• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Covid-19 dengan Komplikasi Pneuuonia dan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)

2.1.1 Definisi

Virus corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (sars-cov-2) adalah virus yang menyerang system pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut covid-19. Virus corona bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian (m. Cristy pane, 2020).

Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (sars-cov-2) yang lebih dikenal dengan virus corona jenis baru yang menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, seperti lansia, orang dewasa, anak-anak, dan bayi, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui (M. Cristy Pane, 2020).

Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia) (M. Cristy Pane, 2020).

2.1.2 Manifestasi Klinis

Gejala awal infeksi virus corona atau covid-19 bisa menyerupai gejala flu, yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala.

Setelah itu gejala dapat hilang dan sembuh atau malah memberat. Secara umum, ada 3 gejala yang bisa menandakan seseorang terinfeksi covid-19, yaitu:

(2)

6

1. Demam 2. Batuk kering 3. Sesak napas

Ada beberapa gejala lain yang juga bisa muncul pada infeksi covid-19 meskipun jarang, yaitu :

1. Diare 2. Sakit kepala 3. Konjungtivitis

4. Hilangnya kemampuan mengecap rasa

5. Hilangnya kemampuan untuk mencium bau (anosmia) 6. Ruam di kulit

Gejala-gejala covid-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus. Sebagian pasien mengalami penurunan oksigen tanpa adanya gejala apapun. Kondisi ini disebut happy hypoxia (M. Cristy Pane, 2020)

2.1.3 Tranmisi (Penularan)

a. Transmisi kontak dan droplet

Transmisi sars-cov-2 dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak tidak langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui sekresi seperti air liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran napas yang keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi.

Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak erat (berada dalam jarak 1 meter) dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-gejala pernapasan (seperti batuk atau bersin) atau yang sedang berbicara atau menyanyi; dalam keadaankeadaan ini, droplet saluran napas yang mengandung virus dapat mencapai mulut, hidung, mata orang yang rentan dan dapat menimbulkan infeksi.

(3)

b. Transmisi melalui udara

Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen infeksius yang diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei (aerosol) yang tetap infeksius saat melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang jauh.

Transmisi sars-cov-2 melalui udara dapat terjadi selama pelaksanaan prosedur medis yang menghasilkan aerosol (prosedur yang menghasilkan aerosol).

Proses normal bernapas dan berbicara menghasilkan aerosol yang diembuskan. Oleh karena itu, orang lain rentan menghirup aerosol dan dapat menjadi terinfeksi jika aerosol tersebut mengandung virus dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan infeksi pada orang yang menghirupnya. Sebuah model eksperimen lain menemukan bahwa orang yang sehat dapat menghasilkan aerosol dengan cara batuk dan berbicara, dalam ruangan yang padat mengindikasikan kemungkinan transmisi aerosol, yang disertai transmisi droplet, misalnya pada saat latihan paduan suara , di restoran, atau kelas kebugaran.

dalam kejadian-kejadian ini, kemungkinan terjadinya transmisi aerosol dalam jarak dekat, terutama di lokasilokasi dalam ruangan tertentu seperti ruang yang padat dan tidak berventilasi cukup di mana orang yang terinfeksi berada dalam waktu yang lama.

c. Transmisi fomit

Sekresi saluran pernapasan atau droplet yang dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi dapat mengontaminasi permukaan dan benda, sehingga terbentuk fomit (permukaan yang terkontaminasi). Virus dan/atau sars-cov-2 yang hidup dapat ditemui di permukaanpermukaan tersebut selama berjam-jam hingga berhari-hari, tergantung lingkungan sekitarnya (termasuk suhu dan kelembapan) dan jenis permukaan (Germas et al., 2020)

(4)

8

Kemudian sesorang dapat terpapar virus covid-19 ini dari orang lain yang sudah terinfeksi virus. Virus penyakit ini menyebar dari orang ke orang melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut yang dikeluarkan ketika orang yang sudah terpapar virus covid-19 batuk, bersin atau berbicara.

