• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Akper Buntet Jurnal Ilmiah Akper Buntet Pesantren Cirebon ISSN: Vol. 4 No

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Akper Buntet Jurnal Ilmiah Akper Buntet Pesantren Cirebon ISSN: Vol. 4 No"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENGINDRAAN AKIBAT ULKUS SINISTRA KORNEA DI RUANG VIII

MAWAR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GUNUNG JATI CIREBON Maesaroh, Dwi Rahmah Murniati

Akademi Keperawatan Buntet Pesantren Cirebon

Email: maesaroh@akperbuntetpesantren.ac.id, rahmahasy99@gmail.com Abstrak

Ulkus kornea adalah permukaan kornea yang hilang dikarenakan trauma, infeksi, autoimun atau kelaian saraf mata. Dengan adanya infiltrat supuratif berserta defek yang mengakibatkan kematian jaringan kornea. Ulkus kornea disebabkan oleh berbagai macam jamur, bakteri, mikroorganisme lain atau disebabkan trauma, autoimun dan kelainan saraf. Tingginya prevalansi kasus dan akibat lanjutan yang terjadi merupakan hal pokok yang melatarbelakangi penulis mengambil judul karya tulis ilmiah pada Ny. S dengan gangguan sistem pengindraan akibat ulkus kornea.

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah agar penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif, melalui 5 tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode deskriptif berbentuk karya tulis ilmiah dengan teknik pengumpulan data yaitu menggunakan teknik komunikasi efektif, observasi, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi, dan studi literatur. Masalah keperawatan yang muncul pada kasus adalah perubahan persepsi sensori: visual, potensial terjadinya perluasan infeksi, dan risiko terhadap cedera. Kesimpulan yang penulis ambil yakni, bahwa pencapaian hasil optimal dari tujuan diatas dapat dicapai apabila kita melaksanakan proses keperawatan secara komprehensif yang meliputi aspek bio-psiko-sosio dan spiritual serta ditunjang oleh adanya kerjasama dengan klien, keluarga klien dan tenaga medis lainnya.

Kata Kunci: ulkus kornea; asuhan keperawatan; kasus Pendahuluan

Menurut (Chang, Greenberger, Chen, Heckhausen, & Farruggia, 2010), konsep sehat-sakit adalah konsep yang kompleks dam multiinterpretasi. Faktor personal, kultur dan sosial memengaruhi pandangan individu seseorang tentang sifat dan makna sehat dan sakit sehingga definisi sehat dan sakit beragam bagi berbagai individu. Menurut (Supariasa, Nyoman, & Bakri, 2013), dalam UU No. 39 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menurut (Supariasa et al., 2013), berdasarkan konferensi International “Pelayanan Kesehatan Dasar” yang diadakan di Alma Ata pada tanggal 6- 12 September 1978 menegaskan bahwa sehat adalah suatu keadaan yang sempurna jasmaniah, menal, sosial dan tidak hanya terbatas kepada tidak adanya penyakit atau cacat badan. (hal. 49)

Menurut (Supariasa et al., 2013), definisi tersebut tidak jauh beda dengan definisi yang dikeluarkan oleh badan dunia World Health Organization (WHO) yang

(2)

menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan sempurna fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. (hal. 49)

Menurut (Supariasa et al., 2013), sehat karena tidak adanya penyakit atau cacat saja, tetapi mencakup seluruh keadaan dalam kehidupan manusia, termasuk dimensi sosial, psikologis, spiritual, maupun faktor lingkungan, ekonomi dan pendidikan.

Bahwa keadaan sehat itu dinamis dan selalu akan berubah-ubah di dalam semua dimensi, sebagai akibat interaksi manusia dan lingkungannya. (hal. 50)

Sedangkan sakit menurut (Perkins, 2013) adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani, rohani, maupun sosial. (hal. 50)

Menurut (Supariasa et al., 2013) sakit adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tiga faktor utama, yaitu : agents (penyebab), host (pejamu/manusia), environment (lingkungan sekitarnya). (hal. 51)

Penyebab penyakit dapat intrinsik ataupun eksterinsik. Keturunan, usia, jenis kelamin, agens infeksius atau perilaku (seperti kebiasaan bermalas-malasan, merokok atau menggunakan obat-obatan ilegal) dapat menyebabkan penyakit. Sehingga salah satu faktor tersebut dapat berperan atas terjadinya ulkus kornea (Daeli, Hardika, &

Indaryati, 2021).

