• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dosis efektif natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dan diazepam sebagai antidot keracunan sianida akut pada mencit jantan galur swiss.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dosis efektif natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dan diazepam sebagai antidot keracunan sianida akut pada mencit jantan galur swiss."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

DOSIS EFEKTIF NATRIUM TIOSULFAT YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN NATRIUM NITRIT DAN DIAZEPAM SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

Intisari

Sianida merupakan senyawa racun yang dapat menyebabkan kematian dan kasus keracunan sianida banyak dijumpai dalam masyarakat. Natrium tiosulfat adalah salah satu antidotum untuk sianida, tetapi berapa dosis efektif natrium tiosulfat jika dikombinasikan dengan natrium nitrit dan diazepam belum diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kisaran dosis dan dosis efektif natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dan diazepam untuk menangani keracunan sianida akut pada mencit.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Empat puluh dua ekor mencit jantan dibagi dalam 7 kelompok yang terdiri dari : kelompok I diberi pelarut yang digunakan yaitu aquadest 25 mg/Kg BB p.o., kelompok II diberi larutan KCN dosis 26 mg/Kg BB p.o., kelompok III diberi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/Kg BB, natrium nitrit dosis 62.460 mg/Kg BB dan diazepam dosis 2 mg/Kg BB diberikan secara i.p., kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara p.o. kemudian diberi antidot kombinasi natrium nitrit, natrium tiosulfat dan diazepam dengan peringkat dosis natrium tiosulfat berturut-turut : 0.067 mg/Kg BB, 0.468 mg/Kg BB, 3.279 mg/Kg BB, 22.960 mg/Kg BB i.p., untuk natrium nitrit menggunakan I peringkat dosis saja yaitu 62.460 mg/Kg BB i.p., dan dosis diazepam 2 mg/Kg BB.

Dari hasil penelitian, meningkatnya dosis natrium tiosulfat pada kombinasi dengan natrium nitrit ditambah dengan diazepam dapat meningkatkan efek pengawaracunan sianida pada mencit. Dosis efektif kombinasi yang diperoleh adalah 22.960 mg/KgBB untuk natrium tiosulfat, 62.460 mg/KgBB untuk natrium nitrit dan 2 mg/KgBB untuk diazepam.

Kata kunci : antidot, sianida, natrium tiosulfat, natrium nitrit, diazepam

(2)

EFECTIVE DOSAGE SODIUM THIOSULPHATE WHICH COMBINED WITH SODIUM NITRIT AND DIAZEPAM AS ANTIDOTE FOR ACUTE

POISONING CYANIDE IN MALE MICE SWISS STRAIN

Abstract

Cyanide is a toxic compound that can cause death. There are many poisoned cyanide cases in the society. Sodium thiosulphate is one of antidotum for cyanide, however, how much approximation dosage sodium thiosulphate that is effective to be combined with sodium nitrit and diazepam has not been studied. The purpose of this experiment is to find range of dosage and effective dosage sodium thiosulphate than combined with sodium nitrit and diazepam to prevent the acute toxicity of cyanide in mice.

This research is pure experimental research with complete random design of one direction model. Twenty for male white mice were devided into equal seven groups consisted of : group I was given with solution of aquadest 25 mg/KgWB per oral, group II was given by KCN solution 26 mg/KgWB, group III given sodium thiosulphate 22.960 mg/KgWB, sodium nitrit 62.460 mg/KgBB and diazepam 2 mg/KgWB i.p., group IV-VII given KCN solution per oral then given combination of antidote that is sodium thiosulphate, sodium nitrit and diazepam with dosage range for the sodium thiosulphate is : 0.067 mg/KgWB, 0.468 mg/KgWB, 3.279 mg/KgWB, 22.960 mg/KgWB i.p., sodium nitrit only use one dosage that is 62.460 mg/KgWB i.p., and dosage for diazepam 2 mg/KgWB.

The result of the research, the rise of the sodium thiosulphate dosage also make the rise of the antidote effect in mice. The combination effective dosage which obtained is 22.960 mg/KgWB for sodium thiosulphate, 62.460 mg/KgWB for sodium nitrit and 2 mg/KgWB for diazepam.

Key words : Antidotum, Cyanide, Sodium Thiosulphate, Sodium Nitrit, Diazepam.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(3)

DOSIS EFEKTIF NATRIUM TIOSULFAT YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN NATRIUM NITRIT DAN DIAZEPAM SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Aprilia Susanti Dewi NIM : 04 8114 039

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

DOSIS EFEKTIF NATRIUM TIOSULFAT YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN NATRIUM NITRIT DAN DIAZEPAM SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Aprilia Susanti Dewi NIM : 04 8114 039

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(5)
(6)

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(7)

Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan.

Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahsia dari masa muda yang abadi.

Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan.

Ambillah waktu untuk b elajar, itu adalah sumber kebijaksanaan.

Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan.

Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan.

Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati.

Ambillah waktu untuk memberi, itu adalah membuat hidup terasa bererti.

Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan.

Ambillah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju surga.

For my savior – Jesus Christ, Papi, Mami, Andi, Malvin my love, Almamaterku, and for all

(8)

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, anugrah, berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Dosis Efektif Natrium Tiosulfat Yang Dikombinasikan Dengan Natrium Nitrit Dan Diazepam Sebagai Antidot Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan Galur Swiss”.

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S.Farm.), program Studi Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sekaligus untuk menambah kasanah pengetahuan dalam dunia kesehatan pada umumnya, dan dunia kefarmasian pada khususnya.

Rasa terima kasihpun pantas penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung terwujudnya skripsi ini. Dukungan baik secara langsung maupun tak langsung yang mereka berikan sangat bermanfaat bagi penulis.

Adapun ucapan terima kasih yang tulus hendak penulis haturkan kepada : 1. Tuhan Yesus Kristus Sang Juruselamat yang senantiasa menyertai dan mengasihi

penulis sebagai anak-Nya.

2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(11)

3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

waktu dan kesabarannya dalam mendampingi penulis dari awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.

4. A. Tri Prianto, M.For.Sc. selaku dosen penguji yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian tertutup dan terbuka, terima kasih atas kritik dan sarannya. 5. dr. Fenty, M.Kes., Sp.Pk. selaku dosen penguji yang telah bersedia menjadi

penguji pada ujian tertutup dan terbuka, terima kasih atas kritik dan sarannya 6. Mas Pardjiman, Mas Heru, Mas Kayat selaku Laboran Laboratorium Hayati

Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bersedia membantu dan menemani penulis selama melakukan penelitian.

7. Papi dan Mami tercinta yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada

penulis. Terima kasih untuk segala sesuatunya, penulis hanya dapat membalasnya dengan kasih sayang dan hormat kepada Papi dan Mami.

8. Andi adikku tersayang yang selalu memberi keceriaan dalam hati penulis serta

sepupu-sepupu penulis yang selalu memberi semangat, Ci Nita, Ci Lisa, Maya, Winda, terima kasih untuk dukungannya.

9. Malvin tersayang untuk cinta, kasih sayang, dukungan, kebahagiaan, kesedihan dan semua yang telah Malvin berikan sampai detik ini, hidup ini jadi lebih berwarna dengan kehadiran Malvin.

10. Teman-teman yang telah bersama-sama penulis melewati masa kuliah, khususnya teman-teman FST angkatan 2004.

(12)

11. Ci Ervie sebagai mama rohani yang tidak pernah berhenti untuk mendoakan dan

memberi semangat kepada penulis.

