• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB YURIDIS PARA PIHAK TERHADAP PERJANJIAN PEKERJAAN PEMERIKSAAN TEH ANTARA PT.

KHARISMA PEMASARAN BERSAMA NUSANTARA DENGAN PT.

GLOBAL LEONIS SERVICES SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat – Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

150200297

ELLEANOR RIGBY T. BANGUN

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Elleanor Rigby T. Bangun

NIM : 150200297

Departemen : Hukum Keperdataan BW

Judul Skripsi :Tanggung Jawab Yuridis Para Pihak Terhadap Perjanjian Pekerjaan Pemeriksaan Teh antara PT.

Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT.

Global Leonis Services Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, 19Januari 2019

Elleanor Rigby T. Bangun NIM : 150200297

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan karunia- Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Tanggung Jawab Yuridis Para Pihak Terhadap Perjanjian Pekerjaan Pemeriksaan Teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis

Services”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program studi ilmu Hukum Departemen Hukum Keperdataan BW, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang teristimewa, kedua orangtua penulis Bapak David Bangun dan Ibu Nellyani Kembaren atas didikan, kasih sayang, kesabaran, serta doa dan dukungan yang tidak henti – hentinya yang diberikan kepada penulis.

Selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini peneliti telah banyak mendapat bimbingan, saran, motivasi, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaiu:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum,. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Ilmu Hukum USU.

(5)

7. Bapak Syamsul Rizal, SH, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak M. Husni, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan saran, dan masukan selama penulisan skripsi ini.

9. Ibu Zulfi Chairi, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan saran, dan masukan selama penulisan skripsi ini.

10. Bapak Eko Yudhistira, SH, M.Kn selaku Dosen Penasihat Akademik penulis yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama penulisan skripsi ini.

11. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Staff Pengajar Ilmu Hukum Fakultas Hukum USU yang selama ini telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

12. Kakak-kakak saya Vania Bangun dan Rijena Karina Bangun. Terimakasih atas doa, nasihat, bantuan, dan motivasi yang telah diberikan kepada saya.

13. Seluruh keluarga besar penulis, terimakasih atas doa dan semangatnya yang tidak henti menyemangati agar sukses dikemudian hari.

14. Bapak Rio Agus Setiawan selaku direktur PT. Global Leonis Services dan juga bapak Henry HM Prakoso selaku manager PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara yang telah meluangkan waktunya pada penulis dalam proses wawancara guna mendapatkan informasi sehingga skripsi ini selesai.

15. Sahabat - sahabat yang selalu memberikan dukungan selama proses penulisan skripsi ini Maria Napitupulu, Raras Nadifah, Vinesia Amanda.

Terima kasih untuk waktu yang di berikan dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

16. Teman-teman seperjuangan angkatan 2015 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah dengan tulus iklas memberikan doa dan dukungan hingga dapat terselesainya skripsi ini.

(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna masih banyak kekurangan baik dari isi maupun penyampaiannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 19 Januari 2019 Penulis,

Elleanor Rigby T. Bangun.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 8

F. Tinjauan Pustaka ... 11

G. Keaslian Penulisan ... 21

H. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II HUBUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJAAN PEMERIKSAAN TEH ... 23

A. Dasar Hukum Para Pihak dalam Pekerjaan Pemeriksaan Teh Ekspor ... 23

1. Dasar Hukum Perjanjian Kerjasama Antar Pihak ... 23

2. Dasar Hukum Pekerjaan Pemeriksaan Teh ... 36

B. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pemeriksaan Teh Ekspor Antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services ... 45

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PEKERJAAN PEMERIKSAAN TEH ... 51

(8)

A. Gambaran Umum PT. Kharisma Pemasaran Bersama

Nusantara dan PT. Global Leonis Services ... 51

1. Gambaran Umum PT. Kharisma Pemasaran Bersama ... 51

2. Gambaran Umum PT. Global Leonis Services ... 56

B. Prosedur Pembentukan Perjanjian Kerjasama dan Pihak yang Terkait ... 60

C. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Terhadap Pekerjaan Pemeriksaan Teh Ekspor Antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services ... 66

D. Hambatan dan Kendala yang Dihadapi Pihak PT. Global Leonis Services sebagai Pihak Supervisi ... 68

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PEKERJAAN PEMERIKSAAN TEH ... 71

A. Wanprestasi dan Akibat Hukumnya... 71

B. Penyelesaian Hukum Terhadap Resiko yang Terjadi Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemeriksaan Teh Ekspor Antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services ... 74

BAB V PENUTUP ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN

(9)

ABSTRAK * M. Husni ** Zulfi Chairi

*** Elleanor Rigby

Dalam perjanjian kerjasama antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama dengan PT. Global leonis services tentu ada tanggung jawab yuridis para pihak yang harus dilaksanakan terhadap perjanjian pekerjaan pemeriksaan teh tersebut. Dengan dilakukannya penelitian ini maka kita mengetahui apakah pelaksanaan tersebut sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di Indonesia ini. Adapun pokok permasalahan yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan para pihak dalam pekerjaan pemeriksaan teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services, pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services dan bentuk penyelesaian jika terjadi permasalahan saat perjanjian kerjasama berlangsung.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif, yang bersifat deskriptif-analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan studi keputakaan dan studi lapangan melalui wawancara dengan PT.

Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services.

Selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan pendekatan kualitatif dan pada akhirnya akan ditarik kesimpulan secara deduktif.

Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa bentuk perkerjaan pemeriksaan teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services ini termasuk perjanjian konsensus atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian Kerjasama tentang Pekerjaan Pemeriksaan Teh termasuk perjanjian tidak bernama (innominaat) karena perjanjian tersebut tidak diantur dalam KUHPerdata, tetapi perjanjian lahir dan disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang membuat perjanjian. Pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan teh ini termasuk kegiatan ekspedisi bongkar muat barang kapal laut juga surveyor dan analisa. Jika terjadi wanprestasi dan dilakukan oleh pihak PT. Global Leonis Services maka sesuai dengan ketentuan perjanjian kerjasama yang tertulis pada Perjanjian Kerjasama antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services tentang Pekerjaan Pemeriksaan Teh maka pihak PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantaradapat memutuskan secara sepihak. Dan juga adanya upaya hukum jika terjadi permasalahan saat perjanjian kerjasama berlangsung.