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea, terjadi sesudah terdapatnya trauma ringan yang merusak epitel kornea.

Ulkus kornea memberikan kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel, iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea (Suparti & Purwanti, 2017).

Di Amerika, ulkus kornea merupakan penyebab tersering kebutaan dengan insidensi 30.000 kasus pertahun. Sedangkan di California, insidensi terjadinya ulkus kornea dilaporkan sebesar 27,6/100.000 orang pertahun, dengan perkiraan sebanyak 75.000 orang yang mengalami ulkus kornea setiap tahunnya. Faktor predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain trauma, pemakaian lensa kontak, riwayat operasi kornea, penyakit permukaan okular, pengobatan topikal lama dan penyakit imunosupresi sistemik (Rahayu & Wulan, 2016).

Di Indonesia, insiden ulkus kornea tahun 2013 adalah 5,5% dengan prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogykarta (10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di Papua Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi kekeruhan kornea pada laki-laki cenderung sedikit lebih tinggi dibanding prevalensi pada perempuan. Prevalensi kekeruhan kornea yang paling tinggi (13,6%) ditemukan pada kelompok responden yang tidak sekolah.

Petani/nelayan/buruh mempunyai prevalansi kekeruhan kornea tertinggi (9,7%) dibanding kelompok pekerja lainnya. Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi pada kelompok pekerja petani/nelayan/buruh mungkin berkaitan dengan riwayat trauma mekanik atau kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja belum optimal dilaksanakan di Indonesia (Rahayu & Wulan, 2016). Ulkus

(3)

kornea menjadi salah satu penyebab kebutaan di Indonesia, menurut (Kemenkes, 2018), Jawa Barat menempati urutan ketiga setelah Jawa Tenggah dan Jawa timur.

Pentingnya perawatan pada penderita ulkus kornea guna mencegah terjadinya komplikasi seperti glukoma, endoftalmitis hingga kebutaan, maka penulis tertarik melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pengindraan akibat ulkus kornea, yang dituangkan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul: “Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Sistem Pengindraan Akibat Ulkus Kornea Sinistra Di Ruang Viii Mawar Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Cirebon”.

Tujuan penelitian adalah mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung kepada klien dengan Ulkus Kornea secara Komprehensif meliputi aspek bio- psiko-sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan.

Metode Penelitian

Metode penulisan menggunakan metode deskriptif yang berbentuk Karya Tulis Ilmiah melalui pendekatan proses keperawatan pada klien secara komprehensif, dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Komunikasi Efektif

Menurut (Rahmi, Putri, & Maiszha, 2019), komunikasi dalam pengkajian keperawatan lebih dikenal dengan komunikasi terapeutik, yang merupakan upaya dalam mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Persyaratan yang harus dipenuhi agar data yang diperoleh menjadi data yang baik adalah menjaga kerahasiaan klien, memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan wawancara, mempertahankan kontak mata, serta mengusahakan agar saat pengkajian tidak tergesa-gesa. (hal. 40)

2. Observasi

Menurut (Rahmi et al., 2019), observasi merupakan tahap kedua dari pengumpulan data. Pada pengumpulan data ini perawat mengamati perilaku dan melakukan observasi perkembangan kondisi kesehatan klien. Kegiatan observasi meliputi sight, smell, hearing, feeling dan teaste. Kegiatan tersebut mencakup askep fisik, mental, sosial dan spiritual. (hal. 40)

3. Pemeriksaan Fisik

Menurut (Rahmi et al., 2019), pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan dengan wawancara, yang menjadi fokus perawat pada pemeriksaan ini adalah kemampuan fungsional klien. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah kesehatan, mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan perawatan.

Cara pendekatan sistematis yang dapat digunakan perawat dalam melakukan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe) dan pendekatan sistem tubuh (review of system).

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan empat metode yakni inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi.

(4)

a. Inspeksi

Secara sederhana, inspeksi didefinisikan sebagai kegiatan melihat atau memperhatikan secara seksama status kesehatan klien.

b. Auskultasi

Auskultasi adalah langkah pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop yang memungkinkan pemeriksa mendengar bunyi keluar dari rongga tubuh pasien. Auskultasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang kondisi jantung, paru dan saluran pencernaan.

c. Perkusi

Perkusi atau periksa ketuk adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk secara pelan jari tengah menggunakan jari yang lain untuk menentukan posisi, ukuran dan konsistensi struktural suatu organ tubuh. d. Palpasi

Palpasi atau periksa raba adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba atau merasakan kulit klien, untuk mengetahui struktur yang ada di bawah kulit.

