• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat sebagai antidot dan diazepam sebagai terapi suportif keracunan sianida akut pada mencit jantan galur swiss.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat sebagai antidot dan diazepam sebagai terapi suportif keracunan sianida akut pada mencit jantan galur swiss."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

x

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

Intisari

Sianida merupakan senyawa racun yang dapat menyebabkan kematian dan kasus keracunan sianida banyak dijumpai dalam masyarakat. Natrium tiosulfat adalah salah satu antidotum untuk sianida, tetapi berapa kisaran dosis efektif jika dikombinasikan dengan diazepam sebagai terapi suportif belum banyak diteliti. Oleh karena itu itu perlu diketahui kisaran dosis efektif untuk kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kisaran dosis kombinasi na trium tiosulfat sebagai antidot dan diazepam sebagai terapi suportif yang efektif untuk menangani keracunan sianida akut pada mencit

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Empat puluh dua ekor mencit jantan dibagi menjadi 7 kelompok sama banyak yang terdiri dari : kelompok I diberi bahan pelarut yang digunakan yaitu aquades 25 mg/KgBB peroral, kelompok II diberi larutan diazepam dosis 2 mg/kgBB dan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) dosis 22.96

mg/kgBB diberikan secara intraperitoneal (i.p), kelompok III diberi larutan KCN dosis 26 mg/kgBB peroral sebagai kontrol positif racun, Kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara per oral (p.o) kemudian diberi antidot kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam dengan peringkat dosis berturut-turut : 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB dan 160.720 mg/kgBB dan untuk diazepam dengan hanya menggunakan 1 peringkat dosis yaitu 2 mg/kgBB secara intraperitoneal.

Dari hasil penelitian dosis efektif kombinasi untuk natrium tiosulfat dan diazepam adalah 160.720 mg/kgBB untuk natrium tiosulfat dan 2 mg/kgBB untuk dosis diazepam.

(2)

xi

EFECTIVE DOSAGE COMBINATION OF SODIUM TIOSULPHATE AS

ANTIDOT DIAZEPAM AS THERAPY SUPORTIF FOR ACUTE

POISONING CIANIDE IN MALE MICE SWISS STRAIN

Abstract

Cyanide is a toxic compound that can cause death. There are many poisoned-Cyanide cases in the society. Sodium thiosulphate is one of antidotum for Cyanide, however, how much approximation dosage that is effective to be combined with diazepam supportive therapy has not been studied. Therefo re, the approximation of effective dosage to combine with sodium thiosulphate and Diazepam need to be recognize. The purpose of this experiment is to find range of the combination dosage of sodium tiosulphate and diazepam which is effective to prevent the acute toxicity of cyanide in mice.

This research is pure experimental research with complete random design of one direction model. Twenty fo ur male white mice were divided into equal seven groups consisted of: first group was given with solution of aquades

25mg/kgBB per oral, second group was given with Diazepam solution by 2 mg/kgBB dosage and Tiosulfat Natrium (Na2S2O3) by 22.96 mg/kgBB dosage per

oral as positive control of toxic, group IV-VII was given with KCN solution of KCN per oral (p.o) then antidote of Diazepam and Tiosuflat combination by 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB, and 160.720 mg/kgBB dosages respectively, while diazepam used one level of dosage, 2 mg/kgBB intraperitoneally.

The result of the research, the combination effective dosage for Tiosulfat Natrium and Diazepam are 160.720 mg/kgBB and 2 mg/kgBB, respectively.

(3)

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN SAMPUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Brian Handoko Suciadi NIM : 04 8114 139

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

ii

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Brian Handoko Suciadi NIM : 04 8114 139

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)

iii

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Yang diajukan oleh : Brian Handoko Suciadi

NIM : 048114139

Telah disetujui oleh :

Pembimbing

(6)

iv

Pengesahan Skripsi Berjudul

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

Oleh :

Brian Handoko Suciadi NIM : 048114139

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dedicated to : My God -Jesus Christ-, Papi, Mami, Albert, Ivone,Saudara-Saudaraku, Almamaterku, And everyone’s who know’s Brian

Kalian

memiliki t akdir kepast ian,

unt uk mer asakan der it a dan kepedihan. J ika

hat i kalian masih t er get ar oleh r asa t akj ub

menyaksikan kegaib an yang t er j adi dalam kehidupan. maka

pedihnya pender it aan t idak kalah menakj ubkan, dar ipada kesenangan....

Selalu ber ikan yang t er indah unt uk per sahabat an,

J ika

Dia har us t ahu musim sur ut mu, Biar lah dia mengenal pula musim pasangmu.

Sebab apa makna per sahabat an j ika Sekedar mengisi wakt u senggang? Car ilah ia unt uk ber sama menghidupi

(8)

vi

PRAKATA

Tiba saatnya bagi penulis untuk memanjatkan puji syukur kepada Bapa di surga dan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya membuat penulis mampu untuk menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat Sebagai Antidot Dan Diazepam Sebagai Terapi Suportif Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan Galur Swiss”.

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata satu Farmasi (S. Farm.), program Studi Ilmu Farmasi Fakultas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus untuk menambah kasanah pengetahuan dalam dunia kesehatan pada umumnya, dan dunia kefarmasian pada khususnya.

Rasa terimakasihpun pantas penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung terwujudnya skripsi ini. Dukungan baik secara langsung maupun tak langsung yang mereka berikan akan sangat bermanfaat bagi penulis.

Adapun ucapan terimakasih yang tulus hendak penulis haturkan kepada : 1. Bapa kami yang ada di surga yang telah mengutus Yesus Kristus untuk ke

dunia dan menebus dosa-dosa manusia dan mengajari kita akan cinta kasih. 2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

(9)

vii

4. Mas Pardjiman, Mas Heru, Mas Kayat selaku Laboran Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bersedia membantu dan menemani penulis selama melakukan penelitian.

5. Pak Agus (Laboran Farmakologi) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, atas bantuannya dalam menyediakan hewan uji.

6. Papi dan Mami yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis. Terimakasih atas kebebasan yang diberikan Papi dan Mami hingga membuat penulis menjadi bertanggung jawab dan dewasa.

7. Oh Albert yang telah memperhatikan penulis selama di Yogyakarta.

8. Ivone atas dukungan, kasih sayang, kebahagian, kesedihan, dan semua yang telah Ivone berikan untuk mewarnai hidup penulis.

9. Lidia Kristalia yang telah banyak membantu penulis selama kuliah.

10.Cin Frengky Cuwondo atas kebersamaanya dalam menghadapi cobaan selama masa kuliah dan atas bantuan selama kuliah.

11.Andrew Arief Sudarmono yang selalu menolong dan direpotkan oleh penulis. 12.Libertus Tintus yang selalu bersedia untuk menemani penulis.

13.Fandy kurniwan yang telah bersama penulis melewati masa SMU dan kuliah. 14.Teman-teman yang telah bersama-sama penulis melewati masa-masa kuliah

(Stefani, Cendani, Chika, Novi, Nike, Tice, Rizky, Feri Ds, Liza) terimakasih atas dukunganya.

(10)

viii

Segala kesempurnaan adalah milik Tuhan, dan manusia hanya bisa berusaha. Maka penulis mengucapkan kata maaf apabila ada kesalahan dan kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Dari sini penulis sadar kritik dan saran sangat berguna agar karya ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata, semoga karya ini berguna bagi perkembangan dunia kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya.

