• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ade Susanti, Pengaruh Model Kooperatif Tipe NHT dengan Probing Prompting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ade Susanti, Pengaruh Model Kooperatif Tipe NHT dengan Probing Prompting"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DENGAN PROBING PROMPTING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA STKIP YPM

BANGKO

ARTIKEL

Oleh ADE SUSANTI

NIM 1103869

Asisten Direktur I

Prof. Dr. Gusril, M.Pd.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN KONSENTRASI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2013

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DENGAN PROBING PROMPTING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA STKIP YPM

BANGKO

Oleh ADE SUSANTI

NIM 1103869

Artikel ini disusun berdasarkan tesis untuk persyaratan wisuda periode September 2013 dan telah disetujui oleh kedua pembimbing

Padang, Agustus 2013

Pembimbing I

Prof. Dr. Lufri, M.S.

Pembimbing II

Dr. Irwan, M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN KONSENTRASI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2013

(3)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DENGAN PROBING PROMPTING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA STKIP YPM BANGKO

Ade Susanti

(Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Padang)

Abstract : College is an educational institution organized to prepare students who have good academic skills, especially mathematical ability. However, mathematical ability of students in STKIP YPM Bangko still low. This is due in part because they are conventional learning where learning is more dominated by the lecturer. One effort that can be done is to used a cooperative model with probing prompting NHT type. The goal was to known the effect of cooperative learning model NHT with probing prompting the mathematical problem-solving ability of students STKIP YPM Bangko.This research was quasy experimental by randomized control group only design. The population was all math education student STKIP YPM Bangko. The Samples in this research used purposive sampling techniques of students who take courses in the theory of chances, while samples class taken at random that students as classroom experiment class-A and students as classroom control class B. The instrument used was a test of mathematical problem solving ability. Analysis used t-test and two-way ANOVA for interaction. Based on the analysis we concluded that student mathematics problem-solving ability who were taught using cooperative learning model by NHT with probing prompting better than students who were taught by conventional learning. Student mathematics problem-solving ability who were taught a high initial capability using cooperative learning model by NHT with probing prompting no better than student who were taught by conventional teaching. Student mathematical problem-solving ability who were taught a low initial capability using cooperative learning model by NHT with probing prompting better than students who were taught by conventional learning. There was no interaction between learning model with initial ability to influence student problem solving ability.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif, Tipe NHT, Probing Prompting, Kemampuan Awal, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis.

Pendahuluan

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan penting dalam kehidupan

manusia, karena melalui pendidikan manusia dapat mengembangkan

(4)

dirinya maupun memberdayakan potensi alam dan lingkungan sosial untuk kepentingan hidupnya.

Menyadari akan pentingnya pendidikan, maka pemerintah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Peningkatan mutu pendidikan dilakukan disemua cabang ilmu pengetahuan termasuk matematika.

Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang dapat melatih berpikir secara logis, kritis dan keratif. Matematika memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, matematika dapat masuk dalam seluruh segi kehidupan manusia, dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks. Cockroft (dalam Mulyono, 2009:251) mengemukakan mengapa matematika diajarkan, karena matematika sangat

dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari, bagi sains, perdagangan dan industri, dan karena matematika suatu daya alat komunikasi yang singkat dan tidak ambigius serta berfungsi sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi.

Pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan merupakan sarana agar peserta didik memiliki berbagai kemampuan dalam pemecahan masalah dan mampu menalarkan masalah tersebut dengan kritis, sistematis, logis dan kreatif.

Tujuan pembelajaran tersebut dapat dikembangkan melalui pendidikan pembelajaran matematika dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dengan mengembangkan kemampuan tersebut, mahasiswa diharapkan mampu mengatasi permasalahan

(5)

dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini senada dengan Kepmendiknas Nomor 45 tahun 2002 yang mengatakan bahwa “Pendidikan harus menghasilkan kemampuan bertindak yang benar dan cerdas, tindakan yang produktif, yang efektif, yang mampu memecahkan masalah nyata dalam kehidupan”.

Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan ilmunya. Tujuan pembelajaran yang diharapkan agar para lulusannya dapat menguasai dasar-dasar keahlian dan keterampilan dalam bidangnya. Hal ini senada dengan Kepmendiknas Nomor 232 tahun 2000.