Orang lain dapat terkena covid-19 jika mereka menghirup tetesan-tetesan ini dari seseorang yang terinfeksi virus._tetesan ini dapat mendarat di benda dan permukaan di sekitar orang seperti meja, gagang pintu, dan peganga n tangan. Orang dapat terinfeksi dengan menyentuh benda atau permukaan ini, kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulut mereka. Inilah sebabnya mengapa penting untuk mencuci tangan secara teratur dengan sabun dan air atau membersihkannya dengan mengguanakan alkohol (Germas et al., 2020).

2.1.4 Komplikasi

1. ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) a. Definisi

ARDS di sebut juga dengan sindrom gawat pernafasan akut yang terjadi adanya inflamasi pada paru yang bersifat akut dan difus serta dapat megakbiatkan peningkan permeabilitas vascular pada paru, peningkatan tahanan pada paru dan hilangnya udara di dalam paru serta mengakibatkan paru tersebut menjadi hipoksemia (Muliadi, 2015)

b. Faktor Risiko ARDS

Faktor risiko ARDS dibagi menjadi 2 hal yaitu, (K. Liu et al., 2020):

1) Faktor risiko langsung: pneumonia, aspirasi isi lambung, trauma inhalasi, vaskulitis paru, kontusio paru.

2) Faktor risiko tidak langsung: sepsi non pulmonal, trauma mayor, prakreatitis, syok non kardiogenik, overdosis obat, tranfusi (Transfusion Associated Acute Lung Injury)

(5)

c. Tanda dan Gejala ARDS dengan Covid-19

Adanya derajat injury paru, sesak nafas, hipoksemia, terdapat infiltra bilateral dan edema pulmonal saat di lakukan foto polos atau foto rontgen (Walkey et al., 2012).

2. Klasifikasi ARDS dengan Covid-19

1) Ringan (mild): PaO2/FiO2 lebih dari 200mmHg, tetapi kurang dari dan sama dengan 300mmHg

2) Sedang: PaO2/FiO2 lebih dari 100 mmHg,tetapi kurang dari dan sama dengan 200 mmHgdengan PEEP ≥5 cmH2O

3) Berat: jika PaO2/FiO2 ≤100 mmHg denganPEEP ≥5 cmH2O.

(Walkey et al., 2012)

3. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ARDS

1) Akut, yang berarti onset berlangsung satu minggu atau kurang dari itu 2) Opasitas bilateral yang konsisten dengan edemaparu yang dideteksi dengan CT scan atau fotopolos toraks

3) PF ratio kurang dari 300 mmHg dengan minimal nilai PEEP atau CPAP sebesar 5 cmH2O.

4) Tidak dapat dijelaskan sebagai gagal jantung atau overload cairan.

Pemeriksaan objektif dapat dilakukan (misalnya ekokardiografi), pada beberapa kasus jika tidak ada penyebab yang jelas seperti trauma atau sepsis.

(K. Liu et al., 2020)

2. Pneumonia Covid-19 a. Definisi

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA).

(6)

10

Dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi) dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis.

b. Etiologi

1) Bacteria : diploccus pneumonia, pneumocaccus, streptokokus hemolyticus, streptokoccus aureus, hemophilus influenzae, mycobacterium tuberkulosis, bacillus friedlander.

2) Virus : respiratory syncytial virus, adeno virus, V.Ssitomegalitik, V.Influenza.

3) Mycoplasma pneumonia

4) Jamur : histoplasma capsulatum, cryptococcus neuroformans, blastomyces dermatitides, coccidodies immtis, aspergillus, species, candida albicans.

5) Aspirasi : makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing

6) Pneumonia hipostatik 7) Sindrom loeffler

(Nursalam, 2015)

c. Manifestasi Klinis.

