ALARM BAHAYA DUITOKRASI DAN KORUPSI PEMILU DALAM PILKADA SERENTAK 2020
Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D
Webinar Nagara Institute, 20 Juni 2020
OUTLINE
1. Korupsi politik dan korupsi pemilu;
2. Potret sikap permisif terhadap praktik politik uang;
3. Benturan kepentingan dalam pilkada
4. Rekomendasi
KORUPSI POLITIK DAN
KORUPSI PEMILU
REFORMASI DAN KORUPSI
BUKAN KAWAN SEJATI TANTANGAN TERBESAR
REFORMASI: KORUPSI
KORUPSI DAN REFORMASI
ADALAH LAWAN ABADI
KITA MASIH KORUP!
The Anatomy of Political Corruption
Political Corruption
Electoral Corrupti
on
Money Politics
Vote
Buying
Political Corruption
Vote Buying
KORUPSI PEMILU MERUSAK DEMOKRASI INDONESIA!
DUITOKRASI MEMBUNUH DEMOKRASI INDONESIA!
KORUPSI POLITIK
Penyelewengan kekuasaan politisi untuk
keuntungan pribadi
Tujuan melanggengkan kekuasaan
KORUPSI PEMILU
Bagian dari korupsi politik
Dilakukan sebelum mendapat kekuasaan
Sumber: Silke Pfeiffer & Robin Hodess
JENIS KORUPSI PEMILU
a) Money Laundering b) Candidacy Buying c) Abusive Donations
d) Penyalahgunaan Kekuasaan Oleh Incumbent
e) Electoral administrative Corruption – Bribery throughout the electoral
stages
f) Vote Buying
MASALAH UTAMA KORUPSI PEMILU DI INDONESIA
1. Regulasi hukum pemilu perlu direformasi dan lebih diperkuat, sehingga mampu mencegah dan mengatasi korupsi pemilu
2. Partai politik perlu direformasi. Termasuk menguatkan komitmen antikorupsi
3. Lemahnya penegakan hukum pemilu
4. Kurangnya pemahaman dan kesadaran akan korupsi pemilu
5. Kuatnya pengaruh oligarki di partai politik dan media
L I N G K A R A N S E TA N K O R U P S I P O L I T I K
Sumber: Indonesia Corruption Watch
Salah satu pemetaan akar masalah korupsi di sektor SDA selama 5 tahun perjalanan GNP-SDA adalah kait kelindan praktik state-captured corruption dengan lemahnya fungsi otoritas kelembagaan negara.
State-captured corruption bukan semata ditujukan untuk pembuktian adanya kuasa oligarki atas
birokrasi negara, tetapi karena makin jauhnya tujuan dan mandat negara atas tujuan konstitusionalnya.
AKAR MASALAH KORUPSI SDA = STATE CAPTURE
CORRUPTION
HOW MONEY CAN INFLUENCE POLITICS
Source: Duschinsky
PENDANAAN PARPOL:
KOMBINASI KORUPTIF Sumber
: sumbangankader, donasi swasta, dan sumbangan negara
Marcus Mietzner
:it is a corrupt system!
Lebih dari
95%
berasal dari pihak swasta, berpotensimenyandera
OLIGARKI, KONTROL MEDIA DAN PEMILU
Media cetak dan elektronik dikuasai oleh segelintir pemilik yang juga berafiliasi atau
memimpin parpol. Kepemilikan TV nasional misalnya, 96,6% dikuasai hanya
lima perusahaan.
Informasi pemilu menjadi lebih partisan, sesuai kepentingan bisnis pemodal, yang
mendukung kandidat kontestan pemilu
DOMINASI OLIGARKI
Indonesia peringkat ke 3, sebagai negara dengan kesenjangan
terburuk di dunia.
Hanya 10% menguasasi 77%, atau 1% menguasai 50.3%
kekayaan negara.
