Muhammad Isnaini
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
[email protected] Putri Rika Amelia
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
[email protected] Novia Ballianie
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Received: 10, 2022. Accepted: 12, 2022.
Published: 12, 2022
KONSEP PENDIDIKAN ANAK PERSPEKTIF ABDULLAH NASHIH ULWAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBENTUKAN KARAKTER
RELIGUS DI LINGKUNGAN KELUARGA
Abstract
Religious character is one of the 18 aspects of character values according to the Indonesian Ministry of Education and Culture which ranks first. Its position in the first order illustrates that this character is the most important character that must be possessed by children. In line with the concept of child education in Islam in Abdullah Nashih Ulwan's view. Abdullah Nashih Ulwan is a Muslim figure who plays an active role in the field of da'wah and Islamic education. He argues that true character education is to direct humans to have good personalities who hold fast to the values of faith in Allah SWT and realize that Allah SWT is always watching over them.
Religious character is the character, character or personality of a person who is closely related to God and is based on the teachings of the religion he adheres to. The environment that plays a very important role in the formation of this religious character is the family environment.
This study aims to analyze the concept of children's education in Islam in the view of Abdullah Nashih Ulwan. Then the concept that he explained was relevant to the formation of religious characters in the family environment. This study uses a type of library research or library research with a content analysis research approach or content analysis, then collects data and draws conclusions from the research results.
This study concludes that the concept of children's education in Islam in Abdullah Nashih Ulwan's view has a close relationship in the formation of religious character in the family environment. Awareness of parents in carrying out the responsibilities of faith, moral, reason, physical, psychological, social and sex education with exemplary methods, advice, habituation, attention and punishment is very influential in the formation of religious character in the family environment.
Keywords : Religious character, children's education, family environment
PENDAHULUAN
Pendidikan ialah perihal penting di kehidupan. Pendidikan jadi kebutuhan hidup dan tuntunan jika peran orangtua, orangtua sengaja mendidik dengan baik agar anak memiliki karakter. Dalam bereaksi terhadap lingkunganya, anak belajar prilaku mana yang mendatangkan konsekuensi positif dan tingkah laku mana yang mendatangkan konsekuensi negatif di berbagai situasi. Berdasarkan pengalaman tersebut terjadilah proses pembentukan tingkah laku dalam diri anak. Selanjutnya, tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang anak akan mendatangkan suatu kebiasaan dalam diri anak. Kebiasan yang sering dilakukan lambat laun akan menjadi sebuah kepribadian yang melekat pada dirinya dan kepribadian itu akan menjadi sebuah karakter.
Membangun karakter ialah tahapan yang berlangsung lama. Anak akan berkembang jadi insan yang berkarakter jika mereka berada di kalangan yang mendukung. Oleh karenanya, fitrah setiap anak yang diciptakan suci bisa berkembang dengan maksimal. Rusaknya karakter penerus bangsa dapat terlihat dari sikap kesopanan anak yang saat ini mulai memudar, diantaranya terlihat dari bagaimana mereka berbicara dengan teman sebayanya, tingkah lakunya terhadap guru dan orangtua, perkataan kasar dan kotor yang sering terlontar dari mulut mereka.(Muhammad Isnaini 2013:hlm 446)
Masalah yang berkembang dan sering terjadi di masyarakat sekarang, yaitu juga bermula dari gejala yang menampakkan kurang harmonisnya interaksi emosional antara anak dan orangtua. Contohnya, anak membantah saat dinasehati, sering berkata kasar serta tidak mengikuti arahan orangtua, perilaku seks bebas yang kerap kali terjadi pada anak muda yang semakin tidak sanggup dihentikan.Bukan hanya itu, berbagai fenomena yang menghawatirkan dewasa ini di media masa yang membuat kita sangat miris mendengarkanya. Percekcokan antar pelajar, pergaulan bebas, kasus narkoba dan minuman keras sudah sering diberitakan.
Pengajaran yang diberikan kepada anak seharusnya tidak hanya terfokus pada pengetahuan ilmiah saja, tapi juga tentang moral dan pembentukan karakter untuk memberikan pemahaman pada ajaran Islam. Karakter anak terbentuk bukan hanya tumbuh dan berkembang berdasarkan faktor bawaan, tapi juga faktor lingkungan.
Lingkungan memegang peranan penting yang sangat utama, baik pada lingkungan keluarga, sekolah mapun khalayak umum. (Ngalim 2014,hlm 60) Faktor lingkungan ialah faktor yang terjadi di luar diri seseorang. Oleh karena itu, lingkungan awal yang paling bertanggungjawab terhadap pendidikan anak merupakan lingkungan keluarga.
Allah SWT telah berfirman :
أٰٓلٰم اٰهْ يٰلٰع ُةٰراٰجِْلْٱٰو ُساَّنلٱ اٰهُدوُقٰو اًرٰنَ ْمُكيِلْهٰأٰو ْمُكٰسُفنٰأ ۟اأوُ ق ۟اوُنٰماٰء ٰنيِذَّلٱ اٰهُّ يٰأٰٓيَ
ٌظ ٰلَِغ ٌةٰكِئ
ٰو ْمُهٰرٰمٰأ أاٰم َّٰللَّٱ ٰنوُصْعٰ ي َّلَّ ٌداٰدِش ٰنوُرٰمْؤُ ي اٰم ٰنوُلٰعْفٰ ي
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah individu dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu menjalankan apa yang diperintahkan”. [Q.S At-Tahrim : 6].
(Pupu Saiful Rahmat 2018)Sukar untuk menghilangkan peran keluarga di pendidikan, karena anak sejak kecil sampai mereka duduk di bangku sekolah hanya memiliki satu lingkungan yaitu lingkungan keluarga. Dari saat mereka bangun hingga saat mereka kembali tidur. (Bambang Saymsul Arifin 2015:hlm 53) Akibatnya, kepribadian anak-anak sangat berpengaruh dengan para wali mereka dan orang yang ada di dekat mereka setiap hari. Keluarga bukan hanya wadah pertama sebagai tempat berlindung namun juga sebagai wadah awal pembentukan karakter anak.
Adapun solusi dari beberapa latar belakang permasalahan yang sudah peneliti paparkan di atas salah satunya bisa kita temukan dalam persfektif Abdullah Nashih Ulwan. Beliau ialah tokoh umat Islam sekaligus pemerhati pendidikan anak.
Beliau menawarkan pemikirannya dalam sebuah karya pada buku Pendidikan Anak Dalam Islam. Abdullah Nashih Ulwan memaparkan panduan lengkap agar terciptanya pola asuh yang sempurna pada anak yang memiliki pedoman pada Al- Quran dan hadits. Isi bukunya ada semua, mengagumkan serta praktis yang sisinya mengenai pendidikan anak sejak lahir hingga fase dewasa.