Pneumonia ditandai oleh gejala khas seperti takipneu, batuk, ronki kering(crackles) pada pemeriksaan auskultasi dan sering ditemukan bersamaan dengan adanya konjungtivitis chlamydial. Gejala klinis lainnya dapat ditemukan distress pernapasan termasuk cuping hidung, retraksi intercosta dan subkosta dan merintih (grunting) (Karen et al, 2010 dalam Setyawati Ari, 2018).

(7)

2.1.5 Etiologi

Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm.

Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta. Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2. .(Susilo et al. 2020)

2.1.6 Patofisiologi

Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius.

Selanjutnya, virus akan menyerang organ target yang mengekspresikan angiotensin converting enzyme 2 (ace2), seperti paru-paru, jantung, system renal dan traktus gastrointestinal (Germas et al., 2020)

Protein s pada sars-cov-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam sel target. Masuknya virus bergantung pada kemampuan virus untuk berikatan dengan ace2, yaitu reseptor membrane ekstraseluler yang diekspresikan pada sel epitel, dan bergantung pada priming protein s ke protease selular (Susilo et al., 2020).

Protein s pada sars-cov-2 dan sars-cov memiliki struktur tiga dimensi yang hampir identik pada domain receptor-binding. Protein s pada sars-cov memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan ace2 pada manusia. Pada analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa sars-cov-2 memiliki pengenalan yang lebih baik terhadap ace2 pada manusia dibandingkan dengan sars-cov (Germas et al., 2020)

Periode inkubasi untuk covid19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta pasien belum merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui aliran

(8)

12

darah, terutama menuju ke organ yang mengekspresikan ace2 dan pasien mulai merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi acute respiratory distress syndrome(arsd), sepsis, dan komplikasi lain. Tingkat keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun), komorbiditas seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (ppok), hipertensi, dan obesitas (Germas et al., 2020).

Sistem imun innate dapat mendeteksi rna virus melalui rig-ilike receptors, nod-like receptors, dan toll-like receptors. Hal ini selanjutnya akan menstimulasi produksi interferon (ifn), serta memicu munculnya efektor anti viral seperti sel cd8+, sel natural killer (nk), dan makrofag. Infeksi dari betacoronavirus lain, yaitu sars-cov dan mers-cov, dicirikan dengan replikasi virus yang cepat dan produksi ifn yang terlambat, terutama oleh sel dendritik, makrofag, dan sel epitel respirasi yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan kadar sitokin proinflamasi seiring dengan progres penyakit (Germas et al., 2020).

Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan disebut

“badai sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai respon dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan covid-19, ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya, hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (il-6, tnfα, il-8, mcp-1, il-1 β, ccl2, ccl5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel t, neutrofil, dan sel nk, bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin proinflamasi. Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan paru pada

(9)

bagian epitel dan endotel. Kerusakan ini dapat berakibat pada terjadinya ards dan kegagalan multi organ yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (Germas et al., 2020)

Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari sars-cov-2 adalah melalui droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya transmisi melalui fekal-oral.

Penelitian oleh (Edy, 2020) menunjukkan bahwa dari 73 pasien yang dirawat karena covid19, terdapat 53,42% pasien yang diteliti positif rna sars- cov-2 pada fesesnya. Bahkan, 23,29% dari pasien tersebut tetap terkonfirmasi positif rna sars- cov-2 pada fesesnya meskipun pada sampel pernafasan sudah menunjukkan hasil negatif. Lebih lanjut, penelitian juga membuktikan bahwa terdapat ekspresi ace2 yang berlimpah pada sel glandular gaster, duodenum, dan epitel rektum, serta ditemukan protein nukleokapsid virus pada epitel gaster, duodenum, dan rektum. Hal ini menunjukkan bahwa sars-cov-2 juga dapat menginfeksi saluran pencernaan dan berkemungkinan untuk terjadi transmisi melalui fekal-oral (Taylor et al., 2020).