Berdasarkan Kepmendiknas, perguruan tinggi sebagai salah satu tempat lahirnya calon guru, diharapkan mampu mencetak guru matematika yang memiliki keterampilan dan keahlian dalam bidangnya. Kemampuan pemecahan masalah matematis perlu dimiliki dan dikembangkan agar mahasiswa mampu mengatasi setiap permasalahan dalam bidang keahliannya maupun dalam berkehidupan bersama di masyarakat.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan matematis mahasiswa khususnya di STKIP YPM Bangko masih relatif rendah. Mahasiswa masih banyak yang belum mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dengan baik. Berdasarkan diskusi dengan beberapa dosen di STKIP

(6)

YPM Bangko, faktor penyebabnya adalah mahasiswa masih terbiasa dengan proses pembelajaran di SMP ataupun SMA dengan hanya menerima apa yang disampaikan dosen. Padahal, di perguruan tinggi mahasiswa dituntut untuk lebih mandiri dan aktif menggali informasi mengenai materi yang dipelajari, dan mampu memahami konsep bukan hanya sekedar menghafal rumus tetapi mampu menganalisis dan memecahkan permasalahan.

Kemampuan awal mahasiswa dalam memahami konsep dasar matematika juga menjadi salah satu faktor keberhasilan mahasiswa dalam memahami dan mempelajari materi selanjutnya. Menurut Suherman, dkk (2002:22) “bahwa dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya”.

Berdasarkan uraian di atas, maka dosen selaku pendidik diharapkan dapat mengajarkan konsep dengan baik. Penggunaan strategi pembelajaran yang tepat perlu dilakukan agar konsep yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik. Salah satu yang dapat dilakukan untuk meningkat kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa dengan memperhatikan kemampuan awal adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting.

Model NHT dan probing prompting akan dapat menciptakan pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif. Kedua model pembelajaran ini akan membantu dosen ataupun anggota kelompok dalam memberi bimbingan dan tutorial. Dengan adanya bimbingan dan tutorial antar

(7)

mahasiswa berkemampuan tinggi dengan mahasiswa berkemampuan rendah, kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa meningkat. Peran dosen dalam kedua model ini adalah sebagai fasilitator, motivator, evaluator serta pembimbing yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut.

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa masih rendah pada mata kuliah teori peluang di STKIP YPM Bangko.

Pembelajaran merupakan suatu upaya menciptakan kondisi yang memungkinkan mahasiswa dapat belajar. Dalam hubungannya dengan pembelajaran matematika, Nikson (dalam Muliyardi, 2002:2) mengemukakan bahwa pembelajaran

matematika adalah upaya membantu siswa (mahasiswa) untuk mengkontruksikan konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali.

Proses pembelajaran di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk lebih mandiri dan aktif dalam memahami dan menggali informasi/pengetahuan dalam setiap mata kuliah yang diberikan agar berhasil dalam belajar, tak terkecuali pada perkuliahan Teori peluang.

Standar kompetensi yang diharapkan adalah mahasiswa mampu memahami, mengidentifikasi, membuktikan dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, mengembangkan dasar-dasar teori peluang, penggunaan rumus peluang,

(8)

serta konsep-konsep peluang sebagai dasar penarikan kesimpulan dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat serta dapat mendorong semangat kerja sama.

Model pembelajaran probing- prompting adalah model pembelajaran dengan memberikan serangkaian pertanyaan. Menurut Suyatno (2009:63), pembelajaran probing prompting adalah:

pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa (mahasiswa) dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa

(mahasiswa) mengkontruksikan konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidakdiberitahukan.

