• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN SEKS UNTUK SISWA SD KELAS ATAS SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN SEKS UNTUK SISWA SD KELAS ATAS SKRIPSI"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN SEKS

UNTUK SISWA SD KELAS ATAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Dwi Rukun Istanto NIM: 131134129

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

TUHAN YANG MAHA ESA.

Kedua orang tua saya:

Bapak Sardi Atmoko dan Ibu Sulami yang selalu memberikan doa, semangat, restu, dan dukungan kepada saya.

Kakak saya Eko Yulianto yang selalu memberikan semangat dan doa.

Pak Damai dan Ibu Erlita selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan untuk saya menyelesaikan skripsi.

Sahabat dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran dalam pembuatan skripsi ini.

Keluarga besar PGSD Universitas Sanata Dharma angkatan 2013 yang telah berjuang bersama.

(5)

v MOTTO

Karunia Allah yang paling lengkap adalah kehidupan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan.

-Ali bi Abi Thalib-

Saat-saat paling menyeramkan adalah saat dimana anda belum memulai sesuatu.

-Stephen King-

Satu-satunya hal yang harus kita takuti adalah ketakutan itu sendiri.

-Franklin D.Rooselvet-

Cobalah untuk tidak menjadi orang sukses, melainkan mencoba menjadi orang yang berharga.

-Albert Einstein-

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan, jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh kesadaran.

-James Thurber-

Learn From Yesterday, Live From Today, And Hope For Tommorow (Belajar dari masa lalu, hidup untuk masa kini, dan berharap untuk masa yang

akan datang.) -Albert Eistein-

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Februari 2019 Peneliti

Dwi Rukun Istanto

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Dwi Rukun Istanto

Nomor Mahasiswa : 131134129

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Seks untuk Siswa SD Kelas Atas

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 27 Februari 2019 Yang menyatakan

Dwi Rukun Istanto

(8)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR BERBASIS PENDIDIKAN SEKS

UNTUK SISWA SD KELAS ATAS Dwi Rukun Istanto

Universitas Sanata Dharma 2019

Pendidikan seks merupakan pendidikan yang penting diberikan sejak dini terutama untuk siswa sekolah dasar. Pemberian pendidikan seks dapat dilakukan dengan memberikan buku bacaan yang tepat untuk siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan produk buku cerita bergambar berbasis pendidikan seks dan mengetahui kualitas dari produk tersebut.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian pengambangan (Research and Development atau R n D). Prosedur pengembangan pada penelitian ini menggunakan prosedur pengembangan menurut Sugiyono, yang telah dimodifikasi menjadi 7 langkah yaitu: (1) penelitian dan pengumpulan informasi awal, (2) perencanaan, (3) pengembangan produk awal, (4) uji coba awal, (5) revisi produk, (6) uji coba lapangan, dan (7) revisi produk akhir. Instrumen dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data. Data berupa hasil penilaian mengenai kualitas produk dan komentar serta saran untuk merevisi produk buku cerita tersebut. Pedoman wawancara digunakan untuk analisis kebutuhan yang diajukan kepada guru kelas 5 SD Negeri Karangmloko 2, sedangkan kuesioner digunakan untuk validasi kualitas produk oleh pakar ahli, guru kelas 5 SD Negeri Karangmloko 2, dan 10 siswa kelas 5 SD Negeri Karangmloko 2 sebagai subjek uji coba.

Berdasarkan hasil validasi yaitu, (1) validasi pakar ahli memperoleh skor 4,45 (2) validasi guru kelas 5 SD Negeri Karangmloko 2 memperoleh skor 4,45 dan (3) validasi subjek uji coba dengan skor memperoleh skor 4,65. Rerata skor validasi yaitu 4,51 dengan kategori “Sangat Baik” berdasarkan kriteria skala lima Sukardjo. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menunjukan produk buku cerita bergambar yang dikembangkan layak untuk digunakan.

