BANDAKALA: TRANSFORMASI KARAKTER
PEMBAYUN DALAM KARYA KOMPOSISI KARAWITAN
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna mencapai derajat S-1 pada Program Studi Karawitan
Oleh :
Dedi Ahmad Fahrudin 1810731012
JURUSAN KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
Gasal 2022/2023
iv
MOTTO
“Bermimpilah sesuka hati, Karena itu hanya Mimpi”
v
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk orang-orang yang sudah mendukung saya, terutama kepada kedua orang tua saya.
Semoga karya ini bisa bermanfaat untuk siapa saja yang membacanya.
Terima kasih.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Bandakala: Transformasi Karakter Pembayun dalam Karya Komposisi Karawitan”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S-1 di Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Tanpa adanya bimbingan, dukungan, bantuan, serta nasihat dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Bayu Wijayanto, M.Sn., selaku Ketua Jurusan Karawitan yang sudah memberi nasihat, kritik, motivasi, dan dukungan pada proses skripsi ini.
2. Drs. Teguh, M.Sn., selaku Dosen Wali yang sudah membimbing dan mengarahkan penulis selama perkuliahan di Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta.
3.
I Ketut Ardana, M.Sn., selaku penguji ahli yang sudah menguji penulis sehingga dapat menyelesaikan skrpsi ini.4.
Asep Saepudin, S.Sn., M.A., selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan, nasihat, pengarahan, dan dukungan selama proses pembuatan karya maupun tulisan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.5. Setya Rahdiyatmi Kurnia Jatilinuar, M.Sn., selaku pembimbing II yang telah membimbing baik dari tulisan maupun dalam karya komposisi ini, sehingga skripsi ini terselesaikan.
vii
6. Seluruh staff pengajar Jurusan Karawitan serta karyawan yang sudah memberikan dukungan serta bantuan sehingga dapat memperlancar dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Narasumber yang sudah berkenan memberikan pengetahuan serta informasi yang dapat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya Trustho, Rini Widyastuti, Sudarmanto, Andhi Setyawan dan Galuh Putri Setyarini.
8. Tim pendukung serta tim produksi yang telah meluangkan waktunya serta bersedia membantu untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun pada penulisan ini sehingga penulis dapat meningkatkan proses berkarya untuk kedepannya. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 15 Desember 2022 Penulis,
Dedi Ahmad Fahrudin
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR SIMBOL ... xi
INTISARI... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Tinjauan Pustaka ... 4
BAB II LANDASAN TEORI DAN METODE PENELITIAN ... 11
A. Landasan Teori ... 11
B. Metode Penelitian... 12
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
A. Kisah Pembayun... 22
B. Karakter Pembayun ... 24
C. Rasa dengan Konsep Pathet ... 28
D. Transformasi Pembayun dalam Komposisi Bandakala ... 30
E. Artistik ... 57
BAB IV PENUTUP ... 63
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
A. Sumber Tertulis ... 65
B. Sumber Lisan ... 66
C. Webtografi ... 66
DAFTAR ISTILAH ... 68
LAMPIRAN ... 69
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Transformasi Karakter Pembayun dalam Komposisi Bandakala. ... 20 Tabel 2. Pola Tabuhan Gender Barung Vokal Tunggal Pi ... 39 Tabel 3. Pola Tabuhan Gender PenerusVokalTunggal Pi ... 40
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Foto Tata Lampu Siluet Pada Bagian Awal ... 59
Gambar 2. Foto Tata Lampu Siluet Pada Bagian Akhir ... 60
Gambar 3. Foto Tata Busana Tokoh Ki Ageng Mangir IV ... 61
Gambar 4. Foto Tata Busana Pendukung Putra ... 61
Gambar 5. Foto Tata Busana Pendukung Putri ... 62
Gambar 6. Proses Latihan ... 95
Gambar 7. Proses Latihan ... 95
Gambar 8. Persentasi Karya dengan Dosen Pembimbing ... 96
Gambar 9. Proses Pengambilan Video Kelayakan ... 96
Gambar 10. Proses Pengambilan Video Kelayakan ... 97
