• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API INDONESIA DENGAN ADANYA SISTEM VERTICAL SEPARATION UNTUK PENINGKATAN KEUNTUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API INDONESIA DENGAN ADANYA SISTEM VERTICAL SEPARATION UNTUK PENINGKATAN KEUNTUNGAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API INDONESIA DENGAN ADANYA SISTEM VERTICAL SEPARATION

UNTUK PENINGKATAN KEUNTUNGAN

Farid Askary1*, Mohammed Ali Berawi2, dan R. Jachrizal Sumabrata3

1. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*e-mail: farid.askary92@gmail.com

Abstrak

Kereta api merupakan moda transportasi yang efisien dengan berbagai kelebihannya. Namun, PT KAI dinilai kurang kompetitif dalam menyediakan pelayanan perkeretaapian Indonesia. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh keuangan Perusahaan yang sering merugi. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan solusi berupa penganalisisan komponen biaya operator kereta api Indonesia dan potensi penaikan keuntungan dengan regulasi sistem vertical separation yang sudah ada. Penelitian dilakukan dengan metode benchmarking pada Inggris, Jerman, dan Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasukan angkutan penumpang, angkutan barang, PSO, KSO, dan lain-lain berpotensi sedang serta pemasukan sewa-menyewa berpotensi besar untuk dikembangkan. Sementara itu, biaya TAC berpotensi sedang serta gaji petugas dan pegawai berpotensi besar untuk diefisiensikan.

Cost Components of Indonesia Railway Operator Analysis on Vertical Separation System for Profit Improvement

Abstract

Train was an efficient transportation mode with a lot of superiorities. However, some people felt that PT KAI was less competitive in providing rail service. One of the reasons was company financial loss happened in recent years. This research was conducted to provide a solution with cost components of Indonesia railway operator analysis and profit improvement with the vertical separation system set. Reseacher used benchmarking methods with England, Germany, and Japan as benchmark. The results showed that revenues from passenger, freight, PSO, KSO, and others had medium potential and lease has big potential to be increased. Furthermore, TAC had medium potential and staff cost has big potential to be decreased.

Key Words: cost; profit; PT KAI; railways; revenue

1. Pendahuluan

Kereta api sebagai moda transportasi memiliki berbagai keunggulan di antaranya hemat energi, hemat lahan, rendah polusi, relatif cepat, dan adaptif dengan perkembangan teknologi.

Konsumsi energi dari kereta api bahkan lebih efisien 62% dibandingkan dengan truk [1].

Moda ini sangat cocok digunakan untuk transportasi yang bersifat masal, baik penumpang

(2)

maupun barang. Moda ini sudah banyak digunakan sebagai tulang punggung sistem transportasi darat seperti Jepang, Cina, India, Singapura, Belanda, dan lainnya [2].

Indonesia memiliki pasar yang potensial untuk kereta api dengan jumlah penduduk melebihi angka 230 juta jiwa [3] serta infrastruktur perkeretaapian yang sudah berkembang sejak abad ke-19. Meskipun begitu, industri perkeretaapian Indonesia masih kurang menarik. Tidak banyak pelaku bisnis yang tertarik untuk menanamkan modalnya. PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) yang memonopoli perkeretaapian Indonesia kesulitan menghadirkan keuntungan yang signifikan terutama pada periode 2008-2011. Salah satu penyebabnya adalah biaya perawatan infrastruktur yang besar padahal menurut peraturan beban ini bukan merupakan tanggung jawab Perusahaan.

Banyak negara maju Eropa mengadopsi sistem vertical separation pada perkeretaapian.

Sistem ini bertujuan untuk memisahkan peran operator dan pengelola infrastruktur kereta api.

Spesialisasi yang dihadirkan pada sistem ini dapat membuat operator kereta api dapat lebih fokus dalam mengembangkan bisnisnya. Perubahan komponen biaya tentunya akan terjadi apabila sistem tersebut dilaksanakan pada Indonesia yang tidak menerapkan sistem tersebut pada perkeretaapian. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis komponen biaya operator kereta api Indonesia dengan adanya vertical separation untuk peningkatan keuntungan bagi pihak operator.

2. Tinjauan Teoritis

Sistem vertical separation dapat menghadirkan spesialisasi dengan membagi industri perkeretaapian menjadi tiga: pemerintah, operator, dan pengelola infrastruktur. Penerapan sistem tersebut pada perkeretaapian Inggris dari periode post-privatization sampai peristiwa Hatfield menghadirkan penghematan pembiayaan sebesar 13% [4]. Penelitian lain menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 233% jika membandingkan pemasukan operator kereta api Inggris pada tahun 2011/2012 dengan 1997/1998 [5].

Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri pada 1999 sudah menggiring perkeretaapian Indonesia ke arah tersebut. SKB Tiga Menteri tersebut menjelaskan soal kepemilikan aset perkeretaapian dan pembayaran biaya PSO (Public Service Obligation), IMO (Infrastructure Maintenance and Operation), dan TAC (Track Access Charge) yang biasa terdapat pada

(3)

sistem vertical separation. Namun, peraturan tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Beberapa tahun terakhir tidak menunjukkan adanya transaksi biaya IMO dan TAC.

Perusahaan sebenarnya sudah melihat bisnis kereta api tidak hanya pada penyediaan pelayanan semata. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya enam anak perusahaan yang bergerak di berbagai sektor usaha. Namun, pemasukan dari bisnis non-inti tersebut masih sangat kecil. Pendapatan PT KAI tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya 7% dari keseluruhan pemasukan yang berasal dari bisnis ini.Kecilnya angka tersebut cukup menunjukkan kurangnya kreativitas Perusahaan dalam mengembangkan bisnis tersebut.

Gambar 1. Bobot Pemasukan Operator Kereta Api Inggris (Sumber : Civity, 2012)

Gambar 1 menyajikan besaran pemasukan rata-rata dari sembilan operator kereta api Inggris [6]. Operator tersebut dibagi berdasarkan wilayah operasinya dikarenakan oleh kemiripan data. Pemasukan dari penjualan tiket menjadi pilar utama penyokong industri perkeretaapian Inggris. Jumlah penumpang, kecepatan sirkulasi, dan kenyamanan menjadi fokusan untuk menyokong pemasukan dari sektor ini. Pemasukan lain-lain berasal dari penjualan tiket, periklanan, makanan, dan sebagainya. Subsidi tetap ada pada komponen pemasukan sebagai moda transportasi publik.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Commuter Regional Jarak Jauh

Lain-lain Subsidi Penjualan Tiket

(4)

Gambar 2. Pemasukan Rata-rata Perusahaan Kereata Api Big Private dan Tokyo Metro Jepang Tahun 2001-2008 (Sumber: Qian, 2009)

Dibandingkan dengan pemasukan bisnis non-inti perusahaan kereta api Jepang, PT KAI masih kalah jauh. Banyak dari perusahaan Jepang tersebut merupakan gabungan perusahaan- perusahaan yang berinvestasi pada berbagai sektor usaha terutama yang terkait dengan pengembangan lahan. Gambar 2 menunjukkan komposisi pemasukan rata-rata dari beberapa perusahaan kereta api Jepang yang dikumpulkan pada periode 2001-2008 [7].

3. Metode Penelitian

Studi Literatur. Studi literatur dilakukan dengan meninjau ulang kondisi perkeretaapian Indonesia dan sistem vertical separation yang akan disimulasikan. Studi literatur ini juga dilakukan dengan mengaji kondisi perkeretaapian Inggris, Jerman, dan Jepang terutama menyangkut pemasukan dan pengeluaran operator kereta api untuk memeroleh bahan benchmark demi kepentingan analisis.

Wawancara Mendalam. Tahapan wawancara mendalam dilakukan setelah analisis awal terhadap komponen pemasukan selesai dilakukan. Wawancara dilakukan dengan narasumber- narasumber yang memiliki pengetahuan yang cukup mendalam terkait bahasan yang diajukan

0   200   400   600   800   1000   1200   1400   1600   1800  

Keikyu   Keio   Keisei   Odakyu   Seibu   Sotetsu   Tobu   Tokyu   Hankyu   Hanshin   Keihan   Kintetsu   Nankai   Meitetsu   Nishitetsu   Tokyo  Metro  

Pemasukan  (Milyar  Yen)  

Perusahaan  Kereta  Api  

Tiket   Real  Estate   Wisata   Retail   Hotel   Konstruksi   Travel   Lain-­‐lain  

(5)

untuk melihat pandangan Perusahaan dan sejauh mana model yang diusulkan mampu untuk diterapkan.Wawancara ini dilakukan pada tiga narasumber yang berkecimpung lebih dari lima belas tahun dalam perkeretaapian Indonesia.

