• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.1 Geomorfologi

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari aspek-aspek permukaan dan bentang lahan bumi, serta sejarah dan prosesnya yang dinamis. Ini mencakup deskripsi pembentukan dan evolusi bentang lahan, deskripsi kemampuan alam, dan hubungan antara variabel lanskap dan deskripsi bentang lahan. Terkait dengan penggunaan lahan, vegetasi, dan aspek dampaknya terhadap kehidupan manusia (Verstappen, 1983).

Kondisi geologi di wilayah studi wilayah Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung diinterpretasikan dengan pengamatan langsung secara in situ serta identifikasi dan analisis bentuk bentang alam wilayah studi menggunakan Data Elevation Model Nasional (DEMNAS). Komponen topografi yang diselidiki di daerah penelitian adalah morfologi dan morfogenesis. Morfologi meliputi morfometri, dan morfogenesis meliputi morfostruktur aktif, morfostruktur pasif, dan morfodinamika. Aspek morfologi daerah penelitian dikonfirmasi berdasarkan koefisien kemiringan dan perbedaan ketinggian.

Aspek morfologi ini dapat diartikan sebagai satuan topografi daerah penelitian berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985) berdasarkan pengamatan lapangan penelitian.

III.1.1 Morfometri

Pengukuran morfometri adalah pengukuran kuantitas topografi, karakteristik, dan bentuk permukaan bumi. Morfometri bertujuan untuk mengekstrak permukaan serta objek berbentuk aliran sungai serta bentang alam menggunakan model elevasi digital (DEM) dalam format raster atau vektor. Analisis morfometri. Pada penelitian ini dilakukan analisis morfologi untuk mengetahui derajat kemiringan lereng dan kondisi lahan di kawasan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran,

(2)

Provinsi Lampung. Menurut klasifikasi Van Zuidam (1985), ada tujuh derajat kemiringan lereng dan kondisi lahan: (>55 />140%) adalah suatu kondisi lahan yang sangat curam, (35 - 55/70-140%) merupakan lahan yang curam. Kondisi (16 -35/30-70%) adalah kondisi tanah terjal, (8-16 /15-30%) adalah kondisi tanah terjal, (4 -8 /7-15%) kondisi tanah agak curam, (2 -4/2) -7%) merupakan kondisi lahan yang sangat landai. (0 – 2 %) merupakan kondisi lahan datar/hampir datar (Gambar III.1).

Gambar III.1 Peta Morfometri Daerah Penilitian

III.1.2 Morfografi

Morfografi adalah salah satu aspek morfologi yang diidentifikasi secara kualitatif berdasarkan relief dan secara kuantitatif menurut kemiringan dan perbedaan ketinggian untuk menggambarkan dan menggambarkan topografi daerah penelitian. Analisis morfologi daerah penelitian menggunakan peta topografi atau peta topografi dan data (DEMNAS) untuk mengklasifikasikan unsur morfologi daerah penelitian (Gambar III.2).

Menurut klasifikasi Van Zuidam (1985), hubungan antara tinggi mutlak dan faktor bentuk dibagi menjadi tujuh sebagai berikut:

1. <50 meter adalah elemen bentuk datar atau sangat datar.

2. 50-100 meter adalah faktor bentuk bergelombang rendah.

3. 100-200 meter adalah elemen berbentuk bukit rendah.

4. 200-500 meter merupakan elemen perbukitan.

5. 500-1500 meter merupakan elemen berupa bukit yang tinggi

(3)

dataran gelombang rendah, perbukitan rendah, perbukitan, dan perbukitan tinggi.

Gambar III.2 Peta Morfografi Daerah Penelitian

III.1.3 Pola Aliran Sungai

Pola aliran sungai di kawasan vulkanik dapat terbentuk secara dinamis oleh pengaruh letusan gunung berapi. Salah satu ciri yang memunculkan proses eksogen berupa erosi adalah pola aliran sungai. Hubungan antara pola aliran dan proses erosi dapat membantu menjelaskan proses geomorfologi yang terjadi.