Gambar 11. Foto Bersama Pendukung Setelah Pengambilan Video ... 97
Gambar 12. Wawancara dengan Rini Widyastuti di Kasihan, Bantul ... 98
Gambar 13. Wawancara dengan Trustho di Omah Gamelan ... 98
Gambar 14. Wawancara dengan Sudarmanto di Srandakan, Bantul ... 99
Gambar 15. Foto Proses Gladhi Bersih ... 99
Gambar 16. Foto Proses Gladhi Bersih ... 100
Gambar 17. Foto Proses Gladhi Bersih ... 100
Gambar 18. Foto Pementasan Karya Bandakala ... 101
Gambar 19. Foto Pementasan Karya Bandakala ... 101
Gambar 20. Foto Bersama Bapak Ibu Dosen Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta ... 102
Gambar 21. Foto Bersama Bapak Ibu Dosen Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta ... 102
Gambar 22. Foto Pendukung Karya Bandakala... 103
Gambar 23. Foto Pendukung Karya Bandakala... 103
Gambar 24. Foto Bersama Angkatan 2018 Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta... 104
Gambar 25. Foto Bersama Angkatan 2018 Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta... 104
Gambar 26. Foto Pamflet Pementasan ... 105
xi
DAFTAR SIMBOL
G
. : Suwukan
g. : Gong
z.c. : Nada panjang _ : Penggulangan [ : Penggulangan /! : Antara nada 1 dan 2 /@ : Antara nada 2 dan 3 /# : Antara nada 3 dan 5 /6 : Antara nada 6 dan 7 p. : Kempul
n. : Japan
=. : Kethuk
xii
INTISARI
Penelitian ini berangkat dari ketertarikan penulis terhadap sosok Pembayun dalam naskah kethoprak. Pembayun merupakan anak dari seorang Raja Mataram yaitu Panembahan Senopati. Pembayun dalam cerita kethoprak yang populer di kalangan masyarakat adalah penari ledhek yang terkenal dengan kecantikannya.
Karakter Pembayun yang umum diperlihatkan adalah karakter yang licik karena ia menyamar sebagai penari ledhek untuk memikat hati Ki Ageng Mangir IV yang merupakan musuh dari Panembahan Senopati yaitu Raja Mataram. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan empat karakter dalam tokoh Pembayun, yaitu pemberani, lembut, labil, dan bijaksana. Karakter tersebut diperoleh melalui wawancara, bedah naskah, serta melihat pertunjukan kethoprak yang berkaitan dengan Pembayun.
Hasil kesimpulan menujukkan bahwa karakter Pembayun dapat ditransformasikan melalui pendekatan konsep pathet dan struktur dramatik. Konsep pathet yang digunakan dalam komposisi ini antara lain pathet slendro sanga dan pathet pelog barang serta srtuktur dramatik yang bertujuan untuk memberikan alur dramatik agar keempat karakter tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh. Tujuan penelitian ini adalah mentransformasikan karakter Pembayun ke dalam karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala. Komposisi ini menggunakan konsep pathet dan teori “Rasa In Javanese Musical Aesthetics” Marc Benamou. Karya ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi naratif.
Tahapan perwujudan karya dilakukan melalui pra garap, garap, dan pasca garap.
Adapun struktur dramatik yang digunakan dalam karya komposisi ini antara lain, eksposisi, komplikasi, konflik, dan reversal.
Kata Kunci : Bandakala , Pembayun, Pathet, komposisi karawitan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia memiliki cara tersendiri dalam menyampaikan pemikiran atau perasaan kepada orang lain. Penyampaian pemikiran atau perasaan dapat dituangkan melalui karya seni untuk dapat diapresiasi oleh penonton. Apresiasi berarti penghargaan atau proses yang dilakukan seseorang dalam rangka menemukan atau menentukan harga atau nilai dari sesuatu benda atau peristiwa (Rondhi, 2017: 12). Kegiatan apresiasi menjadi hal terpenting dalam menghargai karya seni seseorang. Selain itu, apresiasi juga mampu membuat seseorang bersimpati kepada orang lain, bertoleransi, dan menghargai hasil pekerjaan dari orang lain. Begitu pula yang dirasakan penulis ketika mengapresiasi pagelaran kethoprak pada tanggal 19 Desember 2021 di BPNB Yogyakarta dengan lakon Kembang Kemarung yang disutradarai oleh Erwin Alfianto. Fokus pada lakon ini mengangkat salah satu karakter Pembayun yang terdapat pada lakon Kembang Kemarung.