Kata Kunci: Perjanjian Kerjasama, Ekspedisi Bongkar Muat Barang

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu negara memiliki keunggulan dan di sisi lain juga memiliki kekurangan terhadap pelaksanaan produksi komoditas sehingga membutuhkan komoditas dengan kualitas yang lebih baik yang diperoleh dari negara lain. Komoditas yang dibutuhkan tentunya harus memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan komoditas lainnya.1 Komoditas tersebut juga harus memiliki daya saing yang kuat untuk dapat menembus pasar internasional. Keunggulan merupakan kelebihan yang melekat pada suatu komoditas yang dihasilkan satu negara dibandingkan dengan komoditas serupa yang diproduksi negara lain.2

Terdapat beberapa macam keunggulan yang dimiliki oleh suatu komoditas antara lain keunggulan mutlak, keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, dan keunggulan inovatif.Suatu negara dikatakan memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage) bilamana didukung oleh faktor alam yang spesifik yang tidak dimiliki negaralain.3

Teh merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menghasilkan komoditas ekspor dari sektor non migas Indonesia setelah kelapa sawit dan kakao. Indonesia merupakan Negara produsen teh pada urutan ke lima di dunia setelah India, Tiongkok, Sri Lanka, dan Kenya. Pada tahun 2002 Contohnya adalah Indonesia dengan daerah tropis lainnya yang memiliki keunggulan dalam produksi teh.

1 Gunawan widjaya & Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm.1

2Ibid.

3Ibid., hlm. 2

(11)

total produksi teh Indonesia mencapai 172.790 ton atau 5,7 persen dari total produksi teh dunia yang mencapai 3.062 .632 ton. Sebagian besar produksi teh Indonesia (65%) ditujukan untuk pasar ekspor. Volume ekspor teh Indonesia sebagian besar (94%) masih dalam bentuk daun kering.4

Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi daya saing komoditas ekspor, yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung menyangkut kualitas komodias yang berkaitan dengan masalah bentuk (design), kegunaan (function), dan daya tahan (durability). Biaya produksi dan harga jual juga merupakan faktor langsung yang menentukan daya saing suatu komoditas. Yang tidak kalah penting lagi adalah masalah ketepatan waktu penyerahan (delivery time), promosi, saluran pemasaran (market channel) dan layanan purna jual (aftersales service).Faktor tidak langsung yang ikut menentukan daya saing komoditas ekspor adalah adanya sarana pendukung seperti fasilitas perbankan, transportasi,birokrasi pemerintahan, surveyor, bea cukai.

Negara lain membutuhkan suatu komoditas yang tidak dapat negara tersebut hasilkan karena tidak mempunyai faktor alam yang memberikan keunggulan mutlak sehingga mau tidak mau harus mengimpor barang tersebut.

5

Dalam hal ini PT. Global Leonis Services merupakan faktor tidak langsung yang ikut menentukan daya saing komoditas ekspor karena merupakan jasa surveyor terhadap pelaksanaan ekspor teh yang dilakukan oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara.

4 Upaya PT. Perkebunan Nusantara VIII dalam Ekspor Teh Hitam ke Malaysia, https://media.neliti.com/media/publications/115659-ID-none.pdf, diakses pada tanggal 26

oktober 2018

5Gunawan widjaya & Ahmad Yani, Op.cit., hlm 3

(12)

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara adalah perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran komoditas perkebunan sebagai perubahan bentuk atau transformasi dari Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara I- XIV. Salah satu hasil komoditas perkebunan yang dipasarkan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara adalah teh yang merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menghasilkan komoditas ekspor dari sektor non migas Indonesia setelah kelapa sawit dan kakao.

Dalam menjaga kualitas dari teh ketika akan dipasarkan kepada pembeli- pembeli yang ada maka diperlukannya pengawasan dan pemeriksaan terhadap teh tersebut agar sesuai dengan apa yang ditawarkan oleh PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Untuk pengawasan dan pemeriksaan terhadap teh tersebut PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara bekerjasama dengan PT. Global Leonis Services.

PT. Global Leonis Services melakukan pekerjaan pemeriksaan teh dalam hal stuffing dan weighting secara 100% di gudang PT. Perkebunan Nusantara IV dan

atau sesuai dengan perintah atau shipping instruksi untuk pemuatan komiditas teh ekspor.Stuffing adalah pekerjaan memuat barang dari dalam gudang penumpukan (CFS) atau dari truck sampai disusun dalam petikemas.6

Dalam hal weighting maka PT. Global Leonis Services menimbang dan membuat weight note yang merupakan dokumen yang berisi rincian mengenai berat setiap peti atau kemasan barang yang dibawa/dikirim baik berat bersih maupun berat kotor dimana total semuanya akan sama dengan total berat bersih

6100 istilah dalam ekspor impor yang wajib diketahui, Misterexportir.com/100- istilah-dalam-export-import/, diakses pada tanggal 26 oktober 2018

(13)

dan berat kotor yang terdapat dalam faktur perdagangan. Dengan adanya dokumen ini kita dapat mengetahui berat sesungguhnya barang yang dikirim.7

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Dalam menjalankan pekerjaan pemeriksaan Teh, setiap subjek hukum tersebut saling mengikat diri sehingga memiliki hubungan hukum secara timbal balik berdasarkan perjanjian. Kata mengikat diri untuk melaksanakan pekerjaan itu timbul karena adanya suatu perjanjian yang dilakukan oleh masing-masing pihak.

Syarat sahnya suatu perjanjian disebutkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab halal

Didalam Buku III Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang- Undang Hukum Perdata diatur mengenai Hukum Perjanjian. Buku III itu menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian (Beginsel der Contracts Vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang

menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh Pasal tersebut, tidak lain dari pernyataan bahwa tiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari peraturan ini orang leluasa

7Pengertian Weight Note, www.defenisimenurutparaahli.com, diakses pada tanggal 26 oktober 2018

(14)

untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.8

Namun pada prakteknya dapat terjadi penyimpangan diluar prosedural mengenai perjanjian. Dimana terjadinya penyimpangan pada bentuk cara pelaksanaanya. Hal ini disebabkan adanya pihak tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian.

Perjanjian antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT.

Global Leonis Services berbentuk tertulis yang dimuat dalam Surat Perjanjian Kerjasama tentangPekerjaan Pemeriksaan Teh nomor 04/KPBN/Perj/24/XII/2017.

Dengan adanya perjanjian antar pihak yang bersangkutan, maka akan timbul hak dan kewajiban bagi para pihak tersebut. Masing-masing pihak terikat untuk memenuhi dan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang terdapat di dalam perjanjian yang telah ditetapkan.

9

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dikenal dengan istilah wanprestasi.

