• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN GAS FLARE MENJADI ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI TEROBOSAN PENCAPAIAN ZERO ROUTINE FLARING TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN GAS FLARE MENJADI ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI TEROBOSAN PENCAPAIAN ZERO ROUTINE FLARING TESIS"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN GAS FLARE MENJADI ENERGI ALTERNATIF

SEBAGAI TEROBOSAN PENCAPAIAN ZERO ROUTINE FLARING

TESIS

Oleh

PETRI YUSRINA NIM : 147025007/TI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN GAS FLARE MENJADI ENERGI ALTERNATIF

SEBAGAI TEROBOSAN PENCAPAIAN ZERO ROUTINE FLARING

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik

dalam Program Studi Teknik Industri pada Fakultas Teknik Universitas Sumetera Utara

Oleh

PETRI YUSRINA NIM : 147025007/TI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

Judul Tesis : ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN GAS FLARE MENJADI ENERGI ALTERNTIF SEBAGAI TEROBOSAN PENCAPAIAN ZERO ROUTINE FLARING

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: : :

Petri Yusrina 147025007 Teknik Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Humala L. Napitupulu, DEA) (

Ketua Anggota

Dr. Ir. Juliza Hidayati, MT)

Ketua Program Studi

Dekan

(Prof. Dr. Ir. Humala L. Napitupulu, DEA) (Ir. Seri Maulina, M.Si, Ph.D)

Tanggal Lulus : 10 Februari 2017

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 Februari 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Humala Napitupulu, DEA Anggota : Dr. Ir. Juliza Hidayati, MT

Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Dr. Eng. Listiani Nurul Huda, MT

Dr. Meilita Triana Sembiring, ST, MT

(5)

ABSTRAK

Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas alam pada sebuah perusahaan migas menghasilkan gas buangan yang dikenal dengan gas flare sebanyak 0,584 MMSCFD. Gas flare merupakan gas sisa yang selama ini dilakukan pembakaran di flare stack untuk menghindari gas beracun seperti H2

Penelitian ini bertujuan menentukan penggunaan gas flare sehingga bernilai ekonomi sekaligus sebagai upaya pencapaian Zero Routine Flaring dan ramah lingkungan. Penelitian diawali dengan analisa penentuan alternatif penggunaan gas flare berdasarkan faktor volume/laju gas flare, komposisi gas flare dan estimasi sisa cadangan gas. Analisis dari segi volume/laju gas dan komposisi digunakan sebagai penentuan kelayakan secara teknis dan estimasi sisa cadangan sebagai salah satu penentuan keekonomian suatu lapangan.

S dan CO yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Namun aktivitas pembakaran dapat menimbulkan isu pencemaran lingkungan dan dianggap losses karena masih memiliki kandungan energi layaknya gas bumi.

Beberapa kebijakan mendorong perlunya dilakukan pemanfaatan gas flare diantaranya adalah kebijakan Zero Routine Flaring tahun 2030 yang dikeluarkan oleh world bank dan konsep green productivity untuk mengurangi limbah dan pencegahan polusi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menggurangi aktivitas pembakaran dan polusi tersebut adalah dengan memanfaatkan gas flare sebagai energi alternatif.

Perhitungan kelayakan ekonomi diperoleh IRR= 19,32% dan PP selama 5 tahun yang menunjukkan bahwa penggunaan gas flare sebagai bahan baku untuk power plant layak diimplementasikan. Apabila usulan alternatif ini diterapkan pada perusahaan disamping dapat meningkatkan nilai gas flare secara ekonomi juga menjadi terobosan pencapaian kebijakan Zero Routine Flaring dan ramah lingkungan.

Kata Kunci: Gas flare, Zero Routine Flaring, Power Plant, Mini Plant LPG, Analisis Teknis dan Ekonomis.

(6)

ABSTRACT

The activity of exploring and exploiting natural oil and gas in a migas (oil and gas) company will produce gas flare of 0.584 MMSCFD. Gas flare is the combustion of remaining gas in flare stack to avoid poisonous gas like H2

The objective of the research was to determine the use of gas flare so that it will have economic value and can achieve Zero Routine Flaring and friendly environment. The research was started by analyzing the alternative of using gas flare, based on the factors of gas flare volume/rate, gas flare composition, and the estimation of the remaining gas reserve. The analysis of gas volume/rate and composition was used as feasibility determination technically, and the estimation of the gas reserve as the determination of the economy in a certain field.

S and CO which is very dangerous for human and environmental health. However, the combustion can bring about environmental pollution and is regarded as losses because it still contains energy content as natural gas. Some policies which have been made to encourage the use of gas flare are the policy on Zero Routine Flaring in 2030 issued by the World Bank and the concept of green productivity to reduce waste and to forestall pollution. One of the methods which can reduce the activity of combustion and pollution is by using gas flare as alternative energy.

The calculation of the economic feasibility was IRR = 19.32% and the PP in the 5 year-period indicated that the use of gas flare as raw material for power plant was feasible to be implemented. When this alternative suggestion is implemented in the company, it can increase gas flare value economically and can become a breakthrough in achieving the friendly environmentally Zero Routine Flaring policy.

Keywords: Gas Flare, Zero Routine Flaring, Power Plant, LPG Mini Plant, Technical and Economical Analysis

(7)

RIWAYAT HIDUP

Petri Yusrina lahir di Padang, Sumatera Barat, pada tanggal 09 Februari 1984, merupakan anak Pertama dari enam bersaudara pasangan Bapak Yusra dan Ibu Asna. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar tahun 1996 di SD N 43 Ganting Tambuo, pendidikan sekolah menengah pertama di SLTP N 1 Tilatang Kamang pada tahun 1999, dan pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Tilatang Kamang pada tahun 2002. Pada tahun 2002, melanjutkan kuliah di Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Andalas dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2007. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Sumatera Utara Departemen Teknik Industri. Dan saat ini penulis merupakan salah satu staf pengajar di Universitas Teuku Umar Meulaboh, Aceh.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Gas Flare Menjadi Energi Alterntif Sebagai Terobosan Pencapaian Zero Routine Flaring”.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat dukungan moril dan usulan perbaikan serta penyempurnaan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ir. Seri Maulina, M.Si, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Prof. Dr. Ir. Humala Napitupulu, DEA selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan pembimbing utama serta Ibu Dr. Ir. Juliza Hidayati, MT sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan dukungan, arahan, dan petunjuk dalam penyelesaian tesis ini.

Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE, Ibu Dr. Meilita Tryana Sembiring, ST, MT dan Dr. Eng. Listiani Nurul Huda, MT sebagai tim penguji yang telah banyak memberikan masukan serta saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Harmawan Prasetyadi selaku Field Manager yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT.Pertamina EP Asset 1 Field Rantau dan kepada Bapak Mulki Hakiem Mustakim serta Bapak Eri Prasetyo selaku pembimbing lapangan yang telah berbagi ilmu dan pengalaman bagi penulis.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada dosen pengajar Magister Teknik Industri USU yang telah mendidik dan mencerahkan dengan berbagai ilmu yang diberikan. Terimakasih kepada staf Magister Teknik Industri USU dan teman- teman seperjuangan angkatan 19. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, suami tercinta Rudi Siska, ST yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis beserta kedua putra kecil penulis Mahesa Artito dan Azib Safaraz.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan penulis. Doa dan harapan penulis semoga tesis ini dapat

(9)

memberikan manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang akan membalas semua jasa baik yang telah diberikan.

