• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Universitas Sumatera Utara. Oleh : Ana Maria Tampubolon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Universitas Sumatera Utara. Oleh : Ana Maria Tampubolon"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KEGIATAN BIMBINGAN SOSIAL DALAM MENGUBAH PERILAKU PENERIMA MANFAAT DI PANTI SOSIAL REHABILITASI

SOSIAL ORANG DENGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

“BAHAGIA” DI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Ana Maria Tampubolon 140902022

DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

SOSIAL ORANG DENGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

“BAHAGIA” DI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam Program Studi Kesejahteraan Sosial

pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Ana Maria Tampubolon 140902022

DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Skripsi : EVALUASI KEGIATAN BIMBINGAN SOSIAL DALAM MENGUBAH PERILAKU PENERIMA MANFAAT DI PANTI SOSIAL REHABILITASI

SOSIAL ORANG DENGAN HUMAN

IMMUNODEFICIENCY VIRUS “BAHAGIA” DI MEDAN

Nama Mahasiswa : Ana Maria Tampubolon

NIM : 140902022

Departemen/Prodi : Kesejahteraan Sosial

Menyetujui, DOSEN PEMBIMBING

Fajar Utama Ritonga, S.Sos, M.Kesos NIP. 19860602 201704 1 001

KETUA DEPARTEMEN

Agus Suriadi, S.Sos, M.Si NIP. 19670808 199403 1 004

WAKIL DEKAN I FISIP USU

Husni Thamrin, S.Sos, M.SP NIP. 19720308 200501 1 001

(4)

PERNYATAAN

Judul Skripsi

EVALUASI KEGIATAN BIMBINGAN SOSIAL DALAM MENGUBAH PERILAKU PENERIMA MANFAAT DI PANTI SOSIAL REHABILITASI

SOSIAL ORANG DENGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

“BAHAGIA” DI MEDAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Agustus 2018

Penulis,

Ana Maria Tampubolon

(5)

“BAHAGIA” DI MEDAN

ABSTRAK

Stigma dan diskriminasi dari masyarakat kepada penderita HIV/AIDS banyak yang membuat mereka menjadi depresi dan sulit untuk berinteraksi. Dalam penanggulangannya pemerintah membuat program rehabilitasi sosial bagi ODH, salah satunya mendirikan Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan atau sering disingkat PSRSOD HIV

“Bahagia” Di Medan. Didalam panti ini terdapat kegiatan bimbingan sosial yang bertujuan untuk membangun dan meningkatkan interaksi sosial penerima manfaat, sehingga penerima manfaat tersebut mampu beradaptasi dengan lingkungannya.

Kegiatan bimbingan sosial dilakukan dengan menggunakan teknik bimbingan sosial individu, bimbingan sosial kelompok dalam skala besar dan bimbingan sosial kelompok dalam skala kecil. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kegiatan bimbingan sosial serta melihat gambaran perubahan perilaku penerima manfaat angkatan pertama tahun 2018 di PSRSOD HIV

“Bahagia” Di Medan. Jenis penelitian dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang ingin diteliti. Data yang sudah dikumpulkan akan disajikan dengan mereduksi data yang tidak diperlukan dalam penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian, program sudah berjalan dengan baik meskipun perubahan perilaku penerima manfaatnya belum terlalu signifikan, hanya saja masih terdapat kekurangan dibagian input, yaitu sumber daya penerima manfaat dan staff, SOP (Standar Operasional Prosedur) dan juga fasilitas yang belum memadai.

Kata Kunci: Evaluasi, Kegiatan Bimbingan Sosial, Perubahan Perilaku, Penerima Manfaat

(6)

“BAHAGIA” DI MEDAN

ABSTRACT

Stigma and discrimination from the community to many people with HIV / AIDS make them depressed and difficult to interact. In its response the government created a social rehabilitation program for ODH, one of which established Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus

“Bahagia” Di Medan or often abbreviated as PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan.

In this institution there are social guidance activities that aim to build and enhance the social interaction of beneficiaries, so that the beneficiaries are able to adapt to their environment. Social guidance activities are carried out using individual social guidance techniques, group social guidance on a large scale and group social guidance on a small scale. The purpose of this study was to evaluate social guidance activities and see an overview of behavioral changes in the first batch of beneficiaries in 2018 in PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan. This type of research and the approach used in this study is descriptive research with a qualitative approach, namely research conducted with the aim of describing or describing the objects and phenomena that want to be studied. The data that has been collected will be presented by reducing data that is not needed in the study.

Based on the results of the study, the program has gone well even though the change in the behavior of the beneficiaries has not been too significant, but there are still deficiencies in the input section, namely the beneficiary and staff resources, SOP (Standard Operating Procedures) and also inadequate facilities.

Keywords: Evaluation, Social Guidance Activities, Behavior Change, Beneficiaries

(7)

yang telah memberikan berkat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sangat tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Departemen Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Abangda Fajar Utama Ritonga S.Sos, M.Kesos, selaku Dosen Pembimbing.

Penulis ucapkan banyak terima kasih telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga, membimbing, membantu, serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan pegawai Departemen Kesejahteraan Sosial yang sudah banyak memberikan ilmu kepada penulis dan banyak membantu penulis selama berkuliah.

6. Seluruh pegawai, honorer dan instruktur Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan dan yang terutama seluruh penerima manfaat angkatan pertama tahun 2018 di Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency

(8)

diberikan untuk penulis.

8. Seluruh keluargaku yang tiada henti-hentinya memberikan semangat dan dukungan, terutama kepada Ayah dan Mamak (terimakasih atas segala doa, kasih sayang, dan motivasi yang selalu menjadi kekuatanku dalam menjalani hidup, sehat selalu ya Yah, Mak). Kepada bang Bayu, kak Dewi dan kak Yuni (terimakasih juga sudah perhatian dan peduli kepadaku, terlebih lagi kepeduliannya mengingatkan aku kapan sidang dan wisuda).

Semoga kita selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan dari Tuhan.

9. Sahabat yang sekelas mulai dari kelas X-1 di SMA sampai dibangku perkuliahan Sri Yunita (Upek). Terimakasih buat jalinan kasih selama persahabatan ini dimula. Cepat nyusul ya sayang, biar samaan kita pakai toganya. Sarangheo.

10. Emak-Bapak dikampus (Sarah Putri Harliana S.Sos dan Adrian Muhazir Nazri), terimakasih mak, pak, sudah banyak membantu dalam segala hal dan direpotkan oleh penulis selama penulis menjalani perkuliahan. Semoga kebaikan kalian di balas oleh Tuhan Yang Maha Esa.

11. Mood booster penulis selama penulisan skripsi Sri Devi Maharani yang akrab dipanggil Depong, terimakasih sayang sudah meringankan beban hidupku selama perskripsian ini yang terkadang harus ngerecokinmu, love you.

(9)

yang ngungkapkan rasa sayangnya tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata.

Sekali lagi terima kasih untuk kalian semua, Upek (lagi), Emak (lagi), Depong (lagi), Temek, Windut, Rusdamu, Jumbek, Minion, Wakle, dan Saodah. Semoga kita sukses dikemudian hari dan tetap saling komunikasi.

