• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISSN : 2252-4487 Volume 8 | No.3| Sep-Nov 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ISSN : 2252-4487 Volume 8 | No.3| Sep-Nov 2019"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN : 2252-4487

Volume 8 | No.3| Sep-Nov 2019

(2)

JURNAL ILMIAH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Volume : 8, No. 3 SEPTEMBER - NOVEMBER 2019

DAFTAR ISI

1. Gambaran Pengetahuan Perawat Dalam Melakukan Management Tekanan Intra Kranial T (IK) Pada Pasien Cedera Kepala Sedang – Berat Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (Grace Erlyn Damayanati Sitohang) ... (1-4) 2. Pengaruh Penggunaan Kacamata Pelindung Terhadap Trauma Mata Pada Pekerja

Bengkel Las Di Kecamatan Lubuk Pakam (Elfrida Simanjuntak) ... (5-12) 3. Gambaran Cidera Kepala Dengan Multipel Trauma Ekstra Kranial Di RSUP Haji Adam

Malik Medan (Ni Nyoman Ayu Tamala Hardis) ... (13-19) 4. Hubungan Pemberian Terapi Oksigen Sistem Aliran Rendah Dengan Status Fisiologis

(Revised Trauma Score) Pada Pasien Trauma Di RSUP Haji Adam Malik Medan

(Fredy Kalvind Tarigan) ... (20-25)

NESTRA- JURNAL

ISSN : 2252 - 4487

(3)

PENGANTAR REDAKSI

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan ridhoNYA telah terbit Jurnal Ilmiah Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Lubuk Pakam dengan nama NESTRA-JURNAL yang merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan berkala setiap 3 bulan, yaitu periode Maret – Mei, Juni – Agustus, September – November.

Kami mengharapkan untuk terbitan periode berikutnya para peneliti/dosen dapat meningkatkan kuantitas maupun mutu dari tulisan ini, sehingga memungkinkan sebagai bahan rujukan dalam melakukan kegiatan penelitian.

Dalam kesempatan ini Redaksi mengucapakan terima kasih kepada para peneliti/ dosen dan semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan jurnal ilmiah ini.

Semoga Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Lubuk Pakam sukses dan maju.

Salam

Redaksi

(4)

PENGURUS

Pelindung : 1. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd

Ketua Yayasan Medistra Lubuk Pakam 2. Drs. David Ginting, M.Pd

Ketua STIKes Medistra Lubuk Pakam Penanngung Jawab : Rosita Ginting, SH

Pimpinan Redaksi : Tahan Adrianus Manalu, S.Kep, Ns, M.Kep Seketaris Redaksi : Grace Erlyn Damayanti S, S.Kep, Ns, M.Kep Redaktur Ahli : 1. Kuat Sitepu, S.Kep., Ns., M. Kes

2. Jul Asdar Putra Samura, SST., M.Kes 3. Efendi Selamat Nainggolan, SKM., M.Kes 4. Bd. Desideria Yosepha Ginting, S. Si. T., M.

Kes

5. Raisha Octavariny, SKM., M. Kes Koordinator Editor : 1. Bd. Basyariah Lubis, SST. M. Kes

2. Rahmad Gurusinga, S. Kep, Ns, M. Kep 3. Fadlilah Widyaningsing, SKM., M. Kes 4. Luci Riani Br. Ginting, SKM., M. Kes

Sekretariat : 1. Tati Murni Karo Karo, S. Kep., Ns., M. Kep 2. Bd. Sri Wulan, SST. M. Tr. Keb

Distributor : Kardina Hayati, S.Kep., Ns., M. Kep Arfah May Syara, S. Kep., Ns., M. Kep Penerbit : Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam

Jl. Sudirman No. 38 Lubuk Pakam, 20512 Telp. (061) 7952262, Fax (061) 7952234 Email : [email protected] Website : medistra.ac.id

Diterbitkan 3 (Tiga) kali setahun, Bulan Maret – Mei, Juni – Agustus

dan September – November

(5)

1 GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN

MENEGEMENTEKANAN INTRA KRANIL (TIK) PADA PASIEN CEDERA KEPALA BERAT-SEDANG DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2019

GRACE ERLYN DAMAYANTI SITOHANG1, CHAIDIR SAPUTRA HARAHAP2,

SAMUEL GINTING3

123

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA TIGA INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

Jln. Sudirman No.38 Lubuk Pakam e-mail: [email protected]

Abstract

Intracranial pressure (ICP) is a total pressure urged by the brain, blood, and cerebrospinal fluid in the cranial vault more than 15 mmHg (normal value 3-15 mmHg).

The nursing care management of raised ICP are adequate oxygenation, hyperventilation, CSF drainage, diuretic therapy and hipersomolar, hypothermia, blood glucose control and nutrition, decompressive craniectomy, positioning, environmental stimuli, blood pressure management, and prevention seizures. This study aimed to describe the nurse’s knowledge about intracranial pressure (ICP) management in moderate-severe head injury patients in hospitals in Semarang City. Design of this study is descriptive survey using a questionnaire that passed the validity and reliability test. Determination of the sample using total sampling and the number of respondent were 88 emergency and intensive nurse in some hospitals in Semarang City. The study used univariate analysis. The result of this study shows that majority of nurses have good knowledge (63,6%) about ICP management and (36,4%) nurses have less knowledge about ICP management. The knowledge about definition is the highest and the knowledge about ICP management is the lowest. This study is expected to be an input for hospitals to conduct specific training to the emergency and intensive nurses on the ICP management in various patient conditions.

Keywords: knowledge, intracranial pressure, head injury

(6)

2

1. PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai jumlah penduduk sebanyak 237,6 juta orang dan membuat Indonesia menempati peringkat keempat sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.1 Seiring pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi transportasi berpengaruh terhadap mobilitas penduduk. Hal tersebut menyebabkan banyaknya pengguna kendaraan di area jalan raya sehingga banyak terjadi kasus kecelakaan.

Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab cedera kepala serius yang menyebabkan kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif.

Cedera kepala merupakan salah satu dari penyebab kematian di negara berkembang. Cedera kepala juga merupakan penyebab signifikan kesakitan dan kematian di Amerika Serikat. Terdapat 1,7 juta cedera kepala dengan jumlah 2 275.000 dirawat di rumah sakit dan 52.000 meninggal setiap tahunnya. 4 Di Indonesia sendiri, insiden dari cedera kepala berat adalah antara 6 sampai 12% dari semua kejadian cedera kepala dengan rata-rata angka kematian antara 25 sampai 37%.

Perawatan pasien dengan manajemen TIK rata-rata terjadi pada pasien dengan cedera kepala sedang hingga berat. Secara umum tingkat keparahan cedera kepala diklasifikasikan menjadi cedera kepala ringan, cedera kepala sedang, dan 4 cedera kepala berat. Cedera pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran semakin besar getaran dan tingkat keparahan maka semakin besar juga kerusakan yang ditimbulkan.

1. Metode;

2. Hasil

3. Pembahasan;

4. Kesimpulan;

Daftar Pustaka.

2. METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non eksperimental.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif dengan pendekatan survei. Pada

penelitian ini desain penelitian deskriptif dengan pendekatan survei digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik demografi responden dan gambaran pengetahuan perawat tentang manajemen TIK.

Populasi penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Ruang Intensive Care Unit (ICU) di RSumumpusat haji adammalikmedan sejumlah 88 perawat.

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan jumlah populasi. Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono84 jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 9 hingga Maret-Juni 2019 di IGD dan Ruang ICU RSpusat haji adammalikmedanVariabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Usia Rentang kehidupan perawat dari sejak lahir hingga saat ini 1 pertanyaan pada kuesioner karakteristik demografi responden Kuesioner A Nomor 1 a. 10 tahun Nominal Pengalaman bekerja di IGD atau ICU Lama kegiatan yang dilakukan responden untuk menunjang kehidupannya di IGD atau ICU Menanyakan pada responden menggunakan kuesioner Kuesioner A Nomer 5 a. 10 tahun Nominal Pelatihan BTCLS Kegiatan yang diikuti responden dalam penanganan kasus-kasus trauma Menanyakan pada responden menggunakan kuesioner Kuesioner A Nomer 6 a. Ya b. Tidak Nomina.