Medan, Februari 2017 Penulis,

Petri Yusrina 147025007/TI

(10)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN GAS FLARE MENJADI ENERGI ALTERNTIF SEBAGAI TEROBOSAN PENCAPAIAN ZERO ROUTINE FLARING

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Februari 2017 Yang membuat pernyataan,

147025007/TI

Petri Yusrina

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan ... 9

1.6. Asumsi ... ... 9

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 10

2.1. Deskripsi Teori ... 10

2.1.1. Gas bumi ... 10

2.1.2. Green Engineering ... 21

2.1.3 Zero Routine Flaring ... 24

2.1.4 Konsep Tekno Ekonomi ... 26

2.2. Review Hasil Penelitian ... 31

BAB 3 MODEL KONSEPTUAL ... 36

3.1. Model Konseptual ... 36

3.2. Definisi Operasional ... 38

BAB 4 RANCANGAN PENELITIAN ... 40

4.1. Tipe Penelitian ... 40

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

(12)

4.3. Metodologi Penelitian ... 40

4.3.1. Pengumpulan Data ... 43

4.3.2. Pengolahan Data ... 43

4.3.3. Analisis Teknis dan Ekonomis ... 44

4.3.4. Kesimpulan dan Saran ... 44

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

5.1. Alternatif Penggunaan Gas Flare ... 45

5.1.1. Penentuan Alternatif Berdasarkan Volume dan Laju Gas 45 5.1.2. Penentuan Alternatif Berdasarkan Komposisi Gas ... 47

5.1.3. Teknologi Pemanfaatan Gas Flare ... 51

5.2. Penentuan Estimasi Sisa Cadangan ... 54

5.3. Analisa Pemanfaatan Gas Flare Terhadap Lingkungan ... 63

5.4. Mini Plant LPG ... 66

5.4.1 Aspek Kelayakan Teknis Mini Plant LPG ... 67

5.4.2 Peralatan Mini Plant LPG ... 70

5.4.3 Aspek Kelayakan Ekonomis Mini Plant LPG ... 72

5.5 Power Plant ... 78

5.5.1 Aspek Kelayakan Teknis Power Plant ... 79

5.5.2 Penentuan Kapasitas dan Jumlah Gas Engine Generator ... 84

5.5.3 Aspek Kelayakan Ekonomis Power Plant ... 86

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

6.1. Kesimpulan ... 95

6.2. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1. Data Gas Flare Tahun 2012 s.d 2015 ... 5

2.1 Spesifikasi Gas Bumi untuk Power Plant ... 13

2.2 Komposisi LPG Campuran Pertamina ... 14

2.3 Review Hasil Penelitian ... 32

5.1 Data Penggunaan Gas Periode Januari 2012 s.d 2015 ... 45

5.2 Komposisi Gas PT.Pertamina EP Asset 1 Field Rantau ... 47

5.3 Perbandingan Komposisi LNG, CNG, LPG dan Power Plant ... 49

5.4 Pemilihan Alternatif Pemanfaatan Gas Berdasarkan Faktor Laju/ Volume dan Komposisi ... 53

5.5 Perbandingan Metode Penentuan Cadangan Reservoir ... 56

5.6 Data Produksi Minyak dan Gas per Bulan ... 57

5.7 Identifikasi Jenis Kurva dengan Metode Loss Ratio ... 59

5.8 Estimasi Produksi Minyak dan Gas Tahun 2013 sd 2023 ... 63

5.9 Efek Kesehatan Akibat Paparan Senyawa Hidrokarbon ... 66

5.10 Penentuan Jumlah Produk Mini Plant LPG dari Gas Flare ... 69

5.11 Rincian Biaya Tenaga Kerja Mini Plant LPG ... 73

5.12 Estimasi Harga dan Jenis Peralatan Mini Plant LPG ... 74

5.13 Biaya Investasi dan Modal Kerja Mini Plant LPG ... 75

5.14 Saldo Kas Akhir Mini Plant LPG ... 77

5.15 Rekapitulasi Perhitungan Proyek Mini Plant LPG ... 78

5.16 Spesifikasi Gas Engine PT.Pertamina ... 79

5.17 Perbandingan Engine untuk Power Plant ... 81

5.18 Perbandingan Daya Beberapa Merek Gas Engine ... 85

5.19 Rencana Anggaran Biaya Power Plant ... 86

5.20 Rincian Biaya Tenaga Kerja Power Plant ... 87

5.21 Rincian Biaya Investasi dan Modal Kerja Power Plant ... 89

5.22 Proyeksi Laba Bersih Developer ... 90

(14)

5.23 Proyeksi Royalti Bagi Pemilik ... 91

5.24 Saldo Kas Akhir Power Plant ... 92

5.25 Proyeksi Neraca Power Plant ... 92

5.26 Rekapitulasi Perhitungan Kelayakan Proyek Power Plant ... 93

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman 1.1 Aliran Proses Produksi pada PT. Pertamina EP Asset 1

Filed Rantau ... 2

2.1 Bagian Mesin Pembakaran dalam Gas Engine ... 12

2.2 Hirarki Pencegahan Polusi ... 23

3.1 Kerangka Konseptual ... 37

4.1 Langkah-langkah Penelitian ... 41

5.1 Produksi Minyak ... 58

5.2 Kecendrungan Penurunan Produksi Minyak ... 59

5.3 Grafik Persamaan Penurunan Produksi Minyak ... 61

5.4 Grafik Persamaan Penurunan Produksi Gas ... 62

5.5 Produk Hasil Mini Plant LPG ... 67

5.6 Aliran Proses Produksi LPG dari Gas Flare ... 68

5.7 Turbin Gas ... 80

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Tabel Konversi Energi ... 99 2. Mini Plant LPG ... 101 3. Power Plant ... 111

(17)

ABSTRAK

Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas alam pada sebuah perusahaan migas menghasilkan gas buangan yang dikenal dengan gas flare sebanyak 0,584 MMSCFD. Gas flare merupakan gas sisa yang selama ini dilakukan pembakaran di flare stack untuk menghindari gas beracun seperti H2

Penelitian ini bertujuan menentukan penggunaan gas flare sehingga bernilai ekonomi sekaligus sebagai upaya pencapaian Zero Routine Flaring dan ramah lingkungan. Penelitian diawali dengan analisa penentuan alternatif penggunaan gas flare berdasarkan faktor volume/laju gas flare, komposisi gas flare dan estimasi sisa cadangan gas. Analisis dari segi volume/laju gas dan komposisi digunakan sebagai penentuan kelayakan secara teknis dan estimasi sisa cadangan sebagai salah satu penentuan keekonomian suatu lapangan.

S dan CO yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Namun aktivitas pembakaran dapat menimbulkan isu pencemaran lingkungan dan dianggap losses karena masih memiliki kandungan energi layaknya gas bumi.

Beberapa kebijakan mendorong perlunya dilakukan pemanfaatan gas flare diantaranya adalah kebijakan Zero Routine Flaring tahun 2030 yang dikeluarkan oleh world bank dan konsep green productivity untuk mengurangi limbah dan pencegahan polusi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menggurangi aktivitas pembakaran dan polusi tersebut adalah dengan memanfaatkan gas flare sebagai energi alternatif.

Perhitungan kelayakan ekonomi diperoleh IRR= 19,32% dan PP selama 5 tahun yang menunjukkan bahwa penggunaan gas flare sebagai bahan baku untuk power plant layak diimplementasikan. Apabila usulan alternatif ini diterapkan pada perusahaan disamping dapat meningkatkan nilai gas flare secara ekonomi juga menjadi terobosan pencapaian kebijakan Zero Routine Flaring dan ramah lingkungan.

Kata Kunci: Gas flare, Zero Routine Flaring, Power Plant, Mini Plant LPG, Analisis Teknis dan Ekonomis.

(18)

ABSTRACT

The activity of exploring and exploiting natural oil and gas in a migas (oil and gas) company will produce gas flare of 0.584 MMSCFD. Gas flare is the combustion of remaining gas in flare stack to avoid poisonous gas like H2

The objective of the research was to determine the use of gas flare so that it will have economic value and can achieve Zero Routine Flaring and friendly environment. The research was started by analyzing the alternative of using gas flare, based on the factors of gas flare volume/rate, gas flare composition, and the estimation of the remaining gas reserve. The analysis of gas volume/rate and composition was used as feasibility determination technically, and the estimation of the gas reserve as the determination of the economy in a certain field.

