SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh :
AKHMAD AFANDI
0732010154
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
Assalamualaikum WR. WB.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangNYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kualitas Produk Konveksi Dengan Metode Six Sigma Di CV. Farris Colletion - Sidoarjo”. Tak ada kata yang pantas untuk diucapkan selain rasa syukur atas nikmat yang diberikan olehNYA.
Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
8. Bapak Edi Nurcahyo, selaku pembimbing pabrik yang telah membantu memberikan banyak informasi tentang skripsi saya.
9. Seluruh Pimpinan, Karyawan dan Staff di CV. Farris Colletion yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi saya.
10.Kepada keluarga, yang telah memberikan motivasi dan tenaga dalam proses penyusunan sehingga terselesaikan skripsi ini.
11.Seluruh Sahabat dan Teman yang memberi support dalam suka maupun duka Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga hasil pemikiran yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya dan CV. Farris Colletion pada khususnya.
Wassalamualaikum WR. WB.
Surabaya, November 2011
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAKSI ... x
BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 3
1.3.Batasan Masalah ... 4
1.4.Tujuan Penelitian ... 4
1.5.Asumsi ... 4
1.6.Manfaat Penelitian ... 5
1.7.Sistematika Penulisan ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Kualitas ... 7
2.2 Six Sigma ... 10
2.3 Dmaic ... 12
2.3.1 Define ... 13
2.3.2 Measure ... 14
2.4 CTQ (Critical To Quality ... 19
2.5 DPMO (Defect per million opportunities ) ... 20
2.6 Kapabilitas Proses (Proccess Capability ... 21
2.6.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk data Atribut ... 23
2.6.2 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel ... 24
2.7 Pareto ... 26
2.8 Diagram SIPOC …………...………..….…. 27
2.9 Diagram Sebab Akibat ..…...………..….…. 29
2.10 Failure Mode And Effect Analyze(FMEA)…………...……….…… 32
2.11 Brainstroming ……….………..……… 36
2.12 Penelitian Pendahulu ……….……… 39
BAB III. METODELOGI PENELITIAN 3.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... 45
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 45
3.4 Metode Pengolahan Data ... 45
4.1.1 Identifikasi Obyek penelitian ……... 50
4.2 Measure ... 52
4.2.1 Menentukan CTQ ... 53
4.2.2 Pengukuran Baseline Kinerja... 60
4.3 Analyze ... 74
4.3.1 Analisis Kapabilitas Proses ………... 75
4.3.2 Analisa Cacat Terbesar ………...………...………… 76
4.4 Improve ………... 82
4.5 Control ………. 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 86
5.2 Saran ...87 DAFTAR PUSTAKA
Tabel Judul Hal
Tabel 2.1 : Tabel konversi Sigma Motorola ………... 22
Tabel 2.2 : Tabel Severity ... 33
Tabel 2.3 :Tabel Occurrance ………... 33
Tabel 2.4 : Tabel Detection ... 34
Tabel 2.5 : Contoh Pneggunaan Nilai Risk Priority Number (RPN) …... 35
Tabel 4.1 : Data pemeriksaan bulan Januari - Juni 2011 ……... 50
Tabel 4.2 : Data Defect CTQ ... 51
Tabel 4.3 : Data presentase Defect bulan Januari 2011 ... 53
Tabel 4.4 : Data presentase Defect bulan Februari 2011 ... 54
Tabel 4.5 : Data presentase Defect bulan Maret 2011 ... 55
Tabel 4.6 : Data presentase Defect bulan April 2011 ... 56
Tabel 4.7 : Data presentase Defect bulan Mei 2011 ... 57
Tabel 4.8 : Data presentase Defect bulan Juni 2011 ... 58
Tabel 4.9 : Data presentase Defect bulan Januari - Juni 2011 ... 59
Tabel 4.10 : Kapabilitas Proses bulan Januari 2011 ... 62
Tabel 4.11 : Kapabilitas Proses bulan Februari 2011 ... 64
Tabel 4.12 : Kapabilitas Proses bulan Maret 2011 ... 66
Tabel 4.13 : Kapabilitas Proses bulan April 2011 ... 68
Tabel 4.17 : Rekapan Nilai Kapabilitas ………... 75
Gambar Judul Hal
Gambar 2.1 : Contoh Diagram Sebab Akibat ... 31
Gambar 3.1 : Flowchart pemecahan masalah ... 47
Gambar 4.1 : Diagram SIPOC produk konveksi ... 52
Gambar 4.2 : Diagram Pareto bulan Januari ... 54
Gambar 4.3 : Diagram Pareto bulan Februari ... 55
Gambar 4.4 : Diagram Pareto bulan Maret ………... 56
Gambar 4.5 : Diagram Pareto bulan April ... 57
Gambar 4.6 : Diagram Pareto bulan Mei ... 58
Gambar 4.7 : Diagram Pareto bulan Juni ... 59
Gambar 4.8 : Diagram Pareto bulan Januari - Juni ... 60
Gambar 4.9 : Diagram sebab-akibat untuk defect jahitan tidak rapi ... 76
Gambar 4.10 : Diagram sebab-akibat untuk defect terdapatnya noda ... 78
Gambar 4.11 : Diagram sebab-akibat untuk defect kancing kurang ... 79
Gambar 4.12 : Diagram sebab-akibat untuk defect terdapatnya bekas jahitan …... 80
Persaingan kualitas produk di dunia industri semakin meningkat. Perusahaan-perusahaan manufaktur pun berlomba-lomba untuk membuat produk yang dapat diterima dipasaran dengan baik. Kualitas merupakan rangkaian keseluruhan karakterstik dan keistimewaan dari suatu produk atau jasa dalam memuaskan sebagian atau keseluruhan kebutuhan dari konsumen. Konsumen sebagai pemakai produk semakin kritis dalam memilih atau memakai produk oleh karena itu keadaan ini mengakibatkan peranan kualitas semakin penting.
CV. Faris Colletion sebagai salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yang memproduksi konveksi menginginkan produk mereka dapat lebih menguasai pasar dengan meminimalkan defect yang terdapat pada produk mereka. Metode yang digunakan untuk menganalisis kualitas produk baut mereka adalah siklus perbaikan terus-menerus DMAIC. Dengan metode ini nantinya akan diperoleh tingkat DPMO dan level sigma dari kualitas produk yang mereka buat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui baseline kinerja dari segi tingkat DPMO dan level sigma, faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas dan menentukan tindakan perbaikan untuk memperbaiki kualitas produk konveksi.
Hasil penelitian menunjukkan kinerja proses pembuatan produk konveksi mempunyai tingkat DPMO sebesar 7.764 dan level sigma sebesar 3,92. Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil tersebut adalah karena mesin, operator, material, lingkungan kerja, dan metode untuk memperbaikinya harus dilakukan pembenahan pada faktor – faktor tersebut.
Competition quality products in the industrialized world is increasing. Manufacturing firms were competing to create an acceptable product in the market very well. Quality is a whole series of characteristics and features of a product or service in whole or in part to satisfy the needs of consumers. Consumers as users become more critical in selecting products or use the product and therefore the state has resulted in increasingly important role of quality.