14. Saudara-saudara sepengurusan di GMKI Komisariat FISIP USU Lita, Dana, Rusti, Deby, dan semua saudara-saudara sepergerakan civitas GMKI se- cabang Medan yang tidak bisa kusebut satu persatu. Terima kasih atas semua bantuan kalian baik moril maupun materil. Semoga Tuhan memberkati kalian dimanapun kalian berada.

15. Kawan sekelompok KKN Nias Utara di desa Marafala, terimakasih banyak sudah menjadi keluarga baruku.

16. Kawan-kawan seperdopingan bang Fajar, Depi, Hotman, Ester, Lesti, Bobby, Lia, Diah yang saling support setiap harinya dan selalu antri untuk bimbingan. Serta untuk semua kawan-kawan kessos 14, semoga kita semua sukses di kemudian hari.

17. Saudara-saudara di Punguan Naposo HKBP Padang Bulan yang tidak dapat kusebutkan satu persatu, terimakasih sudah saling mendoakan dan mengingatkan. Semoga pelayanan ini tiada batasnya, dan kita semua diberikan berkat yang luar biasa lagi dari Tuhan.

Medan, Agustus 2018 Penulis,

(10)

Berdasarkan Fungsinya... 51

(11)

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan

Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 50

(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 12

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 12

1.4 Sistematika Penulisan... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Landasan Teoritis ... 14

2.1.1 Evaluasi ... 14

2.1.1.1 Pengertian Evaluasi... 14

2.1.1.2 Model-model Evaluasi Program ... 15

2.1.1.3 Syarat-syarat Evaluasi... 18

2.1.1.4 Manfaat Evaluasi Program... 19

2.1.1.5 Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program ... 20

2.1.2 Perilaku ... 22

2.1.2.1 Pengertian Perilaku ... 22

2.1.2.2 Teori Perilaku ... 23

2.1.2.3 Tahapan Perubahan Perilaku ... 24

2.1.3 Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 25

2.1.3.1 Pelayanan Rehabilitasi Sosial ... 25

2.1.3.2 Penerima Manfaat ... 27

2.1.3.3 Kegiatan Bimbingan Sosial ... 29

2.2 Penelitian Yang Relevan ... 31

2.3 Kerangka Pemikiran ... 32

2.4 Definisi Konsep ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Lokasi Penelitian ... 39

3.3 Informan Penelitian ... 40

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.5 Teknik Analisis Data ... 42

(13)

Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 46

4.3.1 Visi Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 46

4.3.2 Misi Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 46

4.3.3 Tugas Pokok Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 46

4.3.4 Fungsi Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 47

4.4 Struktur Organisasi Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 47

4.5 Kondisi Umum Kepegawaian Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 51

4.6 Sarana dan Prasarana di Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 52

BAB V HASIL PENELITIAN ... 54

5.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 54

5.1.1 Hasil Wawancara ... 54

5.1.1.1 Informan Kunci ... 54

5.1.1.2 Informan Utama I... 64

5.1.1.3 Informan Utama II ... 73

5.1.1.4 Informan Utama III ... 80

5.1.1.5 Informan Utama IV ... 82

5.1.1.6 Informan Tambahan I ... 84

5.1.1.7 Informan Tambahan II ... 86

5.1.2 Hasil Observasi ... 88

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 91

5.2.1 Evaluasi Kegiatan Bimbingan Sosial ... 91

5.2.2 Gambaran Perubahan Perilaku Penerima Manfaat Setelah Mengikuti Kegiatan Bimbingan Sosial ... 97

5.2.3 Evaluasi Kegiatan Bimbingan Sosial dalam Mengubah Perilaku Penerima Manfaat di Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan ... 99

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 102

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 103

6.1 Kesimpulan ... 103

6.2 Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA

(14)

1.1 Latar Belakang Masalah

Banyak saat ini masalah kesehatan di dunia yang menjadi penyakit paling mematikan. Salah satu penyakit yang menyita perhatian publik didalam permasalahan kesehatan yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). HIV tidak sama dengan AIDS. Hal itu tidak bisa dibenarkan, karena orang yang terserang HIV belum tentu terkena AIDS, akan tetapi orang yang terkena AIDS sudah pasti terserang HIV. HIV merupakan virus yang menyerang daya tahun tubuh manusia sehingga seseorang sangat mudah terserang oleh penyakit lainnya. Virus ini dapat menyerang sel-sel pada manusia, tetapi target utama dari penyebaran virus ini adalah limfosit CD4 dalam aliran darah manusia atau sering juga disebut sel CD4. Orang yang terinfeksi HIV cepat atau lambat (kira-kira 2 sampai 10 tahun) akan menderita AIDS jika tidak berobat secara teratur. Sementara AIDS disebabkan karena seseorang telah terserang oleh virus HIV tersebut.

Penularan virus HIV tidak semudah membalikkan telapak tangan. Virus biasanya bisa masuk melalui seks bebas, penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian, dan faktor keturunan dari ibu yang melahirkan. Dalam penyebaran penyakitnya, orang yang sudah terkena HIV akan merusak sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh tersebut akan mudah diserang oleh penyakit- penyakit lainnya. Apabila sistem kekebalan tubuh mulai melemah ataupun sudah

(15)

Kandidias, serta jenis penyakit lainnya. Penyakit tersebut bisa saja disebabkan oleh kuman, bakteri, parasit, jamur ataupun virus. Infeksi yang mengambil kesempatan pada saat tubuh kehilangan sistem kekebalannya inilah yang disebut

“opurtunistik”. Istilah “Infeksi Opurtunistik” ini sering juga disingkat menjad IO.

Kumpulan gejala penyakit inilah yang disebut AIDS.

Jumlah penyandang HIV/AIDS yang meningkat akan menimbulkan asumsi di masyarakat bahwa ODHA tidak dapat hidup dimasyarakat. Minimnya sosialisasi pada masyarakat tentang penyakit ini hanya akan menimbulkan keterpurukan bagi ODHA untuk menjalankan status sosialnya. Bahkan sebagian besar ada pihak keluarga dari ODHA yang menyembunyikan status penyakit HIV anggota keluarganya hanya agar tidak menimbulkan stigma terhadap ODHA dan keluarga tersebut. Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman yang benar akan HIV/AIDS membuat pencegahan HIV/AIDS jadi belum maksimal dan memunculkan stigma dan diskriminasi bagi ODHA.

Stigma dan diskriminasi telah menjadi hukuman sosial oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap HIV/AIDS yang bisa bermacam- macam bentuknya, antara lain berupa tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang terinfeksi HIV. Tindakan diskriminasi dan stigmatisasi membuat orang enggan untuk melakukan tes HIV, enggan mengetahui hasil tes mereka, dan tidak berusaha untuk memperoleh perawatan yang semestinya serta cenderung menyembunyikan status penyakitnya.

Hal ini semakin memperburuk keadaan, membuat penyakit yang tadinya dapat dikendalikan menjadi semacam “hukuman mati” bagi para pengidapnya dan membuat penyakit ini makin meluas penyebarannya secara terselubung.

