• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KUALITAS PRODUK KONVEKSI DENGAN METODE SIX SIGMA DI CV. FARIS COLLETION - SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KUALITAS PRODUK KONVEKSI DENGAN METODE SIX SIGMA DI CV. FARIS COLLETION - SIDOARJO."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh :

AKHMAD AFANDI

0732010154

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

Assalamualaikum WR. WB.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangNYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kualitas Produk Konveksi Dengan Metode Six Sigma Di CV. Farris Colletion - Sidoarjo”. Tak ada kata yang pantas untuk diucapkan selain rasa syukur atas nikmat yang diberikan olehNYA.

Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(3)

8. Bapak Edi Nurcahyo, selaku pembimbing pabrik yang telah membantu memberikan banyak informasi tentang skripsi saya.

9. Seluruh Pimpinan, Karyawan dan Staff di CV. Farris Colletion yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi saya.

10.Kepada keluarga, yang telah memberikan motivasi dan tenaga dalam proses penyusunan sehingga terselesaikan skripsi ini.

11.Seluruh Sahabat dan Teman yang memberi support dalam suka maupun duka Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga hasil pemikiran yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya dan CV. Farris Colletion pada khususnya.

Wassalamualaikum WR. WB.

Surabaya, November 2011

(4)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3.Batasan Masalah ... 4

1.4.Tujuan Penelitian ... 4

1.5.Asumsi ... 4

1.6.Manfaat Penelitian ... 5

1.7.Sistematika Penulisan ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Kualitas ... 7

2.2 Six Sigma ... 10

2.3 Dmaic ... 12

2.3.1 Define ... 13

2.3.2 Measure ... 14

(5)

2.4 CTQ (Critical To Quality ... 19

2.5 DPMO (Defect per million opportunities ) ... 20

2.6 Kapabilitas Proses (Proccess Capability ... 21

2.6.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk data Atribut ... 23

2.6.2 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel ... 24

2.7 Pareto ... 26

2.8 Diagram SIPOC …………...………..….…. 27

2.9 Diagram Sebab Akibat ..…...………..….…. 29

2.10 Failure Mode And Effect Analyze(FMEA)…………...……….…… 32

2.11 Brainstroming ……….………..……… 36

2.12 Penelitian Pendahulu ……….……… 39

BAB III. METODELOGI PENELITIAN 3.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... 45

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 45

3.4 Metode Pengolahan Data ... 45

(6)

4.1.1 Identifikasi Obyek penelitian ……... 50

4.2 Measure ... 52

4.2.1 Menentukan CTQ ... 53

4.2.2 Pengukuran Baseline Kinerja... 60

4.3 Analyze ... 74

4.3.1 Analisis Kapabilitas Proses ………... 75

4.3.2 Analisa Cacat Terbesar ………...………...………… 76

4.4 Improve ………... 82

4.5 Control ………. 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 86

5.2 Saran ...87 DAFTAR PUSTAKA

(7)

Tabel Judul Hal

Tabel 2.1 : Tabel konversi Sigma Motorola ………... 22

Tabel 2.2 : Tabel Severity ... 33

Tabel 2.3 :Tabel Occurrance ………... 33

Tabel 2.4 : Tabel Detection ... 34

Tabel 2.5 : Contoh Pneggunaan Nilai Risk Priority Number (RPN) …... 35

Tabel 4.1 : Data pemeriksaan bulan Januari - Juni 2011 ……... 50

Tabel 4.2 : Data Defect CTQ ... 51

Tabel 4.3 : Data presentase Defect bulan Januari 2011 ... 53

Tabel 4.4 : Data presentase Defect bulan Februari 2011 ... 54

Tabel 4.5 : Data presentase Defect bulan Maret 2011 ... 55

Tabel 4.6 : Data presentase Defect bulan April 2011 ... 56

Tabel 4.7 : Data presentase Defect bulan Mei 2011 ... 57

Tabel 4.8 : Data presentase Defect bulan Juni 2011 ... 58

Tabel 4.9 : Data presentase Defect bulan Januari - Juni 2011 ... 59

Tabel 4.10 : Kapabilitas Proses bulan Januari 2011 ... 62

Tabel 4.11 : Kapabilitas Proses bulan Februari 2011 ... 64

Tabel 4.12 : Kapabilitas Proses bulan Maret 2011 ... 66

Tabel 4.13 : Kapabilitas Proses bulan April 2011 ... 68

(8)

Tabel 4.17 : Rekapan Nilai Kapabilitas ………... 75

(9)

Gambar Judul Hal

Gambar 2.1 : Contoh Diagram Sebab Akibat ... 31

Gambar 3.1 : Flowchart pemecahan masalah ... 47

Gambar 4.1 : Diagram SIPOC produk konveksi ... 52

Gambar 4.2 : Diagram Pareto bulan Januari ... 54

Gambar 4.3 : Diagram Pareto bulan Februari ... 55

Gambar 4.4 : Diagram Pareto bulan Maret ………... 56

Gambar 4.5 : Diagram Pareto bulan April ... 57

Gambar 4.6 : Diagram Pareto bulan Mei ... 58

Gambar 4.7 : Diagram Pareto bulan Juni ... 59

Gambar 4.8 : Diagram Pareto bulan Januari - Juni ... 60

Gambar 4.9 : Diagram sebab-akibat untuk defect jahitan tidak rapi ... 76

Gambar 4.10 : Diagram sebab-akibat untuk defect terdapatnya noda ... 78

Gambar 4.11 : Diagram sebab-akibat untuk defect kancing kurang ... 79

Gambar 4.12 : Diagram sebab-akibat untuk defect terdapatnya bekas jahitan …... 80

(10)

 

Persaingan kualitas produk di dunia industri semakin meningkat. Perusahaan-perusahaan manufaktur pun berlomba-lomba untuk membuat produk yang dapat diterima dipasaran dengan baik. Kualitas merupakan rangkaian keseluruhan karakterstik dan keistimewaan dari suatu produk atau jasa dalam memuaskan sebagian atau keseluruhan kebutuhan dari konsumen. Konsumen sebagai pemakai produk semakin kritis dalam memilih atau memakai produk oleh karena itu keadaan ini mengakibatkan peranan kualitas semakin penting.

CV. Faris Colletion sebagai salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yang memproduksi konveksi menginginkan produk mereka dapat lebih menguasai pasar dengan meminimalkan defect yang terdapat pada produk mereka. Metode yang digunakan untuk menganalisis kualitas produk baut mereka adalah siklus perbaikan terus-menerus DMAIC. Dengan metode ini nantinya akan diperoleh tingkat DPMO dan level sigma dari kualitas produk yang mereka buat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui baseline kinerja dari segi tingkat DPMO dan level sigma, faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas dan menentukan tindakan perbaikan untuk memperbaiki kualitas produk konveksi.

Hasil penelitian menunjukkan kinerja proses pembuatan produk konveksi mempunyai tingkat DPMO sebesar 7.764 dan level sigma sebesar 3,92. Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil tersebut adalah karena mesin, operator, material, lingkungan kerja, dan metode untuk memperbaikinya harus dilakukan pembenahan pada faktor – faktor tersebut.

(11)

Competition quality products in the industrialized world is increasing. Manufacturing firms were competing to create an acceptable product in the market very well. Quality is a whole series of characteristics and features of a product or service in whole or in part to satisfy the needs of consumers. Consumers as users become more critical in selecting products or use the product and therefore the state has resulted in increasingly important role of quality.