3.HASIL DAN PEMBAHASAN

Usia Responden Usia merupakan waktu pertumbuhan dan perkembangan seorang individu. Kategori usia yang digunakan dalam penelitian ini adalah kategori usia menurut Depkes85 dimana usiamenunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bekerja di IGD dan ICU sebagian besar berusia antara 26-35 tahun yang termasuk dalam dewasa awal. Hanya sedikit saja perawat yang berusia ≤25 tahun yaitu 2 orang perawat, yang terdiri dari satu orang perawat lulusan DIII Keperawatan dan satu lagi merupakan lulusan Ners. Hal

(7)

3

tersebut dapat dimungkinkan karena

rumah sakit telah menetapkan formasi untuk perawat tersebut bekerja sesuai kebutuhan yang ada di ruangan.

Hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa sebanyak 47 (53,4%) responden berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 41 (46,6%) responden berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini menunjukkan hasil yang hampir seimbang antara laki-laki dan perempuan.

Pendidikan lebih berorinentasi kepada masa depan dan lebih menekankan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasikan pengetahuan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa responden yang mempunyai lulusan DIII Keperawatan lebih banyak sebanyak 53 (60,2%) responden, lulusan S1 Keperawatan sebanyak 7 (8%) responden, sedangkan lulusan Ners sebanyak 28 (31,8%) responden. Hal tersebut dikarenakan rumah sakit dalam merekrut perawat baru proporsi posisi perawat untuk lulusan DIII Keperawatan lebih besar dibandingkan dengan perawat lulusan S1 Keperawatan dan Ners. Di RSUD Kota Semarang sendiri kurang lebih kebutuhan perawat DIII sebanyak 55 perawat dan Ners sebanyak 10 perawat setiap tahunnya. Rumah sakit juga mendukung pegawainya apabila hendak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Pekerjaan dapat membawa suatu pengalaman. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman. Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktifitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa pengalaman bekerja sebagai perawat 10 tahun sebanyak 30 (34,1%) responden.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden mengenai pengetahuan perawat tentang manajemen TIK pada pasien cedera

kepala sedang-berat, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa:

1. Responden berusia antara 26-35 tahun berjenis kelamin laki-laki dan mempunyai pendidikan terakhir DIII Keperawatan. Pengalaman kerja responden sebagai perawat >6 tahun, sedangkan pengalaman bekerja di IGD/ICU antara 2-5 tahun. Sebagian besar responden telah mengikuti pelatihan perawat BTCLS.

2. Gambaran pengetahuan perawat tentang manajemen tekanan intrakranial (TIK) pada pasien cedera kepala sedang- berat di Rumah Sakit di Kota Semarang sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik. s = v.t

DAFTARPUSTAKA

1. Purnomo H. Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar.

Detik Finance. 06 Maret 2014 [Diakses 25 Mei 2016]. Available from:

http://finance.detik.com/re ad/2014/03/06/134053/25 17461/4/negara-

denganpenduduk- terbanyak-di-dunia-ri- masuk-4-besar

2. Badan Pusat Statistik. Jumlah kecelakaan, korban mati, luka berat, luka ringan, dan kerugian materi yang diderita tahun 1992-2013.

2013. [Diakses: 29 Februari 2016]. Available from:

http://www.bps.go.id/linkT abelStatis/view/id/1415 3. Badan Pusat Statistik.

Banyaknya kecelakaan lalu

lintas, korban dan nilai

kerugiannya di wilayah

polda Jawa Tengah tahun

2013. 2013. [Diakses: 29

Februari 2016]. Available

from:

(8)

4 http://jateng.bps.go.id/ind

ex.php/linkTabelStatis/899 4. Melhem S, Lori S, Kaynar AM.

A trial of intracranial pressure monitoring in traumatic brain injury.

Critical Care. 2014;

18(1):302-304.

5. Tjahjadi M, Arifin MZ, Gill AS, Faried A. Early mortality predictor of severe traumatic brain injury: a single center study of prognostic variables based

on admission

characteristics. The Indian Journal of Neurotrauma.

2013; 10(1):3- 8.

6. Smeltzer B. Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth.

Vol 3 edisi 8. Jakarta: EGC;

2008. 7. Mak CHKM, Lu YY, Wong G

K. Review and recommendations on management of refractory raised intracranial pressure in aneurysmal subarachnoid hemorrhage. Vascular Health and Risk Management. 2013;9(1):

353–359

8. Joose P, Smit G, Arendshorst RJ, Soedarmo S, Ponsen KJ, Goslings JC. Outcome and prognostic factors of traumatic brain injury in a Jakarta University Hospital;

a prospective evaluation of 49 patients. Journal Of Clinical Neuroscience.

2009; 16(7):925-8.

9. Romner B, Grande PO.

Intracranial pressure monitoring in traumatic brain injury. Nature Review

Neurology. March 2013;

9:185-186.

10. Porter K. Principes and practice of trauma nursing.

Dalam: Maartens N, Lethbridge G, editor. Head and neck trauma. Churchill Livingstone: Elsevier; 2005.

Departemen Kesehatan RI.

(2013).Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas)

2007:Laporan

(9)

5 PENGARUH PENGGUNAAN KACAMATA PELINDUNG

TERHADAP TRAUMA MATA PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI KECAMATAN LUBUK PAKAM TAHUN 2019

ELFRIDA SIMANJUNTAK1, SARI DESI SITEPU2, PRATIWI3, ABDI LESTARI SITEPU4

1234

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA TIGA FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

e-mail: [email protected]

Abstract

The era of globalization requires the implementation of Occupational Health and Safety (K3) in every workplace, including in the informal industrial sector.

Welding workshop is an informal sector industry. Welding workshops serve iron construction and the like, usually in the form of iron fences or doors, safety trellises, roof trusses and others. The irregularity of welding workers in wearing welding glasses results in welding workers being directly exposed to foreign objects, sparks, infrared rays and ultraviolet rays that impact the eyes. This study aims to determine the effect of wearing protective glasses on eye trauma in welding workshop workers in Lubuk Pakam. This type of research is an analytic observational cross sectional design using primary data from welding workshop workers in Lubuk Pakam with a sample size of 30 samples who have met the inclusion criteria. The research sample was taken by total sampling. The results of statistical tests showed that the effect of wearing protective glasses on eye trauma in welding workshop workers in Lubuk Pakam P-value was 0.001. So it can be concluded that there is an influence on the use of protective glasses against eye trauma in welding workshop workers in Lubuk Pakam.

Keywords: Safety glasses, welding workshop, eye trauma

(10)

6

1. PENDAHULUAN

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan, dan control terhadap pelaksanaan tugas dari para karyawan dan pemberiaan bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja (Yuli, 2012). Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dijadikan sebagai aspek perlindungan tenaga kerja sekaligus melindungi asset perusahaan yang bertujuan sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi yang aman dan sehat kepada setiap karyawan dan untuk melindungi Sumber Daya Mansia (SDM). Kesehatan dan Keselamatan Kerja bertujuan untuk mengurangi angka kecelakaan kerja khususnya di Indonesia (Tsenawatme, 2014).

Era globalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor industri informal. Upaya K3 dilakukan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efisisensi. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2014, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) angka kematian dikarenakan kecelakaan sebanyak 2 juta kasus setiap tahun (Depkes RI, 2014).

Pengendalian bahaya dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) muka dan mata tidak akan maksimal jika pekerjanya sendiri tidak maksimal menggunakan walaupun dari pihak perusahaan telah menyediakan. Oleh karena itu salah satu upaya perlindunangan dari bahayanya sinar las dalam menimbulkan gangguan kesehatan mata yang harus dilakukan oleh pekerja las adalah penerapan dan meningkatkan kedisiplinan dalam penggunaan kacamata pelindung saat melakukan pengelasan serta semakin rajin pekerja las dalam penggunaan

kacamata pelindung maka semakin rendah pula prevalensi gangguan kesehatan mata (Pratiwi, dkk., 2015).

