• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS INTERJEKSI DAN KATEGORI FATIS DALAM NOVEL ANTOLOGI RASA KARYA IKA NATASSA. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JENIS INTERJEKSI DAN KATEGORI FATIS DALAM NOVEL ANTOLOGI RASA KARYA IKA NATASSA. Skripsi"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS INTERJEKSI DAN KATEGORI FATIS DALAM NOVEL ANTOLOGI RASA

KARYA IKA NATASSA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Sastra Indonesia

pada Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Theodora Gladiola Tessa Lonyca 174114011

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

JENIS INTERJEKSI DAN KATEGORI FATIS DALAM NOVEL ANTOLOGI RASA

KARYA IKA NATASSA

HALAMAN JUDUL

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Sastra Indonesia

pada Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Theodora Gladiola Tessa Lonyca 174114011

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

ii Skripsi

JENIS INTERJEKSI DAN KATEGORI FATIS DALAM

NOVEL ANTOLOGI RASA KARYA IKA NATASSA

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Oleh

Theodora Gladiola Tessa Lonyca NIM: 174114011

Telah disetujui oleh

Pembimbing

(4)

iii Skripsi

JENIS INTERJEKSI DAN KATEGORI FATIS

DALAM NOVEL ANTOLOGI RASA KARYA IKA NATASSA

LEMBAR PENGESAHAN

Dipersiapkan dan ditulis oleh

Theodora Gladiola Tessa Lonyca NIM: 174114011

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 9 Juli 2021 Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. Sekretaris : Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. Anggota : 1. M. M. Sinta Wardani, S.S., M.A.

2. Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. 3. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum.

Yogyakarta, 30 Juli 2021 Universitas Sanata Dharma Fakultas Sastra

Dekan,

(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Juni 2021 Penulis

(6)

v

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah

untuk Kepentingan Akademis

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Theodora Gladiola Tessa Lonyca

NIM : 174114011

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma kaya ilmiah saya yang berjudul JENIS INTERJEKSI DAN KATEGORI FATIS DALAM NOVEL ANTOLOGI RASA KARYA IKA NATASSA.

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain maupun kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberi royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 30 Juli 2021

Yang menyatakan,

(7)

vi

I was a little bit lost, but I'm not anymore I was a little bit hurt, but I'm not anymore I was a little left out, but I'm not anymore The tears fell down, but they don't anymore

It’s alright now, I got the cure. -Little Mix

PERSEMBAHAN

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan perlindungan-Nya, skripsi dengan judul “Jenis Interjeksi dan Kategori Fatis dalam Novel Antologi Rasa Karya Ika Natassa” dapat penulis selesaikan. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menghadapi banyak kesulitan. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat mengatasi kesulitan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum. selaku dosen pembimbing yang telah membantu serta memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini.

2. Maria Magdalena Sinta Wardani S.S., M.A. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan memotivasi penulis selama 4 tahun masa studi di Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

3. Sony Christian Sudarsono S.S., M.A. sebagai dosen sekaligus pembimbing keorganisasian yang telah membagikan pengetahuan dan pengalamannya selama masa studi di Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

(9)

viii

4. Susilawati Endah Peni Adji S.S., M. Hum., Drs. B. Rahmanto M. Hum., Dr. Yoseph Yapi Taum, F.X. Sinungharjo S.S., M.A., selaku dosen Program Studi Sastra Indonesia yang telah membagikan pengetahuan dan pengalamannya selama masa studi di Universitas Sanata Dharma.

5. Zevira Anastasia dan Scolastika Elsa untuk pelukan, dukungan, semangat dari jauh dan selalu menjadi yang bisa diandalkan.

6. Theresia Chandrakirana, Laura Risma Naomi, Florentina Dwiastuti, dan Paskalis Juan karena selalu mendengarkan.

7. Brigitta Anditya Salvia Jocelyn tersayang, karena menuangkan warna baru dengan kehadiran yang selalu ceria dan penuh tawa.

8. Teman-teman seperjuangan Prodi Sastra Indonesia angkatan 2017.

Harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat dan motivasi sebagaimana yang penulis dapatkan dalam pengalaman berharga selama proses penyusunannya.

(10)

ix

ABSTRAK

Lonyca, Theodora Gladiola Tessa. 2021. “Jenis Interjeksi dan Kategori Fatis dalam Novel Antologi Rasa Karya Ika Natassa.” Skripsi Starta Satu (1). Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan jenis-jenis interjeksi berdasarkan maknanya serta kategori fatis berdasarkan bentuknya dan menganalisis penggunaannya dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan objek berupa data tertulis, yaitu penggalan dialog sebagai data utama yang akan dianalisis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan membaca novel secara menyeluruh. Metode analisis data dilakukan dengan metode distribusional. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik dasar, yaitu teknik bagi unsur langsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis interjeksi yang digunakan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa antara lain; (1) interjeksi yang bermakna meminta perhatian, (2) interjeksi yang bermakna kekesalan, (3) interjeksi yang bermakna penyesalan dan kekecewaan, (4) interjeksi yang bermakna syukur, (5) interjeksi yang bermakna keterkejutan, (6) interjeksi yang bermakna keraguan, dan (7) interjeksi yang bermakna kesenangan, (8) interjeksi yang bermakna menyuruh diam. Interjeksi yang bermakna meminta perhatian terdiri dari hai, hei, eh, dan woi. Interjeksi yang bermakna kekesalan terdiri dari sialan, setan, idih, ih, dan aduh. Interjeksi yang bermakna penyesalan dan kekecewaan terdiri dari aduh dan yah. Interjeksi yang bermakna kelegaan atau syukur terdiri dari syukur, dan alhamdulillah. Interjeksi yang bermakna keterkejutan terdiri dari heh, buset, lho, hah, weits, dan walah. Interjeksi yang bermakna keraguan terdiri dari ehm. Interjeksi yang bermakna kesenangan terdiri dari asyik. Interjeksi yang bermakna menyuruh diam terdiri dari sssh.

Kategori fatis yang digunakan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa antara lain; (1) kategori fatis yang berbentuk kata dan (2) kategori fatis yang berbentuk frasa. Kategori fatis yang berbentuk kata terdiri atas ah, deh, dong, kan, -lah, kok, sih, ya, dah, ayo, halo, dan nah. Kategori fatis yang berbentuk frasa terdiri atas frasa yang diawali dengan selamat dan frasa terima kasih.

(11)

x

ABSTRACT

Lonyca, Theodora Gladiola Tessa. 2017. Types of Interjections and The Phatic Categories in Ika Natassa's Antologi Rasa Novel." Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Faculty of Letters, Sanata Dharma University.

.

This study aims to explain the types of interjections based on their meanings and phatic categories based on their forms and analyze their use in the novel Antologi Rasa by Ika Natassa.

This research is a descriptive study with the object in the form of written data, namely parts of dialogue as the main data to be analyzed. The data collection method used is the referential method. The data collection technique was done by reading the novel thoroughly. The method of data analysis was carried out by the distributional method. The data analysis technique is carried out with the basic technique, namely the technique for direct elements

The types of interjections used in the novel Antologi Rasa by Ika Natassa include; (1) interjection which means asking for attention, (2) interjection which means annoyance, (3) interjection which means regret and disappointment, (4) interjection which means gratitude, (5) interjection which means surprise, (6) interjection which means doubt, (7) interjection which means pleasure, and (8) interjection which means an order to be quiet. Interjections that mean asking for attention consist of hai, hei, eh, and woi. Interjection which means annoyance consists of sialan, setan, idih, ih, and aduh. Interjections that mean regret and disappointment consist of ah, aduh, yah. Interjections that mean relief or gratitude consist of syukur, and alhamdulillah. Interjection which means surprise consist of heh, buset, lho, hah, weits, and walah. Interjection which means doubt consists of ehm. Interjection which means pleasure consists of asyik. Interjection which means an order to be quiet consist sssh.

The phatic categories used in the novel Anthology Rasa by Ika Natassa include; (1) the phatic category in the form of words and (2) the phatic category in the form of phrases. The phatic category in the form of particles consist of ah, deh, dong, kan, -lah, kok, sih, dah, ya. ayo, halo, and nah. Phatic categories in the form of phrases consist of phrases that begin with selamat and terima kasih.

