• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

IV.1. Umum

Pada Bab IV ini akan dijabarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian yang didapatkan. Secara garis besar penjelasan hasil penelitian meliputi:

1. Karakteristik limbah yang digunakan 2. Kondisi saat pembibitan dan aklimatisasi 3. Percobaan batch

4. Percobaan kontinyu 5. Kinetika Reaktor 6. Hidrodinamika

7. Mikroorganisme di dalam reaktor

IV.2 Karakteristik air limbah yang digunakan

Limbah yang digunakan di dalam penelitian adalah limbah buatan dengan karakteristik air limbah greywater. Alasan utama penggunaan limbah buatan dan bukan limbah asli adalah:

1. Adanya fluktuasi yang tinggi untuk kualitas organik limbah greywater, sehingga untuk memudahkan analisa dibuat kualitas bahan organik yang serupa untuk tiap percobaan

2. Tinjauan di dalam Penelitian ini meliputi konsentrasi DO, TSS, amonium dan COD, sedangkan di dalam limbah greywater asli kemungkinan terkandung pula bahan-bahan lain seperti minyak dan lemak, deterjen dll, yang kemungkinan dapat menghambat proses yang berlangsung, padahal bahan- bahan ini tidak diteliti kualitasnya.

3. Kepraktisan. Mengingat penelitian dilakukan dalam jangka waktu yang agak

lama, maka dibutuhkan pula volume air limbah yang cukup besar. Oleh

(2)

karena itu dengan alasan kemudahan pembuatan sediaan limbah dan juga kualitas limbah yang dapat lebih dikontrol, digunakan air limbah buatan.

Karakteristik air limbah yang digunakan ditunjukkan pada Tabel IV.1

Tabel IV.1 Kondisi air limbah yang digunakan

No. Parameter Satuan Kontinyu

1 COD 1 mg/l 300

2 NH 4 -N mg/l 2,5

3 Alkalinitas mg/l CaCO 3 50

4 COD/NH 4 -N - 120

5 Temperatur o C 22-23,8

6 pH - 7.1

1

Berubah sesuai dengan kondisi percobaan

Konsentrasi amonium 2,5 mg/l diambil berdasarkan nilai minimum konsentrasi amonium pada greywater. Sedangkan temperatur yang ada mengikuti kondisi lingkungan sekitar (tidak dikontrol).

IV.3 Kondisi Saat Start-up

Keseluruhan hasil percobaan kontinyu yang dilakukan didalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar IV.1. Sedangkan detail hasil dari percobaan batch dan tiap beban kontinyu dapat dilihat sub-bab Percobaan Batch dan Percobaan Kontinyu.

Seperti yang telah dijelaskan pada sub-Bab III.4 start-up dilakukan dalam dua

tahap, yaitu tahap penumbuhan biofilm dan tahap aklimatisasi reaktor sampai

kondisi tunak. Tahap penumbuhan dilakukan selama 10 hari dengan mode operasi

batch. Sebagai sumber karbon digunakan glukosa dengan konsentrasi setara 300

mg/l. Sumber nutrien digunakan amonium klorida dan kalium fosfat. Inokulum

yang digunakan berasal dari biakan mikroorganisme reaktor lumpur aktif dan

mikroorganisme dari saluran drainase. Sedangkan sumber mikronutrien berasal

dari penambahan feri sulfat. Air di dalam reaktor diganti tiap dua hari sekali, dan

(3)

pengudaraan untuk ketiga reaktor dilakukan secara kontinyu. Pemeriksaan untuk periode ini hanya dilakukan secara visual yaitu pada pertumbuhan biofilm

Gambar IV.1 Penyisihan kadar S percobaan kontinyu

Setelah periode penumbuhan biofilm

kontinyu dengan mengalirkan air limbah buatan

Sebagai sumber nutrien digunakan pupuk NPK buatan. Konsentrasi bahan organik yang digunakan adalah 650 mg/l. Penggunaan konsentrasi bahan organik yang tinggi melebihi beban rencana untuk running bertujuan untuk menyiapkan reaktor agar mempunyai kemampuan pengolahan untuk beban besar.

