• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi hari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi hari"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

TESIS

Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah

Oleh :

HARI HANDOKO

NIM. S. 4209065

PROGRAM PASCASARJANA STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user Disusun oleh

HARI HANDOKO

NIM. S. 4209065

Telah disetujui oleh Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Evi Gravitiani, M.Si Drs. Mulyanto, ME NIP. 19730605 200912 2 001 NIP.19680623 1999302 1 001

Ketua Program Studi

Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Dr. JJ. Sarungu. Ms NIP. 19510701 198010 1 001

(3)

commit to user

Disusun oleh

HARI HANDOKO

NIM. S. 4209065

Telah disejui oleh Tim Penguji

Pada Tanggal :

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Tim Penguji

Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Mengetahui Ketua Program Studi

Direktur PPs UNS Magister Ekonomi dan Studi

Pembangunan

(4)

commit to user

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : HARI HANDOKO

NIM : S4209065

Program Studi : Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan

Daerah

Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan

jiplakan dari hasil karya orang lain

Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.

Ngawi. Januari 2012

Tertanda

HARI HANDOKO

(5)

commit to user

Kupersembahkan karya ini dengan tulus dan penuh rasa syukur kepada :

Isteri dan anak-anakku tercinta yang selalu memberikan motivasi dan doanya

Kabupaten Ngawi

Serta UNS Almamater yang selalu Aku Banggakan

(6)

commit to user

Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi mengalami peningkatan, hal

ini berarti bahwa prioritas Kebijakan Anggaran adalah didasarkan pada Rata – rata

pertumbuhan Belanja Pembangunan daerah yang lebih tinggi dari Rata – rata

Belanja Rutin selama 2005 sampai dengan 2010. Kontribusi sektoral, Sektor Pertanian masih mendominasi pada Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB) di Kabupaten Ngawi yang diikuti oleh Sektor Perdagangan dan Jasa, Hotel dan Restoran dan sektor pelayanan.

Hasil Estimasi menunjukkan bahwa Belanja Pembangunan dan Belanja Rutin berpengaruh positif dan negatif, akan tetapi kedua variabel statistik tersebut tidak berpengaruh secara signifikan dalam pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi.

Kata Kunci : Belanja Pembangunan, Belanja Rutin, Pertumbuhan Ekonomi

(7)

commit to user

The Economic Growth in Ngawi Regency is rising, meanwhile, in Budget Policy Priorities The Growth Rate of Development Expenditure is higher than The Routine Growth Rate Expenditure during 2005 to 2010. Sectoral contribution, The Agricultural Sector still dominates The Gross Regional Domestic Product (PDRB) in Ngawi Regency then followed by Trade and Commerce, Hotel and Restaurant and Services Sectors.

The Estimation Results shows that The Development Expenditure and The Routine Expenditure influence positively and negatively but both variables statistically do not give a significant influence to The Economic Growth in Ngawi Regency.

Key Words : The Development Expenditure, The Routine Expenditure, The

Economic Growth

(8)

commit to user

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Kuasa atas segala nikmat-nikmat dan rahmatnya yang tak terhitung nilainya serta

berkatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini .

Tesis ini berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN

NGAWI “, disusun sebagai salah satu persyaratan mencapai derajat magister pada

Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan di Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada tesis ini, ucapan

terima kasih Penulis sampaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk moril dan materiil.

Ucapan terima kasih secara khusus Penulis haturkan kepada isteri tercinta dan

anak-anak yang selalu memberi semangat dan doa demi selesainya perjuangan

Penulis serta teman-teman yang mendukung untuk keberhasilan dan

kesuksesanku.

Selain itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, Penulis juga

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1.Dr.A.M. Soesilo, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan

Studi Pembangunan UNS ;

(9)

commit to user

dalam penyusunan Tesis ini ;

3. Bapak Drs Amin Sunarto, M.Si selaku Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Ngawi;

4. Bapak-bapak dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat

kepada penulis selama menuntut ilmu di Universitas Sebelas Maret Surakarta;

5. Teman-teman Angkatan XI Kelas Ngawi, terima kasih atas dukungan dan

kebersamaan yang tak pernah luntur;

6. Semua pihak yang telah membantu penyusunan Laporan Akhir ini, yang tidak

dapat Penulis sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan memberikan balasan yang

lebih baik dan pahala yang lebih besar;

Penulis menyadari bahwa penulis tesis ini masih banyak terdapat

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu saran dan kritik sebagai

masukan bagi perbaikan dimasa mendatang sangat Penulis harapkan.

Akhirnya, Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Atas segala

kekurangan dalam tesis ini Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima

Kasih.

Surakarta, Pebruari 2012

Penulis

HARI HANDOKO

(10)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN --- iii

KEASLIAN TESIS --- iv

HALAMAN PERSEMBAHAN--- v

ABSTRAK --- vi

ABSTRACT --- vii

KATA PENGANTAR --- viii

DAFTAR ISI --- x

DAFTAR TABEL --- xiii

DAFTAR GAMBAR --- xiv

DAFTAR LAMPIRAN --- xv

BAB I PENDAHULUAN --- 1

A. Latar Belakang --- 1

B. Perumusan Masalah --- 7

C. Tujuan Penelitian --- 7

D. Manfaat Penelitian --- 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA --- 9

A. Teori Pertumbuhan Ekonomi --- 9

1. Pengertian Pertumbuhan ekonomi --- 9

2. Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi --- 10

a. Teori Pertumbuhan Klasik --- 11

b. Teori Pertumbuhan Neo - Klasik --- 12

c. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern --- 13

(11)

commit to user

1. Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes --- 14

2. Pembangunan dan Perkembangan Pengeluaran Pemerintah --- 15

3. Hukum Wagner --- 16

4. Teori Peacock dan Wiseman --- 17

5. Teori Mikro --- 17

C. Faktor – Factor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi --- 18

D. Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi --- 20

E. Penelitian Sebelumnya --- 25

G. Kerangka Pemikiran Studi --- 28

F. Hipotesis Penelitian --- 29

BAB III METODE PENELITIAN --- 30

A. Ruang Lingkup Penelitian --- 30

B. Jenis dan Sumber Data --- 30

C. Difinisi Operasional --- 31

D. Model Analisis --- 32

E. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik --- 33

1 Uji Multikolinieritas --- 33

2 Uji F --- 34

3 Uji Autokorelasi --- 35

(12)