(16)

HIV/ AIDS kini sudah mewabah diseluruh dunia. Data surveilans WHO (2013) menunjukkan jumlah orang dengan HIV/AIDS per wilayah negara tahun 2011 untuk semua golongan umur sebagai berikut: Afrika menempati urutan pertama dengan jumlah 23 juta kasus, Asia Tenggara 3.5 juta kasus, Amerika 3 juta kasus, Eropa 2.3 juta kasus, Pasifik Barat 1.3 juta kasus, dan terakhir Mediterania Timur 560 ribu kasus. Total jumlah kasus secara global adalah 34 juta kasus (Gobel, 2014).

Pada saat memperingati hari AIDS sedunia yang jatuh pada setiap tanggal 1 Desember, WHO mengungkapkan bahwa jumlah penderita HIV setiap tahunnya mengalami penurunan. Sejak tahun 2000 infeksi baru HIV turun sebesar 35%.

Sementara kasus kematian sehubungan AIDS di dunia juga mengalami penurunan sebesar 24%. Dalam laporannya, WHO mencatat hingga akhir 2014 jumlah penderita orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di dunia sebesar 36,9 juta orang.

Diantaranya tercatat sebesar 1,2 juta orang meninggal karena virus dan terdapat 34 juta orang meninggal akibat terserang AIDS. Dengan demikian target tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) adalah antara lain menghentikan epidemi HIV/AIDS di dunia pada 2030 (Rafikasari, 2015).

Di Indonesia, pertama kali ditemukannya infeksi HIV di Bali pada tahun 1987. HIV tersebar di 368 dari 497 kabupaten/kota di seluruh provinsi.

Perkembangan kasus HIV di negara ini mengalami perubahan yang bersifat dinamis. Peningkatan ini sejalan dengan makin banyaknya masyarakat yang sadar dan melakukan tes HIV. Pada tahun 2014 jumlah kasus HIV sebanyak 32.711

(17)

kasus. Akan tetapi di tahun 2016 terjadi kenaikan yang sangat drastis menjadi 41.250 kasus. Penyebab utama menaiknya kasus ini adalah karena hubungan seksual yang tidak terproteksi. Kelompok terbesar dari penderita HIV ini adalah usia produktif (usia 25-49 tahun). Pada tahun 2016 diantaranya banyak penderita berjenis kelamin laki-laki dengan ratio HIV 2 : 1 antara laki-laki dengan perempuan. Diantara kasus tersebut yang paling tinggi yaitu kategori heteroseksual sebesar 53%, LSL (Lelaki Seks Lelaki) sebesar 35%, lain-lain sebesar 11% dan dari pengguna narkotika suntik yang tidak steril atau sering disebut dengan penasun sebesar 1% (Ditjen P2P, 2017).

Permasalahan HIV dan AIDS di Indonesia dari tahun ke tahun semakin mengkhawatirkan karena dampak yang ditimbulkan semakin kompleks. Pada tahun 2016 dilaporkan ada 41.250 kasus HIV, sehingga sampai dengan Desember 2016 secara kumulatif Indonesia telah teridentifikasi 232.323 kasus HIV, meskipun sudah banyak yang meninggal. Jumlah layanan yang ada hingga tahun 2016 meliputi 3.771 layanan KTHIV Sukarela (Konseling dan Tes HIV), 704 layanan PDP (Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) yang aktif melaksanakan pengobatan ARV, 92 layanan PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon), 2.026 layanan IMS (Infeksi Menular Seksual) dan 277 layanan PPIA (Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak) (Ditjen P2P, 2017).

LSM Indonesia AIDS Coalition (IAC), sebagai mitra pemerintah dalam mengerjakan program penanggulangan AIDS, mendorong pemerintah melipatgandakan upayanya dalam mendorong setiap warga negara untuk menjalani tes HIV dan sedini mungkin mengakses pengobatan Anti Retro Viral (ARV) bagi orang yang telah terinfeksi virus ini. Sedangkan data yang dilansir

(18)

oleh Kementerian Kesehatan juga menunjukkan bahwa jumlah ODHA yang saat ini menerima terapi pengobatan ARV baru sekitar 8% atau sekitar 65.825 ODHA.

Angka 8% adalah sebuah angka yang menjadi alarm bagi bangsa kita, jika pemerintah tidak sesegera mungkin meningkatkan angka cakupan ini, maka Indonesia akan menjadi negara yang paling tetinggal dalam upaya pengendalian epidemic AIDS di wilayah ASIA dan Pasifik (Yanti, 2016).

Indonesia merupakan negara pertama dalam membentuk suatu panti rehabilitasi yang khusus menangani masalah sosial orang dengan HIV. Maka berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Peraturan Daerah yang terdapat dipoint F tentang pembagian urusan Pemerintah Bidang Sosial Nomor 3 yaitu pemerintah pusat memiliki wewenang terhadap pelaksanaan rehabilitasi bekas korban penyalahgunaan NAPZA dan orang dengan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome.

Undang-Undang inilah yang menjadi latar belakang pemerintah Indonesia berupaya mengalihfungsikan beberapa panti sosial menjadi panti rehabilitasi yang menangani ODH untuk mengurangi angka populasi ODHA.

Dalam pencarian kasus HIV/AIDS selayaknya diibaratkan seperti fenomena gunung es. Apabila setiap 1 kasus muncul, ada 100 kasus yang belum terlihat.

Maka diperkirakan saat ini masih ada sekitar 800 ribu kasus lagi yang belum ditemukan di Sumut. Lebih lanjut lagi, Komisi Penanggulangan AIDS Sumatera Utara (KPA Sumut) mencatat hingga Juni 2017, kasus HIV/AIDS mencapai 8.399 orang yang terbagi pada 3.478 orang terjangkit HIV dan 4.921 orang mengidap AIDS. Berdasarkan jumlah tersebut, Sumatera Utara berada diperingkat ke-7

(19)

itu, prevalensi HIV/AIDS di Sumatera Utara 28,97 per 100.000 penduduk.

Artinya, pada setiap 100.000 penduduk di Sumatera Utara terdapat 29 orang penderita HIV/AIDS. Dari jumlah HIV/AIDS di Sumatera Utara, faktor risiko yang paling tinggi secara akumulasi merupakan perilaku heteroseksual, yakni sebanyak 6.642 kasus. Selanjutnya untuk penularan melalui jarum suntik sebanyak 1.161 kasus, dan homoseksual sebanyak 142 kasus (Ain, 2017).

Kota Medan yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara pun tatkala memiliki populasi ODHA yang lebih banyak dibandingkan Kota/Kabupaten lainnya yang berada di Sumatera Utara. Sampai akhir tahun 2016 ada 31.587 orang yang mengikuti tes HIV. Diantaranya terdapat 1.181 orang yang terinfeksi virus HIV (Ditjen P2P, 2017). Dengan demikian diperlukan adanya upaya penanganan ODHA oleh semua pihak yang diwujudkan salah satunya oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia yang berada langsung dibawah tanggung jawab Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial melalui pendekatan berbasis institusi. Pendeketan ini diupayakan untuk melaksanakan penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi sosial melalui sistem panti.

Dalam penanggulangan HIV yang berada di Sumatera Utara, salah satu program pemerintah yaitu rehabilitasi sosial untuk menangani ODH. Salah satu yang tempat rehabilitasi yang mencakup wilayah kerja Sumatera Utara adalah Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus

“Bahagia” Di Medan atau sering disingkat sebagai PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan. Sebelumnya panti ini adalah Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara yang memberikan pelayanan bagi penyandang cacat tubuh sebelum

(20)

dialihfungsikan pemerintah sebagai bentuk nyata upayanya dalam penanganan ODHA di Indonesia.