reaktor dengan pengudaraan

Kondisi tunak didapatkan setelah 9 hari 9 hari adalah waktu yang normal unt Gray (2004), dimana diperlukan 3

organik (BOD). Setelah akhir masa aklimatisasi reaktor dilakukan penimbangan pengudaraan untuk ketiga reaktor dilakukan secara kontinyu. Pemeriksaan untuk periode ini hanya dilakukan secara visual yaitu pada pertumbuhan biofilm

Penyisihan kadar S COD pada R1, R2 dan R3 saat aklimatisasi dan percobaan kontinyu

penumbuhan biofilm 10 hari, maka mode operasi diganti secara kontinyu dengan mengalirkan air limbah buatan sukrosa pada debit 30 ml/menit.

Sebagai sumber nutrien digunakan pupuk NPK buatan. Konsentrasi bahan organik yang digunakan adalah 650 mg/l. Penggunaan konsentrasi bahan organik yang tinggi melebihi beban rencana untuk running bertujuan untuk menyiapkan reaktor

ar mempunyai kemampuan pengolahan untuk beban besar.

dengan pengudaraan tidak menerus mulai dilakukan pada tahap ini.

Kondisi tunak didapatkan setelah 9 hari mulai aklimatisasi (Gambar IV.1).

9 hari adalah waktu yang normal untuk aklimatisasi reaktor biofilm mengacu pada Gray (2004), dimana diperlukan 3-8 hari aklimatisasi untuk penyisihan bahan Setelah akhir masa aklimatisasi reaktor dilakukan penimbangan pengudaraan untuk ketiga reaktor dilakukan secara kontinyu. Pemeriksaan untuk periode ini hanya dilakukan secara visual yaitu pada pertumbuhan biofilm.

pada R1, R2 dan R3 saat aklimatisasi dan

hari, maka mode operasi diganti secara pada debit 30 ml/menit.

Sebagai sumber nutrien digunakan pupuk NPK buatan. Konsentrasi bahan organik yang digunakan adalah 650 mg/l. Penggunaan konsentrasi bahan organik yang tinggi melebihi beban rencana untuk running bertujuan untuk menyiapkan reaktor ar mempunyai kemampuan pengolahan untuk beban besar. Pengkondisian

mulai dilakukan pada tahap ini.

(Gambar IV.1). Waktu

uk aklimatisasi reaktor biofilm mengacu pada

8 hari aklimatisasi untuk penyisihan bahan

Setelah akhir masa aklimatisasi reaktor dilakukan penimbangan

(4)

Dapat dilihat antara reaktor 1, 2, 3 mencapai waktu kondisi tunak yang tidak berbeda. Pada kondisi tunak ini dapat dilihat pertumbuhan biofilm yang cukup tebal.

Tabel IV.2 Kondisi ketiga saat reaktor masa tunak tercapai

No. Reaktor R1 R2 R3

1 Pengudaraan 2-2 4-4 kontinyu

2 Waktu pencapaian kondisi tunak

9 hari 9 hari 9 hari

3 Efisiensi pada akhir kondisi tunak

88% 88% 86%

4 Berat biofilm

kering/Vol.Reaktor (mg biomassa.(l Reaktor)

-1

)

2061 1985 2125

Dari hasil observasi ini menunjukkan kemampuan melekat yang cukup baik untuk mikroorganisme yang berasal dari reaktor lumpur aktif, karena secara teori bakteri lumpur aktif yang didominasi bakteri aerobik heterotrof mampu memproduksi biopolimer ekstraselular yang membentuk flok biologi atau biofilm untuk proses pertumbuhan melekat (Metcalf & Eddy, 2003).

Gambar IV.2 Pertumbuhan biofilm pada media (a) saat awal (b) akhir periode

start up

(5)

Massa biofilm kering diperhitungkan dengan menghitung selisih berat media yang masih mengandung biofilm dengan berat media kering. Sampel media diambil sebanyak 10 sampel tiap reaktor yang dikeringkan pada temperatur 105 o C selama dua jam dan ditimbang massanya.