Pola aliran sungai di daerah penelitian (Gambar III.3) berdasarkan klasifikasi (Howard., 1967), dikendalikan oleh 3 pola aliran sungai, yaitu pola dendritik, pola trellis, dan pola Paralel. Pola aliran dendritik berada di tenggara, hijau dan berbentuk seperti cabang, yang mungkin mencerminkan ketahanan batuan yang seragam. Pola aliran trellis berada di barat dengan warna biru menjadi pola aliran yang dominan di daerah penelitian. Pola aliran sungai trellis terdapat pada daerah blok pegunungan pantai, daerah vulkanik atau metasedimen. Pola aliran paralel di bagian timur laut daerah penelitian dengan warna ungu dan aliran sejajar cabang sungai (Howard., 1967).

(4)

Gambar III.3 Peta Pola aliran Sungai Daerah Penelitian

III.1.4 Satuan Geomorfologi

Satuan geologi daerah penelitian di daerah Teluk pandan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung diidentifikasi berdasarkan pengamatan lapangan dari daerah penelitian peta morfologi, dan kondisi geologi persawaran. Daerah studi dibagi menjadi enam satuan medan; Perbukitan Denudasional Agak Curam(D2), Perbukitan Terisolasi Agak Curam - Curam (D4), Dataran Denudasional Sangat Landai (D5), Pantai (M3), Perbukitan Struktural Curam (S3, Perbukitan Vulkanik Sangat Curam (V14), dan Dataran Banjir (M10). Klasifikasi satuan topografi di daerah penelitian didasarkan pada klasifikasi Van Zuidam (1983).

III.1.4.1 Satuan Perbukitan Denudasional Agak Curam.

Satuan perbukitan erosional (D2) membentang di area yang ditandai dengan warna coklat tua (Gambar III.4). Satuan topografi ini diidentifikasi secara morfometri, morfologi, dan morfogenetik berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1983). Satuan ini memiliki bentuk perbukitan berbukit rendah yang terletak pada ketinggian 0-200 m dan memiliki gradasi 8-55% yang tergolong kelerengan curam. Pola aliran pada daerah ini adalah paralel. Secara morfogenetik, satuan perbukitan erosi dipengaruhi oleh proses endogen berupa struktur dan aktivitas vulkanik, serta proses eksogen berupa pelapukan dengan material penyusunnya berupa batupasir dan tuf.

(5)

Gambar III.4 Perbukitan Denudasional Agak Curam.

III.1.4.2 Satuan Perbukitan Terisolasi Curam.

Satuan perbukitan terisolasi curam (D4) ditandai dengan warna coklat, dan satuan topografi diidentifikasi dari morfometri, morfologi dan morfogenesis pada klasifikasi Van Zuidam (1983). Satuan ini berupa perbukitan rendah dengan kemiringan 21-55% dan elevasi 0- 100 meter yang tergolong kelas lereng agak curam – curam (Gambar III.5).

Gambar III.5 Perbukitan Terisolasi Curam.

III.1.4.3 Dataran Denudasional Sangat Landai.

Dataran denudasional sangat landai (D5) ditandai dengan warna coklat muda, dan satuan topografi diidentifikasi dari pengukuran morfometri, morfologi, dan morfogenesis menurut klasifikasi Van Zuidam (1983). Satuan ini memiliki bentuk yang landai dengan ketinggian 0-7%, elevasi ketinggian 0-2 m. Pola aliran pada alat ini adalah dendritik dan paralel (Gambar III.6).

D2

D5

D4

D5

(6)

Gambar III.6 Dataran Denudasional Sangat Landai.

III.1.4.4 Pantai.

Pantai (M3) ditandai dengan warna biru, dan satuan topografi diidentifikasi dari morfometri, morfologi, dan morfogenesis berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1983).

Satuan ini memiliki kemiringan yang sangat landai dengan 0-7% dan ketinggian 0-2 m (Gambar III.7).

Gambar III.7 Pantai.

III.1.4.5 Perbukitan Struktural Curam.

Satuan perbukitan struktural (S3) ditunjukkan dengan warna ungu, dan satuan topografi diidentifikasi dari morfologi, dan morfogenesis berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1983). Satuan ini memiliki kemiringan yang curam (kemiringan sangat curam) elevasi ketinggian 0-200 m dan kemiringan lereng 21-55%. Pola aliran sungai pada satuan ini adalah dendritik (Gambar III.8).