Maka berdasarkan Permensos nomor 17 tahun 2016 yang disahkan Menteri Sosial pada bulan Desember bahwa lahirnya PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 setelah resmi beralih fungsi yang sebelumnya adalah Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara. PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan beralamat di jalan Williem Iskandar nomor 377 kecamatan Medan Tembung. Panti ini didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup Orang Dengan HIV.

Wilayah kerja PSRSOD HIV “Bahagia” di Medan meliputi seluruh Provinsi Sumatera dan Kalimantan. Untuk mengkoordinir kegiatan yang ada di panti ini, Kementerian Sosial berkoordinasi dengan beberapa yayasan atau lembaga di Medan, yakni Yayasan Medan Plus, Galatea, Yayasan HKBP di Kabupaten Tobasa dan Kabupaten Karo. Hal ini dilakukan karena lembaga kesehatan sosial itu dibina dan dibantu oleh Kementerian Sosial. Perlu diketahui juga bahwa PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan tidak menangani penderita AIDS, sebab di panti ini didirikan bukan untuk mengobati tetapi untuk merehabilitasi penderita HIV.

Sejak saat itu PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan sudah melakukan pelayanan rehabilitasi sosial kepada 35 orang sebagai Penerima Manfaat (PM) dari target 50 orang. Dalam panti ini pelayanan rehabilitasi sosial dilakukan selama enam bulan. Angkatan pertama ditahun 2017 sebanyak 12 orang dan angkatan kedua ditahun 2017 sebanyak 23 orang. Selama angkatan pertama dan

(21)

kendala terbesarnya adalah mencari ODH sebagai Penerima Manfaat karena masih banyak ODH belum open status akibat stigma dan diskrimasi akibat status yang disandang mereka. Sedangkan ditahun 2018 untuk angkatan pertama, PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan ini mengalami peningkatan kuantitas yaitu berjumlah 40 orang sebagai penerima manfaat yang mengikuti layanan kegiatan rehabilitasi di panti tersebut (Buku Induk Penerima Manfaat Panti Sosial Rehabilitasi Sosial ODH “Bahagia” Medan).

Tantangan terbesar pihak PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan saat ini adalah sulitnya mencari orang berstatus sebagai ODH untuk dijadikan Penerima Manfaat di panti tersebut. Hal ini dikarenakan ODH masih banyak yang belum open status. Pemicu terbesar ODH yang belum open status karena mereka sering mendapat diskriminasi dari orang-orang disekitar lingkungan mereka sehingga mereka masih menutup diri untuk direhabilitasi. Salah satu hal yang ingin dicapai pihak panti ini adalah menumbuhkan rasa percaya diri mereka sehingga ODHA mampu hidup mandiri dan berguna seperti orang-orang pada umumnya.

Saat ini, sebagian besar penyandang ODHA masih sedikit yang mengungkapkan status HIV-nya kepada orang-orang terdekatnya. Hal ini membuktikan bahwa ODHA belum mampu membukakan diri terhadap status yang ia sandang itu kepada khalayak umum. Meskipun pengungkapan status HIV merupakan bagian penting dari upaya pencegahan penularan HIV serta membuka akses pelayanan kepada ODHA, namun tidak sepenuhnya ODHA bersedia secara sadar untuk mengungkapkan diri mengenai kondisi status HIV-nya kepada orang terdekat. Yang dimaksud orang terdekat dengan ODHA diantaranya adalah orang

(22)

tua, pasangan (suami/isteri), anak, kakek/nenek, paman/tante, keponakan, tetangga, bahkan teman/rekan.

Terdapat beberapa kegiatan yang dilaksanakan untuk menunjang perubahan perilaku dan kemandirian para Penerima Manfaat, diantaranya yaitu bimbingan sosial, bimbingan mental/spiritual, bimbingan fisik, serta bimbingan keterampilan.

Adapun tugas dalam layanan rehabilitasi sosial ini yaitu bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif. Tujuannya adalah agar Penerima Manfaat dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya secara mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan di keluarga dan bermasyarakat ketika selesai menjalani pelayanan rehabilitasi sosial dalam panti tersebut. Ditambah tanpa adanya stigma dan diskriminasi terhadap penyandang HIV ketika kembali ke masyarakat.

Stigma dan tindakan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV maupun AIDS akan menyebabkan timbulnya berbagai masalah sosial dalam menjalankan fungsi sosialnya di masyarakat. Hal ini yang akan menyebabkan terganggunya aktifitas dan kinerja mereka. Hal terpenting lainnya bahwa orang dengan HIV sangat membutuhkan dukungan nutrisi, obat dan berbagai fasilitas kesehatan yang memadai, kebutuhan dukungan sosial psikologis akibat stigma dan diskriminasi yang diterimanya, bimbingan keterampilan untuk mencapai kemandirian hidup ODHA, serta dukungan penguatan ekonomi yang timbul sebagai dampak penyakit yang dideritanya, khususnya bagi mereka penderita yang masuk dalam kategori miskin atau terlantar.

Usaha dalam meningkatkan kesejahteraan Orang Dengan HIV di PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan adalah dengan memberikan motivasi, dukungan

(23)

banyak berpengalaman. Akan tetapi sering berbenturan oleh karena diri pribadi seorang ODH itu sendiri. Oleh karenanya dalam mencapai taraf hidup yang sejahtera, interaksi sosial dan sosialisasi memiliki peran yang sangat penting.

Disini perlu diberikan bimbingan sosial bagi Penerima Manfaat agar mereka mempunyai kepercayaan diri dan pembelajaran untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai manusia.

Dalam pemberian layanan kegiatan bimbingan sosial kepada Penerima Manfaat, pihak panti memberikan bimbingan sosial dengan menggunakan metode social case work (bimbingan sosial perseorangan) dan social group work (bimbingan sosial kelompok). Tujuan kegiatan bimbingan sosial ini adalah agar individu yang dibimbing mampu melakukan interaksi sosial secara baik dengan lingkungannya. Selain itu kegiatan bimbingan sosial ini juga bertujuan membantu individu dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan permasalahan sosial yang dihadapinya, sehingga Penerima Manfaat dapat menyesuaikan diri secara baik dan wajar pada lingkungan sosialnya.

Adapun alasan bimbingan sosial ini diberikan karena bimbingan sosial ini diyakini dapat membantu Penerima Manfaat dalam mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya serta sangat berperan penting dalam mendorong perkembangan kepribadian Penerima Manfaat dalam mengubah pola perilaku, terkhusus dukungan dan motivasi berdasarkan pengalaman kelompok. Sehingga Penerima Manfaat sendiripun tidak memberi stigma akan status HIV-nya dan mulai membuka diri agar dapat open status kepada orang-orang terdekatnya, terkhusus didalam keluarganya.

(24)

Setiap kegiatan yang dilakukan tentu tidak selamanya berjalan sesuai tujuan atau rencana yang diinginkan. Hambatan dalam input, process dan output dari kegiatan yang dilaksanakan membuat pelaksanaan tak sesuai yang diinginkan.