(12)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ….………..……….iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .………....v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viiii

ABSTRAK ... ixix ABSTRACT ... x DAFTAR ISI... xi BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ... 4

1.5 Tinjauan Pustaka ... 4

1.6 Kerangka Teori ... 8

1.6.1 Pengertian Interjeksi ... 8

1.6.2 Jenis-jenis Interjeksi ... 9

1.6.3 Pengertian Kategori Fatis ... 10

1.6.4 Bentuk Kategori Fatis ... 11

1.6.5 Perbedaan Interjeksi dengan Kategori Fatis ... 17

1.7 Metode Penelitian ... 17

1.7.1 Jenis Penelitian ... 17

1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 18

1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data ... 18

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 19

(13)

xii BAB II

INTERJEKSI DALAM NOVEL ANTOLOGI RASA KARYA IKA NATASSA ... 21

2.1 Pengantar... 21

2.2 Interjeksi yang Bermakna Meminta Perhatian ... 21

2.3 Interjeksi yang Bermakna Kekesalan ... 23

2.4 Interjeksi yang Bermakna Penyesalan atau Kekecewaan ... 266

2.5 Interjeksi yang Bermakna Kelegaan ... 27

2.6 Interjeksi yang Bermakna Keterkejutan ... 28

2.7 Interjeksi yang Bermakna Keraguan ... 30

2.8 Interjeksi yang Bermakna Kesenangan ... 31

2.9 Interjeksi yang Bermakna Menyuruh Diam ... 32

BAB III KATEGORI FATIS DALAM NOVEL ANTOLOGI RASA KARYA IKA NATASSA ... 33

3.1 Pengantar... 33

3.2 Kategori Fatis yang Berbentuk Kata ... 33

3.2.1 Kategori fatis yang berbentuk kata ah ... 33

3.2.2 Kategori fatis yang berbentuk kata deh ... 35

3.2.3 Kategori fatis yang berbentuk kata dong ... 39

3.2.4 Kategori fatis yang berbentuk kata kan ... 42

3.2.5 Kategori fatis yang berbentuk kata -lah ... 46

3.2.6 Kategori fatis yang berbentuk kata kok ... 47

3.2.7 Kategori fatis yang berbentuk kata sih ... 50

3.2.8 Kategori fatis yang berbentuk kata ya ... 53

3.2.9 Kategori fatis yang berbentuk kata dah ... 57

3.2.10 Kategori fatis yang berbentuk kata ayo ... 57

3.2.11 Kategori fatis yang berbentuk kata halo ... 59

3.2.12 Kategori fatis yang berbentuk kata nah ... 59

(14)

xiii

3.3.1 Kategori fatis yang berbentuk frasa yang diawali dengan kata selamat ... 60

3.3.2 Kategori fatis yang berbentuk frasa terima kasih ... 60

BAB IV PENUTUP ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini membahas jenis interjeksi dan kategori fatis dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa. Menururt Kridalaksana (1986: 117), interjeksi merupakan kata tugas yang berfungsi untuk menggambarkan perasaan pembicara. Untuk memperkuat perasaan sedih, marah, heran, kecewa, dan sebagainya. Interjeksi bersifat emotif dan berupa kelas kata yang berada dalam bahasa lisan dan tulis bertugas untuk membantu mengungkapkan peningkatan emosi dengan penegasan, tekanan, nada atau intonasi tertentu. Berikut ini contoh penggalan dialog yang mengandung interjeksi dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa:

(1) “Eh, si Panca mana? Kok nggak kelihatan dari tadi?”

“Lagi ke Ace, ada alat yang mau dibeli apa gitu, males nanyanya gue, biar aja ntar dia heboh sendiri masang-masang rak.” (Natassa, 2015: 93)

(2) “Disantet kali lo, sampai nggak bisa berkata-kata gitu.” “Sialan lo.” (Natassa, 2015: 26)

(3) “Dan Enzo…”

“Aduh, males gue kalau bahas yang satu itu.”

“Denger dulu bentar. Sebenci-bencinya elo sama dia sekarang, dan kalau ketemu pasti bawaannya pengen menghunus pedang, elo harus

(16)

2

akui dulu alasan elo mau sama dia juga sah dan jelas.” (Natassa, 2015: 27)

Pada ketiga penggalan dialog di atas, eh pada data (1), kata sialan pada data (2), dan aduh pada data (3) merupakan interjeksi. Pada data (1), eh menunjukkan fungsi interjeksi panggilan atau seruan. Pada data (2), kata sialan menunjukkan fungsi interjeksi kekesalan. Begitu juga pada data (3), kata aduh menunjukkan fungsi interjeksi kekesalan.

Menururt Kridalaksana (1986: 111), kategori fatis adalah kategori yang bertugas mengukuhkan, memulai, atau mempertahankan pembicaraan pembicara dengan lawan bicara. Kategori fatis bersifat komunikatif. Berikut ini contoh ujaran yang mengandung kategori fatis dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa:

(4) “Tidur mulu sih lo, kita udah sampe ini.” (Natassa, 2015: 15) (5) “Makasih udah mau nemenin gue ya, Key.” (Natassa, 2015: 15) (6) “Ini kan koper lo?” (Natassa, 2015: 17)

Pada data (4), kata sih merupakan kategori fatis berbentuk kata. Kata sih dalam ujaran tersebut menyatakan makna ‘memang’ atau ‘sebenarnya’. Tugas lain partikel sih, ialah menggantikan tugas -tah dan -kah, dan menekankan alasan. Pada data (5), makasih merupakan kependekan dari frasa fatis terima kasih. Kategori fatis bentuk frasa tersebut digunakan setelah pembicara merasa mendapatkan sesuatu dari lawan bicara. Pada data (6), kan merupakan kategori fatis bentuk kata. Bentuk kan

(17)

3

merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah. Apabila kan berada di awal atau akhir kalimat, maka tugasnya menekankan pembuktian. Pada data (6), kan ber-sifat -kan menekankan pembuktian sebab berada di tengah kalimat.

Penggunaan interjeksi dan kategori fatis dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa dipilih sebagai objek penelitian ini karena belum ada hasil penelitian tentang interjeksi dan kategori fatis dalam novel tersebut. Novel Antologi Rasa karya Ika Natassa dipilih sebagai sumber data penelitian ini karena di dalamnya banyak digunakan interjeksi dan kategori fatis yang belum banyak menjadi objek penelitian di Program studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.2.1 Apa saja jenis interjeksi yang digunakan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa?

1.2.2 Apa saja kategori fatis yang digunakan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(18)

4

1.3.1 Menjelaskan jenis interjeksi yang digunakan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa.

1.3.2 Menjelaskan kategori fatis yang digunakan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini adalah penjelasan jenis interjeksi dan jenis kategori fatis yang terdapat dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa. Hasil penelitian tersebut memberikan manfaat teoretis pada pemakaian interjeksi dan kategori fatis dalam bidang pragmatik.

Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat praktis dalam bidang penyusunan tata bahasa misalnya pada pola pembentukan kalimat yang mengandung interjeksi dan kategori fatis. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi dalam kajian semantik dan pragmatik.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian interjeksi dan kategori fatis dalam bahasa Indonesia telah banyak dilakukan, termasuk penelitian interjeksi dalam novel. Beberapa penelitian interjeksi telah disusun oleh Rowa (2012), Devi, dkk (2019), Prasetiyo (2019), Fadhilah, dkk (2019).

Analisis interjeksi dalam novel juga dilakukan oleh Rowa (2012). Skripsinya berjudul “Interjeksi dalam Novel Biru Karya Fira Basuki” menyimpulkan bahwa (1)

(19)

5

terdapat 14 jenis interjeksi, yaitu ajakan, kekagetan, keheranan, kekaguman, kekesalan, kejijikan, perpisahan/pertemuan, kesenangan, umpatan, kesedihan, memastikan, diam, kelegaan, dan penolakan. (2) Terdapat dua tujuan penggunaan interjeksi dalam novel Biru karya Fira Basuki. Pertama, secara khusus, yaitu memberikan kekayaan penyampaian maksud dan ekspresi yang disampaikan atau dituturkan oleh tokoh dalam novel. Kedua, secara umum, yaitu menghilangkan rasa kejenuhan dan menimbulkan kesegaran serta untuk membangkitkan rasa keingintahuan untuk terus mengikuti alur cerita.

Selanjutnya, artikel ilmiah yang terbit pada 2019 berjudul “Interjeksi dalam Novel Orang-orang Biasa Karya Andrea Hirata dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa”. Penulis menyimpulkan bahwa terdapat interjeksi aduh, ah, ai, aih, ha, hm, hus, jeh, o, oh, oi, ojeh, sip yang digunakan dalam novel tersebut. Bentuk-bentuk interjeksi tersebut diklasifikasikan berdasarkan bentuk primer dan sekunder. Adapun makna yang ditemukan ialah makna emotif, volitif, dan kognitif. Interjeksi emotif merupakan ekspresi perasaan, misalnya kebahagiaan sekaligus keharuan, kebanggaan, kebingungan, kekesalan, keterkejutan, dan sebagainya. Interjeksi kognitif sebagai hasil dari pemikiran penutur menyatakan keseriusan, ejekan, dan ketegaran. Sementara itu, interjeksi volitif menyatakan seruan untuk meminta perhatian dan peringatan. Interjeksi volitif ditujukan langsung pada mitra tutur untuk melakukan suatu tindak tertentu.