Selain dari pada itu, alasan mengapa menempatkan pilihan pada buku ini karena di dalam buku ini disertai kajian strategi yang harus diketahui oleh para
pendidik sebagai individu yang mempunyai keteguhan untuk memberikan bimbingan dalam pendidikan. Pada buku ini dijelaskan bagaimana pemecahan untuk memahami diri dari berbagai aspek, yakni keimanan, moral, psikologi dan sosial yang pastinya berpedoman pada Al-Quran dan hadits.
METODE PENELITIAN
Jenis dari penelitian ini menerapkan studi kepustakaan. Menurut Mestika Zed penelitian perpustakaan ialah penelitian yang menggabungkan penggunaan sumber daya perpustakaan dengan perolehan data penelitian. Penelitian kepustakaan secara tegas terbatas pada bahan koleksi perpustakaan dan tidak melakukan penelitian lapangan. Ada dua data pada penelitian ini diantaranya: Data primer artinya data dihimpun serta diproses tunggal. Istilah lain data primer bisa dimaknai menjadi data yang didapat responden langsung dari sumber yang ditanya. Sumber data utama ialah informasi yang diperoleh atau berasal dari data langsung (data tangan pertama).(Sudionno 2015:hlm.19) Dan penelitian ini data primernya diambil dari buku Pendidikan Anak Dalam Islam karya Abdullah Nashih ulwan. Data sekundernya ialah informasi yang didapat atau bersumber dari tangan kedua. Data sekunder ialah data yang dihasilkan dari sumber yang tidak langsung memberikan data pada peneliti, misalnya melalui orang lain atau dokumen.(Sugiyono 2016:hlm.
308) Data-data atau informasi pendukung ini berasal dari buku, jurnal, penelitian sebelumnya dan sumber lain yang terkait penelitian.
Metode pengumpulan data ialah tahapan penting penelitian, sebab tujuan penelitian ialah untuk memperoleh data. Metode pendapatan data yang menggunakan metode penelitian kepustakaan berasal dari buku, jurnal, artikel, opini. Selanjutnya dilakukan analisis secara deduktif dan induktif. (Syarnubi 2019) Pada penelitian ini, peneliti berpedoman dengan teknik analisi data dari Prof.
Mestika Zed dalam buku karanganya Metode Kepustakaan dengan pendekatan penelitian content analysis atau analisis isi, kemudian dilakukan pengumpulan data serta menarik kesimpulan dari hasil penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Tanggung Jawab Pendidik Menurut Abdullah Nashih Ulwan 1. Tanggung Jawab Pendidikan Iman
Abdullah Nashih Ulwan mengungkapkan pendidikan iman yang dimaksudkan ialah menumbuhkan dasar-dasar keimanan kepada anak melalui pembiasaan dengan materi rukun islam. Pendidikan keimanan yakni sebuah doktrin kebenaran tentang hakikat keimanan. Anak-anak diikat pada pondasi keimanan, rukun islam dan dasar syariat sejak anak telah mendapatkan pemahaman. Keimanan anak tidak akan terbentuk tanpa ilmu pendidikan agama, bahkan dapat membuatnya terjerumus ke hal-hal negatif.
Adapun pendidikan keimanan perspektif Abdullah Nashih Ulwan berdasarkan ajaran Rasulullah SAW sebagai berikut :
a. Awal mula kehidupan anak dikenalkan dengan kalimat thayyibah (perkataan baik) Laa ilaa ha ilallah. Tahapan ini bertujuan supaya kalimat tauhid itu dan syiar masuknya seseorang ke dalam agama Islam menjadi informasi awal yang didengar anak, diucapkan dan lafal yang pertama kali berada pada otak anak.
b. Sejak awal anak-anak dikenalkan dengan hukum halal-haram. Tujuan dari materi pendidikan diperkenalkanya anak tentang perihal halal dan haram. Sesudah ia berakal, agar ketika anak tumbuh dewasa, ia akan mengetahui perintah dan larangan Allah Swt. Anak lebih cepat untuk menjalankan perintah dan menjauhkan diri dari larangan tersebut.
c. Memberikan arahan kepada anak usia tujuh tahun utuk menjalankan ibadah berdasarkan ajaran yang sudah diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
d. Memberitahu anak supaya mencontoh sifat-sifat Rasulullah SAW serta gemar membaca dan mentadaburi Al-Quran. Sebagimana yang diriwayatkan Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi Saw bersabda :
نع يلع نب بيأ ٰلاٰق بلاط
ٰلاٰق : ُلْوُسٰر ِالل ىَّلٰص ُالل ِهْيٰلٰع ٰمَّلٰسٰو اْوُ بِ دٰا :
ْمُكٰد ٰلَّْوٰا
ىٰلٰع ِث ٰلَٰث لاٰصِخ ِبُح :
ْمُك ِيِبٰن ِ بُحٰو ِلْهٰا ِهِتْيٰ ب ٰو ُةٰأٰرِق ِنٰأْرُقْلا َّنِإٰف ٰةٰلْٰحَ
ُنٰأْرُقْلا
ِْف ِ لِظ ِالل ٰمْوٰ ي ٰلَّ
لِظ ُهَّلِظ ٰعٰم ِهِئاٰيِبْنٰا ِهِئاٰيِفْصٰاٰو
Artinya : “Didiklah anak-anak anda atas tiga perihal, mencintai Nabi beserta ahli baitnya, serta membaca Al-Qur’an, karena manusia yang
mengamalkan Al-Quran nanti akan memperoleh naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali dari-Nya bersama para nabi dan orang- orang suci”. (H.R Ath-Thabrani).
Moral asal katanya dari bahasa latin yakni mores jamak dari mos yang bermakna adat kebiasaan. Moral ialah ajaran kesusilaan khususnya segala sesuatu yang harus dilakukan dengan arahan untuk menjalankan hal yang ada manfaatnya dan meninggalkan hal-hal yang buruk yang bertentangan aturan yang berlaku di mata publik. Moral adalah pedoman standarisasi yang sudah menyertai kita seiring bertambahnya usia. Dalam pandangan Abdullah Nashih Ulwan, beliau memaknai bahwa pendidikan moral ialah bermacam dasar-dasar pengajaran dan keunggulan sikap yang seharusnya dipunyai oleh seorang dan dijadikannya kepribadian sejak dini sampai usia baligh. Tidak bisa disangkal lagi bahwa keluhuran akhlak, ialah buah keimanan yang menhasilkan pemahaman agama yang benar.
Pendidikan iman dan takwa kepada Allah Swt ialah dampak yang bisa memperbaiki jiwa kemanusiaan.(Johan Istiadie dan Fauti Subhan, (2013):
hlm. 450. Diriwayatkan dari Ayyub bin Musa, dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah Saw bersabda :
ٰلاٰق ُِّبَّنلا ِهْيٰلٰع ُة ٰلََّصلا ُم ٰلََّسلاٰو: اٰم ٰلٰٰنَ ٌدِلاٰو ُهٰدٰلٰو ٰلٰضْفٰأ ِم ْن بٰدٰأ نٰسٰح
Artinya : “Tidak ada pemberian dari orangtua pada anak yang lebih baik daripada adab yang baik” (H.R At-Tirmidzi).