Para pekerja profesional khususnya di bidang sosial beranggapan bahwa perlu melakukan evaluasi dan monitoring dari awal dibuatnya kegiatan sampai akhir apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.

Berdasarkan uraian latar belakang yang penulis paparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan. Untuk itu penulis membuatnya dalam suatu karya ilmiah yaitu Skripsi yang berjudul Evaluasi Kegiatan Bimbingan Sosial dalam mengubah Perilaku Penerima Manfaat di Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah merupakan pokok dari suatu penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti uraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana evaluasi kegiatan bimbingan sosial di PSRSOD HIV “Bahagia”

Di Medan?

2. Bagaimana evaluasi perubahan perilaku penerima manfaat angkatan pertama tahun 2018 selama mengikuti bimbingan sosial di PSRSOD HIV

“Bahagia” Di Medan?

(25)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengevaluasi kegiatan bimbingan sosial di PSRSOD HIV “Bahagia”

Di Medan.

2. Untuk menggambarkan perubahan perilaku penerima manfaat angkatan pertama tahun 2018 selama mengikuti bimbingan sosial di PSRSOD HIV

“Bahagia” Di Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan kiranya dapat bermanfaat dan digunakan sebagai kontribusi dan referensi dalam rangka :

1. Secara akademis, bagi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dapat memberikan sumbangan positif dalam menambah sumber pengetahuan, referensi, dan kajian bagi peneliti yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Secara teoritis, dapat menambah pengetahuan serta mengasah kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah.

3. Secara praktis, dapat digunakan sebagai masukan, pertimbangan, serta sebagai bahan evaluasi bagi PSRSOD HIV “Bahagia” di Medan.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

(26)

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Landasan Teoritis

2. Penelitian Yang Relavan 3. Kerangka Pemikiran 4. Definisi Konsep

BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

2. Lokasi Penelitian 3. Informan Penelitian 4. Teknik Pengumpulan Data 5. Teknik Analisis Data

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 1. Letak Geografis Lokasi Penelitian

2. Sejarah Perkembangan Lokasi Penelitian

3. Visi, misi, tugas pokok, serta fungsi Lokasi Penelitian 4. Struktur Lembaga Lokasi Penelitian

5. Kondisi Umum Tentang Pegawai

6. Keadaan Sarana dan Prasarana Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Data Hasil Penelitian 2. Pembahasan Hasil Penelitian 3. Keterbatasan Penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

2. Saran

(27)

2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Evaluasi

2.1.1.1 Pengertian Evaluasi

Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris) yang berarti menilai suatu produk sehingga dapat melukiskan pengembangan suatu proses dan berperan penting dalam menilai.

Beberapa pendapat tentang evaluasi dikemukakan oleh para ahli diantaranya:

1. Suchman; memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan

2. Worthen dan Sanders; dua ahli tersebut mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan.

3. Stufflebeam; mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif (dalam Arikunto dan Jabar 2010: 1- 2)

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang

(28)

selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan (Arikunto dan Jabar 2010:2).

Di dalam pelayanan sosial, evaluasi adalah kegiatan penilaian terhadap kinerja dan unjuk kerja dari proses dan hasil pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial. Evaluasi dilakukan terutama untuk mengetahui sejauh mana tujuan program pelayanan tercapai atau belum. Seperti yang dikemukakan oleh Ralph Tyler yaitu evaluasi adalah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Standar penilaian adalah indikator-indikator keberhasilan yang telah direncanakan sebelumnya dan pengungkapan masalah kinerja program pelayanan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kinerja program pelayanan sosial (Tayibnapis, 2000: 3).

2.1.1.2 Model-model Evaluasi Program

Model evaluasi ialah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatannya. Tayibnapis menyebutkan beberapa model yang popular dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program adalah sebagai berikut (Tayibnapis, 2000:13-22):

1. Model Evaluasi CIPP

Stufflebeam merumuskan evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Dia membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu:

(29)

a. Contect evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program.

b. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan.

Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

c. Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki.

d. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan?

2. Model Evaluasi UCLA

Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Ia mengemukakan lima macam evaluasi, yakni:

a. System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem.

(30)

b. Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program.

c. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan?

d. Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga?

e. Program certification, yang member informasi tentang nilai atau guna program.

3. Model Brinkerhoff

Brinkerhoff mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut:

a. Fixed vs Emergent Evaluation Design. Dapatkah masalah evaluasi dan criteria akhirnya dipertemukan? Apabila demikian, apakah itu suatu keharusan?

b. Formative vs Summative Evaluation. Apakah evaluasi akan dipakai untuk perbaikan atau untuk melaporkan kegunaan atau manfaat suatu program? Atau keduanya?

c. Experimental and Quasi Experimental Design vs Natural/Unobtrusive Inquiry. Apakah evaluasi akan melibatkan intervensi kedalam kegiatan

(31)

program/mencoba memanipulasi kondisi, orang diperlakukan, variable dipengaruhi dan sebagainya, atau hanya diamati, atau keduanya?

4. Model Stake atau Model Countenance

Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi ialah Descriptions dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu: Antecedents (Context), Transaction (Process), dan Outcomes (Output). Stake mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu program pendidikan, kita melakukan perbandingan yang relatif antara satu program program dengan yang lain, atau perbandingan yang absolut (satu program dengan standar).

Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini adalah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa description di satu pihak berbeda dengan judgement atau menilai. Dalam model ini, antecedents (masukan), transaction (proses), dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut, untuk menilai manfaat program. Stake mengatakan bahwa tak ada penelitian dapat diandalkan apabila tidak dinilai.

2.1.1.3 Syarat-Syarat Evaluasi Program

Sejalan dengan pengertian yang terkandung didalamnya, bahwa evaluasi evaluatif memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1. Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya.

(32)

2. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti harus berpikir secara sistematis, yaitu memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerja dari objek yang dievaluasi.

3. Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dari objek yang dievaluasi, perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program.

4. Menggunakan standar, kriteria, atau tolok ukur sebagai perbandingan dalam menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan.

5. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam melakukan kegiatan evaluasi program, peneliti harus berkiblat pada tujuan program kegiatan sebagai standar, kriteria, atau tolok ukur.

6. Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata secara rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai pada indikator dari program yang dievaluasi.

7. Standar, kriteria, atau tolok ukur diterapkan pada indikator, yaitu bagian yang paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan.

(33)

8. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat (Arikunto dan Jabar 2010:8-9).

2.1.1.4 Manfaat Evaluasi Program

Evaluasi program bermanfaat bagi pengambil keputusan karena dengan masukan/informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari elevator untuk pengambil keputusan.

Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu:

1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.

2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).

3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.

4. Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain (Arikunto dan Jabar 2010:22).

(34)

2.1.1.5 Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program

Menurut Suharto, evaluasi kebijakan pada dasarnya merupakan alat untuk mengumpulkan dan mengelola informasi mengenai program atau pelayanan yang diterapkan. Evaluasi kebijakan menyediakan data dan informasi yang bias dipergunakan untuk menganalisis kebijakan dan menunjukkan rekomendasi- rekomendasi bagi perbaikan-perbaikan yang diperlukan agar implementasi kebijakan berjalan efektif sesuai dengan kriteria yang diterapkan (Suharto, 2005:40).

