i
PENGARUH AGING 140,160,180, DAN 200 DERAJAT CELCIUS SELAMA 7 JAM TERHADAP SIFAT MEKANIS
ALUMINIUM PADUAN TEMBAGA 3,5%
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Mesin S-1
Disusun oleh :
ALFA RULLAH GABRIEL ONIBALA NIM : 145214031
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2018
ii
THE EFFECT OF AGING 140, 160, 180, AND 200 CELSIUS DEGREE DURING 7 HOURS TOWARDS MECHANICAL PROPERTIES OF
ALUMINIUM 3,5 PERCENTS COPPER ALLOY
FINAL PROJECT
As Partical Fulfillment of the Requirement
To Obtained The Sarjana Teknik degree In Mechanical Engineering
By
ALFA RULLAH GABRIEL ONIBALA Student Number : 145214031
MECHANICAL ENGINGEERING STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINGEERING
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA 2018
vi
INTISARI
Aluminium banyak dipakai dalam dunia industri. Terdapat beberapa kelebihan sifat Alumunium dibandingkan dengan logam lainnya yaitu tahan korosi, massa jenis rendah, titik lebur relatif rendah, dan memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan aluminium adalah dengan metode aging. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu aging terhadap sifat mekanis dari aluminium yang dipadukan dengan tembaga 3,5% (Al-Cu).
Proses pengujian diawali dengan proses pengecoran, lalu spesimen dibentuk sesuai standarisasi ASTM A370. Proses berikutnya adalah pemberian perlakuan panas Normalizing pada spesimen dengan pendinginan secara perlahan sesuai suhu ruangan. Proses aging dilakukan dengan variasi suhu 140°C, 160°C 180°C dan 200°C ditahan selama 7 jam dengan pendinginan secara perlahan sesuai suhu ruangan. Pengujian sifat mekanis yang dilakukan meliputi pengujian tarik dan pengujian kekerasan (Brinell).
Proses aging pada aluminium tembaga 3,5% (Al-Cu), memberikan pengaruh peningkatan pada kekuatan tarik dan kekerasan material. Dari hasil penelitian nampak bahwa benda uji yang diberi perlakuan panas aging 140ºC memiliki kekuatan tarik tertinggi sebesar 149,52 MPa. Pada suhu aging 160ºC, 180ºC, dan 200ºC kekuatan tarik mengalami penurunan menjadi 143,96 MPa, 140,94 MPa dan 134,22 MPa. Kekuatan tarik terendah terjadi pada material tanpa aging dengan hasil 126,18 MPa. Nilai regangan mengalami penurunan pada harga 4,73%, 4,40%, 3,67% dan 3,20%. Nilai regangan tertinggi terdapat pada material tanpa aging dengan hasil 5,07%. Pada pengujian kekerasan, nilai kekerasan tertinggi terjadi pada spesimen yang mengalami aging 180ºC yaitu 83,96 BHN, kemudian pada suhu aging 200ºC kekerasannya menurun menjadi 77,68 BHN.
Kata Kunci: Al-Cu 3,5%, Normalizing, Aging, Nilai Kekuatan Tarik, Regangan, Kekerasan
vii
ABSTRACT
Aluminum is widely used in the industrial world. There are several advantages of Aluminum properties compared to other metals that are corrosion resistant, low density, relatively low melting point, and have high thermal and electrical conductivity. One way to increase aluminum strength is by the aging method. This study aims to determine the effect of aging temperature on the mechanical properties of aluminum combined with 3.5% copper (Al-Cu).
The testing process begins with the casting process, then the specimen is formed according to ASTM A370 standardization. The next process is the treatment of heat treatment Normalizing the specimen with cooling slowly according to room temperature. The aging process was carried out with temperature variations of 140°C, 160°C 180°C and 200°C held for 7 hours with slow cooling at room temperature. Tests of mechanical properties carried out include tensile testing and hardness testing (Brinell).
The aging process on 3.5% aluminum copper (Al-Cu), gives an increasing effect on the tensile strength and hardness of the material. From the research results it appears that the specimen treated with 140ºC aging heat has the highest tensile strength of 149.52 MPa. At a temperature of aging 160ºC, 180ºC, and 200ºC tensile strength decreased to 143.96 MPa, 140.94 MPa and 134.22 MPa.
The lowest tensile strength occurs in the material without aging with a yield of 126.18 MPa. The value of the strain decreased at 4.73%, 4.40%, 3.67% and 3.20%. The highest strain value is in the material without aging with 5.07%. In hardness testing, the highest hardness value occurred on specimens experiencing aging 180ºC that is 83,96 BHN, then at aging temperature 200ºC hardness decreased to 77,68 BHN.
Keywords: Al-Cu 3.5%, Normalizing, Aging, Strength of Pull Value, Strain, Hardness
ix
“KU PERSEMBAHKAN TERUNTUK KEDUA ORANG TUA KU”
“SEBAB ITU JANGANLAH KAMU KUATIR AKAN HARI BESOK, KARENA HARI BESOK MEMPUNYAI KESUSAHANNYA SENDIRI.
KESUSAHAN SEHARI CUKUPLAH SEHARI”
~MATIUS 6:34
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Bunda Maria atas segala kasih dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik dan tepat pada waktunya.
Berkat bimbingan, nasihat, dan doa yang diberikan oleh berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan maksimal. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, penulis mengucapkan terima kasih yang dalam kepada :
1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math. Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
3. Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing skripsi yang tidak pernah bosan mendukung dan memberi bimbingan kepada penulis, terima kasih pak.
4. Stefan Mardikus, S.T, M.T., Selaku dosen pembimbing akademik
5. Vecky Victorianes Onibala dan Maria Mareyke Kandou sebagai orang tua penulis yang selalu memberi semangat, baik berupa materi dan doa bagi penulis.
6. Klaudius Yoel Kandou Onibala dan Natalia Trimega Mimika Onibala sebagai adik kandung, yang selalu mendukung penulis dalam mengerjakan skripsi.
xi
7. Dyah Ayu Warabsari S.Pd, yang selalu memberi dukungan, perhatian, semangat bagi penulis dalam mengerjakan skripsi dengan sabar.
8. Seluruh Keluarga Besar “Onibala – Kandou” yang berada di Timika-Manado- Surabaya dan dimana pun berada yang selalu mendoakan penulis dalam mengerjakan skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan dari Timika, John Evan Matheos, Richardus Febrian, Mariyanto Saalino, Ardianto Mandaso, Omry Nainggolan, terima kasih atas dukungan selama penulis kuliah.
10. Teman sekelompok skripsi “SAHABAT ALUMINIUM” yang telah berdinamika bersama untuk menyelesaikan TA kami.
11. Teman-teman seperjuangan dari Mata Kuliah Spesialis “BAHAN TEKNIK MANUFAKTUR” terima kasih atas dukungan selama penulis kuliah dan perancangan TA.
12. Teman-teman Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Angkatan 2014 yang memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
13. Seluruh Karyawan, Supervisor dan Owner FLA-FLA MILKSHAKE JOGJA yang selalu memberi semangat serta dukungan selama penulis kuliah dan mengerjakan skripsi.
14. Seluruh staff pengajar dan laboran Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
iTITLE PAGE ...
iiHALAMAN PERSETUJUAN ...
iiiHALAMAN PENGESAHAN ...
ivHALAMAN PERNYATAAN ...
vINTISARI ...
viABSTRACT ...
viiHALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...
viiiHALAMAN MOTTO ...
ixKATA PENGANTAR ...
xDAFTAR ISI ...
xiiiDAFTAR TABEL ...
xviiDAFTAR GAMBAR ...
xviiiBAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang... 11.2 Rumusan Masalah... 2
1.3 Batasan Penelitian... 2
1.4 Tujuan Penelitian... 2
1.5 Manfaat Penelitian... 3
BAB II DASAR TEORI
2.1 Dasar Teori... 42.1.1 Teori Aluminium... 4
2.1.2 Teori Tembaga... 5
2.2 Sifat-sifat Bahan... 6
2.2.1 Sifat Aluminium... 6
2.2.2 Aluminium Murni... 7
2.2.3 Sifat Tembaga... 9
xiv
2.3 Pengolahan Bahan... 10
2.3.1 Proses Pemurnian Aluminium... 10
2.3.2 Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium... 11
2.3.3 Proses Pemurnian Tembaga... 12
2.4 Aluminium Paduan... 17
2.5 Klasifikasi Paduan Aluminium... 17
2.5.1 Paduan Aluminium Cor... 18
2.5.2 Paduan Aluminium-Tembaga (Al-Cu)... 19
2.5.3 Paduan Aluminium-Mangan (Al-Mn)... 21
2.5.4 Paduan Al-Si... 21
2.5.5 Paduan Al-Mg... 23
2.6 Perlakuan Panas... . 25
2.6.1 Proses Perlakuan Panas... 25
2.7 Pengujian Bahan... 28
2.8 Pengujian Merusak... 29
2.8.1 Uji Tarik... 29
2.8.2 Uji Kelelahan... 31
2.8.3 Uji Impact... 34
2.8.4 Uji Tekan... 37
2.9 Pengujian Tak Merusak... 38
2.9.1 Pengujian Kekerasan... 38
2.9.1.1 Pengujian Kekerasan Brinell... 39
2.9.1.2 Pengujian Kekerasan Rockwell... 42
2.9.1.3 Pengujian Kekerasan Vickers... 44
2.9.2 Uji Magnetik Partikel... 45
2.9.3 Uji Ultrasonik... 46
2.10 Tinjauan Pustaka... 49
xv
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Diagram Penelitian... 50
3.2 Persiapan... 51
3.2.1 Bahan Yang Digunakan... 51
3.2.2 Peralatan Yang Digunakan... 52
3.2.2.1 Alat Permesinan... 52
3.2.2.2 Alat Pengujian... 56
3.2.3 Alat-alat Pembantu Lain yang Digunakan... 58
3.3 Pembelian Bahan... 67
3.4 Pengecoran... 67
3.4.1 Persiapan Pengecoran... 67
3.4.2 Peleburan... 68
3.5 Pembentukan Spesimen... 68
3.5.1 Bahan Uji Kekerasan... 68
3.5.2 Bahan Uji Tarik... 69
3.6 Proses Perlakuan Panas... 71
3.6.1 Proses Normalizing... 71
3.6.2 Proses Aging... 71
3.7 Perngujian Bahan... 72
3.7.1 Pengujian Kekerasan Brinell... 72
3.7.2 Pengujian Tarik... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian... 744.2 Data Hasil Pengujian Kekerasan (Brinell)... 74
4.2.1 Pembahasan Uji Kekerasan (Brinell)... 76
4.3 Data Hasil Pengujian Tarik... 77
4.3.1 Pembahasan Uji Tarik... 79
xvi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan... . 80
5.2 Saran... . 81
DAFTAR PUSTAKA... 82
LAMPIRAN... 83
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat-sifat fisik Aluminium ... 8
Tabel 2.2 Sifat-sifat mekanik Aluminium... 8
Tabel 2.3 Klasifikasi paduan Aluminium Cor... 18
Tabel 2.4 Klasifikasi paduan Aluminium Tempa... 18
Tabel 2.5 Sifat-sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor... 19
Tabel 2.6 Pengaruh Unsur Paduan Aluminium... 19
Tabel 2.7 Sifat-sifat mekanik Paduan Al-Cu-Mg... 24
Tabel 2.8 Penggunaan beban tekan untuk Uji Kekerasan Brinell... 41
Tabel 2.9 Penggunaan Diameter penetrator sesuai jenis logam... 41
Tabel 2.10 Penggunaan Diameter penetrator sesuai ketebalan spesimen... 41
Tabel 4.1 Data hasil Pengujian dengan Rata-rata Kekerasan Brinell Al-Cu yang tanpa aging dan diberi perlakuan aging dengan variasi suhu 140 C, 160 C, 180 C, dan 200 C selama 7 jam ... 75
Tabel 4.2 Data hasil Pengujian tarik Al-Cu dengan tanpa aging dan diberi perlakuan aging dengan variasi suhu 140 C, 160 C, 180 C, dan 200 C selama 7 jam ... 77
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Balok Aluminium ... 4
Gambar 2.2 Tembaga ... 5
Gambar 2.3 Proses Elektrolisa Alumina dengan Dapur Cell ... 11
Gambar 2.4 Gambar saat Proses Flotasi berlangsung ... 13
Gambar 2.5 Proses Pemanggangan konsentran menjadi matte ... 15
Gambar 2.6 Proses Peleburan Tembaga menjadi batangan dan lembaran murni... 16
Gambar 2.7 Diagram Fasa Al-Cu... 20
Gambar 2.8 Diagram Fasa Al-Si... 22
Gambar 2.9 Perbaikan sifat-sifat mekanik oleh modifikasi paduan Al-Si... 23
Gambar 2.10 Spesimen berbentuk Silinder pada Pengujian Tarik... 29
Gambar 2.11 Kurva Tegangan-Regangan serta proses pengujian tarik menggunakan spesimen silinder ... ... 30
Gambar 2.12 Hasil Uji Kelelahan... 32
Gambar 2.13 Fatigue rotating bending machine... 32
Gambar 2.14 Mounted Fatigue Spesimen... 33
Gambar 2.15 Uji Impact... 34
Gambar 2.16 Alat Uji Tekan Universal Testing Machine... 37
Gambar 2.17 Pengujian Brinell... 39
Gambar 2.18 Irisan Penampang Uji Brinell... 40
Gambar 2.19 Proses Pengujian Brinell... 42
Gambar 2.20 Proses Pengujian Rockwell... 43
Gambar 2.21 Contoh jejak pijakan dari penekanan identor pada spesimen... 44
Gambar 2.22 Prinsip kerja Ultrasonic Testing... 47
xix
Gambar 3.1 Diagram Penelitian ... 50
Gambar 3.2 Aluminium Batangan... 51
Gambar 3.3 Tembaga Silinder... 52
Gambar 3.4 Gergaji Mesin ... 53
Gambar 3.5 Mesin Bubut ... 53
Gambar 3.6 Mesin Skrap ... 54
Gambar 3.7 Mesin Bor ... 55
Gambar 3.8 Mesin Milling ... 56
Gambar 3.9 Alat Uji Brinell ... 57
Gambar 3.10 Mesin Uji Tarik ... 58
Gambar 3.11 Cetakan ... 59
Gambar 3.12 Timbangan Digital (a)Satuan Gram (b)Satuan Kilogram ... 60
Gambar 3.13 Jangka Sorong ... 60
Gambar 3.14 Tang Penjepit ... 61
Gambar 3.15 Kowi ... 62
Gambar 3.16 Kompor Gas... 62
Gambar 3.17 Tabung Gas ... 63
Gambar 3.18 Mikroskop... 63
Gambar 3.19 Gergaji Tangan ... 64
Gambar 3.20 Amplas ... 64
Gambar 3.21 Thermometer/Thermokopel ... 65
Gambar 3.22 Microwave/Oven ... 65
Gambar 3.23 Penjepit Benda Uji ... 66
Gambar 3.24 Bubuk Batu Kapur ... 66
Gambar 3.25 Benda Uji Kekerasan ... 69
xx
Gambar 3.26 Standarisasi ukuran spesimen Uji Tarik ... 70 Gambar 3.27 Dimensi Benda Uji Tarik ... 70 Gambar 4.1 Grafik rata-rata kekerasan Brinell Al-Cu yang tanpa
aging dan diberi perlakuan aging dengan variasi suhu 140ºC, 160ºC, 180ºC, dan 200ºC selama 7
jam... ... 76 Gambar 4.2 Grafik rata-rata kekuatan tarik Al-Cu dengan tanpa
aging dan diberi perlakuan aging dengan variasi suhu 140ºC, 160ºC, 180ºC, dan 200ºC selama 7
jam… ... 78 Gambar 4.3 Grafik rata-rata regangan pada Al-Cu dengan tanpa
aging dan diberi perlakuan aging dengan variasi suhu 140ºC, 160ºC, 180ºC, dan 200ºC selama 7
jam…. ... 78
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dunia industri yang semakin pesat ini, perindustrian masih menggunakan logam sebagai kebutuhan produksi pabrik. Banyak jenis logam yang digunakan dalam dunia industri, tergantung dari tujuan penggunaan dan sifat-sifat yang diinginkan dari suatu logam yang ingin digunakan. Salah satu logam yang banyak digunakan adalah Alumunium. Di karenakan beberapa sifat Alumunium yang lebih unggul dari besi dan baja, yaitu sifatnya yang tahan terhadap korosi, mempunyai massa jenis yang rendah, titik lebur yang relatif lebih rendah, dan memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi.
