• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN

MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN

BERBASIS MASALAH

Oleh : Setiawan

Dosen Prodi Tadris Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Malikussaleh Lhokseumawe

Email: [email protected]

Abstrak

Salah satu pendekatan pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah dalam mengawali pembelajaran dengan memberikan permasalahan, sehingga siswa diawal pembelajaran sudah dilatih untuk berpikir baik dengan menghubung-hubungkan konsep yang telah dipelajari maupun bernalar dalam menyelesaikan permasalahan. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif secara optimal, memungkinkan siswa melakukan eksplorasi, observasi, eksprimen, investigasi, pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep-konsep dasar dari berbagai konten area. Pendekatan ini meliputi menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukan sintesa dan mempresentasikan apa yang telah diperoleh siswa untuk disampaikan kepada siswa lainnya. Belajar berbasis masalah berarti siswa memberi makna terhadap suatu situasi yang dihadapi serta berusaha membangun dan memahami konsep dari suatu materi dengan cara terlibat aktif dalam memecahkan masalah.

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Penalaran Matematika, aktif, siswa

Abstract

One approach learning in a creative, innovative and effective in improving students' mathematical reasoning ability is a problem-based learning approach. Problem-problem-based learning in the learning

(2)

Setiawan

2

begin by giving the problem, so that students are trained at the

beginning of learning to think better by relating the concepts learned and reasoning to solve the problems.Problem-based learning is an approach to learning that involves students actively optimally, allowing students to explore, observation, experiment, investigation, problem solving skills and integrate these basic concepts of various content areas. This approach includes deduce information about the problem, synthesize and present what has been obtained by the students to be presented to the other students. Problem-based learning means that students give meaning to a situation faced and seek to build and understand the concept of a material in a way actively involved in solving problems.

Keywords: Problem Based Learning, Mathematical Reasoning, active, student

A. PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Matematika banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu konsep dan prinsip matematika, baik sebagai alat bantu dalam penerapan– penerapan bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Hal ini dipertegas oleh Hudojo (2003:23) bahwa matematika bukanlah ilmu yang hanya untuk keperluan dirinya sendiri, tetapi ilmu yang bermanfaat untuk sebagian amat besar untuk ilmu-ilmu lain. Dengan perkataan lain, matematika mempunyai peranan yang sangat esensial untuk ilmu lain, yang utama sains dan teknologi.

Pemerintah dalam hal ini memberikan apresiasi khusus dalam mata pelajaran matematika, hal ini tercermin dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dikemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah : (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan, yaitu

(3)

3 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Hal yang sama juga tersirat di dalam National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) terdapat 5 aspek keterampilan matematik (doing math) yaitu : (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical conections); (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics).

Dari pernyataan di atas jelas terlihat kemampuan penalaran merupakan salah satu yang sangat berperan di dalam pembelajaran matematika. Kemampuan penalaran matematika dalam pembelajaran matematika perlu untuk diperhatikan, ini disebabkan penalaran matematika dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah lain, baik masalah matematika maupun masalah kehidupan sehari-hari. Bahkan kemampuan penalaran merupakan aspek kunci dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dari siswa. Selain dari itu kemampuan penalaran mampu melatih siswa untuk berpikir logis dalam mengambil suatu kesimpulan baik dari materi pelajaran maupun persoalan yang ada dalam lingkungannya.

Untuk melatih dan mengembangkan penalaran matematika siswa tidaklah mudah. Guru harus mampu mengetahui, memilih dan memahami serta menggunakan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa maupun materi ajar. Selama ini siswa tidak terbiasa melakukan kegiatan menemukan rumus dengan cara investigasi atau penemuan baik secara terbimbing maupun tidak.

Salah satu karakter siswa yang sulit dihilangkan adalah siswa sudah terbiasa dengan menyelesaikan suatu permasalahan persis seperti yang dicontohkan oleh guru. Siswa sudah tidak terbiasa untuk berpikir atau mengembangkan ide-ide matematika dalam menyelesaikan permasalahan, hal ini ditakutkan apa yang dipikirkan nanti akan salah. Kebiasaan siswa untuk malas bertanya kepada guru jika mendapatkan materi yang tidak dipahami, sehingga guru sulit untuk mengevaluasi materi ajar pada saat itu. Kebiasaan seperti ini tentu sangat sulit untuk melatih dan mengembangkan kemampuan penalaran matematis pada siswa.

