertumbuhan ekonomi regional yang dicerminkan oleh Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
turut memberi andil dalam pertumbuhan produksi dari masing-masing sektor.
Perkembangan PDRB baik berdasarkan atas dasar harga konstan maupun atas
dasar harga berlaku dari tahun ke tahun dapat mencerminkan laju
pertumbuhan ekonomi di suatu daerah perkembangan ini tentunya akan dapat
menggambarkan kemajuan pembangunan ekonomi di daerah tersebut selama
kurun waktu tertentu.
Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah yang diukur berdasarkan PDRB
harga konstan menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menciptakan
commit to user
suatu daerah dapat dilihat dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi sektoral dan
sisi penggunaan. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh
komponen nilai tambah yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi
atas berbagai aktivitas produksinya, sedangkan dari sisi penggunaan
menjelaskan tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut.
Tabel 4.2 Produk Domestik Regional Bruto Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006-2010 (Juta Rupiah)
No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Pertanian 1,629,981.80 1,843,370.50 2,129,128.28 2,378,578.04 2,442,114.51 2 Penggalian 23,924.26 27,821.13 31,159.67 34,743.03 21,120.65 3 Industri 275,496.96 306,568.98 354,275.13 399,597.13 374,343.95
4 Listrik, Gas dan Air
minum 31,946.84 36,199.99 44,111.18 53,443.97 53,361.98 5 Bangunan 202,821.88 243,130.70 276,908.89 304,976.38 283,303.88 6 Perdagangan 1,241,254.87 1,412,591.98 1,610,680.64 1,807,677.16 1,948,482.87 7 Pengangkutan 181,477.29 205,072.67 233,711.75 259,515.53 251,771.58
8 Bank dan Lembaga
Keuangan 218,291.53 243,939.08 273,336.32 302,413.64 300,586.38 9 Jasa-Jasa 640,359.59 712,733.97 816,961.22 903,837.77 943,836.90 PDRB 4,445,555.02 5,031,429.00 5,770,273.08 6,444,782.65 6,618,922.70
Tabel 4.3 Produk Domestik Regional Bruto Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006-2010 (Juta Rupiah)
No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Pertanian 905.474,59 941.025,58 985.007,46 1.039.356,65 1.092.374,15 2 Penggalian 13.864,37 14.403,57 15.442,31 16.286,80 16.983,88 3 Industri 149.370,19 155.405,22 162.856,61 173.860,51 184.792,71
4 Listrik, Gas dan Air minum 13.032,72 13.730,36 14.673,00 16.013,48 17.819,46
5 Bangunan 104.902,34 110.420,20 116.758,32 120.634,70 127.066,94 6 Perdagangan 651.328,99 697.427,05 745.925,20 793.681,83 848.170,35 7 Pengangkutan 82.364,00 87.412,59 92.497,17 98.137,08 104.975,22
8 Bank dan Lembaga
Keuangan 129.690,39 137.199,62 142.016,95 148.281,52 154.159,75 9 Jasa-Jasa 335.654,41 353.051,03 364.537,86 379.082,87 396.260,05
PDRB 2.385.681,99 2.510.075,52 2.639.717,89 2.785.335,43 2.942.602,51
commit to user
Berdasarkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa
perkembangan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi menunjukkan
perkembangan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Memasuki
tahun 2006, kondisi perekonomian di Kabupaten Ngawi sudah menunjukkan
kondisi yang stabil. Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan walaupun tidak
terlalu besar.dan masih jauh dari kondisi sebelum terjadinya krisis moneter.
Struktur ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari distribusi persentase
masing-masing sektor ekonomi terhadap total PDRB suatu daerah. Struktur
ekonomi yang dinyatakan dalam persentasem menunjukkan kontribusi
masing-masing sektor ekonomi dalam kemampuannya menciptakan nilai
tambah. Persentase yang besar pada suatu sektor menggambarkan
ketergantungan daerah terhadap kemampuan produksi dari sektor tersebut.
Pertanian,
Gambar 3.2 Strutur Ekonomi Kabupaten Ngawi
commit to user
Struktur perekonomian Kabupaten Ngawi tahun 2010 terlihat pada
gambar 3.2, dimana sektor pertanian masih mendominasi kontribusi mencapai
36,91 persen. Kontribusi sektor ini mengalami kenaikan tahun sebelumnya
yang mencapai 36,90 persen. Kenaikan tersebut didorong oleh kenaikan
produksi beberapa komoditi tanaman bahan makanan utamanya padi.
Sektor perdagangan menjadi kontributor terbesar kedua terhadap
PDRB Kabupaten Ngawi. Pada Tahun 2010 sektor ini memberi kontribusi
sebesar 28,05 persen. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sekotr jasa menjadi
kontributor terbesar ketiga setelah pertanian dan perdagangan. Pada tahun
2010 sektor ini menyumbang sebesar 14,02 persen terhadap total PDRB.
Besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Ngawi
merupakan jumlah seluruh nilai tambah dari produk barang dan jasa yang
dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi. PDRB
atas dasar harga berlaku Kabupaten Ngawi tahun 2005 mencapai 3.831.
351,83 juta rupiah. Angka tersebut secara konsisten naik dari tahun ke tahun
hingga 2010 baik atas harga berlaku maupun harga konstannya. Pada tahun
2009 PDRB atas dasar harga berlaku (adhb) mencapai 6.444.782,83 juta
rupiah, atau meningkat sekitar 11,69 persen dari tahun sebelumnya.
Peningkatan PDRB adhb tahun 2010 jauh lebih rendah dibandingkan kenaikan
PDRB adhb pada tahun 2009 yang mencapai 14,68 persen. Sedangkan PDRB
atas dasar harga konstan (adhk) pada tahun 2010 mencapai 2.942.602,51 juta