Waktu kondisi tunak dicapai setelah 17 hari dari awal pembibitan yang ditandai dengan stabilnya konsentrasi S COD pada effluen tiap reaktor. Temperatur harian rata-rata Tidak ada perbedaan untuk waktu pencapaian kondisi tunak untuk R1, R2 dan R3. Penurunan konsentrasi S COD rata-rata pada ketiga reaktor tidak jauh berbeda yaitu adalah 86%+2%.

Proses aklimatisasi menunjukkan pencapaian masa tunak yang hampir sama untuk R1, R2 dan R3. Hanya saja laju penyisihan S COD pada masa aklimatisasi pada R2 lebih besar dari pada R1 dan R3. Hal ini berdasarkan pada laju penyisihan pada yaitu dengan massa biofilm yang lebih kecil tetapi menghasilkan penyisihan yang lebih besar. Akhir masa tunak menunjukkan kesamaan karakteristik R1 dan R3 Setelah mencapai kondisi tunak, maka percobaan dilakukan untuk kondisi aliran batch diikuti dengan kondisi aliran kontinyu.

IV.4 Percobaan Batch

Setelah melewati masa aklimatisasi, ketiga reaktor dioperasikan secara batch.

Pengoperasian secara batch dilakukan dengan tidak mengalirkan air limbah pada influen maupun effluen. Konsentrasi air limbah yang digunakan adalah 300 mg/l.

Sampel diambil tiap tiga jam pada titik pengambilan sampling kedua.

Pengudaraan pada R1 dilakukan secara intermttent 2 jam hidup-2 jam mati, R2 4 jam hidup-4 jam mati, dan R3 diberikan pengudaraan menerus.

Hasil pengambilan sampling berupa nilai konsentrasi S COD pada ketiga reaktor

ditunjukkan pada Gambar IV.3.

(6)

Gambar IV.3 Penyisihan kadar S COD pada R1, R2 dan R3 dalam kondisi Batch

Gambar IV.3 di atas menunjukkan penurunan materi organik tercepat terutama di dalam 6 jam pertama, setelah itu laju penurunan bahan organik berangsur-angsur menurun sampai akhir masa pengambilan sampel pada jam ke-18.

Percobaan secara batch menunjukkan profil penurunan S COD mengikuti reaksi orde ke-1. Ketiga reaktor menunjukkan profil yang sama. Hal ini adalah sesuai dengan teori umum bahwa laju reaksi keseluruhan untuk reaktor biofilter mengikuti orde ke-1 (Mann & Stephenson, 1997).

Perhitungan laju penyisihan S COD pada percobaan batch dengan pendekatan persamaan III.8 untuk masing-masing R1, R2 dan R3 adalah 0.013, 0.014, dan 0.014 mg S COD .(jam.mg biomassa) -1 . Di sini terlihat bahwa perbandingan laju penyisihan S COD dalam percobaan batch menunjukkan laju penyisihan S COD yang tidak jauh berbeda, artinya penambahan oksigen secara intermittent tidak berpengaruh secara signifikan, tetapi berat biofilm yang terbentuk berpengaruh seperti yang terlihat pada Tabel IV.2.

IV.5 Percobaan Kontinyu

Percobaan kontinyu dilakukan setelah dilakukan percobaan batch. Percobaan kontinyu bertujuan untuk mengamati kinerja reaktor pada kondisi pengudaraan

0 50 100 150 200 250 300 350

0 5 10 15 20

K on se n tr as i S

COD

(m g/ l)

Jam

Reaktor

R1

R2

R3

(7)

yang diberikan. Sebagai parameter pembanding adalah bahan organik (S COD ), amonium, DO, TSS, pH dan temperatur.