Bengkel las merupakan industri sektor informal. Bengkel las melayani konstruksi besi dan sejenisnya, biasanya berupa pagar atau pintu besi, teralis pengaman atau teralis jendela, tangga, kanopi, rangka atap dan lain-lain.

Penerapan prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dalam sektor ini masih sangat lemah. Tidak rutinnya pekerja las dalam memakai kacamata las mengakibatkan pekerja las dapat terpapar secara langsung oleh benda asing, percikan bunga api, sinar infra merah dan sinar ultra violet yang berdampak pada mata. Kejadian trauma pada pekerja las juga sering terjadi seperti trauma mekanik yang bisa melukai palpebra, sistem lakrimalis, laserasi konjungtiva, erosi kornea, trauma kimia dan trauma fisik seperti luka bakar dan luka akibat radiasi (Vaughan,Daniel, 2010).

Trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terbilang cukup banyak. Beaver Dam Eye study mencatat prevalensi trauma mata sejak periode tahun 1988- 1990 dan di follow- up pada periode 1993- 1995 menemukan insidensi trauma mata mencapai 1,6% dari total populasi.

Angka kejadian trauma mata ini bisa mencapai jumlah 939.608 yang harus rawat inap selama periode tahun 2001- 2014 di seluruh rumah sakit umum di negara Amerika Serikat. Angka kejadian ini pun mengalami peningkatan tren seiring dengan berjalannya waktu.

Insidensi di wilayah belahan dunia lain pun menunjukkan hal yang serupa antara lain dilaporkan oleh Almoosa et al di Bahrain yang mendapatkan 42 trauma mata dalam periode 3 bulan hanya pada satu rumah sakit saja. Thailand Utara mendapatkan 101 trauma mata dalam periode 1 tahun pada satu rumah sakit.

Trauma mata yang berkaitan keselamatan kerja yang mengenai kornea mata juga terbilang cukup banyak. Penelitian Luo dan Gardiner di Massachusetts Eye and Ear Infirmacy pada tahun 2010 melaporkan 288 kasus baru benda asing berbahan dasar besi pada kornea mata dalam satu periode tahun 2008. Berdasarkan studi yang

(11)

7

dilakukan di 7 tempat pengobatan di

Taiwan oleh Yu, dkk (2009), trauma mata akibat pekerjaan pada 283 pekerja, didapat paling besar terjadi pada laki-laki, pekerja muda, dan pekerja informal (Augsburger & Asbury, 2014).

Sesuai data Proyek dari Depnakertrans (Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejateraan) tahun 2012, setiap tahun hampir 100 orang pekerja di bagian pengelasan mengalami cidera sewaktu melakukan pekerjaan karena sedikit saja kelalaian atau tindakan berbahaya dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja (Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejateraan, 2012). Tingginya tingkat kecelakaan kerja di Indonesia dari situs Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat data jumlah kecelakaan kerja selama tahun 2015 adalah sebesar 105.182 kasus dimana tercatat 2.375 kasus

kecelakaan berat (Bpjs

Ketenagakerjaan, 2016).

Data tersebut tercatat dan telah menyumbang paling tidak 32% kasus kecelakaan kerja yang salah satunya terjadi di sektor konstruksi pengelasan yang sangat erat kaitannya dengan tingkat kesadaran, dan perilaku para pekerja terhadap penggunaan alat pelindung diri (Bpjs Ketenagakerjaan, 2016). Berdasarkan data temuan bahaya di perusahaan yang ada di Indonesia bahwa 66% tenaga kerja mengalami cidera mata karena tidak menggunakan alat pelindung mata (Jamsostek, 2011).

Prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 1,8%, kekeruhan kornea 5,5%, serta pterygium 8,3%

(RISKESDAS,2013). Hasil data yang diperoleh dari poli mata RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo tahun 2015, terdapat sekitar 145 penderita yang mengalami cidera mata, 101 orang diantaranya mengalami cidera mata akibat proses pengelasan. Sedangkan pada tahun 2016 bulan Januari sampai bulan Juli, terdapat 99 penderita akibat cidera mata 55 orang di antaranya mengalami cidera mata akibat proses pengelasan.

Berbagai penelitian menyatakan bahwa penyebab signifikan dari trauma mata pada tukang las adalah karena

tidak menggunakan alat pelindung diri.

Zeb et al (2015, hlm.42) menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara trauma mata dengan penggunaan alat pelindung mata pada tukang las.

Feibai et al (2011, hlm. 1263) juga menyatakan bahwa pada tukang las yang mengalami trauma mata, sebanyak 84,7% karena tidak menggunakan alat pelindung mata. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harris (2011), pekerja pengelasan menduduki peringkat kedua dalam hal proporsi pekerja yang mengalami cidera mata. Sekitar 1390 kasus trauma mata disebabkan karena pajanan terhadap bunga api pengelasan.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka penulis melakukan penelitian mengenai

“Pengaruh Penggunaan Kacamata Pelindung Terhadap Trauma Mata Pada Pekerja Bengkel Las di Kecamatan Lubuk Pakam”.

2. METODE

Penelitian menggunakan rancangan Pra-eksperimental dengan penelitian one-group pre-post test design. Ciri tipe penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2014).

Peneliti akan memberikan tindakan Hand Massage terhadap tingkat kecemasan klien pre operasi

Dalam penelitian ini yang akan Penelitian ini meneliti pengaruh Hand Massage pada tingkat kecemasan klien pre operasi, dimana diberikan perlakuan tertentu dilakukan observasi pada saat pre-test, kemudian setelah perlakuan, dilakukan lagi untuk mengetahui sebab- akibat dari perlakuan. Pengujian sebab- akibat dilakukan dengan cara membandingkan hasil pre-test dan post- test (Nursalam, 2014).

(12)

8

3. HASIL

Analisa Univariat

Karakteristik Responden dalam penelitian ini berdasarkan umur dan jenis pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden di Rumah Sakit Patar Asih Lubuk Pakam Tahun 2021

Karakteristik responden berdasarkan umur pada tabel 3.1 menunjukkan sebagian besar responden pada kelompok kontrol dengan usia 21-25 tahun (43,8 %) sedangkan pada kelompok perlakuan sebagian besar juga berusia 21-25 tahun (43,8 %). Tingkat pendidikan pada tabel 4.1 menunjukkan pada kelompok kontrol sebagian besar dengan pendidikan SMA sebanyak 7 orang (43,8%) dan pada kelompok perlakuan sebagian besar juga berpendidikan SMA yaitu 8 orang (50%).

Tingkat kecemasan klien pre operasi sebelum dilakukan hand massage di Rumah Sakit Patar Asih Lubuk Pakam Tahun 2021

Hasil penelitian terhadap 20 orang responden berdasarkan tingkat kecemasan klien sebelum dilakukan hand massage dapat dilihat pada tabel 3.2 dibawah ini, yakni:

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Klien Pre Operasi Sebelum Dilakukan (pre test) Hand Massage di Rumah Sakit Patar Asih Lubuk Pakam Tahun 2021

Berdasarkan tabel 3.2 menunjukkan sebelum diberi perlakuan sebagian besar responden dengan tingkat kecemasan ringan, yaitu sebanyak 10 responden (62,5%) pada kelompok kontrol dan sebanyak 9

responden (56,3%) pada kelompok perlakuan.

Tingkat kecemasan klien pre operasi sesudah dilakukan hand massage di Rumah Sakit Patar Asih Lubuk Pakam Tahun 2021

Hasil penelitian terhadap 20 orang responden berdasarkan tingkat kecemasan klien sebelum dilakukan hand massage dapat dilihat pada tabel 3.3 dibawah ini, yakni:

Berdasarkan tabel 3.3 menunjukkan sesudah diberi perlakuan pada kelompok kontrol 1 pasien (6,3%) tidak cemas, 10 pasien (62,5%) dengan kecemasan ringan, 5 pasien (31,3%) dengan kecemasan sedang dan tidak ada yang mengalami kecemasan berat. Pada kelompok perlakuan 4 pasien (25,0%) tidak cemas, 11 pasien (68,8%) dengan kecemasan ringan, 1 pasien (6,3%) dengan kecemasan sedang dan tidak ada yang mengalami kecemasan berat.

Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh hand massage terhadap penurunan kecemasan pada pasien pre operasi. Analisa data terdiri dari uji normalitas data, uji beda independent t-test dan uji paired-sample t test, adapun hasilnya sebagai berikut:

Uji independent sample t test digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pada kelompok kontrol dan perlakuan, adapun hasil uji sebagai berikut:

Tabel 3.4 Hasil Uji Independent Sample t test

Hasil uji independent sample t test kecemasan pre test antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol diperoleh nilai sebesar 0,235 sedangkan sebesar 2,042, karena (0,235) <

(13)

9

(2,0,42) maka Ho diterima dan Ha

ditolak, artinya tidak ada perbedaan tingkat kecemasan pasien pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum diberikan perlakuan.

Hasil ini menunjukkan kondisi awal sebelum perlakuan pada kedua kelompok dengan tingkat kecemasan yang sama artinya kedua kelompok sebelum perlakuan dengan kondisi awal setara atau asas kesetaraan terpenuhi.

Hasil independent sample t test kecemasan post test antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol diperoleh nilai sebesar 2,293, sedangkan sebesar 2,042, karena (2,293) >

(2,042) maka Ho ditolak Ha diterima, artinya pada perbedaan tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sesudah diberikan perlakuan.

Uji paired-sample t test digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan, adapun hasil uji sebagai berikut:

Tabel 3.5 Hasil Uji Paired T Test

Hasil uji paired-sample t test kecemasan pre test dan post test kelompok kontrol diperoleh nilai sebesar 2,058, sedangkan sebesar 2,131, karena (2,058) <

(2,131) maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada perbedaan tingkat kecemasan pasien sebelum dan sesudah pada kelompok control. Hasill uji paired-sample t test kecemasan pre test dan post test kelompok perlakuan diperoleh nilai sebesar 9,303, sedangkan sebesar 2,131, karena (9,303) >

(2,131) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada perbedaan tingkat kecemasan pasien sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.

4. PEMBAHASAN

4.1 Tingkat Kecemasan Sebelum Hand Massage

Hasil penelitian menunjukkan baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dengan tingkat kecemasan yang sama, yaitu rata-rata

mengalami tingkat kecemasan ringan, yaitu sebanyak 10 responden (62,5%) pada kelompok kontrol dan sebanyak 9 responden (56,3%) pada kelompok perlakuam. Hal tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh (Mulyani, 2013) yang mengemukakan bahwa sebagian besar responden yang akan dilakukan pembedahan mengalami kecemasan ringan yaitu 52,5% dan 47,5% mengalami kecemasan sedang.

Munculnya kecemasan menjelang operasi adalah hal yang wajar. Hal ini sesuai dengan penjelasan Potter dan Perry (2006) bahwa respon psikologi yang biasanya terjadi pada pasien pre operasi yaitu kecemasan. Tindakan operasi berpotensi menimbulkan akan memikirkan kondisi dirinya sendiri, mereka akan memikirkan tentang kondisi selama diruang operasi sehingga hal ini dapat mempengaruhi kecemasan pada pasien pre operasi (Sriningsih dan Afriani, 2014).

Kecemasan yang terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat, menjadi bergantung dengan orang lain dan mungkin kematian. Tindakan pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang bisa membahayakan bagi pasien.

Maka seringkali pasien menunjukkan sikap yang berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami (Faradisi, 2012). Tingkat kecemasan seseorang berbeda-beda meskipun menghadapi permasalahan yang sama, tetapi kecemasan tersebut ada beberapa tingkatan atau level yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Stuart, 2007).

Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum yang dialami oleh seseorang, dimana kecemasan menunjukkan reaksi terhadap bahaya yang memperingatkan orang dari dalam secara naluri, bahwa adanya bahaya dan orang bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi tersebut (Carpenito, 2006).

Faktor - faktor yang mempengaruhi ketika pasien akan melakukan operasi diantaranya adalah tingkat pengetahuan, dukungan keluarga, faktor ekonomi dan faktor psikologis. Pengalaman atau

(14)

10

pengetahuan berhubungan dengan

perilaku yang didasari oleh pengetahuan dimana seseorang akan mengalami kecemasan dengan tidak mengetahui tentang operasi dan bagaimana prosesnya. Kecemasan dapat terjadi pada seseorang dengan pengetahuan rendah tentang proses operasi yang disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh (Notoatmodjo, 2010).

4.2 Tingkat Kecemasan Sesudah Hand Massage

Hasil penelitian menunjukkan sesudah diberi perlakuan pada kelompok perlakuan 4 pasien (25,0%) tidak cemas, 11 pasien (68,8%) dengan kecemasan ringan, 1 pasien (6,3%) dengan kecemasan sedang dan tidak ada yang mengalami kecemasan berat.

Pada kelompok kontrol 1 pasien (6,3%) tidak cemas, 10 pasien (62,5%) dengan kecemasan ringan, 5 pasien (31,3%) dengan kecemasan sedang dan tidak ada yang mengalami kecemasan berat.

Hasil penelitian menggambarkan pada kelompok kontrol tingkat kecemasan masih tetap, rata-rata cemas cenderung sedang atau meningkat.

Sedangkan pada kelompok perlakuan yang diberikan teknik relaksasi hand massage tingkat kecemasan cenderung turun ke cemas ringan dan berpotensi tidak cemas. Hal ini memberikan informasi bahwa pada kelompok perlakuan yang diberikan tindakan hand massage mampu memberika efek yaitu menurunkan kecemasan.

Liana (2008) dalam Pinandita et al.

(2012), pijat tangan disertai dengan menarik nafas dalam-dalam dapat mengurangi ketegangan fisik dan emosi, karena pijat tangan akan menghangatkan titik-titik masuk dan keluarnya energi pada meridian (saluran energy) yang berhubungan dengan organ-organ di dalam tubuh yang terletak pada jari tangan. Titik-titik refleksi pada tangan memberikan rangsangan secara refleks (spontan) pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan semacam gelombang kejut atau listrik menuju otak kemudian diproses dengan cepat dan diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energy

menjadi lancar. Relaksasi pijat tangan dapat mengendalikan dan mengembalikan emosi yang akan membuat tubuh menjadi rileks. Ketika tubuh dalam keadaan rileks, maka ketegangan pada otot berkurang yang kemudian akan mengurangi kecemasan (Yuliastuti, 2015).

Menurut Stuart (2007) teknik hand massage membantu tubuh, pikiran dan jiwa untuk mencapai relaksasi. Teknik hand massage juga merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Hal tersebut juga sesuai dengan penjelasan Ali dan Hasan (2010) yang mengemukakan bahwa hand massage adalag metode pengobatan yang efektif dalam mengurangi depresi dan gangguan kecemasan. Dan salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan adalah teknik relaksasi dan pijat tangan. Teknik hand massage merupakan cara yang sangat mudah untuk mengendalikan emosi. Emosi adalah seperti gelombang energy yang bergerak melalui badan, pikiran dan jiwa kita (Ma’rifah et al, 2015).

4.3 Pengaruh Hand Massage Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi

Setelah adanya perlakuan hand massage tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan mengalami penurunan yang signifikan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami penurunan yang signifikan. Pada kelompok kontrol rata-rata pre test sebesar 19,63 sedangkan post test sebesar 19,06 hal ini menunjukkan adanya penurunan yang sangat kecil sehingga penurunannya tidak signifikan.

Pada kelompok perlakuan rata-rata sebelum perlakuan sebesar 19,94 setelah perlakuan turun menjadi 16,19.

Hasil pengujian hipotesis (p<0,05) membuktikan hand massage signifikan menurunkan tingkat kecemasan menjelang operasi.

Penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi disebabkan karena hand massage. Hand massage akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi pada meridian (saluran

(15)

11

energi) yang berhubungan dengan

organ-organ di dalam tubuh serta emosi yang berkaitan yang terletak pada jari tangan kita (Liana, 2008 dalam Pinandita et al, 2012). Setiap jari tangan berhubungan dengan sikap sehari hari.