Penulis

(11)

ix

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Agustus 2008 Penulis,

(12)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Brian Handoko Suciadi

Nomor Mahasiswa : 04 8114 139

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Uni-versitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF KERACUNAN

SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 27 Agustus 2008

Yang menyatakan

(13)

x

DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI

ANTIDOT DAN DIAZEPAM SEBAGAI TERAPI SUPORTIF

KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

Intisari

Sianida merupakan senyawa racun yang dapat menyebabkan kematian dan kasus keracunan sianida banyak dijumpai dalam masyarakat. Natrium tiosulfat adalah salah satu antidotum untuk sianida, tetapi berapa kisaran dosis efektif jika dikombinasikan dengan diazepam sebagai terapi suportif belum banyak diteliti. Oleh karena itu itu perlu diketahui kisaran dosis efektif untuk kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kisaran dosis kombinasi na trium tiosulfat sebagai antidot dan diazepam sebagai terapi suportif yang efektif untuk menangani keracunan sianida akut pada mencit

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Empat puluh dua ekor mencit jantan dibagi menjadi 7 kelompok sama banyak yang terdiri dari : kelompok I diberi bahan pelarut yang digunakan yaitu aquades 25 mg/KgBB peroral, kelompok II diberi larutan diazepam dosis 2 mg/kgBB dan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) dosis 22.96

mg/kgBB diberikan secara intraperitoneal (i.p), kelompok III diberi larutan KCN dosis 26 mg/kgBB peroral sebagai kontrol positif racun, Kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara per oral (p.o) kemudian diberi antidot kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam dengan peringkat dosis berturut-turut : 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB dan 160.720 mg/kgBB dan untuk diazepam dengan hanya menggunakan 1 peringkat dosis yaitu 2 mg/kgBB secara intraperitoneal.

Dari hasil penelitian dosis efektif kombinasi untuk natrium tiosulfat dan diazepam adalah 160.720 mg/kgBB untuk natrium tiosulfat dan 2 mg/kgBB untuk dosis diazepam.

(14)

xi

EFECTIVE DOSAGE COMBINATION OF SODIUM TIOSULPHATE AS

ANTIDOT DIAZEPAM AS THERAPY SUPORTIF FOR ACUTE

POISONING CIANIDE IN MALE MICE SWISS STRAIN

Abstract

Cyanide is a toxic compound that can cause death. There are many poisoned-Cyanide cases in the society. Sodium thiosulphate is one of antidotum for Cyanide, however, how much approximation dosage that is effective to be combined with diazepam supportive therapy has not been studied. Therefo re, the approximation of effective dosage to combine with sodium thiosulphate and Diazepam need to be recognize. The purpose of this experiment is to find range of the combination dosage of sodium tiosulphate and diazepam which is effective to prevent the acute toxicity of cyanide in mice.

This research is pure experimental research with complete random design of one direction model. Twenty fo ur male white mice were divided into equal seven groups consisted of: first group was given with solution of aquades

25mg/kgBB per oral, second group was given with Diazepam solution by 2 mg/kgBB dosage and Tiosulfat Natrium (Na2S2O3) by 22.96 mg/kgBB dosage per

oral as positive control of toxic, group IV-VII was given with KCN solution of KCN per oral (p.o) then antidote of Diazepam and Tiosuflat combination by 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB, and 160.720 mg/kgBB dosages respectively, while diazepam used one level of dosage, 2 mg/kgBB intraperitoneally.

The result of the research, the combination effective dosage for Tiosulfat Natrium and Diazepam are 160.720 mg/kgBB and 2 mg/kgBB, respectively.

(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...i

HALAMAN JUDUL...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

PRAKATA...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...ix

DAFTAR ISI...x

INTISARI ...x

ABSTRACT...xi

DAFTAR TABEL...xv

DAFTAR GAMBAR ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I. PENGANTAR ...1

A. Latar Belakang ...1

1. Permasalahan...4

2. Keaslian penelitian...4

3. Manfaat penelitian...4

B. Tujuan Penelitian...5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA...7

A. Penanganan Keracunan...7

(16)

xiii

C. Dasar Terapi Antidot ...12

D. Asam Sianida...13

E. Asas Umum Toksikologi dari Sianida ...14

F. Antidotum Sianida...19

G. Natrium Thiosulfat ...25

H. Diazepam...26

I. Landasan Teori...28

J. Hipotesis ...29

BAB III. METODE PENELITIAN ...30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...30

K. Variabel dan Definisi Operasional...30

1. Variabel utama ...30

2. Variabel pengacau...31

3. Definisi operasional...31

L. Bahan Penelitian...31

M. Alat dan Instrumen Penelitian...34

N. Tata Cara Penelitian...36

O. Analisis Hasil ...37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...38

A. Kisaran Dosis Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Diazepam sebagai Antidotum Sianida...38

(17)

xiv

C. Sifat Tterbalikkan Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Diazepam pada

Keracunan Sianida...57

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...60

A. Kesimpulan...60

B. Saran...60

DAFTAR PUSTAKA ...61

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok perlakuan. ... 39 Tabel II. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek

toksik jantung berdebar. ... 42 Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek

toksik hilang kesadaran... 44 Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek

toksik gagal nafas. ... 47 Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek

toksik kejang.. ... 50 Tabel VI. Hasil perbandingan pengamatan ge jala efek toksik mati. ... 52 Tabel VII. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida

(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

(21)

1

BAB I.

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sianida merupakan senyawa racun yang dapat menyebabkan kematian dan kasus keracunan sianida banyak dijumpai dalam masyarakat. Sianida terkandung di dalam makanan seperti ketela pohon, kacang koro, daun salam, cherry, dan keluarga kacang-kacangan lainnya seperti kacang almond. Sianida selain didalam makanan yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik juga terdapat dalam bahan kimia yang digunakan dalam proses pertambangan, sisa pembakaran produk sintesis seperti plastik, rokok, perokok pasif mengandung 0,06 µg/ml sianida di dalam darah sedangkan perokok aktif mengandung 0,17µg/ml sianida didalam darah. (Utama,2006). Sianida digunakan untuk elektroplating, metalurgi, produksi zat kimia, pengembangan fotografi, pembuatan plastik dan beberapa proses pertambangan (Anonim, 2000).

(22)

Masuknya sianida ke dalam tubuh melewati saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit dan mata. Sianida yang masuk ke dalam tubuh jika masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin dan juga sianida dapat berikatan dengan vitamin B12. Tetapi jika jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang

besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12 (Utama, 2006).

Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida (Utama, 2006). Reaksi ini membutuhkan sumber utama yaitu sulfur sulfan namun jumlahnya dalam tubuh terbatas maka natrium tiosulfat dapat digunakan sebagai antidot dalam keracunan sianida karena natrium tiosulfat dapat berfungsi sebagai pemasok sulfur. Natriun tiosulfat merupakan antidot pilihan jika diagnosisnya belum tentu jelas karena keracunan sianida atau bukan, seperti dalam kasus yang disebabkan oleh asap rokok (Meredith, 1993).

(23)

sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmia AV nodus. Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Utama, 2006).