Berdasarkan hadits dan penjelasan tersebut sudah jelaslah bahwa peran para pendidik khususnya orangtua mempunyai tanggung jawab yang banyak dalam membimbing anak di atas kebaikan dan prinsip kesopanan.
Tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah Saw sudah mengungkapkan bagi para pendidik mengenai cara yang benar dalam mendidik moral anak supaya anak berkepribadian islami.
2. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik
Tanggung jawab yang tidak kalah penting diberikan pendidik kepada anaknya ialah tanggung jawab pendiidkan fisik. Tujuanya supaya anak bisa berkembang dengan memiliki fisik yang kokoh dan sehat. Seorang pendidik
akan bertanggungjawab terhadap kesiapan anak ketika ia menapaki kehidupan. Pendidikan fisik dalam persfektif Islam yakni suatu bimbingn yang sengaja ditujukan dengan pelajaran Islam yang mengkoordinir dan mempersiapkan perkembangan aktual menuju penataan karakter yang koko dan memiliki nilai-nilai Islam.(Syadidul Kahar 2018:hlm 71)
Fisik yang kuat dan sehaat merupakan nikmat luar biasa yang Allah berikan dan dengan fisik yang kuat dan sehat itulah manusia bisa dengan khusyuk beribadah kepada Allah SWT. Abdullah Nashih Ulwan:
merumuskan tanggung jawan pendidikan fisik ini menjadi beberapa pembahasan diantaranya ialah :
a. Kewajiban memberi nafkah pada keluarga dan anak.
Ayah yang mengasih nafkah pada keluarganya maka ayah tersebut memperolah ganjaran yang banyak dari Allah Swt. Adapun apabila seorang ayah tidka mau memberikan nafkah kepada keluarganya padahaal ia mampu melaksanakanya maka ia mendapat dosa dari Allah Swt. Bagian nafkah yang harus diberikanoleh seorang ayah kepada anak dan istrinya ialah memebrikan makanan, tempat tinggal dan pakaian yang baik jasmani mereka tidak terkena penyakit.
b. Menuruti aturan kesehatan dalam makan dan minum. Seharusnya gaya hidup sehat jadi kebiasaan dari diri anak. Dalam hal makan, menghindari diri dari makanan yang terdapat racun dan makan berlebih-lebihan.
c. Membentengi diri dari penyakit menular.
Hidup sehat merupakan bagian dari perintah Allah Swt untuk hambanya.
Kita setiap hamba-Nya diberikan kesempatan untuk menjaga kesehatan tubuh dengan kesungguhan. Apabila kita menyikapi tubuh kita dengan penuh kejujuran, Allah akan memberikan kemudahan dan kesempurnaan dalam setiap amalan kita yang berhubungan dengan upaya mendekatkan diri kepada sang pencipta.(Miftahul Yana 2018:hlm 68)
d. Mengobati penyakit
Berobat mempunyai dampak pada pencegahan penyakit dan memberikan kepulihan. Perintah untuk berobat sudah dijelaskan dalam berbagai riwayat, diantaranya sebagai berikut :
ِ لُكِل ءاٰد ٌءاٰوٰد اٰذِإٰف ٰبيِصُأ ُءاٰوٰد ِءاَّدلا ٰأٰرٰ ب ِنْذِِبِ َِّللَّا َّزٰع َّلٰجٰو
Artinya : "Setiap penyakit tersedia obatnya, apabila obat sudah tersentuh penyakit maka akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla”
(H.R Muslim).
e. Mengimplementasikan prinsip tak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Abdullah Nashih Ulwan mengungkapkan membimbing anak-anak agar terbiasa melakukan tindakan pencegahan dalam upaya untuk menjaga kesehatan anak-anak sebenarnya adalah salah satu kewajiban pendidik.
Maka dari itu, perlu bagi mereka untuk berkonsultasi dengan spesialis kesehatan untuk melindungi tubuh anak dari penyakit yang tidak tertahankan.
f. Menumbukan pada anak untuk bersikap zuhud dan tidak hanyut dalam kenikmatan. Secara etimologis, zuhud yakni tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkanya. Imam Al-Ghazali memaknai zuhud sebagai jalan orang menuju akhirat. Orang seperti ini tidak tertarik dengan duniawi dan lebih mementingkan akhirat.(Muhammad Hafiun 2017:hlm 78) Oleh karenanya, bisa disimpulkan bahwa zuhud ialah sifat yang berusaha untuk menjauhkan diri dari kesenangan dunia dan memfokuskan diri untuk segala hal yang berkaitan dengan akhirat.
g. Menumbuhkan karakter bersungguh-sungguh dan perwira kepada anak.
Wajiblah para pendidik khusunya kedua orangtua untuk memelihara dan menjaga anak-anaknya sejak dini dan menumbuhkan ke dalam jiwanya hakikat keperwiraan, kesederhanaan, kegigihan dan akhalk yang mulia dengan sebaik-baiknya. Adapun solusi yang diberikan oleh Abdullah Nashih Ulwan yang beliau paparkan untuk menjaga para remaja agar terhindar dari gejolak hawa nafsu yang datang kepadanya ketika ia beranjak pada usia baligh ialah dengan memanfaatkan waktu kosong dengan berolahraga, memilihkan teman yang bisa dipercaya,
mempelajari ilmu yang da manfaatnya, keterampilan, menghadiri majelis ilmu atau melatih otak atu ketangkasan dengan memanah sebagai bekal jihad diri.
3. Tanggung Jawab Pendidikan Akal
Akal mempunyai makna kemampuan berpikir yang ada di dalam diri manusia. Pendidikan akal (rasio) persfektif Abdullah Nashih Ulwan adalh pendidikan yang membuat pola pikir anak terarah pada semua yang bermanfaaat, baik ilmu syar’i, kebudayaan, ilmu modern, kesadaran, pemikiran dan peradaban.Abdullah Nashih Ulwan, Op.Cit., hlm 200. Proses yang dilalui oleh para pendidik pada setiap bentuk tanggungjwab yang diterapkan pada anak berfokus pada tiga permasalahan, yakni :
a. Kewajiban mengajar. Tidak menjadi keraguan lagi tanggung jawab ini amat penting di agama Islam. Karena, Islam memberikan beban tanggung jawab banyak ini kepada para orangtua terhadap pengajaran anak-anak mereka, menanamkan kesadaran mempejarai banyak limu, pengetahuan yag murni dan kefokusan berpikir untuk mendapatkan pemahaman.
b. Penumbuhan kesadaran intelektual. Diantara bentuk kewajiban luar biasa yang diberukan Islam kepada pengajar, khususnya orang tua, ialah menumbuhkan kesadaran akan daya pikir anak sejak mereka kecil, hingga mereka dewasa serta tumbuh dan berkembang.
c. Kesehatan akal. Abdullah Nashih Ulwan memperingati seorang pengajar atau orangtua untuk tetap mengupayakan dan mejaga akal anak semaksimal mungkin. Berkat itu, pemikiran anak selalu benar dan anak menjadi kokoh, otak menjadi bersih dan kecerdasan anak menjadi dewasa. Pendidikan intelektual juga merupakan pendidikan yang penting. Pendidikan intelektual tidak bisa berdiri sendiri, sebagai mata rantai dan saling terkait dalam pendidikan iman, pendidikan jasmani serta pendidikan akhlak.
4. Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan
Dalam Al-Quran, kata jiwa diistilahkan dengan kata nafs yang mengandung pengertian umum dari suatu apa yang lebih pada dasarnya menyinggung diri sendiri. Masing-masing insan memilki dua nafs, nafs akal dan nafs jiwa. Kehilangan nafs akal mengakibatkan manusia tidak bisa berpikir tapi ia tetap hidup, ini bisa dilihat saat manusia tidur. Sedangkan kehilangan nafs ruh atau jiwa akan mengakibatkan hilangnya kehidupan.
(Sahidi Mustafa, (2018): hlm. 25.) Abdullah Nashih Ulwan mengungkapkan bahwa pendidikan kejiwaan ialah proses pemberian edukasi kepada anak yang bermula pada usia dini melalui pemberian pengajaran tentang toleransi, tanggung jawab, tidak takut, mandiri dan suka menolong. Objek dari pendidikan. Adapun faktor negatif yang terdapat pada diri anak ialah : a. Minder. Minder merupakan perasaan takut dan psimis serta menjauhkan
diri ketika bertemu oranglain. Solusi yang paling tepat untuk menhindari anak dari sifat minder ini ialah memberikan pembiasaan anak untuk bersosialisasi dengan orang lain, atau bisa juga mengajak mereka untuk berkomunikasi langsung dengan orang yang ada dihadapanya.
b. Takut. Rasa takut ialah gangguan psikologis yang mengenai anak usia dini dan orang dewasa. Faktor yang mengakibatkan semakain besarnya rasa takut pada anak, yakni ibu yang suka menakuti dengan kegelapan atau bayangan. Kebiasaan ibu yang memanjakan anak, kebiasaan mengurung anak dan sering menceritakanya khayalan sekitar jin dan setan. Kecemasan ialah suatu firasat mengenai situasi yang menakutkan yang akan terjadi serta merupakan persiapan untuk melakukan tindakan tetapi pada kenyatannya belum bisa terelalisasikan. Solusi yang ditawarkan Abdullah Nashih Ulwan agar pendidik bisa menghidari rasa takut pada anak ialah menanamkan keimanan kepada Allah di dalam diri anak sejak permulaan perkembanganya. Pemberian rasa bebas bertindak kepada anak, membiasakanya memegang tanggung jawab sesuai usia pertumbuhanya dan kemampuanya. Tidak menakuti anak secara
berlebihan. Memberikan peluang kepada anak untuk bersosialisasi dengan orang lain.
c. Perasaan mempunyai kekurangan. Perasaan mempunyai kekurangan ialah situasi kejiwaan yang menghampiri anak sebab adanya faktor, dari pembawaan (cacat tubuh) tekanan mental, pendidikan mapun faktor ekonomi.. Dalam pandangan Abdullah Nashih ulwan kondisi ini tergolong keadaan yang paling menghawatirkan pada kejiwaan anak, sebab dapat membawa anak menuju kehinaan, kecelakaan dan berlumur dosa.
Adapun solusi yang ditawarkan oleh Abdullah Nashih Ulwan dalam menghadapi kondisi kejiwaan pada anak ini adalah memberikan pengokohan iman orang tua terhadap takdir Allah Swt, memberikan pendidikan yang berproses kepada anak, meneladani akhak Rasullullah Saw pad masa kecil hingga menjadi pemuda dans ampai ia diangkat Allah menjadi Rasul. Maka, pendidikan harus dibangun di atas pondasi yang menanamkan perilaku sederhanan, percaya diri, memikul tanggungjawab dan menumbuhkan sikap keberanian.
a. Hasad. Hasad adalah sifat yang ada pada diri seseorang apabila melihat nikmat yang dimiliki oranglain, ia berharap nikmat itu hilang dari orang tersebut menjadi miliknya. Sifat ini adalah fenomena sosial yang berbahaya, apabilan seorang pendidik tidak dengan sigap menanggulanginya sejak dini, maka ini akan menghantarkan anak pada akibat dan pengaruh buruk. Islam sudah memberikan arahan agar pendidik bisa menjaga anak-anaknya dari sifat hasad tersebut. Abdullah Nashih Ulwan memeparkkan pedoman pendidikan untuk menghidari sifat hasad yakni dengan memberikan cinta pada anak, terwuudnya keadilan diantara sesama anak, menguburkan dampak yang menyembabkan hasad serta mengajarkan anak untuk bisa mengontrol emosi dan menahan amarahnya.
5. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial ialah pendidikan yang memberikan arahan kepada anak metode beretika dengan baik pada kehidupan bermasyarakat yang dasarnya bersumber dari akidah Islam. Abdullah Nashih Ulwan memaparkan sarana dalam penerapan tanggung jawab pendidikan sosial yakni :
a. Takwa
Takwa sebagai hasil dari keyakinan yang kuat, keyakinan yang umumnya dittopang dengan mengalami rasa takutakan murka dan adzab Allah SWT serta terus menerus mengharapkan limpahan keagnungan dan ampunan-Nya. Takwa merupakan sebuah perasaan dalam sanubari, kelembutan perasaan, serta rasa kewaspadaan.
b. Persaudaraan
Persaudaraan menjadi satu dari banyaknya ajaran Islam dan sunnah Nabi Muhammad Saw. Asal katanya dari bahasa Arab, ukhuwah islamiyah.
Ukhuwah sendiri berarti ikatan antara hati dan jiwa dengan ikatan akidah yakni ikatan yang amat kokoh dan amat mahal harganya karena dipupuk atas rasa keimanan.(Khairil Ikhsan Siregar 2018:hlm 162) Persaudaran adalah keterkaitan hati yang menciptakan perasaan yang mendalam karena memiliki, cinta dan hirmat karena terikat oleh akidah Islam. Dari persaudaraan dan kecintaan karena Allah Swt ini, maka interaksi antar seluruh umat Islam sepanjang sejarah didasarkan pada hubungan yang terbaik, mengutamakan sesama, saling membantu dan mendukukung satu sama lain.
c. Kasih sayang
Anak membutuhkan kasih sayang oranglain, terutama dari kedua orangtua. Seorang anak memeprlukan rasa aman dan tenang. Kasih sayang adalah perasaan lemah lembutm kepekaan dan menumbuhkan perasaan simpati kepada orang lain. Kasih sayang adalah perbuatan yang menghindarkan manusia dari kejahatan. Rasulullah Saw jadi sifat cinta pada sesama orang untuk memperoleh cinta kasih Allah. Kasih sayang seorang mukmin bukan hanya untuk sesama mukmin saja namun tumbuh dan berkembang kepada semua manusia lainnya.