Pesatnya pemakaian aluminium di dunia ini, membuat produksinya tidak terbatas hanya pada negara-negara yang mempunyai teknologi dan tingkat pendapatan tinggi seperti negara-negara industri maju, tetapi perkembangan pemakaian aluminium juga terdapat pada negara-negara yang baru berkembang.
Banyak perusahaan industri dari berbagai negara melakukan inovasi dengan cara menghasilkan dan mengetahui sifat mekanis, sifat fisis, serta komposisi dari suatu bahan untuk mendapatkan sifat-sifat bahan yang mereka butuhkan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, penulis melakukan penelitian mengenai pengaruh aging terhadap sifat mekanis pada aluminium paduan tembaga, dengan pengujian tarik dan pengujian kekerasan. Penulis memilih proses aging, sebagai proses pengujian awal sebelum di ujikan sifat mekanis dari aluminium paduan tembaga untuk mengetahui sifat mekanis terhadap bahan ketika dipadukan dan di uji.
1.2 Rumusan Masalah
Di penelitian ini, penulis akan meneliti sifat mekanis apabila aluminium dipadukan dengan tembaga, sehingga diperlukan suatu perumusan masalah agar peneltian ini dapat dilakukan secara terarah. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh variasi suhu aging pada penambahan paduan tembaga terhadap kekuatan tarik dan regangan material?
2. Bagaimana pengaruh variasi suhu aging pada penambahan paduan tembaga terhadap kekerasan material?
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, diberikan batasan-batasan agar dapat terarah dan sistematis. Aluminium paduan tembaga sebesar 3,5% (Al-Cu) akan dicor. Setelah dicor akan dicek komposisi pada material tersebut apakah sesuai komposisinya atau tidak, Aluminium dicek komposisinya lalu dibentuk spesimen sesuai standard ASTM, setelah itu akan dilakukan proses aging. Kemudian setelah melalui proses aging di uji sifat mekanisnya. Adapun pengujian yang bersifat mekanis yaitu: uji tarik, dan uji kekerasan Brinell. Sehingga setelah pengujian akan mendapatkan data serta menarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini tentang pengaruh terhadap sifat mekanis pada aluminium paduan tembaga adalah:
a. Mengetahui kekuatan tarik dan regangan pada aluminium paduan tembaga 3,5% setelah melalui proses aging pada suhu 140ºC, 160ºC, 180 ºC, dan 200ºC selama 7 jam.
b. Mengetahui kekerasan pada aluminium paduan tembaga 3,5% setelah melalui proses aging pada suhu 140ºC, 160ºC, 180ºC, dan 200ºC selama 7 jam.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mahasiswa bisa digunakan sebagai contoh referensi tugas akhir yang berkaitan dengan alumunium
b. Untuk masyarakat umum agar bisa digunakan sebagai pengetahuan baru tentang aluminium
c. Menambah wawasan ilmu pengatahuan tentang pengaruh mangan terhadap pengujian mekanis pada material alumunium paduan tembaga 3,5%
d. Dapat menganalisa pengaruh penambahan unsur tembaga pada hasil pengecoran aluminium terhadap proses aging dengan metode uji tarik, dan uji kekerasan.
e. Hasil dari penelitian ini bisa dikembangkan serta di riset lagi apakah bisa digunakan untuk kebutuhan industri atau lainnya.
4 BAB II DASAR TEORI 2.1 DASAR TEORI
2.1.1 Teori Aluminium
Pada tahun 1809 Sir Humphrey Davy menemukan Aluminium sebagai suatu unsur, H.C. Oersted mereduksi sebagai logam pada tahun 1825. Aluminium adalah logam yang berwarna putih keperakan yang lunak dan merupakan logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Tahun 1886 Paul Heroult dari Prancis dan C.M. Hall dari Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa (Ir.Surdia, Tata 1995).
Bahan dasar dari aluminium berupa bauksit, yaitu suatu senyawa hidroksid aluminium (AlO2H3O2). Terdapat di daerah tropis dan sub tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi. Terbentuknya bauksit akibat proses pelapukan (weathering) batuan beku, yang mengandung 60% aluminium oksida (Al2O3), 10% besi oksida (Fe2O3), 10% SiO2 dan 20% H2O yang terikat secara kimiawi.
Aluminium merupakan logam yang ketahanan korosi yang baik dan daya hantaran listrik yang baik sehingga aluminium yang digunakan untuk beberapa macam seperti bahan pesawat, alat rumah tangga, industri dan lainnya, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya menahan beban. Sebagai tambahan terhadap kekuatan mekaniknya yang sangat meningkat dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan lain sebagainya.
Gambar 2.1 Balok Aluminium (Sumber: Alumetal.com)
2.1.2 Teori Tembaga
Gambar 2.2 Tembaga (Sumber: Wikipedia.com)
Tembaga adalah salah satu logam yang sangat penting dan berperan besar dalam sejarah manusia dan termasuk logam yang pertama kali ditambang.
Tembaga sudah digunakan sejak 10.000 tahun yang lalu. Sebuah kalung tembaga yang ditemukan di Irak diperkirakan dibuat pada masa 9500 SM. Tembaga (Cuprum) memperoleh namanya dari bahasa Latin, Cyprium, yang berasal dari nama pulau Siprus di mana ia pertama kali dihasilkan. Cyprium kemudian disingkat menjadi Cuprum. Tembaga berperan besar dalam peradaban manusia terutama pada Zaman Perunggu (3000-1000 SM). Pada masa tersebut tembaga dipadukan dengan timah menjadi perunggu. Perunggu kemudian diolah menjadi berbagai macam peralatan, senjata, koin, instrumen musik dan perhiasan.
(Sumber: Wikipedia)
Tembaga adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu dan nomor atom 29. Tembaga merupakan konduktor panas dan listrik yang baik. Selain itu unsur ini memiliki korosi yang cepat sekali. Tembaga murni sifatnya halus dan lunak, dengan permukaan berwarna jingga kemerahan.
Tembaga dicampurkan dengan timah untuk membuat perunggu. Ion Tembaga dapat berlarut ke dalam air, di mana fungsi mereka dalam konsentrasi tinggi adalah sebagai agen anti bakteri, fungsi, dan bahan tambahan kayu. Dalam konsentrasi tinggi maka tembaga akan bersifat racun, tetapi dalam jumlah sedikit
tembaga merupakan nutrien yang penting bagi kehidupan manusia dan tanaman tingkat rendah. Di dalam tubuh, tembaga biasanya ditemukan di bagian hati, otak, usus, jantung, dan ginjal. Contoh tembaga diperlukan di bagian tubuh, untuk membuat enzim agar arteri terhindar dari pengerasan atau pecah.
2.2 SIFAT - SIFAT BAHAN 2.2.1 Sifat Aluminium
Keunggulan aluminium dibandingkan dengan logam lain dapat dilihat dari sifat-sifat yang dimilikinya antara lain:
1. Sifat utamanya adalah jenis yang rendah, berat jenis aluminium yang hanya sepertiga dari berat jenis baja, berat jenis aluminium 2700 kg/ (berat jenis baja adalah 7700 kg/ ), kekuatan tarik 90-120 Mpa, tegangan luluh 34Mpa, kekerasan 23 BHN dan modulus elastis (E) sebesar 70000N/
2. Tahan terhadap korosi (corrosion resistance)
Untuk logam non ferro dapat dikatakan bahwa semakin besar kerapatannya maka semakin baik daya tahan korosinya, tetapi untuk aluminium ada pengecualian. Hal ini disebabkan oleh lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh oksigen di seluruh permukaan, selaput ini mengendalikan laju korosi dan melindungi lapisan di bawahnya.
3. Sifat mekanis (mechanical properties)
Aluminium mempunyai kekuatan tarik, kekerasan dan impact/beban kejut yang sebanding dengan paduan bukan besi (non ferro alloys) lainnya, dan juga sebanding dengan beberapa jenis baja.
4. Penghantar panas dan listrik yang baik (head and electrical conductivity) Disamping daya tahan yang baik terhadap korosi, aluminium memiliki daya hantar listrik yang tinggi, daya hantar listrik aluminium murni sekitar 60% dari hantar tembaga.