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang mempunyai efek ansiolitik atau sedativa. Obat ansiokitik akan mengurangi ansietas, menimbulkan ketenangan tanpa mempengauhi fungsi motorik dan mental. Diazepam dapat digunakan untuk pasien depresi kususnya yang berisiko untuk bunuh diri, untuk pasien dengan sejarah ketergantungan obat. Kejang demam dan spasma otot. Efek samping mengantuk, kelemhan otot, depresi pernafasan, gangguan mental. Dan kontraindikasi dengan depresi pernafasan, gangguan hati berat, kondisis fobia dan obsesi (Anonim, 2001).

(24)

mengetahui dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam untuk mengatasi keracunan sianida.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan untuk diteliti :

a. Berapa besar atau kisaran dosis natrium thiosulfat dan diazepam sebagai kombinasi antidot untuk keracunan sianida pada mencit?

b. Apakah meningkatnya dosis natrium tiosulfat sebagai kombinasi dengan diazepam dapat meningkatkan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit?

c. Bagaimana wujud fungsional dan sifat terbalik natrium tiosulfat dan diazepam pada keracunan sianida pada mencit?

2. Keaslian penelitian

(25)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan tentang kombinasi natrium thiosulfat dan diazepam sebagai antidotum keracunan sianida.

b. Manfaat metodologis

Penelitian ini dapat memberi informasi tentang berapa kisaran dosis antidotum efektif untuk keracunan sianida dengan gejala klinis kejang-kejang pada mencit.

c. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar dosis efektif dari kombinasi natrium thiosulfat dan diazepam yang dapat digunakan pada manusia.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui seberapa besar kisaran dosis kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam yang efektif untuk keracunan sianida pada mencit.

2. Mengetahui kekerabatan antara dosis kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam dengan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit. 3. Mengetahui wujud fungsional dan sifat terbalikkan natrium tiosulfat dan

(26)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Penanganan Keracunan

Pada umumnya para pakar sependapat bahwa penanganan keracunan bahan berbahaya akut, dibagi dalam tiga tahap tindakan, yakni : tindakan terapi suportif, penyidikan jenis racun penyebab, dan terapi antidot (Donatus, 1997).

1. Terapi suportif

Pada dasarnya merupakan tindakan pertolongan pertama, ditujukan untuk memperbaiki kondisi dan menyelamatkan jiwa penderita. Tindakan ini akan memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan peredaran darah, sehingga penderita selamat serta menjadi lebih mudah dan kooperatif untuk menjalani terapi antidot berikutnya. Memperhatikan tujuan dan fungsi terapinya, jelas bahwa terapi suportif harus dilakukan dengan cepat atau sesegera mungkin (Donatus,1997).

Termasuk dalam tindakan suportif meliputi: a. Jauhkan penderita dari sumber racun.

b. Periksa tanda vital dan bersihkan jalan nafas. Bila penderita memakai gigi palsu, harus dilepas.

c. Periksa pulsus dan pupil.

d. Berikan pernafasan buatan dan/atau oksigen, serta bila perlu pijit luar jantung dan siapkan infus.

(27)

darahnya turun atau dehidrasi dapat diberi infus elektrolik (Donatus, 1997)

2. Penyidikan jenis racun penyebab

Merupakan tindakan penting yang ditujukan untuk menentukan pilihan tindakan terapi antidot. Tindakan ini dilakukan dengan cara :

a. Wawancara dengan penderita atau penghantar.

b. Pemeriksaan gejala-gejala keracunan yang ada secara sistematis. c. Pemeriksaan wadah dan sisa bahan penyebab yang dicurigai, muntahan, air kencing, atau darah penderita. Pengiriman bahan yang diperoleh pada butir c ke laboratorium (Donatus, 1997).

3. Terapi antidot

Merupakan tata cara yang secara khusus ditujukan untuk membatasi intensitas (kekuatan) efek toksik zat kimia atau menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya, sehingga bermanfat dalam mencegah timbulnya bahaya lebih lanjut. Berarti, sasaran terapi antidot adalah pengurangan intensitas efek toksik.(Donatus,1997).

Seperti telah diungkapkan, keberacunan (intensitas efek toksik) suatu bahan berbahaya di antaranya ditentukan oleh keberadaan bahan berbahaya di tempat kerja yang melebihi harga KTM-nya lebih lanjut, keadaan ini bergantung pada keefektifan absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi bahan berbahaya terkait.

(28)

antara saat pemejanan bahan berbahaya, saat timbulnya gejala- gejala toksik, dan saat penderita siap menjalankan terapi. Karena pengetahuan ini diperlukan untuuk memprakirakan dominasi tahapan nasib bahan berbahaya di dalam tubuh. Misal bahan berbahaya diprakirakan sudah terabsorpsi sempurna, maka tindakan penghambatan absorpsi sudah tidak diperlukan. Dalam hal ini, mungkin yang diperlukan penghambatan distribusi atau peningkatan eliminasinya. Masalahnya sekarang, bagaimana tata cara pelaksanaan masing- masing strategi tersebut? (Donatus, 1997).

Pada dasarnya, ketiga strategi dasar terapi antidot tersebut dapat dikerjakan dengan metode yang tak khas atau metode yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas ialah metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian besar zat beracun. Metode khas ialah metode yang hanya digunakan bila zat beracunnya telah tersidik jati dirinya serta zat antidotnya tersedia (Donatus, 1997).

B. Penanganan Umum pada Pasien Keracunan

Dibagian unit gawat darurat, pemeriksaan fisik pada pasien keracunan diawali dengan ABC (Airway, Breathing, Circulation). Pemeriksaan pada jalan nafas (airway) seharusnya tidak hanya pada faktor- faktor indicating gross airway compromise (stridor, snoring, vomitus, dll) tapi juga pemeriksaan spesifik pada

(29)

dalam mencerminkan adanya hipoksemia atau asidosis metabolit. Pemeriksaan sirkulasi (circulation) meliputi pemeriksaan denyut nadi dan tekanan darah dan untuk kasus keracunan yang serius perlu dilakukan monitoring secara terus menerus melalui elektrokardiograf (Tintinalli, 1996).

1. Saluran nafas

a. Pemeriksaan. Faktor yang paling umum menyebabkan kematian dari overdosis obat atau keracunan adalah hilangnya refleks perlindungan saluran nafas yang berlanjut menjadi obstruksi jalan nafas yang disebabkan karena lidah yang melembek/melunak, pengeluaran isi lambung melalui paru, atau terhentinya respirasi (Olson, 2007).

1)Pasien yang masih sadar dan dapat berbicara sepertinya masih memiliki refleks jalan nafas yang baik tapi harus dimonitor dengan seksama karena keracunan yang parah dapat menyebabkan kehilangan kontrol jalan nafas dengan cepat (Olson, 2007).