Pagelaran kethoprak tersebut mengisahkan perselisihan antara Raja Mataram yaitu Panembahan Senopati dengan Ki Ageng Mangir IV. Singkat cerita Panembahan Senopati tidak terima atas perlakuan Ki Ageng Mangir IV yang tidak ingin tunduk di bawah kekuasan Mataram. Oleh karena itu, Panembahan Senopati memerintahkan untuk perang melawan Ki Ageng Mangir IV. Pembayun sebagai putri Panembahan Senopati mengetahui jika akan terjadi perang melawan Ki Ageng
2
Mangir IV. Pembayun ingin membantu ayahnya untuk melawan Ki Ageng Mangir IV demi membela Bumi Mataram, sehingga ia menyamar menjadi penari ledhek.
Singkat cerita Ki Ageng Mangir IV tertarik kepada Pembayun dan memperistrinya.
Pembayun yang awalnya berniat untuk menaklukkan Ki Ageng Mangir IV terjebak asmara dengan Ki Ageng Mangir IV. Suatu ketika Ki Ageng Mangir IV curiga melihat Pembayun memakai cunduk yang tidak sembarang orang memilikinya karena cunduk tersebut dimiliki oleh keturunan dari Mataram. Kejadian tersebut memaksa Pembayun untuk mengakui bahwa ia adalah putri seorang Raja yaitu Panembahan Senopati Raja Mataram. Pembayun menyamar sebagai penari dengan alasan ingin Mataram dan Mangir bisa menjadi satu. Akhirnya, Pembayun membujuk Ki Ageng Mangir IV untuk datang ke Mataram. Ki Ageng Mangir IV bersedia datang ke Mataram sebagai menantu. Kisah akhir dalam naskah lakon Kembang Kemarung yaitu Ki Ageng Mangir IV mati ditusuk keris oleh Panembahan Senopati dan Pembayun menjadi tokoh yang berperan dalam perselisihan tersebut dengan keberaniannya mengorbankan harga diri dan mempertaruhkan nyawanya.
Berdasarkan pagelaran kethoprak pada tanggal 19 Desember 2021 di BPNB Yogyakarta, menarik untuk digali tentang karakter Pembayun karena sepengetahuan penulis, cerita tersebut belum pernah diangkat menjadi sebuah ide gagasan dalam karya komposisi karawitan. Karakter diartikan juga sebagai bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak (Zubaedi, 2011: 8). Karakter Pembayun dalam pertunjukan
3
kethoprak menjadi pijakan dalam karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala.
Bandakala merupakan kata lain dari berani melawan dan berbahaya.
Bandakala berarti pula wani nglawan atau mbêbayani (Poerwadarminta, 1939). Penulis memilih kata tersebut karena objek yang dijadikan pijakan adalah tokoh Pembayun yakni seorang wanita atau perempuan yang memiliki karakter pemberani sehingga penulis memilih kata tersebut menjadi judul karya komposisi karawitan. Transformasi karakter Pembayun diaplikasikan dengan menggunakan konsep pathet sebagai transformasi suatu karakter.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, transformasi memiliki arti perubahan rupa seperti halnya bentuk, sifat, dan fungsi dengan menambah, mengurangi, atau menata kembali unsur-unsurnya. Menurut Anthony Antoniades yang tertulis dalam jurnal “Transformasi Sebagai Strategi Desain” oleh Stephanie Jill Najoan dan Johansen Mandey menuliskan bahwa transformasi adalah sebuah proses perubahan secara berangsur-angsur sehingga sampai pada tahap ultimate.
Perubahan dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya melalui proses menggandakan secara berulang-ulang atau melipatgandakan (Najoan Stephanie & Mandey Johansen, 2011: 120).