5. Tidak Beracun (nontoxicity)
Aluminium dapat digunakan sebagai bahan pembungkus atau kaleng makanan dan minuman, sehingga reaksi kimia antara makanan atau minuman dengan bahan aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang membahayakan kesehatan terhadap manusia.
6. Sifat mampu bentuk (formability)
Aluminium dapat dibentuk dengan mudah, aluminium mempunyai sifat mudah untuk di tempa (malleability) yang memungkinkannya dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis
7. Titik lebur rendah (melting point), titik lebur aluminium relatif rendah (660 C) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat dan biaya operasi lebih murah.
8. Selain sifat-sifat tersebut di atas, masih banyak sifat-sifat aluminium yang menguntungkan antara lain anti magnetik, nilai arsitektur dan dekoratif mudah untuk dilakukan proses pengerjaan akhir (finishing) dan lain sebagainya.
2.2.2 Aluminium Murni
Al didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya mencapai kemurnian 99,85% berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat dicapai kemurnian 99,99% berat yaitu dengan empat angka sembilan.
Tabel 2.1 Sifat-sifat fisik aluminium Sifat-sifat
Kemurnian Al (%) 99,996 >99,0 Masa Jenis (20 C)
Titik cair
Panas Jenis (cal/g. C) (100 C) Hantaran Listrik (%)
Tahan listrik koefisien temperatur(/ C) Koefisien pemuaian (20-100 C) Jenis Kristal, konstanta kisi
2,6989 2,71
660,2 653 – 657
0,2226 0,2297
64,94 59 (dianil)
0,00429 0,0115
23,86 x 10-6 23,5 x 10-6 fcc, α=4,013 kX fcc, α=4,04 kX Catatan : fcc : face centered cubic = kubus perpusat muka
(Sumber : Surdia T,Saito S, :Pengetahuan Bahan Teknik,hal 134)
Tabel 2.2 Sifat-sifat mekanik aluminium
Sifat-sifat
Kemurnian Al (%)
99,996 >99,0
Dianil 75% dirol dingin
Dianil H18
Kekuatan tarik (kg/mm2) Kekuatan mulur (0,2%) (kg/mm2)
Perpanjangan (%) Kekerasan Brinell
4,9 11,6 9,3 16,9
1,3 11,0 3,5 14,8
48,8 5,5 35 5
17 27 23 44
Catatan : fcc : face centered cubic = kubus perpusat muka
(Sumber : Surdia T,Saito S, :Pengetahuan Bahan Teknik,hal 134)
Sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanik yang ditunjukkan dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2, ketahanan korosi berubah menurut kemurnian, aluminium dengan kemurnian 99,0% atau di atasnya dapat dipergunakan di udara selama bertahun- tahun. Hantaran listrik aluminium kira-kira 65% dari hantaran listrik tembaga, tetapi massa jenisnya kira-kira sepertiganya sehingga memungkinkan untuk perluasan penampangnya. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk kabel-kabel tenaga dan bisa untuk lembaran tipis (foil). Aluminium dengan kadar 99,0% dapat dipergunakan untuk reflektor yang memerlukan reflektivitas yang tinggi dan juga untuk kondesor elektrolitik dipergunakan aluminium dengan angka 94. (Sumber:
Fransiskus Ipran, 2007)
2.2.3 Sifat Tembaga
Sifat-sifat yang dimiliki Tembaga antara lain: (Sumber: Emel Seran, 2017) - Sifat Fisika Tembaga adalah:
a) Tembaga merupakan logam yang berwarna kuning seperti emas dan keras bila tidak murni.
b) Mudah ditempa (liat) dan bersifat mulur sehingga mudah dibentuk menjadi pipa, lembaran tipis dan kawat.
c) Konduktor panas dan listrik yang baik, kedua setelah perak.
- Sifat Kimia Tembaga adalah:
1) Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi oleh suatu lapisan yang berwarna hijau yang menarik dari tembaga karbonat basa, Cu(OH)2CO3.
2) Pada kondisi yang istimewa yakni pada suhu sekitar 300°C tembaga dapat bereaksi dengan oksigen membentuk CuO yang berwarna hitam. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, sekitar 1000ºC, akan terbentuk tembaga oksida (Cu2O) yang berwarna merah.
3) Tembaga tidak diserang oleh air atau uap air dan asam-asam nooksidator encer seperti HCl encer dan H2SO4 encer. Tetapi asam klorida pekat dan mendidih menyerang logam tembaga dan membebaskan gas hidrogen. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ion kompleks CuCl2¯(aq) yang mendorong reaksi kesetimbangan bergeser ke arah produk.
4) Tembaga tidak bereaksi dengan alkali, tetapi larut dalam amonia oleh adanya udara membentuk larutan yang berwarna biru dari kompleks Cu(NH3)4+
. 5) Tembaga panas dapat bereaksi dengan uap belerang dan halogen. Bereaksi
dengan belerang membentuk tembaga(I) sulfida dan tembaga(II) sulfida dan untuk reaksi dengan halogen membentuk tembaga(I) klorida, khusus klor yang menghasilkan tembaga(II) klorida.
2.3 PENGOLAHAN BAHAN
2.3.1 Proses Pemurnian Aluminium
Proses pemurnian aluminium dilakukan dalam dua macam tahap, yaitu:
- Proses Bayer
Proses Bayer merupakan proses pemurnian bijih bauksit untuk memperoleh aluminium oksida (alumina). Proses Bayer menggunakan bauksit halus yang kering dimasukan ke dalam pencampur, diolah dengan menggunakan soda api (NaOH) di bawah pengaruh tekanan dan pada suhu di atas titik didih. Reaksi dari NaOH dengan bauksit yang menghasilkan aluminat natrium yang larut. Setelah proses selesai, tekanan dikurangi dan ampas yang terdiri dari oksidasi besi yang tak larut, seperti silikon, titanium, dan kotoran-kotoran lainnya – ditekan melalui suatu saringan dan disisihkan. Cairan yang mengandung alumina dalam bentuk aluminat natrium dipompa ke dalam tangki pengendapan, lalu di dalam tangki dibubuhkan kristal hidroksida aluminium yang halus kemudian kristal yang halus tadi menjadi inti kristalisasi dan kristal hidroksida aluminium terpisah dari larutan. Hidroksida aluminium ini kemudian disaring dan dipanaskan sampai mencapai suhu di atas 980 C, alumina berubah dan siap dilebur.
-Proses Hall-Heroult
Proses Hall-Heroult merupakan proses peleburan aluminium oksida untuk menghasilkan aluminium murni. Dalam proses Hall-Heroult, aluminium oksida dilarutkan dalam lelehan kriolit (Na3AlF6) dalam bejana baja berlapis grafit yang sekaligus berfungsi sebagai katode. Selanjutnya elektrolisis dilakukan pada suhu 950 °C. (Sumber: Wikipedia)
Setelah diperoleh Al2O3 murni, maka proses selanjutnya adalah elektrolisis leburan Al2O3. Pada elektrolisis ini Al2O3 dicampur dengan CaF2 dan 2-8% kriolit (Na3AlF6) yang berfungsi untuk menurunkan titik lebur Al2O3 (titik lebur Al2O3
murni mencapai 2000°C), campuran tersebut akan melebur pada suhu antara 850- 950°C.
2.3.2 Proses Elektrolisa Alumina menjadi Aluminium
Alumina yang diperoleh dari pengolahan bauksit, diproses secara elektrolisa pada temperatur tinggi dalam proses Hall-Heroult. Karena alumina mempunyai titik lebur yang tinggi (2000°C) maka alumina dilarutkan ke dalam cairan cryolite (Na3AlF6) yang bertindak sebagai elektrolit, sehingga mengakibatkan titik lebur menjadi rendah (1000°C).
Cara elektrolisa lain unntuk alumina yaitu menggunakan dapur cell (contoh Dapur Cell terlihat pada Gambar 2.3), biasanya dapur dengan ukuran 2,5m x 1,5m x 0,6m dan memerlukan arus listrik antara 8000-30000 A pada tegangan 7 V. Anoda perlahan-lahan terbakar oleh elektroda bermuatan positif.
Gambar 2.3 Proses Elektrolisa Alumina dengan Dapur Cell
(Sumber: Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah, USD Yogyakarta)
Ketika arus listrik melewatinya, alumina bermuatan positif akan tertarik ke pelapis dapur yang merupakan elektroda negatif (katoda), dan akan didapataluminium cair yang terkumpul di dasar dapur dban dapat diambil bila perlu, sementara oksigen akan sampai ke anoda dan terbakar.