POTRET PERILAKU PEMILIH &
SIKAP PERMISIF TERHADAP PRAKTIK
POLITIK UANG
PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILU 2014:
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN PEMILIH
Faktor Sosiologis
1. Ketaatan seseorang beribadah tidak selalu berpengaruh pada pilihan politiknya. Namun, latar belakang agama memberi pengaruh, dimana pemilih cenderung memilih calon yang beragama sama.
2. Janji pemberian bantuan materi tidak banyak mempengaruhi para pemilih dalam menentukan pilihannya. Namun, bagi pemilih berusia lanjut, di pedesaan, & berpendidikan rendah, maka menjadi pertimbangan dalam memberikan suaranya.
3. Para pemilih pemula sering terpengaruh oleh pilihan orang-orang di sekitarnya seperti keluarga dan teman sekelompoknya.
PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILU 2014:
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN PEMILIH
Faktor psikologis
1. Diskusi mengenai politik dalam lingkungan terkecil khususnya keluarga turut mempengaruhi pilihan dalam pemilu.
2. Media massa khususnya televisi memberikan informasi terbanyak mengenai perkembangan politik terkini sehingga turut serta mempengaruhi pilihan.
3. Rendahnya loyalitas terhadap partai politik serta tidak adanya identitas kepartaian pada seseorang, menjadikan mudahnya pemilih untuk
PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILU 2014:
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN PEMILIH
Faktor rasional/ekonomi
Pemenuhan kebutuhan ekonomi merupakan isu yang strategis bagi mayoritas pemilih. Pemenuhan kebutuhan ekonomi ini yang kemudian berkembang menjadi kompetisi antar kandidat untuk membangun kedekatan dengan pemilihnya.
Sumber: Pusat Penelitian Politik LIPI, 2015
PEMILIH TOLERAN DENGAN VOTE BUYING
Sumber: Killing Democracy: Duitokrasi and Electoral Corruption in Indonesia
PEMILIH TOLERAN DENGAN VOTE BUYING
TAF: 56% of the Respondents positively perceived on money politics
KPK:
Sumber: Killing Democracy: Duitokrasi and Electoral Corruption in Indonesia
71,72 25,5
2,7
KPK: Is money politics common?
Common Uncommon Don’t Know
71.72% of the respondents answer that money politics is
common
Sumber: Killing Democracy: Duitokrasi and Electoral Corruption in Indonesia
BUDAYA POLITIK UANG
SEMAKIN MENGKHAWATIRKAN
SIKAP RESPONDEN JIKA DITAWARI UANG/BARANG
JAWABAN % (PERSENTASE)
Menolak dan memilih sesuai hati nurani
53,6
Menerima tapi tidak memilih partai/
kandidat yang memberi uang/ barang
tersebut 19,9
Menolak dan memilih sesuai hati Nurani serta melaporkan upaya pemberian tersebut ke Bawaslu
19,5
Menerima dan memilih partai/kandidat
yang memberi uang/barang tersebut 3,5
Tidak tahu 3,5
Jumlah
100
Sumber: Litbang Kompas, September 2018
SIKAP RESPONDEN TERKAIT POLITIK UANG
SETUJU ATAU TIDAK
SETUJUKAH ANDA DENGAN PERNYATAAN BERIKUT INI
SETUJU TIDAK SETUJU TIDAK TAHU
Politik uang sudah membudaya 59,9%
36,9% 3,20%
Politik uang sulit diberantas dan
dihilangkan
79,9%
18,5% 1,60%Politik uang melibatkan semua
kalangan 67,8% 30,0% 2,20%
Sumber: Litbang Kompas, September 2018
POLITIK UANG MENYASAR
KELOMPOK RENTAN
SIKAP RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN JIKA DITAWARI UANG/BARANG