CV. Faris Colletion as one of the manufacturing companies in Indonesia that produce convection want products they can better control the market by minimizing defects contained in their products. The method used to analyze the quality of their products are bolt cycle of continuous improvement DMAIC. By this method will be obtained and the level DPMO sigma levels of quality products they make. The purpose of this study was to determine baseline performance levels in terms of DPMO and sigma level, the factors that affect the quality and determine corrective actions to improve product quality convection.
The results showed the performance of the product manufacturing process convection have this level of 7764 DPMO and sigma level of 3.92. Factors - factors affecting these results is due to the machine, operators, materials, work environment, and methods to improve it should be revamping the factors - these factors.
1.1 Latar Belakang
Adanya persaingan antar produk yang semakin ketat dewasa ini menuntut setiap perusahaan memberikan yang terbaik bagi konsumennya. Kualitas merupakan salah satu jaminan yang harus diberikan dan dipenuhi oleh perusahaan kepada pelanggan. Termasuk pada kualitas produk. Karena kualitas suatu produk merupakan salah satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih produk. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terus – menerus dari perusahaan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan.
CV. Fariz Colletion merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur. Produknya adalah barang-barang konveksi dimana produk ini berbahan dasar dari kain yang berkualitas. Saat ini kualitas produk baju CV. Fariz Colletion belum maksimal, sehingga dengan implementasi metode SIX SIGMA ini nantinya diharapkan pencapaian tingkat kualitas yang memenuhi standar yang diinginkan, serta meminimalkan jumlah defect yang terjadi pada proses produksi sehingga akan menghemat biaya, waktu dan tenaga dan menjadikan kepuasan tersendiri bagi pelanggan. hal ini ditunjukkan oleh banyaknya jumlah produk
defect yang cukup besar, yaitu sekitar 3 % defect dari setiap hasil produksi Pada
pejahitan. Hal ini disababkan oleh beberapa factor diantaranya adalah kurang ketelitian operator, tidak adanya inspeksi yang ketat terhadap bahan baku produksi, perawatan mesin yang kurang maksimal dan lain sebagainya.
Untuk itu Six sigma paling tepat didefinisikan sebagai metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktifitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan asset yang lebih tinggi, serta mendapatkan imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan. Metode ini disusun berdasarkan sebuah metodologi penyelesaian yang sederhana – SIX
SIGMA, yang memiliki langkah – langkah, define (merumuskan), measure
(mengukur), analyze (menganalisa), improve (meningkatkan/memperbaiki), dan
control (mengendalikan) yang menggabungkan bermacam-macam perangkat
statistic serta pendekatan perbaikan proses lainnya.
Penelitian pendahulu tentang metode Six Sigma yang dilakukan oleh E.V. Yuliana Wibisono, tahun 2007 dengan judul :
Usaha Penurunan Persentase Cacat Ring Piston Tipe 4ja1 Pada Proses Habanakashi Mesin Besly
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengukur kinerja proses produksi dari segi tingkat DPM dan level sigma PT. Baninusa Indonesia saat ini.
3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas proses produksi ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.
4. Menentukan tindakan perbaikan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.
5. Mengetahui hasil penerapan tindakan perbaikan terhadap kinerja produksi ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring dari segi tingkat DPM dan level sigma di PT. Baninusa Indonesia.
Kesimpulan
Proses produksi di PT. Baninusa Indonesia dibagi 2, yaitu proses produksi pengecoran dan proses produksi pemesinan. Pada proses produksi pemesinan, terdapat 7 stasiun pemeriksaan kualitas, sehingga DPM dan tingkat sigma untuk setiap proses tidak sama. Berdasarkan perhitungan DPM dan analisis diagram pareto, maka tindakan perbaikan yang harus diprioritaskan untuk dilakukan adalah perbaikan pada proses habanakashi.
Penerapan parameter proses terbaik berdasarkan hasil dari perancangan eksperimen pada proses habanakashi di mesin besly, mampu mengurangi variansi proses secara signifikan dan mampu mengurangi rata-rata persentase cacat pada proses habanakashi secara signifikan yaitu sebesar 2.682%.
Dengan demikian diharapkan penelitian menggunakan metode SIX SIGMA ini mampu meningkatkan kualitas produk dan menekan jumlah cacat produk seminimal mungkin.
1.2 Perumusan Masalah
“ Berapa tingkat kecacatan produk baju dengan Metode SIX SIGMA di
CV. Fariz Colletion? ”
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan hanya pada produk Kemeja 2. Pengambilan data dilakukan pada bulan maret 2011
3. Pendekatan SIX SIGMA yang digunakan dalam penelitian ini adalah DMAIC 4. Tahap Improve hanya sebatas usulan pada pihak perusahaan
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Mengukur tingkat DPMO dan level sigma CV. Fariz Colletion saat ini.
2 Menentukan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas produksi konveksi CV. Fariz Colletion Sidoarjo.
1.5 Asumsi
Adapun asumsi-asumsi dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tidak ada perubahan kebijakan manajemen selama penelitian berlangsung. 2. Proses produksi berjalan stabil dan tidak ada perubahan yang berarti.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian tugas akhir ini adalah : 1. Manfaat Bagi Perusahaan :
- Dengan adanya penerapan metode SIX SIGMA, pihak perusahaan dapat memperbaiki kualitas produknya.
- Dapat mengetahui prioritas tindakan perbaikan dan melakukan perbaikan yang terbaik secara kontinyu.
2. Bagi Peneliti :
- Dapat memenuhi persyaratan kelulusan program pendidikan S1 di UPN ‘Veteran’ Jatim
- Dapat mengetahui proses produksi pembuatan baut
- Menambah pengetahuan mengenai analisis kualitas produk dengan pendekatan
SIX SIGMA
3. Manfaat bagi Universitas
Menambah referensi perpustakaan.
Diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang mengadakan penelitian
dengan permasalahan yang serupa dan untuk penelitian lebih lanjut dimasa yang akan datang.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: BAB I PENDAHULUAN
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang landasan teori-teori yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian sebagai penunjang untuk mengolah dan menganalisa data-data yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung yaitu teori tentang SIX SIGMA.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang langkah-langkah dalam melakukan penelitian, mulai dari lokasi pencarian data, metode pengambilan data, identifikasi variabel, dan metode pengolahan data, yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian selama pelaksanaan penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi tentang data-data yang telah terkumpul, kemudian diolah dengan menggunakan metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini merupakan penutup tulisan yang berisi kesimpulan dan saran mengenai analisa yang telah dilakukan sehingga dapat memberikan suatu rekomendasi sebagai masukan ataupun perbaikan bagi pihak perusahaan.
2.1. Pengendalian Kualitas
Ada dua segi umum tentang kualitas yaitu kualitas rancangan dan kualitas
kecocokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas.
Kualitas rancangan adalah istilah teknik terkait dengan perbedaan dalam variasi
tingkat kualitas yang memang disengaja meliputi jenis bahan,daya tahan,
keandalan, misalnya semua mobil mempunyai tujuan dasar memberikan angkutan
yang aman bagi konsumen, tetapi mobil–mobil berbeda dalam ukuran, penentuan,
rupa, dan penampilan.Perbedaan–perbedaan ini adalah hasil perbedaan rancangan
yang disengaja antara jenis–jenis mobil itu, jenis bahan yang digunakan dalam
pembuatan, daya tahan dalam proses pembuatan, keandalan yang diperoleh
melalui pengembangan teknik mesin dan bagian–bagian penggerak, dan
perlengkapan atau alat-alat yang lain. (Montgomery, 1998).
Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk yang sesuai dengan
spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan. Kualitas
kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses
pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas
(pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan) yang digunakan, seberapa jauh
prosedur jaminan kualitas ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai
Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari
pemeriksaan atau pengujian analisis dan tindakan-tindakan yang harus diambil
dengan memanfaatkan kombinasi seluruh peralatan dan teknik-teknik, guna
mengendalikan kualitas produk dengan ongkos minimal (Montgomery, 1998).
Dalam istilah “Kendali Kualitas”, mengandung pengertian bahwa “Kualitas”
bukan berarti terbaik di dunia industri kata itu berarti “terbaik dalam memuaskan
kebutuhan pelanggan tertentu” (Montgomery, 1998).
Montgomery mengemukakan 2 hal penting dari kebutuhan konsumen
yaitu fungsi dan harga produk, dua syarat ini tercemin dalam beberapa
kondisi-kondisi produk, diantaranya :
1. Kondisi Spesifikasi dimensi dan karakteristik
2. Umur produk dan keandalan
3. Standar yang relevan
4. Biaya rekayasa, pembuatan dan mutu
5. Pembuatan (persyaratan produksi)
6. Fungsi, pemeliharaan dan pemasangan di lapangan
7. Biaya-biaya operasi dan pemakaian konsumen
Berdasarkan hal diatas jelaslah kualitas tidak hanya berkaitan dengan mutu
teknis produk, tetapi juga nilai ekonomisnya, sehingga kualitas menjadi faktor
dasar keputusan konsumen dalam produk dan jasa
Tujuan pelaksanaan pengendalian kualitas adalah :
1. Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara effesien
3. Peningkatan moral karyawan
4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja
Dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan diatas akan terjadi
peningkatan produktivitas dan probabilitas usaha. Secara khusus dapat pula
diungkapkan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah :
1. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan
2. Penurunan ongkos kualitas secara keseluruhan (Lindsay, 2007)
Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya terdiri dari 4 langkah yaitu :
1. Menetapkan standar, yaitu standar kualitas biaya, standar kualitas prestasi
kerja, standar kualitas keamanan dan standar kualitas keandalan yang
diperlukan untuk suatu produk
2. Menilai kesesuaian antara produk yang dibuat dengan standar
3. Mengambil tindakan bila diperlukan, yaitu mencari penyebab timbulnya
masalah dan mencari pemecahan masalah
4. Perencanaan peningkatan, berupa pengembangan usaha-usaha yang
continue untuk memperbaiki standar-standar biaya, prestasi keamanan dan
keandalan.
Kegiatan pengendalian kualitas yang menunjang tercapainya standar
kualitas tertentu tersebut, melibatkan unsur–unsur manusia, mesin,
peralatan, spesifikasi dan metode pengujian.
Dengan adanya pengendalian diharapkan penyimpangan-penyimpangan
yang muncul dapat dikurangi dan proses dapat diarahkan pada tujuan yang
dilaksanakan sebelum maupun pada saat pekerjaan pembuatan dilakukan
(Purnama, 2006).
2.2 Six Sigma
Six Sigma, pertama kali dikembangkan oleh Bill Smith, Vice President
Motorola Inc.. (Harry, Mikel J., 1988). Six Sigma, yang dikenal luas sebagai
teknik yang memungkinkan suatu perusahaan mencapai kesempurnaan dalam
mutu produk yang dihasilkan, pertama kali dikembangkan sebagai desain praktis
untuk peningkatan proses manufaktur dan mengeliminasi kerusakan (defect),
namun akhirnya diaplikasikan secara luas dalam berbagai tipe perusahaan. Dalam
Six Sigma, defect diartikan sebagai segala keluaran dari proses yang tidak
memenuhi spesifikasi pelanggan atau segala hal yang dapat mengakibatkan
keluaran (produk) yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
Doktrin utama dari Six Sigma, adalah :
Usaha yang terus-menerus untuk mencapai hasil proses yang secara stabil
dan terprediksi (yaitu pengurangan variasi dalam proses) merupakan hal
terpenting dalam kesuksesan bisnis
Manufaktur (proses produksi) dan proses bisnis harus memiliki
karakteristik yang dapat diukur, dianalisis, ditingkatkan dan dikontrol
Pencapaian peningkatan kualitas yang berkelanjutan membutuhkan
komitmen dari seluruh organisasi, utamanya dari Top Manajemen.
Dalam Six Sigma dikenal istilah DPMO (Defect Per Million Opportunities),
yaitu besarnya kemungkinan terjadinya kerusakan (defect) dalam setiap sejuta
mencapai level 3,4 DPMO maka dalam setiap 1 juta proses/produk kemungkinan
terjadi 3,4 proses/produk yang cacat. Sehingga jika dibuat rejection rate-nya
sebesar 0,00034% (bandingkan dengan rejection rate industri farmasi rata-rata 5 –
10%). Motorola Inc., mengklaim bahwa dengan melaksakan jurus ini, mereka bisa
menghemat lebih dari US$ 17 juta (About Motorola University.
http://motorola.com/content).
Six Sigma , terbagi menjadi 2 metode, yaitu DMAIC dan DMADV. DMAIC
digunakan untuk proyek-proyek yang ditujukan untuk peningkatan pada
perusahaan yang telah exist, dan DMADV digunakan untuk produk baru atau
proses desain.
DMAIC merupakan singkatan dari :
Define, yaitu penetapan masalah yang juga bisa merupakan keluhan dari
pelanggan, tujuan dari suatu proyek, atau spesifikasi yang diinginkan
Measure, yaitu pengukuran aspek-aspek kunci dari proses yang ada saat
ini dan proses pengumpulan data-data yang relevan
Analysis, yaitu melakukan analisa terhadap data-data yang telah
dikumpulkan untuk dilakukan penyelidikan dan memverifikasi hubungan
sebab-akibat (akar permasalahan).
Improve, yaitu perbaikan atau optimalisasi dari proses yang ada saat ini
berdasarkan analisis data menggunakan teknik-teknik misalnya design
experiment, poka yoke atau pembuktian kesalahan yang selanjutnya
Control, yaitu pengendalian atau pemantauan terhadap proses atau standar
baru yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa setiap penyimpangan
harus telah dikoreksi sebelum terjadi defect (kerusakan).
Sedangkan DMADV (juga dikenal dengan nama DFSS – Define For Six
Sigma) adalah singkatan dari:
Define, yaitu pemastian bahwa hasil akhir dari desain akan konsisten
dengan keinginan/kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan
Measure, yaitu ukur dan identifikasi hal-hal kritis yang berpengaruh
terhadap kualitas, kapabilitas produk, kapabilitas proses produksi dan
resiko
Analysis, yaitu Analisis untuk pengembangan dan desain alternatif,
ciptakan desain dengan level yang tinggi dan evaluasi kapabilitas desain
untuk mendapatkan desain yang terbaik
Design, yaitu detail dari desain, optimasi dan rencanakan verifikasi dari
desain.