Ibu jari berhubungan dengan khawatir, jari telunjuk berhubungan dengan ketakutan, jari tengah berhubungan dengan kemarahan, jari manis berhubungan dengan kesedihan dan jari kelingking berhubungan rendah diri dan kecil hati (Hill, 2011). Titik-titik refleksi pada tangan memberikan rangsangan secara reflex (spontan) pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan semacam gelombang kejut atau listrik menuju otak kemudian diproses dengan cepat dan diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energy menjadi lancar (Liana, 2008 dalam Pinandita et al, 2012). Sumbatan di jalur energy tersebut merupakan perasaan yang tidak seimbang misalnya khawatir, kecemasan, marah, takut dan kesedihan yang dapat menghambat aliran energy yang dapat mengakibatkan perasaan tidak nyaman dalam tubuh (Hill, 2011).

Hand massage dapat mengendalikan dan mengembalikan emosi yang akan membuat tubuh menjadi rileks (Liana, 2008 dalam Pinandita et al, 2012).

Ketika tubuh dalam keadaan rileks, maka ketegangan pada otot berkurang yang kemudian akan mengurangi kecemasan (Yuliastuti, 2015).

Hasil tersebut didukung penelitiam Ma’rifah et al, (2015) tentang efektifitas hand massage terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post operasi section caesarea di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekardjo Purwokerto, dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa teknik hand massage mempunyai nilai efektifitas lebih baik dalam menurunkan nyeri post operasi section caesarea. Menurut penelitian Apriansyah et al, (2015) mengemukakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan pre operasi dengan derajat nyeri post operasi section caesarea.

Hubungan nyeri dan kecemasan bersifat kompleks. Nyeri dapat menimbulkan suatu perasaan cemas, tetapi cemas juga dapat meningkatkan persepsi nyeri.

Menurut Setyaningsih et al, (2013), faktor-faktor yang dapat menyebabkan kecemasan pasien pre operasi salah satunya takur terhadap nyeri. Faktor- faktor yang lain adalah takut terhadap kematian, takut tentang ketidaktahuan, takut terhadap deformitas dan ancaman lain terhadap citra tubuh, masalah financial, tanggung jawab terhadap keluarga, kewajiban keluarga.

5. KESIMPULAN

Pada kelompok kontrol sebelum (pre test) sebagian besar dengan tingkat kecemasan ringan dan setelah (post test) sebagian besar dengan tingkat kecemasan ringan dan sedang.

Pada kelompok perlakuan sebelum dilakukan pemberian hand massage (pre test), sebagian besar dengan tingkat kecemasan ringan dan sedang dan setelah perlakuan (post test) sebagian besar dengan tingkat kecemasan ringan dan tidak ada kecemasan.

Terdadap perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan hand massage terhadap penurunan kecemasan pada pasien pre operasi..

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Z. 2014. Efek Radiasi Pengion dan Non Pengion Pada Manusia.

Bulletin Alara, 5(2),99-112.

Angelina, C et al. 2010. Paparan Fisis Pencahayaan terhadap Mata dalam Kegiatan Pengelasan. Bogor.

Augsburger J.J et al. 2014.

General Ophthalmology. 19th ed. New York : McGraw- Hill.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 2016. Jumlah Kecelakaan Kerja Di Indonesia. Di kutip dari www.bpjsketenagakerjaan.go.id pada tanggal 10 Agustus 2020.

Boyce, William et al. 2009.

Elementary Differential Equations and Boundary Value Problems. New York.

Budiono Sugeng, R.M.S Jusuf, Andriana Pusparini. 2014. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.

Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Canadian Center For Occupational Health and Safety (CCOHS). 2008.

Radiation and The Effects of Eyes and

Skin. Di kutip dari

(16)

12

https://www.ccohs.ca/ pada tanggal 17

Agustus 2020.

Cantor, Lb et al. 2018. External Disease and Cornea Section 8. San Francisco : American Academy of Ophthalmology.

Budiono, Sugeng A.M. 2003.

Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang : Universitas Diponegoro.

Daniel, Vaughan. 2010.

Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta : Widya Medika Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pemberitahuan Tentang Pencegahan Kecelakaan Dalam Pekerjaan Pengelasan. Di kutip dari http://www.ilo.org/

Harris, P.M. 2011. Workplace Injuries Involving The Eyes. United States : Bureau Labor Statistic.

Ilyas, S et al. 2004. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-3.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ilyas, S et al. 2010. Anatomi dan Fisiologi Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

International Labour Organitation (ILO).

2014. Laporan Jumlah Data Kecelakaan Kerja. Di kutip dari http://www.ilo.org/

Jamsostek. 2011. Laporan Tahunan.

Jakarta : PT. Jamsostek

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Kecelakaan Kerja Industri. Di kutip dari https://www.kemkes.go.id/

Luo, Z et al. 2010. The Incidence of Intraocular Foreign Bodies and Other Intraocular Findings in Patients With Corneal Metal Foreign Bodies.

Ophthalmology.

Pratiwi, Y.S et al. 2015.

Gangguan Kesehatan Mata Pada Pekerja Di Bengkel Las Listrik. The Indonesian Journal Of Health Science, Vol 5 No. 2.

Rini, A.S. 2014 Pengaruh Intensitas Waktu Paparan Sinar Ultra Violet Terhadap Ketebalan Kornea.

Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

RISKESDAS. 2013. Prevalensi Cedera dan Penyebabnya. . Di kutip dari https://www.kemkes.go.id/

Salladin, K.S. 2006. Anatomy and Physiology : The Unity of Form and Function.

New York : McGraw-Hill. Seeley, R.R et al. 2006. Anatomy and Physiology. 7th ed. New York : McGraw- Hill. Suharno. 2008. Prinsip – Prinsip Teknologi dan Metalurgi Pengelasan Logam. Surakarta : UNS Press.

Suma’mur. 2013. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.

Jakarta : CV Sagung Seto

Tillman, C. 2007. Principles of Occupational Health and Hygiene, An Introduction, Association with The Australian Institute of Occupational Hygienist.

Tsenawatme, Aleks. 2014.

Pengaruh Kesehatan dan Keselamatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Studi pada Departemen Social Outreach and Local Development and Community Relations (CR). PT. Freeport Indonesia.

Di kutip dari

https://ejournal.unsrat.ac.id/

Wahyuni, Tri. 2012. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Konjungtivitis Fotoelektrik Pada Pekerja Pengelasan. Cilacap

Wiryosumarto, S et al. 2004.

Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta : PT. Pradya Paramita.

Yuli et al. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Malang : UMM Press.

(17)

13

GAMBARAN CEDERA KEPALA DENGAN MULTIPEL TRAUMA

EKSTRAKRANIAL DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2018 NI NYOMAN AYU TAMALA HARDIS1, RAYNALD IGNASIUS

GINTING2,ISIDORUS3, SABIRIN BERAMPU4

1234

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA TIGA FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

Jln. Sudirman No.38 Lubuk Pakam e-mail:[email protected]

Abstract

Head injury is the damage to the head, not congenital or degenerative in nature, but are caused by physical collisions or attack from the outside, which may reduce or change the consciousness which cause damage to cognitive ability and physical function. Multiple trauma may be defined as injuries on at least two organ systems that cause life-threatening conditions. More specifically, multiple trauma, is a syndrome of multiple injury with a fairly high degree of severity are accompanied by systemic reactions due to trauma that would later give rise to the occurrence of a malfunction or failure of an organ that is located far away and a vital organ systems that do not experience injury due to trauma directly. The purpose of this research is to know the description of head injuries with multiple trauma in extracranial was H. Adam Malik Medan. Here, including age, gender, and head injury with multiple types of extracranial trauma experienced. The method of this research was descriptive with retrospective design. Population and sample in this research are all patients who suffered head injuries with multiple trauma in extracranial was h. Adam Malik Medan, the total sampling methods in doing. The results of this study indicate the age of the most widely experienced a head injury with multiple extracranial trauma is in the age group 17-25 years (26%) and are often found in males with 80.7%. Most types of injuries are head injuries with musculoskeletal injuries by 78%.