Transformasi karakter Pembayun dalam hal ini dimaksudkan sebagai perubahan bentuk cerita narasi yang sudah ada. Perubahan tersebut berpijak pada melihat pertunjukan kethoprak yang berkaitan dengan cerita Pembayun, kemudian naskah kethoprak dan wawancara. Dalam penciptaan karya komposisi ini penulis
4
menggunakan media gamelan Jawa yang berlaras slendro dan pelog sebagai medium pokok. Gamelan tersebut akan dipadukan dengan vokal dengan mengembangan pola-pola tradisi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam komposisi ini yaitu bagaimana transformasi karakter Pembayun ke dalam karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala dengan menggunakan konsep pathet dan unsur-unsur musikalitas?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hasil transformasi karakter Pembayun yang diaplikasikan ke dalam karya komposisi karawitan berjudul Bandakala dengan menggunakan konsep pathet.
D. Tinjauan Pustaka
Sumber-sumber yang dijadikan inspirasi, rujukan penciptaan ini adalah buku, jurnal, skripsi, dan karya seni, antara lain:
1. Sumber Pustaka
Sumber pustaka yang pertama yaitu berjudul “Kembang Kemarung” oleh Andhi Setyawan. “Kembang Kemarung” merupakan karya sastra yang menceritakan tentang konflik Panembahan Senopati dengan Ki Ageng Mangir IV.
Karya sastra tersebut menjelaskan tokoh Pembayun dalam menyelesaikan konflik antara Panembahan Senopati dengan Ki Ageng Mangir IV yang dikemas dalam sebuah pertunjukan. Karya sastra tersebut menjadi pijakan penulis dalam
5
mewujudkan karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala (Setyawan, 2021).
Sumber pustaka yang kedua yaitu berjudul “Sekar Pembayun” oleh Brian Rinagga Dhita. Karya tersebut menceritakan tentang perang antar prajurit Mataram dengan prajurit Mangir. Karya tersebut menjelaskan Pembayun ikut serta dalam konflik antara Mataram dan Mangir dengan menyamar sebagai penari ledhek.
Karya tersebut menjadi pijakan penulis dalam mewujudkan karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala (Dhita, 2016). Karya komposisi ini mentransformasikan karakter Pembayun yang digarap menggunakan konsep pathet dan struktur dramatik.
Sumber pustaka yang ketiga yaitu berjudul “Kunjana Papa” oleh Sahrul Yuliyanto (Institut Seni Indonesia Yogyakarta 2020). “Kunjana Papa” merupakan karya komposisi karawitan yang bertemakan percintaan. “Kunjana Papa” dalam buku Bausastra memiliki arti perasaan sedih yang amat mendalam. Karya komposisi ini menggambarkan dinamika psikologis serta gejolak dalam hubungan asmara yang berakibat gila, bersumber dari cerita Suminten Edan (Yulianto, 2020).
Karya ini menjadi pijakan penulis dalam menggambarkan lakon kethoprak yang berawal dari bentuk visual ke dalam bentuk musikal. Hal yang berbeda dalam karya ini adalah ricikan yang digunakan dalam karya ini menjadi representasi tokoh yang ada pada cerita Suminten Edan, sedangkan karya Bandakala terdapat beberapa bagian yang menggunakan ricikan sebagai representasi tokoh yang ada pada karya komposisi yang berjudul Bandakala. Selain itu, karya komposisi karawitan tersebut menggunakan ricikan kendang Ponorogo sedangkan karya komposisi karawitan
6
yang berjudul Bandakala tidak menggunakan ricikan kendang.
Sumber pustaka yang keempat yaitu skripsi yang berjudul “Onêng” oleh Andhi Sulistya Putra (Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2022) “Onêng”
merupakan representasi kisah perselingkuhan Dewi Renuka ke dalam karya komposisi karawitan. Tujuan dari penelitian ini untuk menafsirkan struktur dramatik dalam kisah Dewi Renuka dan merepresentasikan kisah perselingkuhan Dewi Renuka yang terdapat dalam buku Silsilah Wayang Purwa Mawa Carita Jilid I. Buku tersebut mengacu pada berbagai serat yang salah satunya adalah serat Arjunasasrabahu. Kisah tersebut direpresentasikan ke dalam bentuk musikal yang disusun secara programa dengan memadukan gamelan jawa dan instrumen flute.