Verify, yaitu pemastian desain, set-up, implementasi dari proses produksi
dan sampaikan rancangan tersebut kepada pemilik proses.( Pande, 02)
2.3 DMAIC (Define, measure, analyze, improve, control)
DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus–menerus menuju target
Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan
dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah–langkah proses yang tidak
produktif, sering berfokus pada pengukuran–pengukuran baru, dan menetapkan
2.3.1. Define
Define merupakan langkah operasional pertama dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk
dilakukan adalah identifikasi produk dan/atau proses yang akan diperbaiki. Kita
harus menetapkan prioritas utama tentang masalah-masalah dan/atau kesempatan
peningkatan kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek
terbaik adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan
kebutuhan, kapabilitas dan tujuan organisasi. Langkah kedua yaitu pernyataan
tujuan proyek harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma yang terpilih.
Pernyataan tujuan yang benar adalah apabila mengikuti prinsip SMART sebagai
berikut :
Specific Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat
spesifik yang dinyatakan dengan tegas. Tim peningkatan
kualitas Six Sigma harus menghindari pernyataan-pernyataan
tujuan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Pernyataan tujuan
seyogianya menggunakan kata kerja, seperti : menaikkan,
menurunkan, menghilangkan, dll.
Measurable Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat
diukur menggunakan indikator pengukuran yang tepat guna
mengevaluasi keberhasilan, peninjauan-ulang, dan tindakan
perbaikan diwaktu mendatang. Pengukuran harus mampu
memunculkan fakta-fakta yang di-nyatakan secara kuantitatif
Achievable Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat
dicapai melalui usaha-usaha yang menantang
(challenging effort).
Result-oriented Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus
pada hasil-hasil berupa pencapaian target-target kualitas yang
ditetapkan, yang ditunjukkan melalui penurunan DPMO (defect
per million opportunities), peningkatan kapabilitas proses
(cpm;cpmk), dll.
Time-bound Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus
menetapkan batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai
secara tepat waktu. (Pande,2002)
2.3.2 Measure
Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam
tahap Measure, yaitu :
1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.
2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat
dilakukan pada tingkat proses, output dan outcome.
Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu kita harus
membedakan apakah data yang diukur itu merupakan data variabel
atau data atribut. Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur
analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel
karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu
lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen,
dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume.
Data atribut merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan
daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis.
Data atribut bersifat diskrit. Contoh data atribut karakteristik kualitas
adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses
administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada
produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan
lain-lain.
3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses,
output, dan outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja
(performance baseline) pada awal proyek Six Sigma. Baseline kinerja
dalam proyek Six Sigma biasanya diterapkan menggunakan satuan
pengukuran DPMO dan tingkat kapabilitas sigma (sigma level). Sesuai
dengan konsep pengukuran yang biasanya diterapkan pada tingkat
proses, output dan outcome, maka baseline kinerja juga dapat
ditetapkan pada tingkat proses, output dan outcome. Pengukuran
biasanya dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output dari
2.3.3 Analyze
Tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah
beberapa hal sebagai berikut :
1. Menentukan kapabilitas/kemampuan dari proses.
Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang
menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi
produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan
ekspektasi pelanggan.
Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma
ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan
produk menuju tingkat kegagalan nol. Kemampuan proses didefinisikan
sebagai “ukuran statistik dari variansi yang inheren pada suatu peristiwa
tertentu dalam proses yang stabil.”
Cpm =
2 26 x T s
LSL USL
Dimana : Cpm = indeks kapabilitas proses (Process Capability Indeks)
USL = batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit)
LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit)
T = target
s = standart deviasi
x = arithmetic mean
Kriteria penilaian indeks kapabilitas proses sebagai berikut :
Cpm = 1,00 – 1,99 : maka proses dianggap mampu namun perlu upaya
upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju
target perusahaan berkelas dunia.
Cpm < 1,00 : maka proses dianggap tidak mampu (not capable)
Semakin tinggi Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin
mendekati nilai spesifikasi target kualitas yang diinginkan pelanggan.
Menurut (Gasperz, 2002) bahwa analisis kapabilitas proses Cpm dan
Cpk tidak dapat diterapkan pada data atribut karena data tersebut
mengikuti pola distribusi binomium. Data atribut sering berbentuk kategori
atau klasifikasi seperti : baik/buruk, sukses/gagal.
2. Mengidentifikasi sumber–sumber dan akar penyebab kecacatan atau
kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan,
dapat menggunakan Fishbone diagram (cause and effect diagram). Dengan
analisa cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah
masalah, atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang
diinginkan dan membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.
Setelah akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan, dimasukkan ke
dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan
sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :
1) Manpower ( tenaga kerja ).
2) Machines ( mesin-mesin ).
3) Methods ( metode kerja ).
4) Material ( bahan baku dan bahan penolong ).
6) Motivation ( motivasi ).
7) Money ( keuangan ).
( Pzydek, 2002 )
2.3.4 Improve
Tahap Improve merupakan langkah operasional keempat dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah ini dilakukan setelah sumber–sumber
dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan
suatu rencana tindakan (action Plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas
Six Sigma. Tool yang digunakan untuk tahap improve ini adalah FMEA (Failure
Mode and Effect Analysis).
Pada tahap ini tim peningkatan kualitas Six Sigma harus memutuskan apa
yang harus dicapai serta alasan kegunaan rencana tindakan itu harus dilakukan,
dimana rencana tindakan itu akan dilakukan, bilamana rencana tindakan itu akan
dilakukan, siapa yang akan menjadi penanggung jawab dari rencana tindakan itu,
bagaimana melaksanakan, dan berapa besar biaya untuk melaksanakan serta
manfaat positif yang diterima dari implementasi rencana tindakan itu.(Gasper,
2002)
2.3.5 Control
Tahap ini merupakan langkah operasional kelima dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil–hasil peningkatan kualitas di
peningkatan proses standardisasikan dan disebarluaskan, prosedur–prosedur
didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standard, serta kepemilikan atau
tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung
jawab, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.
Tujuan dari standardisasi adalah menstandardisasikan sistem kualitas
Six Sigma yang telah terbukti menjadi terbaik dalam bisnis kelas dunia.
Hasil–hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus
distandardisasikan, dan selanjutnya dilakukan peningkatan terus–menerus pada
jenis masalah yang lain melalui proyek–proyek Six Sigma yang lain mengikuti
konsep DMAIC. (Gaspersz, 2002).
2.4 CTQ (critical to quality)
CTQ merupakan karakteristik kualitas yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan terhadap suatu produk. CTQ dapat diklasifikasi kedalam tiga kategori,
seperti yang disarankan oleh professor dari jepang, Noriaki Kano:
1. Penyebab ketidak puasan : sesuatu yang diharapkan didalam suatu produk atau
jasa. Pada sebuah mobil, radio, pemanas, dan fitur-fitur keselamatan yang
penting merupakan beberapa contoh yang tidak diminta langsung oleh
pelanggan tetapi diharapkan ada di dalam ptoduk tersebut. Jika fitur-fitur ini
tidak ada, maka pelanggan akan merasa tidak puas.