d. Itsar (mengutamakan oranglain)
Seseorang telah bisa disebut berpribadi itsar apabila ia telah isa memandang kepentingan oranglain lebih penting dari kepentingan diri sendiri. (Fina Hidayati, 1 (2016): hlm. 60. Dapat disimpulkan bahwa itsar adalah bentuk prilaku yang mendahulukan kepentingan oranglain dari kepentingan pribadi. Sifat ini adalah sifat yang menganjurkan manusia agar tidak egois dan menyempatkan diri untuk memikirkan orang lain.
e. Memaafkan orang lain
Kata maaf berarti pengampunan atau menunjukkan kebaikan hati kepada seseorang, tidak senang kepada seseorang. Memaafkan ialah perasaan dalam hati yang menimbulkan prilaku toleran dan tidak menuntut hak pribadi. Para pendidik diharapkan bisa mendidik anak-anaknya agar tertanam dalam diri anak rasa toleran dan baik hati, sehingga anak bisa menjadi pribadi yang hatinya lembut dan mudah memaafkan kesalahan oranglain.
f. Keberanian
Keberanian merupakan kekuatan jiwa yang dimiliki seorang individu berkat keimanan dan keyakinanya kepada Allah Swt sebagai Tuhan yang Maha Esa dn Maha tinggi.
g. Menjaga hak orang lain
Baik itu menjaga hak orang tua, hak kerabat, hak guru, hak teman, hak tetangga dan kewajiban beretika dalam masyarakat.
6. Tanggung Jawab Pendidikan Seks
Pandangan Islam terhadap seks yaitu ini merupakan penyaluran hawa nafsu melalui cara yang halal yakni pernikahan. Orang yang mengerjakannya patut memperoleh ridho Allah dan berhak untuk mendapatkan pahala serta balasan.(Abdullah Nashih Ulwan 2011:hlm 116) Banyak kaum kafir menuduh bahwa Islam merupakan agama yang mengekang dan memandang seks sebagai perbuatan yang keji, kotor dan hina. Tuduhan-tuduhan itu tidak memilki landasan apapun dalam ajaran Islam.
Diketahui bersama, bahwa Islam tidak membenarkan seseorang untuk senantiasa menuruti hawa nafsunya. Islam hanya memberikan batasan- batasan kapan hawa nafsu tersebut boleh dituruti dan kapan pula hawa nafsu itu tidak boleh dituruti. Oleh karenanya solusi yang paling tepat dan obat yang paling ampuh untuk menyalurkan hawa nafsu dengan baik adalah melalui pernikahan. Allah mengharamkan perzinahan tetapi Allah menghalalkan pernikahan.
Pendidikan seks disini ialah pendidikan yang memberikan pengajaran, yang jelas kepada anak saat ia telah paham perihal yang ada kaitanya dengan seks dan pernikahan. Pendidikan seks yang diberikan perhatian pendidik memilki beberapa fase berikut :
a. Umur 7-10 tahun, atau disebut masa akhir dari anak-anak. Pada usia ini anak diberitahu etika meminta izin ketika ingin memasuki kamar orangtua atau orang lain dan diajarkan etika saat lihat lawan jenis.
b. Umur 10-14 tahun, sering disebut masa umur pra-dewasa, anak dihindari dari segala sesuatu yang berkaitan dengan seks.
c. Umur antara 14-16 tahun, disebut usia baligh. Pada usia ini anak sudah diberitahu mengenai hubungan seksual saat ia telah siap untuk menikah.
d. Umur sesudah baligh yang sering disebut anak muda, anak diberitahu bagaimana memelihara kehormatan dan ketenangan pada saat menahan diri dari hawa nafsu apabila belum sanggup untuk menikah.
Alangkah bagusnya ketika seorang ayah atau seorang ibu selalu menyiapkan waku luang sama-sama anaknya hanya untuk mendengarkan pelajaran yang mereka pelajari memberikan pemahamn pada anak tentang tugas rumah yang dikerjakan. Atau bahkan menonton kisah inspirasi, perjalanan hidup Nabi, menjelaskan tentang akhlak yang terpui atau saling menyimak hafalan atau memperbaiki bacaan Al-Quranya. Kemudian mengajak anak bermain yang menyenangkan namun diiringi dengan mendidik.
B. Analisis Metode Mendidik Anak Menurut Abdullah Nashih Ulwan 1. Mendidik Dengan Keteladanan
Abdullah Nashih Ulwan menejelaskan mendidik dengan keteladanan dianggap rumus paling ampuh untuk menyelesaikan permasalahan akhlak, terbentuknya karakter dan sosialnya. Itu karena pendidik merupakan teladan baik pada mata anak. Anak akan meniru tingkah laku yang mengajarkanya, mencerminkan akhlaknya. Ucapan dan prilaku pendidik akan terukir pada diri anak dan menjadi bagian dari cara berpikirnya.
Keteladanan yang baik akan berkesan positif dalam jiwa anak.(Muhammad Ibnu Abdul Hafidz 2015:hlm 57) Keteladanan pada pendidikan ialah cara efektif untuk mendidik anak karena anak seringkali mengikuti apa yang mereka lihat dan dengar. Anak yang telah dididik dengan usaha luar biasa yang dipersiapkan untuk kebaikanya dan kesucian fitrahnya ia tidak mencapai prinsip kebaikan dan pokok pendidikan utama selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai moral yang tinggi.(Mohammad Adnan 2021:hlm 99) Maka dari itu, lingkungan sekitar tempat tumbuh kembang anak harus memberikan contoh yang baik untuk anak. Pendidikan keteladanan anak mempunyai dampak yang bagus pada anak jika pendidikan ini diberikan secara terus-menerus, sehingga papun yang mereka lihat itulah yang biasanya mereka tiru.
2. Mendidik Dengan Pembiasaan
Sudah tetap dalam syariat Islam anak dari berada awal di dunia telah diciptakan di kondisi bertauhid yang suci, agama yang lurus dan iman kepada Allah SWT. Sebagiamana yang dijelaskan di Al-Quran Surah Ar- Rum ayat 30 :
َذ ِۚ هللَّٱ ِقۡلَ ِلِ َليِدۡبَت َلَ ۚاَهۡيَلَع َساهلنٱ َرَطَف ِتِهلٱ ِ هللَّٱ َتَرۡطِف ۚاٗفيِنَح ِنيِدلِل َكَهۡجَو ۡمِقَأَف َكِل
َنوُمَلۡعَي لَ ِساهلنٱ َ َثَۡك َ َ
أ هنِك َلَو ُمِديَق ۡلٱ ُنيِدلٱ
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama Allah, selalulah atas fitrah Allah yang sudah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Dari sini terlihat kebiasaan, pendisiplinan bagian dalam perkemabngan anak dan memperkuat tauhid yang suci, pribadi yang baik, saat yang terhormst dan moral syariat yang lurus. Dapat dipastikan bahwa
ketika anak mempunyai dampak pendidikan Islam yang baik serta dampak lingkungan yang kondusif, maka anak itu mengalami masa kanan-kanak dengan kepercayaan diri yang kuat, memiliki pribadi yang islami dan sampai pada puncak jiwa dan karakter yang baik.