(10)

14

14

Ventilasi inadekuat Covid-19

Beta corona virus

Single RNA

Memasuki sel hospes

Rute transmisi

Langsung (bersin, batuk)

Tidak langsung (menempel benda)

Sars Cov-19 Bergantung ribosom,enzim,

dan metabolic

Alveolus Virus tertempel di permukaan

berikatan respetor ace 2 berikatan pneumosit type

2 penghasil sulfraktan

Sulfraktan Pneumosit pecah dan

rusak

Endositosis

Alveolus inflamasi

Pertukaran gas

Penumpukkan cairan

Infeksi parenkim paru

Pneumonia

Terjadi respon hormonal

Antigen pathogen berikatan dengan antibody

Pengaktifan kaskade komplemen

Aktifasi sel basophil

Pelepasan histamine aktifasi bradikinin

Vasodilator kapiler

Permeabilitas kapiler meningkat

Perpindahan eksudat plasma ke intertisial

Edema ruang kapiler alveoli

Penurunan difusi oksigen

Penurunan

saturasi oksigen

Penurunan saturasi oksigen

Hipoksia

Rr meningkat penggunaan otot

bantu nafas

Pola nafas tidak efektif

Terjadinya distress pernafasan (ARDS)

Gambar 1.1 2.1.7 WOC (Web Of Caustion)

(11)

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan apakah pasien terinfeksi virus corona, perlu ditanyakan gejala yang dialami pasien dan apakah pasien baru saja bepergian atau tingal di daerah yang memiliki kasus infeksi virus corona sebelum gejala muncul, dan apakah pasien pernah kontak dengan orang yang menderita atau diduga covid-19.

Guna memastikan diagnosis covid-19, pasien akan dilakukan pemeriksaan sebagai berikut (M. Cristy Pane, 2020) :

1. Rapid test untuk mendeteksi antibody (igm dan igg) yang diproduksi oleh tubuh untuk melawan virus corona.

2. Swab test atau tes pcr (polymerasi chain reaction) untuk mendeteksi virus corona didalam dahak.

3. Ct scan atau rontgen dada untuk mendeteksi infiltrate atau cairan di paru -paru.

2.1.9 Penatalaksanaan

Prinsip tatalaksana secara keseluruhan menurut rekomendasi who yaitu:

triase: identifikasi pasien segera dan pisahkan pasien dengan severe acute respiratory infection (sari) dan dilakukan dengan memperhatikan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (ppi) yang sesuai, terapi suportif dan monitor pasien, pengembalian contoh uji untuk diagnosis laboratorium, tata laksana secepatnya pasien dengan hipoksemia atau gagal nafas dan acute respiratory distress syndrome (ards), syok sepsis dan kondisi kritis lainnya (World Health Organization, 2020)

(12)

16

Hingga saat ini tidak ada terapi spesifik anti virus ncov 2019 dan anti virus corona lainnya. Tatalaksana utama pada pasien adalah terapi suportif disesuaikan kondisi pasien, terapi cairan adekuat sesuai kebutuhan, terapi oksigen yang sesuai derajat penyakit mulai dari penggunaan kanul oksigen, masker oksigen. Bila dicurigai terjadi infeksi ganda diberikan antibiotika spectrum luas. Bila terdapat perburukan klinis atau penurunan kesadaran pasien akan dirawat di ruang isolasi intensif (icu) (World Health Organization, 2020)

Salah satu yang harus diperhatikan pada tatalaksana adalah pengendalian komorbid. Dari gambaran klinis pasien covid-19 diketahui komorbid berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Komorbid yang diketahui berhubungan dengan luaran pasien adalah usia lanjut, hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskular dan penyakit serebrovaskular (World Health Organization, 2020)

2.1.10 Pencegahan

Pencegahan utama adalah membatasi mobilisasi orang yang beresiko hingga masa inkubasi. Pencegahan lain adalah meningkatkan daya tahan tubuh melalui asupan makanan sehat, memperbanyak cuci tangan, menggunakan masker bila berada di daerah beresiko atau padat, melakukan olahrga, istirahat cukup serta makanan yang dimasak hingga matang dan bila sakit segera ke rs rujukan untuk dievaluasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020)

Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk pencegahan primer.