commit to user

1 Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi --- 37

2 Kondisi Demografis Kabupaten Ngawi --- 38

3 Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi--- 38

4 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah --- 46

B. Analisa dan Hasil Estimasi --- 49

1. Uji Asumsi Klasik --- 49

a. Multi kolinieritas --- 49

b. Korelasi Serial (Autokorelasi) --- 51

c. Uji F (Ramsey Reset test)--- 52

C. Interpretasi Hasil Estimasi --- 53

1. Variabel Pengeluaran Belanja Aparatur (PA)--- 55

2. Variabel Pengeluaran Pelayanan Publik (PP) --- 56

3.Variabel Pertumbuhan Ekonomi Tahun Sebelumnya {PE(-1) --- 57

4. Analisis Overal – Test --- 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN --- 60

A. Kesimpulan --- 60

B. Saran --- 60

DAFTAR PUSTAKA --- 62

(13)

commit to user

Tabel : Halaman

4.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Kabupaten Ngawi Tahun

2005-2010 ( Juta Rupiah ) . . . .. . . 39

4.2 PDRB Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006 2010 (Juta Rupiah) . . . 40

4.3 PDRB Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006 2010 (Juta Rupiah) . . . 40

4.4 PDRB Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006 2010 (Juta Rupiah. . . . . . . . 44

4.5 APBD Kabupaten Ngawi Belanja Aparatur dan Pelayanan Publik Tahun 2006-2010……… 49

4.6 Hasil Estimasi Correlation Matrix . . . .. . .. . 50

4.7 Hasil Estimasi Uji LM Test . . . 51

4.8 Hasil Estimasi Ramsey Test . . . 52

4.9 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi dengan Metode OLS Tahun 2006-2010 . . . . . 53

(14)

commit to user

2.1 Kerangka Berpikir Studi . . ... . . . . . . . . . 28

3.1 Peta Administrasi Kabupaten Ngawi . . . .. . . 38

3.2 Struktur Ekonomi Kabupaten Ngawi . . . . . . 41

(15)

commit to user

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Ngawi menurut

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)

Lampiran 2 APBD Kabupaten Ngawi Belanja Aparatur dan Pelayanan Publik

Tahun 2006-2010

Lampiran 3 Hasil Olahan / regresi Tahun 2006-2010

Lampiran 4 Uji Asumsi Klasik

(16)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

meningkatkan pertumbuhan ekonomi di samping dua tujuan lainnya yaitu

pemerataan dan stabilitas. Indikator pertumbuhan penting dalam melakukan

analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara, karena

dapat memberikan gambaran makro atas kebijakan yang telah dilaksanakan,

khususnya dalam bidang ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan output yang dibentuk

oleh berbagai sektor ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana

kemajuan atau kemunduran yang telah dicapai oleh sektor ekonomi tersebut pada

suatu waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas

perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu

periode tertentu, karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu

proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka

proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap

faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi

juga akan turut meningkat.

Pertumbuhan ekonomi mutlak harus ada, sehingga pendapatan masyarakat

akan bertambah, dengan demikian tingkat kesejahteraan masyarakat diharapkan

(17)

commit to user

akan meningkat. Pertumbuhan ekonomi terus meningkat dan dapat dipertahankan

dalam jangka panjang maka perlu diketahui faktor-faktor apa yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan faktor apa yang perlu dihindari agar

pertumbuhan ekonomi tidak berjalan ditempat atau mengalami kemunduran.

Pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi yang memegang

peranan penting dalam sebuah perekonomian modern. Pemerintah memiliki

kekuatan serta kemampuan untuk mengatur dan mengawasi perekonomian, di

samping itu juga mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak

dapat dilaksanakan oleh unit ekonomi lainnya seperti rumah tangga dan

perusahaan.

Negara yang sedang berkembang, campur tangan pemerintah relatif besar

sehingga peranan pemerintah dalam perekonomian juga relatif besar.

Pengeluaran pemerintah praktis dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi pada

umumnya, bukan saja karena pengeluaran ini dapat menciptakan berbagai

prasarana yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, tetapi juga merupakan

salah satu komponen dari permintaan agregat yang kenaikannya akan mendorong

produksi domestik atau Produk Domestik Bruto (PDB), sepanjang perekonomian

belum mencapai tingkat kesempatan kerja penuh.

Kemajuan ekonomi dari tahun ke tahun, menunjukan bahwa kegiatan

pemerintah semakin meningkat dan semakin kompleks . Besar kecilnya peranan

pemerintah dalam sebuah perekonomian dapat dilihat dari besar kecilnya proporsi

(18)

commit to user

nasional. Berdasarkan data yang disajikan oleh (International Monetary Fund)

( IMF) tentang pengeluaran pemerintah dari 80 negara selama tahun 1983 sampai

dengan tahun 1990 yang diperoleh dari Goverment Statistics Yearbook, yang

terdiri dari 18 negara yang berpendapatan rendah (low-income countries),

36 negara berpendapatan menengah (middle-income countries) dan 26 negara

berpendapatan tinggi (high-income countries), menggambarkan bahwa proporsi

dari pengeluaran pemerintah untuk pengeluaran rutin lebih besar di negara yang

berpendapatan tinggi dibandingkan dengan yang berpendapatan menengah dan

berpendapatan rendah, begitu juga besarnya pengeluaran pemerintah apabila

dibandingkan dengan pendapatan nasional negara tersebut (IMF, 1993).

Anggaran belanja pemerintah daerah baik sebagai belanja rutin (belanja

tidak langsung) maupun belanja pembangunan (belanja langsung) merupakan

salah satu sumber pertumbuhan ekonomi di daerah, oleh karena itu meskipun

investasi swasta terus merosot namun pertumbuhan ekonomi terus meningkat.

Badan Pusat Statistik mengatakan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia

didominasi oleh faktor konsumsi. Ekonom berpendapat bahwa pertumbuhan

ekonomi yang ditopang oleh konsumsi semata tidak dapat meningkatkan

pertumbuhan yang maksimal seperti yang ditargetkan pemerintah sekitar 5,93

persen di tahun 2010.

Sarana utama dalam menjalankan otonomi daerah yang nyata dan

bertanggung jawab yaitu adanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daearah

(19)

commit to user

jangka waktu tertentu di mana di satu pihak menggambarkan perkiraan

pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam

satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan

penerimaan dari sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi

pengeluaran-pengeluaran dimaksud. Undang -Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomer 4286 ) mengamanatkan

dimulainya penerapan sistim penganggaran terpadu yang meleburkan belanja

aparatur (belanja tidak langsung) dan belanja pelayanan publik (belanja

langsung) dalam satu format anggaran.