Terjadinya wanprestasi ini dapat berupa 4 macam, yaitu :

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, akan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

3. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukanya.10

8Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 127

9Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 98

10Budiman N.P.D. Sinaga, Hukum Kontrak & Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 12

(15)

Dan apabila para pihak tidak dapat memenuhi apa yang tertulis dalam perjanjian tersebut, maka pihak tersebut akan dibebani tanggung jawab sesuai dengan isi perjanjian.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap perjanjian pemeriksaan teh khususnya tanggung jawab yuridis para pihak dalam Pekerjaan Pemeriksaan Teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services mengenai hubungan para pihak dalam pekerjaan pemeriksaan teh, pelaksanaan pemeriksaan teh, dan bagaimana upaya hukum jika terjadi permasalahan saat perjanjian berlangsung yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul : “Tanggung Jawab Yuridis Para Pihak Terhadap Perjanjian Pekerjaan Pemeriksaan Teh Antara PT.

Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services.”

B. Permasalahan

Permasalahan yang akan diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi hal- hal sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan para pihak dalam pekerjaan pemeriksaan teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT.

Global Leonis Services?

(16)

2. Bagaimana pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan teh antara PT.

Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services?

3. Bagaimana bentuk penyelesaian jika terjadi permasalahan saat perjanjian kerjasama berlangsung?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta beberapa tujuan lain yaitu :

1. Untuk mengetahui hubungan para pihak dalam pekerjaan pemeriksaan teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT.

Global Leonis Services.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pekerjaan pemeriksa teh antara PT.

Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services.

3. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian jika terjadi permasalahan saat perjanjian kerjasama berlangsung.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis

(17)

Melalui penulisan skripsi ini, diharapkan skripsi ini dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis dengan analisa-analisa yang bersifat objektif, khususnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian kerjasana pemeriksaan teh ditinjau dari aspek yuridis.

2. Secara Praktis

Penulis mengharapkan agar penulisan skripsi ini secara praktis dapat memberi pengetahuan dan masukan pada berbagai pihak, baik itu aparat penegak hukum maupun pihak-pihak yang terkait (praktis) dalam perjanjian kerjasama, khususnya untuk pelaksanaan pemeriksaan teh.

E. Metode Penulisan

Adapun metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah pendekatan hukum yang bersifat normatif, yang mana penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu lebih mementingkan data sekunder. Langkah pertama dalam melakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan

(18)

perjanjian kerjasama pemeriksaan teh. Selain itu dipergunakannya juga bahan-bahan tulisan lain yang berkaitan dengan persoalan ini.

Penelitian bertujuan untuk menentukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum khususnya yang terkait dengan masalah pelaksanaan perjanjian kerjasama pemeriksaan teh.

2. Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Liblary Research) dan studi lapangan (Field Research) untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

Bahan atau data yang diteliti berupa : a. Data primer yang terdiri dari :

1) Hasil observasi 2) Hasil wawancara

b. Data sekunder yang terdiri dari :

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang berkekuatan hukum dan mengikat masyarakat, yang terdiri dari berbagai macam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer yang terdiri dari hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan

(19)

jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini, dan situs internet.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum premier dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan- bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.11

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di PT. Kharisma Pemasaran Bersama yang bertepat di jalan Balaikota, Medan, Sumatera Utara dan juga di PT. Global Leonis Services yang bertempat di Belawan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh sutu kebenaran ilmiah alam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Liblary Research) dan studi lapangan (Field Research), yaitu mempelajari

dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, suat kabar, peraturan perudang-undangan dan bahan-bahan lain yng berhubungan dengan materi yng dibahas dalam skripsi ini.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis

11Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hlm. 195

(20)

dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif unuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

F. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum Perjanjian a. Pengertian Perjanjian

Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. kata overeekomst tersebut lazim di terjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut sama artinya dengan perjanjian. Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan. Perjanjianmerupakan terjemahan dari vervintenis sedangkan persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst.12

Adanya perbedaan pandangan mengenai definisi perjanjian yang timbul karena sudut pandang yang berbeda. Hal ini menyebabkan banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Adapun beberapa sarjana berpendapat sebagai berikut :

12R. Setiawan, Pokok Pokok Hukum Perikatan, Putra Abardin, Bandung, 1999,hlm. 1

(21)

1) Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara debitur dengan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan dimana keseluruhan aturan hukum yang mengatur hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan ini disebut hukum harta kekayaan.13

2) Wierjono Rodjodikoro mengartikan perjanjian, yaitu suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian tersebut.14

3) M. Yahya Harahap menyatakan, perjanjian maksudnya adalah hubungan hukum yang menyangkut hukum kekayaan antara 2(dua) orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.15

4) Setiawan berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikat dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.16 Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu

13 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,hlm. 9

14 Wirjono Rodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian Mazdar Madju, Bandung, 2000, hlm. 4

15 M. Yahya Harahap. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 6

16 Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1979, hlm. 4

(22)

hal. Dalam perjanjian ini timbul suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut/perikatan. Perjanjian ini sifatnya konkret.

Pengertian perikatan adalah sebuah hukum antara dua orang/dua pihak yang berdasarkan sebagaimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, pihak lainnya juga berkewajiban memenuhi tuntutan itu, perikatan itu sifatnya abstrak.

a. Dalam hal ini, orang yang berhak menuntut disebut kreditur/ si berpiutang.

b. Pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut debitur/si berpiutang.

Hukum perjanjian ini disebut juga “hukum perutangan”. Karena sifatnya tuntut-menuntut, yang menuntut disebut kreditur, yang dituntut disebut debitur dan sesuatu yang dituntut disebut prestasi yang berupa:

a. Menyerahkan suatu barang b. Melakukan suatu perbuatan c. Tidak melakukan suatu perbuatan

Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah menimbulkan perikatan (perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan lainnya yaitu undang-undang).17

Asas hukum yang berkaitan dengan berlakunya perjanjian (kontrak) adalah asas kebebasan berkontrak. Artinya, pihak-pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja, baik yang sudah ada pengaturannya

17 Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, Cakrawala, Jakarta, 2012, hlm.

8-9

(23)

maupun yang belum ada pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi perjanjian itu. Namun, kebebasan tersebut tidak mutlak karena terdapat pembatasannya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Dalam Pasal 1338 KUHPerdata adanya 3 asas perjanjian dalam aspek- aspek kebebasan berkontrak, yaitu :

1. Mengenai terjadinya perjanjian

Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut BW perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak (konsensus, consensualisme).

2. Tentang Akibat Perjanjian

Perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak- pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah di antara para pihak. Ini berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

3. Tentang Isi Perjanjian

Isi perjanjian sepenuhnya diserahkan kepada para pihak (contractsvrijheid atau partijautonomie) yang bersangkutan.

