PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM PERJANJIAN GADAI DI PT PEGADAIAN KANTOR WILAYAH I MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
SANDRA IRENE NOVTHALIA PURBA NIM : 150200426
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
NAMA : SANDRA IRENE NOVTHALIA PURBA
NIM : 150200426
DEPARTEMEN : HUKUM PERDATA (BW)
JUDUL SKRIPSI : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM PERJANJIAN GADAI DI PT.
PEGADAIAN KANTOR WILAYAH I MEDAN
Dengan ini menyatakan :
1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Medan, Februari 2018
Sandra Irene Novthalia Purba
ABSTRAK
Sandra Irene Novthalia Purba * Muhammad Husni, SH., M.H **
Rabiatul Syariah, SH., M.H ***
PT Pegadaian merupakan salah satu lembaga pembiayaan di Indonesia yang turut membantu dalam perkembangan perekonomian di Indonesia. PT Pegadaian berperan sebagai pemberi kredit atau pinjaman kepada masyarakat dengan proses yang mudah dan cepat. Masyarakat hanya perlu menggadaikan barang jaminannya tanpa kehilangan barang tersebut karena sistem hutang piutang. Dimana masyarakat dapat menebus barang jaminan tersebut dengan membayar uang pinjaman dalam tempo waktu 4 (empat) bulan atau 120 hari. Judul skripsi dalam penelitian ini adalah Perlindungan Hukum bagi Nasabah dalam Perjanjian Gadai di PT Pegadaian Kantor Wilayah I Medan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah syarat dan prosedur pembuatan perjanjian gadai. Bentuk perlindungan hukum kepada nasabah dalam perjanjian gadai. Perlindungan hukum kepada nasabah dalam perjanjian gadai di PT Pegadaian Kantor Wilayah I Medan jika terjadi wanprestasi.
Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yang mencakup norma dan ketentuan hukum secara tertulis maupun tidak tertulis dan penelitian hukum empiris yang diperoleh di lapangan. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer yaitu undang-undang, bahan hukum sekunder yaitu skripsi, buku, internet, serta hasil penelitian, dan bahan hukum tersier yaitu kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia.
Syarat pembuatan perjanjian gadai keseluruhannya adalah sama dengan syarat pembuatan perjanjian pada umumnya namun terdapat syarat lain yaitu terjadinya perpindahan barang dari kekuasaan debitur kepada kreditur. Prosedur pembuatan perjanjian gadai di PT.Pegadaian adalah dimulai dengan nasabah datang ke kantor Pegadaian untuk menggadaikan barang jaminannya dan menyatakan jumlah pinjamannya lalu barang jaminan tersebut akan ditaksir nilainya untuk dilihat apakah sesuai dengan jumlah pinjaman, apabila telah terjadi persetujuan maka nasabah akan menerima Surat Bukti Kredit yang merupakan perjanjian utang piutang yang telah disiapkan oleh Pegadaian. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah dalam perjanjian gadai menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 yaitu barang jaminan milik nasabah akan dilelang sesuai dengan harga pasar dan tidak merugikan nasabah, kelebihan uang lelang akan dikembalikan kepada nasabah dan nasabah akan mendapat ganti rugi apabila kreditur lalai terhadap barang jaminan serta nasabah berhak untuk menggugat kreditur apabila merasa telah dirugikan. Pegadaian sebagai lembaga keuangan non bank yang menyediakan pinjaman kepada masyarakat memberikan perlindungan hukum kepada nasabahnya melalui peraturan internal yaitu setiap barang yang menjadi objek jaminan akan diasuransikan untuk menjamin keberadaan barang tersebut, nasabah berhak atas ganti rugi disebabkan kelalaian oleh pihak Pegadaian yang tidak disebabkan oleh force majure setelah diperhitungkan dengan uang pinjaman, sewa modal dan biaya lainnya, nasabah berhak atas uang kelebihan hasil lelang serta nasabah dapat menyelesaikan perkara secara litigasi dan non litigasi.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Nasabah, Perjanjian Gadai
*Mahasiswa Fakultas Hukum
** Dosen Pembimbing I
*** Dosen Pembimbing II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menjalani proses perkuliahan dari awal hingga tahap penyelesaian skripsi ini untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diangkat oleh penulis adalah “Perlindungan Hukum bagi Nasabah dalam Perjanjian Gadai di PT. Pegadaian Kantor Wilayah I Medan.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaian penulisan skripsi ini baik secara moril maupun materil. Kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
2. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
4. Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
5. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara
7. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan arahan dalam membimbing penulis dalam selama skripsi ini
8. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran serta arahan dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini
9. Ibu Suria Ningsih, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran kepada penulis dalam setiap kegiatan akademik
10. Seluruh Dosen dan Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
11. Terima kasih kepada PT. Pegadaian Kantor Wilayah I Medan yang telah memberikan informasi maupun data yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat selesai
12. Terutama penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yaitu ayah tercinta Ir. Torang Purba Msi, dan mama tercinta Jeni D.K Siagian, SH atas doa, perhatian, kasih sayang serta dukungan yang tanpa lelah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
13. Kepada kedua adik tersayang penulis yaitu Samuel Andrew Purba dan Samantha Yuliana Purba yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat tiada henti kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
14. Teristimewa kepada Depri Yura Sembiring yang telah setia dan sabar menemani serta memberikan semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
15. Kepada abang dan kakak senior penulis Bang Maruli Sinaga, Kak Ana Maria , Bang Herbet Manalu, Bang Sun Manurung, Kak Grace Silaban, Kak Rodo, Bang Sarmeli Manalu serta kakak dan abang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
16. Terima kasih kepada saudara kelompok kecilku Hardy Amos, Mooidi, Laora Happy, Putri Tresia, Meydana Nurwasih, dan Prinels Sinaga
17. Terimakasih kepada teman-teman kelompok klinis 18. Terima kasih kepada teman-teman Grup F Stambuk 2015
19. Dan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Demikian skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya, penulis dengan kerendahan hati mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan menuju yang lebih baik dan bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2019 Penulis,
Sandra Irene Novthalia Purba 150200426
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Metode Penulisan ... 8
F. Tinjauan Pustaka ... 11
G. Keaslian Penulisan... 12
H. Sistematika Penulisan... 14
BAB II SYARAT DAN PROSEDUR PEMBUATAN PERJANJIAN GADAI A. Pengertian dan Bentuk Perjanjian Gadai... 16
B. Syarat Sah dan Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Gadai... 23
BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM YANG DIBERIKAN KEPADA NASABAH DALAM PERJANJIAN GADAI A. Bentuk-bentuk Wanprestasi dalam Perjanjian Gadai... 46
B. Upaya Perlindungan Hukum bagi Nasabah dalam Perjanjian Gadai... 57
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM PERJANJIAN GADAI DI PT. PEGADAIAN KANTOR WILAYAH I MEDAN
A. Kasus Posisi... 68 B. Analisis Kasus... 70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... 77 B. Saran... 79 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A. Hasil Wawancara
B. Perjanjian Gadai pada PT. Pegadaian C. Surat Riset pada PT. Pegadaian
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang kini tengah berusaha untuk mengejar ketertinggalan dengan cara pembangunan nasional. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata secara materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Salah satu bidang yang menjadi fokus adalah perkembangan perekonomian. Perkembangan perekonomian di Indonesia saat ini mengakibatkan semakin tingginya tingkat kebutuhan masyarakat. Bahkan tidak jarang pendapatan yang diterima oleh masyarakat dengan harga kebutuhan hidup jauh berbeda.