Penggabungan belanja aparatur atau belanja tidak langsung (meliputi gaji,

pemeliharaan, perjalanan dinas, dan belanja barang) dengan belanja pelayanan

publik atau belanja langsung diharapkan mengurangi tumpang-tindih alokasi.

Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomer 140, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomer 4578). Juga tertuang dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomer 13 Tahun 2006 tentang pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada pasal 8 disebutkan bahwa "APBD disusun

dengan Pendekatan Anggaran Kinerja" dan anggaran kinerja tersebut merupakan

suatu sistem penganggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja

atau output dari perencanaan alokasi biaya (pengeluaran) atau input yang

(20)

commit to user

Penerapan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik perlu

dilakukan perubahan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan

dalam pengelompokkan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan

anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran objektif dan proporsional

mengenai kegiatan pemerintah dan menjaga konsistensi dengan standar akuntansi

sektor publik serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik

keuangan pemerintah.

Anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja

aparatur (belanja tidak langsung) dan anggaran belanja pelayanan publik (belanja

langsung) yang semula bertujuan memberikan penekanan pada arti pentingnya

pembangunan. Pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi

dan penumpukan serta penyimpangan anggaran. Penuangan-penuangan rencana

pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang

ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak

sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era

globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan

membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan

anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka

Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana banyak

dilakukan negara maju.

Pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi diukur berdasarkan PDRB

(21)

commit to user

output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Perkembangan PDRB di

kabupaten Ngawi dapat dilihat dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi sektoral dan

sisi penggunaan. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh

komponen nilai tambah yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi atas

berbagai aktivitas produksinya, sedangkan dari sisi penggunaan menjelaskan

tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut.

Pengeluaran pembiayaan Anggaran Pembangunan Belanja Daerah di

kabupaten Ngawi sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembiayaan

tersebut berupa pengeluaran pemerintah daerah baik rutin maupun pembangunan.

Peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan kemampuan dalam menciptakan

sarana dan prasarana pembangunan yang meningkat dan pada akhirnya akan

mendorong aggregate demand juga akan meningkat, sehingga dapat merangsang

kegiatan produksi daerah, yang selanjutnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan

ekonomi.

Pengeluaran pemerintah daerah terdiri dari pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan. Pada umumnya, baik pengeluaran pembangunan

maupun pengeluaran rutin selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Hal ini disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan untuk pembangunan di

daerah tersebut. Namun pertumbuhan pengeluaran pemerintah baik pengeluaran

pembangunan maupun pengeluaran rutin mengalami pertumbuhan yang berbeda.

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu objek penelitian yang

(22)

teori-commit to user

teori yang membahas dan mengkaji tentang pengaruh pengeluaran pemerintah

terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian tentang sejauhmana pengaruh

pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan

baik secara internasional maupun nasional bahkan regional, berdasarkan latar

belakang dan uraian di atas study ini berjudul : ”Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka

dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu :

1. Apakah pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung) pemerintah

daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi?

2. Apakah pengeluaran belanja pengeluaran pelayanan publik (belanja

langsung) pemerintah daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Ngawi?

3. Apakah pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Ngawi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini secara umum adalah :

1. Menganalisa pengaruh pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung)

(23)

commit to user

2. Menganalisa pengaruh pengeluaran belanja pengeluaran pelayanan publik

(belanja langsung) pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Ngawi.

3. Menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya terhadap

pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Ngawi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain sebagai berikut:

1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah

pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya pemerintah

Kabupaten Ngawi dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah

khususnya bagi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat

untuk meneliti mengenai pengeluaran pemerintah dan hubungannya dengan

(24)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Pertumbuhan Ekonomi

1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam

jangka panjang ( Boediono, 1999 : 8). Pengertian tersebut mencakup 3 ( tiga )

aspek yaitu : (i) proses, (ii) output perkapita dan (iii) jangka panjang.

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi

pada suatu saat. Pertumbuhan ekonomi mencerminkan aspek dinamis dari

suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian

berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.

Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita

yang hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk,

karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk.

Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa

yang terjadi dengan output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak

lain.

Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif

waktu jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan

apabila dalam waktu yang cukup lama (10, 20 atau 50 tahun, atau bahkan

lebih lama lagi) mengalami kenaikan output per kapita. Waktu tersebut bisa

(25)

commit to user

terjadi kemerosotan output per kapita, karena gagal panen misalnya, tetapi

apabila dalam waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita

menunjukkan kecenderungan naik maka dapat kita katakan bahwa

pertumbuhan ekonomi terjadi.

Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan

kenaikan bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus

bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Proses pertumbuhan

ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses

pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan

pertumbuhan dalam periode- periode selanjutnya.

2. Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan

mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita

dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor

tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan

(Boediono, 1999 : 10).

Ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi

terdapat banyak teori pertumbuhan. Pada ekonom mempunyai pandangan

atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu

perekonomian. Teori-teori pertumbuhan dapat dikelompokkan kedalam

(26)

commit to user

a. Teori Pertumbuhan Klasik

Teori pertumbuhan klasik mencakup teori pertumbuhan dari

Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, dan John

Stuart Mill. Adam Smith adalah ahli ekonomi klasik yang pertama kali

mengemukakan mengenai pentingnya kebijaksanaan lisezfaire atas sistem

mekanisme untuk memaksimalkan tingkat perkembangan ekonomi suatu

masyarakat. Teori klasik pertumbuhan ekonomi dilambangkan oleh fungsi

(Eva Susanti, 2008: 24) :

Adam Smith mengemukakan bahwa faktor manusia sebagai

sumber pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi

akan meningkatkan produktivitas. Smith bersama dengan Ricardo percaya

bahwa batas dari pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah

bagi kaum klasik merupakan faktor yang tetap.

Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat

berlangsung akibat adanya pembentukan akumulasi modal. Akumulasi

(27)

commit to user

bahwa tersedianya modal dalam jangka panjang akan tetap mendukung

pertumbuhan ekonomi, menurutnya pada jangka panjang (long run)

perekonomian akan menuju kepada keadaan yang stationer, yaitu dimana

pertumbuhan ekonomi tidak terjadi sama sekali.