Kata Kunci : pengembangan, buku cerita bergambar, pendidikan seks

(9)

ix ABSTRACT

THE DEVELOPMENTOF ILLUSTRATED STORY BOOK BASED ON SEX EDUCATION

FOR HIGHER GRADE STUDENTS IN ELEMENTARY SCHOOL

Dwi Rukun Istanto Sanata Dharma University

2019

Sex education is an education that important taught in early age especially for elementary school students. The teaching of sex education can be done by giving exact literature for the students. The aim of this study is to produce a product which is illustrated story book based on the sex education and to know the quality of the product.

This study is a Research and Development (R and D). The procedure of the research uses the development procedure of Sugiyono, that has been modified into seven steps, which are: (1) doing research and gathering initial information, (2) planning, (3) developing initial product, (4) doing initial trial, (5) revising product, (6) doing field trial, (7) revising final product. The instruments of the study are the interview guidelines and questioner which is used to collect the data.

The data is the assessment result of the product quality and the comment as well suggestion to revise the product of pictorial book story. The interview guideline is used to analyze the need given to the fifth grade teacher of SD Negeri Karangmloko 2; whereas the questioner is used to validate the product quality by the expert, the fifth grade teacher of SD Negeri Karangmloko 2, and 10 fifth grade students of SD Negeri Karangmloko 2 as the subject trial.

The results of the validation are (1) the validation score of the expert is 4.45; (2) the validation score from the fifth grade teacher of SD Negeri Karangmloko 2 is 4.45; and (3) the validation score from the subject trial is 4.65.

The average of the validation is 4.51 which is categorized as “Very Good” based on five scale of Sukardjo . So it can be concluded that this study shows that the product of illustrated story book being developed is suitable to be used.

Keywords: development, illustrated story book, sex education.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatNYA peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul

“Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Seks untuk Siswa SD Kelas Atas” yang dibuat tanpa hambatan yang berarti. Skripsi yang peneliti susun ini guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu dan Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyadari bahwa dalam proses pembuatan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka dari itu perkenankanlah peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi PGSD.

3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd selaku Wakil Ketua Program Studi PGSD.

4. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah membimbing dan memberi dukungan serta semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

5. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah membimbing dan memberikan dukungan serta semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

6. Dosen-dosen PGSD Sanata Dharma yang ikut berpartisipasi.

7. Para validator yang telah berkenan membantu memvalidasi produk.

8. Tatik Ambarwati, S.Pd.SD. selaku Kepala Sekolah SD Negeri Karangmloko2 yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah.

9. Guru Kelas 5 SD Negeri Karangmloko2 yang telah berkenan untuk membantu peneliti dalam melakukan analisis kebutuhan dan validasi buku cerita bergambar.

10. Seluruh siswa kelas 5 SD Negeri Karangmloko 2 yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

11. Kedua orang tua saya, Bapak Sardi dan Ibu Sulami yang selalu memberikan doa, semangat, restu, dan dukungan.

12. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan semangat dan nasihat.

13. Keluarga Besar PGSD Sanata Dharma angkatan 2013 dan semua yang pernah berdinamika selama masa perkuliahan.

14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk bantuan dan dukungan.

(11)

xi

Peneliti sangat menyadari bahwa pada penelitian ini masih terjadi banyak kekurangan. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun supaya penelitian ini menjadi lebih baik dan berguna bagi yang membutuhkan. Akhir kata peneliti mengucapkan terimakasih.