2)Pasien yang lemas dan “obtunded”, muntah atau reflek batuk dapat merupakan indikasi tidak langsung dari kemampuan pasien untuk melindungi saluran nafas. Jika ada sedikit keragu-raguan maka cara yang paling baik adalah menggunakan endotracheal intubation (Olson, 2007).

d. Terapi. Betulkan posisi saluran nafas dan gunakan endotracheal intubation

(30)

2. Menurut Olson (2007) pernafasan sama dengan masalah pada saluran nafas, kesulitan bernafas juga merupakan penyebab utama kematian pada pasien overdosis obat atau keracunan pasien dapat memiliki satu atau lebih komplikasi, yaitu : kerusakan ventilator, hipoksia, atau bronkospasma

a. Hipoksia

1) Pemeriksaan. Hipoksia dapat disebabkan oleh kondisi seperti berikut: kurangnya oksigen di udara; gangguan pada absorpsi oksigen oleh paru (misalnya, karena pneumonia, atau udem pada paru); hipoksia seluler (misalnya, karena keracunan karbon monoksida, methemoglobinemia, keracunan sianida, dan keracunan hidrogen sulfida) (Olson, 2007).

2) Komplikasi. Hipoksia dapat menyebabkan kerusakan otak dan aritmia pada jantung (Olson, 2007).

3) Diagnosis lain : kesalaha n sampling; bakteri atau virus pneumonia; adanya luka memar pada paru; akut infark miokardial (Olson, 2007). 4) Terapi : menghilangkan hipoksia, pemberian tambahan oksigen

diperlukan disesuaikan dengan pO2 arteri intubation dan ventilator

mungkin diberikan; terapi pneumonia, sputum diperiksa, dan diperlukan terapi antibiotik jika benar; terapi udem paru, menghindari pemberian cairan yang berlebihan dan pemberian tambahan oksigen untuk menjaga pO2 minimal 60-70 mmHg (Olson, 2007).

(31)

1) Pemeriksaan. Penurunan tingkat kesadaran merupakan komplikasi umum yang paling serius dari overdosis obat atau keracunan: koma dan pingsan merupakan akibat adanya depresi pada sistem otak, yang disebabkan karena agen antikolinergik, obat-obat simpatolitik, depresan, atau toksin ya ng menyebabkan hipoksia seluler. Koma kadang-kadang merupakan suatu gejala setelah obat atau toksin menyebabkan hilang kesadaran, koma mungkin juga disebabkan oleh adanya luka pada otak dengan infark atau perdarahan di otak (Olson, 2007).

2) Komplikasi koma sering ditandai dengan depresi respiratori yang merupakan penyebab utama kematian. Kondisi lain yang dapat menandai atau bersamaan dengan koma meliputi hipotensi, hipotermia, hipertermia dan rhabdomyolisis (Olson, 2007).

3) Diagnosis lain : trauma di kepala atau perdarahan di intracranial; ketidaknormalan jumlah glukosa, natrium atau elektrolit lain didalam darah; hipoksia; hipotiroid; kerusakan hati atau ginjal; hipertermi atau hipotermi (Olson, 2007).

(32)

b. Kejang

1) Pemeriksaan. Kejang merupakan penyebab utama kematian pada overdosis obat atau keracunan. Umumnya kejang biasanya menjadi hilang kesadaran, sering juga bersamaan dengan lidah yang tergigit dan pengekuaran urin berlebihan (Olson, 2007).

2) Komplikasi. Kejang dapat menyebabkan masalah pada saluran nafas, dapat juga menyebabkan asidosis, hipertermia, rhabdomyolysis, dan kerusakan otak (Olson, 2007).

3) Diagnosis lain : adanya gangguan metabolisme yang serius (misal hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia, atau hipoksia); trauma pada kepala; epilepsi idiopathik; penarikan alkohol atau obat hipnotik sedatif; hipertermia; infeksi pada susunan saraf pusat; febrile kejang pada anak-anak (Olson, 2007).

(33)

atau keduanya untuk keracunan insektisida organofosfat atau karbamat) (Olson, 2007).

C. Dasar Terapi Antidot

Keberadaan racun di dalam tubuh sangat bergantung pada waktu dan keefektifan translokasi. Karena itu, penanganan keracunan harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Kecepatan dan ketetapan merupakan prasyarat utama penatalaksanaan keracunan. Kecepatan diperlukan untuk mengatasi dan mengurangi berbagai gejala yang mungkin akan memperburuk kondisi si penderita, sehingga akibat yang fatal seperti kematian dapat dicegah sedini mungkin. Jadi, pada dasarnya terapi keracunan ditunjukkan untuk memperbaiki kondisi si penderita, kemudian diikuti dengan membatasi penyebaran racun dalam tubuh serta meningkatkan pengakhiran aksi racun (Donatus,2001).

D. Asam Sianida

Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di dalam kacang almond, daun salam, ceri, ubi. Di dalam koro atau tanaman dari keluarga kacang-kacangan dan ketela pohon (Utama, 2006).

(34)

daun dan kulit akar merupakan bagian yang paling berbahaya. Racun dapat dihilangkan dengan pencucian dan perebusan (Henry, 1997). Sianida merupakan senyawa kimia yang toksik dan memiliki beragam kegunaan, termasuk sintesis senyawa kimia, analisis laboratorium, dan pembuatan logam. Nitril alifatik (acrylonitrile dan propionitrile) digunakan dalam produksi plastic yang kemudian dimetabolisme menjadi sianida. Obat vasodilator seperti nitroprusida melepaskan sianida pada saat terkena cahaya ataupun pada saat metabolisme. Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida sinogenik lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman lainnya, beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal. Acetonitrile, sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada anak-anak (Olson, 2007).

Sianida merupakan racun yang bekerja cepat. Sianida yang berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) sedangkan yang berbentuk kristal adalah sodium sianida (NaCN) atau potasium khlorida (KCN) (Utama, 2006).

(35)

E. Asas Umum Toksikologi dari Sianida

Pada umumnya, para pakar sependapat bahwa tindakan pertama yang sebaiknya dilakukan atas penderita keracunan akut zat kimia ialah terapi suportif, yakni memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan sirkulasi. Tindakan selanjutnya yang umum dilakukan meliputi upaya membatasi penyebaran racun dan meningkatkan pengakhiran aksi racun (Donatus, 2001).

Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).

1. Kondisi pemejanan

a. Jenis pemejanan : akut dan kronis

b. Jalur pemejanan : inhalasi, mata, dan saluran pencernaan c. Lama, kekerapan : akut atau berulang

d. Takaran atau dosis :

(36)

2) Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit (Olson, 2007).

3) Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit (Olson, 2007).

4) Keracunan sianida akut biasanya jarang terjadi dengan infusi nitroprusida (pada kecepatan infuse yang normal) atau setelah ingesti dari amigdalin (Olson, 2007).

e. Saat pemejanan : makanan, rokok, lingkungan industri, bunuh diri, kesengajaan (Meredith, 1993).

2. Mekanisme efek toksik

Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport

(37)

ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993).

Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada; berikatan dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob. Sianida yang tidak berikatan akan akan didetoksifikasi melalui metabolisme menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin (Olson, 2007). Hiperlaktemia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport elektron dihambat

oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Meredith, 1993).

3. Wujud efek toksik

(38)

diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea

AV nodus (Meredith, 1993).

Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhr dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Meredith, 1993).

Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi dalam keracunan sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan adanya kandungan yang tinggi dari oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi dalam keracunan berat, gagal jantung dapat dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda terang (Meredith, 1993).

Onset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari keracunan sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan. Syncope, koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan cepat setelah pemaparan yang berat (Olson, 2007).