(20)

6

Penelitian interjeksi dalam skripsi yang disusun oleh Prasetiyo (2019) yang berjudul “Interjeksi dalam Novel Anak Lumpur Menggapai Matahari Jilid 1 Karya KH. Junaedi Al-Baghdadi dan Implikasi Pembelajarannya di SMA”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk dan fungsi interjeksi dalam novel Anak Lumpur Menggapai Matahari karya Kh. Junaedi Al-Baghdadi, serta implikasi pembelajarannya di SMA. Peneliti menyimpulkan terdapat 5 bentuk interjeksi dan 12 jenis fungsi interjeksi, yaitu keheranan, ajakan, pengharapan, kekagetan, kekesalan, ketakutan, sapaan, rasa syukur, kesenangan, keluhan, persetujuan, memastikan, kesedihan.

Fadhilah, dkk (2019) juga melakukan penelitian interjeksi dalam artikel ilmiah yang berjudul “Analisis Penggunaan Interjeksi dalam Graphic Novel Warkop DKI Reborn Jangkrik Boss! Part 2 Karya Bene Dion Rajagukguk dkk”. Artikel tersebut menganalisis jenis-jenis interjeksi, bagaimana penggunaannya, dan interjeksi apa yang paling dominan. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat 4 jenis interjeksi; (1) interjeksi keheranan, (2) interjeksi panggilan, (3) interjeksi simpulan, dan (4) interjeksi ajakan. Penggunaan interjeksi dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu berdasarkan konteks tutur, peristiwa tutur, dan situasi tutur. Penggunaan interjeksi memiliki makna berbeda-beda pada setiap tuturan tergantung situasi tuturan. Jenis interjeksi yang paling dominan muncul atau yang paling sering muncul ialah interjeksi panggilan. Interjeksi panggilan muncul sebanyak 28 kali di dalam Graphic Novel.

(21)

7

Selain itu, penelitian kategori fatis dalam novel yang berhasil ditemukan disusun oleh Pratiwi (2019). Dalam artikel ilmiahnya yang berjudul “Kategori Fatis dalam Novel Dilan 1990 Karya Pidi Baiq”, menyebutkan bahwa ditemukan 4 bentuk kategori fatis, yaitu (1) partikel fatis, (2) kata fatis, (3) frasa fatis, dan (4) gabungan fatis. Fungsi fatis yang ditemukan sebanyak 9 fungsi, yakni (1) untuk menekankan penolakan, kepastian, pembuktian, alasan, ajakan, dan sekadar menekankan; (2) untuk memulai atau mengakhiri pembicaraan; (3) menghaluskan perintah; (4) meminta persetujuan; (5) sebagai penegas; (6) membenarkan pernyataan mitra tutur; (7) memberi persetujuan; (8) setelah mendapatkan sesuatu dari mitra tutur; dan (9) menggantikan kata tanya kenapa.

Belum banyak penelitian linguistik yang dilakukan dengan novel Antologi Rasa karya Ika Natassa sebagai objek materialnya. Penelitian yang berhasil temukan, yaitu artikel ilmiah yang disusun oleh Intan (2019) berjudul “Fenomena Campur Kode dalam Novel Metropop Antologi Rasa Karya Ika Natassa”. Hasil analisis menunjukkan bahwa wujud campur kode yang terdapat dalam novel Antologi Rasa berupa (1) penyisipan kata yang kemudian dibagi atas kelas kata, yaitu nomina, adjektiva, konjungsi, dan interjeksi; (2) penyisipan frasa berupa frasa nominal; frasa preposisional, dan frasa adjectival; (3) penyisipan baster; (4) penyisipan klausa; dan (5) penyisipan idiom. Faktor linguistik penyebab dari campur kode dapat dinyatakan terjadi karena tidak adanya padanan yang pas dalam bahasa Indonesia, dan kefasihan para tokoh dalam menggunakan bahasa Inggris.

(22)

8

Berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu yang hanya mengkaji penggunaan interjeksi atau kategori fatis secara terpisah, dalam penelitian ini kedua kajian tersebut akan disatukan. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan interjeksi dan kategori fatis yang seringkali mengalami kerancuan.

1.6 Kerangka Teori

1.6.1 Pengertian Interjeksi

Menurut Kridalaksana (1986: 117), interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara. Untuk memperkuat ungkapan hati atau perasaan, pembicara memakai kata tertentu di samping kalimat yang mengandung makna pokok yang dimaksud.

Untuk menyatakan betapa cantiknya seorang teman yang memakai pakaian baru, misalnya, seseorang tidak hanya berkata, “Cantik sekali kamu malam ini”, tetapi juga dapat diawali dengan kata seru aduh yang mengungkapkan perasaan pembicara. Dengan demikian, kalimat “Aduh, cantik sekali kamu malam ini” tidak hanya menyatakan fakta, tetapi juga perasaan pembicara. Di samping interjeksi yang asli, dalam bahasa Indonesia ada pula interjeksi yang berasal dari bahasa asing. Keduanya biasanya dipakai di awal kalimat dan penulisannya diikuti tanda koma (Alwi, dkk: 2010: 309).

(23)

9 1.6.2 Jenis-jenis Interjeksi

Kridalaksana (1986: 117-118) membagi interjeksi menjadi dua bentuk, yaitu bentuk dasar dan bentuk turunan. Baik secara komunikatif maupun diskursif, interjeksi merupakan bagian suatu turunan. Secara sintaksis, interjeksi tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran. Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri.

Jenis-jenis interjeksi dapat diuraikan sebagai berikut:

a Interjeksi seruan atau panggilan minta perhatian: ahoi, ayo, eh, hai, halo, he, sst, wahai.

b Interjeksi keheranan atau kekaguman: aduhai, ai, amboi, astaga, asyoi, hm, wah, yahud.

c Interjeksi kesakitan: aduh. d Interjeksi kesedihan: aduh.

e Interjeksi kekecewaan dan sesal: ah, brengsek, buset, wah, yaa. f Interjeksi kekagetan: lho, masyaallah, astaghfirullah.

g Interjeksi kelegaan: alhamdulillah, nah, syukur. h Interjeksi kejijikan: bah, cih, cis, hii, idih, ih.

Interjeksi biasanya dipakai dalam bahasa lisan atau bahasa tulis yang berbentuk percakapan. Maka dari itu, interjeksi umumnya bersifat tidak formal, seperti brengsek, buset, dan idih. Pada bahasa tulis yang tidak berbentuk percakapan, khususnya yang bersifat formal, interjeksi jarang digunakan.

(24)

10 1.6.3 Pengertian Kategori Fatis

Penelitian tentang ujaran fatis pertama kali diperkenalkan oleh Bronislaw Malinowski pada tahun 1923. Malinowski melakukan penelitian terhadap beberapa bahasa primitif di Kepulauan Trobriand, daerah bagian timur Papua Nugini yang ia sebut sebagai phatic communion yang kemudian disebut phatic communication (Jayanti, 2010: 11).

Dalam buku Culture and Language Use, pada subbab Phatic Communion yang ditulis Gunter Senft, dipaparkan bahwa konsep yang Malinowski sebut sebagai “free, aimless social intercourse”, umumnya merujuk pada ujaran yang memiliki fungsi sosial, seperti membangun dan memelihara suasana bersahabat dan harmonis dalam hubungan interpersonal, terutama untuk membuka dan menutup percakapan. Ujaran-ujaran ini dipahami untuk menjaga komunikasi tetap terbuka (Senft, 2009: 228)

Senft mengutip suplemen pertama buku C.K. Ogden & I.A. Richards The Meaning of Meaning, Malinowski mengatakan bahwa dalam kasus ini, bahasa yang digunakan merupakan percakapan bebas, tanpa tujuan, dan pertimbangan khusus. Misalnya ketika sejumlah orang duduk di sekitar perapian, melakukan percakapan ringan ketika beristirahat setelah bekerja atau bergosip yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang mereka lakukan. Ucapan salam, komentar tentang cuaca, menanyakan kondisi kesehatan seseorang dan topik obrolan ringan lainnya digunakan tidak untuk bertukar informasi penting atau mengungkapkan perasaan

(25)

11

lainnya, melainkan untuk memecah keheningan dan untuk memulai komunikasi dengan seseorang (Senft, 2009: 228).