S and CO which is very dangerous for human and environmental health. However, the combustion can bring about environmental pollution and is regarded as losses because it still contains energy content as natural gas. Some policies which have been made to encourage the use of gas flare are the policy on Zero Routine Flaring in 2030 issued by the World Bank and the concept of green productivity to reduce waste and to forestall pollution. One of the methods which can reduce the activity of combustion and pollution is by using gas flare as alternative energy.

The calculation of the economic feasibility was IRR = 19.32% and the PP in the 5 year-period indicated that the use of gas flare as raw material for power plant was feasible to be implemented. When this alternative suggestion is implemented in the company, it can increase gas flare value economically and can become a breakthrough in achieving the friendly environmentally Zero Routine Flaring policy.

Keywords: Gas Flare, Zero Routine Flaring, Power Plant, LPG Mini Plant, Technical and Economical Analysis

(19)

BAB 1

1.1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup manusia. Salah satu sumber daya alam yang dimiliki Indonesia adalah tambang minyak bumi dan gas alam yang termasuk golongan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Minyak bumi dimanfaatkan sebagai sumber energi kendaraan bermotor, mesin pabrik, bahan baku industri petrokimia, dll yang kebutuhannya cenderung meningkat seiring dengan bertambah jumlah kendaraan dan industri.

Latar Belakang

Dalam sejarahnya, industri hulu minyak bumi dan gas alam (migas) nasional terus berkembang dengan ditemukannya berbagai sumber minyak bumi dan gas alam. Pada era tahun 1970-1980-an kontribusi migas mencapai 60-70%

dari total pendapatan negara. Kontribusi tersebut menjadikan sektor hulu migas menjadi tulang punggung perekonomian bangsa.

Industri minyak dan gas bumi (migas) secara umum melakukan kegiatan eksplorasi, produksi, pengolahan, transportasi dan pemasaran. Kegiatan usaha ini kemudian dibagi menjadi kegiatan usaha hulu yang meliputi kegiatan eksplorasi dan produksi dan kegiatan usaha hilir meliputi pengolahan, transportasi dan pemasaran. Salah satu perusahaan nasional bidang migas yang menyelenggarakan kegiatan usaha di sektor hulu adalah PT. Pertamina EP Asset 1 Field Rantau yang

(20)

berlokasi di kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Nangro Aceh Darussalam. Secara garis besar kegiatan operasi yang berlangsung di perusahaan ini adalah pengeboran, eksplorasi dan produksi sampai penyaluran minyak ke Pangkalan Susu untuk pengapalan. Gambar 1.1 di bawah ini menunjukkan proses produksi minyak bumi dan gas alam pada PT. Pertamina EP Asset 1 Field Rantau.

Gambar 1.1 Aliran Proses Produksi pada PT. Pertamina EP Asset 1 Field Rantau

Berdasarkan Gambar 1.1 proses produksi dimulai dari eksplorasi minyak bumi dan gas alam dari sumur (reservoir) menggunakan pumping unit kemudian diteruskan ke header manifold yang berfungsi mengatur laju aliran fluida

(21)

(minyak dan gas) dari masing-masng sumur. Selanjutnya minyak dan gas dipisahkan berdasarkan perbedaan berat jenis dengan menggunakan separator.

Minyak bumi akan diteruskan ke oil tank yang kemudian di pompakan ke Pangkalan Susu untuk pengapalan. Sedangkan gas dari separator akan diteruskan ke scrubber yang berfungsi untuk memisahkan air dan minyak yang masih terikut dengan gas. Selanjutnya tekanan gas akan dinaikkan dengan menggunakan compressor reciprocating sehingga dapat dialirkan ke stasiun HPCS (High Pressure Compressor System). Apabila tekanan dari gas melebihi kapasitas terpasang compressor reciprocating maka sebagian gas akan dialirkan ke flare stack untuk dibakar. Pada stasiun HPCS tekanan gas akan dinaikkan kembali supaya gas dapat dialirkan ke stasiun power plant, perumahan, WIP (Water Injection Plant), instrumentation dan sebagian akan diinjeksikan kembali ke dalam sumur sebagai salah satu teknik sembur buatan untuk meningkatkan produksi.

Rata-rata jumlah produksi minyak mentah yang dihasilkan per hari adalah 3000 BOPD (Barrel Oil Per Day) atau setara dengan 477.000 liter per hari.

Sedangkan gas alam yang dihasilkan rata-rata per hari adalah 5 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day) atau setara dengan 141,6 juta liter per hari.

Gas yang dihasilkan oleh PT. Pertamina EP Asset 1 Field Rantau. termasuk associated gas yaitu gas bumi yang terdapat bersama-sama dengan minyak bumi dalam suatu reservoir. Gas ini kemudian dipisahkan dari minyak bumi melalui serangkaian treatment untuk kebutuhan operasional perusahan seperti sebagai bahan bakar power plant, gas pipeline untuk perumahan, WIP (Water Injection

(22)

Plant), instrumentation dan sebagian diinjeksikan kembali ke dalam sumur injeksi untuk EOR (Enhance Oil Recovery).

Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada aktivitas produksi terdapat pembakaran gas sisa pada flare stack yang dikenal sebagai gas flare. Gas flare merupakan hasil sampingan dari industri minyak dan gas yang selama ini dilakukan pembakaran ke udara bebas. Salah satu tujuan pembakaran gas ini adalah sebagai sistem keamanan untuk melindungi alat-alat proses dari kelebihan tekanan disamping untuk menghilangkan kandungan limbah gas beracun seperti H2

Pembakaran gas sisa terjadi pada tiga tempat yaitu pada sumur yang terdapat kandungan gas, stasiun pengumpul dan stasiun HPCS. Pembakaran gas pada sumur dilakukan untuk menghindari terjadinya gas lock (suatu kondisi gas bebas masuk ke dalam pompa yang menyebabkan sejumlah fluida tidak dapat diproduksikan), back pressure (tekanan balik pada laju aliran fluida). Sedangkan gas flare yang terjadi pada stasiun pengumpul dan HPCS adalah sebagai sistem keamanan peralatan dari kelebihan tekanan.

S yang terdapat pada campuran komposisi gas yang sangat berbahaya bagi manusia, hewan dan lingkungan sekitar apabila terpapar gas ini.

Selama ini gas flare yang dihasilkan oleh PT. Pertamina EP Asset 1 Field Rantau belum dimanfaatkan secara optimal karena dianggap tidak ekonomis dan membutuhkan investasi cukup besar untuk diolah. Pada Tabel 1.1 menunjukkan volume gas flare yang dihasilkan dari aktivitas produksi PT.Pertamina EP Asset 1 Field Rantau dari tahun 2012 s.d tahun 2015.

(23)

Tabel 1.1 Data Gas Flare Tahun 2012 s.d 2015 (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 1 FieldRantau)

Pembakaran gas sisa (gas flare) dapat menimbulkan isu pencemaran lingkungan karena menyebabkan terjadinya emisi karbon monoksida, nitrous oxide dan methane yang berbahaya terhadap manusia yang terpapar gas ini.

Disamping itu pembakaran gas sisa merupakan losess karena membuang energi yang masih dapat digunakan. Gas flare masih mengandung senyawa hidrokarbon yang merupakan sumber energi layaknya gas bumi. Dengan demikian perlu dilakukan usaha pemanfaatan gas flare untuk mempertahankan kelestarian lingkungan, pencegahan polusi dan mengoptimalkan penggunaan energi untuk menghindari pemborosan.

Beberapa kebijakan yang melatarbelakangi pemanfaatan gas flare diantaranya adalah:

1. World Bank mengeluarkan kebijakan “Zero Routine Flaring tahun 2030” yaitu aturan yang membatasi aktivitas pembakaran gas selama aktivitas produksi minyak dan gas alam secara kontinu dan berkelanjutan s.d tahun 2030. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai

(24)

inisiatif untuk mengurangi nyala api gas buang (gas flare) yang berkontribusi signifikan terhadap perubahan iklim.