4. Sifat efek toksik

(39)

5. Diagnosis

Diagnosis dilakukan berdasarkan pada riwayat pemaparan atau tampaknya gejala dan tanda keracunan. Asidosis laktat parah biasanya terjadi dengan pemaparan yang signifikan. Tingkat saturasi oksigen vena dapat memperlihatkan penghambatan konsumsi oksigen selular. Cara klasik dengan mengenali bau kacang almond boleh digunakan ataupun tidak, karena vairiasi genetik dalam kemampuan untuk mengenali baunya (Olson, 2007).

F. Antidotum Sianida

Menurut (Meredith, 1993) Antidotum sianida diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan meaknisme aksi utamanya, yaitu : pembentukan methemoglobin, detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang lebih tidak toksik dan kombinasi langsung.

1. Pembentukan methemoglobin

(40)

Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).

Gambar 1. Penggantian sianida dari sitrokrom a3 oksidase oleh methemoglobin

(41)

b. Amil nitrit. Hanya dapat memproduksi kira-kira 5 % methemoglobin dan tidak cukup untuk digunakan sebagai terapi tunggal. Dosis amil nitrit yang dapat meningkatkan produksi methemoglobin sering berhubungan dengan terjadinya hipotensi. Sebenarnya, amil nitrit telah dihapus di Amerika Serikat karena pembentukan methemoglobin yang tidak dapat diprediksi dan berhubungan dengan vasodilatasi yang dapat menyebabkan hipotensi. amil nitrat juga dapat menyebabkan vasodilatasi yang dapat membalikkan efek awal sianida yang dapat menyebabkan vasokonstriksi (Meredith, 1993).

c. Natrium nitrit. Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan sianida. Dosis awal standart adalah 3 % larutan natrium nitrit 10ml, memerlukan waktu kira-kira 12menit untuk membentuk kira-kira 40% methemoglobin. Dosis awal untuk natrium tiosulfat adalah 50ml. Penggunaan natrium nitrat tidak tanpa risiko karena bila berlebihan dapat mengakibatkan methemoglobinemia yang dapat menyebabkan hipoksia atau hipotensi. Untuk itu maka jumlah methemoglobin harus dikontrol. Penggunaan natrium nitrit tidak direkomendasikan untuk pasien yang memiliki kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6DP) dalam sel darah merahnya karena dapat menyebabkan reaksi hemolisis yang serius (Meredith, 1993).

(42)

Gambar 2. 4-DMAP (4-dimethylaminophenol)

4-DMAP harus digunakan dengan tiosulfat untuk mengubah ikatan sianida dengan methemoglobin menjadi tiosianat. 4-DMAP dapat menyebabkan nekrosis pada area yang diinjeksi setelah pemberian secara IM dan dapat menyebabkan nyeri, demam, dan meningkatkan enzim-enzim otot. Terapi menggunakan 4-DMAP dapat menyebabkan hemolisis meskipun pada dosis terapi, tetapi lebih sering terjadi pada pengobatan yang overdosis. Pengobatan dengan 4-DMAP dikontraindikasikan pada pasien yang kekurangan G6DP (Meredith, 1993).

Senyawa lain yang juga merupakan pembentuk methemoglobin adalah aminoheptanoilfenon (PAHP), aminopropiofenon (PAPP), dan p-aminooktanoilfenon (PAOP). PAHP merupakan fenon yang paling aman. Senyawa-senyawa tersebut mengurangi jumlah sianida dalam sel darah merah. Efek PAPP secara khusus dapat meningkat dengan adanya tiosulfat (Meredith, 1993).

(43)

Gambar 3. Pengubahan sianmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodanase dan tiosulfat

Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan natrium tiosulfat. Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur agar rodanase dapat mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal (Meredith, 1993).

3. Kombinasi langsung

Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung dengan sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan kombinasi dengan hidrokobalamin (Meredith, 1993).

a. Hidroksikobalamin (vitamin B12a). Merupakan prekursor dari

sianokobalamin (vitamin B12). Penggunaan hidroksikobalamin sebagai

(44)

hemoglobin untuk membentuk methemoglobin (Meredith, 1993).

Hidroksikobalamin bekerja baik pada celah intravaskular maupun di dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini berlawanan dengan methemoglobin yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular. Pemberian natrium tiosulfat meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk mendetoksifikasi keracunan sianida (Meredith, 1993).

(45)

Gambar 4. (dimethyl-5,6-benzimadazolyl) hydroxocobamide

(46)

Gambar 5. Dicobalt-EDTA

G. Natrium Thiosulfat

Berupa hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar. Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33°C. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).

Natrium tiosulfat merupakan donor sulfur yang dapat meningkatkan perubahan sianida menjadi tiosianat, yang kurang toksik oleh enzim sulfur transferase, rodanase. Tidak seperti nitrit, tiosulfat tidak bersifat toksik dan dapat diberikan secara empiris untuk orang yang diduga keracunan sianida (Olson, 1994).

(47)

diberikan bersama antidot lain dalam kasus keracunan parah. Ini juga merupakan pilihan antidot saat diagnosis intoksikasi sianida tidak terjadi, misalnya pada kasus penghirupan asap rokok. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsik nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium tiosulfat 12,5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas (Meredith, 1993).

Na-tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida kit. Antidot ini dibarikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan. Tiosianat memberikan efek samping seperti gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. Dosis untuk anak-anak didasarkan pada berat badan (Meredith, 1993).

H. Diazepam

(48)

usia lanjut dosis setengahnya. Insomia yang disertai ansietas 5-15 mg sebelum tidur. Injeksi i.m. atau i.v. lambat ( kedalam vena yang besar dengan kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit) untuk ansietas akut berat, pengendalian serangan panik akut, dan putus alkohol akut: 10 mg diulangi bila perlu setelah tidak kurang dari 4 jam. Dengan melalui rektal sebagai larutan untuk ansietas akut dan agitasi : 10 mg (usia lanjut 5 mg) diulangi setelah lima menit bila perlu. Untuk ansietas apabila pemberian oral tidak dapat dilakukan obat diberikan melalui rektum sebagai supositoria : 10-30 mg (dosis lebih tinggi terbagi) (Anonim, 2001). Menurut Tornberg (2006) dosis diazepam yang digunakan untuk efek sedatif pada mencit sebesar 2 mg/kg BB mencit.

(49)

kanal klorida sangat ditingkatkan oleh terikatnya GABA pada reseptor kompleks tersebut. Benzodiazepin sendiri tidak dapat membuka kanal klorida dan menghambat neuron. Sehingga benzodiazepin merupakan depresan yang relatif aman, sebab depresi neuron yang memerlukan transmitor bersifat self limiting

(Tanu, 1995).

Benzodiazepin tetap ada dalam tubuh untuk jangka waktu yang sangat lama dan akan hilang melalui biotransformasi. Karena produk perantara, sebagia n, mungkin menjadi aktif secara farmakologi dan sebagian dikeluarkan dengan lebih pelan daripada senyawa induk, metabilites akan mengakumulasi dengan pemberian dosis reguler yang berkelanjutan dan memberikan kontribusi yang siginifikas terhadap efek akhir. Biotransformasi mulai pada substituent di cincin

diazepine (diazepam: N-dealkylation; midazolam: hydroxylation dari kelompok metil pada cincin imidazole) atau pada diazepine dari cincin itu sendiri.