Yogyakarta, 27 Februari 2019 Peneliti

Dwi Rukun Istanto

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Definisi Operasional ... 6

1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.1.1 Pendidikan Seks ... 8

2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Seks ... 8 2.1.1.2 Pentingnya Pengetahuan Pendidikan Seks bagi

(13)

xiii

Anak ... 9

2.1.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Memasuki Remaja……… 11

2.1.2.1 Perkembangan……….. 11

2.1.2.2 Masa Usia Sekolah Dasar……… 12

2.1.2.3 Perkembangan Intelektual Anak……….. 14

2.1.2.4 Perkembangan Sosial………... 17

2.1.2.5 Perkembangan Emosi……….. 17

2.1.2.6 Perkembangan Anak Memasuki Masa Remaja………... 18

2.1.2.7 Perkembangan Minat pada Seks……….. 20

2.1.3 Media Pembelajaran ... 22

2.1.3.1 Pengertian Media Pembelajaran ... 22

2.1.3.2 Jenis-jenis Media ... 22

2.1.3.3 Tujuan Pemanfaatan Media Pembelajaran ... 23

2.1.3.4 Kriteria Dasar dalam Pemilihan Media Pembelajaran... 25

2.1.4 Buku Cerita Bergambar ... 29

2.1.4.1 Pengertian Buku Cerita Bergambar ... 29

2.1.4.2 Manfaat Buku Cerita Bergambar……….. 32

2.1.5 Gerakan Literasi Sekolah... 33

2.2 Penelitian yang Relevan ... 35

2.3 Kerangka Berpikir ... 36

2.4 Pernyataan Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN... 39

3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Prosedur Pengembangan ... 40

3.3 Uji Coba Terbatas ... 43

3.3.1 Desain Uji Coba Terbatas ... 43

3.3.2 Subjek Uji Coba Terbatas ... 43

3.3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.3.4 Instrumen Penelitian ... 44

3.3.5 Teknik Analisis Data ... 48

(14)

xiv

3.3.5.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ... 48

3.3.5.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Analisis Kebutuhan ... 53

4.2 Deskripsi Produk Awal... 55

4.2.1 Sampul Buku Cerita Bergambar ... 55

4.2.2 Isi Buku Cerita Bergambar ... 56

4.2.2.1 Kata Pengantar ... 56

4.2.2.2 Perkenalan Tokoh ... 56

4.2.2.3 Isi Buku ... 56

4.2.2.4 Refleksi ... 57

4.2.2.5 Biodata Penulis ... 57

4.3 Data Uji Coba dan Revisi ... 57

4.3.1 Data Validasi Ahli media dan Revisi Produk ... 58

4.3.2 Data Validasi Guru SD dan Revisi Produk ... 59

4.3.3 Data Uji Coba Terbatas dan Revisi Produk ... 60

4.4 Kajian Produk akhir dan Pembahasan ... 63

4.4.1 Sampul Buku Cerita Bergambar ... 64

4.4.2 Isi Buku Cerita Bergambar ... 64

4.4.3 Pembahasan ... 89

BAB V PENUTUP ... 96

5.1 Kesimpulan ... 96

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 97

5.3 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99

LAMPIRAN ... 101

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi wawancara untuk guru SD kelas 5 ... 45

Tabel 3.2 Acuan skor kuesioner untuk guru SD kelas 5 ... 46

Tabel 3.3 Kisi-kisi uji validasi untuk ahli media dan guru SD kelas 5 ... 47

Tabel 3.4 Kisi-kisi uji validasi untuk siswa SD kelas atas ... 48

Tabel 3.5 Rumus Persentase Kelayakan Produk ... 49

Tabel 3.6 Konversi nilai skala lima menurut Sukardjo ... 49

Tabel 3.7 Kriteria Skala Lima (Sukardjo, 2008: 101) ... 52

Tabel 4.1 Rangkuman hasil wawancara guru SD kelas 5 ... 54

Tabel 4.2 Komentar dan revisi ahli media ... 58

Tabel 4.3 Komentar dan revisi guru SD kelas 5 ... 60

Tabel 4.4 Data hasil validasi 10 siswa SD kelas atas ... 61

Tabel 4.5 Komentar 10 siswa SD kelas atas ... 62

Tabel 4.6 Rekapitulasi skor hasil validasi dan uji coba lapangan ... 88

(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Penelitian yang relevan ... 36 Bagan 3.1 Prosedur pengembangan menurut Sugiyono ... 40 Bagan 3.2 Modifikasi prosedur pengembangan menurut Sugiyono ... 43