Guru masih sering melakukan penilaian masalah hanya pada hasil akhirnya saja, yang merupakan tujuan utama dalam pembelajaran dan jarang memperhatikan proses penyelesaian masalah menuju ke hasil akhir. Padahal proses penyelesaian suatu masalah menuju ke hasil akhir merupakan salah satu daya pikir (penalaran)

(4)

Setiawan

4

yang interaktif antara siswa dan matematika. Selain dari itu guru dapat melihat kelemahan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Berdasarkan uraian di atas, salah satu pendekatan pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah dalam mengawali pembelajaran dengan memberikan permasalahan, sehingga siswa diawal pembelajaran sudah dilatih untuk berpikir baik dengan menghubung-hubungkan konsep yang telah dipelajari maupun bernalar dalam menyelesaikan permasalahan.

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif secara optimal, memungkinkan siswa melakukan eksplorasi, observasi, eksprimen, investigasi, pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep-konsep dasar dari berbagai konten area. Pendekatan ini meliputi menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukan sintesa dan mempresentasikan apa yang telah diperoleh siswa untuk disampaikan kepada siswa lainnya. Belajar berbasis masalah berarti siswa memberi makna terhadap suatu situasi yang dihadapi serta berusaha membangun dan memahami konsep dari suatu materi dengan cara terlibat aktif dalam memecahkan masalah.

Salah satu langkah pembelajaran berbasis masalah adalah penyelidikan autentik. Pada langkah ini siswa langsung mengadakan penyelidikan dalam menemukan rumus ataupun menyelesaikan masalah. Langkah ini mengharuskan siswa untuk mampu menghubung-hubungkan pengalaman atau konsep-konsep yang pernah mereka pelajari sebelumnya pada permasalahan yang akan mereka selesaikan. Kegiatan menghubung-hubungkan pengalaman atau konsep yang pernah dipelajari merupakan kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.

Pada pembelajaran ini guru diharapkan dapat mampu menciptakan pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan dan proses matematika seperti menginvestigasi, menyusun konjektur, mengeksplorasi, merencanakan langkah-langkah penyelesaian dan kemudian menyelesaikan masalah. Kegiatan ini akan membuat siswa mampu memberikan argumen-argumen dan mampu mengambil kesimpulan dari hasil investigasi serta memahami pola dan sifat materi untuk diterapkan pada materi baru. Proses dan kegiatan seperti ini mampu memberikan keaktifan berpikir siswa dalam mengambil kesimpulan dan membuat suatu pernyataan baru berdasarkan berdasarkan hubungan konsep-konsep yang benar. Hal ini sangat sesuai dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Keraf dalam Shadiq (2004: 2) menyatakan bahwa: penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik

(5)

5 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada pernyataan-pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.

Begitu pentingnya kemampuan penalaran bagi siswa, sehingga siswa mampu menarik kesimpulan dari penjelasan yang diberikan oleh guru. Selain dari itu siswa mampu menghubung-hubungkan konsep yang telah dipelajari dalam memahami materi yang akan dipelajari. Oleh karena itu deskripsi yang akan dipaparkan dalam tulisan ini untuk menjawab pertanyaan bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa?

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, sebab secara umum pembelajaran berbasis masalah terdiri atas menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Seperti yang dikemukakan oleh Dutch dalam buku inovasi pendidikan melalui problem based learning karya M. Taufiq Amir (2009: 21) bahwa :

Pembelajaran berbasis masalah merupakan metode instruksional yang menantang mahasiswa agar “ belajar untuk belajar, bekerja sama dalam kelompok mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis mahasiswa dan inisiatif atas materi pelajaran. pembelajaran berbasis masalah mempersiapkan mahasiswa untuk berpikir kritis dan analisis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.