12. Anak-anak kelompok sel penulis yang setia mendengarkan keluh kesah penulis (Siska, Deli, Mariana, Noveli, dan Joana, terima kasih atas doa dan dukungannya). 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah mendukung

terwujudnya skripsi ini.

Segala kesempurnaan adalah milik Tuhan, dan manusia hanya bisa berusaha dan berserah. Maka penulis mengucapkan kata maaf apabila ada kesalahan dan kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Dari sini penulis sadar kritik dan saran sangat berguna agar karya ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata, semoga karya ini berguna bagi perkembangan dunia kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya.

Penulis

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(13)

DOSIS EFEKTIF NATRIUM TIOSULFAT YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN NATRIUM NITRIT DAN DIAZEPAM SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

Intisari

Sianida merupakan senyawa racun yang dapat menyebabkan kematian dan kasus keracunan sianida banyak dijumpai dalam masyarakat. Natrium tiosulfat adalah salah satu antidotum untuk sianida, tetapi berapa dosis efektif natrium tiosulfat jika dikombinasikan dengan natrium nitrit dan diazepam belum diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kisaran dosis dan dosis efektif natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dan diazepam untuk menangani keracunan sianida akut pada mencit.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Empat puluh dua ekor mencit jantan dibagi dalam 7 kelompok yang terdiri dari : kelompok I diberi pelarut yang digunakan yaitu aquadest 25 mg/Kg BB p.o., kelompok II diberi larutan KCN dosis 26 mg/Kg BB p.o., kelompok III diberi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/Kg BB, natrium nitrit dosis 62.460 mg/Kg BB dan diazepam dosis 2 mg/Kg BB diberikan secara i.p., kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara p.o. kemudian diberi antidot kombinasi natrium nitrit, natrium tiosulfat dan diazepam dengan peringkat dosis natrium tiosulfat berturut-turut : 0.067 mg/Kg BB, 0.468 mg/Kg BB, 3.279 mg/Kg BB, 22.960 mg/Kg BB i.p., untuk natrium nitrit menggunakan I peringkat dosis saja yaitu 62.460 mg/Kg BB i.p., dan dosis diazepam 2 mg/Kg BB.

Dari hasil penelitian, meningkatnya dosis natrium tiosulfat pada kombinasi dengan natrium nitrit ditambah dengan diazepam dapat meningkatkan efek pengawaracunan sianida pada mencit. Dosis efektif kombinasi yang diperoleh adalah 22.960 mg/KgBB untuk natrium tiosulfat, 62.460 mg/KgBB untuk natrium nitrit dan 2 mg/KgBB untuk diazepam.

Kata kunci : antidot, sianida, natrium tiosulfat, natrium nitrit, diazepam

(14)

EFECTIVE DOSAGE SODIUM THIOSULPHATE WHICH COMBINED WITH SODIUM NITRIT AND DIAZEPAM AS ANTIDOTE FOR ACUTE

POISONING CYANIDE IN MALE MICE SWISS STRAIN

Abstract

Cyanide is a toxic compound that can cause death. There are many poisoned cyanide cases in the society. Sodium thiosulphate is one of antidotum for cyanide, however, how much approximation dosage sodium thiosulphate that is effective to be combined with sodium nitrit and diazepam has not been studied. The purpose of this experiment is to find range of dosage and effective dosage sodium thiosulphate than combined with sodium nitrit and diazepam to prevent the acute toxicity of cyanide in mice.

This research is pure experimental research with complete random design of one direction model. Twenty for male white mice were devided into equal seven groups consisted of : group I was given with solution of aquadest 25 mg/KgWB per oral, group II was given by KCN solution 26 mg/KgWB, group III given sodium thiosulphate 22.960 mg/KgWB, sodium nitrit 62.460 mg/KgBB and diazepam 2 mg/KgWB i.p., group IV-VII given KCN solution per oral then given combination of antidote that is sodium thiosulphate, sodium nitrit and diazepam with dosage range for the sodium thiosulphate is : 0.067 mg/KgWB, 0.468 mg/KgWB, 3.279 mg/KgWB, 22.960 mg/KgWB i.p., sodium nitrit only use one dosage that is 62.460 mg/KgWB i.p., and dosage for diazepam 2 mg/KgWB.

The result of the research, the rise of the sodium thiosulphate dosage also make the rise of the antidote effect in mice. The combination effective dosage which obtained is 22.960 mg/KgWB for sodium thiosulphate, 62.460 mg/KgWB for sodium nitrit and 2 mg/KgWB for diazepam.

Key words : Antidotum, Cyanide, Sodium Thiosulphate, Sodium Nitrit, Diazepam.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..v

PRAKATA………..…….vi

INTISARI………...ix

ABSTRACT………….………..…...x

DAFTAR ISI………....xi

DAFTAR TABEL………..xiv

DAFTAR GAMBAR………...xv

DAFTAR LAMPIRAN………..xvi

BAB I. PENGANTAR………..1

A. Latar Belakang………..……….1

1. Permasalahan………....…...4

2. Keaslian penelitian………..……4

3. Manfaat penelitian……..……….……5

B. Tujuan Penelitian………...…6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………...7

A. Penanganan Keracunan………..7

B. Dasar Terapi Antidot………...8

(16)

C. Asam Sianida………...9

D. Asam Umum Toksikologi dari Sianida………...10

E. Antidotum Sianida..…………...……….….14

F. Natrium Tiosulfat………...……….20

G. Natrium Nitrit………..21

H. Diazepam……….22

I. Landasan Teori………24

J. Hipotesis………..24

BAB III. METODE PENELITIAN……….25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………...25

B. Variabel dan Definisi Operasional………...25

1. Variabel utama………...25

2. Variabel pengacau……….25

3. Definisi operasional………...26

C. Bahan Penelitian………..………26

D. Alat dan Instrumen Penelitian………..………...27

E. Tata Cara Penelitian………..………...27

F. Analisis Hasil………..….30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………32

A. Kisaran Dosis Natrium Tiosulfat yang Dikombinasikan dengan Natrium Nitrit dan Diazepam yang Mempunyai Efek Pengawaracunan pada Keracunan Sianida……….32

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(17)

B. Dosis Efektif Natrium Tiosulfat yang Dikombinasikan dengan Natrium Nitrit

dan Diazepam yang Efektif untuk Pengawaracunan pada Keracunan

Sianida……….54

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….57

A. Kesimpulan………..57

B. Saran………57

DAFTAR PUSTAKA………..58

BIOGRAFI PENULIS………….……….….132

.