D2 V14

D5

D4

M3

(7)

Gambar III.8 Perbukitan Struktural Curam.

III.1.4.6 Satuan Perbukitan Vulkanik Sangat Curam.

Satuan perbukitan vulkanik (V14) ditampilkan dalam warna merah, dan satuan topografi diidentifikasi dalam morfologi, morfologi, morfogenesis berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1983). Satuan memiliki kemiringan yang curam (kemiringan sangat curam) dengan ketinggian 50-600 m dan kemiringan lereng 21-140%. Pada satuan ini, pola aliran sungai yaitu sub dendritik dan paralel (Gambar III.9).

Gambar III.9 Perbukitan Vulkanik Sangat Curam.

III.1.4.7 Dataran Banjir

Dataran banjir (M10) ditampilkan dengan warna biru laut, satuan topografi diidentifikasi dalam morfologi, morfografi, dan morfogenesa berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1983). Satuan ini memiliki kemiringan lereng yang landai dengan ketinggian 0-2 meter dan kemiringan lereng 0-7% (Gambar III.10).

S3

D5

(8)

Gambar III.10 Dataran Banjir.

III.1.4.8 Tahapan Geomorfik

Tahap geomorfik merupakan tahapan pada setiap siklus yang menunjuk dalam pembentukan relief (terrain) & bentang alam. Bentang alam yang terbentuk waktu ini adalah fungsi menurut struktur, petrologi, tahapan topografi, atau proses erosi (Howard, 1967). Tingkat topografi suatu wilayah dapat dijelaskan berdasarkan deskripsi morfologi yang komprehensif, dengan mempertimbangkan proses endogen dan eksogen.eksogen. (Gambar III.11).

Gambar III.11 Foto lembah sungai, (a) lembah V, (b) lembah U.

Klasifikasi tahap erosi dapat terbagi menjadi tiga kategori: tua, muda dan dewasa (Howard 1967). Pada daerah penelitian termasuk dalam periode erosi dewasa hingga muda, dan periode erosi muda daerah penelitian lembahan berbentuk V, air terjun, jeram, dan sungai dengan lembah sempit. Di sisi lain, tahapan dewasa di daerah penelitian dicirikan oleh aliran sungai yang cukup deras. Tahap dewasa juga dicirikan oleh tipe lembah U-V, dengan dataran di dasar sungai dan lembah yang lebar.

D4

M10

(9)

III.2 Stratigrafi

Stratigrafi wilayah penelitian terdapat 5 satuan batuan yaitu: satuan sekis mika, satuan batulempung, satuan batupasir, satuan tuf gelas, dan satuan andesit. Satuan batuan yang merupakan daerah penelitian diidentifikasi berdasarkan analisis sayatan tipis dan karakteristik litologi.

III.2.1 Satuan Sekis Mika

Satuan sekis mika (Gambar III.12) dengan 25% tersebar di wilayah penelitian berwarna abu – abu dengan kondisi segar. Satuan ini terletak pada elevasi 50-350 meter. Secara mikroskopis ukuran butir <1/256-1,5 mm, menyortir dengan baik. Pada pengamatan mikroskopis (Gambar III.13) Komposisi mineral antara lain; kuarsa sebanyak 52% dalam PPL tak berwarna, relief rendah, tidak ada pleokroisme, bentuk kristal anhedral, tidak ada belahan. Pada XPL, warna interferensi abu-abu putih adalah orde 1, sudut gelap bergelombang, dan tidak kembar. 45% muskovit dalam PPL dengan warna serap kecoklatan, relief sedang, pleokroisme kuat, bentuk kristal subhedral-euhedral, dan belahan 1 arah. Pada XPL, warna interferensi kuning-oranye adalah orde 3, sudut gelap paralel, dan tidak ada kembaran. Mineral opak sebanyak 3% dalam PPL dengan warna serap hitam, relief rendah, tidak ada pleokroisme, bentuk kristal euhedral – anhedral. Di XPL, warna interferensinya hitam orde 1, dan tidak ada kembaran.