(hal. 40-41) 4. Studi Dokumentasi

Menurut (Ali & SKM, 2010), studi dokumentasi adalah pengumpulan data melalui penelitian riwayat penyakit/keperawatan yang lalu guna mendapat diagnose keperawatan yang tepat. Studi dokumentasi bertujuan mendapatkan data yang akurat dengan meneliti riwayat kesehatan klien yang lalu. (hal. 100)

5. Studi Literatur

Menurut (Kurniawati, 2011), membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien. Membaca literatur sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan tepat. (hal. 34).

Hasil dan Pembahasan 1. Hasil

1) Analisa data

No Data Etiologi Problem

(1) (2) (3) (4)

1) Ds :

 Klien mengatakan sulit melihat di mata kiri Do :

 Mata kiri di tutup perban

 Tidak jelas melihat objek, kecuali diberi cahaya di belakang objek maka klien dapat melihat bayangan objek, ketika tes lapang pandang tidak bisa

Trauma & Bakteri Menginfeksi kornea

Ulkus Penumpukan pus di

camera oculi

Penglihatan terganggu

Gangguan persepsi sensori : penglihatan

Gangguan persepsi sensori : penglihatan

(5)

mengikuti arah yang diberikan

 Pada kornea terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil

 Pupil kiri lebih kecil dari pada pupil kanan

 Ketika melihat cahaya dengan tiba-tiba klien merasa silau

 Mata klien sering berkedip

2) Ds :

 Klien mengatakan mata kirinya berair terus

Trauma & Bakteri

Menginfeksi kornea

Potensial terjadinya perluasan

(1) (2) (3) (4)

Do :

 Mata kiri mengalami sedikit bengkak

 Kemerahan pada sclera

 Pada kornea terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil

Ulkus Perforasi kornea Rupture

kornea Mata merah

Potensial terjadinya perluasan infeksi

infeksi

3) Ds :

 Klien mengatakan sulit melihat di mata kiri Do :

 Mata kiri di tutup perban

 Mata kiri fungsi penglihatan menurun

 Berjalan perlahan dan

tampak meraba

lingkungan

Trauma & Bakteri Menginfeksi kornea

Ulkus Penumpukan pus di

camera oculi

Penglihatan terganggu

Resiko cedera

Resiko cedera

\

(6)

2) Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penglihatan terganggu ditandai dengan klien mengatakan sulit melihat di mata kiri, mata kiri di tutup perban, tidak jelas melihat objek, kecuali diberi cahaya di belakang objek maka klien dapat melihat bayangan objek, ketika tes lapang pandang tidak bisa mengikuti arah yang diberikan, pada kornea terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil, pupil kiri lebih kecil dari pada pupil kanan, ketika melihat cahaya dengan tiba-tiba klien merasa silau, mata klien sering berkedip.

b. Potensial terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan perforasi dan rupture kornea ditandai dengan klien mengatakan mata kirinya berair terus, mata kiri mengalami sedikit bengkak, kemerahan pada sclera, pada kornea terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil.

c. Resiko cedera berhubungan dengan penglihatan terganggu ditandai dengan klien mengatakan sulit melihat di mata kiri, mata kiri di tutup perban, mata kiri fungsi penglihatan menurun, berjalan perlahan dan tampak meraba lingkungan.

3) Intervensi Keperawatan No DX.K

ep

Tujuan Intervensi Rasional

(1) (2) (3) (4) (5)

a. Ganggu an perseps i

sensori : penglihatan Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan persepsi sensori : penglihatan teratasi, kriteria :

- Meningkatnya ketajaman penglihatan

- Ketika tes lapang pandang dapat mengikuti arah yang diberikan

- Bercak abu-abu menutupi sebagian pupil hilang

- Pupil isokor Tupen :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam gangguan persepsi sensori : penglihatan diharapkan :

- Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan

1) Observasi ketajaman penglihatan

1) Observasi guna mementukan intervensi

mencegah kebutaan dini 2) Perkenalkan pasien dengan

lingkungannya

2) Meningkatan kenyamanan dan Keamanan saat

beraktifitas

3) Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan

3) Memaksimalkan

penggunaan indera yang tidak cacat untuk melakukan aktivitas

sesuai dengan

kemampuannya 4) Libatkan orang

terdekat dalam perawatan dan aktivitas

4) Pasien dengan gangguan penglihatan sulit untuk menjelaskan

lingkungannya, sehingga membutuhkan orang lain

untuk menjelaskannya 5) Kurangi bising dan berikan

istirahat yang seimbang

5) Istirahat seimbang membantu proses

penyembuhan

6) Kolaborasi dengan 6) Pemberian obat sesuai indikasi membantu proses penyembuhan dokter pemberian obat sesuai indikasi