Teori konstruktivisme merupkan teori belajar yang melandasi teknik probing. Seorang dosen harus mampu memfasilitasi mahasiswanya dalam membangun pengetahuannya dengan cara menstimulasi terjadinya proses adaptasi. Staton (1978:48) menyatakan “salah satu cara untuk menstimulasi dengan mengajukan serangkaian pertanyaan yang tersusun secara sistematis yang dapat diajukan pada saat-saat yang tepat selama pembelajaran berlangsung”.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting dalam penelitian ini kelas adalah (1) membagi mahasiswa dalam beberapa kelompok dan memberi identitas

(9)

anggota dengan nomor, (2) memberikan serangkaian pertanyaan yang mengandung masalah (3) memberikan kesempatan mahasiswa merumuskan jawaban dengan anggota kelompoknya, (4) memberikan tugas yang sama kepada tiap-tiap kelompok (5) mahasiswa berdiskusi, (6) dosen membimbing dan menuntun dalam proses berpikir mahasiswa yang mengalami kesulitan, (7) dosen memanggil salah satu nomor untuk presentasi hasil, (8) mahasiswa lain menyimak dan menyebutkan satu nomor untuk memberi tanggapan. (9) dosen mengajukan pertanyaan akhir untuk mengecek pemahaman mahasiswa, (10) memberikan kesimpulan.

Kemampuan memecahkan masalah seyogyanya menjadi salah satu kemampuan yang harus dikuasai mahasiswa dalam pembelajaran

matematika. Suherman dkk.

(2003:89) mengungkapkan “bahwa pemecahan masalah merupakan bagian kurikulum matematika yang sangat penting dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian”.

Untuk itu, Dosen dituntut menggali kreativitas dengan mengembangkan berbagai strategi pemecahan masalah dengan fokus pada persoalan yang tidak biasa dijumpai agar kemampuan berpikir mahasiswa senantiasa terbangun.

Dalam penelitian ini, Indikator kemampuan pemecahan

masalah yang digunakan adalah (1) mengidentifikasi unsur-unsur,

(2) merencanakan dan memilih strategi, (3) menerapkan strategi, serta (4) menjelaskan dan menyimpulkan hasil sesuai dengan permasalahan.

(10)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah (1) Kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting baik secara keseluruhan maupun yang berkemampuan awal tinggi ataupun rendah lebih baik daripada mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional, (2) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal mahasiswa dalam mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah.

Metode

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen semu (quasy experiment), karena kelompok sampel yang digunakan sudah terbentuk dengan sendirinya.

Sesuai dengan jenis penelitian, maka penelitian ini akan melibatkan dua

kelompok yaitu kelompok eksperimen yang akan memperoleh perlakuan dengan model NHT dengan Probing Prompting dan kelompok kontrol yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Variabel pada penelitian ini terdiri dari (1) variabel bebas yaitu kombinasi model NHT dengan probing promting, (2) variabel moderator yaitu kemampuan awal siswa dan (3) variabel terikat adalah kemampuan matematis yaitu pemecahan masalah.

Berdasarkan variabelnya, desain penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa pendidikan matematika STKIP YPM Bangko yang terdaftar pada tahun akademik 2012/2013 yang berjumlah 514 orang. Pengambilan sampel

(11)

dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu mahasiswa yang mengambil mata kuliah Teori Peluang yang terdiri dari 3 kelas.

Pengambilan kelas sampel dilakukan secara acak sehingga didapat kelas A sebagai kelas eksperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol.

Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Analisis data menggunakan uji t untuk hipotesis 1, 2, dan 3 karena data berdistribusi normal dan variansi homogen serta ANAVA dua arah untuk hipotesis 4.

Pengujian hipotesis dibantu dengan SPSS 20 For Windows

Hasil Penelitian dan Pembahasan Setelah penelitian di lapangan selesai, selanjutnya data hasil penelitian dianalisis untuk mengungkapkan bagaimana hasil penguasaan kemampuan pemecahan

masalah matematis mahasiswa setelah dilaksanakan pembelajaran matematika di kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting (46,70) lebih tinggi dari skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional (41,15).

Nilai maksimum dan minimum kemampuan pemecahan masalah mahasiswa kelas eksperimen lebih tinggi dari nilai maksimum dan minimum mahasiswa kelas kontrol.

Simpangan baku di kelas eksperimen (8,98) lebih kecil dibandingkan kelas kontrol (10,03). Hal ini berarti

(12)

kemampuan pemecahan masalah mahasiswa di kelas kontrol lebih menyebar dibandingkan di kelas eksperimen.

Skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah mahasiswa berkemampuan awal tinggi kelas eksperimen (52,60) lebih tinggi dibanding skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah mahasiswa berkemampuan awal tinggi kelas kontrol (49,00). Nilai maksimum (61) dan minimum (45) kemampuan pemecahan masalah mahasiswa kelas eksperimen sedikit lebih tinggi dibandingkan nilai maksimum (60) dan minimum (35) mahasiswa kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena mahasiswa kelas eksperimen lebih terbiasa menyelesaiakan soal-soal pemecahan masalah. Berdasarkan simpangan baku, skor kemampuan pemecahan masalah mahasiswa

berkemampuan awal tinggi kelas kontrol lebih menyebar dibandingkan dengan kelas eksperimen.

Skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa berkemampuan awal rendah kelas eksperimen (43,47) lebih tinggi dibanding skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah mahasiswa berkemampuan awal rendah kelas kontrol (37,22). Nilai maksimum (68) dan minimum (31) kemampuan pemecahan masalah mahasiswa kelas eksperimen lebih tinggi dari nilai maksimum (52) dan minimum (24) kelas kontrol. Satu orang mahasiswa kelas eksperimen yang berkemampuan awal rendah dengan nilai 53, pada tes akhir mampu memperoleh skor 68 dari 70 total skor maksimum. Hal ini karena dalam proses pembelajaran mahasiswa terlihat aktif, sering

(13)

bertanya dan mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan sehingga saaat tes akhir mahasiswa dapat menyelesaikan soal dengan baik sesuai dengan indikator yang diharapkan. Berdasarkan simpangan baku, nilai kemampuan pemecahan masalah mahasiswa berkemampuan awal rendah kelas eksperimen lebih menyebar dibandingkan dengan kelas kontrol.

Berdasarkan uji persyaratan hipotesis dengan α = 0,05 diperoleh bahwa nilai signifikansi untuk uji normalitas data tes kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen dan kelas kontrol 0,200 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti data berdistribusi normal pada kedua kelas sampel. Untuk uji homogenitas variansi diperoleh bahwa nilai signifikansi data tes kemampuan pemecahan masalah kelas

eksperimen dan kelas kontrol lebih besar dari 0,05. Nilai signifikansi yang diperoleh secara keseluruhan adalah 0,456. Pada mahasiswa berkemampuan awal tinggi 0,099 dan kemampuan awal rendah 0,973.

Setelah diketahui bahwa data berdistribusi normal dan variansi homogen, maka dilakukan pengujian hipotesis. Hasil Uji hipotesis pertama diperoleh nilai thitung 2,145 > ttabel 1,674. Hal ini berarti H0 ditolak atau kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting lebih baik daripada mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

Uji hipotesis kedua diperoleh nilai thitung 1,192 < ttabel 1,739.

Hal ini berarti H0 diterima atau kemampuan pemecahan masalah

(14)

matematis mahasiswa berkemampuan awal tinggi yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting tidak lebih baik daripada mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

Uji hipotesis ketiga diperoleh nilai thitung 2,036 > ttabel 1,692.

Hal ini berarti H0 ditolak atau kemampuan pemecahan masalah

matematis mahasiswa

berkemampuan awal rendah yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting lebih baik daripada mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional

Uji hipotesis keempat diperoleh nilai Fhitung 0,312 >

Ftabel 4,03. Hal ini berarti H0 diterima atau tidak terdapat interaksi

antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa.

Diitolaknya hipotesis pertama dan ketiga karena dalam proses pembelajaran di kelas eksperimen, dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk saling bekerja sama, bertukar pikiran dan saling membantu dalam belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ibrahim (2000:6) “bahwa dengan pembelajaran kooperatif siswa (mahasiswa) akan saling bekerja sama untuk mempelajari materi dan menyelesaikan tugas- tugas, serta memberikan penjelasan kepada anggota kelompoknya”.

Mahasiswa berkemampuan awal tinggi berusaha menjadi tutor bagi mahasiswa berkemampuan awal rendah agar hasil yang diperoleh

(15)

maksimal, seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran kooperatif oleh Ibrahim (2000:104)

”bahwa mahasiswa berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor bagi mahasiswa yang berkemampuan rendah”.