2. Penyebab kepuasan : sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan. Banyak
pembeli mobil menginginkan atap mobil, jendela otomatis, atau rem antikunci.
Meskipun kebutuhan-kebutuhan ini tidak diminta oleh pelanggan. Memenuhi
3. Pembuat senang : fitur baru atau otomatis yang tidak diharapkan pelanggan.
Adanya fitur yang tidak diharapkan, seperti tombol prkiraan cuaca di radio
atau kontrol audio khusus di kursi belakang yang terpisah yang member
kesempatan pada anak-anak untuk mendengarkan music yang berbeda dari
orang tua mereka, menghasilkan persepsi kualitas yang lebih tinggi. (Pzydek,
2002).
2.5 DPMO (Defects per million opportunities)
Defect adalah kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh
pelanggan. Sedangkan Defects per Opportunity (DPO) merupakan ukuran
kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang
menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan. Dihitung
menggunakan formula DPO = banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan
dibagi dengan (banyaknya unit yang diperiksa dikalikan banyaknya CTQ
potensial yang menyebabkan cacat atau kegagalan itu). Besaran DPO ini, apabila
dikalikan dengan konstanta 1.000.000, akan menjadi ukuran Defect Per Million
Opportunities (DPMO).
Defects Per Million Opportunities (DPMO) merupakan ukuran kegagalan
dalam program peningkatan Six Sigma , yang menunjukkan kegagalan per satu
juta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma Motorola, sebesar
3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat
dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu
unit produk tunggal terdapat rata–rata kesempatan untuk gagal dari suatu
Saat ini pihak Motorola telah membuat gambaran kapabilitas sebuah proses dalam
perbandingan antara sigma dan DPMO yang ditunjukkan di tabel 2.1
Tabel 2.1 Tabel konversi Sigma Motorola
Presentase yang
memenuhi spesifikasi DPMO Sigma
30,9 % 69,2 % 93,3 % 99,4 % 99,98 % 99,9997 % 690.000 308.000 66.800 6.210 320 3,4 1 2 3 4 5 6
(Gasperz, V., 2002)
Keterangan :
- Pada nilai DPMO sebesar 690.000 unit maka level sigmanya dikategorikan
berada pada 1 sigma dengan prosentase sebesar 30,9 %
- Pada nilai DPMO sebesar 308.000 unit maka level sigmanya dikategorikan
berada pada 2 sigma dengan prosentase sebesar 69,2 %
- Pada nilai DPMO sebesar 66.800 unit maka level sigmanya dikategorikan
berada pada 3 sigma dengan prosentase sebesar 93,3 %
- Pada nilai DPMO sebesar 6.210 unit maka level sigmanya dikategorikan
berada pada 4 sigma dengan prosentase sebesar 99,4 %
- Pada nilai DPMO sebesar 320 unit maka level sigmanya dikategorikan
berada pada 5 sigma dengan prosentase sebesar 99,98 %
- Pada nilai DPMO sebesar 3,4 unit maka level sigmanya dikategorikan
berada pada 6 sigma dengan prosentase sebesar 99,9997 %
2.6 Kapabilitas Proses (Process Capability)
Kapabilitas proses adalah kemampuan proses untuk memproduksi atau
dipahami bahwa indeks Cpm yang digunakan mengacu pada CTQ
(Critical-To-Quality) tunggal atau item karakteristik kualitas individual. Indeks Cpm mengukur
kapabilitas potensial atau melekat dari suatu proses yang diasumsikan stabil, dan
biasanya didefinisikan sebagai :
Cpm =
2 2
) ( 6
) (
T
LSL USL
USL = Upper Specification Limit (batas spesifikasi atas)
LSL = Lower Specification Limit (batas spesifikasi bawah)
T = Nilai target (nilai terbaik untuk karakteristik kualitas yang diharapkan
Pelanggan) dari produk.
Ketiga nilai USL, LSL, dan T ditentukan berdasarkan kebutuhan dan
ekspektasi rasional dari pelanggan.
μ
= Nilai rata-rata (mean) proses aktualσ
2 = Nilai varian (variance) dari proses yang merupakan ukuran variasi prosesKapabilitas proses hanya diukur untuk proses yang stabil, sehingga apabila
proses itu dianggap tidak stabil, maka proses itu harus distabilkan terlebih dahulu.
Dengan demikian nilai standar deviasi yang digunakan dalam pengukuran
kapabilitas proses (Cpm) harus berasal dari proses yang stabil, sehingga merupakan
variasi yang melekat pada proses yang stabil itu (common-cause variation).
Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma
ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk
menuju tingkat kegagalan nol (zero defect). Oleh karena itu, konsep perhitungan
kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi
Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu :
- Data Attribut (Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung
menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan
analisis. Data attribut bersifat diskrit. Contoh data attribut karakteristik kualitas
adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi
buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat karena corelap, dana lain-lain.
Data attribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit
nonkonformans/ketidaksesuaian atau cacat/kegagalan terhadap spesifikasi
kualitas yang ditetapkan.
- Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur
menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan
analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel karakteristik
kualitas adalah ; diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen
dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat,
panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel. (Pzydek,
2002).
2.6.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Attribut
Berikut ini akan dibahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas proses
dalam ukuran pencapaian target Sigma untuk data atribut (data yang diperoleh
melalui perhitungan-bukan pengukuran langsung). Pada umumnya data atribut
hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK.
Menurut (Gaspersz, 2002) Langkah-langkahnya :
2. Berapa banyak unit yang dikerjakan melalui proses?
3. Berapa banyak unit transaksi yang gagal
4. Hitung tingkat cacat berdasarkan langkah 3
(langkah 3) / (langkah 2)
5. Tentukan banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan cacat
Banyaknya karakteristik CTQ
6. Hitung peluang tingkat cacat per karakteristik CTQ
(langkah 4) / (langkah 5)
7. Hitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO)
(langkah 6) x 1.000.000
8. Konversi DPMO (langkah 7) ke dalam nilai sigma
9. Buat kesimpulan
DPO = Banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan
(Banyaknya unit yang diperiksa x banyaknya kegagalan)
DPMO = DPO x 1.000.000
2.6.2 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel
Data variabel merupakan data kuantitatif yang dihitung menggunakan alat
pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel
bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuatberdasarkan keadaan aktual, diukur
secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut variable.
Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan
persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tingi, diameter, volume
merupakan variabel.
Teknik penentuan kapabilitas proses untuk data variabel adalah sebagai
berikut :
a. Menentukan proses yang ingin diukur.
b. Menentukan nilai batas spesifikasi atas dan batas spesifikasi bawah.
c. Menentukan nilai target yang ingin dicapai.
d. Menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi dari proses.
e. Menghitung nilai DPMO, dengan menggunakan formula sebagai berikut :
DPMO = [ P { Z ≥ ( USL – X-bar ) / S } x 1juta ] +
[ P { Z ≤ ( LSL – X-bar ) / S } x 1juta ]
Dimana , USL : Batas spesifikasi atas
LSL : Batas spesifikasi bawah
X-bar : Nilai rata-rata
S : Standart deviasi
f. Mengkonversikan nilai DPMO kedalam nilai sigma.
g. Menghitung kemampuan proses didalam nilai sigma.
h. Menghitung kapabilitas proses didalam indeks kapabilitas proses, dengan
formula sebagai berikut :
Cpm = (USL – LSL) / {6√X-bar – T)² + S²}
Dimana, Cpm : Indeks kapabilitas proses
T : Nilai spesifikasi target
1) Cpm ≥ 2,00; maka poses dianggap mampu dan kompetitif (perusahaan
berkelas dunia)
2) Cpm antara 1,00-1,99; maka proses dianggap cukup mampu, namun
perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target
perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat
kecil menuju nol (zero defect oriented). Persusahaan yang memiliki
nilai Cpm yang berada diantara 1,00-1,99 memiliki kesempatan
terbaiki dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma.