CV. Faris Colletion as one of the manufacturing companies in Indonesia that produce convection want products they can better control the market by minimizing defects contained in their products. The method used to analyze the quality of their products are bolt cycle of continuous improvement DMAIC. By this method will be obtained and the level DPMO sigma levels of quality products they make. The purpose of this study was to determine baseline performance levels in terms of DPMO and sigma level, the factors that affect the quality and determine corrective actions to improve product quality convection.

The results showed the performance of the product manufacturing process convection have this level of 7764 DPMO and sigma level of 3.92. Factors - factors affecting these results is due to the machine, operators, materials, work environment, and methods to improve it should be revamping the factors - these factors.

(12)

1.1 Latar Belakang

Adanya persaingan antar produk yang semakin ketat dewasa ini menuntut setiap perusahaan memberikan yang terbaik bagi konsumennya. Kualitas merupakan salah satu jaminan yang harus diberikan dan dipenuhi oleh perusahaan kepada pelanggan. Termasuk pada kualitas produk. Karena kualitas suatu produk merupakan salah satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih produk. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terus – menerus dari perusahaan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan.

CV. Fariz Colletion merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur. Produknya adalah barang-barang konveksi dimana produk ini berbahan dasar dari kain yang berkualitas. Saat ini kualitas produk baju CV. Fariz Colletion belum maksimal, sehingga dengan implementasi metode SIX SIGMA ini nantinya diharapkan pencapaian tingkat kualitas yang memenuhi standar yang diinginkan, serta meminimalkan jumlah defect yang terjadi pada proses produksi sehingga akan menghemat biaya, waktu dan tenaga dan menjadikan kepuasan tersendiri bagi pelanggan. hal ini ditunjukkan oleh banyaknya jumlah produk

defect yang cukup besar, yaitu sekitar 3 % defect dari setiap hasil produksi Pada

(13)

pejahitan. Hal ini disababkan oleh beberapa factor diantaranya adalah kurang ketelitian operator, tidak adanya inspeksi yang ketat terhadap bahan baku produksi, perawatan mesin yang kurang maksimal dan lain sebagainya.

Untuk itu Six sigma paling tepat didefinisikan sebagai metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktifitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan asset yang lebih tinggi, serta mendapatkan imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan. Metode ini disusun berdasarkan sebuah metodologi penyelesaian yang sederhana – SIX

SIGMA, yang memiliki langkah – langkah, define (merumuskan), measure

(mengukur), analyze (menganalisa), improve (meningkatkan/memperbaiki), dan

control (mengendalikan) yang menggabungkan bermacam-macam perangkat

statistic serta pendekatan perbaikan proses lainnya.

Penelitian pendahulu tentang metode Six Sigma yang dilakukan oleh E.V. Yuliana Wibisono, tahun 2007 dengan judul :

Usaha Penurunan Persentase Cacat Ring Piston Tipe 4ja1 Pada Proses Habanakashi Mesin Besly

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengukur kinerja proses produksi dari segi tingkat DPM dan level sigma PT. Baninusa Indonesia saat ini.

(14)

3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas proses produksi ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.

4. Menentukan tindakan perbaikan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.

5. Mengetahui hasil penerapan tindakan perbaikan terhadap kinerja produksi ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring dari segi tingkat DPM dan level sigma di PT. Baninusa Indonesia.

Kesimpulan

Proses produksi di PT. Baninusa Indonesia dibagi 2, yaitu proses produksi pengecoran dan proses produksi pemesinan. Pada proses produksi pemesinan, terdapat 7 stasiun pemeriksaan kualitas, sehingga DPM dan tingkat sigma untuk setiap proses tidak sama. Berdasarkan perhitungan DPM dan analisis diagram pareto, maka tindakan perbaikan yang harus diprioritaskan untuk dilakukan adalah perbaikan pada proses habanakashi.

Penerapan parameter proses terbaik berdasarkan hasil dari perancangan eksperimen pada proses habanakashi di mesin besly, mampu mengurangi variansi proses secara signifikan dan mampu mengurangi rata-rata persentase cacat pada proses habanakashi secara signifikan yaitu sebesar 2.682%.

Dengan demikian diharapkan penelitian menggunakan metode SIX SIGMA ini mampu meningkatkan kualitas produk dan menekan jumlah cacat produk seminimal mungkin.

1.2 Perumusan Masalah

(15)

“ Berapa tingkat kecacatan produk baju dengan Metode SIX SIGMA di

CV. Fariz Colletion? ”

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan hanya pada produk Kemeja 2. Pengambilan data dilakukan pada bulan maret 2011

3. Pendekatan SIX SIGMA yang digunakan dalam penelitian ini adalah DMAIC 4. Tahap Improve hanya sebatas usulan pada pihak perusahaan

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Mengukur tingkat DPMO dan level sigma CV. Fariz Colletion saat ini.

2 Menentukan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas produksi konveksi CV. Fariz Colletion Sidoarjo.

1.5 Asumsi

Adapun asumsi-asumsi dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tidak ada perubahan kebijakan manajemen selama penelitian berlangsung. 2. Proses produksi berjalan stabil dan tidak ada perubahan yang berarti.

(16)

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian tugas akhir ini adalah : 1. Manfaat Bagi Perusahaan :

- Dengan adanya penerapan metode SIX SIGMA, pihak perusahaan dapat memperbaiki kualitas produknya.

- Dapat mengetahui prioritas tindakan perbaikan dan melakukan perbaikan yang terbaik secara kontinyu.

2. Bagi Peneliti :

- Dapat memenuhi persyaratan kelulusan program pendidikan S1 di UPN ‘Veteran’ Jatim

- Dapat mengetahui proses produksi pembuatan baut

- Menambah pengetahuan mengenai analisis kualitas produk dengan pendekatan

SIX SIGMA

3. Manfaat bagi Universitas

 Menambah referensi perpustakaan.

 Diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang mengadakan penelitian

dengan permasalahan yang serupa dan untuk penelitian lebih lanjut dimasa yang akan datang.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: BAB I PENDAHULUAN

(17)

penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang landasan teori-teori yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian sebagai penunjang untuk mengolah dan menganalisa data-data yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung yaitu teori tentang SIX SIGMA.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang langkah-langkah dalam melakukan penelitian, mulai dari lokasi pencarian data, metode pengambilan data, identifikasi variabel, dan metode pengolahan data, yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian selama pelaksanaan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi tentang data-data yang telah terkumpul, kemudian diolah dengan menggunakan metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini merupakan penutup tulisan yang berisi kesimpulan dan saran mengenai analisa yang telah dilakukan sehingga dapat memberikan suatu rekomendasi sebagai masukan ataupun perbaikan bagi pihak perusahaan.

(18)

2.1. Pengendalian Kualitas

Ada dua segi umum tentang kualitas yaitu kualitas rancangan dan kualitas

kecocokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas.

Kualitas rancangan adalah istilah teknik terkait dengan perbedaan dalam variasi

tingkat kualitas yang memang disengaja meliputi jenis bahan,daya tahan,

keandalan, misalnya semua mobil mempunyai tujuan dasar memberikan angkutan

yang aman bagi konsumen, tetapi mobil–mobil berbeda dalam ukuran, penentuan,

rupa, dan penampilan.Perbedaan–perbedaan ini adalah hasil perbedaan rancangan

yang disengaja antara jenis–jenis mobil itu, jenis bahan yang digunakan dalam

pembuatan, daya tahan dalam proses pembuatan, keandalan yang diperoleh

melalui pengembangan teknik mesin dan bagian–bagian penggerak, dan

perlengkapan atau alat-alat yang lain. (Montgomery, 1998).

Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk yang sesuai dengan

spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan. Kualitas

kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses

pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas

(pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan) yang digunakan, seberapa jauh

prosedur jaminan kualitas ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai

(19)

Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari

pemeriksaan atau pengujian analisis dan tindakan-tindakan yang harus diambil

dengan memanfaatkan kombinasi seluruh peralatan dan teknik-teknik, guna

mengendalikan kualitas produk dengan ongkos minimal (Montgomery, 1998).

Dalam istilah “Kendali Kualitas”, mengandung pengertian bahwa “Kualitas”

bukan berarti terbaik di dunia industri kata itu berarti “terbaik dalam memuaskan

kebutuhan pelanggan tertentu” (Montgomery, 1998).

Montgomery mengemukakan 2 hal penting dari kebutuhan konsumen

yaitu fungsi dan harga produk, dua syarat ini tercemin dalam beberapa

kondisi-kondisi produk, diantaranya :

1. Kondisi Spesifikasi dimensi dan karakteristik

2. Umur produk dan keandalan

3. Standar yang relevan

4. Biaya rekayasa, pembuatan dan mutu

5. Pembuatan (persyaratan produksi)

6. Fungsi, pemeliharaan dan pemasangan di lapangan

7. Biaya-biaya operasi dan pemakaian konsumen

Berdasarkan hal diatas jelaslah kualitas tidak hanya berkaitan dengan mutu

teknis produk, tetapi juga nilai ekonomisnya, sehingga kualitas menjadi faktor

dasar keputusan konsumen dalam produk dan jasa

Tujuan pelaksanaan pengendalian kualitas adalah :

1. Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara effesien

(20)

3. Peningkatan moral karyawan

4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja

Dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan diatas akan terjadi

peningkatan produktivitas dan probabilitas usaha. Secara khusus dapat pula

diungkapkan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah :

1. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan

2. Penurunan ongkos kualitas secara keseluruhan (Lindsay, 2007)

Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya terdiri dari 4 langkah yaitu :

1. Menetapkan standar, yaitu standar kualitas biaya, standar kualitas prestasi

kerja, standar kualitas keamanan dan standar kualitas keandalan yang

diperlukan untuk suatu produk

2. Menilai kesesuaian antara produk yang dibuat dengan standar

3. Mengambil tindakan bila diperlukan, yaitu mencari penyebab timbulnya

masalah dan mencari pemecahan masalah

4. Perencanaan peningkatan, berupa pengembangan usaha-usaha yang

continue untuk memperbaiki standar-standar biaya, prestasi keamanan dan

keandalan.

Kegiatan pengendalian kualitas yang menunjang tercapainya standar

kualitas tertentu tersebut, melibatkan unsur–unsur manusia, mesin,

peralatan, spesifikasi dan metode pengujian.

Dengan adanya pengendalian diharapkan penyimpangan-penyimpangan

yang muncul dapat dikurangi dan proses dapat diarahkan pada tujuan yang

(21)

dilaksanakan sebelum maupun pada saat pekerjaan pembuatan dilakukan

(Purnama, 2006).

2.2 Six Sigma

Six Sigma, pertama kali dikembangkan oleh Bill Smith, Vice President

Motorola Inc.. (Harry, Mikel J., 1988). Six Sigma, yang dikenal luas sebagai

teknik yang memungkinkan suatu perusahaan mencapai kesempurnaan dalam

mutu produk yang dihasilkan, pertama kali dikembangkan sebagai desain praktis

untuk peningkatan proses manufaktur dan mengeliminasi kerusakan (defect),

namun akhirnya diaplikasikan secara luas dalam berbagai tipe perusahaan. Dalam

Six Sigma, defect diartikan sebagai segala keluaran dari proses yang tidak

memenuhi spesifikasi pelanggan atau segala hal yang dapat mengakibatkan

keluaran (produk) yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.

Doktrin utama dari Six Sigma, adalah :

 Usaha yang terus-menerus untuk mencapai hasil proses yang secara stabil

dan terprediksi (yaitu pengurangan variasi dalam proses) merupakan hal

terpenting dalam kesuksesan bisnis

 Manufaktur (proses produksi) dan proses bisnis harus memiliki

karakteristik yang dapat diukur, dianalisis, ditingkatkan dan dikontrol

 Pencapaian peningkatan kualitas yang berkelanjutan membutuhkan

komitmen dari seluruh organisasi, utamanya dari Top Manajemen.

Dalam Six Sigma dikenal istilah DPMO (Defect Per Million Opportunities),

yaitu besarnya kemungkinan terjadinya kerusakan (defect) dalam setiap sejuta

(22)

mencapai level 3,4 DPMO maka dalam setiap 1 juta proses/produk kemungkinan

terjadi 3,4 proses/produk yang cacat. Sehingga jika dibuat rejection rate-nya

sebesar 0,00034% (bandingkan dengan rejection rate industri farmasi rata-rata 5 –

10%). Motorola Inc., mengklaim bahwa dengan melaksakan jurus ini, mereka bisa

menghemat lebih dari US$ 17 juta (About Motorola University.

http://motorola.com/content).

Six Sigma , terbagi menjadi 2 metode, yaitu DMAIC dan DMADV. DMAIC

digunakan untuk proyek-proyek yang ditujukan untuk peningkatan pada

perusahaan yang telah exist, dan DMADV digunakan untuk produk baru atau

proses desain.

DMAIC merupakan singkatan dari :

Define, yaitu penetapan masalah yang juga bisa merupakan keluhan dari

pelanggan, tujuan dari suatu proyek, atau spesifikasi yang diinginkan

Measure, yaitu pengukuran aspek-aspek kunci dari proses yang ada saat

ini dan proses pengumpulan data-data yang relevan

Analysis, yaitu melakukan analisa terhadap data-data yang telah

dikumpulkan untuk dilakukan penyelidikan dan memverifikasi hubungan

sebab-akibat (akar permasalahan).

Improve, yaitu perbaikan atau optimalisasi dari proses yang ada saat ini

berdasarkan analisis data menggunakan teknik-teknik misalnya design

experiment, poka yoke atau pembuktian kesalahan yang selanjutnya

(23)

Control, yaitu pengendalian atau pemantauan terhadap proses atau standar

baru yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa setiap penyimpangan

harus telah dikoreksi sebelum terjadi defect (kerusakan).

Sedangkan DMADV (juga dikenal dengan nama DFSS – Define For Six

Sigma) adalah singkatan dari:

Define, yaitu pemastian bahwa hasil akhir dari desain akan konsisten

dengan keinginan/kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan

Measure, yaitu ukur dan identifikasi hal-hal kritis yang berpengaruh

terhadap kualitas, kapabilitas produk, kapabilitas proses produksi dan

resiko

Analysis, yaitu Analisis untuk pengembangan dan desain alternatif,

ciptakan desain dengan level yang tinggi dan evaluasi kapabilitas desain

untuk mendapatkan desain yang terbaik

Design, yaitu detail dari desain, optimasi dan rencanakan verifikasi dari

desain.

Verify, yaitu pemastian desain, set-up, implementasi dari proses produksi

dan sampaikan rancangan tersebut kepada pemilik proses.( Pande, 02)

2.3 DMAIC (Define, measure, analyze, improve, control)

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus–menerus menuju target

Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan

dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah–langkah proses yang tidak

produktif, sering berfokus pada pengukuran–pengukuran baru, dan menetapkan

(24)

2.3.1. Define

Define merupakan langkah operasional pertama dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk

dilakukan adalah identifikasi produk dan/atau proses yang akan diperbaiki. Kita

harus menetapkan prioritas utama tentang masalah-masalah dan/atau kesempatan

peningkatan kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek

terbaik adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan

kebutuhan, kapabilitas dan tujuan organisasi. Langkah kedua yaitu pernyataan

tujuan proyek harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma yang terpilih.