David Ricardo peranan teknologi akan dapat menghambat

berjalannya the law of diminishing return, walaupun tehnologi bersifat

rigid (kaku), dan hanya dapat berubah dalam jangka panjang. Bagi kaum

klasik, keadaan stationer merupakan keadaan ekonomi yang sudah mapan

dimana masyarakat sudah hidup sejahtera dan tidak ada lagi pertumbuhan

yang berarti.

b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori Pertumbuhab Neo-Klasik diwakili teori pertumbuhan Joseph

Schumpeter, Alferd Marshal, Robert Solow dan Trevor Swan. Pendapat

neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai

berikut : ( Suryana, 2000 : 58) :

1) Adanya akumulasi kapital merupakan faktor penting dalam

pembangunan ekonomi;

2) Perkembangan merupakan proses yang gradual;

3) Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif;

4) Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan;

(28)

commit to user

Menurut neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan

menentukan tingginya tingkat tabungan. Pada tingkat teknik tertentu,

tingkat bunga akan menentukan tingkat investasi. Apabila permintaan

terhadap investasi berkurang maka tingkat bunga turun, hasrat menabung

turun, Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor pendorong

kenaikan pendapatan nasional.

c. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern diwakili oleh Rostow,

Kuznet, dan Teori Harrod-Domar. Menurut Rostow dalam Suryana (2000:

60), pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi suatu masyarakat

tradisional menjadi masyarakat modern melalui tahapan:

1) Masyarakat tradisional ( The traditional society)

2) Prasyarat lepas landas (The precondition for take-off)

3) Lepas landas (The take-off)

4) Tahap kematangan (The drive to maturity)

5) Masyarakat berkonsumsi tinggi (The age of high mass consumption)

Kuznet (dalam Suryana, 2000: 61) mendefinisikan pertumbuhan

ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan

berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat.

Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan

(29)

commit to user

Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000: 62) mengembangkan analisa

Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam

menciptakan pertumbuhan ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus

menyelamatkan proporsi tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk

menambah stok modal yang akan digunakan dalam investasi baru.

Harrod-Domar menjelaskan adanya hubungan ekonomi yang langsung

antar besarnya stok modal ( ∆ k ) dan jumlah produksi nasional ( Y ).

B. Teori – Teori Pengeluaran Pemerintah 1. Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes

Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G + X –M

merupakan sumber legitimasi kaum Keynesian akan relevansi campur tangan

pemerintah dalam perekonomian. Dari notasi tersebut dapat ditelaah bahwa

kenaikan (penurunan) pengeluaran pemerintah akan menaikkan (menurunkan)

pendapatan nasional.

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu unsur permintaan

agregat. Konsep perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan

pengeluaran bahwa Y = C + I + G + X – M. Formula ini dikenal sebagai

identitas pendapatan nasional. Variabel Y melambangkan pendapatan

nasional, sekaligus mencerminkan penawaran agregat. Sedangkan vaiabel –

variabel di ruas kanan disebut permintaan agregat. Variabel G melambangkan

(30)

commit to user

nilai G terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui

seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan

pendapatan nasional (Dumairy, 1996 : 161).

2. Pembangunan dan Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Teori ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang

menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap

pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah

dan tahap lanjut (Mangkoesoebroto, 2001 : 171).

a. Tahap Awal

Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi

pemerintah terhadap total investasi besar, sebab pemerintah harus

menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana

transportasi, dan sebagainya.

b. Tahap Menengah

Investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun peranan investasi

swasta sudah semakin membesar. Peranan swasta yang semakin besar ini

banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan pemerintah harus

menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan

kualitas yang lebih baik. Perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya

(31)

commit to user

persentase terhadap GNP semakin besar dan persentase pemerintah

terhadap GNP akan semakin kecil.

c. Tahap Lanjut

Pembangunan ekonomi dan aktivitas pemerintah beralih dari

penyediaan prasarana ke pengeluaran – pengeluaran untuk aktivitas sosial

seperti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan kesehatan

masyarakat.

3. Hukum Wagner

Teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran pemerintah

yang semakin besar terhadap GNP. Wagner menyatakan dalam suatu

perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif

pengeluaran pemerintah pun akan meningkat (Mangkoesoebroto, 2001 : 173).

Hukum tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

n

GpC : Pengeluaran pemerintah per kapita

YpC : Produk atau pendapatan nasional per kapita

t : indeks waktu (tahun)

Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran

(32)

commit to user

keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat,

urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi,

dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah

(Dumairy, 1996 : 162).

4. Teori Peacock dan Wiseman

Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu

berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan

dari pajak, padahal masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin

besar. Peacock dan Wiseman menyatakan sebagai berikut: perkembangan

ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun

tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan

pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.

5. Teori Mikro

Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran

pemerintah adalah menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan

dan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran akan barang publik.

Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang publik menentukan

jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah

barang publik yang akan disediakan tersebut selanjutnya akan menimbulkan

permintaan akan barang lain yang dihasilkan oleh sektor swasta

(Mangkoesoebroto, 2001: 177-180).

(33)

commit to user

Perkembangan pengeluaran pemerintah tergantung pada :

a. Permintaan barang publik antara lain karena jumlah penduduk, pendapatan

dan gaya hidup

b. Pola kegiatan pemerintah dalam proses pruduksi

c. Kualitas barang publik yang dihasilkan

d. Harga-harga faktor produksi di pasar.

Pengeluaran pemerintah dari tahun ke tahun menggambarkan kegiatan

pemerintah semakin meningkat, dengan mengalokasikan dana secara tepat

maka efisiensi pengeluaran pemerintah dapat ditingkatkan sehingga produksi

nasional pun diharapkan meningkat.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, factor

ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada

sumber alamnya, sumberdaya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya,

Semua itu merupakan faktor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak mungkin

terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral dalam suatu

bangsa tidak menunjang. Pertumbuhan ekonomi, lembaga sosial, sikap budaya,

nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan faktor non ekonomi.

Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama

yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau

(34)

commit to user

produksi tersebut. Beberapa faktor ekonomi yang turut mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi adalah: (i) Sumber Alam, (ii) Akumulasi modal, (iii)

Organisasi, (iv) Kemampuan Teknologi, (v) Pembagian Kerja dan Skala

Produksi.

Faktor-faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling

mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor non ekonomi juga memiliki arti

penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non ekonomi yang

mempengaruhi pertumbuhan adalah:

1. Faktor Sosial. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi.

2. Faktor Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam

pertumbuhan ekonomi.

3. Faktor Politik dan Administratif. Struktur politik dan administrasi yang lemah

merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara

terbelakang.

Nurkse dalam Jhingan, (1995: 93) menerangkan bahwa pembangunan

ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi

politik, dan latar belakang histories. Didalam Pertumbuhan ekonomi, faktor

sosial, budaya, politik dan psikologis adalah sama pentingnya dengan faktor

(35)

commit to user

D. Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai

”pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan

peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah

barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk

memproduksikan barang dan jasa di masa depan” (Sadono Sukirno, 2000: 366).