2. Konsep green manufacturing yang salah satu tujuannya untuk mengurangi limbah dan pencegahan polusi. Dalam rangka mempertahankan ekosistem dan kelestarian lingkungan maka perlu dilakukan usaha pengurangan limbah gas berbahaya (gas flare).

3. Kebijakan internal perusahaan yang tertuang dalam Key Performance Indicators (KPI) PT.Pertamina EP Asset 1 Field Rantau untuk menerapkan konsep Zero Routine Flaring pada Tahun 2025.

Mengacu kepada kebijakan di atas, maka perlu upaya untuk mengurangi aktivitas pembakaran salah satunya adalah menggunakan gas flare tersebut menjadi energi alternatif. Beberapa penelitian telah mencoba melakukan penelitian mengenai pemanfaatan gas flare diantaranya adalah Abayopo L. (2014) memanfaatkan gas flare menjadi Gas to Liqiud (GTL) sebagai pengganti bahan bakar diesel. Widyantoro (2012) menjadikan gas flare sebagai pengganti bahan bakar High Speed Diesel (HSD) untuk pembangkit listrik. Sugiarto (2013) memanfaatkan gas flare sebagai pengganti Liquid Petroleum Gas (LPG) untuk kebutuhan rumah tangga. Mirza (2008) memanfaatkan gas flare sebagai bahan baku Liqiud Natural Gas (LNG).

Penentuan alternatif penggunaan gas flare untuk masing-masing lokasi atau lapangan dipengaruhi oleh volume produksi, besarnya cadangan dan komposisi gas yang dimiliki oleh masing-masing lapangan berbeda satu sama lain. Penelitian yang dilakukan oleh Handiko (2013) menyebutkan bahwa

(25)

pemanfaatan gas flare dipengaruhi oleh volume dan laju gas, komposisi, umur cadangan, posisi dan daya tampung konsumen yang akan dituju. Pada penelitian ini penentuan alternatif penggunaan gas flare diawali dengan melakukan analisa penentuan alternatif penggunaan gas berdasarkan faktor volume/ laju gas flare dan komposisi gas flare. Kemudian dilakukan penentuan estimasi sisa cadangan gas menggunakan metode decline curve analysis sebagai bahan pertimbangan keekonomian suatu lapangan.

Analisis teknis dan ekonomis digunakan dalam pemilihan alternatif potensial yang akan diimplementasikan pada perusahaan. Analisis secara teknis berkaitan dengan kelayakan proses, kondisi operasi dan produk yang dihasilkan.

Sedangkan analisis secara ekonomi dilakukan untuk menilai kelayakan investasi dengan menggunakan paramater IRR (Internal Rate of Return) dan PP (Payback Period). Apabila alternatif yang dianalisis layak secara teknis dan ekonomi, maka alternatif tersebut dapat diimplementasikan oleh perusahaan untuk pencapaian Zero Routine Flaring dan ramah lingkungan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya dapat diketahui bahwa gas flare yang dihasilkan dari aktivitas produksi PT.

Pertamina EP Asset 1 Field Rantau belum dimanfaatkan secara optimal.

Pembakaran yang terjadi disamping mempengaruhi ekosistem dan lingkungan juga merupakan losses karena masih memiliki energi yang dapat digunakan.

Kebijakan Zero Routine Flaring yang diperkuat dengan konsep green productivity 1.2. Perumusan Masalah

(26)

merupakan alasan dan dorongan yang kuat untuk memanfaatkan semaksimal mungkin gas flare tersebut. Maka pokok permasalahan yang akan dicari pemecahannya melalui penelitian ini adalah “bagaimana penggunaan gas flare menjadi energi alternatif yang bernilai ekonomi dan ramah lingkungan”.

1.3

Penelitian bertujuan menentukan penggunaan gas flare sehingga bernilai ekonomi sekaligus sebagai upaya pencapaian Zero Routine Flaring dan ramah lingkungan.

Tujuan Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini bagi perusahaan adalah sebagai berikut:

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

1. Sebagai masukan bagi perusahaan dalam mengatasi permasalahan gas flare akibat aktivitas produksi.

2. Sebagai usulan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh perusahaan sehingga pemanfaatan gas flare memiliki nilai ekonomi dan dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap lingkungan.

3. Sebagai implementasi dan mendukung program PT.Pertamina EP Asset 1 Field Rantau untuk menerapkan “Zero Routine Flaring” dan Green Productivity.

(27)

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan

1. Penelitian mengkaji produksi gas flare yang dihasilkan dari aktivitas produksi PT.Pertamina Asset 1 Field Rantau.

Sehubungan dengan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, ruang lingkup analisis yang akan dilakukan meliputi:

2. Pembahasan gas flare pada penelitian ini dibatasi untuk gas flare yang dihasilkan pada stasiun HPCS (High Pressure Compressor System).

3. Penentuan alternatif potensial yang akan diimplementasikan adalah berdasarkan analisis secara teknis dan ekonomis.

1.6 Asumsi-Asumsi

1. Setiap produk yang dihasilkan merupakan produk yang dapat dipasarkan dan sudah ada konsumen yang akan menampungnya sehingga faktor posisi dan daya tampung konsumen diasumsikan tidak berpengaruh.

Secara umum asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

2. Selama periode analisa diasumsikan tidak ada penambahan sumur baru.

3. Nilai tukar mata uang selama periode analisa diasumsikan stabil.

(28)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Deskripsi Teori 2.1.1 Gas Bumi

Gas bumi adalah suatu campuran hidrokarbon dengan kandungan metana sebagai komponen terbanyak. Gas bumi dijumpai dalam sumur (reservoir) ada yang bergabung dengan minyak bumi dikenal dengan associated gas. Dan ada juga sumur gas tanpa kandungan minyak bumi disebut non associated gas. Gas bumi sebagai associated gas sangat penting tidak hanya sebagai sumber energi tetapi juga sebagai bahan dasar untuk industri petrokimia.

Aktivitas pengeboran minyak akan menghasilkan gas ikutan (associated gas) yang tidak digunakan sehingga dalam prosesnya harus dibakar menjadi gas flare agar tidak meracuni dan membahayakan lingkungan sekitar. Gas ikutan tersebut harus dibakar dan dibuang karena tidak memiliki nilai ekonomi, jika dibandingkan dengan produksi minyak.

Proses pembakaran dilakukan di flare stack berupa alat pembakar berbentuk vertikal untuk melindungi alat-alat proses dari kelebihan tekanan.

Instalasi ini dibuat sebagai sistem pengaman untuk menurunkan tekanan dalam peralatan. Selain sebagai pengamanan, pembakaran gas flare bertujuan untuk meminimalisir pencemaran lingkungan karena apabila gas yang dibuang ke udara tanpa dibakar terlebih dahulu tentunya memiliki dampak negatif bagi lingkungan sekitar (Gervet, 2007).

(29)

Pembakaran gas flare sebenarnya masih menghasilkan emisi gas CO2 yang tentunya mencemari lingkungan sekitar dan merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global saat ini. Sehingga perlu dilakukan pemanfaatan gas flare tersebut untuk menguragi dampak pencemaran lingkungan salah satunya adalah menjadikan gas flare sebagai sumber energi lain. Hal tersebut yang sekarang ini menjadi prioritas utama industri-industri migas, karena pemanfaatan gas flare dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan serta menjadi sumber energi alternatif lainnya.

2.1.1.1 Pemanfaatan Gas Bumi

Secara garis besar pemanfaatan gas alam dibagi atas 3 kelompok yaitu:

1. Gas alam sebagai bahan bakar, antara lain sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap, bahan bakar industri ringan, menengah dan berat, bahan bakar kendaraan bermotor (BBG), untuk kebutuhan rumah tangga, hotel, restoran dan sebagainya.