(7)

b. Pote nsial terja diny a peny ebara n infeksi

Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam potensial terjadinya penyebaran infeksi teratasi, kriteria :

1) Kaji tanda-tanda infeksi dan berikan penjelasan pada klien tentang tanda-tanda infeksi

1) Dengan mengkaji dapan menentukan intervensi selanjutnya dan agar klien mengetahui tanda- tanda infeksi secara dini

(1 )

(2) (3) (4) (5)

- Tidak ada penyebaran infeksi

- Tidak ada tanda-tanda infeksi

- Perban dilepas

- Mata tidak berair

- Bercak abu-abu menutupi sebagian pupil hilang

Tupen :

Setelah dilakukan tindakan pererawatan selama 1x24 jam potensial terjadinya penyebaran infeksi diharapkan :

- Mata berair berkurang

- Kemerahan pada sklera berkurang

2) Tingkatkan perawatan luka secara teratur

2) Menjaga kebersihan mata, meningktkan kenyamanan dan luka cepat sembuh

3) Tingkatkan personal hygiene klien

3) Menjaga kebersihan tubuh, mencegah penyebaranninfeksi meningkatkan kenyamanan 4) Kolaborasi

dengan pemberian antibiotik

dokte r

4) Pemberian antibiotik dapat mengatahi infeksi

c. Resiko Cedera

Tupan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam resiko cedera teratasi, kriteria :

- Mata kiri tidak di perban

- Berjalan normal tanpa meraba lingkungan sekitar

Tupen :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam resiko cidera diharapkan:

- Klien memahami lingkungan

- Berjalan biasa tidak

1) Orientasikan pasien pada ruangan

1) Membantu kenyamanan klien dan membantu menurunkan

resiko cedera 2) Bahas perlunyan

penggunaan perisai metal atau kacamata bila

diperlukan

2) Membantu pasien dalam meningkatkan penglihatan

3) Jangan memberikan tekanan pada

mata yang terkena trauma

3) Menjaga mata untuk trauma yang lebih parah

menghi ndari

4) Gunakan prosedur yang memadai ketika

memberikan obat mata

4) Menurunkan bahaya sehubungan keaman dengan penglihatan an

kehilan gan

(8)

pelan-pelan

4) Implementasi

Nama : Ny. S No. Reg : A778928

Umur : 28 Tahun Dx. Medic : Ulkus Kornea

(1) (2) (3) (4) (5)

melakukan aktivitas sehari-hari

T4 : Melibatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas

R4 : Keluarga yang terlibat dan membantu perawatan adalah kakak sepupu No Tanggal Diagnosa

Keperawatan

Implementasi Paraf

(1) (2) (3) (4) (5)

a. 5 Maret 2020

Gangguan persepsi

sensori :

penglihatan

Jam : 08.50 WIB

T1 : Mengobservasi ketajaman penglihatan R1 : Penglihatan klien tidak

jelas melihat objek, kecuali diberi cahaya di belakang objek maka klien dapat melihat bayangan objek dan ketika tes lapang pandang tidak bisa mengikuti arah yang diberikan

T2 :Memperkenalkan pasien dengan lingkungannya R2 :Klien mengetahui

lingkungan rumah sakit (kamar mandi, ruang perawat)

T3 :Memberitahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan

R3 : Klien menggunakan mata kanan untuk melihat dan

Dwi Rahmah M.

(9)

klien

T5 : Mengurangi bising dan memberikan istirahat yang seimbang

R5 : Suasana ruangan klien konsusif dan tidak ada kebisingan yang menganggu

T6 : Berkolaborasi dengan dokter pemberian obat sesuai indikasi

R6 : Klien diresepkan dan diberikan obat tropin dan glauseta

b. 5 Maret 2020

Potensial terjadinya penyebaran infeksi

Jam : 09.05 WIB

T1 : Mengkaji tanda-tanda infeksi dan berikan penjelasan pada klien tentang tanda-tanda infeksi

R1 : Mata kiri klien tampak bengkak, sklera

kemerahan dan klien

Dwi Rahmah M.