Pendapatan yang diterima oleh seseorang terkadang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga harus mencari jalan lain untuk memenuhinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meminjam uang dari berbagai sumber dana yang ada. Peminjaman uang dapat dilakukan tanpa kehilangan barang tersebut, maka masyarakat dapat meminjam uang kepada perseorangan atau kepada suatu lembaga keuangan.
Lembaga keuangan adalah semua badan yang memiliki kegiatan di bidang keuangan berupa penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi perusahaan.1 Lembaga keuangan dibagi menjadi 2 macam yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Fungsi lembaga keuangan bank maupun bukan bank harus ditingkatkan lagi
1 Dilihat dari Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 792 Tahun
efisiensinya agar semakin mampu untuk membantu masyarakat dalam proses perkembangan perekonomian. Lembaga yang dimaksud harus semakin mampu berperan sebagai penggerak dan sarana mobilisasi dana masyarakat yang efektif dan sebagai penyalur yang cermat dari dana tersebut untuk pembiyaan kegiatan yang produktif.2
Lembaga keuangan bank adalah suatu badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan dengan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman. Lembaga keuangan bank terdiri dari Bank Sentral, Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Lembaga keuangan bukan bank adalah suatu badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang menghimpun dana dengan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan.3
Salah satu lembaga keuangan bukan bank yang dapat memberikan pinjaman atau sering juga disebut kredit adalah lembaga pegadaian. Pegadaian adalah badan usaha di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil dan mendukung program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional dengan melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150. Namun ada juga lembaga gadai yang tidak
2 Rudyanti Dorotea Tobing, Hukum Perjanjian Kredit , Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2014, hlm.3
3 Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.18.
resmi dan tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan rentenir atau lintah darat yang memberikan bunga gadai yang besar yang ditetapkan secara sepihak dan juga tidak menjamin hak-hak si penggadai.
Gadai dan fidusia merupakan dua hal yang berbeda. Adapun yang menjadi pembeda salah satunya terletak pada benda yang dijaminkan. Bahwa pada gadai benda yang menjadi objek jaminan berada pada kekuasaan kreditur sebagai penerima gadai, sedangkan pada fidusia benda yang menjadi jaminan berada dalam kekuasaan debitur.
Perusahan umum (Perum) Pegadaian yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) menjadi Perum Pegadaian yang telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perum Pegadaian, diubah bentuk dan badan hukumnya menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 disebut Perusahaan Perseroan.
Adapun tujuan utama dari Perusahaan Perseroan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 menyatakan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lainnya di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas .
Sifat usaha dari Pegadaian adalah menyediakan pelayanan kemanfaatan bagi masyarakat dan sekaligus memupuk keuntungan. Pegadaian saat ini memiliki beberapa produk yang dapat digunakan oleh masayarakat, antara lain:
1. Produk utama yang terdiri dari beberapa produk yaitu:
a. KCA (Kredit Cepat dan Aman) yaitu kredit dengan sistem gadai yang diberikan kepada semua golongan nasabah baik untuk kebutuhan konsumtif maupun kebutuhan produktif. Untuk mendapatkan kredit ini nasabah dapat mengagunkan perhiasan emas, emas batangan, mobil, sepeda motor, laptop, handphone dan barang elektronik lainnya.
b. Krasida yaitu kredit angsuran bulanan yang diberikan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk pengembangan usaha dengan sistem gadai. Agunan dapat berupa perhiasan emas dan kendaraan bermotor.
c. Kreasi yaitu kredit angsuran bulanan yang diberikan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) untuk pengembangan usaha dengan sistem fidusia. Sistem fidusia berarti agunan untuk pinjaman cukup dengan BPKB sehingga kendaraan masih bisa digunakan untuk usaha.
2. Produk Syariah yang terdiri dari :
a. Rahn yaitu barang yang dijaminkan berupa emas perhiasan, emas batangan, berlian, smartphone, laptop, barang elektronik lainnya, sepeda motor, mobil atau barang bergerak lainnya.
b. Amanah yaitu mempermudah pembelian kendaraan bermotor dengan pinjaman sesuai syariah untuk karyawan dan pengusaha mikro.
c. Arrum yaitu mempermudah para pengusaha kecil untuk mendapatkan modal usaha dengan jaminan BPKB dan emas.
d. Arrum haji yaitu pembiyaan menggunakan sistem gadai emas guna pendaftaran haji.
3. Investasi emas yang terdiri atas :
a. Mulia yaitu layanan penjualan emas batangan kepada masyarakat secara tunai atau angsuran dengan proses mudah dan jangka waktu yang fleksibel.
b. Tabungan emas yaitu layanan pembelian dan penjualan emas dengan fasilitas titipan dengan harga yang terjangkau. Layanan ini memberi kemudahan kepada masyarakat untuk berinvestasi emas.
c. Konsinyasi emas adalah layanan titip jual emas batangan di pegadaian sehingga menjadikan investasi emas milik nasabah lebih aman karena disimpan di pegadaian.
4. Produk lainnya dari pegadaian seperti pegadaian remittance, multi pembayaran online, persewaan gedung, jasa sertifikasi batu mulia, jasa taksiran dan jasa titipan. 4
Proses peminjaman di pegadaian mudah dan cepat serta biaya yang dibebankan kepada masyarakat lebih ringan. Hal ini sejalan dengan motto dari pegadaian yaitu “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Selain itu pegadaian juga
4 http://www.pegadaian.co.id/produk/kreasi diakses pada tanggal 10 November 2018
menghindarkan masyarakat dari rentenir ataupun lintah darah yang membebankan masyarakat dengan bunga pinjaman yang sangat tinggi yang akhirnya akan menyulitkan masyarakat dalam pengembalian pinjamannya.
Sampai saat ini Pegadaian Kantor Wilayah I Medan memiliki 286 outlet, 1.129 agen dan 168 BPO (Business Process Outsourcing) yang tersebar di empat daerah deputi bisnis yaitu Banda Aceh, Deputi Area Medan I, Area Medan II dan Rantau Parapat.5
Perjanjian gadai yang ditetapkan oleh pegadaian digunakan klausal baku.