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Revisi sampul produk ... 64

Gambar 4.2 Revisi penambahan halaman pengenalan tokoh di halaman 2 dan 3 ... 65

Gambar 4.3 Revisi penambahan cerita di halaman 4 dan 5 ... 66

Gambar 4.4 Revisi halaman 6 ... 66

Gambar 4.5 Revisi halaman 8 ... 67

Gambar 4.6 Revisi halaman 9 ... 67

Gambar 4.7 Revisi halaman 10 ... 68

Gambar 4.8 Revisi halaman 12 ... 69

Gambar 4.9 Revisi halaman 13 ... 69

Gambar 4.10 Revisi halaman 14 ... 70

Gambar 4.11 Revisi halaman 15 ... 70

Gambar 4.12 Revisi halaman 16 ... 71

Gambar 4.13 Revisi halaman 17 ... 71

Gambar 4.14 Revisi halaman 19……… 72

Gambar 4.15 Revisi halaman 20……… 72

Gambar 4.16 Revisi halaman 23……… 73

Gambar 4.17 Revisi halaman 24……… 73

Gambar 4.18 Revisi halaman 27……… 74

Gambar 4.19 Revisi halaman 28……… 74

Gambar 4.20 Revisi halaman 29……… 75

Gambar 4.21 Revisi halaman 30……… 75

(18)

xviii

Gambar 4.22 Revisi halaman 31……… 76

Gambar 4.23 Revisi halaman 33……… 76

Gambar 4.24 Revisi halaman 35……… 77

Gambar 4.25 Revisi halaman 37……… 77

Gambar 4.26 Revisi halaman 39……….... 78

Gambar 4.27 Revisi halaman 40……… 78

Gambar 4.28 Revisi halaman 41……… 79

Gambar 4.29 Revisi halaman 42……… 79

Gambar 4.30 Revisi halaman 43……… 80

Gambar 4.31 Revisi halaman 47……… 80

Gambar 4.32 Revisi halaman 49……… 81

Gambar 4.33 Revisi penambahan cerita di halaman 50………. 81

Gambar 4.34 Revisi penambahan cerita di halaman 51………. 82

Gambar 4.35 Revisi penambahan cerita di halaman 52………. 82

Gambar 4.36 Revisi penambahan cerita di halaman 53………. 83

Gambar 4.37 Revisi penambahan cerita di halaman 54………. 83

Gambar 4.38 Revisi penambahan cerita di halaman 55………. 84

Gambar 4.39 Revisi penambahan cerita di halaman 56………. 84

Gambar 4.40 Revisi penambahan cerita di halaman 57………. 85

Gambar 4.41 Revisi penambahan cerita di halaman 58………. 85

Gambar 4.42 Revisi penambahan cerita di halaman 59………. 86

Gambar 4.43 Revisi penambahan cerita di halaman 60………. 86

Gambar 4.44 Revisi penambahan cerita di halaman 61………. 87

Gambar 4.45 Revisi penambahan cerita di halaman 62………. 87

Gambar 4.46 Revisi penambahan cerita di halaman 63………. 88

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Wawancara dengan Guru Kelas 5 SDN Karangmloko 2

Ngaglik Sleman ... 102

Lampiran 2 Data Hasil Validasi Ahli media ... 103

Lampiran 3 Data Hasil Validasi Guru Kelas 5 SDN Karangmloko 2 Ngaglik Sleman ... 106

Lampiran 4 Data Hasil Validasi Siswa ... 109

Lampiran 5 Rekapitulasi Data Hasil Validasi Ahli media ... 129

Lampiran 6 Rekapitulasi Data Hasil Validasi Guru Kelas 5 SDN Karangmloko 2 Ngaglik Sleman ... 130