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil pengamatan lama waktu timbulnya gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok (3 kontrol dan 4 perlakuan)……….34 Tabel II. Hasil perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek

toksik jantung berdebar……….36 Tabel III. Hasil perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek

toksik hilang kesadaran...………...….38 Tabel IV. Hasil perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek

toksik gagal nafas…..………...……….41 Tabel V. Hasil perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek

toksik kejang…..……….………...44 Tabel VI. Hasil perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek

toksik mati.…..……….……….46 Tabel VII. Perbandingan hasil pengamatan antara penelitian Sudarmono (2008)

dengan penelitian penulis…...………...…49 Tabel VIII. Perbandingan hasil pengamatan antara penelitian Hardiyanto (2008)

dengan penelitian penulis………..….………...…51 Tabel IX. Perbandingan hasil pengamatan antara penelitian Suciadi (2008) dengan

penelitian penulis…………...……….…...…52

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penggantian sianida dari sitokrom a3 oksidase oleh methemoglobin...15 Gambar 2. Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rhodanase dan

tiosulfat………...17 Gambar 3. Struktur kimia hidroksikobalamin………..19 Gambar 4. Dicobalt-EDTA………...…...20 Gambar 5. Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rhodanese dan

tiosulfat ………..………53

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik)...61 Lampiran 2. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol aquadest

(dalam detik)...61 Lampiran 3. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol natrium

tiosulfat 22.960 mg/KgBB + natrium nitrit 62.460 mg/KgBB + Diazepam 2 mg/KgBB (dalam detik)...61 Lampiran 4. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok sianida + natrium

tiosulfat 0.067 mg/KgBB + natrium nitrit 62.460 mg/KgBB + Diazepam 2 mg/KgBB (dalam detik)...62 Lampiran 5. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok sianida + natrium

tiosulfat 0.468 mg/KgBB + natrium nitrit 62.460 mg/KgBB + Diazepam 2 mg/KgBB (dalam detik)...62 Lampiran 6. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok sianida + natrium

tiosulfat 3.297 mg/KgBB + natrium nitrit 62.460 mg/KgBB + Diazepam 2 mg/KgBB (dalam detik)...63 Lampiran 7. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok sianida + natrium

tiosulfat 22.960 mg/KgBB + natrium nitrit 62.460 mg/KgBB + Diazepam 2 mg/KgBB (dalam detik)...63 Lampiran 8. Hasil analisis data penelitian dengan program SPSS...65

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(21)
(22)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Sianida berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen klorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau kalium sianida (KCN). Racun ini menghambat sel tubuh untuk mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).

Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang. Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong (Anonim, 2000).

Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(23)

kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernea, yang diikuti dengan

dyspnea, sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus. Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Utama, 2006).

Keracunan sianida dapat menyebabkan kematian karena kekurangan oksigen di dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan academia (Utama, 2006).

(24)

3

jika diagnosisnya belum tentu jelas karena keracunan sianida atau bukan, seperti dalam kasus yang disebabkan oleh asap rokok (Meredith, 1993).

Natrium tiosulfat dan natrium nitrit merupakan pilihan antidot yang baik, keduanya bekerja secara sinergis. Natrium tiosulfat untuk mempercepat eliminasi sedangkan natrium nitrit bekerja dengan hambatan bersaing (Kerns, 2002).

Sudarmono (2008) melakukan penelitian untuk mengatasi keracunan sianida menggunakan antidotum natrium tiosulfat dan didapatkan dosis efektif natrium tiosulfat 160.720 mg/KgBB, pada dosis tersebut hewan uji mencit (sebanyak 6 ekor) hidup semua. Namun gejala kejang yang terjadi akibat keracunan sianida menjadi masalah utama, karena kejang dapat mengganggu saluran nafas. Kemudian Suciadi (2008) mencoba mengkombinasikan natrium tiosulfat dengan diazepam sebagai terapi suportif untuk gejala kejang yang muncul pada keracunan sianida, diperoleh dosis efektif natrium tiosulfat 160.720 mg/KgBB dan diazepam 2 mg/KgBB dengan hasil semua hewan uji mencit hidup dan gejala kejang dapat dikurangi walaupun masih tetap terjadi. Kemudian Hardiyanto (2008) mencoba mengkombinasikan antidot natrium tiosulfat dengan antidot lain yang yaitu natrium nitrit, dimana kedua antidot tersebut bekerja secara sinergis, hasilnya didapatkan dosis efektif natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB sedangkan untuk dosis efektif natrium nitrit menggunakan hasil dari penelitian Djunarko (2007) yaitu dosis 62.460 mg/KgBB, pada dosis kombinasi tersebut hewan uji mencit (sebanyak 6 ekor) hidup semua. Tetapi gejala kejang yang muncul juga menjadi kelemahan dalam penelitian ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(25)

Beradasarkan beberapa penelitian di atas, penulis mencoba melakukan penelitian untuk mengatasi keracunan sianida menggunakan antidotum natrium tiosulfat dan natrium nitrit yang dikombinasikan dengan diazepam sebagai antikonvulsan atau antikejang untuk mengurangi gejala kejang yang muncul pada kasus keracunan sianida. Menurut Olson (2007), bahwa kejang dapat menyebabkan masalah pada saluran nafas, dengan adanya diazepam sebagai antikejang maka masalah pada saluran nafas dapat diminimalkan. Untuk itu diperlukan penelitian untuk mengetahui dosis efektif natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dan diazepam untuk mengatasi karacunan sianida.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan untuk diteliti :

a. Berapa besar kisaran dosis natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB dan diazepam dosis 2 mg/KgBB yang mempunyai efek pengawaracunan untuk keracunan sianida pada mencit? b. Berapakah dosis efektif natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan

natrium nitrit 62.460 mg/KgBB dan diazepam 2 mg/KgBB yang efektif sebagai antidot untuk keracunan sianida pada mencit?

2. Keaslian penelitian

(26)

5

Dosis Efektif Natrium Tiosulfat sebagai Antidot untuk Keracunan Sianida (Sudarmono, 2008) diperoleh dosis efektif natrium tiosulfat 160.720 mg/KgBB, penelitian Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit sebagai Antidot Keracunan Sianida (Hardiyanto, 2008) diperoleh dosis efektif natrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB dan natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB, penelitian Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat sebagai antidot dan Diazepam sebagai Terapi Suportif Keracunan Sianida (Suciadi, 2008) diperoleh dosis efektif natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dan diazepam dosis 2 mg/KgBB. Tetapi penelitian akan dosis efektif natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dan diazepam sebagai antidot keracunan sianida akut pada mencit jantan galur swiss belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan tentang natrium tiosulfat, natrium nitrit dan diazepam sebagai antidotum keracunan sianida.

b. Manfaat metodologis

Penelitian ini dapat memberi informasi tentang berapa kisaran dosis antidotum efektif untuk keracunan sianida dengan gejala klinis kejang pada mencit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(27)

c. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar dosis efektif dari natrium tiosulfat, natrium nitrit dan diazepam yang dapat digunakan pada pelayanan kefarmasian.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kisaran dosis natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB dan diazepam dosis 2 mg/KgBB yang mempunyai efek pengawaracunan untuk keracunan sianida pada mencit.

(28)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Penanganan Keracunan

Pada umumnya para pakar sependapat bahwa penanganan keracunan bahan

berbahaya akut, dibagi dalam tiga tahap tindakan, yakni : tindakan terapi suportif,

penyidikan jenis racun penyebab dan terapi antidot (Donatus, 1997).

1. Terapi suportif

Pada dasarnya merupakan tindakan pertolongan pertama, ditujukan untuk

memperbaiki kondisi dan menyelamatkan jiwa penderita. Tindakan ini akan

memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan peredaran darah, sehingga penderita

selamat serta menjadi lebih mudah dan kooperatif untuk menjalani terapi antidot

berikutnya. Memperhatikan tujuan dan fungsi terapinya, jelas bahwa terapi suportif

harus dilakukan dengan cepat atau sesegera mungkin (Donatus, 1997).

2. Penyidikan jenis racun penyebab

Merupakan tindakan penting yang ditujukan untuk menentukan pilihan

tindakan terapi antidot. Tindakan ini dilakukan dengan cara :

a. Wawancara dengan penderita atau penghantar

b. Pemeriksaan gejala-gejala keracunan yang ada secara sistematis

c. Pemerikasaan wadah dan sisa bahan penyebab yang dicurigai, muntahan air

kencing atau darah penderita. Pengiriman bahan yang diperoleh pada butir c

ke laboratorium (Donatus, 1997).