Dengan kata lain, selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan ketertiban maka perjanjian itu diperbolehkan.18

18Ibid., hlm. 10

(24)

b. Pengertian Kerjasama

Perjanjian Kerjasama tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian ini merupakan perjanjian yang lahir berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Namun meskipun tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berdasarkan definisi perjanjian kerjasama di atas ternyata memiliki kesamaan dengan pengertian perjanjian, karena suatu perjanjian kerjasama tidak dapat dipisahkan dari syarat-syarat perjanjian yang sah menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.

Berdasarkan Black’s Law Dictionary perjanjian merupakan “Suatu Perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat suatu hal yang khusus.”

Pada dasarnya perjanjian kerjasama memiliki dasar hukum yang sama dengan suatu perjanjian yang merupakan suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antara dua orang atau lebih untuk yang satu mengikat dirinya kepada yang lain, atau di antara keduanya saling mengikatkan diri yang menimbulkan hak dan kewajiban satu sama lain, untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan demikian perjanjian kerjasama ini tetap berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1319 KUHPerdata yang menyatakan “Semua Perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus,

(25)

maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat didalam bab ini dan bab yang lalu.”

Bertolak dari pengertian tersebut, tersurat bahwa didalam perjanjian kerjasama terkandung hal-hal yang sifatnya obligator (memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban pihak-pihak yang mengadakan perjanjian). Dengan demikian, dalam suatu perjanjian kerjasama dimungkinkan untuk memuat kaedah yang bersifat horizontal (pengaturan dari pihak-pihak sendiri), kaedah yang bersifat vertikal (pengatuan yang berasal dari pihak yang lebih tinggi tingkatnya), dan kaedah yang bersifat diagonal (ketentuan yang berasal dari pihak yang tidak langsung terlibat dalam hubungan kerja).

Untuk menjaga agar isi perjanjian kerjasama sesuai dengan harapan maka isi perjanjian kerja sama haruslah memuat hal-hal yang lebih dari sekedar aturan yang berlaku (normatif), dengan membatasi masa berlakunya suatu perjanjian kerja bersama, agar selalu dapat disesuaikan dengan kondisi riil dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada dasarnya perjanjian kerjasama ini berawal dari hasil perundingan yang didasari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak yang bersangkutan. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya

(26)

menciptakan bentuk-betuk kesepakatanuntuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan melalui proses tawar-menawar.19

Berdasarkan definisi perjanjian kerjasama di atas memiliki kesamaan dengan pengertian perjanjian, karena suatu perjanjian kerjasama tidak dapat dipisahkan dari syarat-syarat perjanjian yang sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan kata lain, perjanjian kerjasama memiliki dasar hukum yang sama dengan suatu perjanjian yang merupakan suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antara dua orang atau lebih untuk yang satu mengikat dirinya kepada yang lain, atau di antara keduanya saling mengikatkan diri yang menimbulkan hal dan kewajiban satu sama lain, untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.20

Dilihat dari segi obyeknya, ketiga perjanjian tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama menyebutkan Dalam perjanjian kerjasama untuk melakukan pekerjaan jasa-jasa tertentu termasuk salah satu perjanjian bernama, hal tersebut berdasarkan Pasal 1601-1617 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Macam –macam perjanjian untuk melakukan pekerjaan yang dikenal undang-undang ada tiga macam, yaitu perjanjian pemborongain pekerjaan, perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu, dan perjanjian kerja.

19Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsiolitas dalam Kontrak Komersial, Prenada Media Group, Jakarta, hlm.1

20Raimond Flora Lamandasa, Perjanjian Kerjasama,

https://www.scribd.com/doc/3927962/Perjanjian-Kerjasama, diakses pada tanggal 26 november 2018

(27)

bahwa pihak kesatu menyetujui untuk melakukan pekerjaan bagi pihak lainnya dengan pembayaran tertentu. Sedangkan perbedaannya adalah dalam perjanjian kerja terdapat hubungan antara atasan bawahan, pada perjanjian melakukan jasa-jasa tertentu dan perjanjian pemborongan, tidak ada hubungan semacam itu, dalam memberikan jasa atau memborong pekerjaan, mereka melakukan pekerjaan secara mandiri, atas tanggung jawab dan resiko sendiri.21

2. Tinjauan Umum Tanggung Jawab, Resiko, dan Wanprestasi Salah satu unsur yang terdapat dalam perjanjian kerjasama adalah adanya subjek hukum. Subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban yaitu para pihak yang terkait dalam perjanjian kerjasama tersebut. Adapun pihak-pihak yang bersangkutan dalam perjanjian kerjasama antara lain, pihak yang berhak atas sesuatu dari pihak lain dan pihak yang berkewajiban memenuhi sesutu kepada pihak yang satu.

a. Pengertian Tanggung Jawab

Tanggung jawab dalam kamus Bahasa Indonesia memiliki arti yaitu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa- apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkirakan, dan sebagainya). Tanggung jawab hukum itu terjadi karena adanya kewajiban yang tidak dipenuhi oleh salah satu pihak yang melakukan perjanjian, hal tersebut juga membuat pihak yang lain mengalami kerugian akibat haknya tidak dipenuhi oleh salah satu pihak tersebut.

21Mohd. Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hlm. 80-81

(28)

Tanggung jawab hukum memiliki beberapa arti. Menurut Wahyu Sasongko, tanggung jawab hukum adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku dan di sini ada norma atau peraturan hukum yang mengatur tentang tanggung jawab.

Ketika, ada perbuatan yang melanggar norma hukum itu, maka pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan norma hukum yang dilanggar.

Ridwan Halim mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berperilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.

Dengan demikian tanggung jawab hukum diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang wajib menanggung segala akibat dari tindakannya yang sudah melanggar ketentuan yang diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Orang yang melanggar tersebut wajib bertanggung jawab dan mengganti kerugian yang telah diperbuatnya.22 b. Pengertian Resiko

Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan suatu kejadian diluar salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian. Jadi, pokok pangkalnya adalah

22Tanggung Jawab Hukum, https://www.suduthukum.com/2017/02/tanggung- jawab-hukum.html, diakses pada tanggal 26 november 2018

(29)

“keadaan memaksa”, titik pangkalnya yaitu resiko dari pada wanprestasi adalah ganti rugi.

Risiko diatur dalam Pasal 1237 KUH Perdata yang berbunyi

“bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu maka barang tertentu tersebut semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang. (tanggungan = resiko).” 23

c. Wanprestasi

Seorang debitur yang lalai, yang melakukan “wanprestasi” dapat digugat didepan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada tergugat itu.