2.3.3 Proses pemurnian Tembaga
Cara kerja pembuatan konsentrat tembaga secara dasar bisa dilihat dari pengolahan bijih tembaga melalui beberapa tahap, yaitu: (Sumber: Emel Seran, 2010)
- Proses Liberasi (Peremukan)
Proses ini biasanya dilakukan di wilayah eksploitasi bijih tembaga / tambang itu sendiri. Pabrik pengolahan (mill) menghasilkan konsentrat tembaga dari bijih yang ditambang melalui pemisahan mineral berharga dari pengotornya.
Langkah-langkah utamanya adalah penghancuran, penggerusan, pengapungan, dan pengeringan. Penghancuran dan penggerusan mengubah bongkah bijih menjadi berukuran halus.
Penghalusan ukuran butir berfungsi untuk membebaskan butiran yang mengandung tembaga dan emas, serta untuk proses pemisahan dan menyiapkan ukuran yang sesuai dengan proses selanjutnya. Untuk proses crushing/peremukan ada berbagai type yang kita kenal saat ini diantaranya rotary crusher dan jaw crusher selanjutnya dilakukan penggusuran / penghalusan biasanya sampai 75mikronmeter / 200 mesh menggunakan ball mill (bola besi).
-Proses Flotasi (Pengapungan)
Bijih yang sudah halus diolah selanjutnya melalui proses flotasi, yaitu untuk menghasilkan konsentrat tembaga. Permukaan mineral yang bersifat hydrophobic atau aerophilic (menolak air) dipisahkan dengan yang bersifat hydrophilic atau aerophobic (menerima air). Pada proses pengapungan (flotasi), bubur konsentrat (slurry) yang terdiri dari bijih yang sudah halus (hasil gilingan) dicampur dengan reagen, kemudian dimasukkan ke dalam rangkaian tangki pengaduk yang disebut sel flotasi, secara bersamaan dipompakan udara kedalam slurry tersebut.
Reagen yang digunakan berupa:
- Kapur 600 gram/ton bijih (berfungsi untuk mengatur pH) - Pembuih (frother) dan kolektor
Pembuih membentuk gelembung stabil yang tidak mudah pecah.
Gelembung-gelembung mengapung ke permukaan sel flotasi sebagai buih.
Reagen kolektor bereaksi dengan permukaan partikel mineral sulfida logam berharga, sehingga menjadikan permukaan tersebut bersifat menolak air (hydrophobic). Butir mineral sulfida tersebut menempel pada gelembung udara yang terangkat dari zona slurry ke dalam buih yang mengapung di permukaan.
Buih bermuatan mineral berharga tersebut yang menyerupai buih deterjen berkilap metalik akan meluap dari bibir atas mesin flotasi dan masuk ke dalam palung (launders) sebagai tempat pengumpulan mineral berharga. Mineral berharga yang terkumpul di dalam palung tersebut adalah konsentrat. Konsentrat (dalam bentuk slurry, 65% padat menurut berat) dipompa ke pelabuhan melalui jaringan pipa slurry. Pada Tambang Grasberg panjang jaringan pipa tersebut 115 km.
Selanjutnya konsentrat dikeringkan sampai kandungan airnya tinggal 9% dan kemudian dikapalkan untuk dijual.
Gambar 2.4 Gambar saat Proses Flotasi berlangsung (Sumber: kumpul-bacaan.blogspot.com, 2014)
-Proses Pemanggangan
Konsentrat tembaga dari hasil proses flotasi mengandung beberapa unsur dengan kisaran kadar berkisar:
30% Cu, 30% Sulfur, 25% Fe,
15% Gangue minerals seperti silika, 30 ppm Au, 50 ppm Ag, 3000ppm Zn, 1500 Pb. Selanjutnya dilebur dan dimurnikan, yang saat ini di Indonesia pabrik yang tersedia adalah di Gresik, Jawa Timur yakni PT. Smelting yg didirikan di Gresik Jawa Timur sebagai pabrik peleburan dan pemurnian konsentrat tembaga pertama di Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku tembaga di dalam negeri, yang mengolah sebagian produksi konsentrat PT. Freeport Indonesia (Grasberg) dan PT Newmont Nusa Tenggara (Batu Hijau).
Sebagian besar (60%) katoda tembaga produk PT. Smelting diserap oleh industri dalam negeri dan selebihnya diekspor. Konsentrat tembaga hasil proses flotasi dipanggang untuk mengubah besi sulfide menjadi besi oksida, sedangkan tembaga tetap sebagai sulfida melalui reaksi :
4CuFeS2 + 9O2 2Cu2S + 2Fe2O3 + 6SO2. ... (2.1)
Konsentrat bijih yang sudah melalui pemanggangan kemudian dilebur hingga mencair dan terpisah menjadi 2 (dua) lapisan:
- Lapisan bawah berupa copper matte, mengandung Cu2S dan besi cair - Lapisan atas merupakan terak silikat yang mengandung FeSiO3.
Copper matte dipisahkan dari terak berdasarkan perbedaan gravitasi. Selanjutnya copper matte (68% Cu) dipindahkan ke dalam tungku lain dan secara bersamaan ditiupkan udara sehingga terjadi reaksi redoks yang menghasilkan tembaga lepuh (blister copper, 98,9% Cu).
Gambar 2.5 Proses Pemanggangan konsentrat menjadi matte (Sumber: kumpul-bacaan.blogspot.com, 2014)
-Proses Peleburan
Pemurnian tembaga dilakukan dengan cara elektrolisis. Tembaga lepuh digunakan sebagai anoda, sedangkan tembaga murni digunakan sebagai katodanya. Elektrolit yang digunakan adalah larutan CuSO4. Selama proses elektrolisis, Cu dipindahkan dari anoda ke katoda, dengan menggunakan potensial tertentu sehingga bahan pengotor dapat terpisah.
Unsur-unsur dan mineral ikutan dalam konsentrat yang diolah PT Smelting, menjadi bagian dari by product yang terdiri atas gas buang SO2, lumpur anoda (anode slime), terak besi (slag) dan gipsum. Limbah gas SO2 tersebut diproses lebih lanjut menjadi asam sulfat yang dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk, sedangkan terak besi dan gipsum digunakan sebagai bahan baku industri semen.
Lumpur anoda mengandung emas berkadar ± 3,25% dan ± 6,25 % perak diekspor.
(Sumber: kumpul-bacaan.blogspot.com, 2014)
Sampai saat ini terdapat tiga proses pengolahan unntuk mendapatkan logam tembaga (dalam Sukandarrumidi 2009). Proses tersebut adalah:
1. Proses pyrometallurgy, yaitu proses pengolahan bijih dengan temperature tinggi dari hasil pembakaran bahan bakar.
2. Proses hidrometallurgi, yaitu proses pengolahan bijih dengan melarutkan bijih yang kemudian dipisahkan lagi dari larutan tersebut, sehingga didapatkan unsure tembaga yang bebas dari unsure lain.
3. Proses elctrometallurgy, yaitu proses pengolahan bijih dengan tenaga listrik seperti pada eloktrolisa dan elektrothermis.
Gambar 2.6 Proses peleburan tembaga menjadi batangan dan lembaran murni (Sumber: kumpul-bacaan.blogspot.com, 2014)
-Proses Elektrolisis
Blister atau tembaga lepuhan masih mengandung misalnya Ag, Au, dan Pt kemudian dimurnikan dengan cara elektrolisis. Pada elektrolisis tembaga kotor (tidak murni) dipasang sebagai anoda dan katoda digunakan tembaga murni, dengan elektrolit larutan tembaga(II) sulfat (CuSO4). Selama proses elektrolisis berlangsung tembaga di anoda teroksidasi menjadi Cu2+ kemudian direduksi di katoda menjadi logam Cu.
Katoda : Cu2+(aq) + 2e ―→ Cu(s) ... (2.2) Anoda : Cu(s) ―→ Cu2+(aq) + 2e ... (2.3) Pada proses ini anoda semakin berkurang dan katoda (tembaga murni) makin bertambah banyak, sedangkan pengotor-pengotor yang berupa Ag, Au, dan Pt mengendap sebagai lumpur.