7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(29)

3. Terapi antidot

Merupakan tata cara yang khusus ditujukan untuk membatasi intensitas

(kekuatan) efek toksik zat kimia atau menyembuhkan efek toksik yang

ditimbulkannya, sehingga bermanfaat dalam mencegah timbulnya bahaya lebih

lanjut. Berarti, sasaran terapi antidot adalah pengurangan intensitas efek toksik.

Seperti telah diungkapkan, keberacunan (intensitas efek toksik) suatu bahan

berbahaya di antaranya ditentukan oleh keberadaan bahan berbahaya di tempat kerja

yang melebihi harga KTM-nya lebih lanjut, keadaan ini bergantung pada keefektifan

absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi bahan berbahaya terkait (Donatus,

1997).

B. Dasar Terapi Antidot

Keberadaan racun di dalam tubuh sangat bergantung pada waktu dan

keefektifan translokasi. Karena itu, penanganan keracunan harus dilakukan dengan

cepat dan tepat. Kecepatan dan ketepatan merupakan prasyarat utama

penatalaksanaan keracunan. Kecepatan diperlukan untuk mengatasi dan mengurangi

berbagai gejala yang mungkin akan memperburuk kondisi si penderita, sehingga

akibat yang fatal seperti kematian dapat dicegah sedini mungkin. Jadi, pada dasarnya

terapi keracunan ditujukan untuk memperbaiki kondisi si penderita, kemudian diikuti

dengan membatasi penyebaran racun dalam tubuh serta meningkatkan pengakhiran

(30)

9

C. Asam Sianida

Asam sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan

serta mengurangi bioavailabilitas nutrien dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di

dalam kacang almond, daun salam, chery, dan ubi. Di dalam koro atau tanaman dari

keluarga kacang-kacangan dan ketela pohon (Utama, 2006). Sianida merupakan

senyawa kimia yang toksik dan memiliki beragam kegunaan, termasuk sintesis

senyawa kimia, analisis laboratorium dan pembuatan logam. Nitril alifatik (acrynitrile

dan propionitrile) digunakan dalam produksi plasti yang kemudian dimetabolisme

menjadi sianida. Obat vasodilator seperti nitroprusida melepaskan sianida pada saat

terkena cahaya ataupun pada saar metabolisme. Sianida yang berasal dari alam (amig

dalin dan glikosida sinogenik lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong

dan banyak tanaman lainnya, beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada

keperluan athnobotanical. Acetonitrile, sebuah komponen perekat besi, dapat

menyebabkan kematian pada anak-anak (Olson, 2007).

Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan

tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen klorida (CNCl) atau

berbentuk kristal seperti sodiun sianida (NaCN) atau potasiun klorida (KCN) (Utama,

2006)

Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh,

lewat pernafasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan

oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam

jumlah kecil mengakibatkan nafas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(31)

dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar

mengakibatkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan

kesadaran, ganggunan paru, serta gagal nafas hingga korban meninggal (Utama,

2006).

D. Asas Umum Toksikologi dari Sianida 1. Kondisi pemejanan

a. Jenis pemejanan : akut dan kronis

b. Jalur pemejanan : inhalasi, mata dan saluran pencernaan

c. Lama, kekerapan : akut atau berulang

d. Takaran atau dosis :

1). dosis letal dari sianida adalah asam hidrosianik sekitar 2.500-5.000 mg.min/m3

dan untuk sianogen klorida sekitar sekitar 11.000 mg.min/m3 (Meredith, 1993).

2). Terpapar hidrogen sianida walaupun dalam tingkat rendah (150-200 ppm)

dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahayakan

hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada

daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida) HCN juga dapat

diabsorpsi melalui kulit (Olson, 2007).

3). Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potasium sianida

dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit

(32)

11

4). Keracunan sianida akut biasanya jarang terjadi dengan infusi nitroprusida

(pada kecepatan infuse yang normal) atau setelah ingesti dari amigdalin (Olson,

2007).

e. Saat pemejanan : makanan, rokok, lingkungan industri, bunuh diri, kesengajaan

(Meredith, 1997).

2. Mekanisme efek toksik

Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat

dehidrogenase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase dan

lain sebagainya. Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom

oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya

dalam rantai transport elektron mitokondria, mengubah bentuk katabolisme

glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada

penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan

menghambat sitokrom oksidase pada bagian sitokrom a3 dari rantai transport

elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada

ujung rantai tidak lagi bergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan

oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi

dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan

acidemia (Meredith, 1993).

Hiperlaktamia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan

metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron

berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat dehirogenase mitokondria.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(33)

Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mersduksi

nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian

masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika

sitokrom a3 dalam rantai transport elektron dihambat oleh sianida, terdapat

kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan relasi balik, sebagai

contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Meredith, 1993).

3. Wujud efek toksik

Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada

lidah dan membran mucus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan

tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida

adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang

diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi dan sinus atau aritmea

AV nodus (Olson, 2007).

Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan

terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit

menjadi dingin, berkeringat dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat.

Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal

jantung, udem pada paru-paru, dan kematian (Meredith, 1993).

Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi

dalam keracunan sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan adanya

(34)

13

keracunan berat, gagal jantung dapat dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat

dikenali apabila pesien memiliki bintik merah muda terang (Meredith, 1993).

4. Sifat efek tosik

Terbalikkan (reversible) dan tidak terbalikkan (irrevesible) (Meredith,

1993).

5. Diagnosis

Diagnosis dilakukan berdasarkan pada riwayat pemaparan atau tampaknya

gejala dan tanda keracunan. Asidosis laktat parah biasanya terjadi dengan pemaparan

yang signifikan. Tingkat saturasi oksigen vena dapat memperlihatkan penghambatan

konsumsi oksigen selular. Cara klasik dengan mengenali bau kacang almond boleh

digunakan atau tidak, karena variasi genetik dalam kemampuan untuk mengenali

baunya (Olson, 2007).

a. Tingkat spesifik

Penentuan keracunan sianida tidak dapat digunakan dalam keadaan darurat,

karena tidak dapat menunjukkan terapi tahap awal. Selanjutnya, penderita harus

diinterpretasikan penyebabnya karena beragam komplikasi faktor teknis.

1). Tingkat darah lebih tinggi dari 0.5-1 mg/L

2). Untuk perokok tingkat darahnya diatas 0.1 mg/L

3). Infus nitroprusida yang cepat dapat menaikkan tingkat darah setinggi 1 mg/L,

disertai dengan metabolik asidosis.

b. Penelitian lainnya dilaboratorium

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(35)

Penelitian dilaboratorium meliputi elektrolit, glukosa, serum laktat, gas darah

arteri, campuran saturasi oksigen vena dan karboksihemoglobin (bila pasien terpapar

secara inhalasi) (Olson, 2007).

E. Antidotum Sianida

Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan mekanisme aksi

utamanya, yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang

lebih tidak toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung.

Pengobatan pasti dari intoksikasi sianida berbeda pada beberapa negara, tetapi hanya

satu metode yang disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat. Keamanan dan

kemanjuran dari tiap-tiap antidotum masih menjadi perdebatan yang signifikan, dan

tidak terdapat konsensus antar seluruh negara untuk pengobatan intoksikasi sianida

(Meredith, 1993).