Pencegahan sekunder adalah menghentikan proses pertumbuhan virus, sehingga pasien tidak lagi menjadi sumber infeksi. Upaya pencegahan yang penting termasuk berhenti merokok untuk mencegah kelainan parenkim paru (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020)

Pencegahan pada petugas kesehatan juga harus dilakukan dengan cara memperhatikan penempatan pasien di ruang rawat atau ruang intensif isolasi.

Pengendalian infeksi di tempat layanan kesehatan pasien terduga di ruang instalasi gawat darurat (igd) isolasi serta mengatur alur pasien masuk dan

(13)

keluar. Pencegahan terhadap petugas kesehatan dimulai dari pintu pertama pasien termasuk triase. Pada pasien yang mungkin mengalami infeksi covid-19 petugas kesehatan perlu menggunakan apd standar untuk penyakit menular.

Kewaspadaan standar dilakukan rutin menggunakan apd termasuk masker untuk tenaga medis (n95), proteksi mata, sarung tangan dan gaun panjang (gown) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian

Pengkajian meliputi data saat ini dan di waktu yang lalu, perawat mengkaji pasien atau keluarga untuk menggali informasi dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang menyebabkan kondisi saat ini, riwayat perawatan terdahulu, riwayat keluarga dan riwayat psikososial.

Riwayat kesehatan bisa di mulai dari biografi dengan adanya aspek biografi dapat berhubungan dengan status oksigenasi yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja) dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat yang di tinggali dengan orang lain. Pengkajian keperawatan menurut (Putra et al., 2020) pada system pernafasan meliputi :

1 Batuk: gejala utama pada pasien dengan system pernafasan. Tanyakan berapa lama pasien mulai batuk, waktu batuk, menentukan batuk produktif atau nonproduktif.

2 Produksi sputum: sputum tersebut di definisikan adanya benda yang keluar bersama dengan batuk, sputum di produksi oleh trakeobronkial tree yang memproduksi 3 ons mucus sehari jika system nafas normal.

Pengkajian di mulai dengan menanyakan dan catat karakterisitiknya (warna, konsistensi, bau, serta jumlah dari sputum. Warna sputum tersebut berbagai makna di mulai dari warna kuning dan hijau jika berarti karena infeksi, sputum juga ada yang berwarna putih jernih dan kelabu

(14)

18

itu juga bermakna adanya infeksi, jika sputum berwarna merah muda mengandung darah.

3 Dispnea: kesulitan bernafas atau nafas pendek, setelah itu perawat mengkaji tentang kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas.

4 Hemoptisis: darah yang keluar dari mulut dengan di batukkan, jika saat batuk dan mengeluarkan segumpal darah, darah tersebut berasal dari paru-paru, darah kekuningan yang di keluarkan dari hidung telinga berasal dari pendarahan perut. Darah yang berwarna merah terang karena adanya dalam paru di stimulasi segera oleh reflex batuk, hemoptasis biasanya di sebabkan oleh penyakit: bronchitis kronik, bronchiectasis, tb paru, cyctic fibrosis, upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, abses paru, kanker paru dan pneumonia.