2. Gas alam sebagai bahan baku, antara lain bahan baku pabrik pupuk, petrokimia, metanol, bahan baku plastik seperti low density polyethylene (LDPE), linear low density polyethylene (LLDPE), high density polyethylen (HDPE), poly ethylene (PE), poly vinyl chloride (PVC). Komponen C3 dan C4-nya untuk LPG. Komponen CO2-nya untuk soft drink, dry ice pengawet makanan, hujan buatan, industri besi tuang, pengelasan dan bahan pemadam api ringan.

(30)

3. Gas alam sebagai komoditas energi untuk ekspor, yakni Liquefied Natural Gas (LNG). Teknologi mutakhir juga telah dapat memanfaatkan gas alam untuk air conditioner.

Beberapa cara pemanfaatan gas bumi diantaranya adalah sebagai berikut:

A. Gas Bumi sebagai Pembangkit Tenaga Listrik

Salah satu cara konversi gas menjadi listrik adalah menggunakan engine gas sebagai penggerak generator untuk memenuhi kebutuhan daya listrik. Engine gas ini berfungsi sebagai prime mover (penggerak mula) untuk memutar generator sinkron sehingga generator dapat menghasilkan listrik. Engine gas dari generator bekerja sesuai dengan prinsip mesin pembakaran dalam (internal combustion engine), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bagian mesin pembakaran dalam Engine Gas (Sumber: Sugito, 2011)

(31)

Adapun urutan kerja engine gas menurut Sugito (2011) adalah sebagai berikut:

1. Bahan bakar natural gas masuk ke dalam ruang bakar, karena substansinya berupa gas maka tidak diperlukan proses pengkabutan melalui nozzle.

2. Tekanan gas dinaikkan sehingga temperaturnya naik, kemudian terjadi pencampuran antara udara bahan bakar.

3. Spark plug akan memicu pengapian, sehingga terjadi proses pembakaran.

4. Energi hasil pembakaran akan mendorong piston bergerak secara translasi.

5. Gerakan piston akan memutar poros engkol (flywheel) yang pada akhirnya akan memutar poros generator dan menghasilkan listrik.

Spesifikasi gas bumi yang digunakan untuk power plant menurut Mestika (2009) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi Gas Bumi untuk Power Plant (Sumber:

Mestika, 2009)

(32)

B. Liquid Petroleum Gas (LPG)

LPG terdiri dari campuran utama propana (C3H8) dan butana (C4H10) dan beberapa fraksi C2 yang lebih ringan dan C5

Menurut spesifikasinya LPG dibagi menjadi tiga jenis yaitu: LPG campuran, LPG propana, dan LPG butana. Propana merupakan senyawa alkana tiga karbon (C

yang lebih berat. LPG merupakan campuran dari hidrokarbon yang berbentuk gas pada tekanan atmosfir, namun dapat diembunkan menjadi bentuk cair pada suhu normal dengan tekanan cukup besar.

3H8) yang berwujud gas dalam keadaan normal, namun dapat dikompresi menjadi cairan yang mudah dipindahkan. Butana adalah senyawa alkana rantai lurus dengan empat karbon (C4H10

Tabel 2.2 Komposisi LPG Campuran Pertamina (Sumber: Handiko, 2013) ) sangat mudah terbakar, tidak berwarna dan merupakan gas yang mudah dicairkan. Spesifikasi LPG yang dipasarkan PT.Pertamina (Persero) merupakan LPG campuran dengan spesifikasi yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Untuk mendapatkan spesifikasi gas komersial dibutuhkan fasilitas pemurnian gas seperti separator, CO2 removal dan dehidrasi yang kompleksitas tergantung pada jumlah dan jenis komponen pengotor. Perolehan LPG dari lapangan gas bumi sangat bergantung kepada komposisi gas yang dihasilkan dari

(33)

sumur. Gas bumi yang banyak mengandung komponen hidrokarbon menengah (C3 dan C4) umumnya bisa menjadi umpan produksi LPG.

2.1.1.2 Faktor Mempengaruhi Pemanfaatan Gas

Menurut Handiko (2013) pemanfaatan gas flare dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa faktor:

1. Volume dan laju aliran gas

Laju produksi gas dinyatakan dalam satuan MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day) yang menunjukkan volume gas produksi setiap hari. Volume gas dipengaruhi oleh faktor tekanan dan suhu. Alat ukur volume gas disebut Orifice Plate. Untuk menghitung serta kalkulasi aliran (flow rate) meter gas orifis, pada umumnya ada tiga parameter yang diukur yaitu: differential pressure,

...(2.1) static pressure, dan temperatur dengan rumus persamaan sebagai berikut.

dimana:

Q = Laju aliran gas dalam kondisi dasar, cuft/jam (kondisi dasar untuk temperatur 60 o

C

F dan untuk tekanan = 14,73 psia).

I

h

= Konstanta aliran orifis.

w = Beda tekanan antara bagian hulu dan hilir dari orifis (in H2 P

O).

f

2. Komposisi gas

= Tekanan aliran gas (static pressure), psia.

Komposisi utama gas alam adalah metana (80%), sisanya adalah etana (7%), propana (6%), dan butana (4%), isobutana, dan sisanya pentana. Selain

(34)

komposisi tersebut, gas alam juga mengandung helium, nitrogen, karbondioksida dan karbon-karbon lainnya. Salah satu alat yang digunakan untuk menentukan persentase komposisi gas adalah Krimatograpi Gas.

Krimatografi gas adalah salah satu teknik pemisahan komponen- komponen dalam campuran diantara fase diam dan fase gas. Ruang lingkup aplikasi krimatografi gas adalah sampel-sampel yang mudah menguap, mudah diuapkan dan tidak rusak karena panas. Komposisi relatif dihitung masing-masing komponen dalam suatu campuran menggunakan rumus berikut.

%X1 = A x / ∑ x 100% ...(2.2) dimana:

x = Salah satu komponen dari sebanyak n komponen A = Luas puncak atau respon lain yang terukur.

3. Estimasi sisa cadangan gas

Sisa cadangan gas diperoleh berdasarkan peramalan umur produksi dan peramalan cadangan minyak sisa. Metode yang digunakan untuk mengestimasi cadangan reservoir salah satunya adalah menggunakan decline curve analysis.

Metode decline curve analysis merupakan metode untuk memperkirakan besarnya cadangan minyak berdasarkan data produksi pada periode waktu tertentu.

Pada prinsipnya peramalan jumlah cadangan minyak sisa dengan metode ini adalah memperkirakan hasil ekstrapolasi atau penarikan garis lurus yang diperoleh dari suatu grafik atau kurva yang dibuat berdasarkan plotting antara data-data produksi terhadap waktu produksinya.

Tahun 1935, S.J. Pirson mengklasifikasikan persamaan kurva penurunan

(35)

produksi atas dasar menjadi 3 jenis yaitu:

a. Exponential Decline.

Log rate produksi yang diplot terhadap waktu akan terjadi straight line (garis lurus) pada kertas semilog, hal ini dinamakan dengan exponential decline yang mempunyai ciri khas penurunan produksi pada suatu interval waktu tertentu sebanding dengan laju produksinya. Kurva penurunan yang konstan ini hanya diperoleh bila eksponen decline adalah nol (b=0). Secara matematis bentuk kurva penurunannya adalah:

q = qi e-Dt dimana:

...(2.3)

q = laju produksi pada waktu t, BOPD (Barrel Oil Per Day).

qi =laju produksi minyak pada saat terjadi decline e = bilangan logaritma (2,718).

(initial), BOPD.

Di

t = waktu, hari.

= Initial nominal exponential decline rate, 1/waktu.

1. Nominal exponential decline rate-nya (Di) adalah:

Di

2. Laju Produksi (rate production) peramalan.

= [ln (

𝑞1 𝑞)

𝑡 ] ...(2.4)

q = qi x e-Dt 3. Kumulatif produksi (Np).