Dimana perjanjiannya telah distandarisasi isinya oleh pihak kreditur sedangkan pihak debitur hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isi perjanjian tersebut, ia menandatangani perjanjian tersebut, tetapi apabila ia menolak, perjanjian itu dianggap tidak ada karena debitur tidak menandatangani perjanjian tersebut.6 Pada pegadaian, bentuk dan isi perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis yaitu akta di bawah tangan dan telah ditentukan dan ditetapkan sesuai standarisasi dari pegadaian sehingga nasabah hanya tinggal menandatangani dan menyetujui perjanjian tersebut.
Namun nyatanya dalam praktek dapat terjadi wanprestasi yang dapat dilakukan oleh pihak debitur sebagai pemberi gadai ataupun wanprestasi yang dilakukan oleh pihak kreditur sebagai penerima gadai.7 Usaha yang paling menonjol yang dilakukan pegadaian adalah KCA (Kredit Cepat Aman) atau biasa disebut dengan gadai. Untuk lebih terarahnya penelitian ini, mengambil batasan
5 http://m.bisnis.com/sumatra/read/20181129/534/864677/pegadaian-kanwil-i-medan- pacu-kinerja-jumlah-nasabah diakses pada tanggal 12 November 2018
6 Salim.HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 147.
7 J.Satrio , Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung , 2007, hlm. 314.
masalah yang diteliti. Adapaun fokus penelitian yang diambil adalah mengenai perlindungan hukum yang didapat oleh nasabah sebagai debitur terhadap wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dalam perjanjian gadai. Untuk itu berdasarkan uraian di atas, penulis mengemukakannya dalam suatu judul penelitian “ PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM PERJANJIAN GADAI DI PT PEGADAIAN KANTOR WILAYAH I MEDAN”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah syarat dan prosedur pembuatan perjanjian gadai?
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada nasabah dalam perjanjian gadai?
3. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian gadai di PT. Pegadaian Kantor Wilayah I Medan ?
C. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak pada rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk menjelaskan syarat sah dan prosedur pembuatan perjanjian gadai.
2. Untuk mengetahui dan memaparkan bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah dalam perjanjian gadai berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian gadai di PT Pegadaian Kantor Wilayah I Medan.
D. Manfaat Penelitian
Pada umumnya suatu penulisan diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis, begitupun yang diharapkan terhadap penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian skripsi ini adalah :
1. Secara teoretis
Untuk mengetahui secara mendalam bagaimana syarat dan prosedur pembuatan perjanjian gadai dan perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada nasabah dan apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian gadai.
2. Secara praktis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu hukum khususnya keperdataan mengenai perjanjian gadai dan penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian gadai.
E. Metode Penulisan
Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Pelajaran yang memperbincangkan metode-metode ilmiah untuk penelitian disebut metodologi research atau metodologi penelitian.8
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
8 Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, Malang ,
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum mengenai norma-norma serta ketentuan-ketentuan hukum yang telah ada atau telah berlaku baik secara tertulis maupun tidak tertulis9 dan metode yuridis empiris, yaitu penelitian hukum mengenai cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian meneliti data primer yang ada di lapangan.10
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan data yang diperoleh langsung dari narasumber atau langsung dari sumber pertama, yaitu dalam penelitian ini berasal dari PT. Pegadaian. Sumber data sekunder terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang antara lain : Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang- Undang Nomor 51 Tahun 2011 tentang PT.Pegadaian, Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, SK Menteri Keuangan Republik Indonesia No.792 Tahun 1990 tentang Lembaga Keuangan, Peraturan
9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Grafindo Persada, Jakarta:
2003, hlm. 28.
10 Ibid, hlm.
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian.
b. Bahan hukum sekunder, berupa bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang meliputi buku-buku, artikel internet, skripsi dan hasil penelitian serta hasil karya kalangan hukum yang berkaitan dengan penulisan ini.
c. Bahan hukum tersier yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Diambil dari kamus bahasa Indonesia dan kamus hukum.11
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Library Research (studi kepustakaan), yaitu mempelajari dan juga menganalisis secara sistematis peraturan perundang-undangan, buku-buku maupun sumber lainnya meliputi hubungan dengan isi skripsi ini.
b. Field Research (studi lapangan), yaitu penelitian langsung dilaksanakan ke lapangan, perolehan data untuk skripsi ini dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada pihak PT. Pegadaian Kantor Wilayah I Medan.
4. Analisis Data
11 Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum, Multi Grafik, Medan , 2005, hlm. 76
Analisis data yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan data kualitatif yaitu suatu analisis data yang secara jelas serta diuraikan ke dalam bentuk kalimat sehingga dapat
diperoleh gambaran dan maksud yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini.
F. Tinjauan Pustaka
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.12
Perlindungan hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
Perlindungan hukum menurut Soetino adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.13
Nasabah menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984, hlm.133.
13 Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2004, hlm.3.
menerima uang pinjaman dengan jaminan berupa barang dan/atau memanfaatkan layanan lainnya yang tersedia di Perusahaan Pergadaian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nasabah adalah orang yang biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank (dalam hal keuangan).
Perjanjian menurut Prof. Subekti S.H., perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Gadai dalam Pasal 1150 KUHPerdata adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur lain; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
G. Keaslian Penulisan
Judul dari penulisan skripsi ini adalah “Perlindungan Hukum bagi Nasabah dalam Perjanjian Gadai di PT. Pegadaian Kantor Wilayah I Medan”.
Skripsi ini dibuat oleh penulis dengan hasil pemikiran dan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dan setelah diperiksa di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan judul yang sama.
Adapun judul yang terdapat di perpustakaan Fakultas Hukum Sumatera Utara antara lain:
Ulfa Halisa (2017), Wanprestasi dalam Perjanjian Gadai pada PT.
Pegadaian (Persero) UPC Kartini Kisaran, permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apa sebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai pada PT.Pegadaian (Persero) UPC Kartini, Kisaran?
2. Bagaimana bentuk-bentuk wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian gadai pada PT.Pegadaian (Persero) UPC Kartini, Kisaran ?
3. Apa upaya-upaya hukum yang ditempuh oleh PT.Pegadaian (Persero) UPC Kartini, Kisaran jika terjadi wanprestasi ?
Sarwedy Sianipar (2015), Tinjauan Hukum tentang Wanprestasi para Pihak dalam Perjanjian Penggadaian Barang pada Perum Pegadaian, permasalahan dalam penelitian adalah :
1. Mengapa pegadaian disebut sebagai salah satu Lembaga Keuangan Bukan Bank?
2. Bagaimana hubungan hukum antara Perusahan umum Pegadaian dengan nasabah dalam pemberian kredit , serta apa hak dan kewajiban kedua belah pihak ?
3. Bagaimana upaya hukum yang harus dilakukan para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi?
Yedesiah L P Siagian (2015), Eksistensi Lelang sebagai Akibat Hukum dari Wanprestasi oleh Nasabah pada PT. Pegadaian ( Studi pada PT. Pegadaian Kanwil I Medan ), dengan permasalahan :
1. Bagaimana proses pelaksanaan lelang terhadap barang jaminan jika terjadi wanprestasi pada PT. Pegadaian Kanwil I Medan?