Pernyataan tujuan yang benar adalah apabila mengikuti prinsip SMART sebagai

berikut :

Specific Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat

spesifik yang dinyatakan dengan tegas. Tim peningkatan

kualitas Six Sigma harus menghindari pernyataan-pernyataan

tujuan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Pernyataan tujuan

seyogianya menggunakan kata kerja, seperti : menaikkan,

menurunkan, menghilangkan, dll.

Measurable Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat

diukur menggunakan indikator pengukuran yang tepat guna

mengevaluasi keberhasilan, peninjauan-ulang, dan tindakan

perbaikan diwaktu mendatang. Pengukuran harus mampu

memunculkan fakta-fakta yang di-nyatakan secara kuantitatif

(25)

Achievable Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat

dicapai melalui usaha-usaha yang menantang

(challenging effort).

Result-oriented Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus

pada hasil-hasil berupa pencapaian target-target kualitas yang

ditetapkan, yang ditunjukkan melalui penurunan DPMO (defect

per million opportunities), peningkatan kapabilitas proses

(cpm;cpmk), dll.

Time-bound Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus

menetapkan batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai

secara tepat waktu. (Pande,2002)

2.3.2 Measure

Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam

tahap Measure, yaitu :

1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang

berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.

2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat

dilakukan pada tingkat proses, output dan outcome.

Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu kita harus

membedakan apakah data yang diukur itu merupakan data variabel

atau data atribut. Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur

(26)

analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel

karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu

lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen,

dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume.

Data atribut merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan

daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis.

Data atribut bersifat diskrit. Contoh data atribut karakteristik kualitas

adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses

administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada

produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan

lain-lain.

3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses,

output, dan outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja

(performance baseline) pada awal proyek Six Sigma. Baseline kinerja

dalam proyek Six Sigma biasanya diterapkan menggunakan satuan

pengukuran DPMO dan tingkat kapabilitas sigma (sigma level). Sesuai

dengan konsep pengukuran yang biasanya diterapkan pada tingkat

proses, output dan outcome, maka baseline kinerja juga dapat

ditetapkan pada tingkat proses, output dan outcome. Pengukuran

biasanya dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output dari

(27)

2.3.3 Analyze

Tahap ini merupakan langkah operasional ketiga dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah

beberapa hal sebagai berikut :

1. Menentukan kapabilitas/kemampuan dari proses.

Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang

menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi

produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan

ekspektasi pelanggan.

Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma

ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan

produk menuju tingkat kegagalan nol. Kemampuan proses didefinisikan

sebagai “ukuran statistik dari variansi yang inheren pada suatu peristiwa

tertentu dalam proses yang stabil.”

Cpm =

2 2

6 x T s

LSL USL

 

Dimana : Cpm = indeks kapabilitas proses (Process Capability Indeks)

USL = batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit)

LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit)

T = target

s = standart deviasi

x = arithmetic mean

Kriteria penilaian indeks kapabilitas proses sebagai berikut :

(28)

Cpm = 1,00 – 1,99 : maka proses dianggap mampu namun perlu upaya

upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju

target perusahaan berkelas dunia.

Cpm < 1,00 : maka proses dianggap tidak mampu (not capable)

Semakin tinggi Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin

mendekati nilai spesifikasi target kualitas yang diinginkan pelanggan.

Menurut (Gasperz, 2002) bahwa analisis kapabilitas proses Cpm dan

Cpk tidak dapat diterapkan pada data atribut karena data tersebut

mengikuti pola distribusi binomium. Data atribut sering berbentuk kategori

atau klasifikasi seperti : baik/buruk, sukses/gagal.

2. Mengidentifikasi sumber–sumber dan akar penyebab kecacatan atau

kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan,

dapat menggunakan Fishbone diagram (cause and effect diagram). Dengan

analisa cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah

masalah, atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang

diinginkan dan membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.

Setelah akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan, dimasukkan ke

dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan

sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :

1) Manpower ( tenaga kerja ).

2) Machines ( mesin-mesin ).

3) Methods ( metode kerja ).

4) Material ( bahan baku dan bahan penolong ).

(29)

6) Motivation ( motivasi ).

7) Money ( keuangan ).

( Pzydek, 2002 )

2.3.4 Improve

Tahap Improve merupakan langkah operasional keempat dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah ini dilakukan setelah sumber–sumber

dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan

suatu rencana tindakan (action Plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas

Six Sigma. Tool yang digunakan untuk tahap improve ini adalah FMEA (Failure

Mode and Effect Analysis).

Pada tahap ini tim peningkatan kualitas Six Sigma harus memutuskan apa

yang harus dicapai serta alasan kegunaan rencana tindakan itu harus dilakukan,

dimana rencana tindakan itu akan dilakukan, bilamana rencana tindakan itu akan

dilakukan, siapa yang akan menjadi penanggung jawab dari rencana tindakan itu,

bagaimana melaksanakan, dan berapa besar biaya untuk melaksanakan serta

manfaat positif yang diterima dari implementasi rencana tindakan itu.(Gasper,

2002)

2.3.5 Control

Tahap ini merupakan langkah operasional kelima dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil–hasil peningkatan kualitas di

(30)

peningkatan proses standardisasikan dan disebarluaskan, prosedur–prosedur

didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standard, serta kepemilikan atau

tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung

jawab, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.

Tujuan dari standardisasi adalah menstandardisasikan sistem kualitas

Six Sigma yang telah terbukti menjadi terbaik dalam bisnis kelas dunia.

Hasil–hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus

distandardisasikan, dan selanjutnya dilakukan peningkatan terus–menerus pada

jenis masalah yang lain melalui proyek–proyek Six Sigma yang lain mengikuti

konsep DMAIC. (Gaspersz, 2002).

2.4 CTQ (critical to quality)

CTQ merupakan karakteristik kualitas yang mempengaruhi kepuasan

pelanggan terhadap suatu produk. CTQ dapat diklasifikasi kedalam tiga kategori,

seperti yang disarankan oleh professor dari jepang, Noriaki Kano:

1. Penyebab ketidak puasan : sesuatu yang diharapkan didalam suatu produk atau

jasa. Pada sebuah mobil, radio, pemanas, dan fitur-fitur keselamatan yang

penting merupakan beberapa contoh yang tidak diminta langsung oleh

pelanggan tetapi diharapkan ada di dalam ptoduk tersebut. Jika fitur-fitur ini

tidak ada, maka pelanggan akan merasa tidak puas.

2. Penyebab kepuasan : sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan. Banyak

pembeli mobil menginginkan atap mobil, jendela otomatis, atau rem antikunci.

Meskipun kebutuhan-kebutuhan ini tidak diminta oleh pelanggan. Memenuhi

(31)

3. Pembuat senang : fitur baru atau otomatis yang tidak diharapkan pelanggan.

Adanya fitur yang tidak diharapkan, seperti tombol prkiraan cuaca di radio

atau kontrol audio khusus di kursi belakang yang terpisah yang member

kesempatan pada anak-anak untuk mendengarkan music yang berbeda dari

orang tua mereka, menghasilkan persepsi kualitas yang lebih tinggi. (Pzydek,

2002).