Karya tersebut menggunakan instrumen flute, sedangkan karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala tidak mengggunakan instrumen flute tetapi menggunakan instrumen biola.
Sumber pustaka kelima yaitu skripsi yang berjudul “Bismantaka Talidarma”
oleh Bima Aris Purwandaka (Institut Seni Indonesia Yogyakarta 2020). Karya komposisi ini mengangkat tema jiwa kesatria Prabu Basukarna dalam lakon wayang kulit Karna Gugur dengan merepresentasikan jiwa kesatria Prabu Basukarna dalam bentuk komposisi karawitan. Hal yang berbeda dalam karya komposisi ini adalah menggunakan dua instrumen flute dan biola, sedangkan karya komposisi yang berjudul Bandakala tidak menggunakan instrumen flute dan tidak menggunakan ricikan bonang barung.
7
2. Sumber Karya
Selain menggunakan sumber pustaka, penelitian ini juga menggunakan sumber karya untuk dijadikan referensi dan inspirasi dalam membuat model-model musikal yang akan diaplikasikan pada karya komposisi karawitan. Sumber karya pertama adalah Parade Kethoprak Anak Muda dengan judul “Kembang Kemarung”
yang dipublikasikan pada tanggal 19 Desember 2019 oleh channel Youtube Sineprak. Kethoprak ini menceritakan konflik antara Panembahan Senopati dengan Ki Ageng Mangir IV. Pembayun menyamar menjadi penari ledhek untuk memikat hati Ki Ageng Mangir IV. Pementasan tersebut menjadi salah satu munculnya ide penulis untuk diwujudkan menjadi karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala dengan mentransformasikan karakter Pembayun lewat karakter pathet dalam karawitan.
Sumber karya kedua adalah karya yang berjudul “Pesona Sang Sekar Kedhaton” oleh Agung Cendhik yang dipublikasikan pada tanggal 5 Juni 2021 oleh channel Youtube Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta. Karya tersebut menceritakan tentang Pembayun putri Panembahan Senopati yang sangat taat pada paugeran kerajaan, dikaruniai keberanian tekad, dan keikhlasan hati. Demi negara dia rela mengorbankan masa remajanya untuk menjadi senjata atau umpan menaklukkan Ki Ageng Mangir IV. Menit ke 50:00 pada karya tersebut menginspirasi peneliti dalam instrumentasi karya yang menggunakan instrumen Barat. Instrumen Barat akan diterapkan pada karya komposisi karawitan dengan memadukan dengan gamelan Jawa. Hal yang berbeda pada karya komposisi yang berjudul Bandakala adalah
8
sebagai karawitan mandiri sedangkan karya yang berjudul “Pesona Sang Kedhaton”
sebagai iringan tari.
Sumber karya ketiga adalah karya yang berjudul “Keraton” oleh Peni Candra Rini Cendhik yang dipublikasikan pada tanggal 24 Oktober 2020 oleh channel Youtube Peni Candra Rini. Karya komposisi tersebut merupakan paduan antara gamelan dengan String Quartet dan vokal sehingga karya ini menjadi salah satu referensi penulis dalam mewujudkan karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala. Hal yang berbeda dalam karya ini adalah pengemasan karya dilakukan melalui tahap live recording dan disajikan secara video clip, sedangkan karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala dikemas dengan terbuka untuk umum sehingga pemain yang terlibat dapat dilihat oleh penonton, selain itu karya komposisi yang berjudul Bandakala menggunakan gamelan Jawa yang berlaras slendro dan pelog.