Keywords:

head injury, multiple trauma injuries extracranial

(18)

14

1.PENDAHULUAN

Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung mengenai kepala dan megakibatkan fungsi neurologis. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan. Lebih dari 80% penderita cedera yang datang ke ruang emergensi selalu disertai dengan cedera kepala. Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda, dan penyebrang jalan yang ditabrak.

Sisanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olahraga, dan korban kekerasan.

Cedera kepala mencakup trauma pada kulit kepala, tengkorak (kranium dan tulang wajah), atau otak. Keparahan cedera berhubungan dengan tingkat kerusakan awal otak dan patologi sekunder yang terkait. Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15-44 tahun-an lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Perbandingan kejadian cedera kepala antara laki-laki dan perempuan adalah 2-2, 8 :1, sebagian besar korban mengalami cedera kepala ringan (80%), cedera kepala sedang (10%) dan cedera kepala berat (10%).

Menurut World Health Organization (WHO) sekitar 16.000 orang meninggal diseluruh dunia yang diakibatkan oleh semua jenis cedera. Cedera mewakili sekitar 12%

dari beban keselurah penyakit, sehingga cedera penyebab penting ketiga kematian secara keseluruhan.

Kecelakaan lalu lintas didunia pada tahun 2009 telah merenggut satu juta orang setiap tahunnya sampai sekarang dan dari 50 juta orang mengalami luka dengan sebagian besar korbannya adalah pemakai jalan yang rentan seperti pejalan

kaki, pengendara sepeda motor, anak- anak dan penumpang.

Luka trauma adalah suatu keadaan yang mencederai fisik pada tubuh tiba-tiba yang disebabkan oleh kekuatan mekanik dan umumnya terjadi

pada kecelakaan kendaraan bermotor, tergelincir dan jatuh, kegiatan olahraga, kecelakaan industri, serangan, dan zona perang.

Menurut Trauma Audit and Research Network (TARN) database, multitrauma melibatkan hasil cedera kepala yang signifikan pada risiko tertinggi mortalitas di antara semua pasien multitrauma dan dari semua pasien cedera kepala, sekitar sepertiga dianggap memiliki menderita multitrauma. Yang penting, terjadinya multitrauma sering menciptakan tantangan yang signifikan bagi para profesional medis bila dibandingkan dengan monotrauma (yaitu, cedera pada salah satu wilayah tubuh), sebagian besar karena potensi gabungan dan interaktif patofisiologi antara sistem organ yang berbeda. Secara khusus, pasien multitrauma dengan Traumatic Brain Injury mungkin beresiko lebih besar menderita efek samping dari dan/atau proses interaktif gabungan tersebut, terutama mengingat terisolasi Traumatic Brain Injury sendiri adalah suatu kondisi dengan patofisiologi yang kompleks yang melekat dan berisiko tinggi untuk cacat.

Angka kejadian baru kasus

cedera kepala di Amerika Serikat

berkisar antara 132-367 per 100.000

penduduk per tahunnya, dengan

kelompok korban tertinggi adalah

populasi remaja sampai dewasa

muda. Insiden cedera kepala di

Eropa pada tahun 2010 adalah 500

per100.000 populasi.Insiden cedera

kepala di Inggris pada tahun 2005

adalah 400 per 100.000 pasien per

tahun.Gururaj et al pada tahun 2004

mendapatkan bahwa insiden cedera

(19)

15 kepala di India setiap tahunnya

adalah 160 per100.000 populasi.

Di Indonesia sendiri angka kecelakaan lalu lintas masih cukup tinggi. Pada tahun 2003 kasus cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 13.399 kejadian.

Dari jumlah yang ada sebanyak 9.865 orang meninggal dunia, 6.142 orang cedera berat dan 8.694 cedera ringan. Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat, dan merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat darurat rumah sakit.

Penanganan trauma merupakan salah satu tantangan utama pelayanan kesehatan saat ini. Dokter harus menilai secara objektif keparahan cedera, sehingga diperlukan sebuah sistem yang menyatukan deskripsi dan kuantifikasi cedera. Penilaian cedera sebagai proses kuantifikasi dampak trauma dimulai tahun 1969 oleh American Association for Automotive Safety, yaitu Abbreviated Injury Score (AIS), dan terus mengalami perkembangan.

Sistem penilaian trauma mencoba menerjemahkan keparahan cedera menjadi angka, harus dapat digunakan di lapangan sebelum pasien sampai ke rumah sakit untuk keputusan rujukan serta untuk mengambil keputusan di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pengukuran tingkat keparahan cedera merupakan prasyarat penting terhadap penanganan trauma yang efektif.

Terdapat tiga tipe sistem penilaian trauma. Tipe pertama berdasarkan anatomi; tergantung deskripsi cedera. Tipe kedua berdasarkan fisiologi; didapat dari observasi dan pengukuran tanda- tanda vital untuk menentukan tingkat penurunan fisiologis akibat

cedera. Tipe ketiga adalah kombinasi sistem penilaian anatomis dan fisiologis.

Keterbatasan yang signifikan dalam beberapa desain studi ini terletak pada variabel, seringkali ambigu pada definisi dan pemisahan lokasi cedera dan tingkat keparahan.

Meskipun banyak telah memanfaatkan konvensional GCS dan skor AIS untuk menentukan keparahan cedera pada saat masuk, seringkali gagal untuk memisahkan hasil berdasarkan lokasi cedera ekstrakranial dan berbagai kombinasi GCS dan AIS skor.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengambil judul “Gambaran Cedera Kepala dengan Multipel Trauma Ekstrakranial di RSUP Haji Adam Malik Medan”, karena data insiden Cedera Kepala dengan Multipel Trauma Ekstrakranial tidak ada di Medan dan peneliti memilih RSUP Hajii Adam Malik sebagai lokasi penelitian karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit yang terbesar di kota Medan dengan prevalensi perawatan penderita cedera kepala yang cukup besar dan meningkat dari tahun ke tahun.

2. METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah pendekatan retrospektif dimana data yang diambil merupakan data-data yang telah ada sebelumnya.

Penelitian ini akan dilakukan

berdasarkan data rekam medis yang

didapatkan yaitu dari Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik, Kota

Medan. Penelitian ini akan dilakukan

dengan mengumpulkan data pasien

yang mengalami cedera kepala

dengan multipel trauma

ekstrakranial di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan.

(20)

16

3. HASIL

Deskripsi Karakteristik Sampel Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 150 pasien

cedera kepala dengan

multipeltrauma ekstrakranial yang dilihat berdasarkan rekam medis, dimana laki-laki berjumlah 121 orang dan perempuan berjumlah 29 orang. Distribusi frekuensi penderita

cedera kepala dengan

multipeltrauma ekstrakranial berdasarkan karakteristik yang diamati adalah Usia, Jenis Kelamin, dan jenis multipel trauma ekstrakranial yang dialami disertai dengan cedera kepala.

Distribusi Sampel Berdasarkan Usia

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia di RSUP. H.

Adam Malik

Berdasarkan usia, penderita

cedera kepala dengan

multipeltrauma ektrakranial paling banyak berusia 17 tahun sampai 25 tahun (Masa Remaja Akhir) dengan jumlah penderita sebanyak 39 orang (26%) diikuti dengan penderita yang berusia 36 tahun sampai 45 tahun (Masa Dewasa Akhir) sebanyak 23 orang (15,3%), penderita berusia 12 tahun sampai 16 tahun (Masa Remaja Awal) sebanyak 23 orang (15,3%), penderita berusia 46 sampai 55 tahun (Masa Lansia Awal) sebanyak 23 orang (15,3), penderita

berusia 26 tahun sampai 35 tahun (Masa Dewasa Awal) sebanyak 15 orang (10%),penderita berusia 56 sampai

65 tahun (Masa Lansia Akhir) sebanyak 12 orang (8%), penderita berusia 5 tahun sampai 11 tahun (Masa Kanak-Kanak) sebanyak 10 orang (6,7%), penderita berusia lebih dari 65 tahun (Masa Manula) sebanyak 4orang (2,7%), dan yang terakhir penderita berusia 0 tahun sampai 5 tahun (Masa Balita) sebanyak 1 orang (0,7%).