2.5 DPMO (Defects per million opportunities)

Defect adalah kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh

pelanggan. Sedangkan Defects per Opportunity (DPO) merupakan ukuran

kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang

menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan per satu kesempatan. Dihitung

menggunakan formula DPO = banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan

dibagi dengan (banyaknya unit yang diperiksa dikalikan banyaknya CTQ

potensial yang menyebabkan cacat atau kegagalan itu). Besaran DPO ini, apabila

dikalikan dengan konstanta 1.000.000, akan menjadi ukuran Defect Per Million

Opportunities (DPMO).

Defects Per Million Opportunities (DPMO) merupakan ukuran kegagalan

dalam program peningkatan Six Sigma , yang menunjukkan kegagalan per satu

juta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma Motorola, sebesar

3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat

dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu

unit produk tunggal terdapat rata–rata kesempatan untuk gagal dari suatu

(32)

Saat ini pihak Motorola telah membuat gambaran kapabilitas sebuah proses dalam

perbandingan antara sigma dan DPMO yang ditunjukkan di tabel 2.1

Tabel 2.1 Tabel konversi Sigma Motorola

Presentase yang

memenuhi spesifikasi DPMO Sigma

30,9 % 69,2 % 93,3 % 99,4 % 99,98 % 99,9997 % 690.000 308.000 66.800 6.210 320 3,4 1 2 3 4 5 6

(Gasperz, V., 2002)

Keterangan :

- Pada nilai DPMO sebesar 690.000 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 1 sigma dengan prosentase sebesar 30,9 %

- Pada nilai DPMO sebesar 308.000 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 2 sigma dengan prosentase sebesar 69,2 %

- Pada nilai DPMO sebesar 66.800 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 3 sigma dengan prosentase sebesar 93,3 %

- Pada nilai DPMO sebesar 6.210 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 4 sigma dengan prosentase sebesar 99,4 %

- Pada nilai DPMO sebesar 320 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 5 sigma dengan prosentase sebesar 99,98 %

- Pada nilai DPMO sebesar 3,4 unit maka level sigmanya dikategorikan

berada pada 6 sigma dengan prosentase sebesar 99,9997 %

2.6 Kapabilitas Proses (Process Capability)

Kapabilitas proses adalah kemampuan proses untuk memproduksi atau

(33)

dipahami bahwa indeks Cpm yang digunakan mengacu pada CTQ

(Critical-To-Quality) tunggal atau item karakteristik kualitas individual. Indeks Cpm mengukur

kapabilitas potensial atau melekat dari suatu proses yang diasumsikan stabil, dan

biasanya didefinisikan sebagai :

Cpm =

2 2

) ( 6

) (

 

T

LSL USL

USL = Upper Specification Limit (batas spesifikasi atas)

LSL = Lower Specification Limit (batas spesifikasi bawah)

T = Nilai target (nilai terbaik untuk karakteristik kualitas yang diharapkan

Pelanggan) dari produk.

Ketiga nilai USL, LSL, dan T ditentukan berdasarkan kebutuhan dan

ekspektasi rasional dari pelanggan.

μ

= Nilai rata-rata (mean) proses aktual

σ

2 = Nilai varian (variance) dari proses yang merupakan ukuran variasi proses

Kapabilitas proses hanya diukur untuk proses yang stabil, sehingga apabila

proses itu dianggap tidak stabil, maka proses itu harus distabilkan terlebih dahulu.

Dengan demikian nilai standar deviasi yang digunakan dalam pengukuran

kapabilitas proses (Cpm) harus berasal dari proses yang stabil, sehingga merupakan

variasi yang melekat pada proses yang stabil itu (common-cause variation).

Keberhasilan implementasi program peningkatan kualitas Six Sigma

ditunjukkan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk

menuju tingkat kegagalan nol (zero defect). Oleh karena itu, konsep perhitungan

kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi

(34)

Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu :

- Data Attribut (Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung

menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan

analisis. Data attribut bersifat diskrit. Contoh data attribut karakteristik kualitas

adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi

buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat karena corelap, dana lain-lain.

Data attribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit

nonkonformans/ketidaksesuaian atau cacat/kegagalan terhadap spesifikasi

kualitas yang ditetapkan.

- Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur

menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan

analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Contoh data variabel karakteristik

kualitas adalah ; diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen

dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat,

panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel. (Pzydek,

2002).

2.6.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Attribut

Berikut ini akan dibahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas proses

dalam ukuran pencapaian target Sigma untuk data atribut (data yang diperoleh

melalui perhitungan-bukan pengukuran langsung). Pada umumnya data atribut

hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK.

Menurut (Gaspersz, 2002) Langkah-langkahnya :

(35)

2. Berapa banyak unit yang dikerjakan melalui proses?

3. Berapa banyak unit transaksi yang gagal

4. Hitung tingkat cacat berdasarkan langkah 3

(langkah 3) / (langkah 2)

5. Tentukan banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan cacat

Banyaknya karakteristik CTQ

6. Hitung peluang tingkat cacat per karakteristik CTQ

(langkah 4) / (langkah 5)

7. Hitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO)

(langkah 6) x 1.000.000

8. Konversi DPMO (langkah 7) ke dalam nilai sigma

9. Buat kesimpulan

DPO = Banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan

(Banyaknya unit yang diperiksa x banyaknya kegagalan)

DPMO = DPO x 1.000.000

2.6.2 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel

Data variabel merupakan data kuantitatif yang dihitung menggunakan alat

pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel

bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuatberdasarkan keadaan aktual, diukur

secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut variable.

Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan

(36)

persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tingi, diameter, volume

merupakan variabel.

Teknik penentuan kapabilitas proses untuk data variabel adalah sebagai

berikut :

a. Menentukan proses yang ingin diukur.

b. Menentukan nilai batas spesifikasi atas dan batas spesifikasi bawah.

c. Menentukan nilai target yang ingin dicapai.

d. Menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi dari proses.

e. Menghitung nilai DPMO, dengan menggunakan formula sebagai berikut :

DPMO = [ P { Z ≥ ( USL – X-bar ) / S } x 1juta ] +

[ P { Z ≤ ( LSL – X-bar ) / S } x 1juta ]

Dimana , USL : Batas spesifikasi atas

LSL : Batas spesifikasi bawah

X-bar : Nilai rata-rata

S : Standart deviasi

f. Mengkonversikan nilai DPMO kedalam nilai sigma.

g. Menghitung kemampuan proses didalam nilai sigma.

h. Menghitung kapabilitas proses didalam indeks kapabilitas proses, dengan

formula sebagai berikut :

Cpm = (USL – LSL) / {6√X-bar – T)² + S²}

Dimana, Cpm : Indeks kapabilitas proses

T : Nilai spesifikasi target

(37)

1) Cpm ≥ 2,00; maka poses dianggap mampu dan kompetitif (perusahaan

berkelas dunia)

2) Cpm antara 1,00-1,99; maka proses dianggap cukup mampu, namun

perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target

perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat

kecil menuju nol (zero defect oriented). Persusahaan yang memiliki

nilai Cpm yang berada diantara 1,00-1,99 memiliki kesempatan

terbaiki dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma.

3) Cpm < 1,00; maka proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif

untuk bersaing dipasar global.

2.7 Pareto

Analisis pareto adalah proses dalam mempersingkat kesempatan untuk

menentukan yang mana dari kesempatan potensial yang banyak harus dikejar

lebih dahulu. Ini juga dikenal sebagai “memisahkan sedikit yang penting dari

banyak yang sepele”.

Analisis pareto harus digunakan pada berbagai tahap dalam suatu program

peningkatan kualitas untuk menentukan langkah mana yang diambil berikutnya.