Kemudian konsep Malinowski dikembangkan oleh Kridalaksana. Dipaparkan bahwa kategori fatis merupakan kategori yang bertugas memulai, mempertahankan atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Biasanya kelas kata ini terdapat dalam konteks dialog atau wawancara bersambutan, dengan kata lain kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan lawan bicaranya (Kridalaksana, 1986: 111)

Umumnya, kategori fatis adalah ciri ragam lisan karena merupakan ragam non-standar. Oleh karena itu, kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang mengandung unsur daerah atau dialek regional (Kridalaksana, 1986: 113).

1.6.4 Bentuk Kategori Fatis

Kridalaksana (1986: 113-116) membagi bentuk kategori fatis menjadi tiga, yaitu partikel fatis, kata fatis, dan frasa fatis.

1. Kategori Fatis Bentuk Partikel

a. ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh, contohnya: “Ayo ah kita pergi!”

“Yang bener ah.”

(26)

12

(1) pemaksaan dengan membujuk, contohnya:

“Makan deh, jangan malu-malu.” Dalam hal ini deh berdekatan tugasnya dengan partikel -lah.

(2) memberi persetujuan, contohnya: “Boleh deh.” (3) memberi garansi, contohnya:

“Makanan dia enak deh!” “Cakep deh cewek sastra.”

(4) sekadar menekankan, contohnya: “Saya benci deh sama dia.” c. dong digunakan untuk:

(1) menghaluskan perintah, contohnya: “Bagi dong kuenya.”

“Jalannya cepet dong!”

(2) menekankan kesalahan lawan bicara contohnya: “Ya jelas dong.”

“Yah, segitu sih mahal dong, Bang!”

d. ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara, contohnya: “Bohong ding.”

“Eh, iya ding salah.”

e. kan yang terletak di awal atau akhir kalimat merupakan kependekan dari bukan atau bukankah dan bertugas menekankan pembuktian, contohnya: “Kan dia sudah tahu?”

(27)

13

Apabila kan terletak di tengah kalimat, maka kan juga bertugas untuk menekankan pembuktian atau pembantahan, contohnya:

“Tadi kan sudah dikasih tahu!”

“Makanya kan, sudah dibilang jangan.” f. kek bertugas untuk:

(1) menekankan pemerincian, contohnya: “Elu kek, gue kek, sama saja.” (2) menekankan perintah, contohnya: “Cepetan kek, kenapa sih?” (3) menggantikan kata saja, contohnya: “Elu kek yang pergi!” g. kok menekankan alasan dan pengingkaran, contohnya:

“Saya cuma lihat saja kok.”

“Dia kok yang ambil, bukan saya.”

Kok dapat juga mengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat, contohnya: “Kok sakit-sakit pergi juga?”

h. -lah menekankan kalimat imperatif dan penguat sebutan dalam kalimat, contohnya:

“Tutuplah pintu itu!” “Biar sayalah yang pergi.”

i. lho bila terletak di awal kalimat bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan, contohnya: “Lho kok jadi gini sih?”

Apabila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian, contohnya: “Saya juga mau lho.”

(28)

14

j. pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas menonjolkan bagian tersebut, contohnya:

“Membaca pun ia tak bisa.”

“Orang tua murid pun prihatin melihat kenakalan anak-anak itu.” k. sih bertugas untuk:

(1) menggantikan tugas -tah dan -kah, contohnya: “Apa sih maunya itu orang?”

(2) sebagai makna ‘memang’ atau ‘sebenarnya’, contohnya: “Bagus sih cuma mahal amat.”

(3) Menekankan alasan, contohnya: “Abis Gatot dipukulin sih.”

l. toh bertugas menguatkan maksud; ada kalanya memiliki arti yang sama dengan tetapi, contohnya:

“Saya toh tidak merasa bersalah.”

“Biarpun sudah kalah, toh dia lawan terus.” 2. Kategori Fatis Bentuk Kata

a. ayo menekankan ajakan, contohnya: “Ayo kita pergi!”

“Kita pergi yuk.”

Ayo memiliki variasi yuk bila diletakkan di akhir kalimat. Selain itu, ayo juga memiliki variasi yo dan ayuh.

b. mari menekankan ajakan, contohnya: “Mari makan.”

(29)

15 “Saya mau permisi pulang. Mari.” c. halo digunakan untuk:

(1) memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon, contohnya: “Halo 345627?”

(2) menyalami lawan bicara yang dianggap akrab, contohnya: “Halo Martha, ke mana aja nih?”

d. nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk meminta supaya lawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain, contohnya: “Nah, bawalah uang ini dan belikan aku nasi sebungkus.”

e. ya bertugas untuk:

(1) mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran, contohnya:

(Apakah rencana ini jadi dilaksanakan?) “Ya, tentu saja.”

(2) meminta persetujuan atau pendapat lawan bicara, bila dipakai pada akhir ujaran, contohnya:

“Jangan pergi, ya?” “Ke mana, ya?”

f. selamat diucapkan kepada lawan bicara yang mendapatkan atau mengalami sesuatu yang baik, contohnya:

“Selamat, ya”

(30)

16

g. yah digunakan pada awal atau di tengah ujaran, tetapi tidak pernah di akhir ujaran. Bila berada di awal ujaran yah digunakan untuk mengungkapan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh lawan bicara, contohnya: “Yah, apa aku bisa melakukannya?”

Bila terletak di tengah ujaran, yah digunakan untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, contohnya: “Orang ini, yah, tidak mempunyai keterampilan apa-apa.”

3. Kategori Fatis Bentuk Frasa

a. Frasa dengan selamat digunakan untuk memulai dan mengakhiri interaksi antara pembicara dan lawan bicara, sesuai dengan keperluan dan situasinya, contohnya:

selamat pagi, selamat belajar, selamat hari jadi, selamat jalan, selamat makan.

b. terima kasih digunakan setelah pembicara merasa mendapatkan sesuatu dari lawan bicara.

c. turut berduka cita digunakan sewaktu pembicara menyampaikan bela sungkawa.

d. assalam’ualaikum digunakan pada waktu pembicara memulai interaksi. e. wa’alaikumsalam digunakan untuk membalas lawan bicara yang

(31)

17

f. insya Allah diucapkan pembicara ketika menerima tawaran mengenai sesuatu dari lawan bicara.

Selain digunakan dalam ragam lisan, frasa fatis juga dapat digunakan dalam ragam tulis, contohnya:

g. dengan hormat digunakan oleh penulis pada awal surat. h. hormat saya digunakan oleh penulis di akhir surat.

1.6.5 Perbedaan Interjeksi dengan Kategori Fatis

Interjeksi dan ketegori fatis terdapat pada konteks ragam lisan atau ujaran. Namun, fungsi keduanya tidak dapat disamakan. Interjeksi selalu berada di awal ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri untuk menekankan perasaan pembicara, sedangkan kategori fatis dapat berada di mana saja dalam ujaran tergantung maksud pembicara. Secara semantis, interjeksi bersifat emotif yang berarti digunakan untuk mengungkapkan emosi atau perasaan pembicara. Kategori fatis bersifat komunikatif yang berarti memiliki peran dalam hubungan sosial antara pembicara dan kawan bicara.

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan objek penelitian berupa data tertulis, yaitu penggalan dialog sebagai data utama yang akan dianalisis. Data utama akan dianalisis berdasarkan penggunaan interjeksi dan kategori fatis yang bersumber dari novel Antologi Rasa karya Ika Natassa.

(32)

18 1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Metode simak adalah cara pengumpulan data bahasa dengan membaca penggunaan bahasa. Metode simak diterapkan teknik simak bebas libat cakap atau observasi tidak berpartisipasi. Data yang dikumpulkan selanjutnya dicatat dalam kartu data.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara teknik catat dilakukan dengan membaca novel secara menyeluruh. Selanjutnya, menandai data-data yang berkaitan dengan interjeksi dan kategori fatis serta mencatat data-data yang telah ditemukan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa.

1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data dilakukan dengan metode agih. Metode agih atau metode distribusional adalah metode analisis data yang alat penentunya berasal dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 15). Dalam penelitian ini, metode agih dilakukan dengan alat penentu berwujud bagian dari bahasa objek material berupa kata dalam kalimat langsung.

Teknik analisis data dilakukan dengan teknik dasar, yaitu teknik bagi unsur langsung. Dalam penerapannya, teknik dasar disebut teknik bagi unsur langsung (BUL). Teknik BUL adalah teknik analisis data bahasa dengan cara membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian dan bagian-bagian itu dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk konstruksi yang dimaksud.