Selain itu, mahasiswa merasa tidak dibiarkan begitu saja memahami materi dalam kelompok tetapi dibimbing dan dituntun dengan pertanyaan-pertanyaan sehingga terjadi proses berpikir dan beraktifitas untuk membangun pengetahuannya dalam pemecahan masalah Hal ini sesuai dengan pendapat Suherman (2003:55) bahwa akan terdapat dua aktifitas dalam probing prompting yaitu aktifitas berpikir dan aktivitas fisik. Dengan adanya tuntunan mahasiswa merasa diingatkan secara tidak langsung dengan pertanyaan-pertanyaan yang

sifatnya mengarahkan. Dengan demikian ingatan mahasiswa terhadap konsep yang didapatkan sebelumnya akan tersimpan lebih lama. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Silberman (2006:149) “bahwa materi yang telah dibahas oleh mahasiswa cenderung lima kali lebih melekat di dalam pikiran ketimbang materi yang tidak”.

Bimbingan dan tuntunan dari teman satu kelompok serta pertanyaan dari dosen membantu mahasiswa dalam belajar dan memecahkan masalah, sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih tinggi.

Hal ini sesuai dengan manfaat dari pembelajaran NHT yang dinyatakan Lundgren dalam Ibrahim (2000:18) bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan hasil belajar

(16)

lebih tinggi. Serta menurut Suyatno (2009:63) dengan memberikan serangkaian pertanyaan akan membantu dalam mengkontruksikan konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, tanpa memberi tahu secara langsung.

Pada kelas kontrol, mahasiswa tidak terbiasa dengan soal-soal pemecahan masalah, karena dalam proses pembelajaran lebih didominasi oleh dosen dengan memberikan materi dalam bentuk ceramah. Kesempatan untuk menemukan konsep atau berdiskusi sangat terbatas, sehingga mahasiswa hanya menerima pelajaran dengan pasif. Dalam menyelesaikan masalah, mahasiswa lebih banyak menyelesaikan secara individu, sehingga ketika mengalami kesulitan mahasiswa kebingungan dan memilih untuk melihat jawaban dari

teman tanpa memahaminya. Ketika proses pembelajaran, ada beberapa mahasiwa yang bertanya, namun mahasiswa yang bertanya itu-itu saja dan sebagian besar mahasiswa berkemampuan awal tinggi.

Mahasiswa berkemampuan awal tinggi di kelas eksperimen tidak lebih baik dari mahasiswa berkemampuan awal tinggi di kelas kontrol. Mahasiswa berkemampuan awal tinggi di kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak terlalu terpengaruh dengan model pembelajaran yang diterapkan.

Walaupun secara rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah mahasiswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibanding kelas kontrol, namun hasil tesebut belum signifikan. Hal ini disebabkan karena ketika menjawab soal mahasiswa berkemampuan awal tinggi di kelas

(17)

eksperimen ingin menjawab soal dengan cepat, mereka merasa soal yang diberikan telah mereka pahami dengan baik dan mereka merasa dapat mengerjaka soal benar. Namun dalam penyelesaiannya mahasiswa menjawab soal dengan pemahaman mereka sendiri dan sebagian tidak menerapkan prosedur/indikator yang diharapkan.

Pada kelas kontrol, mahasiswa berkemampuan awal tinggi juga menjawab soal dengan cukup baik. Dalam proses pembelajaran, mahasiswa juga lebih aktif dibanding teman-temannya yang berkemampuan awal rendah.

Namun, karena tidak terbiasa dengan penyelesaian soal-soal pemecahan masalah, sehingga tidak dapat menjawab soal dengan baik

Kesimpulan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang membandingkan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting dan model pembelajaran konvensional.