Gambar III.12 Foto singkapan sekis mika

(10)

PPL (Paralel Polarized Light) XPL (Cross Polarized Light)

Gambar III.13 sayatan tipis pada satuan sekis mika (mineral opak (opq), mineral kuarsa (Qz), muskovit (mkv))

III.2.2 Satuan Batulempung

Satuan batulempung (Gambar III.14) merupakan satuan setelah sekis mika, satuan ini tersebar di bagian selatan dengan elevasi 100-200 meter . tersebar sebanyak 15% pada daerah penelitian. Secara megakropis satuan batulempung berwarna abu- abu, ukuran butir halus sehingga terlihat homogen, dan terdapat perlapisan.

Gambar III.14 Foto singkapan dan sampel batulempung

III.2.3 Satuan Batupasir

Satuan batupasir (Gambar III.15) tersebar sebanyak 10% di daerah penelitian, berada di bagian barat daerah penelitian dengan elevasi 50-200 meter. Satuan batupasir memiliki warna gelap, struktur masif, ukuran butir >1/256 mm, sortasi baik,

(11)

kemas tertutup. Pada pengamatan mikroskopis (Gambar III.16) Komposisi mineral yaitu kuarsa sebanyak 45% dalam PPL warna penyerapan tidak berwarna (Colorless), relief rendah, tidak ada pleokroisme, bentuk kristal anhedral, tidak ada pembelahan. Di XPL, warna interferensi abu-abu dan putih orde 1, sudut gelap bergelombang, tidak ada kembaran. Feldspar sebanyak 1% dalam warna serapan PPL tidak berwarna, relief rendah, tidak ada pleokroisme, bentuk kristal euhedral-anhedral, pembelahan 1 arah. Pada XPL, warna interferensi adalah abu-abu dan putih, orde 1, sudut gelap paralel, kembar albit- kalsbad-kalsbad-albit-polisintetik. Kalsit sebanyak 7% dalam warna penyerapan PPL tidak berwarna, relief rendah-sedang, tidak ada pleokroisme, bentuk kristal anhedral, pembelahan 2 arah – tidak ada. Pada XPL, warna interferensi adalah merah muda-hijau, urutan 4-5 sudut gelap simetris, kembaran polisintetik. Lempung silika sebanyak 43% pada PPL warna serapnya tidak berwarna – coklat. Pada XPL, warna interferensi adalah abu- abu tua – hitam, terdiri dari bahan silikat berukuran mikron. Mineral opak sebanyak 4%

dalam PPL dengan warna serapan hitam, relief rendah, tidak ada pleokroisme, bentuk kristal euhedral – anhedral. Di XPL, tidak ada gangguan warna hitam orde 1, dan kembaran tidak ada.

Gambar III.15 Foto Singkapan Batupasir

(12)

PPL (Palallel Polarized Light) XPL (Cross Polarized Light)

Gambar III.16 Sayatan tipis pada batupasir (mineral opak (opq),kalsit (clt), feldspar (fldp), kuarsa (qrz), dan lempung silika (cly)).

III.2.4 Satuan Tuf Gelas

Satuan tuf gelas ( Gambar III.17) tersebar sebanyak 5% pada daerah penelitian berada dibagian timur laut dengan elevasi 50-200 meter. Satuan tuf gelas secara mikroskopis memiliki warna abu-abu, struktur masif. Komposisi mineral yaitu Feldspar sebanyak 10%

pada PPL berwana cerah, relief rendah, pleokroisme sedang, bentuk kristal subhedral- euhedral, belahan 1 arah. Pada pengamatan mikroskopis (Gambar III.18) Pada XPL berwarna putih abu-abu, kembaran albit. Fragmen litik sebanyak 3% pada PPL berwarna kecoklatan, terdiri dari mineral opak, dan gelas vulkanik. Pada XPL berwarna coklat gelap.

Kuarsa sebanyak 2% pada PPL berwarna putih, relief rendah, tidak ada belahan, pleokroisme rendah, bentuk kristal anhedral. Pada XPL berwarna putihabu-abu dan hitam, kembaran tidak ada. Plagioklas sebanyak 10% pada PPL berwarna kecoklatan, relief rendah, pleokroisme sedang, belahan tidak ada, bentuk kristal anhedral. Pada XPL berwarna coklat abu-abu. Gelas vulkanik sebanyak 71% pada PPL memiliki warna putih kecoklatan. Pada XPL, dan memiliki warna abu kehitaman.