Tabel IV.3 Kondisi Beban Organik selama percobaan

Run Laju

(l.hari -1 )

HRT (jam)

HLR (m.hari -1 )

Inlet COD (mg.l -1 )

OLR (kgCOD.m -3 .hari -1 )

1 43,2 4 2.88 300 0,906

2 43,2 4 2,88 400 1,208

3 43,2 4 2,88 500 1,510

Parameter-parameter selain bahan organik diamati pada kondisi inlet COD 300 mg.l -1 . Pengambilan sampel dan pemeriksaan dilakukan 6 kali tiap 3 jam.

Gambar IV.4 Penyisihan kadar S COD pada variasi konsentrasi influen dengan Q=

43,2 l.hari-1 dan HRT = 4 jam

Pengaruh kondisi pengudaraan terhadap kondisi reaktor dilihat berdasarkan dampaknya secara umum pada reaktor dengan mengamati kondisi efluen Amonium, S COD , DO dan TSS.

0 100 200 300 400 500 600

24 25 26 27 28 29

K on se n tr as i S

COD

(m g/ l)

Waktu (jam)

Inlet

R1

R2

R3

(8)

Pengamatan dilakukan pada konsentrasi influen COD teoritis 300 mg/l. Limbah yang digunakan adalah limbah buatan sukrosa denga

influen 5 mg/l, pH rata

maksimum 23,8 o C dan minimum 22 dengan konsentrasi 60 mg/l.

Pengamatan dilakukan pada tiga reaktor masing jam hidup – 2 jam mati (2

(4-4), dan R3 dengan pengudaraan menerus. Pengudaraan diberikan dengan menggunakan aerator akuarium tipe coarse bubble. Debit udara yang diberikan sebesar 3,5 l/menit. Sampel diambil tiap tiga jam dengan 6 kali pengambilan sampel. Pengambilan sampel yang dilakukukan tiap tiga jam dengan kombinasi pengudaraan 2-2, 4-

dengan kondisi udara yang berbeda

maka tidak diperlukan pengukuran parameter seperti laju pemakaian oksigen dan koefisien transfer massa seperti yang dilakukan Harris et al (1996).

Gambar IV.5 Hubungan antara pengambilan sampel dan

IV.5.1 Oksigen terlarut

Pemeriksaan konsentrasi oksigen terlarut dilakukan secara langsung (in situ) pada sampel yang diambil

Pengamatan dilakukan pada konsentrasi influen COD teoritis 300 mg/l. Limbah yang digunakan adalah limbah buatan sukrosa dengan konsentrasi Amonium di influen 5 mg/l, pH rata-rata di influen 7,4, dan temperatur rata

C dan minimum 22 o C. Alkalinitas diberikan berupa CaCO dengan konsentrasi 60 mg/l.

Pengamatan dilakukan pada tiga reaktor masing-masing R1 untuk pengudaraan 2 2 jam mati (2-2), R2 dengan pengudaraan 4 jam hidup

4), dan R3 dengan pengudaraan menerus. Pengudaraan diberikan dengan menggunakan aerator akuarium tipe coarse bubble. Debit udara yang diberikan 5 l/menit. Sampel diambil tiap tiga jam dengan 6 kali pengambilan sampel. Pengambilan sampel yang dilakukukan tiap tiga jam dengan kombinasi

-4, dan menerus akan memberikan waktu-

dengan kondisi udara yang berbeda-beda (Gambar IV.1). Dengan metode ini, maka tidak diperlukan pengukuran parameter seperti laju pemakaian oksigen dan koefisien transfer massa seperti yang dilakukan Harris et al (1996).

Hubungan antara pengambilan sampel dan kondisi pengudaraan

Oksigen terlarut

Pemeriksaan konsentrasi oksigen terlarut dilakukan secara langsung (in situ) pada sampel yang diambil menggunakan metode elektrometrik. Sampel diambil pada Pengamatan dilakukan pada konsentrasi influen COD teoritis 300 mg/l. Limbah n konsentrasi Amonium di rata di influen 7,4, dan temperatur rata-rata 23,22 o C, C. Alkalinitas diberikan berupa CaCO 3

untuk pengudaraan 2 2), R2 dengan pengudaraan 4 jam hidup – 4 jam mati 4), dan R3 dengan pengudaraan menerus. Pengudaraan diberikan dengan menggunakan aerator akuarium tipe coarse bubble. Debit udara yang diberikan 5 l/menit. Sampel diambil tiap tiga jam dengan 6 kali pengambilan sampel. Pengambilan sampel yang dilakukukan tiap tiga jam dengan kombinasi -waktu sampling ar IV.1). Dengan metode ini, maka tidak diperlukan pengukuran parameter seperti laju pemakaian oksigen dan koefisien transfer massa seperti yang dilakukan Harris et al (1996).