Hydroxylation midazolam dengan cepat terhapus diikuti dengan glucuronidation

(t1/2 ~ 2 h). N-demethyldiazepam (nordazepam) ini aktif secara biologis dan menjalani hydroxylation pada cincin diazepine. Produk yang telah di-hydroxylate

(50)

I. Landasan Teori

Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang

secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia. Untuk keracunan sianida dapat diberikan natrium tiosulfat karena natrium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzim sulfurtransferase, yaitu rhodanase.

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang mempunyai efek ansiolitik atau sedativa. Obat ansiokitik akan mengurangi ansietas, menimbulkan ketenangan tanpa mempengauhi fungs i motorik dan mental. Diharapkan dengan diberi diazepam sebagai terapi suportif akan mengurangi gejala kejang pada keracunan sianida sehingga dapat membantu menigkatkan kemampuan natrium tiosulfat sebagai antidot pada keracunan siainida.

J. Hipotesis

(51)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian uji antidotum kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam pada kasus keracunan akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

Dalam penelitian uji antidot kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam pada kasus keracunan akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss mempunyai variabel utama dan pengacau.

1. Variabel utama

Variabel utama dalam penelitian adalah dosis natrium tiosulfat pada mencit.

Variabel utama dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Variabel bebas : dosis natrium tiosulfat, sejumlah mg natrium tiosulfat tiap kg berat badan mencit.

b. Variabel tergantung : waktu kembalinya kondisi mencit ke keadaan semula dari gejala efek toksik yang timbul dalam detik.

(52)

2. Variabel pengacau

a. Terkendali :

1) Umur : 60-90 hari ( 2- 3 bulan ) 2) Berat badan : 20- 30 gram

3) Jenis kelamin : Jantan

4) Galur : Swiss

5) Jalur pemberian : Oral (sianida), i.p (natrium thiosulfat), i.p (diazepam)

6) Frekuensi pemberian : Satu kali

b. Tak terkendali : jumlah asupan makanan dan minuman yang diberikan untuk hewan uji.

3. Definisi Operasional

a. Kondisi semula mencit adalah keadaan mencit yang sehat sebelum pemejanan sianida.

b. Gejala efek toksik yang timbul adalah munculnya kejang, hilang kesadaran, jantung berdebar, gagal nafas, dan mati setelah pemejanan sianida.

C. Bahan Penelitian

Bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Racun yang dipejankan adalah larutan potassium sianida (KCNS) (E.Merck, Darmstadt, Germany). Bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(53)

Germany) dan diazepam (Indofarma). Bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bahan pelarut adalah aquades dan aquabides yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan penelitian (UPHP), Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

D. Alat dan Instrumen Penelitian

Peralatan dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Neraca atau timbangan elektrik (Mettler Toledo Tipe AB 204, Switzerland) 2. Alat-alat gelas

3. Jarum tuberkulin (preparat oral) yang digunakan untuk pemberian larutan sianida secara per-oral

4. Spuit intraperitonial

E. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCNS

Larutan KCNS 0,104% b/v dibuat dengan cara me larutkan 0,104 gram KCNS ditambah aquades hingga 100 ml. Dosis KCNS dipilih berdasarkan dosis

(54)

2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium thiosulfat

Larutan natrium thiosulfat 0.643% b/v (dosis 160.720 mg/kg BB) dibuat dengan cara melarutkan 642.72 mg natrium thiosulfat ditambah aquades hingga 1000 ml. Dosis natrium thiosulfat dipilih berdasarkan hasil orientasi yang sudah pernah dilakukan yaitu sebesar 1125 mg/kg BB. Dosis 1125 mg/kg BB diturunkan dengan faktor perkalian 7 kalinya, maka diperoleh dosis 160.72 mg/kg BB, 22.96 mg/kgBB.,3.279 mg/kgBB dan 0,468 mg/kgBB

3. Pembuatan larutan dan penetapan dosis diazepam

Larutan diazepam 0,001% b/v dib uat dengan cara me larutkan 5 mg/ml diazepam ditambah aquabides hingga 50 ml. Dosis diazepam dipilih berdasarkan jurnal yang diperoleh penulis dengan judul KCC2-deficient mice show reduce sensivity diazepam, but normal alkohol-induced motor impairment,

gaboxadol-induced sedation, and neurosteroid gaboxadol-induced-hypnosis yaitu sebesar 2 mg/Kg BB.

4. Pengelompokkan hewan uji

(55)

dosis 22.96 mg/kg BB dan diazepam 2 mg/kg BB, kelompok VII diberi perlakuan sianida dosis 26 mg/kg BB dan secara cepat diberikan antidotum natrium tiosulfat dosis 160.72 mg/kg BB dan diazepam 2mg/kg BB. Pada kelompok VII merupakan kelompok yang dib eri dosis tertinggi antidotum natrium tiosulfat sehinggadiharapkan seluruh hewan uji dalam kelompok VII hidup.

5. Penanganan hewan uji

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian diletakkan dalam wadah yang telah diberi sekam serta makanan dan minuman. Untuk hewan uji yang sudah mendapatkan perlakuan dan masih hidup diletakkan di wadah yang berbeda dari hewan uji yang belum mendapatkan perlakuan.

6. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dari waktu pemberian antidotum natrium tiosulfat dan diazepam waktu dimulai hingga 3 jam pengamatan. Jika hewan uji hingga 3 jam pengamatan tidak mengalami kematian maka pengamatan dilanjutkan hingga 1 x 24 jam dari waktu pemberian antidotum. Kriteria klinik pengamatan meliputi :

a. pengamatan fisik terhadap gejala-gejala toksik. Pengamatan dilakukan mulai dari timbulnya gejala efek toksik yang berupa jantung berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati setelah pemejanan KCN. b. Kematian hewan uji pada masing- masing kelompok.

F. Analisis Hasil

(56)

2. Uji adanya perbedaan data tiap kelompok menggunakan metode Kruskal Wallis.

3. Uji adanya perbedaan yang bermakna atau perbedaan yang tidak bermakna tiap kelompok menggunakan metoda Mann Whitney.

4. Pada uji statistik, Hnull berbunyi : mean waktu (dalam detik) timbulnya gejala

akibat keracunan sianida akut mulai dari jantung berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati antar kelompok perlakuan tidak berbeda.

5. Secara kualitatif diamati dosis yang memiliki persentase kehidupan sebesar 100% untuk menentukan dosis efektifnya.

(57)

37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kisaran Dosis Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Diazepam sebagai

Antidotum Sianida

Penelitian ini salah satunya bertujuan untuk mencari kisaran dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam yang mempunyai potensi sebagai antidotum sianida. Dosis intraperitoneal natrium tiosulfat yang dipilih sebagai antidotum sianida diberikan sesaat setelah pemberian diazepam secara intraperitoneal 2 mg/KgBB berurutan sebesar : 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB dan 160.720 mg/KgBB (kelompok perlakuan). Dan pemberian diazepam sebesar 2 mg/kgBB diberikan sesaat setelah pemberian sianida secara oral.