1. Pembentukan methemoglobin

Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di tempat

ikatan pada sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai ikatan khusus dengan ion

besi pada sistem sitrokom oksidase, sianida dalam jumlah yang cukup besar akan

berikatan dengan ion besi pada senyawa lain seperti methemoglobin. Jika produksi

methemoglobin cukup maka gejala keracunan sianida dapat teratasi. Methemoglobin

dapat diproduksi dengan pemberian amil nitrit secara inhalasi dan kemudian

pemberian natrium nitrit secara intravena. Kira-kira 30% methemoglobinemia

(36)

15

seperti 4-DMAP dapat memproduksi methemoglobin secara lebih cepat (Meredith,

1993).

Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka

molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih

dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan

dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat

menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida.

Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin.

Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang

berwarna coklat (Meredith, 1993).

Gambar 1. Penggantian sianida dari sitokrom a3 oksidase oleh methemoglobin

a. Natrium tiosulfat

Sekarang ini, Amerika Serikat mendukung penggunaan kombinasi nitrit dan

tiosulfat untuk pengobatan pada keracunan sianida. Natrium nitrit (10 ml pada larutan

3%) digunakan secara intravena dilanjutkan dengan pemberian natrium tiosulfat (50

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(37)

ml pada larutan 25%) secara intravena. Natrium nitrit seharusnya diberikan 2,5-5 ml

permenit hingga 2-3 menit. Natrium tiosulfat harus diberikan secara cepat setelah

natrium nitrit dengan dosis 12,5 mg pada larutan 25% hingga 10 menit (Meredith,

1993).

b. Natrium nitrit

Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan sianida.

Dosis awal standart adalah 3% larutan natrium nitrit 10 ml, memerlukan waktu

kira-kira 12 menit untuk membentuk kira-kira-kira-kira 40% methemoglobin. Dosis awal untuk

naatrium tiosulfat adalah 50 ml. Penggunaan natrium nitrit tidak tanpa resiko karena

bila berlebihan dapat mengakibatkan methemoglobinemia yang dapat menyebabkan

hipoksia atau hipotensi. Untuk itu jumlah methemoglobin harus dikontrol.

Penggunaan natrium nitrit tidak direkomendasikan untuk pasien yang memiliki

kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6DP) dalam sel darah merahnya

karena dapat menyebabkan reaksi hemolisis yang serius (Olson, 1994).

2. Detoksifikasi sulfur

Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada

keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan

(38)

17

Gambar 2. Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanese dan

tiosulfat

Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur agar rodonase dapat mengubah

sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur endogen biasanya terbatas.

Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal (Meredith, 1993).

3. Kombinasi langsung

Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung dengan

sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan

kombinasi dengan hidrosobalamin.

a. Hidroksikobalamin (vitamin B12a)

Antidot ini mengikat sianida sangat kuat membentuk sianokobalamin (vitamin

BB12a), sianokobalamin dieliminasi melalui urin atau melepaskan residu sianida untuk

membiarkan adanya detoksifikasi dengan rhodanese. Empat gram hidroksokobalamin

merupakan dosis pemberian standar dan dapat ,mengikat 200mg sianida. Dosis

tersebut dapat diulang untuk mencegah terjadinya kambuh. Hidroksokobalamin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(39)

memiliki beberapa efek samping antara lain reaksi alergi dan kemerahan pada kulit

(Kerns et al., 2002).

Dibandingkan dengan terapi nitrit dan 4-DMAP, lebih menguntungkan karena

tidak mengganggu oksigenasi jaringan. Di USA penggunaaan hidroxokobalamin

merupakan antidot yang dipercaya dapalam penanganan kasus keracunan sianida

(Olson, 1994).

Kerugiannya adalah dosis besar diperlukan agar bisa efektif. Detoksifikasi 1

mmol sianida (sebanding dengan 65 mg KCN) membutuhkan 1406 mg

hidroksokobaltamin. Secara komersial tersedia dalam formulasi 1-2 mg per ampul.

Pada beberapa negara, misal, Perancis, formulasi yang tersedia mengandung 4 g

serbuk hidroksokobaltamin yang harus ditambah dengan 80 ml larutan natrium

tiosulfat 10% untuk digunakan dan diberikan secara intravenous dalam minimum 220

ml dekstrosa 5%. Efek samping yang tercatat adalah reaksi anafilaktoid dan jerawat.

Penurunan efek antidot akibat penggunaan hidroksokobaltamin dan natrium tiosulfat

pada larutan yang sama (Evans, 1964; Friedberg & Shukla, 1975).

Perubahan histologi pada hati, miokardium, dan ginjal muncul karena induksi

hidroksokobaltamin terjadi hewan (Hoebel et al., 1980), tetapi relevansinya ke

manusia belum ditemukan. Diskolorasi sementara merah muda pada membran mukus

(40)

19

Gambar 3. Hidroksikobalamin

b. Dikobalt-EDTA

Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk mengikat sianida.

Kobalt-EDTA lebih efektif sebagai antidot sianida. Kobalt-Kobalt-EDTA lebih efektif sebagai

antidot sianida dibandingkan dengan kobinasi nitrat-tiosulfat. Senyawa ini mengkelat

sianida menjadi kobalt sianida. Efek samping dari dikobalt-EDTA adalah reaksi

anafilaksis, yang dapat muncul sebagai urtikaria, angiodema pada wajah, leher, dan

saluran nafas, dispnea dan hipotensi. Dikobalt-EDTA juga dapat menyebabkan

hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika tidak ada sianida saat pemberian

dikobalt-EDTA. Pemberian obat ini dapat menyebabkan kematian dan toksisitas berat

dari kobalt terlihat setelah pasien sembuh dari keracunan sianida (Meredith, 1993).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(41)

Gambar 4. Dikobalt-EDTA

F. Natrium Tiosulfat

Berupa hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar. Mengkilap

dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33°C.

Larutan netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut dalam air dan

tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).

Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi

bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzim sulfurtransferase yaitu

rhodanese. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik dan dapat

diberikan secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji

menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan

dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007).

Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi

tiosianat oleh rhodanese, walaupun sulfurtransferase yang lain seperti

beta-merkaptopiruvat sulfurtrasferase dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan

(42)

21

merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur hanya akan masuk ke

mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat mungkin muncul sendiri pada kasus

keparahan ringan sampai sedang, sebaiknya diberikan bersama antidot lain dalam

kasus keracunan parah. Ini juga merupakan pilihan antidot saat diagnosis intoksikasi

sianida tidak terjadi, misalnya pada kasus penghirupan asap rokok. Natrium tiosulfat

diasumsikan secara intrinsik nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari

sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal.

Pemberian natrium tiosulfat 12.5 gram i.v. biasanya diberikan secara empirik jika

diagnosis tidak jelas (Meredith, 1993).

Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida kit.

Antidot ini diberikan sebanyak 50 ml dalam 25% larutan. Tidak ada efek samping

yang ditimbulkan oleh tiosulfat. Namun natrium tiosianat memberikan efek samping

seperti gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. Dosis

untuk anak-anak didasarkan pada berat badan (Meredith, 1993).

G. Natrium Nitrit

Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk substansi

nontoksik sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai afinitas lebih tinggi

pada sianida daripada sitokrom oksidase. Efek samping dari penggunaan nitrit

meliputi pembentukan formasi methemoglobin, vasodilatasi, hipotensi dan takikardi.

Mencegah pembentukan formasi yang cepat, monitoring tekanan darah dan

pemberian dosis yang tepat akan mengurangi terjadinya efek samping. Ketika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(43)

dilakukan terapi dengan nitrit, lihat konsentrasi hemoglobin. Tetapi jangan menunda

terapi ketika menunggu hasil pengukuran kadar hemoglobin (Meredith, 1993).

Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi

merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida

bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian akan

mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan detoksifikasi

sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari satu ampul amil

nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5%. Pemberian dosis tunggal nitrit

secara intravena dapat menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 20-30%(Olson,

2007).

H. Diazepam

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang mempunyai efek

ansiolitik atau sedativa. Obat ansiolitik akan mengurangi ansietas, menimbulkan

ketenangan tanpa mempengaruhi fungsi motorik dan mental. Diazepam dapat

digunakan untuk pasien depresi khususnya yang beresiko untuk bunuh diri, untuk

pasien dengan sejarah ketergantungan obat, kejang, demam dan spasma otot. Efek

samping mengantuk, kelemasan otot, depresi pernafasan dan gangguan mental.

Kontraindikasinya depresi pernafasan, gangguan hati berat, fobia dan obsesi

(Anonim, 2001). Efek samping pada pernafasan adalah apnea, asma, menurunkan

kecepatan barnafas (Lacy, 2006). Menurut Tornberg, dkk (2006) dosis diazepam yang

(44)

23

Benzodiazepin (BZD) mempunyai efek ansiolitik, hipnotik, relaksan otot,

antikonvulsan, dan amnesik yang diduga disebabkan terutama oleh penguatan inhibisi

yang diperantarai asam γ-aminobutirat (GABA) pada sistem saraf pusat (Neal, 2005).

Kerja benzodiazepin terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan asam γ

-aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Pendapat ini ditunjang oleh hasil

elektrofisiologik dan perilaku hewan coba yang menunjukkan adanya penghambatan

efek benzodiazepin oleh antagonis GABA, seperti bikukulin atau penghambat sintesis

GABA misalnya tiosemikarbizad. GABA dan benzodiazepin yang aktif secara klinik

terikat secara selektif dengan reseptor GABA / benzodiazepin / chlorida ionofor

kompleks. Pengikatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal Cl-. Membran sel

saraf secara normal tidak permeabel terhadap ion klorida, meningkatkan potensial

elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi. Kemungkinan

terbukanya pelan daripada senyawa induk, metabilities akan mengakumulasi dengan

pemberian dosis reguler yang berkelanjutan dan memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap efek akhir. Biotransformasi mulai pada substituent di cincin

diazepine (diazepine : N-dealkylation; midazolam; hydroxylation dari kelompok

metil pada cincin imidazole) atau pada diazepine dari cincin itu sendiri.

Hydroxylation midazolam dengan cepat terhapus diikuti dengan glucuronidation (t1/2

~ 2 h). N-demethyldiazepam (nordazepam) ini aktif secara biologis dan menjalani

hydroxylation pada cincin diazepine. Produk yang telah di-hydroxylate (oxazepam)

ini aktif secara farmakologi. Berdasarkan pada setengah dari umurnya yang panjang,

diazepam (t1/2 ~ 32 h) dan metabolitnya, nordazepam (t1/2 50-90), dihilangkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(45)

perlahan-lahan dan mengakumulasi selama pemasukan yang berulang (Lullmann,

2000).

I. Landasan Teori

Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom

oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang

secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung

(incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa

digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated

terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia. Untuk keracunan sianida dapat

diberikan natrium tiosulfat dan natrium nitrit. Natrium tiosulfat merupakan donor

sulfur yang mengkonversi sianida menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat,

dengan enzim sulfurtransferase, yaitu rhodanese. Nitrat menyebabkan methemoglobin

dengan sianida membentuk substansi nontoksik sianmethemoglobin.

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang mempunyai efek

antikonvulsan atau antikejang sehingga dapat membantu mengurangi gejala kejang

yang terjadi akibat keracunan sianida. Jadi untuk menangani keracunan sianida akut

dapat digunakan natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dan

diazepam.

J. Hipotesis

Meningkatnya dosis natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium

(46)

25

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah dengan menggunakan 3 kontrol dan 4 perlakuan.

B. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel dalam penelitian uji antidot kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit serta diazepam pada kasus keracunan akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss adalah sebagai berikut :

1. Variabel utama

Variabel utama dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel bebas : dosis natrium tiosulfat, dosis natrium nitrit, dosis diazepam. b. Variabel tergantung : keadaan kembalinya kondisi mencit ke keadaan semula

dalam detik dari gejala efek toksik yang timbul akibat pemejanan sianida. 2. Variabel pengacau

a. Terkendali

1) Umur : 60-90 hari (2-3 bulan) 2) Berat badan : 20-30 gram

3) Jenis kelamin : Jantan

4) Galur : Swiss

(48)

26

5) Jalur pemberian : Oral (sianida), i.p. (natrium tiosulfat, natrium nitrit,

diazepam

6) Frekuensi pemberian : satu kali b. Tak terkendali

Jumlah asupan makanan dan minuman yang diterima hewan uji. 3. Definisi operasional

a. Kondisi semula mencit adalah keadaan mencit yang sehat sebelum pemejanan KCNS.

b. Gejala efek toksik yang timbul adalah munculnya jantung berdebar, hilang kesadaran, gangguan nafas, dan kejang setelah pemejanan KCNS.

C. Bahan Penelitian

Bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Racun yang dipejankan adalah larutan kalium sianida (KCN) (E.Merck,

Darmstadt, Germany). Bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Hayati Imuno Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan antidotum yang digunakan adalah natrium tiosulfat (E.Merck, Darmstadt, Germany) dan natrium nitrit (E.Merck, Darmstadt, Germany) serta diazepam (Indofarma). Bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bahan pelarut yang digunakan adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium

Hayati Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(49)

4. Subyek uji yang digunakan berupa mencit jantan galur Swiss, umur 2-3 bulan

dengan berat badan berkisar antara 20-30 g, diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Penelitian (UPHP), Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

D. Alat dan Instrumen Penelitian

Peralatan dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Jarum tuberculin (preparat peroral) yang digunakan untuk pemberian larutan sianida secara per-oral

2. Spuit intraperitoneal 3. Alat-alat gelas (pyrex)

4. Timbangan elektrik (Mettler Toledo Tipe AB 204, Switzerland).

E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCN

Larutan KCNS 0,104% dibuat dengan cara melarutkan 52 mg KCN ditambah aquadest hingga 50 ml. Dosis KCN dipilih berdasarkan dosis letal oral KCNS yang sudah dikonversikan ke dosis letal oral mencit yaitu 26 mg/KgBB.

2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium tiosulfat

(50)

28

melarutkan 65 mg natrium tiosulfat ditambah aquadest hingga 500 ml. Dosis II dibuat dengan mengambil 7.69 ml larutan stok dosis III ditambah aquadest hingga 50 ml (pengenceran dari dosis III karena dosis II terlalu kecil). Dan untuk dosis I dibuat dengan mengambil 3.35 ml larutan stok dosis II ditambah aquadest hingga 25 ml (pengenceran dari dosis II karena dosis I amat kecil).

3. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium nitrit

Larutan natrium nitrit 0,112% dibuat dengan cara melarutkan 125 mg natrium nitrit ditambah aquadest hingga 50 ml. Dosis natrium nitrit dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya yang merupakan dosis efektif untuk keracunan sianida pada mencit. Dosis yang digunakan sebesar 62.46 mg/KgBB.