(13)

Gambar III.17 Foto singkapan dan sampel tuf gelas

PPL (Paralel Polarized Light) XPL (Cross Polarized Light)

Gambar III.18 Sayatan tipis tuf gelas. (Vulkanik glass (Vg), Fragmen Litik (Fl), Feldspar (D6), Plagioklas (Plg), dan Kuarsa (Qrz)).

III.2.5 Satuan Andesit

Satuan andesit (Gambar III.19) tersebar sebanyak 35% di daerah penelitian berada dibagian barat dan selatan daerah penelitian dengan elevasi 50-600 meter. Satuan andesit secara mikroskopis memiliki warna abu-abu, struktur masif, tekstur afanitik, ukuran mineral sedang-halus, terdapat tekstur penciri lava yaitu trakitik. Pada pengamatan mikroskopis (Gambar III.20) Komposisi mineral yaitu plagioklas sebanyak 25% pada pengamatan PPL warna absorbsi tidak berwarna, relief rendah, tidak ada pleokroisme, bentuk kristal euhedral-anhedral, pembelahan 1 arah-tidak ada. Pada XPL, warna interferensinya abu-abu – putih, orde 1, sudut gelap sejajar, kembarannya tidak terlihat.

(14)

berwarna, relief rendah, tidak ada pleokroisme, bentuk kristal anhedral, tidak ada belahan.

Di XPL, warna interferensi abu-abu – putih, urutan 1 Sudut gelap bergelombang, tidak ada kembaran. Masa dasar sebanyak 67% pada PPL warna absorbsi variatif mulai tidak berwarna – abu-abu terang – coklat, relief tinggi. Pada XPL warna interferensi variatif abu-abu gelap – hitam – coklat. Ini terdiri dari mikrolit kuarsa, mikrolit feldspar, dan kaca vulkanik. Mineral Opak hingga 7% dalam PPL, warna absorsi hitam, tidak ada pleokroisme, euhedral dan bentuk kristal lainnya. Tidak ada kembar dalam urutan 1 warna interferensi XPL hitam.

Gambar III.19 Foto singkapan dan sampel andesit

PPL (Parallel Polarized Light) XPL (Cross Polarized Light)

Srt

(15)

III.2.6 Satuan Andesit Porfiri

Satuan andesit porfiri (Gambar III.21) tersebar sebanyak 7% pada daerah penelitian berada dibagian tenggara daerah penelitian dengan elevasi 50-100 meter. Satuan andesit porfiri berwarna hitam keabuan dengan tekstur afanitik dan struktur batuan massif.

Secara mikroskopis satuan ini memiliki struktur massif, tekstur porfiroafanitik ukuran kasar-halus dengan komposisi mineral berupa plagioklas, kuarsa, piroksen dan massa dasar. Pada pengamatan mikroskopis (Gambar III.22) Mineral plagioklas pada pengamatan PPL memiliki warna yang cerah, sedangkan pada pengamatan XPL berwarna merah muda dan abu-abu, bentuk kristal subhedral-euhedral, kembaran kalsit-albit, pleokroisme sedang, belahan 1 arah mineral ini hadir dengan kelimpahan di sayatan sebanyak 65%. Mineral piroksen-klino sebanyak 2% dalam pengamatan PPL berwarna coklat cerah sedangkan pada pengamatan XPL berwarna biru, ungu, merah muda, kecoklatan, dan orange, belahan 1 arah, relief rendah, pleokroisme lemah. Mineral piroksen-orto pada pengamatan PPL berwarna coklat sedangkan pada pengamatan XPL berwarna kuning, abu-abu, kecoklatan, dan orange, relief rendah, belahan 2 arah, pleokroisme lemah, kelimpahan sebanyak 1%. Massa dasar pada pengamatan PPL berwarna putih kecoklatan sedangkan pada XPL berwarna abu-abu kehitaman dengan kelimpahan 31%. Mineral opak pada pengamatan PPL dan XPL terlihan gelap dengan kelimpahan 1%.

Gambar III.21 Foto singkapan satuan andesit porfiri.

(16)

Gambar III.22 sayatan tipis andesit porfiri (Piroksen-Orto (Pi-Or), Plagioklas(Plg), Mineral Opak(Opq), Piroksen-Klino (Pi-Kl)).