4. Hasil Penelitian

Data penelitian menggunakan data laporan keuangan Perusahaan tahun 2013. Data tersebut sudah mencakup keuangan PT KAI beserta keenam anak perusahaannya yang disajikan pada Gambar 2. Data pemasukan dan pengeluaran Perusahaan akan dikategorikan sedemikian rupa sehingga lebih mudah untuk melakukan perbandingan dengan data negara benchmark.

Gambar 3. Visualisasi Besaran Pemasukan dan Pengeluaran Perusahaan Tahun 2013 (Sumber: PT KAI, 2014)

Berdasarkan data keuangan tersebut, diperoleh bahwa pemasukan Perusahaan tahun tersebut berasal dari pemasukan angkutan penumpang (45,7%), angkutan barang (38,0%), PSO (8,0%), dan pemasukan bisnis non-inti (8,3%). Untuk pemasukan bisnis non-inti terdiri dari pemasukan sewa-menyewa (2,2%), KSO (2,25), KSU (0,8%), jasa teknis (1,0%) dan pemasukan lain-lain (2,0%). Sementara itu untuk pengeluaran Perusahaan berasal dari biaya petugas & pegawai (34,9%), sarana & pendukungnya (25,3%), IMO (16,8%), energi (12,3%), depresiasi (4,3%), dan biaya lain-lain (6,4%).

(6)

Tabel 1. Skema Komponen Biaya Operator Kereta Api Indonesia dengan Adanya Sistem Vertical Separation

No. Kategori

Vertical Separation Ya Tidak Pemasukan

1 Angkutan Penumpang X

2 Angkutan Barang X

3 PSO X

4 Sewa-Menyewa X

5 KSO X

6 Lain-lain X

7 Jasa Teknis X

8 KSU X

Pengeluaran

1 Petugas dan Pegawai X

2 Saranan dan

Pendukungnya X

3 IMO X

4 Energi X

5 Depresiasi X

6 Lain-lain X

(Sumber: Hasil Olahan Sendiri)

Sebagian besar komponen sebelum tetap ada pada komponen biaya dengan penerapan sistem yang baru. Dari hasil simulasi hanya IMO dan jasa teknis yang tidak terdapat pada komponen biaya vertical separation. Komponen biaya IMO tidak terdapat karena pada sistem vertical separation Perusahaan hanya bertanggung jawab pada pengoperasian kereta api dan sektor bisnis Perusahaan lainnya. Pengganti dari komponen biaya tersebut adalah TAC yang dibayarkan pada Pemerintah. Besaran pengeluatan untuk TAC divariasikan dengan volume pemakaian prasarana dan faktor-faktor yang memengaruhi fungsi perhitungan. Adapun kategori jasa teknis hanya merupakan transaksi pemakaian tenaga teknis PT KAI oleh PT KCJ. Oleh karenanya pemasukan sektor tersebut dihilangkan dari komponen.

Dari komponen-komponen biaya tersebut ditelaah lebih lanjut mengenai potensi pengembangan atau pengefisiensiannya. Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai narasumber yang terlah ditentukan. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh potensi komponen seperti pada Tabel 2.

(7)

Tabel 2. Potensi Pengembangan/pengefisiensian Komponen Biaya Operator Kereta Api

No. Kategori Komponen

Kemungkinan untuk

Dikembangkan/diefisiensikan Kata Kunci Alasan Pemilihan Kecil Sedang Besar

Pemasukan 1 Angkutan Penumpang

Kelas Ekonomi, Kelas Bisnis, Kelas Eksekutif, Commuter, Wisata, Bandara

X

Jalur ganda, tingginya permintaan, dukungan

pemerintah

2 Angkutan Barang

Batubara, BBM, Peti Kemas, Semen, Perkebunan, Parcel, Besi/baja, Lain-lain

X Jalur ganda, dukungan

pemerintah

3 PSO Kelas Ekonomi, Commuter X Dukungan pemerintah

4 Sewa-

Menyewa

Lahan Parkir, Gudang,

Rumah, dsb X

Kebutuhan lahan usaha, volume pengguna moda 5 KSO Penggunaan Lahan untuk

Toko, Ruko, Gedung, dsb X Kebutuhan lahan usaha

6 Lain-lain Advertising, Wisata,

Percetakan, Pendidikan, dsb X Volume pengguna

moda 7 KSU Penyewaan lahan untuk

kepentingan usaha X Ketersediaan lahan

Pengeluaran 1 Petugas dan Pegawai

Petugas Kereta, Pegawai

Perusahaan, dsb X Kondisi SDM, UU No.