3. Mendidik Dengan Nasihat
Jika nasihat yang tulus bertemu dengan hati yang suci dan akal yang sehat, maka akan menimbulkan dampak positif yang signifikan. Nasihat akan membuat anak paham mengenai hakikat sesuatu dan memberinya kasadaran mengenai prinsip Islam. Pantaslah apabila Al-Quran menggunakan cara ini untuk menyeru manusia berkomunkasi serta mengulang-ulanginya nasihat pada banyak ayat. Memberikan nasihat bisa membuka wawasan anak mengenai hakikat sesuatu. Sampai memberikan manfaat baik pada anak serta bisa membuka hati ini dengan dorrongan memberikan perbaikan sikap ke arah positif. Kemudian, nasihat yang disampaikan seharusnya berdasarkan dengan prinsip keislaman. Nasihat hendaknya disampaikan dari hati ke hati, agar anak bisa menerimanya dengan lapang dada.
4. Mendidik Dengan Perhatian
Mendidik dengan perhatian ialah ikut dalam berkembangnya anak dan mendampinginya untuk terbentuknya akidah, akhlak, mental dan sosialnya.
Demikian pula selalu memantau kondisinya pada pendidikan fisik dan intelektualnya. Mendidik dengan perhatian ini pula merupakan yang penuh.
Rasullullah Saw sudah memberikan contoh pada kaumnya dalam memperhatikan para sahabatnya. Beliau bertanya tentang kondisi mereka, mengaawasi prilaku mereka, memeringari mereka ketika ceroboh, memberikan dukungan saat mereka berbuat baik, mengasihi mereka yang miskin, membimbing mereka yang masih kecil dan memberitahu mereka yang tidak tahu apa-apa.
Adapun pengawasan dan perhatian yang harus diberikan orang tua terhadap aak di lingkungan keluarga ialah :
a. Pengawasan terhadap ibadahnya
Orang tua menjadi orang pertama yang lebih dekat untuk mengawasi ibadah yang dilakukan anak. Khususnya shalat lima waktu sehari semalam. Orang tua harus memberikan pantauan yang cermat seperti apa semangat anak mereka dalam melaksanakan shalat.
b. Pengawasan erhadap prilaku keseharianya
Orang tua harus memperhatikan dengan baik seperti apa tinkah laku anak baik saat berhubungan dengan keluarganyam saudaranya, tetangganya, temanya maupun masyarakat sekitar.
c. Pengawasan terhadap prestasi belajar
Dengan memberikan perhatian mengenai prestasi belajar anak, maka orang tua sudah memberikan dorongan pada anak untuk menjadi orang yang sukses.
Rasullullah Saw telah memberikan contoh kepada kita kaumnya dalam memperhatikan para sahabatnya. Beliau bertanya tentang kondisi mereka, mengaawasi prilaku mereka, memeringari mereka ketika ceroboh, memberikan dukungan saat mereka melakukan kebaikan, mengasihi mereka yang miskin, membimbing anak kecil dan memberitahu mereka yang tidak tahu apa-apa. Memastikan prinsip tauhid telah tertanam dalam dirinya. Lalu, memperhatikan bacaan yang sering dibaca anak, baik buku, majalah dan lain sebagainya. Jika terdapat bacaan yang menyimang, seorang pendidik harus sigap meluruskannya. Selain itu, pendidik juga harus memperhatikan siap yang menjadi kawan anak. Mencarikan anak sahabat yang baik dan sahlih sehingga dapat berdampak positif bagi dirinya. Tidak kalah pentingnya juga seorang pendidik harus memperhatikan organisasi apa yang diikuti anak, karena lingkungan tersebut juga berpegaruh terhadap tumbuh kembang kepribadian anak.
5. Mendidik Dengan Hukuman
Hukum yang ada dalam Islam memiliki cakupan prinsip yang ada perkara penting yang tak terbayangkan bagi manusia apabila hidup tanpanya. Hukuman ialah instrumen dalam pengajaran yang diperlukan untuk memberikan perbaikan prilaku anak saat mereka melanggar aturan.
Dalam Islam hukuman tidak seharusnya diberikan, tetapi hanya untuk memberikan perbaikan prilaku anak yang melenceng dari ajaran Islam.
(Samsudin dan Muhammad Asrofi 2021:hlm 181)
Adapun syarat orangtua dalam menjatuhkan hukuman kepada anak mencakup hal berikut, yakni orangtua tidka terlalu terburu-buru saat memberikan hukuman kepada anak. Orangtua tidak boleh memukul saat dalam keadaan marah, pukulan hendaknya tidak begitu menyaikitkan, jika anak baru berbuat kesalahan sekali, maka berikanlah ia kesempatan untuk bertaubat atas perbuatan yang dia lakukan, apabila anak sudah dewasa dan orangtua melihat bahwa pukulan yang diberikan tak membuatnya jera, maka boleh menambah dan mengulangi pukulan tersebut.(Hasan Syamsi 2014:hlm 40) Hukuman yang diberikan orangtua pada anaknya hendaknya berdasarkan dengan masa tumbuh kembang usianya, supaya masa tumbuh kembang anak secara psikologis bisa melaju dengan baik.
C. Relevansi Konsep Pendidikan Anak Dalam Islam Menurut Abdullah Nashih Ulwan Dengan Pembentukan Karakter Religius Di Lingkugan Keluarga
Tanggung Jawab pendidik dan cara pendidikan yang dijelaskan oleh Abdulllah Nashih Ulwan tersebut merupakan konsep pendidikan anak dalam Islam yang lengkap dan menyeluruh. Jika ini bisa diterapkan oleh para pendidik atau orangtua dengan baik, maka tidak diragukan lagi akan melekat karakter religius pada diri setiap anak serta akan terlahir para generasi muslim sejati yang kuat akidahnya, baik akhlaknya serta cerdas intelektualnya dan bisa hidup serta bersosialisasi baik di dalam masyarat.