(33)

19

(7) “Nama elo Keara, kan?” (Natassa, 2015: 20)

(8) “Ris, cowok gue baik banget deh. Katanya dia weekend depan mau terbang ke sini biar ketemuan di sini aja.” (Natassa, 2015: 22)

Data (7) dan (8) merupakan kalimat langsung yang mengandung kategori fatis bentuk kata. Kategori fatis bentuk partikel tersebut ditunjukkan oleh kan dan deh yang dicetak miring. Kedua partikel tersebut merupakan alat penentu dalam penelitian ini. Kemudian, dianalisis berdasarkan fungsi dan letaknya dalam kalimat ujaran. Kata kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah. Apabila terletak di awal kalimat atau akhir kalimat, maka berfungsi menekankan pembuktian. Apabila terletak di tengah kalimat, maka berfungsi menekankan pembuktian atau pembantahan. Pada data (7), partikel kan bertugas menekankan pembuktian karena terletak di akhir kalimat. Kata deh memiliki 4 kegunaan, (1) sekadar penekanan, (2) pemaksaan dengan membujuk, (3) pemberian garansi, dan (4) pemberian persetujuan. Pada data (8), deh sesuai dengan kriteria kegunaan pertama, yaitu sebagai sekadar penekanan.

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data berupa penjelasan penggunaan interjeksi dan kategori fatis dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa. Hasil analisis data disajikan dengan metode informal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi yang bersifat teknis.

(34)

20

1.8 Sistematika Penyajian

Hasil penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan metode penelitian. Bab II merupakan pembahasan penggunaan interjeksi yang terdapat dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa, Bab III merupakan pembahasan penggunaan kategori fatis yang terdapat dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa. Bab IV merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

(35)

21

BAB II

INTERJEKSI DALAM NOVEL ANTOLOGI RASA

KARYA IKA NATASSA

2.1 Pengantar

Dalam Bab II dibahas penggunaan interjeksi berdasarkan maknanya dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa. Interjeksi berdasarkan maknanya yang ditemukan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa adalah (1) interjeksi yang bermakna meminta perhatian, (2) interjeksi yang bermakna kekesalan, (3) interjeksi yang bermakna penyesalan dan kekecewaan, (4) interjeksi yang bermakna kelegaan atau syukur, (5) interjeksi yang bermakna keterkejutan, (6) interjeksi yang bermakna keraguan, (7) interjeksi kesenangan, dan (8) interjeksi yang bermakna menyuruh diam.

2.2 Interjeksi yang Bermakna Meminta Perhatian

Interjeksi meminta perhatian atau sapaan merupakan interjeksi yang digunakan untuk meminta perhatian lawan bicara. Yang termasuk dalam interjeksi meminta perhatian adalah hai, hei, eh, dan woi. Berikut ini penggalan dialog yang mengandung interjeksi meminta perhatian:

(9) “Hai, Key.”

“Hai.” (Natassa, 2015: 232)

(36)

22 “Hai.” (Natassa, 2015: 91) (11) “Hai, cantik.”

“Nggak usah pake gombal-gombalan deh, mana sarapan gue?” “Nggak seneng ya gue sapa cantik?” (Natassa, 2015: 106)

(12) “Hei, senang deh melihat kalian ramai-ramai lagi ke sini.” “Kemal mana?”

“Lagi ke bawah sebentar, ada barang yang ketinggalan di mobil.” (Natassa, 2015: 319)

(13) “Hei, lo ngapain di Singapur?”

“Abis cuti gue. Minggu lalu nonton F1 sama Ruly, dia pulang duluan gue lanjut cuti.” (Natassa, 2015: 230)

(14) “Hei. Nemu dasinya?”

“Bingung gue.” (Natassa, 2015: 30) (15) “Key? Belum pulang?

“Eh, Rul, baru selesai rapat gue. Elo dari mana? Lembur lagi?”

“Kali ini nggak. Gue abis futsal sama anak-anak Risk. Elo mau ke mana?” (Natassa, 2015: 44)

(16) “Eh, Key, kayaknya kita berempat udah lama banget nggak nongkrong-nongkrong bareng, ya?”

“Berempat?”

“Iya. Lo, gue, Denise, Harris.” (Natassa, 2015: 244)

(17) “Eh, Rul, lo masih mau lama nggak di sini?” “Terserah lo aja. Emang kenapa?”

(37)

23

(18) “Eh, si Harris barusan BBM gue, katanya udah jalan ke RSPI. Mau jalan sekarang juga?”

“Ya udah, gue ke toilet dulu ya.” (Natassa, 317) (19) “Woi, ditanya malah melamun.”

“Sori, sori. Ngantuk banget gue.” (Natassa, 2015: 111)

(20) “Woi, malah diam lagi nih anak.”

“Nggak ada yang perlu diceritain juga, Dinda. Gue sama Panji gitu, cuma jalan, nongkrong, makan, minum-minum dikit, terus pulang.” (Natassa, 2015: 112)

Interjeksi eh, hai, hei, woi, dan sssh dipakai untuk memanggil kawan bicara. Pada data (9), (10), (11), (13), (14), (15), (16), (17), dan (18), interjeksi tersebut dipakai untuk meminta kawan bicara agar memfokuskan perhatiannya. Dan pada data (19), dan (20) interjeksi woi untuk menyadarkan kawan bicara dari lamunan.

2.3 Interjeksi yang Bermakna Kekesalan

Yang termasuk interjeksi kekesalan adalah sialan, setan, idih, ih, dan aduh. Berikut ini penggalan dialog dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa yang mengandung interjeksi kekesalan:

(21) “Yang begini nih, yang bikin anak gue makin ngefans sama elo dibanding emaknya sendiri.”

“Kenapa, emaknya pelit ya?” “Sialan!” (Natassa, 2015: 51)

(38)

24

(22) “Udah deh, males gue tahu kalau tiap ketemu lo, lo selalu ngomel melulu tentang ini.”

“Ini bukan ngomel, Keara. Ini cuma gue, sebagai sahabat lo, mencoba menyuntikkan sedikit akal sehat ke dalam kepala lo itu.”

“Sialan, maksud lo apa? Gue nggak punya akal sehat gitu?” (Natassa, 2015: 249)

(23) “Saputangan elo, Ris?”

“Nggak, punya bapak-bapak tukang kebun yang lagi babat taman sebelah. Ya iyalah, saputangan gue.”

“Nggak nyangka gue, ternyata elo masih golongan pria-pria jadul yang ngantongin saputangan ke mana-mana.”

“Sialan lo.” (Natassa, 2015: 58)

(24) “Kalau gue kasih lo bola buat dipegang gitu, bisa bagusan nggak tampang lo? Nggak kayak mau di-pas foto gitu?”

“Sialan lo.” (Natassa, 2015: 193)

(25) “Itu tadi yang di rapat, pidato panjang lo tentang revenue pool itu. Speech kayak begitu cuma bisa keluar dari mulut orang kutu buku, buka seorang Keara.”

“Sialan lo. Ini pujian atau celaan? Mau muji gue karena gue pinter atau mau menghina gue karena tampang gue harusnya tolol dan nggak mungkin bicara seperti itu tadi?” (Natassa, 2015: 142)

(26) “Disantet kali elo, sampai nggak bisa berkata-kata gitu.” “Sialan lo.” (Natassa, 2015: 54)

(27) “Sama siapa lagi kali ini? Enzo lagi? Elo nggak menelepon gue mahal-mahal begini ke Sydney cuma untuk bilang elo mau minta mendaftar arisan ibu-ibu muda yang tagline-nya ‘nggak pa-pa isinya berceceran ke mana-mana asal botolnya pulang’ kan?”

“Setan, elo dan bibir elo itu ya. Dengerin gue dulu kali.” (Natassa, 2015: 70)

(39)

25

(28) “Kayaknya buku ini cocok banget deh buat lo.” “Setan lo!” (Natassa, 2015: 31)

(29) “Gue titip bayar ini ya.”

“Idih! Nggak mau gue. Elo bayar sendiri aja sana!” (Natassa, 2015: 32)

(30) “Nguap mulu dari tadi, tidur jam berapa lo tadi malam?” “Jam satu, gila ngantuk banget gue.”

“Ngapain? Lembur lagi lo?”

“Idih, hina banget gue tidur jam segitu gara-gara lembur.” (Natassa, 2015: 110)

(31) “Ih, rame banget, Ris. Mending tadi kita naksi aja.”

“Daripada duitnya buat naik taksi, mending buat gue beli Ferrari satu lagi.” (Natassa, 2015: 49)

(32) “Iya, pokoknya gue sih nggak pernah sakit perut sarapan ini, Key. Nggak tahu kalau lo dan usus mahal lo itu.”