Jawaban Pendidikan
Rendah
Pendidikan Menengah
Pendidikan
Tinggi Jumlah
Menerima dan memilih
partai/kandidat yang memberi uang/barang tersebut
25,0%
50,0%
25,0% 100Menerima tapi tidak memilih partai/kandidat yang memberi uang/barang tersebut
22,2%
62,6%
15,2% 100Menolak dan memilih sesuai hati
Nurani 20,0%
59,2%
20,8% 100Menolak dan memilih sesuai hati Nurani serta melaporkan upaya pemberian tersebut ke Bawaslu
12,5%
62,5%
25,0% 100Sumber: Litbang Kompas, September 2018
SIKAP RESPONDEN BERDASARKAN KELOMPOK USIA JIKA DITAWARI UANG/BARANG
Jawaban 17-35 Tahun
36-50
Tahun
>50 Tahun Jumlah Menerima dan memilihpartai/kandidat yang memberi uang/barang tersebut
37,5%
37,5%
25,0% 100Menerima tapi tidak memilih partai/kandidat yang memberi uang/barang tersebut
25,7%
48,7%
25,7% 100Menolak dan memilih sesuai hati
Nurani 29,3%
42,3%
28,5% 100Menolak dan memilih sesuai hati Nurani serta melaporkan upaya pemberian tersebut ke Bawaslu
37,5%
37,5%
25,0% 100LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
SAMA-SAMA PERMISIF
Jawaban Perempuan Laki-laki Jumlah Menerima dan memilih
partai/kandidat yang memberi
uang/barang tersebut
50,0% 50,0%
100Menerima tapi tidak memilih partai/kandidat yang memberi uang/barang tersebut
42,6%
57,4%
100Menolak dan memilih sesuai hati
Nurani 45,6%
54,4%
100Menolak dan memilih sesuai hati Nurani serta melaporkan upaya pemberian tersebut ke Bawaslu
29,2%
70,8%
100SIKAP RESPONDEN BERDASARKAN GENDER
JIKA DITAWARI UANG/BARANG
MENGHALALKAN SEGALA CARA
UNTUK MENANG
Jawaban % (Persentase)
Jalan pintas menang pemilu 56,6%
Tidak percaya diri dengan visi misi 16,0%
Pragmatisme politik 12,7%
Memanfaatkan kondisi perekonomian
rakyat yang rendah 4,7%
Tidak adanya kejujuran 1,1%
Tidak tahu 8,9%
Jumlah 100%
PENYEBAB MUNCULNYA POLITIK UANG
BENTURAN KEPENTINGAN
DALAM PILKADA
Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh calon kepala/wakil kepala daerah
mencapai miliaran rupiah. Bahkan
terdapat pula yang mengeluarkan > Rp10 miliar, seperti terlihat pada Gambar 1.
Sumber: Direktorat Litbang KPK, Benturan Kepentingan pada Pendanaan Pilkada (2015, 2017, 2018/Studi Lanjutan)
Apabila dilakukan tabulasi silang (cross tabulation) antara data survei (dana pribadi yang dikeluarkan) dan data LHKPN (total harta kas dan total harta kekayaan)1,
terdapat calon kepala/wakil kepala daerah mengeluarkan dana pilkada melebihi harta kas dan total harta kekayaan. Hal ini terlihat seperti pada Tabel 3.
Sumber: Direktorat Litbang KPK, Benturan Kepentingan pada Pendanaan Pilkada (2015, 2017, 2018/Studi Lanjutan)
Adanya sumbangan ditengarai oleh gap antara kekayaan pasangan calon dan kebutuhan biaya dana pilkada.
Berdasarkan data LHKPN, terdapat pasangan calon Pilkada pada tahun 2015, 2017 dan 2018 memiliki harta minus, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1. Sementara deskripsi harta kas dapat dilihat pada Tabel 2.
Sumber: Direktorat Litbang KPK, Benturan Kepentingan pada Pendanaan Pilkada (2015, 2017, 2018/Studi Lanjutan)
Pada tabel 3 slide sebelumnya, terlihat jelas adanya kekurangan kemampuan harta kandidat terutama yang bersifat liquid (harta kas)
terhadap biaya pilkada.