5 Chest pain: berhubungan dengan jantung dan paru-paru, pengkajian di mulai dengan mengidentifikasi letak nyeri dan kualiasnya, guna sebagai perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, musculoskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak memiliki saraf yang peka terhadap nyeri.

a. Riwayat kesehatan masa lalu

Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan pasien menurut (Putra et al., 2020) dan (Germas et al., 2020). Secara umum perawat menanyakan:

1. Riwayat merokok

2. Pengobatan saat ini dan masa lalu 3. Alergi

4. Tempat tinggal

b. Pemeriksaan fisik menurut (Germas et al., 2020) :

1. Inspeksi : melakukan pengamatan atau observasi pada bagian dada, bentuk dada simetris atau tidak, pergerakkan dinding dada, pola nafas, frekuensi nafas, irama nafas, observasi frekuensi ekspirasi

(15)

2. Palpasi : meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di atas dada pasien, sewaktu pemeriksaan palpasi pemeriksan menilai adanya fremitus taktil pada dada dan punggung dengan meminta pasien menyebutkan tujuh puluh tujuh secara berulang

3. Perkusi: menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau udara di dalam paru. Perkusi sendiri di lakukan dengan menekankan jari tengah (pemeriksaan mendatar diatas dada pasien). Kemudian jari di ketuk-ketuk. Normalnya dada menghasilkan bunyi resoonan atau gaung perkusi, jika terdengar bunyi hipersonan atau bunyi drum adanya udara di paru-paru, jika terdengar pekak mengalami atelectasis.

4. Auskultasi: proses mendengarkan suara yang di hasilkan dengan menggunakan stetoskop. Bunyi nafas terdengar vesicular, bronkial, bronkovesikuler, rales, ronchi.

2.2.2 Diagnosis Keperawatan

Hasil pengkajian dan respon yang diberikan pasien, paling banyak diagnosis keperawatan yang diangkat pada covid-19 dengan komplikasi adalah, menurut (Ranggo et al., 2020), tabel 1.1:

NO DIAGNOSA

KEPERAWATAN

SLKI SIKI

1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Respiratory status:

ventilation

Respiratory status:

airway patency Kriteria hasil:

1. Suara nafas yang bersih,

mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah.

2. Menunjukkan jalan nafas yang

1. Monitor pola nafas

(frekuensi, kedalaman, usaha nafas) 2. Monitor bunyi

nafas tambahan 3. Monitor

sputum 4. Posisikan

semi fowler atau fowler

(16)

20

paten (irama nafas dan frekuensi nafas dalam rentang normal), tidak ada suara nafas abnormal

5. Berikan minum hangat 6. Berikan

oksigen, jika perlu

7. Anjurkan asupan cairan (2000 ml/hari) 8. Ajarkan

teknik batuk efektif

2 Ketidakefektifan pola nafas

Respiratory status:

ventilation Vital sign status Kriteria hasil:

1. Menunjukkan jalan nafas yang paten, irama

nafas dan

frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal.

2. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

1. Identifikasi efek

perubahan posisi terhadap status pernapasan 2. Monitor statsu

oksigenasi dan respirasi 3. Berikan posisi

semi fowler atau fowler 4. Fasilitasi

mengubah posisi senyaman mungkin 5. Berikan

oksigenasi sesuai kebutuhan 6. Ajarkan

melakukan teknik

relaksasi nafas dalam

7. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri

(17)

8. Ajarkan teknik batuk efektif

3 Hipertermi Thermoregulation Kriteria hasil:

1. Suhu tubuh dalam rentang normal

2. Nadi dan RR dalam rentang normal

3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

1. Identifikasi penyebab hipertermia 2. Monitor suhu

tubuh 3. Longgarkan

atau lepaskan pakaian

4. Berikan cairan oral

5. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

6. Anjurkan tirah baring

7. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu

4 Kekurangan volume cairan

Fluid balance Hydration

Nutritional status:

food and fluid Kriteria hasil:

a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB.

b) TTV dalam batas normal

c) Tidak ada tanda- tanda dehidrasi

1. Monitor status hidrasi

2. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (HT, Na, K, Cl)

3. Catat intake- output dan hitung balans cairan 24 jam 4. Berikan

asupan cairan, sesuai

kebutuhan 5. Berikan cairan

intravena, jika perlu

(18)

22

6. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

5 Intoleransi aktivitas Activity tolerance Self care: ADLs Kriteria hasil:

1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai

peningkatan tekanan darah, nadi dan RR.