“Ih, Risjad, nggak usah meledek deh, jadi mau beliin gue besok atau nggak?” (Natassa, 2015: 108)

(33) “Punya lo mana?” “Punya gue apa?” “iPod lo, sini gue liat.”

“Ih, ogah.” (Natassa, 2015: 124) (34) “Lo nyari apa sih?”

“Ih, Harris, nanya mulu. Udah, lanjut nyetir aja.” (Natassa, 2015: 247)

(35) “Hah? Lo sakit? Lo nggak pa-pa kan?” “Bukaaaan, udah cepetan.”

(40)

26

“Jadi kenapa? Mau ngapain nyari supermarket dan apotek jam segini?”

“Iiih, berisik lo, pokoknya cari aja.” (Natassa, 2015: 249)

(36) “Gue tau apa yang lo mau. Bahkan, gue tau apa yang lo butuh.”

“Aduh, udah deh, Din, gue lagi pusing nih di kantor, bos gue tiba-tiba nyuruh gue terbang ke Singapura besok, rapat dengan konsultan-konsultan ini.” (Natassa, 2015: 212)

(37) “Dan Enzo…”

“Aduh, males gue kalau bahas yang satu itu.”

“Dengerin gue dulu bentar. Sebenci-bencinya elo sama dia sekarang, dan kalau ketemu pasti bawaannya pengen menghunus pedang, elo harus akui dulu alasan lo mau sama dia juga sah dan jelas.” (Natassa, 2015: 27)

Dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa, interjeksi yang bermakna kekesalan ditunjukkan dengan umpatan. Terlihat pada data (21), (22), (23), (24), (25), dan (26), kekesalan ditekankan dengan kata sialan. Kata setan juga dipakai sebagai umpatan untuk menunjukkan kekesalan. Hal itu terdapat pada data (27) dan (28). Pada data (29), (30), (31), (32), (33), (34), (35), (36), dan (37) kekesalan ditunjukkan dengan ih, aduh, dan idih.

2.4 Interjeksi yang Bermakna Penyesalan atau Kekecewaan

Interjeksi ini menyatakan makna perasaan sesal atau kecewa yang dirasakan pembicara. Interjeksi penyesalan atau kekecewaan meliputi aduh dan yah. Berikut ini

(41)

27

penggalan dialog yang mengandung interjeksi penyesalan atau kekecewaan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa:

(38) “Iya, kan, gue muntah, kan? Aduh, Ruly, malu banget gue. Maaf, ya.” “Nggak pa-pa, Key. Nggak di baju gue kok. Gue berhasil menggiring lo ke toilet sebelum elo jackpot.” (Natassa, 2015: 72)

(39) “Aduh, Ruly, sori ya, sori banget, gue nggak sengaja.” “Nggak pa-pa, key.” (Natassa, 2015: 308)

(40) “Fish bowl-nya murah, Key, tapi ikan nemo lo nggak bisa pakai mangkuk gituan. Dia itu kan ikan laut, jadi harus pakai akuarium air laut dengan filter segala.”

“Yaaah, mahal ya? Mahalnya seberapa sih, Rul?” (Natassa, 2015: 301)

(41) “Yah, malah diketawain gue.”

“Iya, iya sini gue bantuin. Anaknya Tara umur berapa, Rul?’ (Natassa, 2015: 197)

Interjeksi penyesalan pada data (38) dan (39) ditunjukkan oleh kata aduh. Penyesalan ini ditunjukkan karena pembicara merasa bersalah atas apa yang telah terjadi. Pada data (40) dan (41), yah digunakan untuk menekankan perasaan kecewa karena mendapati sesuatu tidak sesuai dengan harapan.

2.5 Interjeksi yang Bermakna Kelegaan

Interjeksi ini digunakan untuk menekankan perasaan lega pembicara. Yang meliputi interjeksi kelegaan, ialah alhamdulillah dan syukur. Berikut ini penggalan

(42)

28

dialog dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa yang mengandung interjeksi kelegaan:

(42) “FYI, Ruly, ikannya masih hidup lho pas gue bangun pagi ini.” “Alhamdulillah.” (Natassa, 2015: 316)

(43) “Kemal tadi nyampe jam sembilanan, Key. Begitu dia ada gue langsung balik ke rumah biar bisa istirahat. Sampai gue pergi tadi ortu Denise belum nyampe, kata Kemal baru terbang dari Singapura jam delapan pagi.”

“Oh gitu, syukur deh Denise nggak parah lagi kondisinya. Mau berangkat sekarang?” (Natassa, 2015: 285

Perasaan lega pembicara pada data (42) dan (43) diungkapkan dengan alhamdulillah dan syukur untuk menunjukkan bahwa suatu hal telah berjalan baik.

2.6 Interjeksi yang Bermakna Keterkejutan

Interjeksi yang menyatakan makna keterkejutan meliputi heh, buset, lho, hah, weits, dan walah. Berikut ini penggalan dialog yang mengandung interjeksi keterkejutan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa:

(44) “Dia itu nggak minum dan nggak suka dugem, asal lo tau aja.” “Heh? Dia nggak minum?” (Natassa, 2015: 29)

(45) “Lo kok nggak ikut-ikutan ribet milih gaun? Lo diajak Panji kan ke acara ini?”

“Gue tolak.”

(43)

29

(46) “Dia nyerah kali. Karena sebulan-dua bulan terakhir ini, dia berubah.” “Heh? Kita lagi ngomongin Panji Wardhana yang sama kan?”

“Iya. (Natassa, 2015: 139)

(47) “Dengerin apa sih dari tadi?” “Tenors, Grigolo, Bocelli.”

“Buset, gue nggak nyangka elo itu golongan wanita-wanita jadul yang suka Bocelli.” (Natassa, 2015: 58)

(48) “Jadi asisten dibayar nggak sih?” “Kan udah dibayar pake bacang tadi?”

“Buset, murah banget bayaran asisten itu.” (Natassa, 2015: 296)

(49) “Kosongkan jadwal lo tanggal satu Oktober ya.”

“Satu Oktober? Jumat? Mau ngapain lo? Mau kawin lagi?”

“Buset, anak ini mulutnya lagi parah ya. Nyesel gue nelepon lo.” (Natassa, 2015: 213)

(50) “Gue capek deh, Din, sekarang setiap ketemu lo pasti pertanyaanya itu mulu.”

“Lho, gue kan cuma nanya. Biasa aja kali.” (Natassa, 2015: 136)

(51) “Iya. Gimana?

“Nggak pening bahas itu, Din.” “Lho, kok?”

“Gue lagi nggak terlalu mikirin dia akhir-akhir ini.” (Natassa, 2015: 99)

(52) “Cari supermarket atau apotek atau apalah yang masih buka ya.” “Hah? Lo sakit? Lo nggak pa-pa, kan?” (Natassa, 2015: 249)

(44)

30

(53) “Hah? Itu bukannya supermarket? Kita mau nongkrong bareng sambil makan kacang dekat kasir gitu?”

“Bukan, Harris. Di Food Hall itu lo bisa belanja daging steak, sayur, dan mereka masakin buat lo. Sekalian gue mau belanja buah, nggak pa-pa, ya?” (Natassa, 2015: 262)

(54) “Bro, gue kirain siapa. Baru dari Singapur gue. Biasa, F1. Lo ngapain?”

“Jemput cewek gue.”

“Weits, yang mana lagi ini?” (Natassa, 2015: 237)

(55) “Ra, kamarnya Dante yang mana, ya?”

“Walah, sampe ketiduran. Berat, Key, biar gue aja, kamarnya di atas.” (Natassa, 2015: 146)

Kekagetan pada data (44), (45), (46), (47), (48), (49), (52), (53), (54), dan (55) diungkapkan dengan heh, buset, lho, hah, weits, dan walah ketika pembicara mendengar suatu berita. Sedangkan perasaan heran pada data (50) dan (51) ditunjukkan oleh lho karena pembicara tidak menyangka dengan apa yang baru saja didengar.

2.7 Interjeksi yang Bermakna Keraguan

Interjeksi keraguan digunakan untuk menekankan perasaan ragu atau tidak yakin. Yang termasuk interjeksi keraguan adalah ehm. Berikut ini penggalan dialog yang mengandung interjeksi keraguan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa:

(45)

31

“Ehm, gue sebenarnya lagi di rumah sakit.”

“Tapi lo nggak pa-pa kan, Rul? Ruly, elo itu ya. Kok nggak ngabarin gue?” (Natassa, 2015: 54)

(57) “Ehm, Key, gue ke tempat lo boleh? Biar bareng aja ke RSPI-nya.” “Sekarang?”