Tanggung jawab pendidikan iman dan pendidikan moral dalam keluarga yang diiringi dengan metode mendidik melalui keteladanan dan nasihat akan membentuk karakter religius anak dengan indikator patuh menjalankan ajaran agama Islam, memiliki pondasi iman yang kuat serta adanya moral baik yang melekat pada kepribadianya. Tanggung jawab pendidikan fisik dan pendidikan akal yang diiringi dengan metode mendidik melalui pembiasaan akan menciptakan fisik anak yang kuat dan akal yang cerdas, dengan fisik yg kuat dan akal yang cerdas tersebut maka akan memperbanyak peluang anak untuk
melakukan banyak kebaikan. Kemudian tanggung jawab pendidikan kejiwaan dan sosial yang diiringi dengan metode mendidik melalui perhatian akan membentuk karakter religius anak dengan indikator dapat memahami arti toleransi yang sebenarnya, hidup rukun di masyarakat serta selalu berusaha untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Terakhir tanggung jawab pendidikan seks yang diiringi dengan metode mendidik melalui pengawasan dan hukuman akan membentuk karakter religius anak dengan indikator melakukan perintah Allah SWT serta menjauhi larangan-Nya dengan usaha mengontrol hawa nafsunya. Apabila kedua orangtua dapat mengimplementasikan ketujuh tanggung jawab tersebut dengan baik di lingkungan keluarga diiringi metode mendidik melalui keteladanan, pembiasaan, nasihat, perhatian dan hukuman secara berkelanjutan, maka karakter religius akan terbentuk pada diri anak di lingkungan keluarga. Konsep pendidikan anak dalam Islam menurut Abdullah Nashih Ulwan yang berlandaskan Al-Quran dan Hadits ini memiliki relevansi yang signifikan dalam pembentukan karakter religius pada anak di lingkungan keluarga.
Apabila semua tanggung jawab tersebut dilaksanakan oleh para orangtua dengan penuh kesadaran, maka tanggung jawab itu sebenarnya sejalan dengan penanaman karakter religius pada anak di lingkungan keluarga, diantaranya : 1. Tertanamnya keimanan yang kokoh dalam diri.
Jika sejak kecil seorang anak tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah SWT. Ia akan memiliki kemampuan dan bekal pengetahuan di dalam menerima keutaman dan kemuliaan.
2. Kesadaran akan selalu mengingat Allah SWT.
Jika setiap saat anak selalu mengingat Allah SWT, merasa diawasi, adanya rasa takut dan selalu meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT, maka anak tidak akan melakukan perbuatan buruk dan menyimpang, karena ia yakin Allah melihat segala perbuatanya, baik yang nampakkan ataupun disembunyikan.
3. Mencintai Al-Quran dan mengimplementasikan ajaran Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Mencintai Al-Quran adalah sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Mencintai Al-Quran ialah berusaha selalu membersamai dan berinteraksi dengan Al-Quran disetiap saatnya. Membaca, merenungi, memahami serta mengimplementasikanya dalam kehidupanya sehari-hari.
Menanamkan cinta ini kepada seorang anak bukanlah hal mudah, harus dimulai sejak dini, membuatnya nyaman dan candu untuk terus bersama Al- Quran.
4. Terhindar dari sifat pembohong dan mencaci orang lain.
Menghindarkan anak dari sifat pembohong dan mencaci orang lain ini merupakan perkara yang harus dibiasakan sejak dini. Tentunya, ini harus dimulai terlebih dahulu oleh diri seorang pendidik, jika seorang pendidik telah menerapkan dalam pribadinya, maka menjadi langkah awal yang memudahkan untuk mengajarkan anak didiknya.
5. Tidak tenggelam dalam kesenangan duniawi.
Harta yang melimpah dan jabatan yang tinggi merupakan sebagian contoh kesenangan duniawi yang seharusnya tidak menjadikan manusia tenggelam di dalamnya. Menanamkan pada diri anak bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara dan kehidupan akhirat adalah kehidupan kekal yang sebenarnya menjadi salah cara untuk mengarahkan anak agar ia tidak terlena dengan kesenangan duniawi yang diperolehnya saat ini.
6. Memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatan diri.
Menanamkan kesadaran pada diri anak bahwa menjaga kesehatan sewaktu sehat adalah lebih baik daripada meminum obat saat sakit. Contoh kecil yakni membiasakan anak untuk dapat memilih makanan yang halal serta baik bagi kesehatanya. Di kemajuan zaman saat ini, telah banyak tercipta makanan cepat saji dan instan yang menggiurkan selera anak, ini yang menjadi tugas orang tua untuk mengawasi makanan yang masuk ke dalam mulut anak.Bukan hanya dalam hal makan dan minum saja, memperhatikan gerak dan kedaan kejiwaan anak juga hal yang amat penting. Mengajarkan anak untuk meneladani Rasulullah SAW dalam segala sisi kehidupan menjadi solusi terbaik yang dapat dilakukan oleh orang tua.
7. Dapat mengontrol hawa nafsu dalam diri.
Menemani masa-masa munculnya hastrat dan timbulnya hawa nafsu dalam diri anak dengan mengalihkanya pada kegiatan yang lebih positif seperti tenggeleam dalam ibadah, menyalurkan hobi dalam seni, meluapkan gejolak jiwa dengan kata-kata dalam puisi dan melukis, menyalurkan kekuatan yang tersimpan dengan berolahraga, konsentrasi dalam pendidikan dan dakwah menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan orang tua agar anaknya tidak terjerumus dalam menuruti hawa afsu negatifnya serta membimbing anak agar sampai pada waktu yang tepat nanti akan datang menghampiri dan cinta yang susungguhnya akan menemani kehidupan anak dalam tali pernikahan.
8. Mudah memaafkan orang lain, mencintai tali persaudaraan, menerima perbedaan dan memahami toleransi.
Permusuhan dan penyakit hati adalah noda yang mudah ditemui dalam diri anak. Membersihkan hati anak dengan kebiasaan-kebiasaan baik, seperti tidak membandingkanya dengan orang lain, selalu mengajarkan kebaikan, menjelskan pada anak bahwa setiap manusia memiliki kekurangan dan kesalahan, menyadarkan anak bahwa kita hidup di dunia ini tidak sendirian dan bersamaan, menghargai pendpat dan pemikiran orang lain dalam hal apapun kecuali keyakinan dan ketauhidan serta memberikan pemahaman bahwa adanya perbedaan untuk menguatkan persaudaraan.
Meningkatkan kesadaran orang tua dalam mengimplementasikan tanggung jawabnya untuk membentuk karakter religius di lingkungan keluarga menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh.Abdullah Nashih Ulwan mendeskripsikan bahwa orangtua sangat berperan dalam memberikan didikan dan menjaga anak-anaknya, dengan demikian mereka terdidik dalam akhlak yang mulia dan tumbuh dalam kebaikan. Orangtua diharapkan harus mendidik anak-anaknya secara maksimal agar anak tersebut bisa memiliki prilaku baik yang tertanam dalam dirinya sejak dini. Semua tanggung jawab tersebut akan bisa diterapkan dengan baik pada anak apabila lingkungan keluarga mendukung, maka dari itu peran seluruh anggota keluarga amat memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter religius anak.
Pola asuh yang baik akan memudahkan orangtua dalam mengarahkan anaknya untuk memiliki karakter religius yang terbentuk dari lingkungan keluarga. Maka dari itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk melatih dirinya agar meningkatnya rasa kesadaran dalam menjalankan tanggung jawab mendidik anak di lingkungan keluarga diantaranya, selalu berusaha untuk meningkatkan ketakwaan, belajar menjadi pribadi yang lebih sabar dan selalu berusaha memperkaya ilmu, orang tua harus mengiklaskan niatnya karena Allah dalam setiap melakukan tugas pendidikanya serta mengharap ridho Allah SWT, berusaha menjadi pribadi yang pemaaf dan santun, mendengarkan apa yang diceritakan anak dengan penuh perhatian, menyediakan waktu yang berkualitas, menghindari komunikasi negatif kepada anak, seperti menyalahkan, membandingkan, mengancam, mengkritik dan menyindir, Orang tua harus menyadari bahwa setiap anak adalah unik dan anugerah yang Allah berikan dan anak dapat berkembang sesuai usianya masing-masing serta selalu memberikan motivasi pada anak untuk tetap berkembang walau memiliki kekurangan serta selalu memberinya semangat agar terbentuknya konsep diri yang positif.