(1) (2) (3) (4) (5)

atau kacamata bila diperlukan

R2 : Klien tidak mau menggunakan kacamata T3 : Melarang memberikan

tekanan pada mata yang terkena trauma

R3 : Perban klien tidak terlalu kencang dan klien mengerti untuk tidak memberikan tekanan pada mata kiri

T4 : Mengunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata R4 : Klien mengerti cara

memberikan tetes mata yang aman (ujung botol tetes mata jangan menempal pada mata, beri jarak 1-2 cm di atas

(10)

kelopak mata bawah bagian dalam) 5) Evaluasi

No Tanggal Diagnosa Keperawatan

Evaluasi Paraf

(1) (2) (3) (4) (5)

a. 5 Maret 2020

Gangguan persepsi sensori :

penglihatan

Jam : 09.00 WIB

S : Klien mengatakan mata kirinya masih sulit melihat tetapi klien beraktivitas menggunakan mata kanan dan sudah hafal ruangan O : Tes lapang pandang klien

tidak bisa mengikuti arah yang diberikan, pada kornea terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil

A : Masalah tertasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan oleh

keluarga, karena klien diizinkan pulang

Dwi Rahmah M.

b. 5 Maret 2020

Potensial terjadinya penyebaran infeksi

Jam : 09.30 WIB

S : Klien mengatakan mata kirinya masih berair terus O : Mata kiri klien diperban, perban bersih, bercak abu-abu pada kornea yang menutupi sebagian pupil tidak menyebar, sklera kemerahan berkurang

A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan oleh

Dwi Rahmah M.

(1) (2) (3) (4) (5)

keluarga, karena klien diizinkan pulang c. 5 Maret

2020

Resiko cedera Jam : 09.45 WIB

S : Klien mengatakan sudah hafal lingkungan ruangan

Dwi Rahmah M.

(11)

O : Klien mampu berjalan sendiri tanpa meraba dan klien mampu ke ruangan perawat tanpan bantuan keluarga

A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan 2. Pembahasan

Setelah penulis memberikan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan gangguan sistem pengindraan akibat ulkus kornea sinistra di Ruang Mawar Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Cirebon, yang dilaksanakan pada tanggal 4 Maret sampai 5 Maret 2020, pada BAB III ini dibahas tentang kesenjangan antara teori dengan kasus yang ditemuan dilahan praktek. Pembahasan ini diuraikan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan tahapan proses keperawatan yang dimulai dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Tahap pengkajian adalah tahap awal dari pelaksanaan asuhan keperawatan, penulis menggunakan tehnik wawancara, observasi, studi dokumen dan studi literatur yaitu melibatkan pasien dan keluarga. Penulis tidak menemukan kesulitan dalam menganalisa karena klien dan keluarga mau diajak bekerjasama, sedangkan data-data yang lain penulis dapatkan dari catatan medis pasien yang diambil saat pengkajian.

Pada tahap ini penulis menemukan data pada Ny. S dengan ulkus kornea yaitu klien mengeluh pada mata kirinya berair, penglihatan menurun, ketika melihat cahaya dengan tiba-tiba klien merasa silau, tidak jelas melihat objek, kecuali diberi cahaya di belakang objek maka klien dapat melihat bayangan objek, ketika dikaji mata kiri di tutup perban, ketika tes lapang pandang tidak bisa mengikuti arah yang diberikan, pada kornea terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil, pupil kiri lebih kecil dari pada pupil kanan, mata klien sering berkedip dan ditemukan kokus gram positif pada hasil laboratorium.

Sedangkan secara teori pada pasien ulkus kornea memiliki gejala mata merah ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun, disertai sekret, nyeri, iris mengalami radang akan berkontraksi oleh datangnya sinar, blefarospasme (refleks menutup mata), epifora (air mata berlebihan). Biasanya kokus gram positif, stafilokkus aureus dan streptokok pneumoni akan memberikan gambaran ulkus terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak ulkus yang supuratif.

Melihat data di atas, terdapat kesenjangan maupun kesamaan antara kasus dan teori sehingga penulis tuangkan dalam hal berikut:

(12)

Hasil pengkajian yang sama dengan teori adalah air mata berlebihan, penglihatan menurun, mata merah ringan, refleks menutup mata, laboratorium kokus gram positif dan terdapat bercak abu-abu.

