commit to user
PEMBERDAYAAN PADA ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM
(Studi Kasus Pemberdayaan oleh Sahabat Kapas
di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten)
Efitya Fitria Istifarin
FitriaEfitya@gmail.com
IIB Class of Klaten Prison (Lapas IIB Klaten) coorperate with Sahabat Kapas in mentoring and empowering Children in Conflict with Law (Anak Berkonflik dengan Hukum /AKH). The purpose of this research is to describe empowerment of AKH in IIB Class of Klaten Prison by Sahabat Kapas. This research used structural functional theory by Talcott Parsons with A.G.I.L concepts (Adaptation, Goal Attainment, Integration, Latency). This research was descriptive qualitative research by using single study case approach with single level analysis. Data were taken from informants and respondents by using snowball technique. The data collection were done by using interview, observation, and documentation. The data validated by using triangulation and the data were analyzed by using interactive model.
The result of the result are as follows: empowerment of AKH in IIB Class Klaten Prison was done by Sahabat Kapas as mentors, program executor, and also IIB Klaten Prison as facilitator. Empowerment of AKH in IIB Klaten Prison was indentified based on three sides of community empowerment perspective to make situation which support the developing of AKH (enabling), strengthen the potency of AKH (empowering), protect, and made the AKH be autonomous or not depend to charity. Mentoring and empowering were done through planning stage (discussion, dividing tasks, and socialization), executing stage (AKH mapping, family visitation, psychological treatment, screen printing, sewing, packaging, old newspaper recycling creation, film production, shows production), and evaluation stage (coordination, reporting the evaluation result, and also making continued program). There were also the supporting factors to the activities, as follows: great enthusiasm of AKH to the activities, the support of AKH family, the relation between Sahabat Kapas and IIB Klaten Prison. There were also obstacles to the activities, as follows: there were only few volunteers, the lack of time of the volunteers, fluctuation changes of AKH condition, the changes of AKH numbers, the limit of money, and the limit of monitoring times.
Keywords: Children in Conflict with Law (AKH), Mentoring, Empowerment.
commit to user A. Pendahuluan
Anak yang melakukan tindak pidana termasuk dalam kategori Anak
Berkonflik dengan Hukum (AKH). Definisi AKH menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Peradilan Pidana Anak adalah
anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. AKH yang melakukan tindak
pidana akan mendapatan sanksi berupa hukuman pidana di Lembaga
Pemasyarakatan. Salah satu Lembaga Pemasyarakatan yang membina AKH dan
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dewasa sekaligus adalah Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Klaten. Sangat ironi apabila AKH terus disandingkan
dengan WBP dewasa dalam satu lingkungan Lembaga Pemasyarakatan. Suasana
dan fasilitas di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang belum memadai,
mendorong anak makin tertekan secara psikologis dan mental serta terisolasi dari
lingkungan asalnya (Sutatiek, 2013; 41).
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten sama seperti Lembaga
Pemasyarakatan pada umumnya yang memiliki fasilitas yang diperuntukkan bagi
WBP tanpa membedakan WBP anak maupun dewasa. Dengan kondisi tersebut,
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten tetap memberlakukan fasilitas bagi
WBP secara umum walaupun di sana terdapat WBP anak yang memiliki
kebutuhan khusus. Salah satu langkah yang dilakukan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Klaten adalah bekerjasama dengan LSM Sahabat Kapas
untuk memenuhi hak-hak AKH termasuk melakukan pendampingan dan
pemberdayaan pada AKH yang sedang menjalani hukuman pidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Klaten.