3) Cpm < 1,00; maka proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif
untuk bersaing dipasar global.
2.7 Pareto
Analisis pareto adalah proses dalam mempersingkat kesempatan untuk
menentukan yang mana dari kesempatan potensial yang banyak harus dikejar
lebih dahulu. Ini juga dikenal sebagai “memisahkan sedikit yang penting dari
banyak yang sepele”.
Analisis pareto harus digunakan pada berbagai tahap dalam suatu program
peningkatan kualitas untuk menentukan langkah mana yang diambil berikutnya.
Analisis pareto digunakan untuk menjawab pertanyaan seperti”departemen apa
yang harus memiliki tim SPC berikutnya?” atau “pada jenis kerusakan apa kita
seharusnya mengkonsentrasikan usaha kita?” (pyzdek, 2002)
Sedangkan menurut (Gaspersz, 2002) pareto adalah grafik batang yang
menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang
ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling
sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta
ditempatkan pada sisi paling kanan.
Pada dasarnya diagram pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi
untuk :
Menentukan frekuensi relative dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat
rangking terhadap masalah-masalah atau penyebab dari masalah itu dalam
bentuk yang signifikan.
Langkah-langkah pembuatannya :
1. Menentukan masalah apa yang akan diteliti.
2. Membuat suatu ringkasan daftar atau table yang mencatat frekuensi kejadian
dari masalah yang telah diteliti dengan lembar periksa.
3. Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari
yang tertinggi ke yang terendah.
4. Menggambar 2buah garis vertikal dan garis horizontal.
5. Membuat histogram pada pareto.
6. Menggambar kurva kumulatif dan mencantumkan nilai kumulatif.
7. Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas penyebab utama
dari masalah yang sedang terjadi.
SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk
menunjukkan aktivitas mayor, atau subproses dalam sebuah proses bisnis,
bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier,
Input, Process, Output, Costumer. Dalam mendefinisikan proses-proses kunci
beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang dievaluasi dapat didekati
dengan model SIPOC (supplier-Inputs- Process- Output-Costumer). Model
SIPOC adalah paling banyak digunakan manajemen dalam peningkatan proses.
Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas,
yaitu: (Gasperz,2002)
Suppliers adalah orang atau kelompok orang yang memberikan informasi
kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses
terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat
dianggap sebgai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).
Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers)
kepada proses.
Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi-dan secara
ideal menambah nilai kepada inputs (proses trnasformasi nilai tambah
kepada inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.
Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri
manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi
(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi
kunci dari proses.
Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang
sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal
customers).
2.9 Diagram Sebab-Akibat
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal,
diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan factor-faktor penyebab
(sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor
penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut diagram tulang ikan
(fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram
ishikawa (ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh prof.
Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943.(gaspersz,2002)
Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan
berikut:
Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan
mendesak untuk diselesaikan.
Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan
gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan
pernyataan masalah itu dalam kotak.
Tuliskan faktor-faktor penyebab utama yang mempengaruhi masalah
kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak.
Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan
melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor;
manusia, mesin, peralatan, material, metode, lingkungan, dll, atau
stratifikasi melalui langkah-langkah actual dalam proses. Faktor-faktor
penyebab atau kategori-kategori dapat dikembangkan melalui
Brainstorming.
Tuliskan penyebab sekunder yang mempengaruhi
penyebab-penyebab utama, serta penyebab-penyebab-penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan
sebagai tulang berukuran sedang.
Tuliskan penyebab tersier yang mempengaruhi
penyebab-penyebab sekunder, serta penyebab-penyebab-penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan
sebagai tulang berukuran kecil.
Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah
faktor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh
nyata terhadap karakteristik kualitas.
Contoh diagram sebab-akibat :
Gamabar 2.1 diagram sebab – akibat untuk defect
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.241, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta Gaspersz, Vincent, 2002).
2.10 Failure Mode and Effect Analyze (FMEA)
FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk
mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan).
Dengan mendasarkan aktifitas pada FMEA, seorang manajer, tim perbaikan, atau
pemilik proses dapat memfokuskan enerji dan sumber daya pada pencegahan,
monitoring, dan rencana-rencana tanggapan yang paling mungkin untuk
memberikan hasil. (pande, 2002)
AKIBAT
Manpower Machines
Methods Materials
Media
Motivation Money
Akar Akar
Akar Akar
Langkah – langkah proses implementasi FMEA adalah sebagai berikut :
Tetapkan dan gambarkan proses yang akan dianalisa (tahapan define dari
DMAIC)
Tetapkan keseriusan nilai (dengan Brainstorming) untuk :
1. Keseriusan (severity) akibat kesalahan terhadap proses lokal, proses
lanjutan dan konsumen
2. Tingkat keseringan terjadinya suatu kesalahan (occurance) karena
penyebab potensial
3. Cara mendeteksi kesalahan akibat penyebab potensial muncul (detection)
(tahapan measure dari DMAIC)
Brainstorming kesalahan dari tiap tahapan proses, potensial causes dan alat
deteksi kesalahan yang ada (tahapan Analyze dari DMAIC)
Masukan kriteria nilai yang sesuai untuk masing – masing akibat atau efek
kesalahan, penyebab potensial dan alat kontrol
Dapatkan RPN (Risk Potensial Number) dengan menganalisa S.O.D
(Severity, Occurance, Detection)
Rumus RPN = Severity x Occurance x Detection
Severity menunjukkan nilai keseriusan masalah yang timbul pada proses
setempat, proses selanjutnya dan end user. Adapun nilai – nilai yang
Tabel 2.4 Severity
Rating Kriteria Deskripsi
1. Negligigible Severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan 2. Mild Severity Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit 3. Mild Severity Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit 4. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat
(masih berada dalam batas toleransi) 5. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat
(masih berada dalam batas toleransi) 6. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat
(masih berada dalam batas toleransi) 7. High Severity Pengaruh buruk yang tinggi
(berada di luar batas toleransi) 8. High Severity Pengaruh buruk yang tinggi
(berada di luar batas toleransi)
9. Potensial Safety Problems Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya
(berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial) 10. Potensial Safety Problems Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya
(berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)
Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi karena
potential cause. Adapun nilai – niali yang menggambarkan occurrence bisa
diinterpretasikan seperti pada tabel 2.5
Tabel 2.5 Occurrence
Rating Tingkat kegagalan Deskripsi
1. 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengekibatkan mode kegagalan
2. 1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi 3. 1 dalam 4.000 Kegagalan akan jarang terjadi 4. 1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi 5. 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi 6. 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi
7. 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8. 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
9. 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
10. 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential
cause. Adapun nilai – nilai yang menggambarkan detection bisa diinterpretasikan
Tabel 2.6 Detection
Rating Degree Deskripsi
1. Very high Secara otomatis proses bisa mendeteksi kesalahan yang terjadi
2. Very high Hampir semua kesalahan bisa dideteksi oleh alat kontrol (visual
pada bentuk barang dan ada doublechecking)
3. High Alat kontrol cukup awal untuk mendeteksi kesalahan (visual
pada bentuk barang)
4. High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan (visual
pada kode barang)
5. Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan (visual pada jumlah
barang)
6. Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan (visual pada
susunan barang)
7. Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah (pengamatan fisik)
8. Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat rendah (perubahan warna)
9. Very low Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan
(feeling berdasar pengalaman masa lalu)
10. Nil Tidak ada yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan Pusatkan perhatian pada RPN yang tertinggi dan lakukan perbaikan pada
potential cause-nya atau alat kontrolnya atau bahkan pada efeknya. (tahapan
improve pada DMAIC)
Tetapkan implementasi action plan (tahapan improve pada DMAIC)
Ukur perubahan RPN yang terjadi (tahapan control pada DMAIC)
Jika RPN-nya (baru) masih lebih besar RPN tertinggi terdahulu, maka kembali
ke tahapan Brainstorming hingga nilai RPN-nya turun.