Menurut Wina Sanjaya (2008: 214), “pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.” Sedangkan menurut Howard Barrows dan keelson dalam buku karya M. Taufiq Amir (2009: 21) mengatakan bahwa:

Pembelajaran berbasis masalah adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk

(6)

Setiawan

6

memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.

Jadi, pembelajaran berbasis masalah bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan penalaran dan memecahkan masalah, serta mendapatkan pengetahuan dan konsep penting. Pembelajaran ini mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan pemberi fasilitas penelitian. Selain itu, guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan Inkuiri dan intelektual siswa. pembelajaran berbasis masalah juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktifitas belajar siswa, baik secara individual maupun secara kelompok. Sebagaimana Arends dalam I. Wayan Dasna dan Sutrisno (2010) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh siswa yang diajar dengan PBM yaitu ;

a. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah, b. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), c. Ketrampilan belajar mandiri ( skills for independent learning).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang diawali dengan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, kemudian siswa melakukan penyelesaian masalah dengan cara inkuiri.

2. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah a) Pengajuan Masalah atau Pertanyaan

Pengaturan pembelajaran berbasis masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Menurut Arends dalam Asikin (2010), pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Autentik: masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip–prinsip disiplin ilmu tertentu. 2) Jelas: masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian Mudah dipahami: masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. 3) Luas dan sesuai

(7)

7 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

dengan tujuan pembelajaran: artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia dan didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 4) Bermanfaat: masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.

b) Keterkaitannya dengan berbagai disiplin Ilmu

Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.

c) Penyelidikan yang Autentik

Penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen dan membuat kesimpulan.

d) Menghasilkan dan memamerkan hasil /karya

Siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya.

e) Kolaborasi

Pada pembelajaran berbasis masalah , tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa , baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, dan bersama–sama antar siswa dengan guru.

3. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 tahap yaitu dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahap Kegiatan yang dilakukan

guru

1. Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan petmbelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhhkan, dan memotivasi siswa terlibat dalam aktivasi pemecahan masalah.

2. Mengorganisasi siswa dalam belajar Guru membagi siswa kedalam kelompok. Guru membantu siswa

(8)

Setiawan

8

dalam mendefinisikan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemecahan masalah

3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dari pemecahan masalah. 4. Mengembangkan dan menyajikan

hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan materi pembahasan

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang digunakan

Sumber: Hamzah Upu, 2010

4. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah

Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah meliputi beberapa kegiatan: a. Pendahuluan

Guru mengingatkan siswa tentang materi pelajaran yang lalu, memotivasi siswa, mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai secara rinci dan jelas, dan menjelaskan model pembelajaran yang akan dijalani.

b. Kegiatan inti

Guru bersama siswa membahas konsep/teori yang diperlukan dalam kegiatan pemecahan masalah dan membahas soal- soal yang belum tuntas, selanjutnya guru melaksanakan fase- fase pembelajaran berbasis masalah.

1) Fase 1 Mengorientasikan siswa pada masalah

Pada kegiatan ini , guru mengajukan masalah kepada siswa dan meminta siswa mengemukakan ide mereka untuk memecahkan masalah tersebut.

2) Fase 2. Mengorganisir siswa untuk belajar

Pada kegiatan ini, siswa dikelompokkan secara bervariasi dengan memperhatikan kemampuan dan jenis kelamin yang didasarkan pada tujuan yang ditetapkan, atau guru dapat membagi kelompok itu berdasarkan kesepakatan bersama antara siswa dengan guru.

(9)

9 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

3) Fase 3. Membantu siswa Memecahkan masalah

Siswa melakukan penyelidikan/pemecahan secara bebas secara kelompok, sedangkan tugas guru mendorong siswa mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen aktual, sehingga mereka benar- benar mengerti dimensi situasi permasalahannya, tujuannya adalah agar siswa dalam mengumpulkan informasi cukup untuk mengembangkan dan menyusun ide –idenya sendiri.

4) Fase 4. Menyajikan hasil pemecahan masalah

Guru menyuruh salah seorang anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dan membantu siswa jika mereka mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil sementara pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan .

5) Fase 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Pada akhir kegiatan ini, guru membantu menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir siswa. Sedangkan siswa menyusun kembali hasil pemikiran pada setiap tahap- tahap pembelajaran.

c. Penutup

Guru membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran dan memberikan tugas untuk diselesaikan dirumah.

5. Penalaran Matematika

Fondasi dari matematika adalah penalaran (reasoning). Lithner dalam Marpaung (2003:11) menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya. Banyak penelitian yang dilakukan para psikolog dan pendidik berkaitan dengan penalaran.

Penalaran yang mula-mula dikenalkan oleh Aristotle adalah penalaran silogisme yang idenya muncul ketika orang ingin mengetahui “apa yang terjadi dibenak” dalam memecahkan masalah yang memuat logika. Lebih dari 2000 tahun yang lalu Aristotle mengenalkan suatu sistem penalaran atau validasi argumen yang disebut silogisme. Silogisme memuat tiga urutan argumen: sebuah premis utama (a major premise); sebuah premis minor (a minor premise); dan sebuah kesimpulan (a conclusion). Suatu kesimpulan yang dicapai berdasarkan penalaran

(10)

Setiawan

10

silogisme dinilai “benar” atau “valid”, jika premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar dan disusun dalam bentuk yang benar.

Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif dan deduktif. Copeland (1994: 174) mengklasifikasikan penalaran dalam penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk semua kasus. Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif. Doolittle (1999: 27), di samping memandang penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika (mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode berpikir.

Penalaran matematika memiliki peran yang amat penting dalam proses berpikir seseorang. Penalaran matematika meliputi mengumpulkan bukti-bukti, membuat konjektur-konjektur, menetapkan generalisasi-generalisasi, membangun argumen-argumen, dan menentukan (validasi) kesimpulan-kesimpulan logis berdasar ide-ide dan hubungan-hubungannya. Untuk mencapai daya matematika berbagai mode penalaran matematika dilibatkan misalnya induktif (inductive), deduktif (deducttive), bersyarat (conditional), perbandingan (proportional), grafik (graphical), keruangan (spatial) dan penalaran abstrak (abstract reasoning).

a) Penalaran Induktif

Penalaran Induktif mempunyai dua kata yaitu: “Penalaran” dan “Induktif”. Penalaran yang dikemukakan oleh Entry (2005: 15) adalah “Proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi–proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.”

Penalaran induktif melibatkan persepsi tentang keteraturan. Misalnya, untuk mendapatkan kesamaan dari contoh-contoh yang berbeda. Dalam matematika, mendapat kesamaan tersebut dapat menjadi dasar dalam rangka pembentukan konsep, yaitu dengan cara mengurangi hal-hal yang harus diingat. Proses tersebut dinamakan abstraksi konsep. Sebagai contoh, dalam penalaran deduktif, hubungan antar fakta dapat diturunkan menjadi konsep baru atau fakta baru bagi penurunan konsep-konsep yang lain. Proses penurunan tersebut hingga

(11)

11 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

didapat fakta baru atau konsep atau prinsip seringkali dapat dilakukan dengan mengandalkan pada kekuatan bernalar.

Penalaran induktif dimulai dengan memeriksa dengan keadaan khusus dan menuju penarikan kesimpulan umum, yang dinamakan proses induktif generalisasi. Penalaran tersebut mencakup pengamatan contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya. Sebagai contoh, hasil kali dua bilangan ganjil adalah ganjil, yang ditemukan melalui pengamatan dari beberapa contoh khusus. Kesimpulan yang ditarik dari contoh khusus tersebut merupakan kesimpulan umum, yaitu hasil kali sembarang dua bilangan ganjil adalah ganjil.

Kesimpulan yang ditarik dari jenis induktif generalisasi dapat berupa suatu aturan, namun dapat pula sebagai prediksi yang didasarkan pada aturan itu. Misalnya menentukan suku selanjutnya dari suatu barisan bilangan atau barisan gambar. Aturanya dapat dilihat dari jenis pola penyusunan barisan, yaitu pola berulang atau pola tumbuh.