Pendampingan dan pemberdayaan yang dilakukan Sahabat Kapas pada
AKH yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten bertujuan
menyembuhkan trauma dan melakukan re-konsepsi diri pada diri AKH agar rasa
percaya dirinya kembali pulih sehingga dapat kembali berbaur dengan masyarakat
ketika sudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Pemberdayaan sendiri dapat
dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses pemberian daya
(kekuatan/kemampuan) kepada pihak yang belum berdaya (Sulistiyani, 2004; 77).
commit to user
Berbagai keterampilan terkait pemberdayaan diajarkan oleh Sahabat Kapas pada
AKH dampingannya di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten agar AKH
produktif dan memiliki kegiatan yang positif serta memiliki bekal keterampilan
untuk memasuki dunia kerja pasca keluar dari Lembaga Pemasyarakatan.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIB Klaten tetap mengutamakan pendampingan dan pemenuhan hak AKH
walaupun dengan menggunakan fasilitas WBP yang berlaku secara umum. Sangat
menarik apabila dilakukan penelitian terkait pemberdayaan pada AKH di
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten oleh Sahabat Kapas. Maka, penelitian
ini berfokus pada bagaimana pemberdayaan pada Anak Berkonflik dengan
Hukum (AKH) di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten oleh Sahabat Kapas.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten dan
Kantor Sahabat Kapas. Namun untuk pelacakan keberadaan AKH dan beberapa
relawan yang berhubungan dengan fokus penelitian, pengambilan data dilakukan
di beberapa lokasi lain seperti tempat tempat tinggal informan dan responden
yaitu Klaten dan Tasikmadu Karanganyar. Penelitian ini dikaji menggunakan teori
struktural fungsional Talcott Parsons dengan Konsep AGIL (Adaptasi, Pencapaian
Tujuan, Integrasi, Pemeliharaan Pola). Penelitian deskriptif kualitatif ini
menggunakan pendekatan studi kasus tunggal dengan single level analysis. Studi
kasus tunggal dengan single level analysis adalah studi kasus yang menyoroti
perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting (Salim,
2001; 95).
Sumber data diperoleh dari informan dan responden menggunakan teknik
purposive. Informan dan responden merupakan dua hal yang berbeda dimana
informan adalah individu yang memiliki keahlian serta pemahaman terbaik
mengenai isu-isu tertentu sehingga disini informan merupakan narasumber,
sementara responden adalah individu yang oleh pewawancara ingin mengetahui
informasi mengenai diri dari responden itu sendiri seperti pendiriannya, sikapnya,
serta pandangannya terhadap isu tertentu (Silalahi, 2006; 287). Menurut Bungin,
commit to user
teknik purposive yaitu salah satu strategi yang paling umum didalam penelitian
kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai
dengan kiteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu (Bungin,
2011; 107). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Untuk validitas data digunakan triangulasi sumber, di mana
triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2009;
274). Sedangkan analisis data menggunakan model interaktif.
C. Hasil dan Pembahasan
Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah tempat
untuk melaksanakan pembinaan pada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
WBP yang menjalani hukuman pidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB
Klaten dikelompokkan menjadi dua yaitu WBP dewasa dan WBP anak (AKH).
Kasus yang melatarbelakangi pada anak yang diposisikan sebagai AKH di Lapas
IIB Klaten mayoritas adalah pencurian dan perlindungan anak. Dominasi kasus
pada AKH di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten bersinggungan dengan
masalah perlindungan anak yang berkaitan dengan kesusilaan, terlebih lagi
korbannya adalah anak di bawah umur yaitu berusia sekitar 15-17 tahun. Pasal
yang dikenakan bagi AKH dengan masalah tindak asusila adalah Pasal 81 dan
Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
AKH merupakan WBP anak yang memiliki kebutuhan khusus dan berbeda
apabila dibandingkan dengan WBP dewasa. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB
Klaten belum dapat memenuhi hak dan kebutuhan AKH secara penuh karena
terbatasnya kemampuan dan fasilitas yang dimiliki. Hal ini mengingat bahwa
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten bukanlah Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) yang dapat memenuhi kebutuhan AKH secara spesifik. Walaupun
begitu, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten tetap berupaya untuk
memenuhi kebutuhan AKH selama berada di Lembaga Pemasyarakatan walaupun
commit to user
harus dengan mengalihfungsikan beberapa fasilitas umum yang selama ini
kegunaannya disamaratakan antara WBP dewasa dan AKH.