...(2.5)

Np

4. Jika ekonomi limitnya diketahui (qabandonment) maka dapat diketahui umur produksi hingga batas perolehan akhir yaitu:

= (𝑞𝑖−𝑞)

𝐷𝑖 ...(2.6)

(36)

ta

b. Hyperbolic Decline.

= [ln (

𝑞1 𝑞𝑎)

𝐷𝑖 ] ...(2.7) Data-data produksi terhadap waktu yang diplot pada kertas semilog tidak membentuk dari lurus (straight line) tetapi akan melengkung, situasi ini biasanya dimodelkan dengan persamaan hyperbolic. Tipe kurva seperti ini, dikatakan sebagai hyperbolic decline dengan harga exponent decline (b) lebih dari 0 dan kurang dari 1 ( 0 < b < 1). Persamaan untuk Hyperbolic Decline adalah:

q = qi x( 1 + b + Di x t)1/-b dimana:

...(2.8)

q = laju produksi pada waktu t, BOPD.

qi =laju produksi minyak pada saat terjadi decline e = bilangan logaritma (2,718).

(initial), BOPD.

Di

t = waktu, hari.

= Initial nominal exponential decline rate, 1/waktu.

b = eksponen decline.

1. Nominal exponential decline rate-nya (Di) adalah:

Di

2. Kumulatif produksi (Np).

=

𝑞𝑖 𝑞𝑏 −1

𝑏𝑥𝑡 ...(2.9)

Np

3. Jika ekonomi limitnya diketahui (qabandonment) maka dapat diketahui umur produksi hingga batas perolehan akhir yaitu:

= 𝑞𝑖𝑏

(1−𝑏)𝑥𝐷𝑖(𝑞𝑖1−𝑏− 𝑞1−𝑏) ...(2.10)

ta = (

𝑞𝑖 𝑞𝑎)𝑏−1

𝑏𝑋𝐷𝑖 ...(2.11)

(37)

c. Harmonic decline.

Bentuk harmonic decline curve merupakan bentuk khusus dari hyperbolic decline dengan harga b=1. Hubungan laju produksi terhadap waktu secara matematis adalah:

q = qi x ( 1 + Di x t )-

1

dimana:

...(2.12)

q = laju produksi pada waktu t, BOPD.

qi =laju produksi minyak pada saat terjadi decline e = bilangan logaritma (2,718).

(initial), BOPD.

Di

t = waktu, hari.

= Initial nominal exponential decline rate, 1/waktu.

b = eksponen decline.

1. Nominal exponential decline rate-nya ( Di ) adalah:

Di

2. Kumulatif produksi (Np).

=

𝑞𝑖 𝑞−1

𝑡 ...(2.13)

Np

3. Jika ekonomi limitnya diketahui (qabandonment) maka dapat diketahui umur produksi hingga batas perolehan akhir yaitu:

= 𝑞𝑖

𝑞 ln(𝑞𝑖𝑞)...(2.14)

ta

Tipe decline curve ditentukan sebelum melakukan perkiraan jumlah cadangan sisa dan umur dari reservoir yang dikaji berproduksi sampai qlimit. Berdasarkan nilai b (eksponen decline), penentuan tipe decline curve yaitu menggunakan metode Loss-Ratio dan metode Trial Error

=

𝑞𝑎𝑞1�−1

𝐷𝑖 ]...(2.15)

(38)

and X2-Chisquare Test.

Metode Loss-Ratio

J.J. Arps (1944) mengembangkan teknik ekstrapolasi decline curve dengan menggunakan Metode Loss-Ratio. Loss ratio didefinisikan sebagai laju produksi pada akhir periode waktu produksi dibagi dengan kehilangan produksi (loss) selama periode tersebut (q/(dq/dt)), yaitu merupakan kebalikan dari decline rate dan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk keperluan ekstrapolasi dan identifikasi daripada jenis decline curve.

Langkah-langkah perhitungan eksponen decline (b) dengan metode loss ratio adalah sebagai berikut:

1. Membuat tabulasi yang meliputi: nomor, waktu (t), dt, q (laju alir), dq, a (loss ratio), da, dan b.

2. Untuk kolom dt (time), persamaannya: dt = t0 - t1

3. Untuk kolom dq (bbl/time), persamaannya: dqn = q ...(2.16)

0 – q1

4. Untuk kolom a (loss ratio), persamaannya: a

...(2.17)

n = - 𝑞

(𝑑𝑎𝑑𝑡)R

5. Untuk kolom da, persamaannya: da ...(2.18)

n = a2 - a1

6. Untuk kolom b, persamaannya: b

...(2.19)

n = (𝑑𝑎

𝑑𝑡)R .

7. Mengulangi prosedur perhitungan pada langkah 3 sampai langkah 6 untuk menghitung data-data selanjutnya.

...(2.20)

8. Kemudian untuk penentuan jenis kurva decline berdasarkan nilai b

(39)

yaitu:

b = | ∑ 𝑏

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎|R ...(2.21)

4. Posisi dan Daya tampung konsumen

Posisi dan daya tampung konsumen mengindikasikan jarak dan kapasitas konsumen akhir sebagai pengguna produk yang dihasilkan dari pemanfaatan gas flare. Konsumen dapat berupa industri kecil, industri petrokimia, domestik, dll.

2.1.2 Green Engineering

Green Engineering atau green productivity adalah suatu strategi untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan performansi lingkungan secara bersamaan di dalam pembangunan sosial-ekonomi secara menyeluruh (Asian Productivity Organization, 2006).

Green productivity dapat diartikan sebagai produktivitas ramah lingkungan. Konsep green productivity menggabungkan upaya peningkatan produktivitas dan penanganan terhadap dampak lingkungan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Green productivity adalah suatu strategi untuk meningkatkan produktivitas bisnis dan kinerja lingkungan pada saat bersamaan dalam pengembangan sosial ekonomi secara keseluruhan.

Green Engineering atau Green Productivity mempunyai empat tujuan umum dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan ekonomi produksi ketika diimplementasikan pada lantai produksi, yaitu:

1. Pengurangan Limbah (Waste Reduction).

(40)

2. Manajemen Material (Material Management).

3. Pencegahan Polusi (Pollution Prevention).

4. Peningkatan Nilai Produk (Product Enhancement).

Pendekatan pencegahan polusi berbeda dari pendekatan lingkungan tradisional yang telah dilakukan. Salah satu inti prinsip organisasi untuk pencegahan polusi adalah efisiensi. Tujuan pencegahan polusi adalah untuk meminimalkan penggunaan, optimisasi penggunaan kembali atau daur ulang material berbahaya. Pencegahan polusi tidak diatur dimana batasannya dengan tujuan tunggal mencapai standar kualitas lingkungan. Kemudian, hal tersebut akan meningkatkan kualitas lingkungan dengan memberikan perhatian pada bagaimana material digunakan selama proses manufaktur. Adapun hierarki pencegahan polusi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Hierarki Pencegahan Polusi (Sumber: Greening the industrial facility, 2004)

Hirarki pencegahan polusi telah digunakan secara luas oleh perusahaan dalam menangani pencegahan polusi. Dasar piramida menunjukkan dampak terkecil pada lingkungan dan puncak piramida menunjukkan dampak terbesar pada lingkungan. Pilihan yang paling sering dipilih yaitu pengurangan terjadinya

RELEASE

RECYCLE

REUSE

REDUCE

(41)

waste (reduce). Jika tidak memungkinkan, material harus digunakan (reuse) kembali dalam proses yang sama atau sejenis. Jika penggunaan kembali tidak memungkinkan, maka material harus didaur ulang (recycle). Daur ulang berbeda dengan penggunaan kembali karena daur ulang biasanya disertai perubahan bentuk material yang membutuhkan energi. Bila tidak ada pilihan lain yang cocok, material tersebut harus dibuang atau dilepaskan ke lingkungan sebagai buangan akhir.