Hasil pengkajian yang tidak sama dengan teori adalah klien sudah tidak merasakan nyeri dan tidak fotofobia hanya merasa silau jika ada cahaya yang tiba- tiba, tidak ada peradangan pada iris dan tidak ada sekret.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa kesenjangan antara teori dan kasus dikarenakan klien sudah mendapatkan penanganan di RS Kuningan dan penanganan sebelum penulis melakukan pengkajian terhadap klien.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang muncul pada Ny. S adalah perubahan persepsi sensori:

visual, potensial terjadinya perluasan infeksi dan risiko terhadap cedera yang telah diprioritaskan berdasarkan hirarki kebutuhan dasar manusia “Abraham Maslow”.

Pada tahap ini penulis menemukan kesenjangan antara teori dan kasus sebagai berikut:

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka pada kornea.

Diagnosa keperawatan ini tidak muncul pada kasus Ny. S hal ini karena tidak ada data-data yang menunjang atau mendukung untuk menegakan diagnosa tersebut, pada saat dikaji klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri, ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan tetapi rileks.

Perubahan persepsi sensori: visual berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

Diagnosa ini sama dengan diagnosa Ny. S yaitu gangguan persepsi sensori:

penglihatan berhubungan dengan penglihatan terganggu. Diagnosa ini dimunculkan oleh penulis karena klien mengatakan sulit melihat di mata kiri, ketika dikaji mata kiri di tutup perban, tidak jelas melihat objek, kecuali diberi cahaya di belakang objek maka klien dapat melihat bayangan objek, ketika tes lapang pandang tidak bisa mengikuti arah yang diberikan, pada kornea terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil, pupil kiri lebih kecil dari pada pupil kanan, ketika melihat cahaya dengan tiba-tiba klien merasa silau, mata klien sering berkedip.

Potensial terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan sering memanipulasi mata yang sakit. Diagnosa ini berbeda dengan diagnosa Ny. S dari faktor penyebabnya. Pada Ny. S potensial terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan perforasi dan rupture kornea, klien tidak memanipulasi mata yang sakit, sehingga penyebab potensial terjadinya perluasan infeksi dikarenakan adanya perforasi kornea dan rupture kornea. Diagnosa ini dimunculkan oleh penulis karena klien mengatakan mata kirinya berair terus, ketika dikaji mata kiri mengalami sedikit bengkak, kemerahan pada sclera, pada kornea terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil.

Gangguan konsep diri berhubungan dengan virus menurun. Diagnosa keperawatan ini tidak muncul pada Ny. S karena data-data yang didapatkan pada

(13)

saat penulis pengkajian tidak ada yang menyudut pada gangguan konsep diri, pada saat dikaji klien mengatakan penyakitnya akan sembuh dan klien tampak optimis menjalani perawatannya.

Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

Diagnosa keperawatan ini tidak muncul pada Ny. S karena data-data yang didapatkan pada saat penulis pengkajian tidak ada yang menyudut pada faktor cemas, pada saat pengkajian klien pun mengatakan tidak cemas dan kondisinya pun sudah mulai membaik.

Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan Diagnosa ini sama dengan diagnosa Ny. S yaitu resiko cedera berhubungan dengan penglihatan terganggu. Diagnosa ini dimunculkan oleh penulis karena klien mengatakan sulit melihat di mata kiri ketika dikaji mata kiri di tutup perban, mata kiri fungsi penglihatan menurun, berjalan perlahan dan tampak meraba lingkungan.

Berdasarkan data di atas dapat di lihat antara teori dan kasus terdapat kesenjangan yaitu pada teori ditemukan gangguan rasa nyaman nyeri, perubahan persepsi sensori: visual, potensial terjadinya perluasan infeksi, gangguan konsep diri, cemas dan risiko terhadap cedera. Pada kasus yang ditemukan yaitu perubahan persepsi sensori: visual, potensial terjadinya perluasan infeksi, dan risiko terhadap cedera.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan yang telah disusun oleh penulis sesuai dengan masalah yang muncul. Penyusunan rencana keperawatan berdasarkan konsep yang ada ditinjauan teoritis sehingga penulis tidak mengalami hambatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. S. Adapun perencanaan yang disusun pada masing-masing diagnosa diantaranya sebagai berikut:

Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penglihatan terganggu ditandai dengan klien mengatakan sulit melihat di mata kiri, ketika dikaji mata kiri di tutup perban, tidak jelas melihat objek, kecuali diberi cahaya di belakang objek maka klien dapat melihat bayangan objek, ketika tes lapang pandang tidak bisa mengikuti arah yang diberikan, pada kornea terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil, pupil kiri lebih kecil dari pada pupil kanan, ketika melihat cahaya dengan tiba-tiba klien merasa silau, mata klien sering berkedip. Perencanaan yang disusun adalah: Observasi ketajaman penglihatan

Perkenalkan pasien dengan lingkungannya beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan. Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas. Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat sesuai indikasi

Potensial terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan perforasi dan rupture kornea ditandai dengan klien mengatakan mata kirinya berair terus, ketika dikaji mata kiri mengalami sedikit bengkak, kemerahan pada sclera, pada kornea

(14)

terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil. Perencanaan yang disusun adalah:

Kaji tanda-tanda infeksi dan berikan penjelasan pada klien tentang tandatanda infeksi Tingkatkan perawatan luka secara teratur. Tingkatkan personal hygiene klien. Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik.