Penelitian bertujuan untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan maka dapat disimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting lebih baik daripada mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa

(18)

berkemampuan awal tinggi yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting tidak lebih baik daripada mahasiswa berkemampuan awal tinggi yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa berkemampuan awal rendah yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan probing prompting lebih baik daripada mahasiswa berkemampuan awal rendah yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

4. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa

Berdasarkan kesimpulan yang didapat maka model pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together dengan probing prompting memberikan pengaruh yang berarti pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa kelas eksperimen terutama pada kelompok mahasiswa berkemampuan awal rendah di STKIP YPM Bangko.

Saran

Penelitian ini menekankan pada peningkatan hasil belajar kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa. Berdasarakan kesimpulan yang diperoleh, maka dalam penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi dosen, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi dalam

(19)

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa.

2. Dosen sebaiknya menyiapkan perencanaan yang matang, menyiapkan semua bahan (alat) yang diperlukan dalam proses pembelajaran dan menyusun langkah-langkah pembelajaran yang baik agar proses pembelajaran lebih optimal serta membiasakan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dalam mentransfer materi.

3. Dosen harus selalu mengontrol, memonitor dan membimbing serta memberikan petunjuk dan arahan kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan agar kegiatan dan aktivitas mahasiswa sesuai

dengan tujuan yang hendak dicapai.

4. Selain menitik beratkan pada materi yang diajarkan dosen sebaiknya tidak melupakan kemampuan awal sebagai materi prasyarat yang harus dikuasai mahasiswa sebelum mempelajari materi lebih lanjut.

5. Soal tes untuk masing-masing aspek kemampuan matematis lebih dikembangkan dan diperbanyak agar lebih detail mengukur setiap indikatornya.

6. Bagi ketua perguruan tinggi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan atau referensi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di STKIP YPM Bangko

7. Penelitian lanjutan yang ingin lebih mengembangkan hasil

(20)

penelitian ini sedapat mungkin diharapkan dapat mengontrol variabel-variabel lain yang mungkin juga memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil belajar mahasiswa dalam pembelajaran matematika khususnya dan pembelajaran lain umumnya.

Catatan:

Artikel ini ditulis dari tesis penulis di Pascasarjana Universitas Negeri Padang dengan tim pembimbing Prof.Dr. Lufri, MS. dan Dr. Irwan, M.Si.

Daftar Rujukan

Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:

University Press.

Muliyardi. 2002. Strategi Pembelajaran Matematika.

Padang: Jurusan

Matematika FMIPA UNP.

Mulyono. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Jakarta : Rineka Cipta Silberman, L. Melvi. 2006. Active

Learning 101 Cara Belajar

Siswa Aktif. Bandung:

Nusamedia.

Staton, Thomas. F. (Terjemahan).

(1978). Cara Mengajar dengan Hasil yang Baik, Metode- metode Mengajar Moderen dalam Pendidikan Orang

Dewasa. Bandung :

Diponogoro.

Suherman, Erman dkk. 2003.

Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: JICA-UPI

Suyatno. 2009. Menjelajah Seratus Pembelajaran Inovatif.

Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

In practice the uncertainty on the result may arise from many possible sources, including examples such as incomplete definition, sampling, matrix effects and

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan multi media terhadap hasil belajar siswa pada materi daur air, untuk mengetahui pengaruh metode

Kesamaan komunitas ini terbentuk karena karakteristik sungai pada kebun jagung yang hampir sama dengan sungai pada daerah ekoton yaitu lokasi kedua sungai

Pada tahap ini guru melakukan penilaian terhadap siswa. Penilaian yang dilakukan disini adalah penilaian aktivitas dan hasil belajar. Untuk aktivitas, penilaian yang

dielektrik dengan menggunakan bahan isolasi gas yang lain. Pada penelitian yang akan datang dapat dilakukan penelitian nilai kekuatan.. dielektrik dari pencampuran antara gas

Sesuai dengan pendapat Lakitan (1996) tanaman menyatakan bahwa kadar senyawa nitrogen yang memadai akan berpengaruh terhadap kontribusi hara yang berasal dari pupuk

Sebagai contoh dengan menggunakan query “Siapa saja pejabat yang menjadi tersangka kasus ilegal logging ?” akan diperoleh kandidat seperti pada Gambar 15.Indeks pada

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan guru dalam mengelola tata ruang, pengadaan alat dan bahan, dan kegiatan pelaporan