2.1.3 Zero Routine Flaring

Zero Routine Flaring diperkenalkan oleh Bank Dunia dengan menyatukan pemerintah, perusahaan minyak, dan lembaga-lembaga pembangunan lainnya untuk bekerja sama secara berkelanjutan menghilangkan aktivitas pembakaran paling lambat tahun 2030. Inisiatif ini dilakukan agar pembakaran rutin tidak melebar dengan alasan keamanan.

Pembakaran gas berkontribusi terhadap perubahan iklim dan dampak lingkungan melalui emisi CO2, karbon hitam dan polutan lainnya. Hal ini juga merupakan limbah sumber daya energi berharga yang masih dapat digunakan untuk memajukan pembangunan berkelanjutan dari negara-negara produsen.

Pemerintah yang mendukung inisiatif Zero Routine Flaring akan memberikan investasi, peraturan, dan lingkungan operasi hukum yang kondusif untuk pengembangan pasar yang layak dalam pemanfaatan gas. Hal ini akan memberikan keyakinan dan insentif bagi perusahaan sebagai dasar investasi dalam solusi penghapusan flare. Pemerintah akan menetapkan penawaran prospek baru

(42)

rencana pengembangan lapangan minyak baru dengan menggabungkan pemanfaatan atau konservasi gas berkelanjutan tanpa pembakaran rutin.

Selanjutnya, pemerintah akan melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa pembakaran rutin di ladang minyak berakhir sesegera mungkin sebelum tahun 2030.

Beberapa regulasi yang berkaitan dengan penanganan gas flare menurut Sugito (2011) adalah sebagai berikut:

a. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.129 tahun 2003 yang mengatur tentang baku mutu emisi usaha dan kegiatan minyak dan gas bumi. Kepmen ini menitik beratkan pada upaya monitoring emisi gas yang dihasilkan dari aktivitas produksi minyak dan gas, serta melarang pembakaran limbah gas secara terbuka.

b. Peraturan Pemerintah No.34 tahun 2005 yang mengatur tentang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Pada Peraturan Pemerintah tersebut dimuat beberapa kewajiban dari badan usaha hulu minyak dan gas bumi untuk mengelola lingkungan hidup sesuai regulasi yang ada, termasuk pengelolaan gas flare.

c. Undang-Undang No.17 tahun 2004 tentang ratifikasi Kyoto Protocol dalam kaitannya dengan perubahan iklim. Untuk mencapai zero flare tahun 2012 perlu dilakukan pengurangan gas flare sebesar 30-60% per tahun.

(43)

d. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.13 tahun 2009 tentang pengaturan baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi kegiatan minyak dan gas bumi. Pada permen ini diatur baku mutu emisi terkait pembakaran gas flare, baik dalam operasi di lapagan maupun pembakaran untuk pembangkit listrik.

Perusahaan minyak yang mendukung inisiatif Zero Routine Flaring akan mengembangkan ladang minyak baru dan beroperasi sesuai dengan menggabungkan pemanfaatan atau konservasi gas berkelanjutan tanpa pembakaran rutin. Lembaga pembangunan yang mendukung inisiatif Zero Routine Flaring akan memfasilitasi kerjasama dan monitoring penggunaan keuangan serta langkah-langkah kebjakan lainnya. Perusahaan minyak yang mendukung inisiatif Zero Routine Flaring akan melaporkan secara terbuka dan kontinu aktivitas pembakaran gas sisa secara tahunan kepada Bank Dunia demi kemajuan program Zero Routine Flaring.

2.1.4 Konsep Tekno Ekonomi

Analisis ekonomi teknik (engineering economic analysis) adalah bagian dari ilmu ekonomi yang diaplikasikan pada proyek-proyek teknik. Digunakan oleh para insinyur untuk mencari solusi terbaik dengan mengukur nilai ekonomi dari setiap alternatif solusi yang potensial. Masalah yang dapat diselesaikan menggunakan analisis ekonomi teknik adalah masalah yang memiliki tiga karakteristik sebagai berikut:

(44)

1. Masalah itu cukup penting, dan memerlukan pemikiran dan usaha serius dalam pemecahannya.

2. Masalah tersebut memerlukan analisis secara teliti yang mengorganisasikan setiap elemen masalah dan semua konsekuensi yang mungkin terjadi, dan tidak dapat diselesaikan sekaligus.

3. Masalah itu memiliki aspek ekonomis yang cukup penting sebagai komponen yang mengarahkan analisis pada keputusan.

Alternatif-alternatif timbul karena adanya keterbatasan dari sumber daya (manusia, material, uang, mesin, kesempatan, dll). Dengan berbagai alternatif yang ada tersebut maka diperlukan sebuah perhitungan untuk mendapatkan pilihan yang terbaik secara ekonomi, baik ketika membandingkan berbagai alternatif rancangan, membuat keputusan investasi modal, mengevaluasi kesempatan finansial dan lain sebagainya.

Analisa tekno ekonomi melibatkan pembuatan keputusan terhadap berbagai penggunaan sumber daya yang terbatas. Konsekuensi terhadap hasil keputusan biasanya berdampak jauh ke masa yang akan datang, yang konsekuensinya itu tidak bisa diketahui secara pasti, merupakan pengambilan keputusan dibawah ketidakpastian.

2.1.4.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek Investasi

Studi kelayakan proyek investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau setidaknya usaha tersebut

(45)

dijalankan. Manfaat dilakukannya studi atau analisa kelayakan proyek adalah untuk memfokuskan suatu rencana bisnis yang mempunyai suatu urutan logis yang memungkinkan untuk menjangkau sasaran. Selain itu, manfaat dari studi kelayakan yaitu untuk menghindarkan perusahaan dari penanaman modal yang tidak ekonomis.

Tujuan dilakukannya studi kelayakan sebelum mendirikan suatu usaha atau proyek yaitu:

1. Menghindari resiko kerugian di masa yang akan datang karena masa yang akan datang adalah kondisi yang tidak pasti.

2. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan, rencana yang sudah disusun dijadikan acuan dalam mengerjakan setiap tahap yang sudah direncanakan.

3. Memudahkan pengawasan agar jalannya usaha tidak keluar dari rencana yang sudah disusun.

4. Memudahkan dalam pengendalian tujuan dengan mengembalikan pelaksanaan pekerjaan yang melenceng ke arah sesuai rencana sehingga tujuan perusahaan bisa tercapai.

2.1.4.2 Kriteria Kelayakan Investasi

Dalam analisis proyek ada beberapa kriteria yang sering dipakai untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu usulan proyek, atau untuk menentukan pilihan antara berbagai macam usulan proyek. Beberapa kriteria tersebut adalah:

1. Net Present Value (NPV)

(46)

Metode Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari arus kas usaha pada masa yang akan datang yang didiskontokan dengan biaya modal rata-rata yang digunakan (weighted average cost of capital), kemudian dikurangi dengan investasi yang telah dikeluarkan. Jika nilai sekarang (present value) dari arus kas yang dihasilkan lebih besar daripada investasi yang dikeluarkan (NPV positif), berarti usaha tersebut layak dijalankan. Semakin tinggi NPV, semakin baik usaha tersebut untuk diambil. Sebaliknya jika NPV bernilai negatif, usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan (Zubir, 2005).

Secara matematis dapat dituliskan rumus:

𝑁𝑃𝑉 = ∑ (1+𝑖)(𝐶)𝑡𝑡− �𝑛 (1+𝑖)(𝐶𝑜)𝑡𝑡

𝑡=0

𝑛𝑡=0 ...(2. 22)

dengan:

NPV = Nilai sekarang bersih.

(C)t = Arus kas masuk tahun ke-t.

(Co)t= Arus kas keluar tahun ke-t.

n = Umur unit usaha investasi.

i = Tingkat suku bunga.

t = Waktu.

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah discount rate yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas masuk dan nilai investasi suatu usaha.