23 2

Saranan dan Pendukung-

nya

Perawatan Sarana Perkeretaapian, Pendukung

Operasional, dsb

X Tidak terdapat banyak

pengefisiensian

3 TAC

Perawatan Bangunan Stasiun, Rel, Jembatan,

Sintel, LAA, dsb

X

Pelaksanaan perundangan, dukungan pemerintah

4 Energi BBM, Listrik X Penggunaan listrik,

Peremajaan kereta 5 Depresiasi

Bangunan, Kereta, Lokomotif, Instalasi, Mesin

dan Peralatan, dsb

X Tidak terdapat banyak

pengefisiensian 6 Lain-lain Asuransi, PBB, Beban non-

operasi, PPh, dsb X Tidak terdapat banyak

pengefisiensian (Sumber: Hasil Olahan Sendiri)

5. Pembahasan

Peningkatan Pemasukan.

Sebagian besar pemasukan pada 2013 didominasi oleh pemasukan bisnis inti Perusahaan.

Pemasukan yang berasal dari penyediaan pengangkutan penumpang dan barang tersebut menyumbang 83,7% dari keseluruhan pemasukan. Melirik pada perusahaan kereta Jepang, angka 8,3 % dari pemasukan bisnis non- inti masih sangat kecil.

(8)

Potensi pengembangan pemasukan masih sangat besar pada sektor angkutan penumpang. Hal ini dapat terlihat pada tingginya permintaan akan tiket kereta untuk semua kelas. Cara-cara tersebut di antaranya dengaan mempercepat sirkulasi keluar-masuk stasiun, menyediakan pelayanan yang baik di dalam kereta api, dan menyediakan promosi untuk menarik perhatian.

Tingkat kepuasan pelanggan selalu menjadi perhatian penting demi menjaga dan meningkatkan pemasukan dari sektor ini.

Persentase pemasukan dari pengangkutan barang memang cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Akan tetapi, lebih dari 60% pemasukan pengangkutan barang disumbangkan oleh pengangkutan batu bara yang berada di Divre III Sumsel.

Pemasukan dari pengangkutan komoditas lainnya juga tidak ada yang melebihi angka 10%.

Pada perencanaannya, Perusahaan ingin mengembalikan sebagian besar fungsi kereta api kepada “fitrahnya” yaitu sebagai pengangkutan barang. Perbandingan pemasukan angkutan penumpang dan barang yang saat ini masih 60:40 ingin dibalik menjadi 40:60. Simulai tersebut akan mampu menaikan pemasukan dari pelayanan angkutan barang sebesar 45%.

Kepraktisan dalam menggunakan jasa angkutan barang menggunakan kereta api menjadi faktor penting. Perusahaan kereta api Jerman menjadi benchmark yang bagus dalam hal kepraktisan dengan menghadirkan pelayanan door-to-door dengan penambahan jasa delivery dapat meningkatkan ketertarikan pengguna untuk beralih ke kereta api. Dukungan Pemerintah terkait kebijakan pada moda transportasi darat juga penting untuk memajukan sektor ini [8].

Pada publikasi OECD menjelaskan bahwa pengembangan pengangkutan barang harus dilakukan dengan dua pendekatan yaitu jangka pendek-menengah dan jangka panjang. Untuk jangka pendek-menengah, peningkatan volume pada jaringan yang ada dapat dicapai dengan perbaikan infrastruktur serta peningkatan hubungan dengan fasilitas pelabuhan khususnya di Jakarta. Untuk jangka panjang, peningkatan volume dapat dilakukan dengan penghubungan tiga Divre di Sumatera untuk membentuk satu kesatuan jaringan trans-Sumatera [9].

Pariwisata sudah menjadi salah satu bisnis yang ditekuni Perusahaan terlebih sejak didirikannya anak perusahaan bernama PT KA Pariwisata pada 2010. Namun jika berbicara soal angka, sampai pada tahun 2013 masih sangat sedikit pemasukan yang diperoleh Perusahaan dari sektor ini. Persentase tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan Jepang yang mampu meraup pemasukan hingga setengah besaran pemasukan pelayanan

(9)

pengangkutan untuk sektor pariwisatanya. Pengintegrasian sektor ini dengan hotel dan restoran pada kawasan sekitar stasiun dapat menjadi kunci peningkatan pemasukan.

Penambahan kereta api wisata juga menjadi langkah lain yang dapat dipertimbangkan.