Debitur dikatakan lalai apabila ia : 1) Tidak memenuhi kewajiban, atau 2) Terlambat memenuhinya, atau

3) Memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan/tidak sempurna.

Kelalaian ini harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan peringatan/sommatie oleh juru sita di pengadilan atau cukup dengan surat tercatat atau kawat, supaya tidak mudah dipungkiri oleh si berhutang sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan peringatan tersebut harus tertulis.24

G. Keaslian Penulisan

23Lukman Santoso, Op.cit., hlm.18

24Ibid.

(30)

Skripsi ini berjudul “Tanggung Jawab Yuridis Para Pihak Terhadap Perjanjian Pekerjaan Pemeriksaan Teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nuantara dengan PT. Global Leonis Services”.

Berdasarkan Pengamatan dan pengecekan judul di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, materi yang dibahas dalam penulisan skripsi ini belum pernah dijadikan judul maupun dibahas dalam skripsi yang sudah ada lebih dulu. Judul skripsi benar merupakan hasil dari pemikiran penulis dengan mengambil panduan dari buku-buku dan suber lain yang berkaitan dengan judul dan skripsi penulis, ditambah sumber riset dari lapangan.

H. Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah bagi pembaca dalam memahami isi dari tulisan ini sehingga pembaca dapat mengambil kesimpulan dari apa yang diuraikan, maka tulisan ini dikelompokkan menjadi beberapa bab, dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub-sub bab, yang mana setiap bab mempunyai hubungan satu sama lain. Agar dapat terlihat secara garis besar dan utuh, maka materi dari skripsi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menggambarkan secara umum materi dari tulisan ini yang dimulai dari Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

(31)

BAB II :HUBUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJAAN PEMERIKSAAN TEH

Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai Dasar Hukum para Pihak dalam Pekerjaan Pemeriksaan Teh dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pemeriksaan Teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nnusantara dengan PT. Global Leonis Services.

BAB III : PELAKSANAAN PERJANJIAN PEKERJAAN PEMERIKSAAN TEH

Dalam bab ini penulis membahas tentang Gambaran umum PT.

Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dan PT. Global Leonis Services, Prosedur Pembentukan Perjanjian Kerjasama dan Pihak yang Terkait, dan Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Terhadap Pekerjaan Pemeriksaan Teh antara PT. Khrisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Servies

BAB IV :UPAYA PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PEKERJAAN PEMERIKSAAN TEH

Di dalam bab ini akan dibahas mengenai Akibat-akibat Wanprestasi dan penyelesaian Hukum Terhdap Resiko yang Terjado Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemeriksaan Teh Antara PT, Khrisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services.

(32)

BAB II

HUBUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJAAN PEMERIKSAAN TEH

A. Dasar Hukum Terhadap Pekerjaan Pemeriksaan Teh 1. Dasar Hukum Perjanjian Kerjasama Antar Pihak

Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Semua perjanjian ini berarti setiap orang bebas mengadakan perjanjian tentang apapun juga, baik perjanjian itu sudah ada ketentuan dalam undang-undang atau belum.25

1. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri;

Pada dasarnya, setiap perjanjian yang dibuat para pihak mengacu pada asas kebebasan berkontrak sebagaimana Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan “Semua Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”

Disamping itu, dalam membuat sebuah perjanjian, harus tetap tunduk pada syarat sahnya perjanjian berasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang terdiri dari empat syarat yaitu:

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Ad. 1. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk

25Lukman Santoso, Op.cit., hlm. 11

(33)

dilaksanakan, bagaimana cara melakukannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan.

Pada dasarnya sebelum para pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak.

Pernyataan yang disampaikan tersebut dikenal dengan nama penawaran.

Jadi penawaran itu berisikan kehendak dari salah satu pihak dalam perjanjian, yang disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh persetujuan dari lawan pihak tersebut.

Pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran selanjutnya harus menentukan apakah ia menerima penawaran yang disampaikan, apabila ia menerima maka tercapailah kesepakatan tersebut. Sedangkan jika ia tidak menyetujui, maka dapat saja ia mengajukan penawaran balik, yang memuat ketentuan-ketentuan yang dianggap dapat ia penuhi atau yang sesuai dengan kehendaknya yang dapat diterima atau dilaksanakan olehnya.

Dalam hal terjadi demikian maka kesepakatan dikatakan belum tercapai.

Keadaan tawar menawar ini akan terus berlanjut hingga pada akhirnya kedua belah pihak mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Saat penerimaan paling akhir dari serangkaian penawaran adalah saat tercapainya kesepakatan.

Hal ini dipedomani untuk perjanjian konsensuil dimana kesepakatan dianggap terjadi pada saat penerimaan dari penawaran yang disampaikan terakhir.

(34)

Dalam perjanjian konsensuil tersebut di atas, secara prinsip telah diterima bahwa saat tercapainya kesepakatan adalah saat penerimaan dari penawaran terakhir disampaikan. Hal tersebut secara mudah dapat ditemui jika para pihak yang melakukan penawaran dan permintaan bertemu secara fisik, sehingga masing-masing pihak mengetahui secara pasti kapan penawaran yang disampaikan olehnya diterima dan disetujui oleh lawan pihaknya.

Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Perbedaan antara kewenangan hukum dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan hukum maka subjek hukum dalam hal pasif sedang pada kecakapan berbuat subjek hukumnya aktif, dan yang termasuk cakap disini adalah orang dewasa, sehat akal pikirnya, tidak dilarang oleh Undang-undang.

Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Pasal 1330 KUHperdata lebih lanjut menyatakan bahwa semua orang berwenang untuk membuat kontrak kecuali mereka yang masuk ke golongan:

a. Orang yang belum dewasa

b. Orang yang ditempatkan dibawah pengampunan c. Wanita bersuami

d. Orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu.

(35)

Konsekuensi yuridis jika ada dari para pihak dalam perjanjian yang ternyata tidak cakap berbuat adalah:

a. Jika perjanjian tersebut dlakukan oleh anak yang belum dewasa, maka perjanjian tersebut batal demi hukum atas permintaan dari anak yang belum dewasa, semata-mata karena alasan kebelumdewasaannya.

b. Jika perjanjian tersebut dilakukan oleh orang yang berada di bawah pengampunan, maka perjanjian tersebut batal demi hukum atas permintaan dari orang di bawah pengampuan, semata-mata karena keberadaannya di bawah pengampuan tersebut.

c. Terhadap perjanjian yang dibuat wanita yang bersuami hanyalah batal demi hukum sekedar perjanjian tersebut melampaui kekuasaan mereka.

d. Terhadap perjanjian yang dibuat oleh anak di bawah umum yang telah mendapatkan status disamakan dengan orang dewasa hanyalah batal demi hukum sekedar kontrak tersebut melampaui kekuasaan mereka.

e. Terhadap perjanjian yang dibuat oleh orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, maka mereka dapat menuntut pembatalan perjanjian tersebut, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Apabila perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap berbuat tersebut kemudian menjadi batal, maka para pihk haruslah menempatkan seolah-olah perjanjian tersebut tidak pernah ada. Jadi setiap prestasi yang telah diberikan harus dikembalikan atau dinilai secara wajar.