2.4 ALUMINIUM PADUAN
Penggunaan aluminium pada umumnya terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu mengutamakan faktor kekuatan seperti penghantar panas dan listrik, perlengkapan bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha untuk meningkatkan aluminium murni adalah dengan proses pengerasan regang atau dengan perlakuan panas (heat treatment). Tetapi cara ini tidak senantiasa memuaskan bila tujuan utama adalah untuk menaikan kekuatan bahan.
Di perkembangan selanjutnya, peningkatan kekuatan aluminium dapat dicapai dengan menambahkan unsur-unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur- unsur paduan yang dimaksud seperti tambahan tembaga (Cu), mangan (Mn), silikon (Si), magnesium (Mg), seng (Zn), dan lain-lain. Kekuatan aluminium paduan dapat dinaikan lagi dengan pengerasan regang atau dengan perlakuan panas. Sifat-sifat lainnya seperti mampu cor dan mampu juga bertambah baik.
Dengan demikian penggunaan aluminium paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni.
2.5 KLASIFIKASI PADUAN ALUMINIUM
Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara di dunia. Saat ini klasifikasi yang sangat terkenal dan sempurna adalah standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa (Aluminium of America). Dan juga paduan aluminium diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum yaitu:
1. Paduan aluminium cor (cast aluminium alloys)
2. Paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys)
Paduan kelompok dibagi menjadi 2 kategori, yaitu paduan dengan perlakuan panas (heat treatable alloys) dan tanpa perlakuan panas (non heat treatable alloys). Sistem penandaan untuk kedua paduan kelompok ini tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 (Sumber: Fransiskus Ipran, 2007)
Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor Seri Paduan Unsur Paduan Aluminium
1xxx Al ≥ 99%
2xxx Cu
3xxx Si + Cu atau Mg
4xxx Si
5xxx Mg
6xxx Tidak digunakan Zn
7xxx Zn
8xxx Sn
(Sumber: Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah, USD Yogyakarta)
Tabel 2.4 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa Seri Paduan Unsur Paduan Utama
1xxx Al ≥ 99%
2xxx Cu atau Cu + Mg
3xxx Mn
4xxx Si
5xxx Mg
6xxx Mg + Si
7xxx Zn + Mg atau Zn + Mg + Cu
8xxx Unsur Lain
(Sumber: Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah, USD Yogyakarta)
Perubahan cukup nyata dari sifat-sifat paduan aluminium dapat juga terjadi karena perlakuan panas tertentu seperti pengerasan regang, penganilan dan lain- lain.
2.5.1 Paduan Aluminium Cor
Proses pengecoran sangat tergantung pada laju pendinginan penuangan coran ke dalam cetakan. Laju pendinginan juga tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, pendinginan akan berlangsung sangat cepat dibanding dengan cetakan pasir, sehingga struktur logam cor yang
dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan pada sifat mekaniknya.
Pada Tabel 2.5 dan Tabel 2.6 Memperlihatkan sifat-sifat mekanis dan pengaruh unsur paduan aluminium.
Tabel 2.5 Sifat-sifat mekanis Paduan Aluminium Cor
(Sumber: Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah, USD Yogyakarta)
Tabel 2.6 Pengaruh unsur Paduan Aluminium
(Sumber: Suroto, A. Sudibyo, b.Ilmu Logam) Keterangan:
++ : Sangat Meningkat + : Meningkat
- : Menurun
0 : Tidak Berpengaruh
2.5.2 Paduan Aluminium-Tembaga (Al-Cu)
Paduan aluminium-tembaga dalam penelitian ini adalah paduan aluminium yang mengandung tembaga 3,5%, memiliki sifat-sifat mekanis dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cornya agak jelek. Paduan ini biasanya di pakai untuk bagian – bagian motor, mobil, meteran, dan rangka utama dari katup.
Namun paduan yang mengandung tembaga mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi apabila ketahanan korosi yang khusus diperlukan permukaannya di lapisi dengan Aluminium murni atau paduan aluminium yang tahan korosi yang disebut pelat alklad.
295.0 ; 4,5 Cu - 1Si Cetakan Pasir T6 165 250 5 308.0 ; 5,5 , Si - 4,5 Cu Cetakan Pasir F 90 150 1 356.0 ; 7 Si - 0,3 Mg Cetakan Pasir T6 160 230 1,5
Cetakan Pasir T6 270 280
Tekanan T5 290 310 1
413.0 ; 12 Si - 1,3 Fe Tekanan F 160 280 3 712.0 ;5,8 Zn - 0,6 Mg - 0,5 Cr - 0,2 Ti Cetakan Pasir F 130 200 5
17 Si - 4,5 Cu- 0,6 Mg 390.0 ;
(Mpa) (Mpa) Regangan (%) Paduan Komposisi Rata-Rata (%) Proses Prmbentukan Perlakuan Panas
Mg Cu Si Zn Mn Pb
Batas Getas ++ ++ + ++ + 0
Daya tahan terhadap korosi ++ - ++ - ++ 0
Kemampuan dituang + 0 ++ 0 0 0
Kemampuan diproses cutting + 0 + + - -
Perlakuan panas dan pengerasan paduan aluminium dapat dilakukan kalau sistem di antara Al dan CuAl2. Larutan padat alfa di daerah sisi Al pada temperatur tinggi merupakan larutan padat dari berbagai komponen kedua, yang kelarutannya menurun kalau temperatur diturunkan. Bagi paduan yang mempunyai diagram fasa seperti pada Gambar 2.7, kalau paduan pada komposisi tertentu umpamanya 4%Cu-Al, didinginkan dari larutan padat yang homogen sampai pada temperatur memotong kurva kelarutan unsur kedua di mana konsentrasinya mencapai titik jenuh. Selanjutnya dengan pendinginan yang lebih jauh pada keadaan mendekati kesetimbangan, fasa kedua akan terpresipitasikan.
Presipitasi tersebut memerlukan keadaan transisi dari atom yaitu difusi, yang memerlukan pula waktu yang cukup.
Gambar 2.7 Diagram Fasa Al-Cu
(Sumber: Surdia T,Saito S, :Pengetahuan Bahan Teknik,hal 129)
Kelebihan:
Meningkatkan kekerasan bahan
Memperbaiki kekuatan tarik pada aluminium
Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin
Kekurangan:
Menurunkan daya tahan terhadap korosi
Mengurangi keuletan bahan
Menurunkan kemampuan dibentuk dan di rol
2.5.3 Paduan Aluminium-Mangan (Al-Mn)
Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi, dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi. Dalam diagram fasa Al-Mn yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah Al6Mn (25,3%), sistem ortorombik a=6,498 ̇, b= 7,552 ̇ c=8,870 ̇, dan kedua fasa mempunyai titik euktik pada 658,5 C, 1,95% Mn. Kelarutan padat maksimum pada temperatur euktektik ada;ah 1,82% dan pada 500 C 0,36%, sedangkan pada temperatur biasa kelarutannya hampir 0.
Dengan paduan Al-1,2%Mn dan Al-1,2%Mn-1,0%Mg dinamakan paduan 3003 dan 3004 yang digunakan sebagai tahan korosi tanpa perlakuan panas.
Kelebihan:
Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Mengurangi pengaruh buruk pada unsur besi Kekurangan:
Menurunkan kemampuan penuangan
Meningkatkan kekerasan butiran partikel
2.5.4 Paduan Al-Si
Paduan Al-Si merupakan paduan aluminium yang sering digunakan dengan kadar Si yang bervariasi dari 5-20%. Kebanyakan paduan ini memiliki struktur mikro eutektik atau hypoeutektik. Paduan ini mempunyai viskositas yang baik dan tahan terhadap korosi dan memiliki sifat mampu cor yang baik, sehingga terutama digunakan untuk di elemen-elemen mesin. Terlihat pada Gambar 2.8 menunjukan diagram fasa dari sistem ini. Tipe ini adalah eutektik yang sederhana, mempunyai titik eutektik pada suhu 577ºC, 11,7% Si, larutan padat terjadi pada sisi AL,
karena batas kelarutan padat sangat kecil akan pengerasan penuaan sukar di harapkan.