Penalaran induktif yang dikaji dalam penelitian ini adalah generalisasi dan analogi.

1. Generalisasi

Generalisasi adalah membuat perkiraan atau terkaan berdasarkan kepada pengetahuan (pengalaman) yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus. Penalaran ini meliputi pengamatan terhadap contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya. Sebagai contoh hasil kali dua buah bilangan ganjil adalah ganjil, yang ditemukan melalui beberapa contoh khusus. Kesimpulan umum yang ditarik dari jenis generalisasi induktif dapat merupakan suatu aturan, namun dapat pula sebagai prediksi yang didasarkan pada aturan itu. Misalnya, menentukan suku selanjutnya dari suatu barisan bilangan atau barisan gambar. Aturannya dapat dilihat dari jenis pola penyusunan barisan, yaitu pola berulang atau pola tumbuh.

2. Analogi

Analogi adalah membandingkan dua hal (situasi atau kondisi) yang berlainan berdasarkan keserupaannya, kemudian menarik kesimpulan atas dasar kerupaan tersebut. Ada dua analogi, yaitu analogi induktif dan analogi deklaratif atau analogi penjelas. Oleh karenanya analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran. Analogi merupakan hal yang berlainan, yang satu bukan yang lain, dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, yang dicari adalah persamaan diantara dua hal yang berbeda, dengan menarik kesimpulan atas dasar persamaan itu.

(12)

Setiawan

12

Analogi induktif adalah analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipil yang berbeda antara dua fenomena. Sebagai contoh, misalnya terdapat kesamaan antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Tumbuh-tumbuhan memerlukan makanan dan air untuk tumbuh, berkembangbiak untuk mempertahankan kelestarian jenisnya, seperti halnya manusia memerlukan makanan dan air untuk kelangsungan hidupnya, berkembangbiak untuk mempertahankan keturunannya. Atas dasar keserupaan inilah maka tidak salah apabila disimpulkan bahwa mungkin tumbuh-tumbuhan itu mempunyai jenis kelamin jantan dan betina seperti manusia. Sedangkan analogi deklaratif atau analogi penjelas merupakan suatu metode untuk menjelaskan yang belum dikenal atau masih samar, dengan menggunakan hal yang sudah dikenal. Sebagai contoh, ”ilmu pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu-batu”, walaupun tidak semua kumpulan fakta itu ilmu sebagaimana tidak semua kumpulan batu itu rumah.

b) Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya. Tentang penalaran deduktif, perhatikan pernyataan dari Depdiknas dalam Fadjar Shadiq berikut ini: “Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya”.

Penalaran deduktif adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan merupakan implikasi pernyataan dasar tersebut. Artinya, apa yang dikemukakan dalam kesimpulan sudah tersirat dalam premisnya. Jadi, proses deduksi sebenarnya tidak menghasilkan suatu konsep baru, melainkan pernyataan atau kesimpulan yang muncul sebagai konsistensi premis-premisnya. Adapun jenis-jenis penalaran deduktif yaitu modus ponens, modus tollens dan silogisme.

a. Modus Ponens

Modus ponens merupakan hubungan antara premis-premis, premis pertama merupakan pernyataan kondisional yaitu menggunakan ”Jika ...(merupakan anteseden), maka...(merupakan konklusi)”. Premis kedua bukan pernyataan kondisional. Ada dua jenis penalaran modus ponens yaitu memperkuat anteseden dan memperkuat konklusi. Yang dimaksud dengan memperkuat anteseden berarti

(13)

13 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

bahwa bila premis kedua memperkuat anteseden yang benar pada premis pertama. Jenis penalaran ini menuju pada kesimpulan yang valid.

Yang dimaksud dengan memperkuat konklusi berarti bila premis kedua memperkuat konklusi yang benar pada premis pertama. Jenis penalaran menuju pada kesimpulan yang tidak valid.

b. Modus Tollens

Ada dua jenis penalaran modus tollens, yaitu menyangkal anteseden dan menyangkal konklusi. Yang dimaksud menyangkal konklusi berarti bahwa bila premis kedua menyangkal konklusi yang salah (negasi) pada premis pertama. Jenis penalaran ini menghasilkan kesimpulan yang valid.