Sumber karya keempat adalah karya yang berjudul “Lindur” oleh Desti Pertiwi yang dipublikasikan pada tanggal 21 Februari 2018 oleh channel Youtube Yudha Prwr. Karya komposisi tersebut mengekspresikan fenomena nglindur ke dalam sebuah karya komposisi karawitan garap baru dan melakukan sebuah eksperimentasi komposisi karawitan garap baru dengan pendekatan melodi dan vokal. Sehingga karya komposisi tersebut menjadi referensi dalam penggarapan melodi serta vokal dalam mewujudkan karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala. Hal yang berbeda dalam karya komposisi tersebut adalah karya tersebut menggunakan koreografi dari awal hingga akhir, sedangkan karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala menggunakan koreografi pada bagian ending.
9
Sumber karya kelima adalah pagelaran kethoprak yang berjudul “Grahana Bumi Perdikan” oleh penulis naskah Joko Dwi Andono yang dipublikasikan oleh channel Youtube Teaste of Jogja Disbud DIY. Karya ini menceritakan konflik antara Panembahan Senopati dan Ki Ageng Mangir IV. Akhir pada pagelaran tersebut Pembayun menjadi alasan untuk membujuk Ki Ageng Mangir IV datang ke Mataram menghadap Panembahan Senopati yang sudah menjadi mertuanya.
Pada akhir pagelaran tersebut tidak terdapat adegan Ki Ageng Mangir IV mati dibunuh melainkan akhir dari pagelaran tersebut adalah adegan ketika Ki Ageng Mangir IV sungkem kepada Panembahan Senopati. Karya ini juga menjadi referensi penulis untuk mendapatkan tafsiran mengenai karakter Pembayun serta berbagai hal yang dilakukan Pembayun dalam memikat hati Ki Ageng Mangir IV.
Karya selanjutnya adalah karya dengan judul “Prawiratama” oleh Kusryan Sandro Hano. Karya ini merupakan karya komposisi karawitan yang mengusung tema tentang spirit prajurit prawiratama yang ditransformasikan lewat karya musik yang memadukan gamelan Jawa dengan alat musik barat. Karya tersebut menggunakan pola garap tradisi dan kreasi baru yang digarap secara atraktif dan inovatif. Berbagai model vokal yang terdapat dalam karya ini menjadi salah satu referensi penulis dalam mewujudkan berbagai model vokal yang akan diwujudkan dalam karya komposisi yang berjudul Bandakala. Hal yang berbeda dalam karya tersebut adalah ricikan kempul yang menggunakan dengan teknik konvensional, sedangkan karya komposisi yang berjudul Bandakala menggunakan teknik tabuhan ricikan kempul duduk. Teknik tersebut dilakukan dengan cara ricikan kempul
10
diletakkan di panggung kemudian di beri alas ban mobil dengan posisi pencon menghadap keatas.
Karya yang berjudul “Bismantaka Talidarma” oleh Bima Aris Purwandaka.
Karya tersebut merupakan karya komposisi karawitan yang mengangkat tema jiwa kesatria Prabu Basukarna dalam lakon wayang kulit Karna Gugur. Karya komposisi tersebut bertujuan untuk mentransformasikan jiwa kesatria Prabu Basukarna dalam bentuk komposisi karawitan. Oleh karena itu, karya tersebut menjadi referensi penulis dalam mewujudkan karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala.
Hal yang berbeda dalam karya komposisi tersebut adalah menggunakan dua instrumen flute dan satu instrumen biola, sedangkan karya komposisi yang berjudul Bandakala tidak menggunakan instrumen flute serta tidak menggunakan ricikan bonang barung.
Berdasarkan hasil tinjaun sumber di atas diketahui bahwa karya komposisi karawitan yang berjudul Bandakala masih orisinil. Sepengetahuan penulis, cerita Pembayun belum pernah diangkat menjadi ide gagasan dalam karya komposisi karawitan. Karya komposisi ini diwujudkan dengan mengaplikasikan konsep pathet dan struktur dramatik sebagai garapnya, kemudian karya ini menggunakan landasan teori “Rasa In Javanese Musical Aesthetics” oleh Marc Benamou. Oleh karena itu, terciptanya karya ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam mewujudkan karya komposisi karawitan yang tetap mempertahankan unsur-unsur musikalitas dalam karawitan.