Analisis pareto digunakan untuk menjawab pertanyaan seperti”departemen apa

yang harus memiliki tim SPC berikutnya?” atau “pada jenis kerusakan apa kita

seharusnya mengkonsentrasikan usaha kita?” (pyzdek, 2002)

Sedangkan menurut (Gaspersz, 2002) pareto adalah grafik batang yang

menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang

(38)

ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling

sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta

ditempatkan pada sisi paling kanan.

Pada dasarnya diagram pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi

untuk :

 Menentukan frekuensi relative dan urutan pentingnya masalah-masalah atau

penyebab-penyebab dari masalah yang ada.

 Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat

rangking terhadap masalah-masalah atau penyebab dari masalah itu dalam

bentuk yang signifikan.

Langkah-langkah pembuatannya :

1. Menentukan masalah apa yang akan diteliti.

2. Membuat suatu ringkasan daftar atau table yang mencatat frekuensi kejadian

dari masalah yang telah diteliti dengan lembar periksa.

3. Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari

yang tertinggi ke yang terendah.

4. Menggambar 2buah garis vertikal dan garis horizontal.

5. Membuat histogram pada pareto.

6. Menggambar kurva kumulatif dan mencantumkan nilai kumulatif.

7. Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas penyebab utama

dari masalah yang sedang terjadi.

(39)

SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk

menunjukkan aktivitas mayor, atau subproses dalam sebuah proses bisnis,

bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier,

Input, Process, Output, Costumer. Dalam mendefinisikan proses-proses kunci

beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang dievaluasi dapat didekati

dengan model SIPOC (supplier-Inputs- Process- Output-Costumer). Model

SIPOC adalah paling banyak digunakan manajemen dalam peningkatan proses.

Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas,

yaitu: (Gasperz,2002)

Suppliers adalah orang atau kelompok orang yang memberikan informasi

kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses

terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat

dianggap sebgai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).

Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers)

kepada proses.

Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi-dan secara

ideal menambah nilai kepada inputs (proses trnasformasi nilai tambah

kepada inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.

Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri

manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi

(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi

kunci dari proses.

Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang

(40)

sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal

customers).

2.9 Diagram Sebab-Akibat

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan

antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal,

diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan factor-faktor penyebab

(sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor

penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut diagram tulang ikan

(fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram

ishikawa (ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh prof.

Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943.(gaspersz,2002)

Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan

berikut:

 Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah

 Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah  Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat dapat

dikemukakan sebagai berikut:

 Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan

mendesak untuk diselesaikan.

 Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan

(41)

gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan

pernyataan masalah itu dalam kotak.

 Tuliskan faktor-faktor penyebab utama yang mempengaruhi masalah

kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak.

Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan

melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor;

manusia, mesin, peralatan, material, metode, lingkungan, dll, atau

stratifikasi melalui langkah-langkah actual dalam proses. Faktor-faktor

penyebab atau kategori-kategori dapat dikembangkan melalui

Brainstorming.

 Tuliskan penyebab sekunder yang mempengaruhi

penyebab-penyebab utama, serta penyebab-penyebab-penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan

sebagai tulang berukuran sedang.

 Tuliskan penyebab tersier yang mempengaruhi

penyebab-penyebab sekunder, serta penyebab-penyebab-penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan

sebagai tulang berukuran kecil.

 Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah

faktor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh

nyata terhadap karakteristik kualitas.

(42)

Contoh diagram sebab-akibat :  

 

 

 

 

 

Gamabar 2.1 diagram sebab – akibat untuk defect

(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.241, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta Gaspersz, Vincent, 2002).

2.10 Failure Mode and Effect Analyze (FMEA)

FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk

mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan).

Dengan mendasarkan aktifitas pada FMEA, seorang manajer, tim perbaikan, atau

pemilik proses dapat memfokuskan enerji dan sumber daya pada pencegahan,

monitoring, dan rencana-rencana tanggapan yang paling mungkin untuk

memberikan hasil. (pande, 2002)

AKIBAT

Manpower Machines

Methods Materials

Media

Motivation Money

Akar   Akar 

Akar  Akar  

(43)

Langkah – langkah proses implementasi FMEA adalah sebagai berikut :

 Tetapkan dan gambarkan proses yang akan dianalisa (tahapan define dari

DMAIC)

 Tetapkan keseriusan nilai (dengan Brainstorming) untuk :

1. Keseriusan (severity) akibat kesalahan terhadap proses lokal, proses

lanjutan dan konsumen

2. Tingkat keseringan terjadinya suatu kesalahan (occurance) karena

penyebab potensial

3. Cara mendeteksi kesalahan akibat penyebab potensial muncul (detection)

(tahapan measure dari DMAIC)

Brainstorming kesalahan dari tiap tahapan proses, potensial causes dan alat

deteksi kesalahan yang ada (tahapan Analyze dari DMAIC)

 Masukan kriteria nilai yang sesuai untuk masing – masing akibat atau efek

kesalahan, penyebab potensial dan alat kontrol

 Dapatkan RPN (Risk Potensial Number) dengan menganalisa S.O.D

(Severity, Occurance, Detection)

 Rumus RPN = Severity x Occurance x Detection

Severity menunjukkan nilai keseriusan masalah yang timbul pada proses

setempat, proses selanjutnya dan end user. Adapun nilai – nilai yang

(44)

Tabel 2.4 Severity

Rating Kriteria Deskripsi

1. Negligigible Severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan 2. Mild Severity Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit 3. Mild Severity Pengaruh buruk yang ringan atau sedikit 4. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi) 5. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi) 6. Moderat Severity Pengaruh buruk yang moderat

(masih berada dalam batas toleransi) 7. High Severity Pengaruh buruk yang tinggi

(berada di luar batas toleransi) 8. High Severity Pengaruh buruk yang tinggi

(berada di luar batas toleransi)

9. Potensial Safety Problems Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya

(berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial) 10. Potensial Safety Problems Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya

(berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)

Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi karena

potential cause. Adapun nilai – niali yang menggambarkan occurrence bisa

diinterpretasikan seperti pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Occurrence

Rating Tingkat kegagalan Deskripsi

1. 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengekibatkan mode kegagalan

2. 1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi 3. 1 dalam 4.000 Kegagalan akan jarang terjadi 4. 1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi 5. 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi 6. 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi

7. 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8. 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi

9. 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

10. 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential

cause. Adapun nilai – nilai yang menggambarkan detection bisa diinterpretasikan

(45)

Tabel 2.6 Detection

Rating Degree Deskripsi

1. Very high Secara otomatis proses bisa mendeteksi kesalahan yang terjadi

2. Very high Hampir semua kesalahan bisa dideteksi oleh alat kontrol (visual

pada bentuk barang dan ada doublechecking)

3. High Alat kontrol cukup awal untuk mendeteksi kesalahan (visual

pada bentuk barang)

4. High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan (visual

pada kode barang)

5. Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan (visual pada jumlah

barang)

6. Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan (visual pada

susunan barang)

7. Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah (pengamatan fisik)

8. Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat rendah (perubahan warna)

9. Very low Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan

(feeling berdasar pengalaman masa lalu)

10. Nil Tidak ada yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan  Pusatkan perhatian pada RPN yang tertinggi dan lakukan perbaikan pada

potential cause-nya atau alat kontrolnya atau bahkan pada efeknya. (tahapan

improve pada DMAIC)

 Tetapkan implementasi action plan (tahapan improve pada DMAIC)

 Ukur perubahan RPN yang terjadi (tahapan control pada DMAIC)

 Jika RPN-nya (baru) masih lebih besar RPN tertinggi terdahulu, maka kembali

ke tahapan Brainstorming hingga nilai RPN-nya turun.

