• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) diluar kavum uterus.

Terutama pada peritoneum pelvis, ovarium, septum rektovaginal, bisa juga ditemukan pada bekas operasi sesar, laparoskopi maupun laparatomi serta pada ekstragonadal seperti umbilikus, usus, kandung kemih, rektum, vagina, kulit, paru-paru, tulang belakang, dan otak. Endometriosis sering ditemukan pada wanita remaja dan usia reproduksi dari seluruh etnis dan kelompok masyarakat, walaupun tidak tertutup kemungkinan ditemukannya kasus pada wanita perimenopause, menopause dan pascamenopause (Giudice, 2004).

Menurut Burney (2012), endometriosis mempengaruhi 6 – 10 % wanita usia reproduksi. Gejala yang muncul antara lain dismenorea, dispareunia, nyeri panggul kronik, perdarahan uterus ireguler dan atau infertilitas. Prevalensi endometriosis pada wanita yang mengalami nyeri, infertilitas atau keduanya sebesar 35 – 50 %. Endometriosis seringkali tidak terdiagnosis pada awal keluhan dan mempunyai periode laten 6 tahun sejak onset gejala hingga diagnosis definitif. Sehinggga merupakan kondisi yang mengganggu kualitas hidup pasien.

Penelitian menunjukkan bahwa adanya kondisi klinis ini mempunyai dampak negatif pada proses implantasi dan pencapaian kehamilan. Gupta et.al (2008) mengemukakan kecepatan pembuahan perbulan (monthly fecundity rate/ MFR) pasangan usia subur yang terdiagnosis endometriosis sebesar 2 % – 10 % per bulan. Dibandingkan kecepatan pembuahan perbulan pada pasangan usia subur normal sekitar 30 % pada siklus pertama dan menurun sebesar 4 % saat pasangan sudah menikah lebih dari setahun.

Infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis mungkin disebabkan oleh hambatan mekanik dari persatuan telur dan sperma oleh endometrioma dan malformasi anatomi pelvis, ditambah dengan abnormalitas sistemik peritoneum

(2)

2 yang telah didokumentasikan pada endometriosis. Kelainan imunologis sistemik meliputi kenaikan produksi imunoglobulin. Kelainan imunologis peritonium ditandai dengan kenaikan sel T Helper, defek aktivitas sel natural killer (NK) dan penurunan aktivitas sel supresor proliferasi stroma endometrium, proliferasi limfosit, penurunan binding terhadap zona pelusida, kenaikan siklus aktivasi makrofag dan adanya antibodi spesifik non organ, dicirikhaskan sebagai abnormalitas imunologis peritoneum (Gupta et al., 2008)

Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologis yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap endometriosis, namun hingga kini penyebab dan patogenesisnya belum juga diketahui secara pasti. Endometriosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh manusia, tetapi didalam bidang ginekologi yang dimaksud adalah endometriosis pelvik atau genital. Terdapat tiga tipe lesi endometriosis yaitu endometriosis peritoneum, ovarium dan rektovaginal. Ketiga tipe tersebut memiliki patogenesis yang berbeda (Giudice, 2004).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa perubahan imunologis berperan dalam patogenesis penyakit, pertanyaan yang sering muncul adalah apakah perubahan imunologis ini sebagai sebab atau akibat dari penyakit. Namun, sel-sel endometriosis ini mampu merangsang sistem imun secara kronis, memperkuat fungsi sel imun pada tingkat lokal, dan memfasilitasi pertumbuhan ektopik sel endometrium, sehingga harus dieliminasi oleh sistem imun (Bedaiwy, 2002).

Pada endometrium eutopik dan darah perifer ditemukan banyak perubahan imunologis terkait endometriosis, namun bisa ditemukan lokal pada kavum peritoneum saat penyakit ini berkembang. Cairan peritoneum pasien endometriosis mengandung kadar autoantibodi, mediator proinflamasi, sel-sel inflamasi terutama sitokin, makrofag, dan faktor pertumbuhan. Sel-sel proinflamasi ini akan memperberat reaksi inflamasi yang terjadi pada kavum peritoneum, sehingga berefek langsung pada pertumbuhan dan fenotip sel endometrium eutopik (Harada et al, 2001).