Resiko cedera berhubungan dengan penglihatan terganggu ditandai dengan klien mengatakan sulit melihat di mata kiri ketika dikaji mata kiri di tutup perban, mata kiri fungsi penglihatan menurun, berjalan perlahan dan tampak meraba lingkungan. Perencanaan yang disusun adalah:

Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kacamata bila diperlukan Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang dilakukan oleh penulis sesuai dengan rencana tindakan yang telah dirumuskan. Penulis mendapatkan hambatan dalam melaksanakan tindakan yaitu, penulis tidak selalu bersama klien, implementasi hanya bisa dilakukan selama 1 hari karena klien diizinkan dokter untuk pulang pada jam 11.00 WIB dan pada saat observasi penglihatan seharusnya mengunakan kartu snellen serta buku buta warna, dikarenakan tidak tersedianya kedua alat tersebut, sehingga penulis hanya menggunakan tes lapang pandang dan pengukuran visus sederhana dengan cara menutup salah satu mata dan memberikan isyarat dalam jarak kurang lebih 6 meter dari klien, kemudian klien menyebutkan isyarat yang diberikan penulis.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Penulis mengevalusi dari intervensi dan implementasi yang telah dilakukan. Tujuannya diharapkan sesuai dengan kriteria waktu sehingga dapat mempermudah dalam intervensi selanjutnya. Dari 3 diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ny.

S terdapat 2 diagnosa keperawatan yang belum teratasi diantaranya: gangguan persepsi sensori: penglihatan dan potensial terjadinya perluasan infeksi.

Perencanaan untuk kedua diagnosa keperawatan tersebut dilanjutkan oleh klien dibantu keluarga karena klien diizinkan pulang oleh dokter pada tanggal 5 Maret 2020 jam 11.00 WIB.

Kesimpulan

Setelah penulis memberikan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan gangguan sistem pengindraan akibat ulkus kornea di Ruang Mawar Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Cirebon, yang dilaksanakan pada tanggal 4 – 5 Maret 2020. Penulis melaksanakan asuhan keperawatan yang bertujuan untuk mendokumentasikan kedalam bentuk Karya Tulis Ilmiah, maka penulis dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang ada, insiden ulkus kornea tahun 2013 adalah 5,5% dengan prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogykarta (10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%). Ulkus kornea

(15)

menjadi salah satu penyebab kebutaan di Indonesia, menurut Riskesdas (2013), Jawa Barat menempati urutan ketiga setelah Jawa Tenggah dan Jawa timur. Prevalensinya tergolong tinggi, maka perlu dilakukan asuhan keperawatan pada klien. Metode penulisan ini adalah metode deskriptif yang berbentuk studi kasus, sedangkan teknik pengumpulan datanya dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi, studi keperpustakaan. Ulkus kornea adalah permukaan kornea yang hilang dikarenakan trauma, infeksi, autoimun atau kelaian saraf mata. Dengan adanya infiltrat supuratif berserta defek yang mengakibatkan kematian jaringan kornea. Ulkus kornea memiliki gejala mata merah ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun, disertai sekret, nyeri, iris mengalami radang akan berkontraksi oleh datangnya sinar, blefarospasme (refleks menutup mata), epifora (air mata berlebihan). Biasanya kokus gram positif, stafilokkus aureus dan streptokok pneumoni akan memberikan gambaran ulkus terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak ulkus yang supuratif. Hasil dari pengkajian yang telah dilakukan pada Ny. S adalah klien mengeluh pada mata kirinya berair, penglihatan menurun, ketika melihat cahaya dengan tiba-tiba klien merasa silau, tidak jelas melihat objek, kecuali diberi cahaya di belakang objek maka klien dapat melihat bayangan objek. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik mata kiri di tutup perban, ketika tes lapang pandang tidak bisa mengikuti arah yang diberikan, pada kornea terdapat bercak abu-abu menutupi sebagian pupil, pupil kiri lebih kecil dari pada pupil kanan, mata klien sering berkedip dan ditemukan kokus gram positif pada hasil laboratorium. Mendapatkan terapi obat injeksi sebagai berikut:

Ceftriaxone, Metrodinazole, Ketorolax, Ranitidine. Terapi obat tetes mata sebagai berikut : Tropin, Polygren, Minidose. Obat oral sebagai berikut : Glauseta, Aspar-K.