2. Mampu melakukan aktivitas sehari- hari (ADLs) secara mandiri

1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia.

2. Identifikasi kebutuhan alat bantu

kebersihan diri,

berpakaian, berhias dan makan.

3. Dampingi dalam

perawatan diri sampai

mandiri.

4. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri.

5. Anjurkan melakukan perawatan diri secara

konsisten sesuai kemampuan.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan menurut (Ranggo et al., 2020):

a. Monitor vital sign: pantau suhu pasien; infeksi biasanya dimulai dengan suhu tinggi; monitor juga status pernapasan pasien karena sesak napas

(19)

adalah gejala umum covid-19. Perlu juga untuk dipantau saturasi oksigen pasien karena sesak napas berhubungan dengan kejadian hipoksia

b. Maintain respiratory isolation: simpan tisu di samping tempat tidur pasien; buang sekret dengan benar; menginstruksikan pasien untuk menutup mulut saat batuk atau bersin (menggunakan masker) dan menyarankan pengujung (siapa saja yang memasuki ruang perawatan) tetap menggunakan masker atau batasi/hindari kontak langsung pasien dengan pengunjung.

c. Terapkan hand hygiene: ajari pasien dan orang yang telah kontak dengan pasien cuci tangan pakai sabun dengan benar.

d. Manage hyperthermi: gunakan terapi yang tepat untuk suhu tinggi untuk mempertahankan normotermia dan mengurangi kebutuhan metabolisme.

e. Edukasi: berikan informasi tentang penularan penyakit, pengujian diagnostik, proses penyakit, komplikasi, dan perlindungan dari virus (m. Cristy pane, 2020).

2.2.4 Evaluasi

Kegiatan mengukur pencapaian tujuan pasien dan menentukan keputusan dengan membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Ranggo et al., 2020). Evaluasi adalah fase akhri dari proses keperawatan, evaluasi merupakan aspek penting karena dengan evaluasi dapat menentukan pengakhiran intervensi, dilanjutkan mapupun bisa di rubah (Ranggo et al., 2020). Kriteria hasil yang di harapka setelah tindakan yang diberkan untuk bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu:

1. Batuk efektif meningkat 2. Produksi sputum menurun 3. Mengi menurun

4. Wheezing menurun

(20)

24

5. Dyspnea menurun 6. Ortopnea menurun 7. Sulit bicara menurun 8. Sianosis menurun

Gambar

Gambar 1.1 2.1.7 WOC (Web Of Caustion)

Referensi

Dokumen terkait

Asma adalah suatu gangguan saluran napas berupa inflamasi (peradangan) kronik yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai

Namun sebaliknya penelitian pengaruh medan magnet bertegangan tinggi oleh Adnyana (2000) yang berada di saluran udara transmisi ekstra tinggi (SUTET) menghasilkan

Gardu Induk Tegangan Tinggi (GITT) Gardu listrik yang mendapat daya dari Saluran Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) atau Saluran Udara Tegangan Tinggi

Hal tersebut menyebabkan terjadi gejala rinitis dan asma melalui pengaruh langsung terhadap reseptor syaraf dan pembuluh darah pada saluran napas dan juga pada

Dari beberapa gejala klinis yang dapat timbul ketika seseorang terinfeksi virus corona, berikut gejala gejaja utama yang dapat berdampak pada activity daily living

3 Terdapat 2 keadaan infeksi saluran kemih pada wanita hamil, yakni infeksi saluran kemih yang menimbulkan gejala (simptomatik) serta yang tidak menimbulkan

ujung akhir saluran transmisi dipasangkan sebuah impedansi beban yang besarnya sama dengan besar impedansi saluran transm isi, maka gelombang tetap melihat impedansi yang

Manusia rentan