Tabel diatas memperlihatkan

frekuensi cedera kepala dengan

multiplel trauma ekstrakranial

berdasarkan jenis kelamin. Dari

diagram tersebut diketahui bahwa

sebagian besar penderita berjenis

kelamin laki-laki yaitu sebanyak 121

orang ( 80,67% ).

(21)

17 Dari tabel di atas dapat dilihat

bahwa distribusi proporsi penderita

Cedera Kepala dengan

Multipeltrauma Ekstrakranial di RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan klasifikasi cedera kepala dengan multipeltrauma ektrakranial yang terbanyak adalah pada cedera kepala dengan cedera muskuloskeletal yaitu 117 orang (78%), diikuti dengan penderita cedera kepala dengan cedera toraks sebanyak 23 orang (15,3%), penderita cedera kepala dengan cedera abdomen sebanyak 3 orang (2%), %), penderita cedera kepala dengan cedera abdomen dan musculoskeletal sebanyak 3 orang (2%), penderita cedera kepala dengan cedera toraks dan musculoskeletal sebanyak 3 orang (2%), kemudian yang terakhir yaitu penderita cedera kepala dengan cedera abdomen dan toraks sebanyak 1 orang (0,7%).

4. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, didapatkan jumlah kasus cedera kepala dengan multipeltrauma ekstrakranial sebanyak 150 kasus selama periode tahun 2013-2014 yang memenuhi kriteria yaitu data rekam medis yang lengkap di Departemen Bedah Saraf RSUP Haji Adam Malik Medan.

Dari 150 orang penderita

cedera kepala dengan

multipeltrauma ekstrakranial yang terbanyak adalah laki-laki dengan persentase sebesar 80,67 %, dimana penderita dengan jenis kelamin laki- laki paling banyak terjadi di usia muda (dibawah 40 tahun).

Hal ini terjadi karena laki-laki mempunyai mobilitas yang paling tinggi daripada perempuan, terutama laki-laki pada usia produktif. Sedangkan penderita dengan jenis kelamin perempuan hanya berjumlah sebesar 19,3 %.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Verro Ratuwalangon, Laurens T. B. Kalesaran, Jimmy Panelewen, dan Heber B. Sapan di RSUP Prof.Dr. R.D. Kandou Manado bahwa penderita multitrauma lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki (66,7%) dibandingkan dengan perempuan (33,3%).53 Hal ini juga sesuai dengan penelitian yag dilakukan Jimmy Koan, Laurens T. B.

Kalesaran, dan Heber B. Sapan yang dikutip dari Jurnal Perubahan nilai laktat serum dan nilai leukosit pasca penanganan pasien multitrauma ditemukan bahwa penderita multitrauma lebih banyak pada jenis kelamin laki- laki (75%) dibandingkan dengan perempuan (25%).

Hal tersebut dikarenakan pria mempunyai tingkat mobilitas lebih tinggi daripada perempuan, dimana pria pada umumnya merupakan tulang punggung keluarga. Selain itu pria juga yang paling banyak mengendarai kendaraan di jalan raya, dimana salah satu penyebab paling sering dari cedera kepala dengan multipeltrauma ekstrakranial adalah kecelakaan lalu lintas.

Penderita cedera kepala dengan

multipeltrauma ekstrakranial paling

banyak dijumpai pada kelompok usia

17 tahun sampai 25 tahun yaitu

sebanyak 39 orang (26%). Hal ini

terjadi karena laki-laki mempunyai

mobilitas yang paling tinggi daripada

perempuan, terutama laki-laki pada

(22)

18 usia produktif. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh P.J Hughes dan B. Bolton Maggs dari rumah sakit St. Helen dan Whiston Australia bahwa cedera kepala dengan multitrauma paling banyak terjadi pada usia dibawah 40 tahun akibat kecelakaan lalu lintas.55 Jumlah penderita cedera kepala dengan multipeltrauma ekstrakranial paling sedikit dari kelompok usia 0 sampai 5 tahun, yaitu hanya sebanyak 1 orang (0,7%), karena usia yang masih muda maka pada umumnya mobilitas seseorang belum terlalu aktif seperti pada usia produktif sehingga resiko terkena cedera kepala dengan multipel trauma ekstrakranial relatif kecil.

Berdasarkan cedera kepala dengan jenis multipeltrauma ekstrakranial didapat bahwa sebagian besar cedera kepala dengan multipeltrauma ekstrakranial paling banyak dijumpai yaitu cedera

kepala dengan cedera

muskuloskeletal yaitu sebanyak 117 orang (78%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh the German Trauma Registry Group yang dikutip dari Jurnal Epidemiology of extremity injuries in multiple trauma patients, dimana penelitian tersebut didapat bahwa lebih dari separuh 24,885 pasien (58.6%) menderita cedera ekstremitas.

5. KESIMPULAN

Dari 150 sampel cedera kepala

dengan multipeltrauma

ekstrakranial, jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 121 sampel (80,67 %).

Dari 150 sampel cedera kepala

dengan multipeltrauma

ekstrakranial, kelompok usia paling banyak terdapat pada kelompok yang berusia 17 tahun sampai 25 tahun (Masa Remaja Akhir) dengan jumlah penderita sebanyak 39 orang (26%).

Pasien yang datang ke RSUP Haji Adam Malik dengan diagnosis cedera pada kepala dengan multipeltrauma ekstrakranial berdasarkan klasifikasi

cedera kepala dengan

multipeltrauma ektrakranial yang terbanyak adalah pada pasien cedera

kepala dengan cedera

muskuloskeletal yaitu sebanyak 117 orang (78%).

6.

DAFTAR PUSTAKA

Sjahrir, H., Ilmu Penyakit Saraf, Neurologi Khusus, USU Press, Medan.1994.

Japardi. S., Cedera Kepala.

PT. Bhuana Ilmu Populer

Kelompok Gramedia,

Medan.2004.

Stuart J. McDonald1*, Mujun Sun2, Denes V. Agoston3 and Sandy R. Shultz2. McDonald et al.

Journal of

Neuroinflammation.2016.

13:90DOI 10.1186/s12974-016- 0555-1

Ekapurnama. Asuhan Keperawatan dengan Klien Cedera Kepala Berat. Available from

http://digilib.unimus.ac.id/files/di sk1/108/jtptunimus-gdl-

ekapurnama-5391-1-babi.pdf Jagoda, A, Bruns Jr, J, Leon-Carrisons, J, et al. 2006, Brain Injury Treatment: Theories and Practice, Taylor & Francis, New York.

Wahyudi, Slamet. Faktor resiko yang berhubungan dengan tingkat keparahan cidera kepala (studi kasus pada korban kecelakaan lalu lintas pengendara sepeda motor di RSUD Karanganyar). Unnes Journal of Public Health, ISSN 22526781.

2012

(23)

19 Dobscha SK, Clark ME,

Morasco BJ, Freeman M, Campbell R, Helfand M. Systematic review of the literature on pain in patients with polytrauma including traumatic brain injury.

Pain Med. 2009;10:1200–17.

Lecky FE, Bouamra O, Woodford M, Alexandrescu R, O’Brien SJ. Epidemiology of polytrauma. In: Pape HC, Peitzman A, Schwab CW, Giannoudis PV, editors. Damage control management in the polytrauma patient. New York:

Springer; 2010. p. 13–23.

Blennow K, Hardy J, Zetterberg H. The neuropathology and neurobiology of traumatic brain injury. Neuron.

2012;76:886–99.

Nurfaise. Hubungan Derajat

Cedera Kepala Dan Gambaran CT

Scan Pada Penderita Cedera

Kepala Di RSU dr.Soedarso

Periode Mei – Juli 2012. 2012.