Berdasarkan satuan litostratigrafi yang membentuk daerah penelitian, (Gambar III.23) maka kolom statigrafi daerah penelitian dapat disusun dari yang paling tua sampai yang paling muda, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar III.23 Stratigrafi daerah penelitian.

III.3 Struktur Geologi

(17)

dilokasi penelitian serta analisis kelurusan menggunakan citra Shuttle Radar Topography Mission (SRTM), National Digital Elevation Model (DEMNAS). data dan peta topografi. Analisis kinematika struktur geologi menggunakan software dips 7.0.

III.3.1 Analisis Kelurusan

Analisis kelurusan dilaksanakan untuk mengetahui arah pola linier yang terdapat di daerah penelitian (Gambar III.24). Pola kelurusan yang umum diidentifikasi adalah pola kelurusan ridge dan trough. Analisis pola linier dilakukan dengan menggunakan citra SRTM, data DEMNAS dan peta topografi, setelah itu diolah menggunakan software Arcgis dan Dips 7.0 (Gambar III.25).

Kelurusan didefinisikan sebagai fitur geologi yang berbeda asal, usia, kedalaman, dan skala, dan biasanya terkait dengan daerah permeabel seperti sesar dan retakan. Pola kelurusan pada daerah penelitian digambar menggunakan peta DEMNAS yang diolah sehingga arah utamanya adalah timur laut dan barat daya.

Gambar III.24 Peta kelurusan daerah penelitian

(18)

Gambar III.25 diagram roset peta kelurusan daerah penelitian.

III.3.1.1 Kekar

Hasil pengamatan lapangan, ditemukan berupa kekar terdapat pada beberapa titik lokasi singkapan daerah penelitian. Struktur kekar yang ditemukan di lapangan didasarkan pada cara terjadinya dalam bentuk kekar tarik dan kekar gerus. Kekar tarik adalah kekar yang terbentuk tegak lurus terhadap gaya-gaya yang cenderung menggerakkan batuan.

Hal ini disebabkan oleh tegangan-tegangan yang cenderung retak bila ditekan dengan arah yang berlawanan, yang pada akhirnya menyebabkan kedua dinding menjadi berlawanan., di sisi lain, kekar gerus adalah yang dihasilkan dari tekanan yang cenderung menggelincirkan bidang yang berdekatan.

a) Stopsite Ral 3.3

Struktur kekar (Gambar III.26) pada daerah penelitian stopsite Ral 3.3 dimodelkan dengan bantuan perangkat lunak Dips 7.0 kemudian didapatkan hasil arah tegasan berupa trend/plunge yaitu sigma 1 N270E,620 , sigma 2 N1580E,120, sigma 3 N2690E,580. Menurut klasifikasi Anderson (1951) dapat diindikasikan sesar yang bekerja adalah sesar naik. Permodelan stereotip daerah penelitian bisa dilihat pada (Gambar III.27)

(19)

Gambar III.26 Struktur kekar stopsite Ral 3.3

Gambar III.27 Stereotip stopsite Ral 3.3 (a) diagram roset stopsite Ral 3.3 (b) stereonet stopsite Ral 3.3

b) Stopsite Ral 7.1

Struktur kekar (Gambar III.28) pada daerah penelitian stopsite Ral 7.1 dimodelkan dengan bantuan perangkat lunak Dips 7.0 kemudian didapatkan hasil berupa arah tegasan trend/plunge yaitu sigma 1 N350E,110 , sigma 2 N1300E,250, sigma 3 N2840E,620. Menurut klasifikasi Anderson (1951) di indikasikan sesar yang bekerja adalah sesar naik.

Permodelan stereotip daerah penelitian dapat dilihat pada (Gambar III.29).

(20)

Gambar III.28 Struktur kekar stopsite Ral 7.1

Gambar III.29 stereotip stopsite Ral 7.1 (a) diagram roset stopsite Ral 7.1 (b) stereonet Ral 7.1

c) Stopsite Ral 7.2

Struktur kekar (Gambar III.30) pada daerah penelitian stopsite Ral 7.2 digambarkan dengan perangkat lunak Dips 7.0 lalu mendapatkan hasil arah tegasan berupa trend/plunge yaitu sigma 1 N270E,170 , sigma 2 N2760E,560, sigma 3 N1130E,310. Menurut klasifikasi Anderson (1951) diindikasikan sesar yang bekerja adalah sesar mendatar. Permodelan stereotip daerah penelitian seperti pada (Gambar III.31).