Kalau paduan ini didinginkan pada cetakan logam, setelah cairan logam diberi natrium flourida kira-kira 0,05-1,1% kadar logam natrium, tampaknya temperatur eutekik meningkat kira-kira 15, dan komposisi eutektik bergeser ke daerah kaya Si kira-kira pada 14%. Hal ini biasa terjadi pada paduan hypoeutektik seperti 11,7-14% Si, Si mengkristal sebagai kristal primer, tetapi karena perlakuan yang disebut di atas Al mengkristal sebagai kristal primer dan struktur eutektiknya menjadi sengat halus. Ini dinamakan stuktur yang dimodifikasi. Sifat-sifat mekaniknya sangat diperbaiki yang ditunjukan pada Gambar 2.9. Fenomena ini ditemukan oleh A. Pacz tahun 1921 dan paduan yang telah diadakan perlakuan tersebut dinamakan silumin.
Gambar 2.8 Diagram fasa Al-Si
(Sumber: Surdia T,Saito S, :Pengetahuan Bahan Teknik,hal 137)
Gambar 2.9 Perbaikan sifat-sifat mekanik oleh modifikasi paduan Al-Si (Sumber : Surdia T,Saito S, :Pengetahuan Bahan Teknik,hal 137) Paduan Al-Si memiliki tingkat kecairan yang baik, memiliki permukaan bagus, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran,. Sebagai tambahan, paduan Al-Si mempunyai ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan sebagai penghantar yang baik untuk listrik dan panas. Karena mempunyai kelebihan menyolok, paduan ini sangat banyak dipakai. Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah sehingga paduannya pun mempunyai koefisien yang rendah apabila ditambah. Kandungan Si tidak memiliki butir primer yang tidak efektif, namun dengan tambahan P oleh paduan Cu-P atau penambahan fosfor klorida (PCI5) untuk mencapai presentasi 0,001%P, dapat dipakai untuk penghalusan kristal primer sehingga paduan Al-Si banyak dipakai sebagai elektroda untuk pengelasan, yaitu mengandung 5%Si.
2.5.5 Paduan Al-Mg
Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4-10% mempunyai ketahanan korosi dan sifat-sifat mekanis yang sangat baik. Paduan ini mempunyai kekuatan tarik di atas 300Mpa, dan perpanjangan di atas 12% setelah dilakukan perlakuan panas. Paduan Al-Mg (disebut juga hidronalium) dipakai untuk bagian-bagian dari
alat-alat industri kimia, kapal laut, pesawat terbang yang membutuhkan daya tahan terhadap korosi. Paduan mempunyai daya tahan yang sangat baik terhadap korosi dalam air laut dan udara dalam kadar garam relatif tinggi. Komposisi dari paduan ini yaitu: Al-38%Mg – 0,18%Si – 0,39%Mn – 0,29%Fe – 0,07%Cu.
Paduan seri 5052 dengan 2-3%Mg dapat dengan mudah di tempa, di rol dan diekstrusi. Paduan 5056 merupakan paduan paling kuat dalam sistem ini, dan dapat dipakai setelah pengerasan bila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan 5083 dengan 4,5%Mg setelah di anil merupakan paduan cukup kuat dan mudah di las.
Paduan ini sering di pakai sebagai bahan produksi LNG.
Paduan yang mengandung Cu mempunyai daya tahan jelek terhadap korosi, bila kita ingin meningkatkan ketahanan korosinya maka biasanya pada permukaan paduan tersebut di lapisi dengan aluminium murni atau paduan aluminium tahan korosi. Paduan dengan sistem ini terutama dipakai sebagai bahan pesawat terbang.
Tabel 2.7 Sifat-sifat mekanik paduan Al-Cu-Mg
(Sumber: Surdia T,Saito S, :Pengetahuan Bahan Teknik, hal 137)
Perpanjangan Kekuatan Batas
Keadaan (%) geser Lelah
Tarik (kgf/ Mulur (kgf/ (kgf/mm2 (kgf/mm2
17S O 18,3 7 - 12,7 45 7,7
-2017 T4 43,6 28,1 - 26,7 105 12,7
A17S
(A2017) T4 30,2 16,9 27 19,7 70 9,5
R317 Setelah dianil 42,9 24,6 22 - 100 -
24S O 18,9 7,7 22 12,7 42 -
-2024 T4 47,8 32,3 22 28,8 120 -
T36 51,3 40,1 - 29,5 130 -
14S O 19 9,8 18 12,7 45 -
-2014 T4 39,4 28 25 23,9 100 -
T4 49 42 13 29,5 135 -
Kekuatan
Kekerasan brinel Paduan
2.6 PERLAKUAN PANAS
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat biasanya dalam suhu ekstrim, yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, dan juga sifat kimia dari suatu material. Bahan yang sering digunakan dalam perlakuan panas ini biasanya material logam, walaupun itu perlakuan panas juga sering digunakan dalam material lain seperti kaca. Bahan yang diberi perlakuan panas bisa dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuannya meningkat, atau dapat dilunakan sehingga dapat memudahkan dalam permesinan lanjut. Melalui perlakuan panas yang tepat tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butiran dapat di perbesar atau di perkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras di sekeliling yang ulet.
2.6.1 Proses Perlakuan Panas
Material logam itu terdiri dari struktur mikro berupa kristal-kristal kecil yang disebut “butir” atau kristalit. Sifat butir (yaitu ukuran butir dan komposisi) adalah salah satu faktor yang paling penting yang dapat menentukan sifat mekanis logam secara keseluruhan perlakuan panas menyediakan cara yang efisien untuk memanipulasi sifat dari logam dengan mengendalikan laju difusi, dan tingkat pendinginan dalam struktur mikro.
Untuk melakukan perlakuan panas yang tepat, bahan yang akan diberi perlakuan panas harus diketahui komposisi kimianya, di harapkan setelah perlakuan panas perubahan sifat fisik dapat diketahui. Dan ini sebagian dari jenis- jenis perlakuan panas:
Tempering
Annealing
Aging
Queenching
Normalizing
1. Tempering
Perlakuan panas logam pada temperatur di bawah titik kritis untuk waktu tertentu kemudian didinginkan perlahan-lahan dalam dapur. Tujuan perlakuan panas tempering adalah untuk mengurangi internal stress, menaikan keuletan, meningkatkan ketangguhan. Berdasarkan temperatur pemanasan ada 3 macam, yaitu:
Tempering temperatur rendah (150⁰C - 350⁰C)
Tujuan untuk menghilangkan internal stress dan menaikkan keuletan tanpa mengubah struktur dan kekerasan banyak dilakukan pada alat iris law-alloy steel.
Tempering temperatur sedang (350⁰C - 450⁰C)
Tujuan untuk mengurangi kekerasan dan menaikkan elongation dan keuletan.
Tempering temperatur tinggi (450⁰C - 650⁰C)
Tujuan untuk memperoleh keseimbangan antara kekuatan dan keuletan bahan
2. Annealing
Tujuan untuk menurunkan tegangan dalam satu internal stress logam, menghaluskan butiran dan mengurangi kekerasan, sehingga setelah proses ini, di peroleh sifat yang lebih plastis dan ulet. Apabila pemanasan terlalu tinggi dapat menyebabkan munculnya struktur dengan butiran yang kasar dan ini disebut over heating. Setelah mencapai suhu yang diinginkan, kemudian dipertahankan selama 30-50 menit. Pendinginan dilakukan di dalam dapur sehingga di harapkan mempunyai laju 150-200⁰C/jam.
3. Aging
Aging adalah proses penuaan aluminium pada beberapa waktu, penuaan terhadap aluminium ada dua macam, yaitu penuaan alamiah dan penuaan buatan.
Penuaan tersebut ialah:
Natural Aging
Natural Aging adalah proses penuaan untuk paduan aluminium yang berlangsung pada suhu ruang antara 15°C - 25°C dan dengan penahan waktu 5 sampai 8 hari.
Artifical Aging
Artifical Aging adalah yaitu penuaan buatan untuk paduan aluminium yang berlangsung keadaan panas. Artifical Aging berlangsung pada suhu antara 100°C - 200°C dan dengan lamanya waktu penahanan antara 1 – 24 jam.
Pada penelitian ini, proses aging yang dipakai adalah tahap Artifical Aging dalam proses age hardening dapat dilakukan beberapa variasi perlakuan yang dapat mempengaruhi hasil dari proses age hardening.
4. Quenching
Logam di panaskan 50⁰C di atas suhu kritis dan dipertahankan kemudian didinginkan secara tiba-tiba (secara cepat dengan menggunakan media)
Air dengan macam-macam temperatur
Soda kaustik
Air garam soda
Minyak
Tujuan Quenching adalah untuk menaikkan kekerasan bahan.