“Kalo lo mau, sekalian makan siang dulu, Key.” (Natassa, 2015: 283)

(58) “Gue sama Harris baru kelar tenis nih, ngopi-ngopi yuk. Supaya lo nggak jauh-jauh, di Starbucks Setiabudi situ juga boleh.”

“Sekarang?”

“Iya. Bentar lagi kami mau jalan.”

“Ehm, kayaknya gue nggak bisa deh, gue ada janji, Rul.” (Natassa, 2015: 130-131)

Pada data (56), ehm dipakai untuk menunjukkan keraguan pembicara yang sebenarnya merasa tidak yakin ingin memberitahukan sebuah berita kepada kawan bicaranya atau tidak. Pada data (57) dan (58), ehm digunakan untuk menunjukkan keraguan pembicara yang merasa bimbang dengan keputusannya.

2.8 Interjeksi yang Bermakna Kesenangan

Interjeksi tersebut digunakan untuk menekankan perasaan senang. Yang termasuk dalam interjeksi kesenangan adalah asyik. Berikut ini penggalan dialog yang mengandung interjeksi kesenangan dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa:

(46)

32

“Adaaa, udah deh, berisik lo. Nanti gue kasih pas makan siang bareng aja ya, kalau sekarang adanya ketahuan banget gue balik dari mana.” “Asyik. Ditraktir sogokan sekalian juga nih?” (Natassa, 2015: 241)

Pada data (59) di atas, asyik dipakai untuk menekankan perasaan senang pembicara karena mendapat traktiran dari kawan bicaranya.

2.9 Interjeksi yang Bermakna Menyuruh Diam

Interjeksi ini berfungsi menyuruh kawan bicara untuk diam. Berikut ini penggalan dialog dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa yang mengandung interjeksi bermakna menyuruh diam:

(60) “Kayaknya buku ini cocok deh buat elo, Key.” “Setan lo!”

“Ssh, berisik lo, tuh diliatin orang-orang.” (Natassa, 2015: 31)

Pada data (60) di atas, sssh digunakan untuk sebagai perintah kepada kawan bicara untuk diam.

(47)

33

BAB III

KATEGORI FATIS DALAM NOVEL ANTOLOGI RASA

KARYA IKA NATASSA

3.1 Pengantar

Dalam Bab III ini akan dibahas kategori fatis dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa. Kategori fatis dibagi menjadi dua bentuk, yaitu kata dan frasa.

3.2 Kategori Fatis yang Berbentuk Kata

Kategori fatis yang berbentuk kata yang terdapat dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa adalah ah, deh, dong, kan, -lah, kok, sih, ya, dah, ayo, halo, dan nah.

3.2.1 Kategori fatis yang berbentuk kata ah

Kategori fatis yang berbentuk ah digunakan untuk menekankan rasa penolakan dan acuh tak acuh. Berikut ini contoh penggalan dialog dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa yang mengandung kategori fatis berbentuk ah:

(61) “Sssh, berisik lo ah, diliatin orang-orang tuh.”

“Emang gue peduli? Kita kan nggak lagi di perpustakaan.” (Natassa, 2015: 31)

(62) “Udah ah, kita keluar aja dari sini sebelum diusir.”

(48)

34

(63) “Ayo dong, Rul, senyum dikit aja susah banget sih lo.”

“Gue bukan model, Key, mending lo suruh gue main bola di sini daripada lo suruh pose gini.”

“Norak ah lo, ini pelabuhan, Rul, bukan lapangan. (Natassa, 2015: 192)

(64) “Kalo gue kasih lo bola buat dipegang gitu, bisa bagusan nggak tampang lo? Nggak tegang kayak mau di-pas foto gitu?”

“Sialan lo.”

“Udah ah, nggak asyik lo, minggir aja biar gue yang foto pelabuhannya aja.” (Natassa, 2015: 193)

(65) “BBM gue foto lo ya.” “Hah? Foto apa?”

“Foto lo sekarang, baru bangun ini.”

“Ih, Panji apaan ah, nggak mau gue.” (Natassa, 2015: 162)

(66) “Tapi gue tadi memang serius nanyanya. Kenapa nggak ikutan? Kan seru gue ada teman buat nyela-nyela orang di acara itu.”

“Nggak ah, Din. Gue nggak mau ngasih sinyal yang bikin dia salah paham. Dari awal kami udah sepakat ini cuma main-main, dan menampilkan diri di acara keluarga itu bukan main-main.” (Natassa, 2015: 209)

Partikel ah yang digunakan untuk menekankan penolakan ditunjukkan oleh data (65) dan (66). Data (61), (62), (63), dan (64) di atas menggunakan partikel ah untuk menekankan acuh tak acuh.

(49)

35

3.2.2 Kategori fatis yang berbentuk kata deh

Kategori fatis yang berbentuk kata deh digunakan untuk menekankan (a) pemaksaan dengan membujuk, (b) pemberian persetujuan, (c) pemberian garansi, dan (d) sekadar penekanan. Berikut ini contoh penggalan dialog yang mengandung kategori fatis berbentuk kata deh yang terdapat dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa:

(67) “Elo nggak pa-pa?” “Pusing banget.”

“Ya udah, baringan dulu deh.”

(68) “Hai.”

“Hei. Nemu dasinya?” “Bingung gue.”

“Duduk dulu deh.” (Natassa, 2015: 30)

(69) “Hai, cantik.”

“Nggak usah pake gombal-gombalan deh, mana sarapan gue?” “Nggak seneng ya gue sapa cantik?” (Natassa, 2015:106)

(70) “Yang bener aja. Nggak mungkin kali.” “Mau tobat kali dia, makanya naksir lo.”

“Nggak usah ngarang deh lo.” (Natassa, 2015: 165)

(71) “Lo yakin nggak hamil? Siang-siang bolong gini ngidam Wardani.” “Enak aja, nggak! Cuma lagi pengen banget aja, rese lo.”

“Maksud gue, kalau lo hamil. Sana suruh yang menghamili dong yang nganter, masa gue.”

“Risjad, udah deh, mau apa nggak? Lo tega gue berangkat sendiri?” (Natassa, 2015:155)

(50)

36 (72) “Kenapa?”

“Nggak pa-pa, aku cuma capek banget aja.”

“Ya udah, kamu istirahat aja deh. Aku telepon besok ya.” (Natassa, 2015: 243)

(73) “Mau ngapain sih?”

“Udah deh, nggak usah banyak bacot, cepetan balik ke sini. Ini penting! Darurat! Kalau lo udah dekat kabarin, biar gue langsung nunggu di lobi.” (Natassa, 2015: 249)

(74) “Gue tau apa yang lo mau. Bahkan, gue tau apa yang lo butuh.”

“Aduh, udah deh, Din, gue lagi pusing nih di kantor, bos gue tiba-tiba nyuruh gue terbang ke Singapura besok, rapat dengan konsultan-konsultan ini.” (Natassa, 2015: 212)

(75) “Lo nggak perlu nanya-nanya gue itu.”

“Tapi gue nggak bisa melihat lo begini terus.”

“Begini gimana? Udah deh, Ris, lo nggak usah sok peduli sama gue.” (Natassa, 2015: 273)

(76) “Din, lo duluan deh, gue kayaknya kebelet nih.” “Nomer satu atau nomer dua?”

“Nomer dua, makanya lo duluan aja.” (Natassa, 2015: 227)

(77) “Udah makan? Pesan dulu aja kalau belum.” “Iya, kita tungguin deh.”

“Boleh deh. Kalian udah pada makan?”

“Udah, udah minum juga.” (Natassa, 2015: 30)

(78) “Terus naik apa?”

“Mobil, Ruly. Gue yadi minjem sama kantor Border yang di sini.” “Terus elo mau nyetir sendiri gitu?”

(51)

37 “Boleh deh.” (Natassa, 2015: 172)

(79) “Gue pesenin pizza aja mau nggak?” “Boleh deh.” (Natassa, 2015: 204)

(80) “Lo mau nggak bacangnya?” “Bcacang itu apa sih?”

“Itu tuh, yang dibungkus daun. Isinya jamur, daging, sama telur asin gitu, Rul, terus ada ketannya juga. Enak, deh, Rul, mau nyoba?”

“Boleh deh.” (Natassa, 2015: 294)

(81) “Kayaknya buku ini cocok deh buat elo, Key.” “Setan lo!”

“Ssh, berisik lo ah, tuh dilihatin orang-orang.” (Natassa, 2015: 31)

(82) “Keren ya, Rul? Lo liat tuh, cakep banget deh pas refleksi mataharinya mantul di air dan langitnya mulai bercampur biru-oranye-hitam gitu.” (Natassa, 2015: 158)

(83) “Udah makan? Pesan dulu aja kalau belum.” “Iya, kita tungguin deh.”