Kriteria evaluasi biasanya dirumuskan berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut:

a. Indikator masukan (input indicators): bahan-bahan dan sumber daya yang digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan;

b. Indikator proses (procces indicators): cara-cara dengan mana bahan-bahan dan sumber daya diolah atau ditransformasikan menjadi penyedia pelayanan;

c. Indikator keluaran (output indicators): barang-barang atau pelayanan- pelayanan yang diproduksi oleh suatu program;

d. Indikator dampak (outcome indicators): hasil atau akibat yang ditimbulkan oleh suatu program.

Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan dari suatu program, oleh karena itu pengertian evaluasi sering digunakan untuk menunjukan tahapan siklus pengelolahan program yang mencakup:

(35)

1. Evaluasi pada tahap perencanaan. Pada tahap perencanaan, evaluasi sering digunakan untuk memilih dan menentukan prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan, evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

3. Evaluasi pada tahap Pasca Pelaksanaan. Pada tahap paska pelaksanaan evalusi ini diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan setelah program berakhir untuk menilai relevansi (dampak dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dibandingkan keluaran), kemanfaatan (dampak dibandingkan hasil), dan keberlanjutan (dampak dibandingkan dengan hasil dan keluaran) dari suatu program.

2.1.2 Perilaku

2.1.2.1 Pengertian Perilaku

Notoatmodjo mengatakan perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, marah, tertawa, menulis, tidur, ke sekolah, kuliah, membaca, dan sebagainya. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (dalam Achmadi, 2013 : 113).

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam

(36)

diri manusia. Perilaku mempunyai arti yang kongkrit daripada jiwa. Karena lebih kongkrit, perilaku lebih mudah dipelajari daripada jiwa dan melalui perilaku dapat dikenal jiwa seseorang. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan.

Perilaku dikatakan wajar apabila ada penyesuaian diri yang harus diselaraskan peran manusia sebagai makhluk individu, sosial, dan berkebutuhan (Achmadi, 2013 : 113).

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi, sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu (Wawan, 2015 : 48).

2.1.2.2 Teori Perilaku

Teori perilaku dapat dikemukakan misalnya, teori Burrhus Frederic (B.F.) Skinner (Maret 20, 1904 - Agustus 18, 1990) seorang amerika dan lebih merupakan teoritis induksi ketimbang deduksi, seorang ahli psikologi, ahli ilmu perilaku, filsuf, Profesor Psikologi pada Harvard University dari 1958 dan pensiun hingga 1974. Teori yang dikemukakan antara lain bahwa perilaku dapat diprediksi dan dikontrol. Perilaku merupakan Respons (R) seseorang terhadap rangsangan atau stimulus (S) pada lingkungan tertentu.

Lingkungan adalah semua hal yang berada di luar spesies yang menjadi subjek pembahasan tersebut.Lingkungan di luar tubuhnya pada hakikatnya merupakan stimulus. Seseorang ketika berada pada suhu dan kelembapan tinggi

(37)

suhu dingin dan kelembapan rendah, orang atau sekelompok orang akan menggunakan jaket, dan apabila disertai angin kencang maka akan berlindung.

Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori skinner ini disebut teori “S- O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons (Achmadi, 2013 : 113).

B.F. Skinner (dalam Achmadi, 2013 : 113) membuat tiga asumsi dasar, yaitu:

1. Perilaku itu terjadi menurut hukum tertentu (behavior is lawful). Walaupun skinner mengakui bahwa, manusia adalah organisme yang berperasaan dan berpikir, namun skinner tidak mencari penyebab perilaku di dalam jiwa manusia dan menolak alasan-alasan penjelasan dengan mengendalikan keadaan pikiran (mind) atau motif-motif internal lainnya.

2. Perilaku dapat diramalkan (behavior can be predicted). Perilaku manusia menurut skinner ditentukan oleh kejadian-kejadian di masa lalu dan sekarang dalam dunia objektif di mana individu tersebut mengambil bagian.

3. Perilaku manusia dapat dikontrol (behavior can be controlled). Perilaku dapat dijelaskan hanya berkenaan dengan kejadian atau situasi-situasi antaseden yang dapat diamati. Kondisi sosial dan fisik lingkungan sangat penting dalam menentukan perilaku.

2.1.2.3 Tahapan Perubahan Perilaku

Dalam teori perubahan perilaku kesehatan, Prochaska (1997) membuat suatu model untuk melihat tahapan perubahan perilaku dari kliennya. Model ini disebut Model Transteoritik, dimana dalam model tersebut terdapat 5 tahapan perubahan perilaku, yaitu :

(38)

1. Prakontemplasi

Pada tahap ini individu tidak mempunyai keinginan untuk melakukan melakukan perubahan perilaku. Bahkan seseorang pada tahap ini masih banyak yang belum sadar kalau mereka memiliki masalah dalam perilaku.

Oleh karena itu diperlukan informasi dan umpan balik untuk menimbulkan kesadaran akan adanya masalah dan kemungkinan untuk berubah. Nasehat mengenai suatu hal/informasi tidak akan berhasil bila dilakukan pada tahap ini.

2. Kontemplasi

Kondisi seseorang yang mulai sudah akan adanya masalah perilaku yang dipertahankan. Namun individu tersebut belum memiliki komitmen untuk untuk bertindak. Pada tahap ini individu masih menimbang-nimbang antara alasan untuk berubah ataupun tidak. Konselor mendiskusikan keuntungan dan kerugian apabila menerapkan informasi yang diberikan.

3. Preparasi

Yaitu tahap ketika individu sudah memiliki niat untuk merubah perilakunya dalam waktu dekat.

4. Aksi (Tindakan)

Tahap ketika individu mulai mengubah perilakunya untuk mengatasi masalah.

5. Pemeliharaan

(39)

Pada tahap ini individu menjaga perubahan perilaku dari berbagai kemungkinan yang membawa individu tersebut agar tidak kembali kepada perilaku yang sudah ditinggalkan (Saputra dan Sary 2013: 152-157).

2.1.3 Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus “Bahagia” Di Medan

2.1.3.1 Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Refungsionalisasi dimaksudkan bahwa rehabilitasi lebih diarahkan pada pengembalian fungsi dari penerima manfaat, sedangkan pengembangan diarahkan untuk menggali atau menemukan dan memanfaatkan kemampuan penerima manfaat yang masih ada serta potensi yang dimiliki untuk memenuhi fungsi diri dan fungsi sosial dimana ia berada.

Adapun tahapan rehabilitasi sosial di PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan ialah :

1. Pendekatan awal

2. Pengungkapan dan pemahaman masalah 3. Penyusunan rencana

4. Pemecahan masalah 5. Resosialisasi 6. Terminasi

7. Bimbingan lanjut.

(40)

Namun ditahapan bimbingan lanjut didalam PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan untuk saat ini ditiadakan dikarenakan APBN yang belum mencukupi pemenuhan dalam menjalankan kegiatan tersebut. Panti Sosial ini menganut family therapy (terapi kekeluargaan), dimana setiap penerima manfaat harus mengganggap bahwa panti ini adalah sebagai rumah mereka selama proses rehabilitasi berlangsung.