Secara khusus, terdapat dua fasilitas umum yang digunakan sebagai ruang
pendampingan bagi AKH. Fasilitas tersebut adalah perpustakaan dan tempat
ibadah. Kedua fasilitas itu disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB
Klaten bagi seluruh WBP baik WBP dewasa maupun AKH. Namun untuk
beberapa kegiatan, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten menggunakan
fasilitas tersebut untuk melakukan pendampingan dan pembinaan pada AKH.
Misalnya saja tempat ibadah. Tempat ibadah dikategorikan sebagai ruang
pendampingan AKH di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten karena di
tempat ibadah tersebut dilakukan pendampingan bimbingan mental terkait
keagamaan pada AKH. Terdapat berbagai kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan untuk menunjang pendampingan tersebut. Selain itu juga terdapat
kegiatan pendampingan sekaligus pemberdayaan pada AKH melalui kegiatan
keterampilan sablon serta kegiatan belajar mengajar Kejar Paket C bagi AKH.
Begitupun dengan perustakaan. Perpustakaan dikategorikan sebagai ruang
pendampingan bagi AKH di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten karena di
perpustakaan tersebut Sahabat Kapas dapat melakukan pendampingan pada AKH.
Pendampingan tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan. Selain sebagai
tempat berkegiatan bersama Sahabat Kapas, perpustakaan juga sebagai tempat
kegiatan sablon dan ruang pendampingan untuk proses kegiatan belajar mengajar
program Kejar Paket C AKH. Kedua fasilitas tersebut berupa sarana dan
prasarana yang memiliki tujuan untuk menunjang berlangsungnya proses
pendampingan dan pembinaan WBP terkhusus AKH di dalam Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Klaten.
Pendampingan dan pemberdayaan AKH di Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIB Klaten tidak dapat dilakukan seorang diri orang instansi terkait. Perlu ada
kerjasama dengan pihak-pihak lain yang dapat membantu dan mendukung
berjalannya proses pendampingan dan pemberdayaan tersebut. Harapannya adalah
terjadi kerjasama yang baik dan berlanjut. Kerjasama tersebut dilakukan oleh
Lapas IIB Klaten dan Sahabat Kapas dengan intansi atau pihak lain. Beberapa
commit to user
pihak yang menjadi relasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten dalam
melakukan pendampingan pada AKH antara lain Dinas Pendidikan Klaten terkait
penyelenggaraan Kejar Paket C, Kementerian Pendidikan Pusat terkait bantuan
dana untuk kegiatan pelatihan AKH, Kementerian Agama terkait memimpin
kegiatan keagamaan, dan Sahabat Kapas terkait layanan rehabilitasi anak
termasuk pendampingan dan pemberdayaan. Sedangkan pihak yang menjadi relasi
Sahabat Kapas antara lain Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten terkait
layanan rehabilitasi anak termasuk pendampingan dan pemberdayaan, relawan
khusus Sahabat Kapas terkait pelatihan keterampilan, dan Yayasan Setara dan
Unicef terkait pendanaan kegiatan pendampingan AKH.
Pendampingan yang dilakukan oleh Sahabat Kapas pada AKH di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Klaten meliputi tiga tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Bentuk kegiatan pada tahap perencanaan antara lain
perundingan, pembagian tugas, dan sosialisasi. Pada kegiatan perundingan,
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten dan Sahabat Kapas berunding terkait
program pendampingan bagi AKH. Pada kegiatan pembagian tugas, diperoleh
hasil yaitu Lapas IIB Klaten menjadi pihak yang melakukan monitoring dan
Sahabat Kapas sebagai pihak yang melakukan pendampingan. Sedangkan
kegiatan sosialisasi merupakan sarana pendekatan pada AKH.