2. Apakah proses pelaksanaan lelang pada PT. Pegadaian Kanwil I Medan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku?
3. Apakah kendala yang timbul dalam pelelangan barang jaminan dan upaya penyelesaiannya?
H. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, skripsi ini dibagai menjadi 5 (lima) bab dan masing- masing bab dibagi menjadi sub bab yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan mengenai latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. Yang didalamnya mengemukakan rumusan dan uraian dari istilah yang terkait dengan judul skripsi ini dan untuk memberikan batasan dan pembahasan mengenai istilah-istilah tersebut sebagai gambaran umum dari skripsi ini.
BAB II SYARAT DAN PROSEDUR PEMBUATAN PERJANJIAN GADAI
Dalam bab ini mengemukakan mengenai pengertian dan bentuk perjanjian gadai yang berlaku serta menguraikan syarat sah pembuatan perjanjian gadai dan kedudukan para pihak dalam perjanjian gadai.
BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM YANG DIBERIKAN NASABAH DALAM PERJANJIAN GADAI
Dalam bab ini membahas mengenai bentuk-bentuk wanprestasi yang ada dalam perjanjian gadai dan upaya perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian gadai.
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM PERJANJIAN GADAI DI PT. PEGADAIAN KANTOR WILAYAH I MEDAN
Dalam bab ini menguraikan dan menganalisis kasus wanprestasi dalam perjanjian gadai yang terjadi di PT.
Pegadaian Kantor Wilayah I Medan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini membahas mengenai kesimpulan yang didapat oleh penulis dan saran yang diberikan oleh penulis terkait rumusan masalah yang telah dipaparkan.
BAB II
SYARAT DAN PROSEDUR PEMBUATAN PERJANJIAN GADAI
A. Pengertian dan Bentuk Perjanjian Gadai 1. Pengertian perjanjian gadai
Di dalam hukum perdata dikenal hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan dan hak kebendaan yang bersifat jaminan. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan itu salah satunya adalah gadai.14 Istilah gadai berasal dari terjemahan dari kata pand (bahasa Belanda) atau pledge atau pawn (bahasa Inggris). Menurut Pasal 1150 KUHPerdata :
“ gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan”.
Kata gadai dalam undang-undang digunakan dalam dua arti yaitu merujuk kepada bendanya (benda gadai seperti Pasal 1152 KUHPerdata) dan kedua kepada haknya (hak gadai sesuai Pasal 1150 KUHPerdata).
Definisi lain dari gadai, tercantum dalam Artikel 1196 vv, titel 19 Buku III NBW, yang berbunyi bahwa gadai adalah “ Hak kebendaan atas barang bergerak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan “.
Prof. Subekti, S.H., dengan mengacu pada Pasal 1150 KUHPerdata mendefinisikan pandrecht sebagai suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain, yang semata-mata diperjanjikan dengan
14 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata Hukum Benda, Liberty, Bandung, 1981, hlm.96.
menyerahkan bezit atas benda tersebut, dengan tujuan untuk mengambil pelunasan suatu utang dari pendapatan penjualan benda itu, lebih dahulu dari penagih- penagih lainnya.15
Adapun menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H., gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan.16
Gadai sebagai suatu hak yang mendahulu dari seorang kreditur untuk memperoleh pelunasan piutangnya dapat dilihat dalam rumusan Pasal 1133 yaitu :
“hak untuk didahulukan diantara para kreditur terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotek”
dan Pasal 1134 yaitu :
“hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang kreditur sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada kreditur lainnya, semata-mata berdasarkann sifatnya piutang. Gadai dan hipotek adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya”.
Kedua pasal tersebut dapat diketahui bahwa gadai adalah salah satu hak yang memberikan kepada kreditur pelunasan yang mendahulu kreditur-kreditur lainnya.17
15 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata , Intermasa , Jakarta : 2003 , hlm. 9
16 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op,cit., hlm.97.
17 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Kekayaan : Hak Istimewa, Gadai dan Hipotek, Kencana , Jakarta, 2007, hlm.74.
Dari pengertian gadai tersebut dapat diketahui bahwa untuk disebut gadai, maka unsur-unsur berikut dibawah ini harus dipenuhi :
a. Gadai diberikan hanya atas benda bergerak
b. Gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai
c. Gadai memberikan hak kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preference)
d. Gadai memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahulu tersebut.18
Dasar hukum mengenai gadai dapat dilihat pada peraturan perundang- undangan berikut :
1) Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata Buku II 2) Artikel 1196 VV, titel 19 Buku III NBW
3) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian
4) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian
5) Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian 19
Gadai merupakan perjanjian accessoir yaitu merupakan perjanjian yang dikaitkan dengan perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang piutang dengan dengan jaminan benda bergerak.20 Dalam Pasal 1151 KUHPerdata yang menyatakan:
18 Ibid.
19 Salim,HS , Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2014 , hlm.35.
“Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya.”
Pasal tersebut dapat diketahui bahwa pemberian gadai harus mengikuti suatu perjanjian pokok. Dalam hal perjanjian pokok yang menjadi dasar pemberian gadai adalah suatu perjanjian yang tidak memerlukan suatu bentuk formalitas bagi sahnya perjanjian pokok tersebut, maka berarti gadai dapat diberikan dengan cara yang sama, yaitu menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok tersebut.21
Konsekuensi perjanjian gadai sebagai perjanjian accessoir adalah :
(a) Bahwa sekalipun perjanjian gadainya sendiri mungkin batal karena melanggar ketentuan gadai yang bersifat memaksa, tetapi perjanjian pokoknya sendiri biasanya berupa perjanjian hutang piutang tetap berlaku, kalau dibuat secara sah
(b) Hak gadainya sendiri tidak dapat dipindahkan tanpa turut sertanya perikatan pokoknya, tetapi sebaliknya perpindahan perikatan pokok meliputi pula perpindahan semua accessoirnya, dalam mana termasuk hak gadainya. Yang demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 1533 KUHPerdata.22
Gadai merupakan hak kebendaan ( zakelijk recht ) yang bersifat mutlak artinya dapat dipertahankan terhadap siapapun juga dan memiliki hak yang mengikuti (droit de suit) yakni hak tersebut akan terus mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada. Dalam hak kebendaan, hak kebendaan yang
20 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2015
21 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.cit., hlm.75
22 J.Satrio, Op.cit., hlm.101
terjadi lebih dulu memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding hak kebendaan yang terjadi setelahnya dan hak kebendaan juga mengenal hak untuk didahulukan (droit de preference) yaitu seseorang yang memiliki hak kebendaan berhak untuk memperoleh haknya lebih dahulu daripada orang lain. Seseorang yang memiliki hak kebendaan berhak untuk mengajukan gugatan terhadap siapapun yang menganggu haknya dan pemilik hak kebendaan bebas untuk memindahkan hak kebendaannya.23
Buku II KUHPerdata, jaminan gadai memiliki sifat sebagai berikut:
1.1 Jaminan gadai mempunyai sifat accessoir (perjanjian tambahan) artinya, jaminan gadai bukan hak yang berdiri sendiri tetapi keberadaannya tergantung pada perjanjian pokok. Perjanjian pokok adalah perjanjian kredit yang merupakan perjanjian antara kreditur dengan debitur yang membuktikan bahwa kreditur telah memberikan pinjaman kepada debitur yang dijamin dengan gadai.