(58)

Tabel I. Hasil pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok perlakuan

Ket : (a) = berbeda tidak bermakna terhadap kontrol negatif (pelarut/aquades) (b) = berbeda bermakna terhadap kontrol negatif (pelarut/aquades) (*) = diadaptasi dari penelitian Sudarmono (2008)

Hal yang diamati (dalam detik) Jantung

berdebar

Hilang

kesadaran Gagal nafas Kejang Mati Kelompok

X ± SE X ± SE X ± SE X ± SE X ± SE

% angka hidup N=6 % angka hidup N=6* Kontrol aquades (kelompok I) tidak terjadi tidak

terjadi tidak terjadi

tidak

terjadi 86400 ± 0 100% 100% Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + diazepam (2 mg/KgBB) (kelompok II) tidak

terjadi 96.67 ± 75.71(a)

(tidak terjadi)

tidak

terjadi Tidak mati 100% 100%

Kontrol sianida (26 mg/KgBB) (kelompok III) terjadi sangat cepat 77.50 ± 17.61(b) 157.50 ± 30.45(b) 258.33 ± 74.05(b) 321.17 ± 85.09(b)

0% 0%

Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + diazepam (2 mg/KgBB) (kelompok IV) 59.67 ± 17.98(b) 117.83 ± 17.45(b) 374.33 ± 174.21(a) 45.83 ± 29.17(a) 15105.83 ±

14259.51(b) 16,67% 0%

Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + diazepam (2 mg/KgBB (kelompok V) 82.17 ± 36.17(b) 89.17 ± 11.12(b) 1011.67 ± 256.07(b) 139.83 ± 69.40(b) 1379.17 ±

271.19(b) 0% 33,33%

Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + diazepam (2 mg/KgBB (kelompok VI) 31.33 ± 8.17(b) 80.00 ± 7.51(b) 161.33 ± 125.05(a) 56.83 ± 25.94(a) 43520.83 ±

19176.41(a) 50% 33,33%

Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + diazepam (2 mg/KgBB (kelompok VII) 26.50 ± 3.03(b) 115.83 ±

31.99(b) tidak terjadi

20.17 ±

(59)

Pemberian antidot yang dikombinasikan dengan terapi suportif lebih baik dibandingkan pemberian antidot saja pada dosis 22.960 mg/kgBB. Hal ini dibuktikan dari data perlakuan yang telah dilakukan oleh Sudarmono (2008) dimana kematian, salah satu hal yang diamati, pada tabel II pada kelompok VI memiliki jumlah kematian yang lebih banyak daripada pemberian antidot yang dikombinasikan dengan terapi suportif yaitu diazepam. Tetapi pada kelompok V data yang dimiliki oleh penelitian sudarmono lebih baik dengan % angka hidup lebih besar dari data penulis. Dan pada kelompok IV, % angka kehidupan pada penelitian Sudarmono lebih besar dari penulis. Pada dasarnya merupakan tindakan pertolongan pertama, ditujukan untuk memperbaiki kondisi dan menyelamatkan jiwa penderita (Donatus,2007). Pada dosis 22.960 mg/kgBB memperlihatkan terapi suportif menggunakan diazepam pada keracunan sianida dapat dilakukan karena pada penelitian dengan dosis 22.960 mg/kgBB yang dikombinasikan dengan diazepam menyelamatkan jiwa lebih banyak daripada dosis 22.960 mg/kgBB yang tidak diberi terapi suportif.

(60)

Untuk jantung berbedar, semua kelompok perlakuan berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kontrol aquades, kontrol sianida dan kontrol kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan diazepam dosis 2 mg/KgBB yang tertera pada tabel II. Dari sini dapat disimpulkan bahwa jantung berdebar yang seharusnya muncul pada kontrol sianida tidak teramati. Jantung berdebar pada keracunan sianida disebabkan karena pada keracunan sianida terjadi kegagalan pembentukan ATP. Dengan penurunan ATP tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi Na+ didalam sel dimana menghambat pengeluaran Ca2+. Dengan adanya peningkatan konsentrasi Ca2+ didalam sel meningkatkan kontraksi otot jantung. Peningkatan kontraksi otot jantung menyebabkan jantung berdebar.

Dari gambar grafik X ± SE untuk gejala efek toksik berupa jantung berdebar menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan adanya peningkatan dosis natrium tiosulfat.

(61)

Tabel II. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung berdebar

Kelompok Kontrol aquades Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Kontrol sianida (26 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Kontrol

aquades BTB BTB BB BB BB BB

Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BTB BTB BB BB BB BB

Kontrol sianida

(26 mg/KgBB)

BTB BTB BB BB BB BB

Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BB BB BB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BB BB BB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BB BB BB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

(62)

Tiosulfat 160.72 mg/kg BB + Diazepam 2

mg/kg BB Tiosulfat 22.96

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 3.279

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 0.468

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB kontrol sianida 26mg/kg BB kontrol tiosulfat 22.96 mg/kgBB+diazep am 2mg/kgBB kontrol aqudes perlakuan 150.00 100.00 50.00 0.00 Mean waktu_timbulnya_jantung_berdebar_dalam_detik

Error bars: +/- 2.00 SE

Gambar 6. Grafik mean ± SE untuk gejala efek toksik berupa jantung berdebar akibat keracunan sianida

(63)

Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang kesadaran

Kelompok Kontrol aquades Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Kontrol sianida (26 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Kontrol

aquades BTB BB BB BB BB BB

Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BTB BB BTB BTB BTB BB

Kontrol sianida

(26 mg/KgBB)

BB BB BTB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BB BTB BTB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BB BTB BTB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BB BTB BTB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

(64)

Tiosulfat 160.72 mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 22.96

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 3.279

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 0.468

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB kontrol sianida 26mg/kg BB kontrol tiosulfat 22.96 mg/kgBB+diazep am 2mg/kgBB kontrol aqudes perlakuan 200.00 100.00 0.00 -100.00 Mean waktu_timbulnya_hilang_kesadaran_dalam_detik

Error bars: +/- 2.00 SE

Gambar 7. Grafik mean ± SE untuk gejala efek toksik berupa hilang kesadaran akibat keracunan sianida

menyebabkan hiperlaktemia. Hiperlaktemia ini terjadi karena kegagalan metabolisme energi secara aerob. Hiperlaktemia berarti terjadi peningkatan perubahan asam piruvat menjadi asam laktat, dimana peningkatan asam laktat mengakibatkan timbulnya manifestasi lemas dan jika keadaan ini terjadi secara terus menerus maka dapat menyebabkan hilangnya kesadaran.

(65)

terjadi hipoksia pada tingkat sel. Hipoksia ini terjadi karena terhambatnya rantai transport elektron dari sitokrom oksidase ke molekul oksigen pada bagian sitokrom a3 pada mitokondria.Untuk gejala gagal nafas kelompok IV, VI, dan VII

(66)

Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas

Kelompok Kontrol aquades Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Kontrol sianida (26 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Kontrol

aquades BTB BB BTB BB BTB BTB

Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BTB BB BTB BB BTB BTB

Kontrol sianida

(26 mg/KgBB)

BTB BB BTB BB BTB BB

Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BTB BTB BTB BB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BB BB BB BB BB BB

Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BTB BTB BTB BTB BB BTB

Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

(67)

Tiosulfat 160.72 mg/kg BB + Diazepam 2

mg/kg BB Tiosulfat 22.96

mg/kg BB + Diazepam 2

mg/kg BB Tiosulfat 3.279

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 0.468

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB kontrol sianida 26mg/kg BB kontrol tiosulfat 22.96 mg/kgBB+diazepa m 2mg/kgBB kontrol aqudes perlakuan 1600.00 1400.00 1200.00 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 -200.00 Mean waktu_timbulnya_gagal_nafas_dalam_detik

Error bars: +/- 2.00 SE

Gambar 8. Grafik mean ± SE untuk gejala efek toksik berupa gagal nafas akibat keracunan sianida.