4. Pembuatan larutan stok diazepam

Larutan diazepam 0.001% b/v dibuat dengan cara melarutkan 5 mg/ml diazepam ditambah aquadest hingga 50 ml. Dosis diazepam dipilih berdasarkan jurnal yang diperoleh dengan judul KCC2-deficient mice show reduce sensivity diazepam, but normal alkohol-induced motor impairment, gaboxadol-induced sedation, and

neurosteroid induced-hypnosis yaitu sebesar 2 mg/KgBB. 5. Pengelompokan hewan uji

Hewan uji sebanyak 42 ekor dikelompokan secara acak menjadi 7 kelompok, yaitu :

a. Kelompok I diberi pelarut yang digunakan yaitu aquadest 25 mg/Kg BB p.o. untuk memastikan kondisi awal kelompok II-VII baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(51)

b. Kelompok II diberi larutan KCN dosis 26 mg/Kg BB p.o. untuk memastikan efek

racun yang diharapkan bisa terjadi.

c. Kelompok III diberi natrium tiosulfat dosis 22.96 mg/Kg BB, natrium nitrit dosis 62.46 mg/Kg BB dan diazepam dosis 2 mg/Kg BB diberikan secara i.p. untuk memastikan bahwa efek yang tidak diharapkan tidak terjadi.

d. Kelompok IV diberi larutan KCN dosis 26 mg/Kg BB dan secara cepat diberi

antidotumnya natrium nitrit dosis 62.46 mg/Kg BB, natrium tiosulfat dosis 0.067 mg/Kg BB dan diazepam dosis 2 mg/Kg BB.

e. Kelompok V diberi larutan KCN 26 mg/Kg BB dan secara cepat diberi antidotumnya natrium nitrit dosis 62.46 mg/Kg BB, natrium tiosulfat dosis 0.486 mg/Kg BB dan diazepam dosis 2 mg/Kg BB.

f. Kelompok VI diberi larutan KCN 26 mg/Kg BB dan secara cepat diberi antidotumnya natrium nitrit dosis 62.46 mg/Kg BB, natrium tiosulfat dosis 3.279 mg/Kg BB dan diazepam dosis 2 mg/Kg BB.

g. Kelompok VII diberi larutan KCN 26 mg/Kg BB dan secara cepat diberi antidotumnya natrium nitrit dosis 62.46 mg/Kg BB, natrium tiosulfat dosis 22.96 mg/Kg BB dan diazepam dosis 2 mg/Kg BB.

6. Penanganan hewan uji

(52)

30

7. Pengamatan

Pengamatan waktu timbulnya gejala-gejala efek toksik dan kematian hewan uji dilakukan mulai dari pemberian antidot natrium nitrit dan natrium tiosulfat serta diazepam hingga 3 jam pengamatan. Jika hewan uji sampai 3 jam pengamatan tidak mengalami kematian maka pengamatan dilanjutkan hingga 1 x 24 jam dari waktu pemberian antidot dan diazepam. Kriteria klinik pengamatan meliputi :

a. Pengamatan fisik terhadap gejala-gejala toksik, meliputi jantung berdebar, hilang kesadaran, gangguan nafas, kejang dan mati.

b. Kematian hewan uji pada masing-masing kelompok.

F. Analisis Hasil

1. Untuk melihat kenormalan dari data antar kelompok perlakuan dianalisis menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov.

2. Untuk keperluan uji hipotesis, H0 dirumuskan sebagai berikut : mean waktu

(dalam detik) timbulnya gejala akibat keracunan sianida akut mulai dari jantung berdebar, hilang kesadaran, gangguan nafas, kejang dan mati antar kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna.

3. Untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna waktu timbulnya gejala-gejala efek toksik (jantung berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, kejang dan mati) antar kelompok perlakuan tersebut menggunakan analisis statistika Kruskal Wallis Test karena pada analisis Kolmorgov-Smirnov data yang diperoleh tidak normal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(53)

4. Uji lebih lanjut untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna dan perbedaan

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kisaran Dosis Natrium Tiosulfat yang Dikombinasikan dengan Natrium Nitrit dan Diazepam yang Mempunyai Efek Pengawaracunan pada Keracunan Sianida

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari kisaran dosis efektif

kombinasi natrium tiosulfat, natrium nitrit dan diazepam yang mempunyai potensi

sebagai antidotum sianida. Dosis intraperitoneal natrium tiosulfat yang dipilih sebagai

antidotum sianida diberikan sesaat setelah pemberian sianida secara oral 26

mg/KgBB berurutan sebesar : 0.067 mg/KgBB, 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB

dan 22.96 mg/KgBB. Dosis natrium nitrit yang digunakan hanya satu peringkat dosis

yaitu 62.460 mg/KgBB dan dosis diazepam sebesar 2 mg/KgBB.

Untuk natrium nitrit dipilih dosis 62.460 mg/KgBB sebagai dosis yang akan

dikombinasikan dengan natrium tiosulfat pada ke-empat peringkat dosisnya dan

diazepam. Pemberian natrium nitrit dilakukan secara i.p. sebelum pemberian natrium

tiosulfat dan diazepam. Pemberian natrium nitrit hanya satu peringkat dosis saja

karena hasil penelitian sebelumnya menunjukkan apabila natrium nitrit diberikan

dalam dosis yang lebih besar maka gejala efek toksik akan tetap muncul hingga

kematian, demikian pula sebaliknya bila natrium nitrit diberikan dalam dosis yang

lebih kecil. Pada dosis lebih besar dapat berefek toksik sedangkan pada dosis lebih

kecil belum dapat mencegah gejala efek toksik yang ditimbulkan akibat pemberian

32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(55)

sianida secara peroral dosis 26 mg/KgBB, dosis 62.460 mg/KgBB merupakan dosis

natrium nitrit yang paling efektif.

Hasil pengamatan terhadap gejala dari keracunan sianida pada 7 kelompok (3

kontrol dan 4 perlakuan) seperti tertera pada tabel I. Untuk jantung berdebar sianida

memiliki nilai X ± SE yang berbeda tidak bermakna apabila dibandingkan dengan

kontrol aquadest. Sedangkan pada gejala toksik seperti hilang kesadaran, gangguan

nafas, kejang, dan mati menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan

kelompok kontrol aquadest.

Kontrol aquadest digunakan sebagai pembanding karena dianalogkan pada

kontrol aquadest hewan uji berada pada kondisi yang normal dan tidak terpapar

sianida, yang dipaparkan pada kelompok kontrol aquadest hanyalah pelarut yang

berupa aquadest. Adanya perbedaan yang tidak bermakna pada gejala jantung

berdebar antara kelompok sianida dan kontrol aquadest dikarenakan pada kelompok

sianida, sianida akan langsung diabsorbsi dalam saluran pencernaan dan segera

didistribusikan ke seluruh bagian tubuh, sehingga sianida akan dengan cepat diubah

manjadi produk aktif yang stabil dan segera berikatan dengan reseptornya. Setelah

sianida berikatan dengan reseptornya, maka sianida akan menyebabkan hipoksia

seluler dan menyebabkan hilang kesadaran, gangguan nafas, kejang dan mati.