(24)

20

HUBUNGAN PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN SISTEM ALIRAN RENDAH DENGAN STATUS FISIOLOGIS (REVISED TRAUMA SCORE) PADA PASIEN

TRAUMA DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2019 Fredy Kalvind Tarigan1, Dian Anggriyanti2, Iskandar Markus3

Evan Suhari Harahap4

1234

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA TIGA Fakultas keperawatan dan fisioterapi

Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam Jl. Sudirman No.38 Lubuk Pakam

email : [email protected]

Abstract

Giving oxygenation therapy is very necessary to be done in trauma patients with clinical manifestations in general are shortness of breath to decreased consciousness that can affect the physiological status of trauma patients. To determine the relationship of low-flow oxygen system therapy with physiological status (Revised Trauma Score) in trauma patients at Ulin Hospital Banjarmasin.

This study uses a correlational method, with cross sectional design and sampling techniques with accidental sampling. The research sample consisted of 43 people. Data collection techniques using the method of observation and calculation of the Revised Trauma Score and analyzed using the Chi Square Test.

There is a relationship between low-flow system oxygen therapy with physiological status (Revised Trauma Score) in trauma patients at Ulin Hospital Banjarmasin, with a p value (0,000) a <0.05.Giving low flow system oxygen therapy with nasal cannula leads to mild physiological status and administration with non-rebreathing facemasks leads to serious physiological status. The need for further research with control factors that can influence physiological status and trauma specifications are more focused.

Keywords: Oxygen therapy, physiological status (revised trauma score),

Trauma

(25)

21

1.PENDAHULUAN

Kecelakaan lalu lintas dalam berkendara sering terjadi merupakan masalah yang memerlukan penanganan serius mengingat dampak besar yang ditimbulkan dan merupakan salah satu penyebab tertinggi kejadian trauma.

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI (2013), secara nasional kasus cedera mengalami peningkatan prevalensi cedera di tahun 2013 dibanding 2007. Trauma adalah penyebab terbesar ketiga kematian dan kecacatan diseluruh dunia terutama usia dekade ke empat di negara berkembang lebih dari 5 juta orang meninggal akibat trauma lebih dari 90% tejadi di Negara berkembang (Salim, 2015). Berdasarkan laporan tahunan penyakit di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Ulin Banjarmasin dalam periode tiga tahun terakhir (2016-2018) tak kurang dari 400 trauma setiap tahunnya terjadi.

Menurut Morton dkk (2012), jenis trauma meliputi trauma kepala (traumatic brain injury), trauma servikal, trauma tulang belakang, trauma dada, trauma abdomen, dan trauma musculoskeletal. Perlunya pengkajian awal dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat untuk mendapat pengkajian dan riwayat lengkap sebagai evaluasi awal dalam penatalaksaan pasien trauma. Primary survey harus dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 2-5 menit dan secondary survey dilakukan apabila penderita stabil.

Breathing salah satu pemeriksaan pada primary survey, Breathing atau fungsi respirasi pada pasien trauma merupakan intervensi penting saat penatalaksanaan pasien trauma. Fungsi respirasi merupakan fungsi yang menjamin kebutuhan oksigenasi pada otak yang sedang mengalami trauma (Bruijns et al., 2014).

Fungsi respirasi berkaitan dengan status fisiologis seseorang, ketika salah satu fungsi terganggu maka status fisiologis seseorang akan berubah.

Frekuensi pernafasan merupakan salah satu komponen tanda vital, yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui kondisi pasien, terutama kondisi pasien kritis (Muttaqin, 2014; Smith & Roberts, 2011).

Pada kondisi yang menurun apalagi kritis penting sekali pemberian terapi oksigen dilakukan untuk mempertahankan fungsi pernafasan.

Status fisiologis yang berubah

akibat trauma apabila tidak ditangani dan diketahui dengan awal akan berdampak buruk hingga kematian.

Untuk menilai bagaimana kondisi suatu trauma dapat diukur salah satunya dengan penilaian fiiologis revised trauma score yang mana revised trauma score telah divalidasi sebagai metode penilaian untuk membedakan pasien dengan prognosis baik dan buruk. Penilaian RTS dapat mengidentifikasi lebih dari 97%

orang yang akan meninggal jika tidak mendapat perawatan dan kemampuan RTS dalam menentukan kondisi yang membahayakan jiwa adalah 76,9%

dengan menilai tiga hal terkait fungsi sistem yaitu kesadaran (GCS), Frekuensi nafas dan tekanan darah sistolik (Irawan et al., 2010).

dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RSUP Haji Adam Malik Medan didapatkan kasus trauma yang cukup tinggi di awal tahun 2019 sebanyak 53 orang, 6 dari 8 pasien yang masuk ke Intalasi Gawat Darurat RSUP Haji Adam Malik Medan diantaranya belum dilakukan penilaian RTS dan 5 dari 8 pasien trauma mendapat pemberian terapi oksigen, terapi diberikan dengan aliran rendah dengan menggunakan 2 jenis alat terapi oksigen yaitu nasal kanula dan sungkup muka dengan kantong non-rebreathing.

2. METODE

Jenis penelitian ini adalah analitik korelasional dengan menggunakan desain cross-sectional yang bertujuan untuk menganalisa hubungan pemberian terapi oksigen sistem aliran rendah dengan status fisiologis revised trauma score pada pasien trauma di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan menggunakan tehnik accidental sampling.

3. HASIL

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan peneliti pada tanggal Februari-Juli 2019 di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUP Haji Adam

(26)

22

Malik Medan Karakteristik meliputi

sebagai berikut :

Tabel 1 Umur klien di ruang RSUP Haji Adam Malik Medan

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa umur terbanyak dari kelompok umur 26 – 45 tahun yaitu berjumlah 19 orang

(44,2%) dan terkecil di kelompok umur 5 – 11

tahun yaitu berjumlah 1 orang (2,3%).

Tabel 2 Jenis kelamin klien di ruang IGD RSUP Haji Adam Malik Medan

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa jenis kelamin terbanyak yaitu jenis kelamin laki-laki berjumlah 25 orang (58,1%) dan terkecil jenis kelamin perempuan berjumlah 18 orang (41,9%).

Tabel 3 Tingkat Pendidikan klien di ruang IGD RSUP Haji Adam Malik Medan

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan terbanyak yaitu SMA/Sederajat berjumlah 41,9%

dan terkecil yaitu tidak sekolah berjumlah 4,7%.

Tabel 4 Pekerjaan klien di ruang IGD RSUP Haji Adam Malik Medan

orang (41,9%) dan terkecil yaitu PNS berjumlah 4 orang (9,3%).

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Pemberian Terapi Oksigen Sistem Aliran Rendah pada Pasien Trauma di IGD RSUP Haji Adam Malik Medan.

No

. Alat pemberian terapi

oksigen

f Persentas e (%) 1. Nasal kanul (3-4

liter/menit)

20 46,5

% 2. Sungkup muka non-

rebreathing (10 liter/menit) 23 53,5

%

Total 43 100

% Menurut tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian terapi oksigen sistem aliran rendah baik menggunakan nasal kanul atau sungkup muka non-rebreathing selisih tiga orang atau tidak terlalu jauh berbedaannya.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk a,b, dan d telah sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 27, dimana Koperasi mengakui pendapatan yang berasal dari usaha

Dengan demikian pengetahuan tentang dokumentasi sangat diperlukan untuk menunjang tercapainya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan, semakain rendahnya pengetahuan

Selain itu, responden yang sebagian besar merupakan remaja pada fase remaja awal masih memiliki kemampuan yang terbatas dalam mencerna dan mengolah informasi dari

Hal ini disesuaikan dengan target market utama DDP Cozy Auto Salon terutama para pengendara mobil Untuk menjalankan bisnis ini harus memiliki sistem pengawasan dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa se- cara simultan variabel kepemimpinan instruktif, kepemimpinan konsultatif, ke- pemimpinan partisipatif dan kepemim- pinan delegatif

perencanaan lesson study, pelaksanaan lesson study dan evaluasi lesson study serta peningkatan kompetensi pedagogik guru kimia di SMA Negeri 2 Metro berdasarkan

Orang Huaulu di Seram Utara, Maluku Tengah memiliki beberapa jenis rumah, antara lain a) Rumah pamali adalah sebuah bangunan kecil yang fungsinya sebagai

Menentukan farak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan negatif,4. Menetukan nilai preferensi untuk