“Boleh deh. Kalian udah pada makan?”

“Udah, udah minum juga.” (Natassa, 2015: 30)

(84) “Tapi kita mampir akan dulu nggak pa-pa kan? Gue belum makan. Lo udah makan?”

“Udah, ini udah jam dua kali, Ruly. Ya udah gue temenin makan deh, gue ngikut aja terserah lo ke mana.” (Natassa, 2015: 286)

(85) “Key, udah deh, balikin iPod gue, lo mau lihat apa? “Bentar dulu, gue mau buktiin teori gue biar lo percaya.”

(52)

38

“Gue percaya deh daripada lo bongkar-bongkar itu.” (Natassa, 2015: 124)

(86) “Ya udah, acara selanjutnya terserah elo deh, malam terakhir di sini gue pasrah aja elo mau ngapain, gue ngikut aja.”

“Serius? Apa aja nih?”

“Udah, jangan mulai lagi, cepetan putusin mau ke mana.” (Natassa, 2015: 77)

(87) “Ya udah, gue diam deh, gue mau nonton film aja.”

“Gue mau tidur aja deh, ngantuk gue.” (Natassa, 2015: 217)

(88) “Lo mau nggak bacangnya?” “Bcacang itu apa sih?”

“Itu tuh, yang dibungkus daun. Isinya jamur, daging, sama telur asin gitu, Rul, terus ada ketannya juga. Enak deh, Rul, mau nyoba?” (Natassa, 2015: 294)

(90) “Kita ini lagi ngapain?”

“Belanja, Harris, emang gue nggak boleh belanja.”

“Bukan itu, tapi dari tadi pagi semua mal ini buka, elo belanjanya udah kayak orang gila.”

“Berisik deh lo, suka suka gue dong mau belanja apa, duit-duit gue.” (Natassa, 2015: 62)

(91) “Udah berapa lama lo jalan sama dia? Tiga bulan? Empat bulan?” “Lima bulanan kali, ya?”

“Udah sejauh mana?”

“Gue capek deh, Dih, sekarang setiap ketemu lo, pasti nanyanya itu mulu.” (Natassa, 2015: 136)

(53)

39

“Nggak usah deh, Rul, ntar repot lagi. Gue kan bakal mutar-mutar gitu.”

“Nggak apa-apa kali, Key.” (Natassa, 2015: 296)

(93) “Wine?”

“Siang-siang bolong gini?”

“Dingin, Key. Udah hujan petir menyambar-nyambar gini,”

“Nggak usah deh, gue nyetir, Din. Pusing ntar.” (Natassa, 2015: 95)

(94) “Gue sama Harris baru kelar tenis nih, ngopi-ngopi yuk. Supaya lo nggak jauh-jauh, di Starbucks Setiabudi situ juga boleh.”

“Sekarang?”

“Iya. Bentar lagi kami mau jalan.”

“Ehm, kayaknya gue nggak bisa deh, gue ada janji, Rul.” (Natassa, 2015:130-131)

Pada data (67), (68), (69), (70), (71), (72), (73), (74), (75), dan (76), kata deh digunakan untuk menekankan pemaksaan dengan membujuk. Pada data (77), (78), (79), (80), (81), dan (82), kata deh digunakan untuk memberikan persetujuan. Pada data (83), (84), (85), (86), (87), dan (88), kata deh digunakan untuk menekankan pemberian garansi. Data (89), (90), (91), (92), dan (93), kata deh digunakan untuk sekadar penekanan.

3.2.3 Kategori fatis yang berbentuk kata dong

Kategori fatis yang berbentuk kata dong dipakai untuk menghaluskan perintah atau meminta dan menekankan kesalahan lawan bicara. Berikut ini contoh penggalan dialog dalam novel Antologi Rasa karya Ika Natassa yang mengandung kategori fatis berbentuk kata dong:

(54)

40

(95) “Haus nih, beliin gue minum dong.” (Natassa, 2015: 39) (96) “Ris, baringan dong, gue mau nyandar.”

“Kita istirahat dulu nggak pa-pa ya, Ris? Capek banget gue. Si Katy Perry ini batal konser lagi, nyebelin.” (Natassa, 2015: 39)

(97) “Gue kirain masih’sakit.’”

“Udah deh, nanti orang-orang kantor ini jadi pada tau semua.” “Sogokannya dulu dong.” (Natassa, 2015: 240)

(98) “Ris, pengen nasi Wardani.” “Kan nggak ada di menu.”

“Ke Bali yuk. Ayo dong, Ris, temenin gue, mau ya?” “Ini serius?” (Natassa, 2015: 155)

(99)

Ayo dong, Rul, senyum dikit aja susah banget.”

“Gue bukan model, Key, mending lo suruh gue main bola di sini daripada lo suruh pose gini.”

“Norak ah lo, ini pelabuhan, Rul, bukan lapangan. (Natassa, 2015:192) (100) “Rul, abisin dong pizza-nya, nanggung ada dua potong lagi tuh.”

“Kenyang banget gue, Key.”

“Kalau begitu gue beresin aja ya.” (Natassa, 2015: 307)

(101) “Ayo dong, Ris, temenin gue, mau ya?” “Ini serius?”

“Ya iyalah, serius, Risjad. Gue lagi pengen nasi Wardani nih, mau ya?” (Natassa, 2015: 155)

(102) “Lo yakin nggak hamil? Siang-siang bolong gini ngidam Wardani.” “Enak aja, nggak! Cuma lagi pengen banget aja, rese lo.”

“Maksud gue, kalau lo hamil. Sana suruh yang menghamili dong yang nganter, masa gue.”

(55)

41

“Risjad, udah deh, mau apa nggak? Lo tega gue berangkat sendiri?” (Natassa, 2015:155)

(103) “Sialan lo. Itu pujian atau celaan? Mau muji gue karena gue pinter atau mau menghina gue karena tampang gue harusnya tolol dan nggak mungkn bicara seperti itu tadi?”

“Jangan sensi gitu dong, Key.” (Natassa, 2015: 142)

(104) “Kenapa nggak pacar bule lo itu aja yang disuruh melindungi mata lo pake tangannya?”

“Rese lo. Jangan cemburu gitu dong, Rul.” (Natassa, 2015: 165)

(105) “Enak banget ya, Ris. Beli di mana? Gue mau dong lo bawain tiap pagi.”

“Tapi belinya di pinggir jalan lho, Key.” (Natassa, 2015: 108) “Pinggir jalan mana?”

“Di Rasuna, deket apartemen gue.”

“Abang-abangnya kukunya bersih, kan?” (Natassa, 2015: 108)

(106) “Gue lihat foto-fotonya dong.”

“Tahu kan mencetnya yang mana?” (Natassa, 2015: 57)

(107) “Karena dia Ruly.”

“Eh, sadar dong dia itu nggak lo banget. Kenapa sih lo harus melawan arus dengan sok-sok jatuh cinta sama laki-laki yang nggak lo banget. Menderita sendiri, tau nggak lo?” (Natassa, 2015: 25)

(108) “Kita ini lagi ngapain?”

“Belanja, Harris, emang gue nggak boleh belanja?”

“Bukan itu, tapi dari tadi pagi semua mal ini buka, elo belanjanya udah kayak orang gila.”

“Berisik deh lo, suka-suka gue dong mau belanja apa, duit duit gue.” (Natassa, 2015: 62)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis yang dilakukan, terdapat tiga hasil penelitian, yakni (1) Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di dalam novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir karya

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang terdapat dalam novel Kunarpa Tan Bisa Kandha karya Suparto Brata dapat diketahui bahwa repetisi yang terdapat pada novel

Hasil penelitian menunjukan bahwa Antologi Geguritan “Puser Bumi” karya Gampang Prawoto mengandung gaya bahasa dan makna-makna tertentu, gaya bahasa yang digunakan antara lain

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dengan novel Ranah 3 Warna karya A Fuadi terdapat intertekstualitas dari aspek:

Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah jenis bahasa prokem yang terdapat pada penggalan kata dalam antologi cerpen Senandung Kunang Kunang Karya Widiayati, kata yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam puisi karya Ahmad yang terdapat dalam antologi puisi Tegalan ‘Jukung Tua’ terdapat nilai religius yang berupa hubungan manusia dengan Tuhan,

Selanjutnya tahapan yang digunakan dalam penelitian yaitu: 1 persiapan, 2 pelaksanaan, 3 penyelesaian Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada novel Hati Suhita karya Khilma Anis

Bentuk-Bentuk Konflik Batin pada Tokoh Utama dalam Novel Rasa Karya Tere Liye Konflik batin terdiri dari berbagai macam jenis yang dapat terjadi dalam diri seseorang.. Bentuk konflik