(56)

34

Tabel I. Hasil pengamatan lama waktu timbulnya gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok (3 kontrol dan 4 perlakuan)

Hal yang diamati (dalam detik) Jantung

berdebar

Hilang kesadaran

Gangguan

nafas Kejang Mati

Kelompok

40597.15(b) 33.33%

Sianida (26

Ket : (a) = berbeda tidak bermakna terhadap kontrol aquadest (b) = berbeda bermakna terhadap kontrol aquadest

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(57)

1. Perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek toksik jantung berdebar

Pada kelompok kontrol natrium nitrit 62.460 mg/KgBB, natrium tiosulfat

22.960 mg/KgBB dan diazepam 2 mg/KgBB juga tidak ditemukan adanya gejala

jantung berdebar dan bila dibandingkan antara kontrol aquadest dan kontrol natrium

nitrit 62.460 mg/KgBB, natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB dan diazepam 2

mg/KgBB juga hasilnya menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Jadi dapat

disimpulkan bahwa baik kontrol aquadest maupun kontrol natrium nitrit 62.460

mg/KgBB, natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB dan diazepam 2 mg/KgBB tidak

berpengaruh terhadap gejala jantung berdebar.

Pada kelompok perlakuan berikutnya juga terlihat perbedaan yang tidak

bermakna pada gejala jantung berdebar yaitu kelompok yang sesaat setelah

dipaparkan sianida kemudian diberi antidot berupa kombinasi natrium nitrit,

diazepam dan natrium tiosulfat dengan dosis 0.067 mg/KgBB hingga 22.960

mg/KgBB. Hanya pada kelompok yang dosis tiosulfatnya sebesar 0.067 mg/KgBB

saja yang menunjukkan perbedaan yang bermakna. Namun secara keseluruhan dapat

disimpulkan bahwa kenaikan dosis tidak mempengaruhi gejala jantung berdebar.

Walaupun gejala jantung berdebar tidak menunjukkan perbedaan yang

bermakna dengan adanya peningkatan dosis namun gejala jantung berdebar tetap

terjadi pada beberapa perlakuan. Jantung berdebar dapat terjadi pada keracunan

sianida karena pada keracunan sianida terjadi kegagalan pembentukan ATP. Adanya

(58)

36

Tabel II. Hasil perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek toksik jantung berdebar

Kelompok Kontrol aquadest

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(59)

menghambat pengeluaran Ca2+. Akibat adanya penurunan konsentrasi Ca2+ di dalam

sel meningkatkan kontraksi otot jantung. Peningkatan kontraksi otot jantung

menyebabkan jantung berdebar.

2. Perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek toksik hilang kesadaran

Pada kasus hilang kesadaran dapat terlihat secara statistik menunjukkan

adanya perbedaan bermakna antara kontrol sianida, kontrol natrium nitrit 62.460

mg/KgBB, natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB dan diazepam 2 mg/KgBB dan kontrol

aquadest. Hal ini dapat diartikan bahwa sianida berpotensi menimbulkan gejala hilang

kesadaran.

Dari tabel III kita dapat melihat bahwa dengan meningkatnya dosis natrium

tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dan diazepam sebagai antidot

pada pemaparan sianida maka perbedaannya menjadi tidak bermakna. Pada dosis

natrium tiosulfat 0.067 mg/KgBB dan 0.486 mg/KgBB menunjukkan perbedaan yang

bermakna terhadap kontrol natrium nitrit 62.460 mg/KgBB, natrium tiosulfat 22.960

mg/KgBB dan diazepam 2 mg/KgBB dan kontrol aquadest namun penambahan dosis

natrium tiosulfat menjadi 3.279 mg/KgBB dan 22.960 mg/KgBB menunjukkan

perbedaan yang tidak bermakna. Jadi dapat disimpulkan bahwa kombinasi natrium

tiosulfat, natrium nitrit dan diazepam dengan dosis yang tepat dapat memperbaiki

(60)

38

Tabel III. Hasil perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek toksik hilang kesadaran

Kelompok aquadest Kontrol

Kontrol

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(61)

Mekanisme hilang kesadaran diawali dengan timbulnya hipoksia yang

kemudian menyebabkan hiperlaktemia. Hiperlaktemia terjadi karena kegagalan

metabolisme energi secara aerob. Hiperlaktemia berarti terjadi peningkatan

perubahan asam piruvat menjadi asam laktat, di mana peningkatan asam laktat

mengakibatkan timbulnya manifestasi lemas. Bila keadaan ini terjadi secara

terus-menerus maka dapat menyebabkan hilangnya kesadaran akibat penumpukan asam

laktat.

Dengan adanya natrium tiosulfat sebagai donor sulfur maka eliminasi sianida

akan dipercepat dan keadaan hipoksia dapat dikurangi, sehingga hiperlaktemia juga

dapat dikurangi dan keadaan hilang kesadaran dapat kembali ke keadaan normal.

Natrium nitrit akan mengoksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin yang akan

berikatan dengan sianida sehingga respirasi dapat berjalan kembali. Dengan

kembalinya respirasi ini, maka hiperlaktemia dapat dihindari dan keadaan normal

dapat tercapai.

3. Perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek toksik gangguan nafas

Secara statistik (dapat dilihat pada tabel IV), kelompok II (kontrol sianida)

menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan kelompok I (kontrol aquadest) dan

kelompok III (natrium nitrit 62.460 mg/KgBB, natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB

dan diazepam 2 mg/KgBB). Hal ini menunjukkan bahwa sianida sangat berpotensi

menimbulkan gejala gangguan nafas. Pada kelompok VI (sianida dosis 26 mg/KgBB

(62)

40

dan diazepam 2 mg/KgBB) dan kelompok VII (sianida dosis 26 mg/KgBB dan

kombinasi natrium nitrit 62.460 mg/KgBB, natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB dan

diazepam 2 mg/KgBB) menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna terhadap

kontrol aquadest dan kontrol natrium nitrit 62.460 mg/KgBB, natrium tiosulfat

22.960 mg/KgBB dan diazepam 2 mg/KgBB. Namun pada 6 kali replikasi ada 3 yang

teramati gejala gangguan nafas. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa antidot

pada kelompok VII memberikan potensi yang sangat baik dalam hal mengurangi

gejala gangguan nafas. Demikian juga pada kelompok VI sudah berpotensi mencegah

terjadinya gangguan nafas, meskipun tidak sebaik antidot pada kelompok VII.

Untuk kelompok IV (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium nitrit

62.460 mg/KgBB, natrium tiosulfat 0.067 mg/KgBB dan diazepam 2 mg/KgBB) dan

kelompok V (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium nitrit 62.460

mg/KgBB, natrium tiosulfat 0.486 mg/KgBB dan diazepam 2 mg/KgBB)

menunjukkan hasil statistik berbeda bermakna terhadap kontrol aquadest dan kontrol

natrium nitrit 62.460 mg/KgBB, natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB dan diazepam 2

mg/KgBB. Jadi dapat disimpulkan bahwa antidot pada kelompok IV dan kelompok V

belum berpotensi menghilangkan gejala gangguan nafas akibat keracunan sianida.

Terjadinya gangguan nafas ini diakibatkan karena terjadi hipoksia pada

tingkat sel. Hipoksia terjadi karena terhambatnya rantai transport elektron dari

sitokrom oksidase ke molekul oksigen pada bagian sitokrom a3 oleh sianida pada

mitokondria. Dengan adanya antidot berupa kombinasi natrium tiosulfat, natrium

nitrit dan diazepam maka natrium tiosulfat akan menjadi donor sulfur untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(63)

Tabel IV. Hasil perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek toksik gangguan nafas

Kelompok aquadest Kontrol

Gambar

Tabel II. Hasil perbandingan lama waktu timbulnya antar kelompok gejala efek
Gambar 1. Penggantian sianida dari sitokrom a3 oksidase oleh methemoglobin.....15
Gambar 1. Penggantian sianida dari sitokrom a3 oksidase oleh methemoglobin
Gambar 2. Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanese dan
+7

Referensi

Dokumen terkait