1.2 Jaminan gadai memberikan hak preferen yaitu kreditur sebagai penerima gadai mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya, artinya bila debitur tidak memenuhi janji atau kewajibannya atau lalai maka kreditur penerima gadai mempunyai hak untuk menjual jaminan gadai tersebut dan hasil penjualan digunakan terutama untuk melunasi hutangnya. Apabila terdapat kreditur lain yang juga memiliki tagihan kepada debitur tersebut, maka kreditur tersebut tidak akan
23 http://jurnalhukum.com/perbedaan-hak-kebendaan-dan-hak-perorangan/, diakses pada19 November 2018
mendapat pelunasan sebelum kreditur pemegang gadai belum mendapat pelunasan.
1.3 Jaminan gadai mempunyai hak eksekutorial yaitu pemegang gadai (kreditur) atas kekuasaan sendiri mempunyai hak untuk menjual benda yang digadaikan apabila debitur tidak melaksanakan janji atau debitur tidak melaksanakan kewajiban dan hasil penjualan dari barang yang dijadikan jaminan digunakan untuk melunasi hutang debitur kepada kreditur. Penjualan barang yang menjadi jaminan harus dijual di depan umum dengan cara pelelangan. Jika hasil dari penjualan barang yang menjadi objek jaminan melebihi hutang debitur dengan kata lain terdapat kelebihan uang setelah pelunasan hutang debitur maka kelebihan tersebut harus dikembalikan kepada debitur.
1.4 Gadai tidak dapat dibagi-bagi. Kalimat tersebut artinya dengan dilunasinya sebagian dari hutang maka tidak menghapus sebagian gadai. Gadai tetap melekat untuk seluruh bendanya, yang artinya debitur harus terlebih dahulu melunasi seluruh hutangnya maka barang yang menjadi jaminan atas gadai kembali ke debitur.
1.5 Benda yang menjadi jaminan dalam kekuasaan kreditur. Benda yang digadaikan harus di luar atau ditarik dari kekuasaan debitur si pemberi gadai. Benda yang digadaikan harus dalam kekuasaan kreditur sebagai penerima gadai.24
24 Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan, USU Press, Medan, 2012, hlm.29.
Objek gadai adalah benda bergerak (Pasal 1150 KUHPerdata). Benda bergerak ini dibagi dua macam yaitu benda bergerak berwujud dan tidak berwujud. Benda bergerak berwujud adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Yang termasuk dalam benda bergerak berwujud seperti emas, arloji, sepeda motor, dan lain-lain. Sedangkan benda bergerak tidak berwujud adalahyang timbul dari hubungan hukum tertentu seperti saham, piutang, bunga, dan lain-lain.25
Penyerahan dalam gadai atas barang bergerak berwujud dan barang bergerak tidak berwujud dilakukan dengan cara penyerahan nyata. Penyerahan (levering) disini bukan penyerahan yuridis yaitu yang menyebabkan si penerima menjadi pemiliknya namun penerima gadai tersebut hanya berkedudukan sebagai pemegang saja. Maksud dari ketentuan tersebut adalah bahwa benda gadai tersebut harus dikeluarkan dari kekuasaan si pemberi gadai.26
2. Bentuk perjanjian gadai
Ketentuan tentang bentuk perjanjian gadai dapat dilihat dari Pasal 1151 KUHPerdata yaitu “ persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya”. Hal ini berarti perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana halnya dengan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang piutang. Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta otentik. Didalam praktiknya, perjanjian gadai dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan yang ditandatangani oleh pemberi gadai dan penerima gadai.
25 Salim, HS, Op.cit., hlm. 38
26 J.Satrio, Op.cit., hlm.93
Bentuk perjanjian gadai pada PT.Pegadaian menggunakan klasula baku sebagai dasar perjanjian dalam pemberian dana kepada nasabah. Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Bentuk,isi dan syarat-syaratnya telah ditentukan oleh PT Pegadaian secara sepihak. Hal-hal yang kosong dalam Surat Bukti Kredit (SBK), meliputi nama, alamat, jenis barang jaminan, jumlah taksiran, jumlah taksiran, jumlah pinjaman, tanggal kredit, dan tanggal jatuh tempo. Hal-hal yang kosong ini tinggal diisi oleh PT Pegadaian.27
B. Syarat Sah dan Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Gadai 1. Syarat sah perjanjian gadai
Syarat sahnya suatu perjanjian gadai harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian secara umum yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditambah dengan syarat benda gadai yang diserahkan kepada penerima gadai dimana benda gadai berada dalam kekuasaan penerima gadai sampai hutang dilunasi oleh si pemberi gadai. Hal ini sejalan dengan Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata dimana, gadai tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si pemberi gadai ( si berutang ).
Pasal 1320 KUHPerdata mengatur mengenai syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :
27 Salim, HS, Op.cit., hlm.44
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Selanjutnya, ilmu hukum membedakan keempat hal tersebut kedalam dua syarat yaitu syarat subjektif dan syarat objektif :
a. Pemenuhan syarat subjektif
Syarat subjektif dalam perjanjian dibagi kedalam dua hal pokok yaitu:
1) Adanya kesepakatan dari mereka yang mengikatkan diri
Kesepakatan merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak mengenai hal-hal yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, mengenai cara melaksanakannya, mengenai saat pelaksanaanya, dan mengenai pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan hal-hal yang telah disepakati. Sebelum kesepakatan tercapai antara para pihak, maka umumnya diantara para pihak akan terlebih dahulu dilakukan pembicaraan atau umumnya disebut negosiasi. Dalam negosiasi, salah satu pihak akan menyampaikan dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai hal-hal yang dikehendakinya dengan segala macam persyaratan yang mungkin diperkenankan oleh hukum untuk disepakati, hal ini disebut penawaran. Pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran harus menentukan apakah akan menerima penawaran tersebut atau tidak. Dalam hal pihak lawan dari pihak yang melakukan
penawaran, menerima penawaran yang diberikan maka tercapailah kesepakatan tersebut. Suatu perjanjian dianggap cacat apabila : (a) Mengandung paksaan (dwang), termasuk tindakan atau
ancaman atau intimidasi mental
(b) Mengandung penipuan (bedrog) yaitu tindakan jahat yang dilakukan salah satu pihak, misalnya tidak menginformasikan adanya cacat tersembunyi.