kondisi pengudaraan

Pemeriksaan konsentrasi oksigen terlarut dilakukan secara langsung (in situ) pada

. Sampel diambil pada

(9)

tiap titik ketinggian untuk tiap reaktor. Pengukuran konsentrasi DO dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan temperatur air dan pH. Pengambilan sampel dilakukan tiap rentang waktu tiga jam.

Hasil pengambilan sampel untuk tiap reaktor dapat dilihat pada Gambar IV.6, IV.7, dan IV.8. Sedangkan rata-rata konsentrasinya dapat dilihat pada Gambar IV.9. Gambar IV.10 menunjukkan hubungan antara waktu pengambilan sampel dengan kondisi pengudaraan pada tiap reaktor saat itu.

Gambar IV.6 Profil konsentrasi DO pada pengudaraan 2 jam-2 jam

Gambar IV.7 Profil konsentrasi DO pada pengudaraan 4 jam-4 jam

0 2 4 6 8

1 3 5

K o n se n tr a si D O ( m g /l )

Sampling ke-

R1

30 cm 60 cm Outlet Inlet

0 1 2 3 4 5 6 7

1 3 5

K o n se n tr a si D O ( m g /l )

Sampling ke-

R2

30 cm 60 cm Outlet Inlet

(10)

Gambar IV.8 Profil konsentrasi DO pada pengudaraan menerus

Gambar IV.9 Rata-rata DO untuk tiap titik sampling

Gambar IV.10 Hubungan kondisi pengudaraan dan DO untuk ketiga reaktor

0 2 4 6 8

1

K o n se n tr a si D O ( m g /l )

Profil konsentrasi DO pada pengudaraan menerus

rata DO untuk tiap titik sampling

Hubungan kondisi pengudaraan dan DO untuk ketiga reaktor

2 3 4 5 6

Sampling ke-

R3

Hubungan kondisi pengudaraan dan DO untuk ketiga reaktor

30 cm 60 cm outlet Inlet

Referensi

Dokumen terkait

1) Sumbangan kelincahan terhadap keterampilan dribbling pada permainan sepakbola. Kelincahan merupakan gerak dasar yang harus dimiliki oleh pemain sepakbola, kelincahan

penduduk terbesar berada pada Kecamatan Tembalang dan pertumbuhan penduduk terkecil berada pada kecamatan Semarang Selatan. Dilihat dari pola persebaran penduduknya Kota

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api pada Pasal 9 dinyatakan, bahwa setiap orang yang bukan anggota

Reog Panca Tunggal dalam permainannya menggunakan waditra/alat musik perkusi berupa 4 ketipung yang disebut Reog (terdiri dari:tilingtingti, tong, deng-deng dan

Keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkan sampai dengan berlakunya Keputusan Menteri yang mengatur Organisasi dan Tata Kerja Unhas yang barn dengan ketentuan, bahwa

Burada kc kolonun yatay öteleme rijitliği, a ise çerçeve içerisinde diğer elemanların söz konusu kolonun rijitliğine olan etkisini hesaba alan

Agar topik tersebut menjadi atau dapat dipakai sebagai “sarana penghubung antara masa lalu dan masa kini” serta membekali para siswa kemampuan dalam memahami

Anda akan diberi waktu 20 menit setelah pembacaan kedua untuk menjawab Pertanyaan 2 dalam bahasa INDONESIA dalam buku tulis yang disediakan3. Apabila diperlukan, tersedia buku