Terdapat beberapa kegiatan yang dilaksanakan untuk menunjang perubahan perilaku dan kemandirian para penerima manfaat, diantaranya yaitu bimbingan sosial, bimbingan spiritual, bimbingan fisik, serta bimbingan keterampilan.

Adapun tugas dalam layanan rehabilitasi sosial ini yaitu bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif. Tujuannya adalah agar penerima manfaat dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya secara mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan di keluarga dan bermasyarakat ketika selesai menjalani pelayanan rehabilitasi sosial dalam panti tersebut. Ditambah tanpa adanya stigma dan diskriminasi terhadap penyandang HIV ketika kembali ke masyarakat.

2.1.3.2 Penerima Manfaat

Penerima manfaat adalah seseorang atau kelompok sasaran yang menerima manfaat dari suatu layanan organisasi atau lembaga. Adapun prosedur dalam penerimaan penerima manfaat di PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan (Leaflet PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan) ialah:

1. PSRSOD HIV Bahagia mengunjungi calon penerima manfaat

a. Calon penerima manfaat mempersiapkan persyaratan yang telah ditetapkan.

(41)

b. Petugas PSRSOD HIV Bahagia bersama LKS/KDS/Dinsos mengunjungi calon penerima manfaat.

c. Petugas PSRSOD HIV Bahagia mengisi form identifikasi dan memeriksa kelengkapan persyaratan calon penerima manfaat.

d. Hasil kunjungan ke penerima manfaat akan dibawa dalam CC (Case Conference) seleksi.

e. Hasil seleksi akan diumumkan ke calon penerima manfaat.

2. Calon penerima manfaat mendatangi PSRSOD HIV Bahagia

a. Calon penerima manfaat mempersiapkan persyaratan yang telah ditetapkan.

b. LKS/KDS/Dinsos/Keluarga/Wali berkoordinasi dengan PSRSOD HIV Bahagia untuk mempersiapkan kedatangan di PSRSOD HIV Bahagia.

c. Calon penerima manfaat didampingi LKS/KDS/Dinsos/Keluarga/ Wali mendatangi PSRSOD HIV Bahagia.

d. PSRSOD HIV Bahagia melakukan seleksi calon penerima manfaat.

e. Calon penerima manfaat yang lulus seleksi melanjutkan ke proses registrasi. Calon penerima manfaat yang tidak lulus seleksi dibolehkan pulang.

Adapun kriteria penerima manfaat di PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan ialah :

1. Orang Dengan HIV (Belum termasuk tahap AIDS).

2. Berusia 18 s/d 45 tahun.

3. Tidak aktif menggunakan narkoba dalam 6 bulan terakhir.

4. Mampu melaksanakan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.

(42)

5. Kesulitan secara ekonomi dan sosial.

6. Memiliki wali/pihak yang dapat dihubungi selama menjalani rehabilitasi sosial di PSRSOD HIV “Bahagia”.

7. Bersedia tinggal di asrama PSRSOD HIV “Bahagia” selama 6 bulan.

8. Bersedia mematuhi peraturan yang berlaku di PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan.

9. Tidak menyandang permasalahan ganda terkait kejiwaan.

10. Membawa resume status HIV.

11. Membawa status keterangan status kesehatan terkini dari dokter.

12. Membawa surat pengantar dari Dinas Sosial setempat.

13. Menyerahkan fotocopy KTP/Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah tentang status kependudukan.

14. Menyerahkan pas foto terbaru ukuran 3 x 4 sebanyak 1 lembar.

15. Membawa kartu BPJS.

2.1.3.3 Kegiatan Bimbingan Sosial

Pelaksanaan kegiatan untuk orang dengan HIV sering berbenturan oleh karena diri pribadi seorang ODH itu sendiri. Usaha-usaha yang dilakukan PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan dalam peningkatan kesejahteraan orang dengan HIV adalah dengan memberikan motivasi, dukungan penguatan diri, saling bertukar informasi dan edukasi dengan orang yang lebih banyak berpengalaman. Oleh karenanya dalam mencapai taraf hidup yang sejahtera, interaksi sosial dan sosialisasi memiliki peran yang sangat penting. Disini perlu diberikan bimbingan sosial bagi penerima manfaat agar mereka mempunyai

(43)

kepercayaan diri dan pembelajaran untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai manusia.

Dalam kegiatan bimbingan sosial kepada penerima manfaat, pihak panti memberikan bimbingan sosial dengan menggunakan metode social case work (bimbingan sosial perseorangan) dan social group work (bimbingan sosial kelompok). Tujuan kegiatan bimbingan sosial ini adalah agar individu yang dibimbing mampu melakukan interaksi sosial secara baik dengan lingkungannya.

Selain itu kegiatan bimbingan sosial ini juga bertujuan membantu individu dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan permasalahan sosial yang dihadapinya, sehingga penerima manfaat dapat menyesuaikan diri secara baik dan wajar pada lingkungan sosialnya.

Dalam kegiatan bimbingan sosial untuk para penerima manfaat pihak panti memberikan bimbingan sosial dengan menggunakan metode pekerja sosial, yaitu seperti:

1. Social Case Work (Bimbingan Sosial Perseorangan)

Tujuan bimbingan sosial perseorangan ini tidak terlepas dari tujuan dasar pekerjaan sosial yaitu membantu individu yang bermasalah agar individu tersebut pada akhirnya dapat membantu dirinya sendiri. Metode bimbingan sosial di PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan ini digunakan agar seorang penerima manfaat dapat membantu permasalahan yang sedang dihadapinya sendiri. Metode ini dikemas dengan cara pengungkapan masalah atau Curahan Hati (CurHat) si penerima manfaat dengan Pekerja Sosial yang ada di PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan.

2. Social Group Work (Bimbingan Sosial Kelompok)

(44)

Bimbingan sosial kelompok adalah sebagai suatu pelayanan kepada kelompok dimana tujuan utamanya untuk membantu anggota kelompok memperbaiki penyesuaian sosial mereka (social adjusment). Tujuan utama bimbingan kelompok ini didalam kegiatan yang dilaksanakan PSRSOD HIV

“Bahagia” Di Medan adalah untuk membantu para penerima manfaat mempengaruhi fungsi sosialnya, mendorong perkembangan kepribadian penerima manfaat dalam mengubah pola perilakunya, terkhusus dukungan dan motivasi berdasarkan pengalaman kelompok. Adapun teknik yang dipakai dalam metode bimbingan sosial kelompok yang ada di PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan adalah bimbingan sosial kelompok secara umum/menyeluruh dan bimbingan sosial kelompok antar sesama statik dampingan Pekerja Sosial.

Adapun alasan bimbingan sosial ini diberikan karena bimbingan sosial ini diyakini dapat membantu penerima manfaat dalam mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya serta sangat berperan penting dalam mendorong perkembangan kepribadian penerima manfaat dalam mengubah pola perilaku, terkhusus dukungan dan motivasi berdasarkan pengalaman kelompok. Sehingga penerima manfaat sendiripun tidak memberi stigma akan status HIV yang disandangnya dan mulai membuka diri agar dapat open status kepada orang-orang terdekatnya, terkhusus didalam keluarganya.