Ad. 3. Suatu hal tertentu

(36)

Satu hal tertentu di sini berbicara tentang objek perjanjian. Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1332 s/d 1334 KUHPerdata, yaitu yang pertama objek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung. Yang kedua adalah objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian).

Ad. 4. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal yang memiiki maksud antara lain, sebab adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian dan halal adalah tidak bertentangan dengan Undang-undang. Kesusilaan, dan ketertiban umum. Syarat ini merupakan mekanisme netralisasi, yaitu sarana untuk menetralisir terhadap prinsip hukum perjanjian yang lain yaitu prinsip kebebasan berkontrak. Prinsip mana dalam KUHPerdata ada dalam Pasal 1338 ayat (1) yang pada intinya menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah memiliki kekuatan yang sama dengan undang-undang.

Adanya suatu kekhawatiran terhadap asas kebebasan berkontrak ini bahwa akan menimbulkan perjanjian-perjanjian yang dibuat secara ceroboh, karenanya diperlukan suatu mekanisme agar kebebasan berkontrak ini tidak disalahgunakan. Sehingga diperlukan penerapan prinsip moral dalam suatu perjanjian. Sehingga timbul syarat suatu sebab yang tidak terlarang sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian. Itu sebabnya suatu perjanjian dikatakan tidak memiliki suatu sebab yang tidak terlarang jika perjanjian tersebut antara

(37)

lain melanggar prinsip kesusilaan atau ketertiban umum disampig melanggar perudang-undangan.

Konsekuensi yuridis apabila syarat ini tidak dipenuhi adalah perjanjian yang bersangkutan tiak memiliki kekuatan hukum atau dengan kata lain suatu perjanjian tentang suatu sebab yang tidak terlarang menjadi perjanjian yang batal demi hukum.

Selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongan ke dalam:

a. Di unsur pokok yang menyangkut subyek yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif)

b. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur Obyektif).26

Munir Fuady berpendapat agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang digolongkan sebagai berikut:

a. Syarat sah yang umum, yaitu :

1) Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata terdiri dari a) Kesepakatan kehendak

b) Wenang buat c) Perihal tertentu d) Kuasa yang legal

26Kartini Mulyadi & Gunawan Widjaya, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 93.

(38)

2) Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata yang terdiri dari

a) Syarat itikad baik

b) Syarat sesuai dengan kebiasaan c) Syarat sesuai dengan kepatutan

d) Syarat sesuai dengan kepentingan umum b. Syarat sah yang kusus terdiri dari

a. Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu b. Syarat akta notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentu

c. Syarat akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk perjanjian- perjanjian tertentu

d. Syarat izin dari yang berwenang.27

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif yaitu tidak adanya kesepakatan mereka yang membuat perjanjian dan kecakapan membawa konsekuensi perjanjian yang dibuatnya itu dapat dibatalkan oleh pihak yang merasakan dirugikan namun selama yang dirugikan tidak mengajukan gugatan pembatalan maka perjanjian yang dibuat tetap berlaku terus. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi yaitu tidak adanya hal tertentu dan sebab yang halal, perjanjian yang dibuat para pihak sejak dibuatnya perjanjian telah batal atau batal demi hukum.

Dalam hukum perjanjian juga dikenal beberapa asas-asas perjanjian, yaitu:28

27Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 33.

28Ibid., hlm. 43-46

(39)

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang penting dalam hukum perjanjian. Asas ini merupakan perwujudan manusia yang bebas, pancaran hak asasi manusia. Asas kebebasan berkontrak berhubungan erat dengan isi perjanjian, yakni kebebasan untuk menentukan “apa” dan dengan

“siapa” perjanjian diadakan.

2. Asas Kosensualisme

Asas konsensualisme dapat ditemukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan secara tegas bahwa untuk sahnya perjanjian harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Dalam Pasal 1338 Kitab Undang- undang Hukum Perdata ditemukan dalam perkataan “semua” menunjukan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan kehendak yang dirasakan baik untuk menciptakan perjanjian.

3. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan menghendaki para pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian yang mereka buat, kreditur mempunyai hak untuk menuntut pelaksanaan prestasi dengan melunasi untang melalui kekayaan debitur, namun kreditur juga mempunyai beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik, sehingga dapat dikatakan bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

4. Asas Kepercayaan

(40)

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan orang lai, menumbuhkan kepercayaan diantara para pihak antara satu denga yang lain akan memegang janjinya untuk memenuhi prestasi dikemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian tidak mungkin diadakan para pihak.

5. Asas Kebiasaan

Asas kebiasaan diatur dalam Pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum Perdata jo Pasal 1347 Kitab Undang-undang Hukum perdata. Menurut asas ini perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan lazim diikuti.

Perjanjian secara umum dapat dibedakan menurut berbagai cara sehingga muncul bermacam-macam perjanjian, yaitu :29

a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian.

b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja, seperti hibah, penitipan dengan Cuma-Cuma, pinjam pakai, dan lain-lain.

Menurut Pasal 1245 KUHPerdata risiko dalam perjanjian sepihak dianggung oleh kreditur atau dengan kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya.

c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan pada salah satu pihak.

d. Perjanjian konsensuil, riil, dan formil

29Sutamo, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta, 2003, hlm. 82-83.

(41)

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian dianggap sah jika telah terjadi konsensus atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian.

Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya pun harus diserahkan.

Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum Notaris atau PPAT.

e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama

Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah ditur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVII.

Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain.

Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang.

Hukum perjanjian bersifat terbuka dan dapat dikatakan mempunyai suatu asas kebebasan berkontrak, artinya kebebasan yang diberikan seluas-luasnya kepada siapapun jika untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Mereka boleh membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari Pasal-Pasal dalam hukum perjanjian, sedangkan Pasal-Pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap, yang berarti Pasal-Pasal tersebut dapat dikesampingkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjuan.