Bentuk kegiatan pada tahap pelaksanaan antara lain pemetaan AKH, visitasi
keluarga, penanganan psikologi, bincang remaja, I have a dream, training
motivasi, sablon, jahit, kreasi kertas koran bekas, produksi film, dan produksi
pertunjukan. Kegiatan pemetaan AKH dilakukan untuk mengetahui kondisi
psikologis AKH saat pertama masuk ke Lapas IIB Klaten. Sedangkan visitasi
keluarga merupakan pendekatan pada keluarga AKH di luar Lapas untuk
persiapan kepulangan AKH. Kegiatan penanganan psikologi dan bincang remaja
merupakan bentuk penanganan trauma healing dengan menggunakan treatment
serta program bagi AKH dalam menyikapi problematika remaja agar AKH belajar
mengkomunikasikan masalah yang dihadapi.
Pada kegiatan I have a dream dan training motivasi, AKH diajak untuk
merencanakan masa depan dan membuat rencana hidup serta pemberian motivasi
commit to user
bagi AKH untuk mempersiapkan diri menjadi lebih baik. Kegiatan sablon, jahit,
kreasi kertas koran bekas, produksi film, dan produksi pertunjukan merupakan
program bagi AKH untuk meningkatkan keterampilan dengan mendayagunakan
potensi serta asahan kreasi diri masing-masing. Hal ini dilakukan agar AKH dapat
tumbuh dan berkembang di Lapas dengan tidak dibatasi kreativitasnya untuk
pembelajaran diri pasca keluar dari Lapas.
Bentuk kegiatan pada tahap evaluasi antara lain rapat koordinasi, pelaporan
hasil evaluasi, dan perencanaan program lanjutan. Pada kegiatan rapat koordinasi,
Sahabat Kapas memberi laporan kegiatan kepada pihak Lapas Klaten terkait
program pendampingan pada AKH untuk kemudian dilakukan evaluasi.
Selanjutnya pada kegiatan pelaporan hasil evaluasi, Sahabat Kapas dan Lapas
Klaten membuat laporan hasil evaluasi kegiatan untuk perencanaan program
lanjutan. Salah satu bentuk pembangunan yang berkelanjutan pada pendampingan
AKH di Lapas Klas IIB Klaten adalah pembangunan kamar hunian ramah anak.
Proses pemberdayaan oleh Sahabat Kapas pada AKH di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Klaten yang dilakukan melalui berbagai keterampilan,
tentunya dapat diidentifikasi berdasar perspektif pemberdayaan masyarakat
melalui tiga sisi, dimana upaya memberdayakan masyarakat dapat menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang
(enabling), dapat memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering), serta dapat memberdayakan atau juga mengandung arti melindungi
(charity) (Mardikanto, 2010; 43). Sahabat Kapas berupaya untuk menciptakan
iklim yang memungkinkan potensi AKH berkembang melalui beberapa kegiatan
seperti menulis diary, trauma healing, I have a dream, dan training motivasi.
Untuk memperkuat potensi atau daya yang dimiliki AKH pada tahapan
empowering yaitu dengan memberdayakan AKH melalui berbagai kegiatan
seperti sablon, jahit, kreasi kertas koran kekas, packaging, produksi film, dan
produksi pertunjukan. Sahabat Kapas memiliki program pendampingan bagi AKH
yang sudah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten yang
dimaksudkan untuk membantu AKH memperoleh akses yang dibutuhkan guna
melindungi serta membuat AKH tersebut menjadi mandiri dan tidak bergantung
commit to user
pada Sahabat Kapas seperti pemberian izin kerja di tempat usaha sablon dan
konveksi dari pihak Sahabat Kapas, pemberian izin usaha di depan Lapas Klaten
bagi AKH yang sudah selesai menjalani binaan (bebas), serta pemberian
dukungan moral untuk kepercayaan diri, sehingga AKH tersebut mulai rajin
membantu usaha orangtua.