Peningkatan pemasukan bisnis non-inti dapat dicapai dengan perluasan dan penguatan jaringan dengan mitra kerjasama untuk memeroleh kesepakatan usaha yang saling munguntungkan. Berdasarkan penelitian OECD pada 2013 disebutkan bahwa salah satu hal terpenting dalam pengefisiensian bisnis perkeretaapian adalah pemanfaatan aset [10].

Kemampuan perusahaan kereta api Jepang untuk bisa meraup pemasukan besar dari sektor- sektor tersebut disebabkan oleh kebijakan pembangunan infrastruktur perusahaan. Strategi tersebut berhasil dikarenakan kepadatan penduduk di kota-kota besar Jepang yang tinggi seperti Tokyo dengan 5800-an jiwa per km2. Perusahaan dapat mengadopsi strategi tersebut setidaknya pada Daop 1 dengan kepadatan lebih dari 6.000 jiwa per km2 untuk area Jabodetabek [3]. Pembangunan stasiun termasuk pembangunan department store, gedung perkantoran, pembangunan area pertokoan, dan bisnis lain yang terkait [11].

Pada 31 Desember 2013 tercatat investasi properti yang dimiliki Perusahaan untuk tanah adalah seluas 1.204.128 m2. Tanah tersebut tersebar dari Daop 1 sampai dengan Daop 9.

Untuk jangka pendek, pengelolaan lahan parkir merupakan langkah yang realistis. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa kebutuhan terhadap lahan parkir masih cukup tinggi terlebih untuk wilayah Jabodetabek. Dengan simulasi penambahan sepuluh lahan parkir dengan pemasukan serupa, setidaknya Perusahaan bias menambah 144 milyar per tahun atau sebesar 1,67% pemasukan. Simulasi pembangunan gedung 8 lantai untuk disewakan sebagai kantor pada 100.000 m2 lahan tanah milik Perusahaan di area Jakarta juga mampu menghadirkan pemasukan tambahan sebesar 12%. Penyewaan lahan dan bangunan untuk pergudangan juga dinilai menguntungkan. Strategi ini juga dapat membantu menghadirkan kepraktisan jika diintegrasikan dengan pelayanan pengangkutan barang.

Pengefisiensian Pengeluaran. Dengan adanya penerapan sistem vertical separation maka Perusahaan akan memiliki TAC tersebut sebagai komponen biaya pengeluaran menggantikan biaya IMO yang sudah ada. Penggantian komponen biaya ini dirasa lebih adil karena biaya yang dibebankan akan sesuai dengan penggunaan infrastruktur milik Pemerintah oleh Perusahaan. Lebih lanjut lagi, kejelasan terhadap pembiayaan TAC akan lebih memperjelas untung-rugi usaha industri perkeretaapian ini. Hal tersebut diharapkan dapat memacu investor

(10)

untuk terlibat dalam industri ini. Keterlibatan tersebut tentunya akan menghadirkan persaingan yang dapat memengaruhi bahkan meningkatkan pelayanan pada perkeretaapian Indonesia.

Komponen pengeluaran lainnya yang terpengaruh dampak penerapan sistem ini adalah biaya pengeluaran untuk petugas dan pegawai. Kondisi tersebut disebabkan karena seharusnya tanggung jawab penjagaan perlintasan sebidang teruatama yang padat kendaraan merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah [12]. Dengan dikembalikannya tanggung jawab ini kepada yang berwenang maka pengeluaran untuk gaji petugas perlintasan dapat dipangkas.

Gambar 4. Komposisi Pegawai PT KAI Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Sumber: PT KAI, 2011)

OECD juga menekankan bahwa salah satu kunci untuk pengefisiensian industri perkeretaapian adalah dengan pengefisiensian pekerja [10]. Gambar 4 menunjukkan tingkatan pendidikan pegawai Perusahaan. Pengefisiensian ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan seperti dengan pemberian pendidikan, peningkatan produktivitas pekerja, pengurangan jumlah pegawai, penggunaan teknologi, dan sistem manajerial yang lebih baik.

6. Kesimpulan

(11)

Berdasarkan pengategorian dan analisis terhadap komponen biaya yang sudah dilakukan ditemui beberapa komponen yang potensial untuk ditingkatkan atau diefisiensikan.