Menurut Boediono (1992) investasi adalah pengeluaran oleh sector produsen

(swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan

atau untuk perluasan pabrik Dornbusch & Fischer berpendapat bahwa investasi

adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas

produksi atau pendapatan di masa mendatang Persyaratan umum pembangunan

ekonomi suatu negara menurut Todaro (1981) adalah:

1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan

fisik dan sumber daya manusia;

2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja

dan keahliannya;

3. Kemajuan teknologi.

Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi

pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar produk

(output) dan pendapatan di kemudian hari. Membangun itu seyogyanya

mengalihkan sumber-sumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya

(36)

commit to user

produksi yang lebih besar. Investasi di bidang pengembangan sumberdaya

manusia akan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, sehingga menjadi

tenaga ahli yang terampil yang dapat memperlancar kegiatan produktif. Sadono

Sukirno (2000) menyatakan kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat

terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja,

meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran

masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan

investasi, yakni (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran

agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat,

pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal

sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu

diikuti oleh perkembangan teknologi.

Suryana (2000) menyatakan bahwa kekurangan modal dalam negara

berkembang dapat dilihat dari beberapa sudut: (1) Kecilnya jumlah mutlak kapita

material, (2) Terbatasnya kapasitas dan keahlian penduduk, (3) Rendahnya

investasi netto. Keterbatasan tersebut mengakibatkan negara-negara berkembang

mempunyai sumber alam yang belum dikembangkan dan sumber daya manusia

yang masih potensial.

Peningkatkan produktivitas diperlukan untuk mempercepat investasi baru

dalam barang-barang modal fisik dan pengembangan sumberdaya manusia

melalui investasi di bidang pendidikan dan pelatihan, hal ini sejalan dengan teori

(37)

commit to user

ketidakmampuan untuk mengarahkan tabungan yang cukup, (2) kurangnya

perangsang untuk melakukan penanaman modal, (3) taraf pendidikan,

pengetahuan dan kemahiran yang relatif rendah; tiga faktor utama yang

menghambat terciptanya pembentukan modal di negara berkembang.

Teori Harrod-Domar mengemukakan bahwa model pertumbuhan ekonomi

yang merupakan pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan

pada peranan tabungan dan industri sangat menentukan dalam pertumbuhan

ekonomi daerah (Arsyad, 1997). Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini

adalah bahwa:

1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan

barang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh.

2. Dalam perekonomian dua sektor (Rumah Tangga dan Perusahaan) berarti

sektor pemerintah dan perdagangan tidak ada

3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya

pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol)

4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS)

besarnya tetap, demikian juga ratio antar modal dan output (Capital Outpu

Ratio= COR) dan rasio penambahan modal-output (Incremental Capital

Output Ratio)

Teori ini memiliki kelemahan yakni kecendrungan menabung dan ratio

pertambahan modal-output dalam kenyataannya selalu berubah dalam jangka

(38)

commit to user

konstan, harga selalu berubah dan suku bunga dapat berubah akan mempengaruhi

investasi.

Model pertumbuhan endogen dikatakan bahwa hasil investasi akan

semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar. Investasi

swasta dan publik di bidang sumberdaya atau modal manusia dapat menciptakan

ekonomi eksternal (eksternalitas positif) dan memacu produktivitas yang mampu

mengimbangi kecenderungan ilmiah penurunan skala hasil. Teknologi tetap

diakui memainkan peranan yang sangat penting, namun model pertumbuhan

endogen menyatakan bahwa teknologi tersebut tidak perlu ditonjolkan untuk

menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Implikasi yang menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi

keuntungan dari investasi komplementer (complementary investment) dalam

modal atau sumberdaya manusia, sarana prasarana infrastruktur atau kegiatan

penelitian. Investasi komplementer akan menghasilkan manfaat personal maupun

sosial, maka pemerintah berpeluang untuk memperbaiki efisiensi alokasi

sumberdaya domestik dengan cara menyediakan berbagai macam barang publik

(sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta dalam industri padat

teknologi dimana sumberdaya manusia diakumulasikannya. Model ini

menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan investasi

baik langsung maupun tidak langsung.

Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya

(39)

commit to user

Undang-Undang No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN), berdasarkan sumber dan kepemilikan modal, maka investasi swasta

dibagi menjadi penanaman modal dalam negeri dan asing.

Besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka diharapkan akan

mendorong pertumbuhan sektor pertumbuhan sektor swasta dan rumah tangga

dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah, hal ini pada

akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB.

Korelasi (hubungan) positif antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi

diuraikan secara sederhana namun jelas di dalam model pertumbuhan ekonomi

Harrod-Domar. Investasi dan ICOR (the incremental capital output ratio)

merupakan dua variabel fundamental, yang secara garis besar dapat dijelaskan

seperti berikut ini. Investasi yang dimaksud adalah investasi neto, yang

didefenisikan sebagai perubahan/penambahan stok barang modal, atau

It = ΔKt ……….. (2.1)

= Kt – Kt-1 ……… (2.2)

ICOR adalah kebalikan dari rasio pertumbuhan output terhadap

pertumbuhan investasi, yang pada intinya menunjukkan hubungan antara

penambahan stok barang modal dan pertumbuhan output, atau melihat seberapa

besar peningkatan investasi yang diperlukan untuk mendapatkan laju

pertumbuhan ekonomi tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya (target).

Hubungan tersebut digambarkan dengan rumus sebagai berikut :

(40)

commit to user

1/y = K/Y ……….. (2.4)

Dimana y = rasio output-kapital, dan 1/y = rasio kapital-output (COR).

Dalam perkembangannya, pemakaian konsep COR mengalami modifikasi

menjadi ICOR dengan rumus sebagai berikut :

ICOR = (ΔK/Y) / (ΔY/Y) ………. (2.5)

ICOR = (I/Y) / (ΔY/Y) ………. (2.6)

Dimana sejak per definisi ΔK = I.

Hasil-hasil studi kuantitatif yang telah dilakukan pada tahun 1990-an,

misalnya Levine dan Renelt, 1992 (dalam Tambunan, 2001 : 42) menemukan

bukti adanya korelasi positif dan signifikan antara investasi dengan pertumbuhan

ekonomi. Studi-studi lain yang memakai analisis fungsi produksi neo-klasik

menemukan bahwa investasi, bukan progres teknologi, merupakan faktor utama

dibalik pertumbuhan ekonomi yang cemerlang yang dialami negara-negara Asia

Tenggara. Argumen utama dibalik hasil dari studi-studi ini adalah bahwa investasi

menambah jumlah stok kapital per pekerja dan oleh karena itu menaikkan

produktivitas.

E. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat dijadikan rujukan yang

relevan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan referensi, antara lain :

Devarajan, Swaroop dan Zou (1996) mengemukakan bahwa di 43 negara

(41)

commit to user

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,

sebaliknya pengeluaran pembangunan menunjukkan pengaruh yang negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kweka dan Morrissey (2000), menunjukkan bahwa meningkatnya

pengeluaran produktif (investasi fisik) ternyata memberikan pengaruh yang

negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania, sementara pengeluaran untuk

konsumsi terutama konsumsi swasta berhubungan positif dan signifikan dengan

pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran publik untuk human capital tidak signifikan

secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania. Hasil estimasi

memperlihatkan bahwa pengeluaran investasi publik di Tanzania tidak produktif

dan ini berlawanan dengan pendapat yang lebih luas, dimana pengeluaran

konsumsi pemerintah Tanzania telah menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Parulian (2003), yang menggunakan sampel 62 negara (20 negara yang

tergolong negara maju dan 42 negara sedang berkembang) menemukan bahwa

pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengeluaran pemerintah

tidak signifikan untuk 42 negara sedang berkembang, akan tetapi memberikan

pengaruh yang signifikan untuk 20 negara maju.

Sjoberg (2003) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan

signifikan antara pengeluaran pemerintah untuk konsumsi, investasi dan transfer

dengan pertumbuhan ekonomi di Swedia selama kurun waktu 1960 –

(42)

commit to user

yang sesuai dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Swedia untuk kurun

waktu yang sama.

Hanum (2004) yang menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square)

antara lain menemukan bahwa untuk variabel pengeluaran pemerintah memiliki

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil ini secara tegas mendukung hipotesis yang

mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara pengeluaran pemerintah

dengan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, ceteris

paribus.

Bustaman (2004) menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah Propinsi

Riau tahun berjalan secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh pertumbuhan

pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya. Pengeluaran pembangunan tahun

berjalan secara signifikan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan

pengeluaran pembangunan tahun sebelumnya yang dilakukan oleh pemerintah

Propinsi Riau. Hasil penelitian Nurlina (2004) menunjukkan bahwa semua

variable bebas (pengeluaran rutin, pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya, dan

pengeluaran pembangunan dua tahun sebelumnya berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi NAD. Sementara itu untuk

pengeluaran pembangunan memiliki pengaruh yang negatif tetapi signifikan

(43)

commit to user

F. Kerangka Pemikiran Studi

Penelitian ini mendasar pada model pertumbuhan ekonomi neo klasik

maka fungsi penelitian yang digunakan adalah : berpengaruhnya pengeluaran

pemerintah dimana ada pengeluaran pemerintah berupa pengeluaran belanja

aparatur (belanja tak langsung) dan belanja pelayanan publik (belanja langsung)

terdapat pengaruh yang positip terhadap pertumbuhan ekonomi.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Studi Sumber : Data diolah

Pengeluaran Pemerintah didalam APBD terdiri dari Pengeluaran Belanja

Aparatur / Belanja Rutin (PA) yang antara lain belanja pegawai, belanja

barang, belanja pemeliharaan, belanja pegawai dinas dan belanja lainnya

sedangkan Belanja Pengeluaran Publik / Belanja Pembangunan (PP) antara lain

belanja bidang ekonomi, belanja bidang sosial, belanja bidang umum dan belanja

(44)

commit to user

(PDRB) sangat berpengaruh oleh faktor yang memberi andil dalam pertumbuhan

produksi dari masing-masing sektor. Perkembangan PDRB baik berdasarkan atas

dasar konstan maupun atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun mencerminkan

laju pertumbuhan ekonomi.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan

sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara pengeluaran belanja aparatur

(belanja tidak langsung) dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi.

2. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara pengeluaran pelayanan

publik (belanja langsung) pemerintah daerah dengan pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Ngawi.

3. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara pertumbuhan ekonomi tahun

(45)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan analisis data sekunder mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi selama kurun

waktu 2005 - 2010. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah pengeluaran

belanja aparatur (belanja tidak langsung), pengeluaran pelayanan publik (belanja

langsung), dan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya.

B. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data time series

(runtun waktu) selama kurun waktu 2005 - 2010. Data yang digunakan adalah

data sekunder yang bersumber dari Jawa Timur dalam Angka dan Ngawi dalam

Angka yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), serta sumber-sumber

lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Adapun data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah daerah baik

pengeluaran belanja aparatur (PA) /belanja tidak langsung maupun pengeluaran

pelayanan publik (PP) / belanja langsung dalam satuan miliar rupiah, dan

pertumbuhan ekonomi (PE).

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data bulanan PDRB

Kabupaten Ngawi periode 2006 sampai dengan 2010. Akan tetapi ketidak

(46)

commit to user

ketersediaan data dalam bentuk bulanan tersebut diperlukan cara untuk membagi

data bulanan secara otomatis. Untuk merubah data PDRB secara tahunan menjadi

bulanan digunakan metode yang disebut Quadratic Match Sum. Metode ini

membagi data tahunan menjadi dua belas data bulanan dengan metode interpolasi.

Hasil dari interpolasi tersebut tidak sama antara yang satu dengan yang lain,

namun apabila data bulanan dijumlahkan maka jumlahnya sama seperti data

aslinya. Quadratic Match Sum tidak akan merubah sifat dan bentuk dari data dan

mengasumsikan penyelarasan data PDRB tahunan menjadi bulanan bersifat linear

( Harerio, 2009 : 26). Data kurun waktu tahun 2006 -2010 akan diinterpolasi

menjadi perbulan dimana setiap tahun ada 12 bulan, selama 5 tahun akan menjadi

60 data, sedangkan hasil dari interpolasi menggunakan Program Eviews versi 6.0

C. Difinisi Operasional Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini didefinisioperasionalkan

dari variabel tersebut sebagai berikut :

1. Pertumbuhan ekonomi daerah (PE) adalah total output yang dihasilkan oleh

daerah dalam satu tahun yang direpresentasikan dengan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) yang dihitung berdasarkan harga berlaku dalam

satuan miliar rupiah.