Untuk menutup kekurangan antara kemampuan harta dan kebutuhan dana pilkada, maka
pasangan calon mencari dana tambahan melalui sumbangan. Rata-rata sumbangan yang
diterima oleh calon kepala/wakil kepala daerah ditunjukkan oleh Gambar 2.
Sumber: Direktorat Litbang KPK, Benturan Kepentingan pada Pendanaan Pilkada (2015, 2017, 2018/Studi Lanjutan)
Responden memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan seminimal mungkin dana
sumbangan yang diterima (umumnya berkisar < 1 miliar). Begitupula pada laporan penerimaan
sumbangan dana kampanye (LPSDK), para paslon melaporkan Rp0.00 seperti Gambar 3.
Menarik saat peneliti melakukan tabel silang (cross tabulation) terhadap data laporan penerimaan
sumbangan dana kampanye (LPSDK) yang diterima KPU dan hasil survei, ditemukan adanya
ketidaksesuaian.
SUMBANGAN YANG DITERIMA MELEBIHI TOTAL SUMBANGAN YANG DILAPORKAN LPSDK. (PILKADA 2018; 7
RESPONDEN, PILKADA 2017; 34
ORANG, DAN PILKADA 2015; 44 ORANG)
Sumber: Direktorat Litbang KPK, Benturan Kepentingan pada Pendanaan Pilkada (2015, 2017, 2018/Studi Lanjutan)
NO FREE LUNCH?
Sumber: Direktorat Litbang KPK, Benturan Kepentingan pada Pendanaan Pilkada (2015, 2017, 2018/Studi Lanjutan)
Sumber: Direktorat Litbang KPK, Benturan Kepentingan
pada Pendanaan Pilkada (2015, 2017, 2018/Studi Lanjutan)S
Pada Pilkada 2018, 20 responden mengakui telah mengeluarkan
biaya mahar, berkisar antara Rp50-500 juta/kursi
biaya sosialisasi (pertemuan) masih
mendominasi, terutama pada paslon yang berasal dari partai. Sementara responden yang berasal dari bukan parpol justru
merasakan biaya terbesarnya pada kegiatan mobilisasi.
Biaya lainnya yang juga dinilai besar adalah Biaya Mahar (1,5%), Biaya untuk Serang Fajar (1.5%), Permintaan Bantuan Sosial (1.0%).
Sumber: Direktorat Litbang KPK, Benturan Kepentingan pada Pendanaan Pilkada (2015, 2017, 2018)
REKOMENDASI
Rekomendasi Terkait Pilkada Serentak
1. Bersihkan Hati, jika Penyelenggara Pemilu Siap dengan Pilkada 9 Desember 2020, maka harus dilaksanakan secara serius.
2. Perkuat aturan penerapan demokrasi internal partai politik, misalnya melalui konvensi/kompetisi calon kepala daerah
untuk melahirkan calon kepala daerah yang lebih berkualitas;
3. Peningkatan partisipasi publik dalam pengawasan pemilu;
4. Aktifkan whistle blowing system pengawasan pemilu; dan
5. Penegakan hukum pidana pemilu, utamanya korupsi pemilu, harus lebih diefektifkan.
Rekomendasi Terkait Biaya Pilkada
Setiap paslon harus memiliki kesetaraan dan perlakuan yang sama terkait sumber daya dan pendanaan kampanye pilkada.
Ruang lingkup peraturan, pelaporan dan pengawasan biaya pilkada yang dikeluarkan Paslon harus diperluas pada:
a. Biaya Pra Kampanye, termasuk biaya pencalonan di tingkat partai;
b. Biaya Pasca Kampanye, meliputi
biaya saksi dan biaya sengketa.
We are the INTEGRITY
LITIGATION | CONSULTATION | RESEARCH