(3)

3 Sistem imun dan perubahan imunologis juga berperan penting dalam onset dan perkembangan endometriosis serta terjadinya manifestasi klinis seperti nyeri panggul kronis dan infertilitas. Mekanisme infertilitas terkait endometriosis masih kontroversial. Endometriosis berefek pada terganggunya fungsi tuba dan reseptivitas endometrium, folikulogenesis yang abnormal, peningkatan stres oksidatif, gangguan sistem imun dan keseimbangan hormonal di folikel dan peritoneum. Hal diatas menyebabkan disfungsi ovulasi, defek fase luteal, kualitas sel telur yang jelek, embriogenesis abnormal, gangguan fertilisasi dan implantasi sehingga menyebabkan infertilitas (Gupta et.al, 2008).

Interleukin dikenal paling baik dalam mekanisme sistem imun dan inflamasi. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa folikel ovarium merupakan lokasi reaksi inflamasi. Sel ovarium sebagai sumber dan target interleukin. Komponen IL-1 dan IL-6 memiliki beberapa tempat sintesis di ovarium. Komponen tersebut terletak pada berbagai tipe sel ovarium, seperti oosit, sel teka dan sel granulosa. Ditemukan aktifitas IL-6 pada cairan folikel manusia saat ovulasi. Mekanisme ini belum diketahui, namun ada bukti yang menyatakan keterlibatan IL-6 dalam proses ovulasi dan pematangan oosit. IL-6 berperan dalam beberapa hal yang berhubungan dengan ovulasi, seperti sintesis protease, pengaturan aktifitas plasminogen aktivator, produksi prostaglandin dan nitrit oksida (NO), serta mengatur steroidogenesis ovarium (Gerard, 2008).

Bahtiyar (2010) mengemukakan bahwa cairan folikel pasien endometriosis akan memacu proliferasi sel lebih tinggi daripada cairan folikel pada wanita tanpa endometriosis (p<0,05). Hal ini berarti kandungan cairan folikel berperan sebagai pemacu pertumbuhan pada wanita endometriosis. Beberapa sitokin seperti IL-1,6,8,10 dan TNF alfa mengalami peningkatan kadarnya dalam cairan peritoneum pada wanita endometriosis. Sitokin-sitokin tersebut berperan dalam aktivasi makrofag, terjadinya inflamasi, dan memacu angiogenesis. Mueller et.al (2006) mengemukakan terdapat peningkatan kadar IL-6, IL-1 β, IL-10 dan TNF α serta penurunan kadar VEGF pada cairan folikel pasien endometriosis.

Peningkatan kadar interleukin 6 berperan terhadap kejadian infertilitas pasien endometriosis, sebagian dikarenakan efeknya pada motilitas sperma di

(4)

4 uterus. Mekanismenya interleukin 6 bergabung dengan reseptor interleukin 6 berikatan dengan glikoprotein-130 (gp130) yang diekspresikan pada sperma.

Motilitas sperma menurun saat gp130 berikatan dengan komplek IL-6 (Yoshida et.al, 2004).

Menurut Carli (2009), beberapa mediator inflamasi seperti IL-1, IL-6, MIF (macrophage migration inhibiting factor) dan VEGF mampu menyebabkan overekpresi cyclooxygenase-2 (COX-2) oleh sel endometrium eutopik dan ektopik. Selanjutnya sel endometrium eutopik dan ektopik akan menghasilkan prostaglandin PGE2. Prostaglandin merupakan vasodilator yang potent, yang akan menyebabkan edema vaskuler, sehingga meyebabkan nyeri menstruasi (dismenorea).