(c) Mengandung kekhilafan/kesesatan/kekeliruan(dwaling), bahwa salah satu pihak memiliki persepsi yang salah terhadap subjek dan objek perjanjian.28
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Kecakapan bertindak ini berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. Dalam Kitab Undang- undang Hukum Perdata, hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan dan kewenangan bertindak dalam rangka perbuatan untuk kepentingan diri pribadi orang-perorangan ini diatur dalam Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331 KUHPerdata. Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa :
“setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”
Rumusan tersebut menjelaskan bahwa selain dinyatakan tidak cakap, maka setiap orang adalah cakap dan berwenang untuk bertindak dalam hukum. Pasal 1330 KUHPerdata memberikan
28 http://www.sindikat.co.id/blog/syarat-sahnya-perjanjian , diakses pada 20 November 2018
batasan orang-orang mana saja yang dianggap tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, dengan menyatakan bahwa :
“tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di dalam pengampuan dan orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang untuk membuat suatu perjanjian tersebut”.
Berdasarkan Pasal 330 KUHPerdata dikaitkan dengan Pasal 1330 KUHPerdata maka seseorang yang bisa dikatakan dewasa adalah jika telah berusia 21 tahun dan telah menikah.
b. Pemenuhan syarat objektif
Syarat objektif sahnya perjanjian dapat ditemukan dalam :
1) Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata mengenai keharusan suatu hal tertentu dalam perjanjian
Ketentuan Pasal 1332 KUHPerdata menyatakan bahwa
“hanya kebendaan yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian”.
Dalam Pasal 1333 KUHPerdata menyatakan bahwa
“suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang lain sedikit ditentukan jenisnya”.
Yang masuk dalam rumusan perjanjian ini adalah kebendaan yang masuk dalam lapangan harta kekayaan. Jadi kebendaan baik yang berwujud maupun tidak berwujud yang berada di luar lapangan harta kekayaan (terutama yang diatur dalam buku II KUHPerdata) tidaklah dapat menjadi pokok perjanjian, karena kebendaan
tersebut tidak termasuk dalam rumusan kebendaan menurut Pasal 1131 KUHPerdata.
2) Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 KUHPerdata mengenai kewajiban adanya suatu sebab yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.
Menurut Pasal 1335 jo 1337 KUHPerdata, yang dikatakan sebab yang terlarang adalah apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.29
Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena menyangkut pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan pada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya, tetapi apabila para pihak tidak keberatan maka perjanjian tersebut tetap dianggap sah. Apabila syarat ktiga dan keempat tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya, dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak ada.30
Syarat tambahan dari sahnya perjanjian gadai adalah dengan menyerahkan barang yang digadaikan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai sehingga barang itu berada di bawah kekuasaan penerima gadai. Asas ini disebut dengan
29 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.cit., hlm.75
30 Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung : 2014, hlm.87
asas inbezitling.31 Hal ini jelas terlihat dalam Pasal 1152 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut :
“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan si berpiutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”
Berdasarkan pada Pasal 1152, Pasal 1152 bis dan Pasal 1153 KUHPerdata, maka pemberian objek gadai dibedakan menjadi tiga cara berdasarkan pada sifat dan wujud dari benda yang digadaikan yaitu :
(a) Untuk benda-benda bergerak dan piutang-piutang kepada pembawa, maka gadai baru terjadi jika benda-benda tersebut telah dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai yang memiliki benda tersebut. Perlunya benda yang digadaikan dikeluarkan dari penguasaan debitur atau pihak ketiga yang memberikan benda tersebut sebagai jaminan dalam bentuk gadai, adalah karena sifat dari benda bergerak itu sendiri.
(b) Bagi piutang-piutang atas tunjuk, untuk sahnya gadai harus dilaksanakan dengan cara endosemen (pernyataan penyerahan piutang yang ditanda tangani kreditur yang bertindak sebagai pemberi gadai dan harus memuat nama pemegang gadai) yang disertai dengan penyerahan surat piutang atas tunjuk tersebut oleh pemberi gadai, selaku pemilik piutang atas nama tersebut kepada kreditur atau pihak ketiga yang disetujui secara bersama sebagai penerima gadai. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa endosemen dan penyerahan surat piutang atas tunjuk tersebut, tidak dimaksudkan untuk mengalihkan atau menyerahkan hak milik atas piutang
31 Salim, HS, Op.cit., hlm. 37
atas tunjuk tersebut, melainkan hanya sebagai jaminan utang dalam bentuk gadai. Ketentuan Pasal 584 jo Pasal 631 ayat (3) KUHPerdata tidak berlaku dalam hal ini.
(c) Terhadap piutang-piutang atas nama, maka gadai baru sah dan berlaku manakala pemberitahuan kepada siapa gadai harus dilaksanakan, telah dilakukan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menentukan wujud dari pemberitahuan tersebut. Yang demikian pemberitahuan dapat dilakukan secara lisan, walau demikian dengan merujuk pada rumusan :
“oleh orang ini (orang terhadap siapa hak yang digadaikan harus dilaksanakan), tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya pemberi gadai dapat dimintanya suatu bukti tertulis”. Sehingga sebaiknya suatu pemberitahuan mengenai adanya gadai disampaikan secara tertulis oleh pemberi gadai dan penerima gadai secara bersama-sama. 32
Langkah-langkah prosedur pemberian gadai dimulai saat nasabah ingin mendapatkan pinjaman uang dari lembaga pegadaian, nasabah tersebut harus menyampaikan keinginan kepada lembaga gadai dengan menyerahkan benda jaminan kepada penaksir gadai. Benda yang dapat dijadikan jaminan gadai adalah perhiasan emas, emas batangan, mobil, sepeda motor, laptop, handphone dan barang elektronika lainnya. Nasabah yang ingin menggadaikan barangnya di pegadaian selain membawa barang jaminan juga harus melengkapinya syarat sebagai berikut :
1.1 membawa KTP atau bukti identitas resmi lainnya
1.2 surat kuasa dari pemilik barang apabila barang dikuasakan
32 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.cit., hlm. 156
1.3 mengisi formulir permintaan kredit (FPK) 1.4 menandatangani perjanjian kredit (SBK)
Langkah pertama yaitu nasabah mengambil dan mengisi Formulir Permintaan Kredit (FPK) dan menyerahkan FPK yang telah diisi dengan melampirkan foto copy KTP atau identitas resmi lainya serta barang yang akan dijadikan jaminan. Nasabah tersebut harus membawa langsung barang jaminan dan menyerahkannya kepada penaksir gadai. Penaksir gadai merupakan orang ditunjuk oleh lembaga pegadaian untuk menaksir objek gadai, yang meliputi kualitas gadai, beratnya, dan besarnya nilai taksiran dan nilai pinjamannya.