5. Normalizing
Normalizing yaitu logam di panaskan sekitar 30⁰C di atas temperatur kritis, ditahan kemudian didinginkan perlahan-lahan. Tujuan Normalizing adalah mengurangi internal stress dan pembentukan kristal agar mendapatkan ukuran butiran kristal yang sama.
2.7 PENGUJIAN BAHAN
Pengujian bahan dimaksudkan adalah untuk mengetahui sifat-sifat bahan dari bahan yang di uji. Sifat-sifat suatu bahan meliputi:
1. Sifat Mekanis
- Tegangan Tarik - Keliatan
- Modulus elastis - Kecepatan
- Beban patah - Kekerasan
- Pengerasan - Viskositas
- Tegangan kelelahan - Tahanan Keausan
- Tegangan elastis (proposionalitas ; 0,2% ; batas atas dan batas bawah) 2. Sifat Kimia
- Tahan pada korosi dan oksidasi - Stabilitasi, reaktifitas
3. Sifat phisik
- Panas spesifik - Reflektivitas
- Koefisien dilatasi - Emissivitas
- Kerapatan - Energi Permukaan
- Konduktivitas listrik - Suhu dan panas laten transformasi - Konduktivitas panas - Energi ikatan atom, dan lain-lain.
Secara garis besar, pengujian mekanis terhadap benda uji dapat dibedakan atas pengujian bersifat merusak benda uji (destruktif) dan pengujian yang bersifat tidak merusak benda uji (non destruktif). Pengujian bersifat merusak benda uji akan menimbulkan kerusakan berarti pada benda uji setelah pengujian selesai.
Pengujian bersifat merusak benda uji meliputi:
- Uji Tarik - Uji Impact
- Uji Kelelahan - Uji Tekan, dan lain-lain.
Sedangkan pengujian bersifat tidak merusak benda uji meliputi:
- Uji Kekerasan (Brinell, Rockwell, Vickers) - Uji Ultrasonik
- Uji Magnetik Partikel, dan lain-lain.
2.8 PENGUJIAN MERUSAK
Yang merupakan pengujian merusak yaitu benda uji yang akan rusak setelah melewati pengujian. Pada pengujian merusak ini ada beberapa pengujian seperti berikut ini:
2.8.1 Uji Tarik
Pengujian ini besifat merusak logam. Pengujian tarik ini adalah pengujian dengan cara bahan atau benda uji diberi beban tarik secara perlahan-lahan sampai suatu beban tertentu dan akhirnya benda uji patah. Caranya adalah kedua ujung bahan uji dijepit dengan kuat dan salah satu ujungnya dihubungkan dengan alat pengukur bahan, sedangkan ujung yang satu lagi dengan alat penarik. Regangan (elongasi) benda uji terlihat pada pergerakan relatifnya. Tegangan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu regangan diukur dengan menggunakan metode hidraulik, optik, atau elektromekanik. Untuk melaksanakan uji tarik, kita membutuhkan batang tarik.. Benda uji tersebut sudah dilakukan perlakuan normalising, dibentuk silinder sesuai ASTM nya.. Pada Gambar 2.10 contoh bentuk spesimen seperti silinder sesuai ASTM.
Gambar 2.10 Spesimen berbentuk silinder pada pengujian tarik (Sumber : Beumer.B.J.M, : Ilmu Bahan Logam, hal 11)
Dalam pengujian tarik tersebut akan dicari regangan dan tegangan pada proses pengujian. Dengan tegangan kita artikan gaya tiap satuan-luas dengan menghitung tegangan dan regangan maka menggunakan rumus berikut:
1. Tegangan
... (2.4)
P adalah gaya maksimal (kg), Ao adalah luas penampang semula (mm2) dan adalah tegangan yang dihitung atau yang disebut tegangan nominal.
2. Regangan
... (2.5) adalah regangan, panjang akhir (mm), Lo merupakan panjang awal (mm) , dan L merupakan pertambahan panjang (mm).
Pada waktu percobaan tersebut hubungan antara regangan dan tegangan dapat digambarkan dalam diagram tegangan dan regangan. Dalam diagram tersebut sangat lah penting untuk mengetahui sifat material yang telah di uji.
(terlihat pada Gambar 2.11)
Gambar 2.11 Diagram tegangan–regangan serta proses pengujian tarik menggunakan spesimen silinder
(Sumber: John A. Schey, Proses Manufaktur: Introduction to Manufacturing, 2009)
2.8.2 Uji Kelelahan
Uji kelelahan atau yang sering dikenal fatigue dalam istilah mempunyai arti yaitu kerusakan material yang diakibatkan oleh adanya tegangan yang berfluktuasi (siklik) yang besarnya lebih kecil dari tegangan tarik (tensile) maupun tegangan luluh (yield) material yang diberikan beban konstan. Mekanisme perpatahan kelelahan pada umumnya diawali dari permukaan bahan material yang lemah, yang kemudian akan merambat ke bagian tengah dan akhirnya bahan tersebut akan mengalami perpatahan. Perpatahan tersebut dapat secara tiba-tiba (catastrophic) dengan tanpa atau sedikit sekali adanya deformasi plastis. (Sumber:
Berbagienergi.com)
Uji kelelahan terdiri dari dua langkah yaitu memulai retakan dan perambatan retakan sampai total retak. Mayoritas umur kelehan terjadi ketika dimulai kelelahan retak dan proses kelelahan diuraikan ketika pertama kali dikontrol. Contoh ini meliputi poros mesin, roda gigi, dan poros sumbu atau batang berputar. Pada sisi lain, struktur besar atau materi komponen hampir selalu berisi sebelum adanya retakan seperti di dalam jembatan, kapal, badan pesawat terbang, dan tekanan bejana kapal. Dalam struktur yang sedemikian , mayoritas umur kelelahan dihabiskan dengan munculnya suatu pre-existing retakan dan kemudian retak keseluruhan. Proses uji kelelahan dalam hal ini diuraikan dengan control propagasi. Di dalam laboratorium uji kelelahan dilakukan pada spesimen un-cracked dimana kebanyakan dari umur kelelahan dihabiskan dalam langkah inisiasi.
Komponen dan Struktur rancang-bangun sering berisi konsentrasi tekanan seperti bentuk. Kelelahan retak hampir selalu mulai pada daerah dari konsentrasi tekanan tinggi. Sebagai contoh pada gambar di bawah menunjukkan suatu kelelahan retak yang dimulai dari suatu lubang kunci di dalam suatu batang yang berputar. Pematahan permukaan komponen yang digagalkan oleh uji kelelahan pada umumnya tegak lurus dan flat pada tekanan yang diterapkan dan sering juga menunjukkan corak beachmark punggung bukit yang ditunjukkan pada Gambar 2.12
Gambar 2.12 Hasil Uji Kelelahan (Sumber:berbagienergi.com)
Uji kelelahan memerlukan kendali yang akurat. Bagaimanapun, untuk baiknya menguji kita memerlukan kendali yang akurat dan ini bisa dilakukan dengan suatu mesin pembengkok yang berputar seperti pada gambar 2.13 dan 2.14
Gambar 2.13 Fatigue rotating bending machine (Sumber:berbagienergi.com)
Di dalam mesin ini, suatu spesimen yang lembut silindris menjulang dan terisi dari kedua-duanya akhir menggunakan berputar menggamit/meninggalkan
Gambar 2.14 Mounted fatigue spesimen (Sumber:berbagienergi.com)
Suatu beban dipenjarakan dari satu sisi (menyangkut) spesimen untuk bertukar-tukar tegangan lentuk yang berpengalaman oleh permukaan spesimen.
Pada awalnya, spesimen akan mengalami tegangan-tarik pada tekanan kompresi dan permukaan puncak nya pada alas/pantat nya. Tegangan lentuk maksimum pada permukaan spesimen diberi oleh persamaan :
σ = 32 M/πd
3... (2.6) Dimana:σ
= tegangan lentuk yang maksimumM = momen lentuk di panampang-lintang spesimen D = garis tengah spesimen
2.8.3 Uji Impact
Uji impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Pengujian impact merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impact dengan pengujian tarik dan kekerasan, dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impact merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.
Pada uji impact terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Dasar pengujiannya yakni penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi seperti pada contoh Gambar 2.15. Pada pengujian impact ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impact atau ketangguhan bahan tersebut.
Gambar 2.15 Uji Impact
(Sumber: mirfandaniputra.wordpress.com)