Tabel 2.7Contoh penggunaan nilai Risk Priority Number (RPN)
S O D RPN Artinya
8 8 1 64 Sering terjadi dan cukup serius akibatnya meskipun ada alat control otomatis untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi
8 1 9 72 Jarang terjadi dan cukup serius akibatnya dan alat control yang ada belum bisa diandalkan untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi
1 8 9 72 Sering terjadi dan akibat yang ditimbulkan tidak serius dan alat control yang ada belum bisa diandalkan untuk
memberitahukan kesalahan proses yang terjadi
2.11 Brainstorming
Brainstorming membantu membangkitkan ide-ide alternative dan persepsi
dalam suatu tim kerja sama (teamwork) yang bersifat terbuka dan bebas (tidak
malu-malu). Brainstorming dapat digunakan berkaitan dengan hal-hal berikut:
(gaspersz,2002)
Menentukan penyebab yang mungkin dari masalah-masalah dalam
proses dan/atau solusi terhadap masalah masalah itu.
Memutuskan masalah apa (atau kesempatan peningkatan apa) yang
perlu diselesaikan.
Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan menyumbangkan
ide-ide kreatif mereka.
Menginginkan untuk menjaring sejumlah besar persepsi alternatif
Kreatifitas merupakan outcome yang diinginkan.
Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim kerja sama itu.
Untuk dapat melaksanakan brainstorming, dapat mengikuti langkah-langkah
berikut :
Menyatakan pertanyaan masalah secara jelas
Semua anggota dari kelompok harus berpikir dan membuat
catatan-catatan.
Setiap ide atau respon yang diberikan oleh anggota kelompok tidak
boleh dikritik atau diberi komentar.
Setiap ide atau respon dari anggota kelompok dicatat tanpa
memberikan komentar.
Setiap anggota kelompok diminta memberikan ide atau respon, tidak
boleh ada satupun anggota kelompok yang tidak memberikan ide
atau respon.
Setiap anggota kelompok menyiapkan suatu rangking dari ide-ide
atau respon yang diterima itu.
Rangking individualvterhadap ide-ide atau respon tersebut kemudian
diperbandingkan.
Memperioritaskan untuk memilih ide-ide terbaik dari berbagai ide
atau respon yang dikemukakan itu.
2.11.1 Kemeja
Bahan baku untuk membuat kemeja, dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
- Bahan baku utama berupa gulungan kain yang berasal dari supplier, yang mana
satu jenis kain terdiri dari beberapa warna dan biasanya dibuat untuk satu model
baju saja.
2. Bahan baku penunjang
- Bahan baku penunjang (aksesoris) meliputi benang jahit, benang obras,
resleting, kain keras dan kancing.
Sedangkan kain yang digunakan kemeja berbahan dasar dari kain katun,
sedangkan bahan untuk membuat kain katun berasal dari kapas dan polyester.
Kapas adalah serat asli yang terbanyak dipakai didunia. Hal ini dapat dipahami
kalau kita meneliti sifat-sifat serat kapas itu. Dari kapas dibuatkan berbagai
macam tenunan yang sangat berbeda satu sama lain, misalnya organdi untuk baju
atau blues, tenunan kuat untuk pakaian kerja sebagai jeans dan drill, dan banyak
lagi yang lain.
Kapas adalah bulu biji dari pohon kapas, suatu tanaman agak tinggi yang
tumbuh di daerah tropika atau sub tropika. Negara yang terbanyak menghasilkan
kapas adalah Amerika Serikat, yaitu lebih dari 59 % dari hasil dunia, selain itu
juga di India, Uni Soviet, RRC, dan Mesir cukup banyak menghasilkan kapas.
Macam kapas Amerika yang baik adalah :
1) Kapas Sea Island, jenis ini bermutu tinggi dengan serat yang panjang (38 – 55
mm) dan berkilau.
2) Kapas Peru, jenis yang baik sekali dengan serat yang panjang rata-rata 28
Sedangkan polyester merupakan daya kenyal serat polyester sangat tinggi,
sehingga dalam keadaan kering maupun basah akan cepat kembali ke bentuk yang
semula., bagaimanapun kusutnya. Karena sifat thermoplastisnya, plisse dan
lipatan kain tidak akan hilang dalam udara lembab, juga tidak kalau dicuci dengan
air panas. Tenunan polyester tahan sinar dan pengaruh udara dan air tidak akan
masuk kedalam seratnya yang licin itu, sehingga tidak akan mempengaruhi bentuk
dan daya kenyalnya.
Diantara serat-serat polyester, Dacron adalah serat buatan Amerika yang
pertama dipergunakan untuk pakaian pria, karena bentuknya tidak berubah
biarpun dalam udara yang lembab. Pencampuran serat polyester dengan serat
alam ini ternyata memperdalam kualitas hasil dalam campuran itu.
2.11.2 Proses Produksi Kemeja
Untuk pembuatan kemeja dimulai dari bahan dasar yaitu kapas, dari kapas
proser pembuatan kain selanjutnya untuk membuat kain kaos disebut proses
pemintalan atau proses spinning. Proses spinning yakni suatu proses mengolah
kapas atau polyeter menjadi benang. Benang-benang tersebut lalu diproses dan
dijadikan kain, lalu dijadikan beberapa bagian baju sepeti bagian kerah, lengan,
saku, kancing dan juga accesoris yang digunakan, lalu dikaitkan menjadi satu
berdasarkan modelnya.
2.12 Penelitian Pendahulu
Sebagai komparasi untuk penelitian yang terkait maka dicantumkan pula
judul, pembahasan, dan kesimpulan dari penelitian pendahulu.
Peningkatan Kualitas Produk Kertas Dengan Menggunakan Pendekatan Six
Sigma Di Pabrik Kertas Y
Pendahuluan
Kualitas merupakan salah satu jaminan yang diberikan dan harus dipenuhi
oleh perusahaan kepada pelanggan, karena kualitas suatu produk merupakan salah
satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih
produk.