Dengan kata lain, IRR adalah discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Jika suatu usaha lebih besar dari IRR, maka NPV menjadi negatif,

(47)

sehingga usaha tersebut tidak layak untuk diambil. Jadi, semakin tinggi IRR dibandingkan biaya modalnya, maka semakin baik usaha tersebut untuk dipilih.

Sebaliknya jika IRR lebih kecil daripada biaya modalnya, proyek tersebut tidak akan diambil (Zubir, 2005).

Persamaan untuk menghitung IRR adalah:

𝐼𝑅𝑅 = ∑ (1+𝑖)(𝐶)𝑡𝑡 = � (1+𝑖)(𝐶𝑜)𝑡𝑡 𝑛

𝑡=0

𝑛𝑡=0 ...(2.23)

dengan:

IRR = Tingkat pengembalian internal.

(C)t = Arus kas masuk tahun ke-t.

(Co)t= Arus kas keluar tahun ke-t.

n = Umur unit usaha investasi.

i = Tingkat suku bunga.

t = Waktu.

3. Payback Period (PP)

Payback period didefinisikan sebagai jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi yang telah dikeluarkan dengan total nilai sekarang arus kas yang akan dihasilkan. Semakin cepat investasi tersebut dapat dikembalikan, semakin baik usaha tersebut untuk dipilih (Zubir, 2005). Rumus yang digunakan untuk perhitungan payback period adalah:

PP

= 𝐶𝑓𝐴 ...(2.24)

dengan:

Cf = Biaya pertama.

A = Arus kas bersih per tahun.

(48)

4. Benefit-Cost Ratio (BCR)

Benefit-Cost Ratio (BCR) dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik dengan menitikberatkan kepada manfaat (benefit) untuk kepentingan umum.

Sebagai pedoman umum, dapat dikatakan bahwa suatu proyek dikatakan layak jika perbandingan nilai B/C > 1, sebaliknya jika B/C < 1 proyek tersebut dikatakan tidak layak. Persamaan untuk menghitung B/C adalah:

𝐵𝐶𝑅 =(𝑃𝑉)𝐵𝐶𝑓 ...(2.25)

dengan:

(PV)B= Nilai sekarang benefit.

Cf = Biaya pertama.

2.2 Review Hasil Penelitian

Penelitian atau research yang berkaitan dengan pemanfaatan gas flare telah dilakukan oleh beberapa ahli dan peneliti diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.

(49)
(50)

Tabel 2.3 Review Hasil Penelitian

NO Nama Peneliti/

Tahun

Judul Penelitian Variabel Metode Hasil

1 Rahmawan D.Widyantoro/

2012

Aplikasi Tekno-Ekonomi Pemanfaatan Gas Suar Bakar pada Lapangan Minyak Oseil, Seram non Block Bula sebagai Bahan Bakar Gas PLN Bula

NPV, IRR, Benefit Cost Ratio, Pay back Period

Analisa tekno ekonomi

Berdasarkan pertimbangan aspek keekonomian dari produsen gas dan PLN, harga gas $6/MMBTU r =7%

dengan penggunaan skenario turbin gas layak secara ekonomi karena periode pengembalian investasi yang singkat yaitu 0,6 tahun untuk produsen gas dan 2 tahun untuk PLN.

2 Gunard Handiko/

2012

Pemanfaatan gas suar bakar untuk industri sekitar di tiga lokasi

NPV, IRR, Benefit Cost Ratio, Pay back Period

Analisa Teknis ekonomis

Analisa keekonomian menunjukkan teknologi LNG memiliki indikator ekonomi terbaik yaitu IRR 55,32%, NPV sebesar US$76,219 juta, dan payback period 3 tahun.

3 Okotie Sylvester dan Ikporo Bibobra / 2014

Utilization of Nigerian precious Resource in the Niger Delta Region for the benefit of the Ecosystem

Gas Production Gas flare

Uji Hipotesis dan analisa ekonomi

teknik

Kesimpulan menunjukkan bahwa selama bertahun- tahun Nigeria telah menyia-nyiakan sejumlah besar uang karena adanya pemborosan yang signifikan akibat dari pembakaran gas.

4 Sugiarto/2011 Pemanfaatan gas suar bakar untuk jaringan gas rumah tangga

Benefit Cost Ratio

Analisa Teknis ekonomis

Berdasarkan hasil analisis Benefit Cost Ratio (BCR) diperoleh nilai B/C = 0,684 yang mengindikasikan bahwa secara keekonomian proyek pengembangan jaringan distribusi gas bumi tersebut kurang layak, namun karena salah satu upaya untuk penurunan emisi GRK proyek ini layak dilaksanakan.

(51)

Tabel 2.3. Lanjutan

NO Nama Peneliti/

Tahun

Judul Penelitian Variabel Metode Hasil

5 Lukman Abayopo Alimi/2014

Economical Utilization of Associated Gas in Nigeria

Return of Investment

Economic Analysis

Berdasarkan analisis secara ekonomi pemanfaatan gas flare menjadi GTL (Gas To Liqiud) sangat attractive karena disamping mengurangi gas flare juga dapat mengurangi ketergantungan berlebihan terhadap produk hasil penyulingan (diesel, petrol dan minyak tanah) yang didatangkan dari negara luar Nigeria.

6 Mirza M/2008 Pemanfaatan Gas Suar Bakar Melalui LNG Mini untuk Industri

IRR, NPV dan Pay Out Time (POT)

Analisa Teknis ekonomis

Berdasarkan analisa keekonomian untuk pengembangan kilang dan transportasi LNG mini dengan memanfaatkan gas suar bakar dari lapangan Tuban dan Cemara Barat dengan skenario pinjaman 70% dan bunga pinjaman sebesar 9% untuk investasi kilang dan 15% untuk investasi transportasi maka diperoleh IRR untuk lapangan Tuban sebesar 15,5%

dan 34,6%, sedangkan lapangan Cemara Barat 16,3% dan 35,9%.

7 Ikechukwu A.

Diugwu,

The Effect of Gas Production, Utilization, and Flaring on the Economic Growth of Nigeria

dkk/2013

Gas produced, Gas utilized, gas flare, capital, labour

Analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan gas memiliki dampak positif pada PDB nasional, sementara pembakaran memiliki dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi Nigeria.

Gambar

Gambar 1.1 Aliran Proses Produksi pada PT. Pertamina EP Asset 1                          Field Rantau
Tabel 1.1 Data Gas Flare Tahun 2012 s.d 2015 (Sumber: PT.Pertamina EP                          Asset 1 Field Rantau)
Gambar 2.1 Bagian mesin pembakaran dalam Engine Gas                                      (Sumber:  Sugito, 2011)
Tabel 2.1 Spesifikasi Gas Bumi untuk Power Plant (Sumber:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah analisa konstelasi, dilanjutkan analisa sinyal baseband pada domain frekuensi yang diperoleh dari sinyal sesudah memasuki filter root raised cosine yang

Perlakuan dengan suhu 90 o C selama 30 menit memiliki rendemen yang cukup tinggi dan kadar lemak yang cukup rendah tetapi memiliki kadar air yang masih cukup

- Bahwa selanjutnya saksi dibawa oleh terdakwa keareal perkebunan sawit kebun rama bakti dan sebelum sampai dekat perumahan pondok 2 kebun Rama Bakti Desa Koto Aman Kec Tapung

(2009) to explain that in spruce forest the bioavailability of radiocaesium was on average seven times higher than in mixed forest on sites in the neighbourhood to those of this study

Di antara jenis baterai sekunder, baterai lithium ion telah mendapatkan perhatian khusus karena memiliki kepadatan energi yang lebih tinggi, kapasitas tinggi,

Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal, mengontrol tingkah laku. Pada

Batasan yang terdapat dalam implementasi perangkat lunak aplikasi Augmented Reality Book pengenalan tata letak bangunan Pura Pulaki dan Pura Melanting yaitu