2.2 Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Yulfira Media tahun 2016 yang berjudul

(45)

Pendekatan Sosial Budaya di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat”. Menurut penelitian yang dilakukan Yulfira bahwa ada beberapa faktor yang turut melatarbelakangi tingginya kasus HIV/AIDS di RSAM Kota Bukittinggi, yaitu faktor perilaku, faktor lingkungan (lingkungan sosial dan budaya) dan faktor dari akses negatif dari internet. Dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS, Dinas Kesehatan Bukittinggi dan KPA Kota Bukittinggi telah melakukan sosialisasi, penjangkauan dan pendampingan kepada kelompok resiko tinggi. Namun demikian, terdapat adanya beberapa kendala antara lain adalah adanya stigma dan diskriminasi terhadap HIV/AIDS, keterbatasan jangkauan, penjaringan terhadap populasi kunci, dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ada beberapa strategi dalam penanggulangan HIV/AIDS yang telah disusun berdasarkan pendekatan sosial budaya adalah strategi peningkatan informasi dan pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS secara komprehensif, pemberdayaan masyarakat dan penguatan kelembagaan, peningkatan akses jangkauan pelayanan dan dukungan penguatan regulasi dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Welli Wamaer tahun 2007 yang berjudul

“Analisis penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat”. Hasil dari penelitian ini adalah :

a. Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat kurang maksimal dikarenakan jadwal pelaksanan kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dilaksanakan dengan jadwal yang sudah ditentukan.

(46)

b. Rapat koordinasi dengan lintas program, lintas sektoral dan tenaga pelaksana dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat cukup maksimal karena rapat ini hanya dilakukan Dinas Kesehatan dengan pelaksana kegiatan.

c. Penyuluhan disetiap kegiatan penanggulangan HIV/AIDS masuk kategori baik dikarenakan dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan metode ceramah yang berisi tentang peningkatan gaya hidup sehat, promosi perilaku seksual aman, gejala HIV/AIDS, dan lain-lain.

2.3 Kerangka Pemikiran

Meningkatnya jumlah status penyandang HIV di setiap tahunnya membuat beban pemerintah Indonesia semakin bertambah. Hal inilah yang membuat Kementerian Sosial membuat keputusan bahwanya Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) harus menerima program rehabilitasi sosial demi mencapai kesejahteraan sosial di negara ini. Adanya stigma dari masyarakat terhadap ODHA dan tindakan diskriminasi akan status mereka membuat para ODHA menutup diri akan statusnya agar sehingga UPT Panti Rehabilitasi yang menangani ODH ini sedikit kewalahan dalam mencari calon penerima manfaat.

Untuk itu perlunya edukasi kepada masyrakat tentang HIV seharusnya perlu disosialisasikan secara besar-besaran oleh pemerintah agar masyarakat tidak salah persepsi lagi tentang HIV. HIV bukanlah penyakit, tetapi HIV adalah virus. Virus ini tidak secara mudah penyebarannya. HIV hanya dapat ditularkan melalui cairan darah, cairan kelamin, dan cairan otak. Penyebarannya juga tidak semudah menularkan virus flu. HIV hanya dapat ditularkan melalui hubungan seksual,

(47)

pemakaian jarus suntik secara bergantian, maupun penularan Ibu hamil kepada janinnya.

Melalui PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi penyebaran virus HIV, mengubah perilaku ODH dan meningkatkan kemandirian ODH melalui program-program yang disediakan, serta mengembalikan fungsi sosial para ODH. Salah satu program yang mengubah perilaku penerima manfaat yang dilakukan PSRSOD HIV “Bahagia” Di Medan adalah program bimbingan sosial. Kurangnya motivasi hidup dan dukungan penguatan diri yang dirasakan ODH membuat para ODH takut untuk berinteraksi atau bersosialisasi sehingga membuat para ODH sulit untuk terbuka akan status HIV-nya terhadap keluarga dan lingkungannya. Sehingga dengan adanya program bimbingan sosial ini para Penerima Manfaat dapat mengubah pola perilakunya selama proses rehabilitasi selesai.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merumuskan kerangka pemikiran ke dalam bagan alur pikir sebagai berikut :

(48)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Human Immunodeficiency Virus

“Bahagia” di Medan

Kegiatan Bimbingan Sosial : 1. Bimbingan Sosial Perseorangan 2. Bimbingan Sosial Kelompok

Perilaku Penerima Manfaat Evaluasi Kegiatan :

- Input - Process - Output

Kegiatan Dilanjutkan

Kegiatan Dilanjutkan

dan Diperbaiki

Kegiatan Dihentikan

Dilihat Dari 5 Tahapan Perubahan Perilaku, Yaitu : a. Prakontemplasi; masih tahap

penyesuaian diri dengan kebiasaan-kebiasaan yang ada di panti dalam jangka waktu dua minggu.

b. Kontemplasi; sudah sadar dengan masalah tapi masih ada beberapa Penerima Manfaat yang masih menutup diri.

c. Preparasi; secara sadar memiliki niat untuk mengubah pola perilakunya, namun masih banyak yang ragu-ragu akan hal tersebut.

d. Aksi (Tindakan); sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan panti, namun ada beberapa yang lebih nyaman sharing hanya dengan sesama Penerima Manfaat.

e. Pemeliharaan; sudah mampu menjaga perilakunya dengan

(49)

2.4 Defenisi Konsep

Konsep adalah suatu rancangan yang dibuat melalui ide atau pengertian- pengertian yang berhubungan dengan objek, peristiwa, kondisi, situasi, dan lain sebagainya. Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009: 112).

Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang akan peneliti gunakan, maka peneliti membatasi konsep yang akan digunakan dalam penelitian sebagai berikut :

1. Evaluasi adalah sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari suatu kegiatan yang telah direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan melalui:

a. Masukan (Input)

Segala sesuatu yang digunakan untuk mendukung berjalannya kegiatan, baik itu dari sumber daya penerima manfaat, sumber daya staff/pegawai, SOP (Standar Operasional Prosedur) kegiatan, pendanaan maupun fasilitas.

b. Proses (Process)

Serangkaian kegiatan yang melibatkan interaksi penerima manfaat dengan pekerja sosial yang merupakan pusat dari penyampaian tujuan kegiatan bimbingan sosial.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah diadakan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Program KKS desa Manuk Mulia, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo ini sudah berjalan dengan

Sedangkan yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan program antara lain kurangnya tanggung jawab anggota kelompok, tidak adanya pelatihan dari dinas sosial,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Peran Ganda Perempuan Single Parent dalam Mempertahankan Kesejahteraan Keluarga di Desa Simanindo maka

Skripsi ini berjudul “Culture Shock Pada Mahasiswa Perantau di Kota Medan (Studi Kasus Pada Mahasiswa Aceh yang Tergabung Dalam Ikatan Pemuda Tanah Rencong Universitas Sumatera

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data pada penelitian yang dilakukan untuk menemukan permasalahan yang diteliti dengan cara melakukan penelitian secara

Kekerasan seksual adalah aktivitas seksual yang dilakukan pelaku tanpa persetujuan atau kerelaan dari orang lain yang di kenai tindakan. Pelaku adalah orang yang

Dari keseluruhan uji yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang Upaya Masyarakat Kampung Kubur dalam mengubah stigma negatif Kampung Narkoba menjadi Kampung Sejahtera di