(68)

Karena ATP tidak terbentuk maka terjadi penumpukan Na+ di dalam sel sehingga menyebabkan depolarisasi terus menerus.

Pada kasus gejala efek toksik kejang tercantum pada gambar 4, hasil waktu munculnya gejala efek toksik berupa kejang ditemukan hampir semua kelompok kecuali pada kelompok kontrol aquades dan kontrol kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan diazepam dosis 2 mg/KgBB. Tetapi secara statistik bahwa hanya kelompok kontrol sianida dan kelompok IV yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol aquades dan kelompok kontrol kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan diazepam dosis 2 mg/KgBB. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa antidot kombinasi natrium tiosulfat dan diazepam dapat menurunkan gejala efek toksik kejang. Diazepam pada kombinasi antidot tersebut membantu mengurangi kejang yang disebabkan keracunan sianida karena efek terapi dari diazepam salah satunya adalah memiliki efek antikonvulsan. Pada penelitian ini masih mengalami gejala kejang meskipun sudah diberi diazepam, hal tersebut dapat terjadi karena sianida diberi sebelum diazepam dengan demikian tubuh mengabsorpsi sianida terlebih dahulu sebelum efek diazepam bekerja.

(69)

mg/KgBB, hal ini menunjukkan bahwa dosis antidot kelompok IV dan kelompok V tidak berpotensi mengurangi kematian akibat keracunan sianida.

Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala e fek toksik kejang

Kelompok Kontrol aquades

Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Kontrol sianida (26 mg/KgBB)) Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Kontrol

aquades BTB BB BTB BB BTB BTB

Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BTB BB BTB BB BTB BTB

Kontrol sianida

(26 mg/KgBB)

BTB BB BB BTB BB BB

Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BB BTB BB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BB BB BTB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BTB BTB BB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

(70)

Tiosulfat 160.72 mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 22.96

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 3.279

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 0.468

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB kontrol sianida

26mg/kg BB kontrol tiosulfat

22.96 mg/kgBB+diazepa

m 2mg/kgBB kontrol aqudes

perlakuan 600.00

400.00

200.00

0.00

-200.00

Mean waktu_timbulnya_kejang_dalam_detik

Error bars: +/- 2.00 SE

Gambar 9. Grafik mean ± SE untuk gejala efek toksik berupa kejang akibat keracunan sianida

(71)

Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efe k toksik mati

Kelompok Kontrol aquades Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Kontrol sianida (26 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB) Kontrol

aquades BTB BB BB BB BTB BTB

Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BTB BB BB BB BB BB

Kontrol sianida

(26 mg/KgBB)

BB BB BB BB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (0,468 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BB BB BB BTB BTB BB

Sianida + Tiosulfat (3.279 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB

BB BB BB BTB BTB BB

Sianida + Tiosulfat (22.960 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

BTB BB BTB BTB BTB BTB

Sianida + Tiosulfat (160.720 mg/KgBB) + Diazepam (2 mg/KgBB)

(72)

Tiosulfat 160.72 mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 22.96

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 3.279

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB Tiosulfat 0.468

mg/kg BB + Diazepam 2 mg/kg BB kontrol sianida 26mg/kg BB kontrol tiosulfat 22.96 mg/kgBB+diazep am 2mg/kgBB kontrol aqudes perlakuan 100000.00 80000.00 60000.00 40000.00 20000.00 0.00 -20000.00 Mean waktu_timbulnya_mati_dalam_detik

Error bars: +/- 2.00 SE

Gambar 10. Grafik mean ± SE untuk gejala efek toksik berupa kematian akibat keracunan sianida.

(73)

B. Hubungan Dosis Kombinasi antara Natrium Tiosulfat dan Diazepam

dengan Efek Penawaran Racun

(74)

Keterangan dari tabel IX :

Kelompok I : kontrol negatif (pelarut/aquades)

Kelompok II : kontrol positif (natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB + diazepam 2 mg/KgBB) Kelompok III : kontrol sianida dosis 26 mg/KgBB

Kelompok IV : sianida + natrium tiosulfat 0.468 mg/KgBB + diazepam 2 mg/KgBB Kelompok V : sianida + natrium tiosulfat 3.279 mg/KgBB + diazepam 2 mg/KgBB Kelompok VI : sianida + natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB + diazepam 2 mg/KgBB Kelompok VII : sianida + natrium tiosulfat 160.720 mg/KgBB + diazepam 2 mg/KgBB

Jantung berdebar Hilang kesadaran Gagal nafas Kejang Mati

Kelom

pok I II III I II III I II III I II III I II III

I BTB BTB BTB BB BTB BB BTB BB BTB BB

II BTB BTB BTB BB BTB BB BTB BB BTB BB

III BTB BTB BTB BB BB BB BB BB BB BB

IV BB BB BB BB BTB BTB BTB BTB BTB BTB BTB BTB BB BB BB

V BB BB BB BB BTB BTB BB BB BB BB BB BB BB BB BB

VI BB BB BB BTB BTB BTB BTB BTB BTB BTB BTB BTB BTB BTB BB

(75)

Gambar 11. Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanase dan tiosulfat (Cyanide Toxicity Review, 2003)

Mekanisme aktivitas antidotum Rhodanese

Na2S2O3 + CN- --> SCN- + Na2SO3.

Dari gambar 11 rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi tiosianat oleh rhodanese, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti beta- merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia endogen substansi ini terbatas. Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur hanya akan masuk ke mitokondria secara perlahan. Sehingga dengan meningkatnya dosis pada natirum tiosulfat akan meningkatkan jumlah sulfan sulfur yang dibutuhkan untuk mengubah sianida menjadi tiosianat dan jumlah sianida dalam tubuh yang dieleminasi akan meningkat.

(76)

ditekan dan akan memperbaiki kondisi dan menyelamatkan jiwa penderita. Diazepam merupakan terapi suportif karena menurut Donatus (1997) salah satu tindakan terapi suportif adalah memberikan antikejang bila penderita mengalami kejang.

C. Sifat Terbalikkan Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Diazepam pada

Keracunan Sianida

Gambar 12. Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu strategi terapi keracunan mempercepat eliminasi. (Donatus, 1997)

Dilihat dari gambar 12 potensi natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB intraperitoneal pada mencit merupakan salah satu metode mempercepat eliminasi. Proses eliminasi terdiri atas proses ekskresi dan metabolisme. Natrium tiosulfat bekerja dengan mempercepat perubahan si

Gambar

Tabel II.  Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek
Gambar 1. Penggantian sianida dari sitrokrom a3 oksidase oleh methemoglobin
Gambar 2. 4-DMAP (4-dimethylaminophenol)
Gambar 3. Pengubahan sianmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodanase dan
+7

Referensi

Dokumen terkait