Penaksir gadai melakukan aktifitas sebagai berikut :
1. Menerima barang jaminan dari nasabah dan menetapkan besarnya nilai taksiran dan uang pinjamannya. Besarnya nilai pinjaman bervariasi dan tergantung golongannya. Barang yang telah ditaksir akan dikenakan biaya administrasi sesuai dengan golongannya. Semakin besar dana pinjaman, maka semakin besar biaya administrasi. Berikut rinciannya :
a. Golongan A dengan pinjaman Rp.50.000-Rp.500.000 dikenakan biaya administrasi Rp.2.000
b. Golongan B1 dengan pinjaman Rp.500.001-Rp.1.000.000 dikenakan biaya administrasi Rp.8.000
c. Golongan B2 dengan pinjaman Rp.1.000.001-Rp.2.500.000 dikenakan biaya administrasi Rp.15.000
d. Golongan B3 dengan pinjaman Rp.2.500.001-Rp.5.000.000 dikenakan biaya administrasi Rp.25.000
e. Golongan C1 dengan pinjaman Rp.5.000.001- Rp.10.000.000 dikenakan biaya administrasi Rp.40.000 f. Golongan C2 dengan pinjaman Rp.10.000.001-
Rp.15.000.000 dikenakan biaya administrasi Rp.60.000 g. Golongan C3 dengan pinjaman Rp.15.000.001-
Rp.20.000.000 dikenakan biaya administrasi Rp.80.000 h. Golongan D dengan pinjaman Rp.20.000.001-
Rp.1.000.000.000 dikenakan biaya administrasi Rp.100.000 2. Mencatat nilai taksiran dan uang pinjaman pada Buku Taksiran Kredit
(BTK) dan menerbitkan Surat Bukti Kredit (SBK);
3. SBK dibuat rangkap 2 dan didistribusikan sebagai berikut:
a. Lembar pertama diserahkan kepada nasabah;
b. Kiter tengah dan luar lembar kedua ditempelkan pada barang jaminan;
c. Kiter dalam serta badan lembar kedua dikirimkan ke kasir;
Setelah barang jaminan selesai ditaksir oleh penaksir gadai, maka penaksir gadai akan menetapkan jumlah besarnya pinjaman, apabila nasabah setuju maka barang yang telah dinilai akan ditulis dalam Surat Bukti Kredit menurut golongannya. SBK merupakan surat perjanjian sederhana yang dibuat oleh pegadaian dimana nasabah menyetujui apa yang telah ditetapkan pegadaian atau menolaknya dimana perjanjian gadai tidak pernah terjadi. Selain itu SBK berfungsi sebagai alat untuk mengambil barang gadainya apabila nasabah telah melunasi hutangnya.
Perjanjian gadai dicantumkan dalam satu lembar kertas yang menyatu dengan Surat Bukti Kredit (SBK) yang memuat :
1) Nama kantor Pegadaian;
2) Nama dan alamat debitur, biasanya ditulis berdasarkan alamat dalam KTP;
3) Nomor telepon dan pekerjaan debitur;
4) Nama barang jaminan kreditur, adalah nama atau jenis barang yang digadaikan oleh debitur, nama barang debitur biasanya berisi seperti keterangan terhadap benda jaminan;
5) Golongan peminjaman, merupakan penggolongan terhadap benda jaminan;
6) Tanggal kredit, tanggal dimulainya hitungan pinjaman;
7) Tanggal jatuh tempo, adalah tanggal jatuh tempo pembayaran pelunasan pinjaman, namun terhadap tanggal jatuh tempo, debitur dapat memperpanjang waktu pinjaman kembali dengan syarat membayar bunga jatuh tempo, kemudian menerangkan akan meneruskan pinjaman;
8) Besar uang taksiran pinjaman, yang didasarkan pada taksiran harga benda jaminan pada saat diajukan permohonan pinjaman di pegadaian;
9) Besar uang pinjaman, biasanya besar uang pinjaman lebih kecil atau sama dengan besar uang taksiran, besar uang pinjaman ditentukan oleh Pegadaian berdasarkan nilai taksiran benda jaminan pada saat permohonan pinjaman gadai;
10) Perhatian (yang berisi semacam peringatan)
(a) Perhitungan tarif sewa modal dihitung sekian persen berdasarkan golongan yang dikenakan per 15 hari;
(b) Hari sewa modal dihitung sejak tanggal kredit sampai dengan tanggal pelunasan dalam kelipatan 15 bulan keatas;
(c) Jangka waktu maksimum adalah 4 bulan dan dapat diperpanjang dengan cara membayar sewa modal;
(d) Ketentuan mengenai biaya administrasi terhadap pelunasan atau pembaruan kredit;
(e) Ketentuan lelang terhadap barang yang telah jatuh tempo;
(f) Ketentuan mengenai permintaan penundaan lelang;
(g) Pengambilan barang jaminan harus menyertakan Surat Bukti Kredit dan kartu identitas;
(h) Ketentuan mengenai Surat Bukti Kredit dan nota pembayaran;
(i) Kewajiban nasabah untuk mentaati ketentuan dalam perjanjian;
Langkah selanjutnya menyerahkan kepada kasir. Kegiatan kasir adalah : 1.1 Menerima SBK, lembar 1 dari nasabah dan SBK dwilipat dari penaksir,
selanjutnya memeriksa keabsahannya;
1.2 Menyiapkan pembayaran, membubuhkan paraf dan tanda bayar pada SBK asli dan lembar kedua. SBK lembar pertama (asli) beserta uangnya diserahkan kepada nasabah;
1.3 SBK lembar kedua didistribusikan sebagai berikut :
a.1 Badan SBK diserahkan ke bagian administrasi/pegawai pencatat buku kredit dan pelunasan;
a.2 Kitir bagian dalam SBK sebagai dasar pencatatan ke Laporan Harian Kas (LHK)
Tugas bagian administrasi adalah
1. Mencatat semua transaksi pemberian kredit semua golongan berdasarkan badan SBK yang diterima dari kasir dalam kas kredit (KK) selanjutnya dibukukan ke :
a. Buku kredit dan pelunasan (BKP), rangkap 2;
b. Buku kas (BK) rangkap 2;
c. Buku kas lembar 1 dengan lampiran kas kredit lembar pertama dilampiri asli rekapitulasi kredit ke kantor daerah;
2. Pada akhir tutup kantor, berdasarkan badan SBK dan BKP buat rekapitulasi kredit (RK) dan dicatat pada ikhtisar kredit dan pelunasan (IKP)
Tugas bagian gudang :
a.1 Menerima barang jaminan yang telah ditempelkan kitir SBK bagian tengah dan luar dari penaksir dan BKP lembar 2 dari bagian administrasi;
a.2 Cocokkan barang jaminan yang telah ditempelkan kiri SBK bagian tengah dan luar dengan BKP lembar 2
Apabila telah sesuai antara barang jaminan yang diterima hari itu dengan BKP lembar 2, selanjutnya dicatat dalam buku gudang (BG)33.
Berikut ini merupakan isi perjanjian gadai dengan jaminan benda bergerak yang telah dibakukan oleh PT Pegadaian, yaitu :
(1) Nasabah menerima dan setuju terhadap uraian dan taksiran barang jaminan, penetapan Uang Pinjaman, Tarif Sewa Modal, Biaya Administrasi, Biaya Lainnya (jika ada), Bea Lelang sebagaimana yang dimaksud pada Surat Bukti Gadai (SBG), atau bukti transaksi (struk atau
33 Salim, HS, Op.cit., hlm.39.
dokumen elektronik) dan sebagai tanda bukti yang sah penerimaan uang pinjaman dan Uang Kelebihan Lelang (jika ada).