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan gangguan sistem pengindraan akibat ulkus kornea ditemukan diagnosa keperawatan antara lain : perubahan persepsi sensori : visual, potensial terjadinya perluasan infeksi, dan risiko terhadap cedera. Dari 3 diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ny. S terdapat 2 diagnosa keperawatan yang belum teratasi diantaranya : gangguan persepsi sensori : penglihatan dan potensial terjadinya perluasan infeksi. Perencanaan untuk kedua diagnosa keperawatan tersebut dilanjutkan oleh klien dibantu keluarga karena klien diizinkan pulang oleh dokter pada tanggal 5 Maret 2020 jam 11.00 WIB..

(16)

Daftar Pustaka

Ali, H. Zaidin, & Skm, M. B. A. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Egc.

Chang, Esther S., Greenberger, Ellen, Chen, Chuansheng, Heckhausen, Jutta, &

Farruggia, Susan P. (2010). Nonparental Adults As Social Resources In The Transition To Adulthood. Journal Of Research On Adolescence, 20(4), 1065–

1082.

Daeli, Novita Elisabeth, Hardika, Bangun Dwi, & Indaryati, Sri. (2021). Pendampingan Lansia Dalam Perwujudan Kemandirian Terhadap Manajemen Nyeri Sendi.

Indonesian Journal Of Community Service, 1(1), 81–89.

Kemenkes, R. I. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Online) Http://Www. Depkes.

Go. Id/Resources/Download/Info-Terkini/Materi_Rakorpop_2018/Hasil%

20riskesdas, Vol. 202018.

Kurniawati, N. D. (2011). Nursalam. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi Hiv/Aids-Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika.

Perkins, David N. (2013). Knowledge As Design. Routledge.

Rahayu, Ririn, & Wulan, Anggraeni Janar. (2016). Laki‐Laki 24 Tahun Dengan Ulkus Kornea Dan Prolaps Iris Oculi Dextra. Medical Profession Journal Of Lampung University, 5(2), 81–85.

Rahmi, Upik, Putri, Suci Tuty, & Maiszha, Dian. (2019). Tingkat Kepuasan Mahasiswa Diii Keperawatan Dalam Pembelajaran Klinik. Methods.

Supariasa, I., Nyoman, Dewa Made, & Bakri, Bachyar. (2013). Fajar, Ibnu. 2013.

Penilian Status Gizi.

Suparti, Sri, & Purwanti, Sri. (2017). Analisa Faktor Risiko Pekerjaan Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Katarak Pada Masyarakat Di Sragen. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan, 8(2).

Referensi

Dokumen terkait

Tahap pengkajian ini penulis menemukan suatu masalah kesehatan pada salah satu anggota keluarga Tn.D yaitu Ny.S dengan asam urat, pada saat di kaji keadaan Ny.S

 Dengan mata kiri, pemeriksa mengamati refleksi kornea pada pupil kanan klien menunjuk pada skala berapa (36 mm)..  Kemudian tutup mata kiri anda dan minta klien memandang

Setelah penulis memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu dari mulai pengkajian sampai dengan evaluasi yang

kebijakan, ketentuan, rencana dan prosedur (yang tertuang dalam SE, SK, Memorandum dan SOP) BMT Taruna Sejahtera telah benar-benar dijalankan dan dipatuhi. 3) Melakukan

Hasil uji korosi baja karbon API 5L X65 dalam larutan NaCl tanpa dan dengan penambahan tiourea 500 ppm pada suhu 45 o C dalam berbagai waktu pemaparan

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan peulisan Tugas Akhir ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun penulis terima dengan besar hati, semoga

2004 – 2010 : Pondok Buntet Pesantren Cirebon Asrama Habbil Ilmi7. 2007 : Ijazah Qur’an Qiroat Hafs, Habbil Ilmi Buntet Pesantren Cirebon 2008 : English Course, LBK YLPI

Anisometropia merupakan gangguan penglihatan akibat adanya perbedaan kekuatan refraksi lensa sferis atau silinder antara mata kanan dan mata kiri lebih dari 1.00