Kualitas juga merupakan salah satu indikator penting bagi perusahaan untuk
dapat eksis di tengah ketatnya persaingan dalam dunia industri, oleh karena itu,
diperlukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terus-menerus dari
perusahaan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan.
Kondisi diatas berlaku juga pada PT. Y merupakan salah satu perusahaan yang
menghasilkan berbagai macam kertas dan berusaha untuk melakukan perbaikan
dan peningkatan kualitas, mengingat salah satu tujuannya adalah menghasilkan
produk kertas yang bermutu dengan harga yang kompetitif baik dipasar domestik
maupun international. Kualitas yang baik adalah kualitas yang mendekati
sempurna sesuai yang diinginkan pelanggan (zero defect). Berdasarkan hal
tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengukur dan melakukan perbaikan
kualitas agar dapat mengurangi variabilitas output terhadap spesifikasi ukuran
dengan menggunakan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control)
pada Six Sigma.
Permasalahan yang dihadapi oleh PT. Y adalah terdapat variabilitas output
terhadap spesifikasi ukuran yang telah ditentukanbsehingga diperlukan upaya
peningkatan kualitas untuk mengurangi variabilitas output tersebut.
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:
1. Dari data historis pada awal penelitian, pada tahap Measure diperoleh
bahwa terdapat nilai kapabilitas proses untuk masing-masing parameter
yaitu:
a. Brightness: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,53 dan nilai sigmanya
sebesar 3,15 yang memiliki DPMO sebesar 50.447.
b. L*: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,47 dan nilai sigmanya sebesar
2,95 yang DPMO sebesar 73.489.
c. a*: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,26 dan nilai sigmanya sebesar
2,30 dan memiliki DPMO sebesar 211.873.
d. b*: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,28 dan nilai sigmanya sebesar
2,36 dan memiliki DPMO sebesar 194.358.
2. Dari hasil perolehan nilai kapabilitas proses, nilai sigma dan DPMO pada
keempat parameter tersebut, bisa dikatakan bahwa proses produksi kertas
tersebut belum mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan.
3. Berdasarkan pada analisa FMEA, penyebab yang paling berpengaruh
terhadap penyimpangan warna adalah dari faktor manusia. Selanjutnya dari
4. Prioritas yang utama dalam melakukan tindakan perbaikan berdasarkan
pada FMEA adalah memberikan peringatan kepada operator agar tidak
melakukan kesalahan dalam pengontrolan.
5. Konfirmasi hasil perhitungan nilai sigma dan kapabilitas proses setelah
perbaikan adalah sebagai berikut:
a. Brightness: nilai sigma meningkat menjadi 3,50 dengan DPMO sebesar
22.750 dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,68.
b. L*: nilai sigma meningkat menjadi 3,10 dengan DPMO sebesar 54.799
dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,60.
c. a*: nilai sigma meningkat menjadi 2,70 dengan DPMO sebesar 115.070
dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,33.
d. b*: nilai sigma meningkat menjadi 2,50 dengan DPMO sebesar 158.655
dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,31.
E.V. Yuliana Wibisono, tahun 2007 dengan judul :
Usaha Penurunan Persentase Cacat Ring Piston Tipe 4ja1 Pada Proses
Habanakashi Mesin Besly
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengukur kinerja proses produksi dari segi tingkat DPM dan level sigma
PT. Baninusa Indonesia saat ini.
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas proses
produksi ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.
3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas proses
4. Menentukan tindakan perbaikan apa yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki kualitas ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.
5. Mengetahui hasil penerapan tindakan perbaikan terhadap kinerja produksi
ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring dari segi tingkat DPM dan level sigma
di PT. Baninusa Indonesia.
Kesimpulan
Proses produksi di PT. Baninusa Indonesia dibagi 2, yaitu proses produksi
pengecoran dan proses produksi pemesinan. Pada proses produksi
pemesinan, terdapat 7 stasiun pemeriksaan kualitas, sehingga DPM dan
tingkat sigma untuk setiap proses tidak sama. Berdasarkan perhitungan
DPM dan analisis diagram pareto, maka tindakan perbaikan yang harus
diprioritaskan untuk dilakukan adalah perbaikan pada proses habanakashi.
Penerapan parameter proses terbaik berdasarkan hasil dari perancangan
eksperimen pada proses habanakashi di mesin besly, mampu mengurangi
variansi proses secara signifikan dan mampu mengurangi rata-rata
persentase cacat pada proses habanakashi secara signifikan yaitu sebesar
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di CV. Fariz Colletion yang beralamatkan di Jalan A. Yani RT.02 RW.03 Jiken Tulangan Sidoarjo. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2011 s/d data yang dibutuhkan terpenuhi.
3.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
Identifikasi variabel berada di tahap Define, tahap ini merupakan awal dari siklus DMAIC pada pola berpikir Six Sigma. Dimana variabel yang ditentukan adalah sebagai berikut:
3.2.1. Identifikasi Variabel a. Variabel Bebas
Variabel yang mempengaruhi variabel lain dalam penelitian (variabel terikat). Dalam penelitian ini variabel yang dimaksud antara lain:
Jahitan tidak rapi
Terdapat noda pada kain
Jumlah kancing kurang
Penempatan ukuran baju yang salah
Terdapat bekas jahitan pada kain
b. Variabel Terikat
Nilai DPMO dan level Sigma
3.2.2. Definisi Variabel a. Variabel Bebas
Jahitan tidak rapi :
Terdapatnya jahitan yang miring dan benang-benang yang mencuat.
Terdapat noda pada kain :
Terdapatnya bercak-bercak noda oli pada kain.
Jumlah kancing kurang :
Kurangnya kancing pada baju, karena kancing yang mudah putus.
Penempatan ukuran baju yang salah :
Terdapatnya kekeliruan pada ukuran pada baju, seperti baju yang ukurannya medium (M) tetapi di tempatkan label baju untuk ukuran large (L) yang seharusnya di tempatkan label baju untuk ukuran medium (M).
Terdapat bekas jahitan pada kain :
Terdapatnya bintik-bintik lubang bekas jahitan pada kain. b. Variabel Terikat
Nilai DPMO :
Ukuran kegagalan dalam program peningkatan six sigma yang menunjukkan kegagalan persatuan juta kesempatan.
Level Sigma :
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk bahan penelitian ialah menggunakan data sekunder yaitu :
Data yang diperoleh dari data bagian produksi yang sudah berbentuk arsip di CV.Farris Colletion. Yaitu data hasil produksi, data kecacatan produk.
Teknik-teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dilapangan adalah : 1. Observasi
Pengumpulan data yang dilakukan secara pengamatan langsung di lapangan. 2. Interview
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan tanya jawab pada karyawan bagian produksi, data yang terkumpul kemudian diolah berdasarkan teori-teori yang mempunyai maksud dan tujuan seperti yang telah ditetapkan.
3.4. Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data yang dilakukan adalah berdasarkan siklus DMAIC (define, measure, analyze, improve, control)yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Define
Menentukan obyek penelitian dan membuat Diagram SIPOC (supplier,
input, process, output, customer).
2. Measure
Menentukan CTQ