(21)

Gambar III.30 Struktur kekar stopsite Ral 7.2

Gambar III.31 stereotip stopsite Ral 7.2 (a) diagram roset stopsite Ral 7.2 (b) stereonet Ral 7.2

d) Stopsite Ral 8.6

Struktur kekar (Gambar III.32) pada daerah penelitian stopsite Ral 8.2 digambarkan dengan perangkat lunak Dips 7.0 kemudian didapatkan hasil arah tegasan berupa trend/plunge yaitu sigma 1 N2770E,90 , sigma 2 N110E,230, sigma 3 N1710E,650. Menurut klasifikasi Anderson (1951) diindikasikan sesar yang bekerja adalah sesar naik.

Permodelan stereotip daerah penelitian dapat dilihat pada (Gambar III.33).

(22)

Gambar III.32 Struktur kekar stopsite Ral 8.6

Gambar III.33 Stereotip stopsite Ral 8.6 (a) diagram roset stopsite Ral 8.6 (b) stereonet Ral 8.6

e) Stopsite Ral 8.9

Struktur kekar (Gambar III.34) pada daerah penelitian stopsite Ral 8.9 digambarkan dengan perangkat lunak Dips 7.0 kemudian didapatkan hasil arah tegasan berupa trend/plunge yaiu sigma 1 N2500E,160 , sigma 2 N1100E690, sigma 3 N3440E,120. Menurut klasifikasi Anderson (1951) sesar yang bekerja adalah sesar mendatar. Permodelan stereotip daerah penelitian dapat dilihat pada (Gambar III.35).

(23)

Gambar III.36 struktur kekar stopsite Ral 8.9

Gambar III.37 Stereotip stopsite Ral 8.9 (a) diagram roset stopsite Ral 8.9 (b) stereonet Ral 8.9

f) Stopsite Ral 9.2

Struktur kekar (Gambar III.38) pada daerah penelitian stopsite Ral 9.2 digambarkan dengan perangkat lunak Dips 7.0 kemudian didapatkan hasil arah tegasan berupa trend/plunge yaitu sigma 1 N3190E,20 , sigma 2 N500E,420, sigma 3 N2130E,460. Menurut klasifikasi Anderson (1951) dari persamaan yang di dapat diindikasikan sebagai sesar naik.

Permodelan stereotip daerah penelitian dapat dilihat pada (Gambar III.39).

(24)

Gambar III.38 Struktur kekar stopsite Ral 9.2

a b

Gambar III.39 Stereotip stopsite Ral .2 (a) diagram roset stopsite Ral 9.2 (b) stereonet Ral 9.2

Referensi

Dokumen terkait

Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eterik (aetheric oil ), minyak esensial (essential oil ), minyak terbang (volatile oil ), serta minyak aromatik

Kota Sungai Penuh harus memberikan sangsi yang tegas terhadap masyarakat maupun pemerintah dengan membuat aturan atau regulasi dalam bentuk peraturan Bupati ataupun Peraturan

The result of this research shows that Arabic curriculum owned by Madrasah Ibtidaiyah  Diniyah  Nurul  Ulum  Kebonsari  Malang  does  not  give    the 

drag polar dengan koefisien gaya angkat aerodinamika, CL dan koefisien gaya hambat aerodinamika, CD pada pasangan sudut serang alpha, α = -2o ke 16o dengan

Salah satunya tampak dari nilai ekspor Jawa pada tahun 1937 yang menurun tajam, yang sebagian besar disebabkan oleh ekspor gula yang berkurang.. Sementara itu pada saat yang

9.      Bersihkan daerah bekas luka 10.  duk bolong dibuka 11.  konseling pada pasien (anjuran untuk menjaga sterilitas didaerah luka) Unit terkait

Data water pressure yang didapat pada phase 5 akan diaplikasikan pada phase 6 agar diketahui seberapa besar pengaruh water pressure pada daerah tersebut serta melakukan

Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengujian terhadap aplikasi berbasis Web untuk memperoleh pemahaman mengenai tahapan pengujian perangkat lunak menggunakan alat