(2) Barang yang diserahkan sebagai barang jaminan adalah milik nasabah dan/atau kepemilikan sebagaimana Pasal 1977 KUHPerdata dan/atau milik Pemberi Kuasa atas barang jaminan yang dikuasakan kepada nasabah, dan menjamin bukan berasal dari hasil kejahatan, tidak dalam objek sengketa dan/atau sita jaminan.
(3) Nasabah menyatakan telah berutang kepada PT.Pegadaian (Persero) dan berkewajiban untuk membayar uang pinjaman ditambah sewa modal dan biaya lainnya (jika ada) pada saat pelunasan, atau membayar cicilan uang pinjaman (jika ada), sewa modal, biaya administrasi pada saat perpanjangan.
(4) PT.Pegadaian (Persero) akan memberikan ganti kerugian apabila barang jaminan yang berada dalam penguasaan PT.Pegadaian (Persero) mengalami kerusakan atau hilang yang tidak disebabkan oleh suatu bencana alam (forje majeure) yang ditetapkan pemerintah. Ganti rugi diberikan setelah perhitungan dengan uang pinjaman, sewa modal dan biaya lainnya (jika ada), sesuai ketentuan penggantian yang berlaku di Pegadaian (Persero).
(5) Nasabah dapat melakukan ulang gadai, gadai ulang otomatis, dan minta tambah uang pinjaman, selama nilai taksiran masih memenuhi syarat dengan memperhitungkan sewa modal, biaya administrasi dan biaya lainnya (jika ada) yang masih akan dibayar. Jika terjadi penurunan nilai taksiran barang jaminan pada saat ulang gadai, maka nasabah wajib
mengangsur uang pinjaman atau menambah barang jaminan agar sesuai dengan nilai taksiran baru.
(6) Terhadap barang jaminan yang telah dilunasi dan belum diambil nasabah, terhitung sejak terjadinya tanggal pelunasan sampai dengan sepuluh hari tidak dikenakan biaya jasa titipan. Bila telah memenuhi sepuluh hari dari pelunasan, barang jaminan tetap belum diambil, maka nasabah sepakat dikenakan biaya jasa titipan yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di PT.Pegadaian (Persero) atau sebesar yang tercantum dalam bukti transaksi
(7) Apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo tidak dilakukan pelunasan, ulang gadai, gadai ulang otomatis, maka PT.Pegadaian (Persero) berhak melakukan penjualan barang jaminan melalui lelang.
(8) Hasil penjualan lelang barang jaminan setelah dikurangi uang pinjaman, sewa modal, biaya lainnya (jika ada) dan bea lelang, merupakan kelebihan yang menjadi hak nasabah, PT.Pegadaian (Persero) akan memberitahukan nominal uang kelebihan nasabah melalui papan pengumuman di Kantor Cabang/Unit Pelayanan Cabang Penerbit SBG, mengirimkan surat ke alamat nasabah atau melalui media lainnya seperti telepon, short message service (SMS).
(9) Nasabah setuju bahwa biaya pemberitahuan uang kelebihan kepada nasabah dapat diperhitungkan sebagai pengurangan dari kelebihan.
(10) Jangka waktu pengambilan uang kelebihan lelang adalah selama 1 (satu) tahun sejak tanggal lelang sebagaimana dimaksud pada angka 8 perjanjian ini.
(11) Jika lewat jangka waktu pengambilan uang kelebihan lelang, nasabah menyatakan setuju untuk menyatakan uang kelebihan lelang tersebut sebagai dana kepedulian sosial yang pelaksanaannya diserahkan kepada PT.Pegadaian (Persero). Jika hasil penjualan lelang barang jaminan tidak mencukupi untuk melunasi kewajiban nasabah berupa uang pinjaman, sewa modal, biaya lainnya (jika ada) dan bea lelang maka nasabah wajib membayar kekurangan tersebut.
(12) Nasabah dapat datang sendiri untuk melakukan ulang gadai, gadai ulang otomatis atau minta tambah uang pinjaman atau mengangsur uang pinjaman atau pelunasan atau menerima barang jaminan atau menerima uang kelebihan lelang, dan/atau dapat dengan memberikan kuasa kepada orang lain dengan mengisi dan membubuhkan tandatangan pada kolom yang tersedia, dengan melampirkan fotokopi ktp/paspor/sim nasabah dan penerima kuasa serta menunjukkan ktp/paspor/sim asli penerima kuasa.
(13) Nasabah atau kuasanya dapat melakukan perpanjangan, mengangsur uang pinjaman dan pelunasan SBG di seluruh cabang/ unit pelayanan cabang online dan channel yang bekerja sama dengan PT.Pegadaian (Persero).
(14) Dalam hal nasabah atau kuasanya melakukan pengambilan barang jaminan, transaksi minta tambah uang pinjaman atau pengambilan uang kelebihan lelang, maka hanya dilayani di Kantor Cabang/Unit Pelayanan Cabang Penerbit Surat Bukti Gadai.
(15) Nasabah menggunakan layanan gadai ulang otomatis membubuhkan tandatangan pada kolom yang tersedia.
(16) Bilamana nasabah meninggal dunia dan terdapat hak dan kewajiban terhadap PT.Pegadaian (Persero) ataupun sebaliknya, maka hak dan kewajiban dibebankan kepada ahli waris nasabah sesuai dengan ketentuan waris dalam hukum Republik Indonesia.
(17) Nasabah menyatakan tunduk dan mengikuti segala peraturan yang berlaku di PT.Pegadaian sepanjang ketentuan yang menyangkut utang piutang dengan jaminan gadai.
(18) Apabila terjadi perselisihan di kemudian hari akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat dan apabila tidak tercapai kesepakatan akan diselesaikan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di bidang usaha pergadaian sesuai undang-undang yang berlaku.
Persyaratan yang tercantum dalam SBK ini telah distandarisasi oleh pegadaian. Para pemberi gadai tinggal menyetujui atau tidak menyetujui persyaratan tersebut. Apabila pemberi gadai menyetujuinya, ia menandatangani syarat tersebut. Apabila tidak disetujuinya, ia tidak akan menandatangani dan perjanjian gadai tidak ada.
Apabila nasabah ingin melunasi kredit gadainya dapat melakukan tahap pelunasan sebagai berikut :
Pertama, nasabah datang ke pegadaian dan menyerahkan SBK asli kepada kasir.
Kasir bertugas untuk :
1.1 Menerima SBK asli dari nasabah;
1.2 Menerima keabsahan SBK yang diterima;
1.3 Melakukan perhitungan jumlah yang harus dibayarkan oleh nasabah yaitu pokok pinjaman ditambah sewa modal;