Perspektif pemberdayaan AKH di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB
Klaten dianalisis dengan menggunakan teori struktural fungsional. Pada tahap
perencanaan, kegiatan perundingan, pembagian tugas dan sosialisasi termasuk
aspek organisme perilaku dan merupakan dimensi adaptation dalam skema
analisis struktural fungsional. Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pemetaan AKH
dan visitasi keluarga termasuk aspek sosial dan merupakan dimensi integratioin
dalam struktural fungsional. Kegiatan penanganan psikologi, bincang remaja, I
have a dream, training motivasi, pelatihan keterampilan, pendampingan AKH
pasca keluar dari Lembaga Pemasyarakatan termasuk aspek kepribadian dan
budaya dan merupakan dimensi goal attainment dalam skema analisis struktural
fungsional. Pada tahap evaluasi, kegiatan rapat koordinasi termasuk aspek sosial
dan merupakan dimensi integration dalam skema analisis struktural fungsional.
Kegiatan pelaporan hasil evaluasi termasuk aspek sosial dan budaya, sedangkan
kegiatan perencanaan program lanjutan termasuk aspek sosial, budaya, dan
organisme perilaku di mana kedua kegaitan tersebut merupakan dimensi latent
pattern maintenance dalam skema analisis struktural fungsional.
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah dipaparkan sebelumnya,
dapat ditarik kesimpulan yaitu pemberdayaan pada Anak Berkonflik dengan
Hukum (AKH) yang dikategorikan Anak-Anak dalam Kondisi Khusus dan
Rentan (AKKR) di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten dilakukan oleh
Sahabat Kapas dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten. Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Klaten sebagai fasilitator yang melakukan monitoring,
sedangkan Sahabat Kapas sebagai pendamping dan pelaksana program.
Pemberdayaan pada AKH di Lapas IIB Klaten diidentifikasi berdasar perspektif
commit to user
pemberdayaan masyarakat melalui tiga sisi, dimana upaya memberdayakan
masyarakat dapat menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
AKH berkembang (enabling), dapat memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
AKH (empowering), serta dapat memberdayakan atau juga mengandung arti
melindungi dan tidak membuat AKH tergantung pada berbagai program
pemberian (charity).
Proses pendampingan dan pemberdayaan tersebut dilakukan melalui tiga
tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada tahap perencanaan,
terjadi perundingan antara Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten dan Sahabat
Kapas terkait program pendampingan dan pemberdayaan bagi AKH. Pada tahap
pelaksanaan, Sahabat Kapas melakukan pendampingan sekaligus pemberdayaan
pada AKH di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten dengan berpedoman
pada silabus atau program pendampingan dan pemberdayaan yang sudah dibuat.
Pada tahap evaluasi, Sahabat Kapas dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB
Klaten melakukan koordinasi dan pelaporan hasil evaluasi serta membuat
perencanaan program lanjutan.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi selama proses pendampingan
dan pemberdayaan pada AKH di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten oleh
Sahabat Kapas. Faktor tersebut adalah faktor pendukung dan faktor penghambat.
Faktor pendukung yang dapat membuat proses pendampingan pemberdayaan pada
AKH berjalan lancar antara lain: antusias tinggi AKH pada kegiatan, adanya
dukungan dari keluarga AKH, serta adanya relasi yang baik antara Sahabat Kapas
dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Klaten. Sedangkan faktor yang
menghambat berjalannya proses pendampingan dan pemberdayaan pada AKH di
antaranya: jumlah relawan sedikit, kurangnya totalitas dalam pembagian waktu,
fluktuasi kondisi AKH yang selalu berubah, jumlah AKH terus berubah,
keterbatasan dana, serta waktu kegiatan pendampingan yang terbatas.
commit to user DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Predana Media
Group.
Mardikanto, Totok, dan Poerwoko Soebiato. 2010. Pemberdayaan dalam
Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya.
Silalahi, Ulber. 2006. Metode Penelitian Sosial. Bandung: UNPAR Press.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.
Yogyakarta: Gava Media.
Sutatiek, Sri. 2013. Rekonstruksi Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana Anak di
Indonesia, Yogyakarta : Aswaja Pressindo.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Peradilan
Pidana Anak.