Konsep pendidikan anak dalam Islam dalam pandangan Abdullah Nashih Ulwan ini sejalan untuk menciptakan anak yang memiliki karakter religius.
Yakni anak yang taat menjalankan perintah Allah serta bisa menahan diri untuk menjauhi larangan-Nya, menjadikan Islam sebagai agamanya, Al-Quran sebagai pedoman kehidupanya dan Rasulullah Saw sebagai suri tauladanya, dapat hidup dalam masyarakat dengan rukun serta memahami makna toleransi yang seutuhnya.
KESIMPULAN
Tanggung jawab pendidik dalam pandangan Abdullah Nashih Ulwan terdiri dari tujuh tanggung jawab, yakni tanggung jawab pendidikan iman, tanggung jawab pendidikan moral, tanggung jawab pendidikan fisik, tanggung jawab pendidikan akal, tanggung jawab pendidikan kejiawaan, tanggung jawab pendidikan sosial dan terakhir tanggung jawab pendidikan seks.
Metode mendidik anak dalam Islam menurut Abdullah Nashih Ulwan terdiri dari lima metode, yakni membimbing dengan keteladanan, pembiasaan, pengawasan atau perhatian dan dengan hukuman.
Apabila para orang tua memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengimplementasikan tangung jawabnya dalam mendidik anak dan disertai metode mendidk dengan cara yang tepat maka karakter religius akan mudah terbentuk pada diri anak. Konsep pendidikan anak dalam Islam menurut Abdullah Nashih Ulwan yang berlandaskan Al-Quran dan Hadits ini memiliki relevansi yang signifikan dalam pembentukan karakter religius pada anak di lingkungan keluarga. Konsep ini juga masih sangat relevan diterapkan dalam kehidupan di kemajuan zaman yang serba modern ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Nashih Ulwan. 2011. Ada Apa Dengan Seks. Jakarta: Gema Insani.
Abdullah Nashih Ulwan. 2020. Tarbiyatul Aulad Fil Islam, Pendidikan Anak Dalam Islam, Ter. Arif Rahman Hakim. Cet 12. Solo: Insan Kmil.
Abdullah Nashih Ulwan. 2021. Petunjuk Praktis Mencapai Derajat Tqawa (Tarbiyah Ruhiyah). Jakarta: Robbani Press.
Bambang Saymsul Arifin. 2015. Psikologi Agama. Bandung: CV Pustaka Setia.
Dede Darisman. 2017. “Konsep Pendidikan Anak Menurut Abdullah Nashih Ulwan.” Jurnal Penelitian Pendidikan Islam 5(1).
Departemen Agama RI. 2019. Al-Quran Dan Terjemahan. Bandung: CV Penerbit Departemen.
Fina Hidayati. 2016. “Konsep Altruisme Dalam Persfektif Ajaran Agama Islam (Itsar).” Jurnal Psikoislamika 13(1).
Fuad Nashori. 2011. “Meningkatkan Kualitas Hidup Dengan Pemafaan.” Jurnal Penelitian Pendidikan Islam 13(75).
Hasan Syamsi. 2014. Modern Islamic Parenting. Solo: Aisar Publishing.
Johan Istiadie dan Fauti Subhan. 2013. “Pendidikan Moral Perspektif Abdulah Nashih Ulwan.” Jurnal Pendidikan Agama Islam 1(1).
Khairil Ikhsan Siregar. 2018. “Konsep Persaudaraan Sebagai Profetik Sunnah Dalam Persfektif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UNJ.” Jurnal Studi Al- Quran 14(2).
Mardeli, and dkk. 2017. “Proses Pembelajaran Di Program Studi Pendidikan Agama Islam FITK UIN Raden Fatah Palembang.” Jurnal Tadrib 3(no.1):57.
Miftahul Yana. 2018. Hidup Sehat Dalam Persfektif Pendidikan Agama Islam Di Masyarakat Kelurahan Karang Anyar. Curup: IAIN Curup.
Mohammad Adnan. 2021. “Konsep Pendidikan Karakter Prespektif Abdullah Nashih Ulwan.” Jurnal Studi Kemahasiswaan 1(1).
Muhammad Hafiun. 2017. “Zuhud Dalam Ajaran Tasawuf.” Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah Islam 14(1).
Muhammad Ibnu Abdul Hafidz. 2015. Cara Nabi Mendidik Anak. Jakarta: Al-
I’tishom Cahaya Umat.
Muhammad Isnaini. 2013. “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Di Madrasah.” Jurnal Al-Ta’lim 1(6).
Nabawi Sakdiah. 2020. “Pendidikan Karakter Melalui Pembinaan Kasih Sayang Dalam Pandangan Islam.” Jurnal Kependidikan 1(1).
Ngalim, Purwanto. 2014. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Niken Ristianah danToha Ma’sum. 2021. “Tanggung Jawab Pendidikan Perspektif Abdullah Nashih Ulwan.” Jurnal Pendidikan Islam 3(2).
Pupu Saiful Rahmat. 2018. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sahidi Mustafa. 2018. “Konsep Jiwa Dalam Al-Quran.” Jurnal Pendidikan Islam 2(1).
Samsudin dan Muhammad Asrofi. 2021. “Hukuman Dalam Pendidikan Islam : Studi Atas Dampak Psikologis Anak Usia Dasar Dan Citra Guru.” Jurnal Pendidikan Islam 14(2).
Sudionno, Anas. 2015. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Syadidul Kahar. 2018. “Pendidikan Jasmani Dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Islam (Tinjauan Dalam Persperktif Filsafat Pendidikan Islam).”
Jurnal Pendidikan Jasmani Dan Ruhani 9(2).
Syarnubi, Syarnubi. 2019. “Guru yang Bermoral dalam Konteks Sosial, Budaya, Ekonomi, Hukum dan Agama (Kajian Terhadap UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen).” Jurnal PAI Raden Fatah 1(1). doi:
10.19109/PAIRF.V1I1.3003.
Tim Penyusuun Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah. 2014. Pedoman Penelitian Skripsi Dan Karya Ilmiah.
Yayah Fauziah. 2019. Peran Ibu Terhadap Pendidikan Anak Dalam Islam Menurut Abdullah Nashih Ulwan. Lampung: Universitas Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Zubaedi. 2017. Strategi Taktis Pendidikan Karakter Untuk PAUD Dan Sekolah.
Depok: PT Rajagrafindo Persada.