(46)

Tabel 2.7Contoh penggunaan nilai Risk Priority Number (RPN)

S O D RPN Artinya

8 8 1 64 Sering terjadi dan cukup serius akibatnya meskipun ada alat control otomatis untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

8 1 9 72 Jarang terjadi dan cukup serius akibatnya dan alat control yang ada belum bisa diandalkan untuk memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

1 8 9 72 Sering terjadi dan akibat yang ditimbulkan tidak serius dan alat control yang ada belum bisa diandalkan untuk

memberitahukan kesalahan proses yang terjadi

2.11 Brainstorming

Brainstorming membantu membangkitkan ide-ide alternative dan persepsi

dalam suatu tim kerja sama (teamwork) yang bersifat terbuka dan bebas (tidak

malu-malu). Brainstorming dapat digunakan berkaitan dengan hal-hal berikut:

(gaspersz,2002)

 Menentukan penyebab yang mungkin dari masalah-masalah dalam

proses dan/atau solusi terhadap masalah masalah itu.

 Memutuskan masalah apa (atau kesempatan peningkatan apa) yang

perlu diselesaikan.

 Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan menyumbangkan

ide-ide kreatif mereka.

 Menginginkan untuk menjaring sejumlah besar persepsi alternatif

 Kreatifitas merupakan outcome yang diinginkan.

 Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim kerja sama itu.

(47)

Untuk dapat melaksanakan brainstorming, dapat mengikuti langkah-langkah

berikut :

 Menyatakan pertanyaan masalah secara jelas

 Semua anggota dari kelompok harus berpikir dan membuat

catatan-catatan.

 Setiap ide atau respon yang diberikan oleh anggota kelompok tidak

boleh dikritik atau diberi komentar.

 Setiap ide atau respon dari anggota kelompok dicatat tanpa

memberikan komentar.

 Setiap anggota kelompok diminta memberikan ide atau respon, tidak

boleh ada satupun anggota kelompok yang tidak memberikan ide

atau respon.

 Setiap anggota kelompok menyiapkan suatu rangking dari ide-ide

atau respon yang diterima itu.

 Rangking individualvterhadap ide-ide atau respon tersebut kemudian

diperbandingkan.

 Memperioritaskan untuk memilih ide-ide terbaik dari berbagai ide

atau respon yang dikemukakan itu.

2.11.1 Kemeja

Bahan baku untuk membuat kemeja, dibedakan menjadi dua bagian yaitu :

(48)

- Bahan baku utama berupa gulungan kain yang berasal dari supplier, yang mana

satu jenis kain terdiri dari beberapa warna dan biasanya dibuat untuk satu model

baju saja.

2. Bahan baku penunjang

- Bahan baku penunjang (aksesoris) meliputi benang jahit, benang obras,

resleting, kain keras dan kancing.

Sedangkan kain yang digunakan kemeja berbahan dasar dari kain katun,

sedangkan bahan untuk membuat kain katun berasal dari kapas dan polyester.

Kapas adalah serat asli yang terbanyak dipakai didunia. Hal ini dapat dipahami

kalau kita meneliti sifat-sifat serat kapas itu. Dari kapas dibuatkan berbagai

macam tenunan yang sangat berbeda satu sama lain, misalnya organdi untuk baju

atau blues, tenunan kuat untuk pakaian kerja sebagai jeans dan drill, dan banyak

lagi yang lain.

Kapas adalah bulu biji dari pohon kapas, suatu tanaman agak tinggi yang

tumbuh di daerah tropika atau sub tropika. Negara yang terbanyak menghasilkan

kapas adalah Amerika Serikat, yaitu lebih dari 59 % dari hasil dunia, selain itu

juga di India, Uni Soviet, RRC, dan Mesir cukup banyak menghasilkan kapas.

Macam kapas Amerika yang baik adalah :

1) Kapas Sea Island, jenis ini bermutu tinggi dengan serat yang panjang (38 – 55

mm) dan berkilau.

2) Kapas Peru, jenis yang baik sekali dengan serat yang panjang rata-rata 28

(49)

Sedangkan polyester merupakan daya kenyal serat polyester sangat tinggi,

sehingga dalam keadaan kering maupun basah akan cepat kembali ke bentuk yang

semula., bagaimanapun kusutnya. Karena sifat thermoplastisnya, plisse dan

lipatan kain tidak akan hilang dalam udara lembab, juga tidak kalau dicuci dengan

air panas. Tenunan polyester tahan sinar dan pengaruh udara dan air tidak akan

masuk kedalam seratnya yang licin itu, sehingga tidak akan mempengaruhi bentuk

dan daya kenyalnya.

Diantara serat-serat polyester, Dacron adalah serat buatan Amerika yang

pertama dipergunakan untuk pakaian pria, karena bentuknya tidak berubah

biarpun dalam udara yang lembab. Pencampuran serat polyester dengan serat

alam ini ternyata memperdalam kualitas hasil dalam campuran itu.

2.11.2 Proses Produksi Kemeja

Untuk pembuatan kemeja dimulai dari bahan dasar yaitu kapas, dari kapas

proser pembuatan kain selanjutnya untuk membuat kain kaos disebut proses

pemintalan atau proses spinning. Proses spinning yakni suatu proses mengolah

kapas atau polyeter menjadi benang. Benang-benang tersebut lalu diproses dan

dijadikan kain, lalu dijadikan beberapa bagian baju sepeti bagian kerah, lengan,

saku, kancing dan juga accesoris yang digunakan, lalu dikaitkan menjadi satu

berdasarkan modelnya.

2.12 Penelitian Pendahulu

Sebagai komparasi untuk penelitian yang terkait maka dicantumkan pula

judul, pembahasan, dan kesimpulan dari penelitian pendahulu.

(50)

Peningkatan Kualitas Produk Kertas Dengan Menggunakan Pendekatan Six

Sigma Di Pabrik Kertas Y

Pendahuluan

Kualitas merupakan salah satu jaminan yang diberikan dan harus dipenuhi

oleh perusahaan kepada pelanggan, karena kualitas suatu produk merupakan salah

satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih

produk.

Kualitas juga merupakan salah satu indikator penting bagi perusahaan untuk

dapat eksis di tengah ketatnya persaingan dalam dunia industri, oleh karena itu,

diperlukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terus-menerus dari

perusahaan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan.

Kondisi diatas berlaku juga pada PT. Y merupakan salah satu perusahaan yang

menghasilkan berbagai macam kertas dan berusaha untuk melakukan perbaikan

dan peningkatan kualitas, mengingat salah satu tujuannya adalah menghasilkan

produk kertas yang bermutu dengan harga yang kompetitif baik dipasar domestik

maupun international. Kualitas yang baik adalah kualitas yang mendekati

sempurna sesuai yang diinginkan pelanggan (zero defect). Berdasarkan hal

tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengukur dan melakukan perbaikan

kualitas agar dapat mengurangi variabilitas output terhadap spesifikasi ukuran

dengan menggunakan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control)

pada Six Sigma.

(51)

Permasalahan yang dihadapi oleh PT. Y adalah terdapat variabilitas output

terhadap spesifikasi ukuran yang telah ditentukanbsehingga diperlukan upaya

peningkatan kualitas untuk mengurangi variabilitas output tersebut.