Yang dimaksud menyangkal anteseden berarti bahwa bila premis kedua antseden yang salah (negasi) pada premis pertama. Jenis penalaran ini menuju pada kesimpulan yang tidak valid.

c. Silogisme

Penalaran silogisme adalah bentuk pemikiran yang kesimpulannya muncul secara signifikan setelah ada pernyataan-pernyataan yang diturunkan secara mutlak. Silogisme terdiri dari dua premis atau dua pernyataan yang harus diasumsikan benar dan ditambah dengan suatu kesimpulan.

Silogisme sebagai prosedur penalaran menurunkan konklusi yang benar atas dasar premis-premis yang benar. Argumen yang valid dapat menghasilkan kesimpulan yang benar, argumen yang tidak valid dapat pula secara sepintas masuk akal akan tetapi ada juga argumen yang valid menghasilkan kesimpulan yang tidak benar. Misalnya,

Beberapa wanita adalah demokrat Beberapa demokrat adalah laki-laki Jadi, beberapa wanita adalah laki-laki

Kesalahan umum dalam penalaran silogisme yaitu siswa membuat konversi gelap, dan dipengaruhi oleh keyakinan yang bias. Konversi gelap untuk silogisme misalnya mereka menganggap bahwa premis ”semua A adalah B” dapat diinterpretasikan sebagai ”semua B adalah A”. Keyakinan efek bias dalam penalaran silogisme terjadi ketika siswa membuat pertimbangan didasarkan prioritas keyakinan, daripada aturan logis.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran matematika merupakan suatu kemampuan untuk dapat mengambil suatu kesimpulan dari fakta-fakta atau beberapa kejadian. Penalaran terbagi atas dua yaitu penalaran induktif

(14)

Setiawan

14

dan penalaran deduktif. Penalaran induktif terdiri dari generalisasi dan analogi sedangkan penalaran deduktif terdiri modus ponens, modus tollens dan silogisme. 6. Hubungan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Kemampuan

Penalaran Matematika

Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dapat memberikan suasana belajar yang aktif, aktif yang dimaksud adalah siswa aktif dalam berpikir, saling mengeluarkan ide-ide matematis dan saling berargumentasi dalam mendapat penyelesaian atau kesepakatan bersama dalam kelompok. Sehingga dengan kegiatan ini siswa terlatih untuk mengkontruksi pengetahuan yang ada pada diri mereka dan mampu mengorganisasi konsep-konsep yang telah dipelajari pada kedudukannya baik secara individu maupun secara kelompok. Dengan demikian kemampuan penalaran matematika siswa akan lebih meningkat. Pembelajaran berbasis masalah diawali dengan memberikan suatu permasalahan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Ini memberikan suatu stimulus kepada siswa untuk dapat memahami pentingnya materi yang akan dipelajari. Kemudian untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut mengharuskan siswa untuk mampu berpikir dan mampu mencari informasi-informasi yang bersesuaian secara logis. Dalam menyelesaikan permasalahan, tentu siswa harus dapat mengkontruksi pengetahuan yang pernah dipelajari dan menghubung-hubungkan dengan permasalahan yang akan diselesaikan. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang sangat mendukung dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.

Pada saat siswa bekerja sama dalam kelompok sesama anggota kelompok saling memberikan ide-ide matematis yang merupakan hasil analisis dari permasalahan yang akan diselesaikan. Ide-ide matematis tersebut disaring secara cermat dan logis, sehingga ide matematis yang tepat dituangkan dalam penyelesaian masalah tersebut. Kegiatan seperti ini siswa akan terlatih kemampuan penalaran matematis yaitu dari mencari informasi, kemudian menghubungkan informasi yang diperoleh dengan permasalahan serta menghasilkan ide matematis yang merupakan kemampuan siswa dalam menalar suatu penyelesaian terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru.