(42)

Berdasarkan jenis perjanjian tersebut, maka perjanjian kerjasama tentang pekerjaan pemeriksaan teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services termasuk pejanjian konsensuil, sebab perjanjian diangap sah bilamana setelah terjadi konsensus atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian, yaitu antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services.

Menurut Pasal 1319 KUHPerdata, perjanjian dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

1. Perjanjian Bernama (nominaat)

Perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian yang diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian ini terdapat dalam Bab V-Bab XVIII KUHPerdata.30

2. Perjanjian Tidak Bernama (inominaat)

Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata, tetapi tumbuh di masyarakat. Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan.31

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa perjanjian kerjasama tentang pekerjaan pemeriksaan teh antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama

30Mariam Darus Badrulzaman, Komplikasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 67.

31Ibid.

(43)

Nusantara dengan PT. Global Leonis Services termasuk Perjanjian Tidak Bernama (innominaat) karena perjanjian tersebut tidak diatur dalam KUHPerdata, tetapi perjanjian ini lahir dan disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pihak- pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

Subjek perjanjian adalah para pihak yang membuat perjanjian. Adapun subjek perjanjian dalam Perjanjian Kerjasama ini adalah:

1. PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sebagai pihak pertama yang memberikan pekerjaan

2. PT. Global Leonis Services sebagai pihak kedua yang melaksanakan pekerjaan dari pihak pertama.

Sedangkan yang dimaksud dalam objek perjanjian adalah prestasi. Prestasi dalam perjanjian kerjasama ini adalah pemeriksaan teh dalam hal stuffing dan weighting secara 100% di gudang PT. Perkebunan Nusantara IV dan atau sesuai

dengan perintah atau shipping Intruksi dari pihak pertama yaitu PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara untuk pemuatan komoditas teh ekspor PT.

Perkebunan Nusantara IV dan PT. Perkebunan Nusantara VI.32

32Surat Perjanjian Kerjasama Antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services tentang Pekerjaan Pemeriksaan Teh.

Berdasarkan Pasal 1601 Kitab Undang-undang Hukum Perdata selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa, yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada, oleh kebiasaan, maka adalah dua macam perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan

(44)

menerima upah.33

a. Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa perjanjian kerjasama ini merupakan perjanjian untuk melakukan pekerjaan.

Pada dasarnya suatu perjanjian tidak harus dibuat dalam suatu bentuk tertentu, artinya dapat dibuat dalam bentuk tertulis dan dapat juga dibuat dalam bentuk yang tidak tertulis. Akan tetapi ada beberapa jenis perjanjian yang oleh undang-undang diharuskan dibuat dalam bentuk tertulis. Mengenai bentuk perjanjian yang dibuat secara tertulis dapat berbentuk akta notaris dan akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan dapat berupa perjanjian baku (perjanjian standar) dan bentuk perjanjian bukan standar. Khusus untuk perjanjian yang tidak termasuk dalam perjanjian yang diisyaratkan undang-undang untuk dibuat dalam bentuk tertulis, jika dibuat dalam bentuk tertulis (akta) hanya dimaksudkan untuk memudahkan dalam pembuktian apabila terjadi sengketa dikemudian hari.

Berdasarkan Pasal 1867 KUHPerdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua) antara lain :

b. Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat tidak dihadapan pejabat yang berwenang atau notaris. Akta ini dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya.

Perjanjian dibawah tangan terdiri dari :

33Ketenagakerjaan dalam Peraturan Perundangan di Indonesia, https://www.kompasiana.com/herupras1973/551862e4a333118307b664a7/ketenagakerjaa n-dalam-peraturan-perundangan-di-indonesia, diakses pada tanggal 19 Desember 2018

(45)

1) Akta dibawah tangan biasa

2) Akta waarmerken, adalah suatu akta dibawah tangan yang dibuat dan dilegalisasi oleh para pihak untuk kemudian didaftarkan pada Notaris, karena hanya didaftarkan, maka Notaris tidak bertanggung jawab terhdap materi/isi maupun tanda tangan para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak.

3) Akta legalisasi, adalah suatu akta dibawah tangan yang dibuat oleh para pihak namun penandatangannya disaksikan oleh atau dihadapan Notaris, namun Notaris tidak bertanggung jawab terhadap materi/isi dokumen melainkan Notaris hanya bertanggung jawab terhadap tanda tangan para pihak yang bersangkutan dan tanggal ditandatanganinya dokumen tersebut.34

Dalam prakteknya, perjanjian kerjasama pekerjaan pemeriksaan teh dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan. Perjanjian kerjasama dalam hal ini dinyatakan sah dan dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang terkait di atas materai.

Akta mempunyai fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi sebagai alat bukti (probationis causa). Akta sebagai fungsi formil artinya bahwa suatu perbuatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila dibuat suatu akta. Fungsi akta lainnya adalah sebagai alat pembuktian. Dibuatnya akta oleh para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian ditujukan untuk pembuktian dikemudian hari.35

34J. Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 146

35Ibid.

(46)

2. Dasar Hukum Pekerjaan Pemeriksaan Teh

Pihak Pertama (PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara) memberikan pekerjaan jasa supervisi kepada Pihak Kedua (PT. Global Leonis Services), dan pihak kedua menyatakan setuju menerima untuk melaksankan pekerjaan dari pihak pertama, yaitu pihak kedua melaksanakan Jasa Supervisi Stuffing dan weighting di gudang PT. Perkebunan Nusantara IV dan atau sesuai

dengan perintah shipping Instruksi dari Pihak Pertama untuk pemuatan komoditas teh ekspor PT. Perkebunan Nusantara IV dan PT. Perkebunan Nusantara VI.36

PT. Global Leonis Services merupakan suatu perusahaan yang bergerak dibidang bongkar muat barang juga surveyor dan analisa survey.37

1) kegiatan bongkar muat barang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan untuk tujuan tersebut

Dari Instruksi Presiden No. 4 Tahn 1985 vide Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1985 terlihat baha perusahaan bongkar muat merupakan perusahaan yang berdiri sendiri, dimana pekerjaan yang diberikan kepadanya adalah khusus untuk cargo handling.

Pada poin IV Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 tentang Tata Laksana Bongkar Muat Barang (cargo hndling) dijelaskan bahwa untuk mengurangi biaya muat barang yang meliputi sevedoring, cargodoring, receiving dan delivery diambil langkah-langkah sebagai berikut :

2) Dalam masa satu tahun setelah berlakunya INPRES ini, bongkar muat barang tidak dilakukan lagi oleh perusahan pelayaran

36Surat Perjanjian Kerjasama Antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara dengan PT. Global Leonis Services tentang Pekerjaan Pemeriksaan Teh.