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:

1. Dari data historis pada awal penelitian, pada tahap Measure diperoleh

bahwa terdapat nilai kapabilitas proses untuk masing-masing parameter

yaitu:

a. Brightness: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,53 dan nilai sigmanya

sebesar 3,15 yang memiliki DPMO sebesar 50.447.

b. L*: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,47 dan nilai sigmanya sebesar

2,95 yang DPMO sebesar 73.489.

c. a*: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,26 dan nilai sigmanya sebesar

2,30 dan memiliki DPMO sebesar 211.873.

d. b*: nilai kapabilitas prosesnya sebesar 0,28 dan nilai sigmanya sebesar

2,36 dan memiliki DPMO sebesar 194.358.

2. Dari hasil perolehan nilai kapabilitas proses, nilai sigma dan DPMO pada

keempat parameter tersebut, bisa dikatakan bahwa proses produksi kertas

tersebut belum mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan

spesifikasi yang diinginkan.

3. Berdasarkan pada analisa FMEA, penyebab yang paling berpengaruh

terhadap penyimpangan warna adalah dari faktor manusia. Selanjutnya dari

(52)

4. Prioritas yang utama dalam melakukan tindakan perbaikan berdasarkan

pada FMEA adalah memberikan peringatan kepada operator agar tidak

melakukan kesalahan dalam pengontrolan.

5. Konfirmasi hasil perhitungan nilai sigma dan kapabilitas proses setelah

perbaikan adalah sebagai berikut:

a. Brightness: nilai sigma meningkat menjadi 3,50 dengan DPMO sebesar

22.750 dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,68.

b. L*: nilai sigma meningkat menjadi 3,10 dengan DPMO sebesar 54.799

dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,60.

c. a*: nilai sigma meningkat menjadi 2,70 dengan DPMO sebesar 115.070

dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,33.

d. b*: nilai sigma meningkat menjadi 2,50 dengan DPMO sebesar 158.655

dan kapabilitas proses juga meningkat menjadi 0,31.

E.V. Yuliana Wibisono, tahun 2007 dengan judul :

Usaha Penurunan Persentase Cacat Ring Piston Tipe 4ja1 Pada Proses

Habanakashi Mesin Besly

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengukur kinerja proses produksi dari segi tingkat DPM dan level sigma

PT. Baninusa Indonesia saat ini.

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas proses

produksi ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.

3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas proses

(53)

4. Menentukan tindakan perbaikan apa yang dapat dilakukan untuk

memperbaiki kualitas ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring.

5. Mengetahui hasil penerapan tindakan perbaikan terhadap kinerja produksi

ring piston tipe 4JA1 jenis 2nd ring dari segi tingkat DPM dan level sigma

di PT. Baninusa Indonesia.

Kesimpulan

Proses produksi di PT. Baninusa Indonesia dibagi 2, yaitu proses produksi

pengecoran dan proses produksi pemesinan. Pada proses produksi

pemesinan, terdapat 7 stasiun pemeriksaan kualitas, sehingga DPM dan

tingkat sigma untuk setiap proses tidak sama. Berdasarkan perhitungan

DPM dan analisis diagram pareto, maka tindakan perbaikan yang harus

diprioritaskan untuk dilakukan adalah perbaikan pada proses habanakashi.

Penerapan parameter proses terbaik berdasarkan hasil dari perancangan

eksperimen pada proses habanakashi di mesin besly, mampu mengurangi

variansi proses secara signifikan dan mampu mengurangi rata-rata

persentase cacat pada proses habanakashi secara signifikan yaitu sebesar

(54)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di CV. Fariz Colletion yang beralamatkan di Jalan A. Yani RT.02 RW.03 Jiken Tulangan Sidoarjo. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2011 s/d data yang dibutuhkan terpenuhi.

3.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Identifikasi variabel berada di tahap Define, tahap ini merupakan awal dari siklus DMAIC pada pola berpikir Six Sigma. Dimana variabel yang ditentukan adalah sebagai berikut:

3.2.1. Identifikasi Variabel a. Variabel Bebas

Variabel yang mempengaruhi variabel lain dalam penelitian (variabel terikat). Dalam penelitian ini variabel yang dimaksud antara lain:

 Jahitan tidak rapi

 Terdapat noda pada kain

 Jumlah kancing kurang

 Penempatan ukuran baju yang salah

 Terdapat bekas jahitan pada kain

b. Variabel Terikat

(55)

 Nilai DPMO dan level Sigma

3.2.2. Definisi Variabel a. Variabel Bebas

 Jahitan tidak rapi :

Terdapatnya jahitan yang miring dan benang-benang yang mencuat.

 Terdapat noda pada kain :

Terdapatnya bercak-bercak noda oli pada kain.

 Jumlah kancing kurang :

Kurangnya kancing pada baju, karena kancing yang mudah putus.

 Penempatan ukuran baju yang salah :

Terdapatnya kekeliruan pada ukuran pada baju, seperti baju yang ukurannya medium (M) tetapi di tempatkan label baju untuk ukuran large (L) yang seharusnya di tempatkan label baju untuk ukuran medium (M).

 Terdapat bekas jahitan pada kain :

Terdapatnya bintik-bintik lubang bekas jahitan pada kain. b. Variabel Terikat

 Nilai DPMO :

Ukuran kegagalan dalam program peningkatan six sigma yang menunjukkan kegagalan persatuan juta kesempatan.

 Level Sigma :

(56)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk bahan penelitian ialah menggunakan data sekunder yaitu :

Data yang diperoleh dari data bagian produksi yang sudah berbentuk arsip di CV.Farris Colletion. Yaitu data hasil produksi, data kecacatan produk.

Teknik-teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dilapangan adalah : 1. Observasi

Pengumpulan data yang dilakukan secara pengamatan langsung di lapangan. 2. Interview

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan tanya jawab pada karyawan bagian produksi, data yang terkumpul kemudian diolah berdasarkan teori-teori yang mempunyai maksud dan tujuan seperti yang telah ditetapkan.

3.4. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang dilakukan adalah berdasarkan siklus DMAIC (define, measure, analyze, improve, control)yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Define

Menentukan obyek penelitian dan membuat Diagram SIPOC (supplier,

input, process, output, customer).

2. Measure

Menentukan CTQ

Gambar

Tabel 2.4 Severity
Tabel 2.6 Detection
Gambar 3.1. Langkah-langkah Penelitian
Gambar 4.1 Diagram SIPOC Produk Kemeja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengidentifikasikan cacat (defect) yang terdapat pada produk pakaian jadi, factor- factor penyebabnya, mengukur kemampuan proses

Tiga Putra dengan produk lemari, akhirnya dapat ditarik kesimpulan yaitu untuk tingkat defect produk yang paling banyak terjadi pada produk lemari adalah beret amplas dengan

Target dari pengendalian kualitas Six Sigma Motorola, sebesar 3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari sejuta unit output

Hasil penelitian ditemukan jenis defect yang terdapat pada UMKM Tahu XY yaitu defect ukuran, defect tektur, defect aroma, defect asam dan defect kotoran.. Defect tertinggi

Berdasarkan perhitungan nilai DPMO diketahui bahwa proses produksi kaleng two piece cans 307 sebelum perbaikan memiliki nilai DPMO sebesar 2844 yang di konversikan

Dari hasil perolehan nilai kapabilitas proses, nilai sigma dan DPMO pada keempat parameter tersebut, bisa dikatakan bahwa proses produksi kertas tersebut belum mampu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui baseline kinerja dari segi tingkat DPMO dan level sigma, faktor –faktor yang mempengaruhi kualitas dan

Perhitungan nilai Defect per Million Opportunity DPMO dan Sigma Level Dari data produksi yang digunakan maka DPMO atau jumlah out of specs per satu juta kesempatan yang dihasilkan