Selain dari itu siswa mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mengajari sesama anggota kelompok. Hal ini akan memberikan dampak positif pada sikap belajar siswa, yaitu mampu menghargai pendapat orang lain yang kemudian ditelaah secara bersama dan mampu menjadi tutor sebaya dalam kelompoknya. Sehingga pembelajaran ini mampu memberikan motivasi dan sikap belajar yang berarti bagi siswa. Dengan demikian pembelajaran ini merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.

(15)

15 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

C. PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran berbasis masalah sangat mendukung dalam peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa. Pembelajaran berbasis masalah pada kegiatan intinya diawali dengan pemberian masalah, hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. Kemudian adanya langkah penyelidikan dalam rangka memecahkan masalah. Penyelidikan ini mengharuskan setiap siswa harus mampu mengeluarkan ide-ide yang logis dengan cara menghubung-hubungkan konsep yang telah dipelajari atau informasi yang diperoleh ke dalam penyelesaian masalah.

Kegiatan mengkonstruksi pengetahuan, mencari informasi dan mampu mengambil kesimpulan dari penyelesaian masalah merupakan suatu kemampuan penalaran matematika.

Daftar Pustaka

Amin, M. Taufiq. (2009). Inovasi Pendidikan melalui Problem based Lerning, Jakarta: Kencana Prenada Group

Asikin. (2010). Daspros Pembelajaran Matematika I, (Online), http://ocw.unnes.ac.id, diakses 13 November 2014

Copeland, R.W. (1994). How Children Learn Mathematics: Teaching Implications of Peaget’s Theory. New York: Macmillan Publishing

Dasna, I. Wayan dan sutrino. (2007). Pembelajaran Berbasis Maslah (Problem Based Learning”, (Online), http;//lubisgrafura. Wordpress.com /2007/ 09/ 19/ Pmbelajaran-berbasis-masalah/, diakses 13 November 2010.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006 Peraturan Pemerintah no.22 tahun 2006 pada Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP & MTs, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, Jakarta

Doolittle, P.E. (1999). Integrating Constructivism and Cognitivim. Comment & Suggestions Welcome, Blackburgs: Virginia Polytechnic Institute & State University

Entry. (2005), Ilmu dalam Persfektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Hudojo, Herman. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. UNM, Malang

Marpaung, Yansen. (2003) Perubahan Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika di Universitas Sanata Darma. Tanggal 27-28 Maret 2003. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma

(16)

Setiawan

16

NCTM (National Council of Teacher of Mathematics). (2000). Principle and Standards for School Mathematics. Viginia : NCTM

Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran. Berorientasi Standart Proses Pendidikan. Jakarta. : Kencana Prenada Group

Shadiq, Fajar. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika

Upu, Hamzah dkk. (2010) Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas X SMA 12 Makassar, (Online: blog.unm.ac.id/hamzahupu) diakses Mei 2015.

Referensi

Dokumen terkait

 Alat Kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna Dalam DPR terdapat Fraksi yang merupakan wadah berhimpunnya para anggota dewan dan dibentuk untuk

Pada hari ini, Jumat tanggal Sembilan bulan Januari tahun Dua Ribu Lima Belas , dimulai pukul 09.30 WITA sampai selesai di Ruang Rapat Pengadilan Tinggi Agama

Tidak berbeda dengan Indonesia, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan di Kamboja juga mengalami peningkatan tiap tahunnya, Peningkatan

KPU KABUPATEN TANAH LAUT TAI{TIN 2013. o KEGIATANiPAKET PEKERJAAN

Pemohon memahami proses asesmen untuk skema Klaster Pengoperasian Alat Berat Heavy Dump Truck Mechanical ( Loading, Hauling dan Dumping ) yang mencakup persyaratan

PENERAPAN PENDEKATAN BASKETBALL LIKE GAMES UNTUK MENINGKATKAN WAKTU AKTIF BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Koleksi semen segar pada unit semen beku UPTD BPBPTDK DIY pada tahun 2014 dilakukan pada 16 pejantan yang terdiri dari 8 ekor simmental, 6 ekor sapi lokal dan 2 ekor limousin..

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengaruh kombinasi pupuk kandang dengan urea terhadap pertumbuhan Sawi (Brassica juncea L.) dapat disimpulkan bahwa pada