Penelitian ini membandingkan kadar IL-6 cairan folikel ovarium kelompok endometriosis dengan wanita normal. Selanjutnya bisa diketahui hubungan peningkatan IL-6 pada cairan folikel dengan indeks masa tubuh, stadium endometriosis, dan dismenorea. Sehingga kedepan bisa dilakukan penelitian lanjutan untuk memprediksi keberhasilan terapi berdasarkan peningkatan kadar interleukin-6 pada cairan folikel ovarium.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah kadar IL-6 pada cairan folikel ovarium kelompok endometriosis lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non endometriosis ?

C. Keaslian Penelitian

Abae et.al (2004) menyatakan bahwa terdapat peningkatan kadar IL– 6 pada folikel preovulasi pasien endometriosis dan mengakibatkan penurunan aktivitas aromatase melalui jalur sinyal MAPK (mitogen- activated protein kinase).

Penurunan aktifitas aromatase menyebabkan penurunan perubahan androstenedion intrafolikel menjadi estron dan penurunan perubahan androstenedion menjadi testosteron, yang diaromatisasi menjadi estradiol (E2).

(5)

5 Penurunan kadar estradiol folikel menyebabkan masalah fertilitas, termasuk penurunan kemampuan pembuahan.

Mueller et.al (2006) mengemukakan terdapat peningkatan kadar IL–6, ENA-78, IL–1 β, IL–10 dan TNF–α serta penurunan kadar vascular endothelial growth factor (VEGF) pada cairan folikel pasien endometriosis. Korelasi positif

ditemukan antara kadar interleukin-6 di folikel ovarium pada pasien endometriosis (p = 0,035).

D. Tujuan Penelitian

Untuk membandingkan kadar interleukin-6 pada cairan folikel ovarium kelompok endometriosis dan non endometriosis serta membandingkan kadar interleukin-6 berdasarkan stadium endometriosis.

E. Manfaat Penelitian

1. Memperdalam pemahaman peran sistem imunologi seluler pada penyakit endometriosis.

2. Memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat tentang kadar interleukin-6 pada cairan folikel ovarium pasien endometriosis.

3. Memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat tentang hubungan indeks masa tubuh, stadium endometriosis dan dismenorea dengan kadar interleukin- 6 pada cairan folikel ovarium.

4. Memberikan informasi ilmiah terhadap pengaruh peningkatan kadar interleukin-6 cairan folikel terhadap fertilitas pasien.

5. Mendapat data yang bisa dipakai sebagai dasar pijakan untuk penelitian lebih lanjut.

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat pelaksanaan pemilihan umum 2014 sudah sangat dekat, diperlukan langkah-langkah cepat dan mendesak untuk memulihkan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap

Tabel 4.18 Deskripsi Proses Mengakses menu Home 141 Tabel 4.19 Deskripsi Proses Mengakses Product Profile 141 Tabel 4.20 Deskripsi Proses Mengisi Form Follow Up 142 Tabel 4.21

Dari data diatas dapat diketahui bahwa kandungan O2 yang dihasilkan dari campuran premium dan biofuel 5% dan 20% lebih tinggi dibandingkan kandungan O2 pada premium

RKAM harus memuat rencana penerimaan dan rencana penggunaan uang dari semua sumber dana yang diterima madrasah. RKAM ini harus ditandatangani oleh Kepala Madrasah,

Dengan asupan nutrisi yang baik pada saat kehamilan, maka menentukan janin yang dikandungnya akan baik dan jika nutrisi ibu kurang maka akan mempengaruhi pada kesehatan

Kesimpulan pada hasil penelitian pengaruh macam varietas dan sistem jajar legowo terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi ( Oryza sativa L .) adalah

% kegiatan yang dilaksanakan sesuai target a. Monitoring terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 2015 Pokja Manajemen

Ini terlihat dari hasil pada proses pembelajaran menggunakan metode outbound sebagai berikut: (a) bersabar menunggu giliran total hasil observasi mencapai