2. Pengeluaran belanja aparatur (belanja tidak langsung) pemerintah daerah

(47)

commit to user

aparatur (belanja tidak langsung) pemerintah daerah selama satu tahun

anggaran dalam satuan miliar rupiah.

3. Pengeluaran pelayanan publik pemerintah daerah (PP) adalah total anggaran

yang dialokasikan untuk pengeluaran pelayanan publik (belanja langsung)

pemerintah daerah selama satu tahun anggaran dalam satuan miliar rupiah.

4. Pertumbuhan ekonomi daerah tahun sebelumnya (PE-1) adalah pertumbuhan

ekonomi satu tahun sebelum tahun berjalan.

D. Model Analisis

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten

Ngawi, maka dilakukan analisis dengan menggunakan model persamaan Ordinary

Least Square (OLS). Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ε ………..…………(3.0)

Kemudian dari fungsi tersebut ditransformasi ke dalam model persamaan

sesuai dengan definisi operasional variabel di atas, yakni :

PE = β0 + β1 PA + β2 PP + β3 PE-1 + ε ……….…….(3.1)

dimana :

PE = pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDRB(rupiah)

PA = pengeluaran belanja aparatur pemerintah daerah (rupiah)

PP = pengeluaran pelayanan publik pemerintah daerah (rupiah)

PE-1 = pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang diproxy DRB

(48)

commit to user

β0 –β3 = koefisien regresi

ε = variabel gangguan (error term)

E. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Permasalahan yang akan terjadi ada beberapa model regresi linier dimana

secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah

ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan

yang terbentuk. Untuk itu perlu melakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang

terdiri dari (Insukindro, 2000) :

1. Uji Multikolinieritas

Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung

pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak

saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas

maka akan menimbulkan beberapa akibat, untuk itu perlu dideteksi

multikolinieritas dengan besaran - besaran regresi yang didapat sebagai

berikut :

a. Variasi besar (dari taksiran OLS).

b. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar sehingga standar error

besar yang berdampak pada interval kepercayaan lebar).

c. Uji-t (t rasio) tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik

secara substansi maupun secara statistik jika dilakukan regresi sederhana

(49)

commit to user

kolinieritas. Bila standar error terlalu besar maka besar pula kemungkinan

taksiran koefisien regresi tidak signifikan.

d. R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji-t.

e. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai

yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya, sehingga dapat menyesatkan

interpretasi.

2. Uji F

Uji F ini digunakan untuk mencari pengaruh simultan variabel bebas

terhadap variabel terikat. Untuk menentukan nilai Fhitung menurut Sudjana,

1996: 91) :

a. Menentukan Jumlah Kuadrat Regresi dengan rumus :

  

b x y b x y b x y

JK(Reg) 1 1 2 2 ... k k ……….(32)

b. Menentukan Jumlah Kuadrat Residu dengan rumus :

 

c. Menghitung nilai F dengan rumus:

1

Dimana: k = banyaknya variabel bebas.

Untuk uji F dalam penelitian ini digunakan Uji Ramsey (Ramsey

(50)

commit to user

membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Kriteria keputusannya sebagai

berikut :

a. Bila nilai Fhitung > Ftable, maka hipotesis yang menyatakan bahwa

spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar

tidak ditolak.

b. Bila nilai Fhitung < nilai Ftable, maka hipotesis yang menyatakan bahwa

spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar

tidak dapat ditolak.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota

serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi,

model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu

tidak terdapat dalam disturbasi. Dengan menggunakan lambang E (µi,µj) = 0 ;

i ≠ j. Secara sederhana dikatakan bahwa model klasik mengasumsikan unsur

gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur

disturbasi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang

manapun. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini

dilakukan uji Lagrange Multiplier Test (LM Test). Dengan membandingkan

nilai X2hitung dengan X2tabel, dengan kriteria penilaian sebagai berikut

(Rahmanta, 2009 : 16) :

a. Jika nilai X2hitung > X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak

(51)

commit to user

b. Jika nilai X2hitung < X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak

(52)

commit to user

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah

1. Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi.

Kabupaten Ngawi di wilayah barat propinsi Jawa Timur yang

berbatasan langsung dengan propinsi JawaTengah Luas wilayah Kabupaten

Ngawi adalah 1.298,58 km2, dimana sekitar 40 persen atau sekitar506,6 km2

berupa lahan sawah. Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten

Ngawi tahun 2004 secara administrasi wilayah ini terbagi kedalam 19

kecamatan dan 217 desa , dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan.

Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak 7021’ – 7031’ lintang

Selatan dan 110010’ -111040’ Bujur Timur. Topografi wilayah ini adalah

berupa dataran tinggi dan tanah datar. Batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah

sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora dan Kabuapaten

Bojonegoro.

- Sebelah Timur: Kabupaten Madiun.

- Sebelah Selatan : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.

- Sebelah Barat: Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen.

(53)

commit to user

Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Ngawi Sumber : Ngawi Dalam Angka 2010

2. Kondisi Demografis Kabupaten Ngawi

Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi akhir Tahun 2010 adalah 892.051

jiwa, terdiri dari 438.223 penduduk laki-laki dan 453.828 penduduk

perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 96 artinya bahaw setiap 100

penduduk wanita terdapat sekitar 96 penduduk laki-laki.Peningkatan

penduduk di Kabupaten Ngawi setiap tahun meningkat 0,36 persen.

Kepadatan penduduk menunjukan rasio antara jumlah penduduk

dengan luas wilayah . Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Ngawi naik

sekitar 2 jiwa untuk setiap kilometer persegi dari tahu sebelumnya.

3. Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ngawi

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran yang

(54)

commit to user

diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari

tahun ke tahun. Dengan kata lain PDRB merupakan tolok ukur perkembangan

ekonomi secara regional, yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan

pembangunan nasional.

Tabel 4.1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan (2000) Kabupaten Ngawi Tahun 2005 – 2010 (Juta Rupiah)

Tahun Harga Berlaku Harga Konstan

2005 3,831,351.82 2.256.039,62

Pertumbuhan ekonomi regional yang dicerminkan oleh Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

turut memberi andil dalam pertumbuhan produksi dari masing-masing sektor.

Perkembangan PDRB baik berdasarkan atas dasar harga konstan maupun atas

dasar harga berlaku dari tahun ke tahun dapat mencerminkan laju

pertumbuhan ekonomi di suatu daerah perkembangan ini tentunya akan dapat

menggambarkan kemajuan pembangunan ekonomi di daerah tersebut selama

kurun waktu tertentu.

Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah yang diukur berdasarkan PDRB

harga konstan menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menciptakan

(55)

commit to user

suatu daerah dapat dilihat dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi sektoral dan

sisi penggunaan. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh

komponen nilai tambah yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi

atas berbagai aktivitas produksinya, sedangkan dari sisi penggunaan

menjelaskan tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut.

Tabel 4.2 Produk Domestik Regional Bruto Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006-2010 (Juta Rupiah)

No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Pertanian 1,629,981.80 1,843,370.50 2,129,128.28 2,378,578.04 2,442,114.51 2 Penggalian 23,924.26 27,821.13 31,159.67 34,743.03 21,120.65 3 Industri 275,496.96 306,568.98 354,275.13 399,597.13 374,343.95

4 Listrik, Gas dan Air

minum 31,946.84 36,199.99 44,111.18 53,443.97 53,361.98 5 Bangunan 202,821.88 243,130.70 276,908.89 304,976.38 283,303.88 6 Perdagangan 1,241,254.87 1,412,591.98 1,610,680.64 1,807,677.16 1,948,482.87 7 Pengangkutan 181,477.29 205,072.67 233,711.75 259,515.53 251,771.58

8 Bank dan Lembaga

Keuangan 218,291.53 243,939.08 273,336.32 302,413.64 300,586.38 9 Jasa-Jasa 640,359.59 712,733.97 816,961.22 903,837.77 943,836.90 PDRB 4,445,555.02 5,031,429.00 5,770,273.08 6,444,782.65 6,618,922.70

Tabel 4.3 Produk Domestik Regional Bruto Kab Ngawi menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga berlaku Tahun 2006-2010 (Juta Rupiah)

No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Pertanian 905.474,59 941.025,58 985.007,46 1.039.356,65 1.092.374,15 2 Penggalian 13.864,37 14.403,57 15.442,31 16.286,80 16.983,88 3 Industri 149.370,19 155.405,22 162.856,61 173.860,51 184.792,71

4 Listrik, Gas dan Air minum 13.032,72 13.730,36 14.673,00 16.013,48 17.819,46

5 Bangunan 104.902,34 110.420,20 116.758,32 120.634,70 127.066,94 6 Perdagangan 651.328,99 697.427,05 745.925,20 793.681,83 848.170,35 7 Pengangkutan 82.364,00 87.412,59 92.497,17 98.137,08 104.975,22

8 Bank dan Lembaga

Keuangan 129.690,39 137.199,62 142.016,95 148.281,52 154.159,75 9 Jasa-Jasa 335.654,41 353.051,03 364.537,86 379.082,87 396.260,05

PDRB 2.385.681,99 2.510.075,52 2.639.717,89 2.785.335,43 2.942.602,51

(56)

commit to user

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa

perkembangan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ngawi menunjukkan

perkembangan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Memasuki

tahun 2006, kondisi perekonomian di Kabupaten Ngawi sudah menunjukkan

kondisi yang stabil. Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan walaupun tidak

terlalu besar.dan masih jauh dari kondisi sebelum terjadinya krisis moneter.

Struktur ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari distribusi persentase

masing-masing sektor ekonomi terhadap total PDRB suatu daerah. Struktur

ekonomi yang dinyatakan dalam persentasem menunjukkan kontribusi

masing-masing sektor ekonomi dalam kemampuannya menciptakan nilai

tambah. Persentase yang besar pada suatu sektor menggambarkan

ketergantungan daerah terhadap kemampuan produksi dari sektor tersebut.

Pertanian,

Gambar 3.2 Strutur Ekonomi Kabupaten Ngawi

(57)

commit to user

Struktur perekonomian Kabupaten Ngawi tahun 2010 terlihat pada

gambar 3.2, dimana sektor pertanian masih mendominasi kontribusi mencapai

36,91 persen. Kontribusi sektor ini mengalami kenaikan tahun sebelumnya

yang mencapai 36,90 persen. Kenaikan tersebut didorong oleh kenaikan

produksi beberapa komoditi tanaman bahan makanan utamanya padi.

Sektor perdagangan menjadi kontributor terbesar kedua terhadap

PDRB Kabupaten Ngawi. Pada Tahun 2010 sektor ini memberi kontribusi

sebesar 28,05 persen. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sekotr jasa menjadi

kontributor terbesar ketiga setelah pertanian dan perdagangan. Pada tahun

2010 sektor ini menyumbang sebesar 14,02 persen terhadap total PDRB.

Besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Ngawi

merupakan jumlah seluruh nilai tambah dari produk barang dan jasa yang

dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi. PDRB

atas dasar harga berlaku Kabupaten Ngawi tahun 2005 mencapai 3.831.

351,83 juta rupiah. Angka tersebut secara konsisten naik dari tahun ke tahun

hingga 2010 baik atas harga berlaku maupun harga konstannya. Pada tahun

2009 PDRB atas dasar harga berlaku (adhb) mencapai 6.444.782,83 juta

rupiah, atau meningkat sekitar 11,69 persen dari tahun sebelumnya.

Peningkatan PDRB adhb tahun 2010 jauh lebih rendah dibandingkan kenaikan

PDRB adhb pada tahun 2009 yang mencapai 14,68 persen. Sedangkan PDRB

atas dasar harga konstan (adhk) pada tahun 2010 mencapai 2.942.602,51 juta

Gambar

Gambar :
Gambar 2.1.  Kerangka Pemikiran Studi
Tabel 4.1.
Gambar 3.2  Strutur Ekonomi Kabupaten Ngawi                           Sumber: Badan Statistik Kabupaten Ngawi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil regresi, luas lahan dan tenaga kerja berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit, variabel pupuk berpengaruh positif

- Hasil analisis dengan uji t diketahui bahwa hasil estimasi regresi menunjukkan ada dua variabel yang secara statistik berpengaruh signifikan terhadap

Pada estimasi model ECM jangka pendek menunjukkan bahwa variabel nilai tukar berpengaruh postif sedangkan variabel inflasi dan suku bunga berpengaruh negatif terhadap

Hasil estimasi tersebut sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan variabel Rasio Tenaga Pendidik terhadap Jumlah Siswa berpengaruh positif terhadap variabel

Berdasarkan hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa variabel Tingkat Pengangguran berpengaruh Positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel aglomerasi menujukan hasil negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, variabel investasi menunjukan

Hal ini terlihat dari hasil estimasi bahwa variabel konsumsi masyarakat dan investasi memberikan pengaruh yang positif dan signifikan, sedangkan variabel ekspor neto

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1 Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka; 2 Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh positif