37Wawancara dengan Rio Agus Setiawan selaku Direktur PT. Global Leonis Services.

(47)

3) Pelaksanan kegiatan bongkar muat barang dilakukan dalam tiga shift

Pengaturan yang sama tentang perusahaan bongkar muat kembali ditegaskan pada Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1991 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi, dimana dijelaskan bahwa :

“... Kegiatan bongkar muat barang dilakukan oleh perusahaan-peruahaan yang didirikan untuk tujuan tersebut (point IV ayat 1).”

Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan dan juga Keputusan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut dapat dijadikan sebagai dasar hukum kegiatan bongkar muat barang. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, kegiatanbongkar muat adalah kegiatan bongkar muat barang dari dan/atau ke kapal meliputi kegiatan pembongkaran barang dari palka kapal ke dermaga di lambung kapal atau sebaliknya (stevedoring), kegiatan pemindahan barang dari dermaga dilambung kapal ke gudang lapangan penumpukan atau sebaliknya (cargodoring) dan kegiatan pengambilan barang dari gudang/lapangan menggunakan truk atau sebaliknya (receiving/delivery).

Selain itu masih terdapat pula Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal. Pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang merupakan pengganti Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran mengatakan bahwa untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan

(48)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat diselenggarakan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan, yang salah satunya adalah perusahaan bongkar muat barang. Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 menjelaskan bahwa usaha bongkar muat barang dilakukan oleh badan usaha yang didirikan khusus untuk itu38

Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 menjelaskan usah bongkar muat barang dilakukan oleh badan usaha yang didirikan khusus untuk itu.39 Selain badan usah yang didirikan khusus untuk itu, kegiatan bongkar muat dapat dilakukan oleh perusahan angkutan laut nasional hanya untuk kegiatan bongkar muat barang tertentu untuk kapal yang dioperasikan.40

1. Pengangkutan muatan memindahkan barang dari gudang perusahaan pengiriman ke gudang perusahaan pelayaran di Pelabuhan.

Dalam sistem hukum pengangkutan Indonesia (secara public administrative) perusahaan bongkar muat pertama sekali dikenal dan diangkat

keberadaannya dalam peraturan perundang-undangan sejak tahun 1957 yakni dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1957. Saat itu dikenal dengan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Ruang lingkup kegiatan EMKL waktu itu meliputi bongkar muat dari/ke kapal, cargodoring, penyimpanan barang di gudang dan penyerahan/penerimaan barang (receiving/delivery. Disamping itu, EMKL juga diperkenankan melakukan kegiatan keagenan kapal dan ekspedisi.

Jenis – Jenis pekerjaan yang dilakukan berhubungan dengan :

38Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 31 ayat 1

39Ibid., Pasal 32 ayat 1

40Ibid., Pasal 32 ayat 2

(49)

2. Memindahkan dan menyusun digudang milik pengiriman.

3. Pekerjaan inklaring (menyelesaikan pemasukan barang), impor.

4. Pekerjaan inklaring (menyelesaikan pengiriman barang, ekspor kemampuan menjalankan pekerjaan (EMKL) yang berhubungan dengan teknik – teknik, penerimaan muatan barang ekspor dan impor penyerahan, penyelesaian administrasi disertai harus memahami beberapa ketentuan yang berhubungan dengan tugasnya.41

Setelah perusahaan/pengirim barang menghubungi salah satu PT. EMKL dengan memberikan kuasa untuk : secara khusus/sepenuhnya melaksanakan pengiriman barang, menyerahkan shipping order dan lain – lain.

Maka pada saat telah menerima intruksi, segera EMKL menghubungi Shipping Coy dengan meminta keterangan mengenai kapal yang mengangkut

barang serta minta informatie kepada cloosing date terakhir. Mengenai penunjukan/memberi order pengapalan jika perusahaan mempunyai unit khusus, maka order itu diberikan sedemikian rupa tanpa dibuat sebuah persetujuan (Countract).

Setelah menerima kuasa khusus (order) segera melaksanakan order tersebut apakah order berwujud pengambilan barang ataupun pengiriman barang yang dilakukan sejak barang di gudang penjualan/pabrik ataukah hanya dimulai pekerjaan itu memasukkan.mengeluarkan barang dari dan ke pelabuhan. Kalau hal itu pengiriman barang ke luar daerah Pabean maka yang

41Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, PT.

Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm. 117-118

(50)

perlu diperhatikan adalah cloosing date tersebut di atas, dan apabila penerimaan barang dari luar daerah Pabean yang perlu diperhatikan adalah pembongkaran barang terakhur.

Dalam hal penunjukan EMKL yang disebut di atas tadi adalah apabila perusahaan mempunyai unit EMKL khusus, tetapi jika perusahaan tidak mempunyai unit tersebut maka disamping memberi order, memberi kuasa, serta izin pengapalan barang.

Untuk mendapatkan pekerjaan yang bersifat khusus teknik operasional para EMKL (penerima/pengiriman) harus mendapat unit kerja operational dari :

1. Fort Dep. Perhubungan 2. Kanwil Bea Cukai setempat 3. Dirjen Perla Dep. Perhubungan.42

Setelah mendapatkan izin dan kuasa khusus, maka : 1. Dalam hal Uiklaaring :

EMKL sebagai kuasa perusahaan menghubungi perusahaan pelayaran untuk booking speace (muatan) dengan memberikan Instruction of Shimpment, selanjutnya memberitahukan Bea dan Cukai untuk

keperluan mendapatkan izin pengiriman barang.

2. Dalam hal pemberitahuan dengan pihak Bea Cukai dilakukan dengan sebuah Documen Duane yang lazimnnya dinamakan “Pemberitahuan Muat Barang” (Aangift Van Inlanding) atau A.V.I untuk muatan pelayaran nusantara/antar pulau. Untuk muat ekspor mempergunakan

42Ibid., hlm. 118

Referensi

Dokumen terkait

Pengertian Bilyet Giro seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia No. 18/41/PBI/2016 adalah sebagai berikut: “Bilyet Giro adalah surat

Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Tarkalil sebagai Kepala Bagian Humas yang dilaksanakan pada 28 Oktober 2019 dan data

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

Tujuan penelitian ini adalah memperkenalkan metoda uji small punch untuk studi awal sifat-sifat mekanik material meliputi kuat luluh, kuat tarik, temperatur transisi ulet ke

Meskipun hak ulayat diatur dalam UUPA, pihak Keraton tidak memilih status hak ulayat sebab melalui hak ulayat Keraton hanya bisa memberikan tanah dalam jangka waktu tertentu