Komponen yang potensial untuk ditingkatkan yaitu pemasukan angkutan penumpang, angkutan barang, PSO, KSO, dan lain-lain dengan potensi berkategori sedang serta pemasukan sewa-menyewa dengan potensi berkategori besar untuk dikembangkan. Sementara itu, komponen yang potensial untuk diefisiensikan yaitu biaya TAC dengan potensi berkategori sedang serta gaji petugas dan pegawai dengan potensi berkategori besar untuk diefisiensikan. Penyimulasian terhadap beberapa komponen pemasukan Perusahaan menghasilkan peningkatan pemasukan sebesar 45%, 11,7%, dan 1,67% untuk angkutan barang, sewa-menyewa perkantoran, dan sewa-menyewa lahan parkir.

7. Saran

Penelitian ini masih terlalu umum oleh karena membahas seluruh aspek komponen biaya operator kereta api Indonesia. Untuk penelitian berikutnya diperlukan pengecilan lingkup penelitian agar lebih aplikatif. Penelitian mengenai bisnis non-inti juga dirasa perlu untuk dilakukan dengan Jepang sebagai benchmark. Selain itu, penelitian tentang pengembangan kereta api Indonesia dari sudut pandang Pemerintah sebagai pemilik prasarana terutama pada saat sekarang juga menjadi bahasan yang menarik karena kemajuan kereta api Indonesia tidak akan tercapai tanpa adanya peran serta dari Pemerintah.

8. Daftar Referensi

[1] U.S. Department of Transportation. National Transportation Statistics. Transportation Energy Intensity and Efficiency. http://www.rita.dot.gov/bts/sites/rita.dot.gov.bts/

files/publications/national_transportation_statistics/index.html#chapter_1.

[2] Samuel, Hatane, & Nadya Wijaya. (2009). Service Quality. Perceive Value, Satisfaction, Trust, dan Loyality pada PT Kereta Api Indonesia Menurut Penilaian Pelanggan Surabaya. Surabaya: Universitas Kristen Petra.

[3] Badan Pusat Statistik. (2012). Penduduk Indonesia Menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2001.  http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=

12.

[4] Pollitt, Michael G. & Andrew S. J. Smith. (2001). The Restructuring and Privatisation of British Railway: Was It Really that Bad?. University of Cambridge.

(12)

[5] Office of Rail Regulation. (2012). Costs and Revenues of Franchised Passenger Train Operators in the UK.

[6] Civity Management Consultants. (2012). European Benchmarking of the Costs, Performance and Revenues of GB TOCs.

[7] Qian, J. Y. (2009). The Making of Japan’s Railway Systems —with a Comparison with Britain. Association for Europe Transport and Controbutiors.

[8] Fikri. (2014, February 20). Personal Interview.

[9] OECD. (2012). Indonesia Regulatory and Competition Issue in Ports, Rail and Shipping.

[10] OECD. (2013). Policy Roundtables: Recent Developments in Rail Transportation Services.

[11] Shoji, Kenichi. (2005). Japanese Experiences with Public and Private Sectors in Urban Railways. 9th Conference on Competition and Ownership in Land Transport.

[12] Anonim. (2007). Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

 Angka Tetap (ATAP) tahun 2013 komoditas palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar mengalami penurunan produksi dibandingkan ATAP tahun

Juga kata-kata yang menunjukkan perpindahan tempat (masuk, keluar, maju, mundur, dsb). Selain itu, yang khas dalam wacana adalah digunakannya deiksis-deiksis

Dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi suatu perusahaan dalam bentuk rupiah, digunakan sebagai pedoman bagi pihak-pihak yang

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tinggi tanaman terong 7 minggu setelah inokulasi dengan perlakuan isolat rizobakteria yang diberikan pada tanaman terong yang

Kegiatan belajar mengajar di sekolah memberikan peranan penting terhadap perubahan peserta didik. Kegiatan belajar mengajar ini menjadi kegiatan inti berlangsungnya proses

Jika dengan tiga teknik yang digunakan tersebut didapatkan data yang berbeda, maka peneliti akan melakukan diskusi lebih lanjut kepada subjek yang bersangkutan atau

Menurut Ngainun Naim dan Achmad Sauqi (2008:161-224), kerangka operasional dalam membangun pendidikan yang berperspektif pluralis-multikultural dapat dilakukan melalui

ةيوسنلا ةيلاكيدارلا (Feminisme Radikal) ةكر ا ةيوس لا ةيلاكيدارلا ( Feminisme Radikal ) ي ةدحاو نم ةعومرل نم ةكر ا ةيوس لا يلا عضت ةيرظن عارصلا ، يذلا ضًتفي