Lampiran 7 Rekapitulasi Data Hasil Validasi Siswa ... 131

Lampiran 8 Rekapitulasi skor hasil validasi dan uji coba terbatas ... 132

Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian ... 133

Lampiran 10 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 134

Lampiran 11 Buku Cerita Bergambar ... 135

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara yang dituliskan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia, pendidikan dapat berlangsung melalui kegiatan belajar mengajar, dan salah satunya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sekolah Dasar merupakan salah satu sarana yang membantu manusia dalam mengetahui pengetahuan dasar diantaranya membaca, menulis, berhitung dan berinteraksi sebagai makhluk sosial. Pendidikan dapat juga diartikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau untuk kemajuan yang lebih baik.

Pendidikan dapat mengembangkan karakter melalui berbagai macam kegiatan, seperti penanaman nilai, pengembangan budi pekerti, nilai agama, pembelajaran dan pelatihan nilai-nilal moral, dan lain sebagainya.

Anak adalah investasi masa depan bangsa oleh sebab itu, tanggung jawab orang tua dan pendidik harus mengupayakan agar pertumbuhan serta perkembangann anak-anak optimal sesuai dengan harapan. Anak harus terus dibina, dibimbing, dan dilindungi agar sehat dan sejahtera baik fisik, emosional, intelektual, sosial, dan seksualnya. Tanggung jawab orang tua tidak hanya

(21)

2

mencakup atau terbatasi pada kebutuhan materi saja, tetapi sesungguhnya mencakup kepada seluruh aspek kehidupan anaknya, termasuk didalamnya aspek pendidikan seksual. Pemahaman dan pemilihan metode pendidikan seksual yang tepat akan mengantarkan anak menjadi insan yang mampu menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan yang terlarang dan sadar akan ancaman serta peringatan dari perbuatan amoral serta memiliki pegangan agama yang jelas.

Dalam arti yang sempit, seks berarti kelamin. Menurut Wirawansarwono dan Amisiamsidar (1986: 7), yang termasuk dalam pengertian kelamin adalah : 1) Alat kelamin itu sendiri. 2) Anggota-anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan perempuan, misalnya perbedaan suara, pertumbuhan kumis dan payudara dan lain-lain. Pendidikan seks ialah pendidikan yag mempelajari tentang alat kelamin manusia dan anggota-anggota tubuh, serta ciri-ciri badaniah yang membedakan tentang laki-laki dan perempuan. Pendidikan seks usia dini lebih menekankan bagaimana memberikan pemahaman pada anak akan kondisi tubuhnya, pemahaman akan lawan jenisnya, dan pemahaman untuk menghindarkan dari kekerasan seksual. Pendidikan seks yang dimaksud disini adalah anak mulai mengenal akan identitas diri dan keluarga, mengenal anggota tubuh mereka, serta dapat menyebutkan ciri-ciri tubuh. Cara yang dapat digunakan mengenalkan tubuh dan ciri-ciri tubuh antara lain melalui media gambar atau poster, lagu, dan permainan. Pemahaman pendidikan seks di usia dini ini diharapkan agar anak dapat memperoleh informasi yang tepat mengenai seks, hal ini dikarenakan adanya media lain yang dapat mengajari anak mengenai pendidikan seks, yaitu media informasi. Anak dapat memperoleh informasi yang

(22)

3

tidak tepat dari media massa, terutama tayangan televisi yang kurang mendidik.

Dengan memberikan pendidikan seks pada anak diharapkan dapat menghindarkan anak dari risiko negatif perilaku seksual maupun perilaku menyimpang, dengan sendirinya anak diharapkan akan tahu mengenai seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta dampak penyakit yang bisa ditimbulkan dari penyimpangan tersebut.

Pemberian materi tentang pendidikan seksual ini bukan berarti pembicaraan besar yang dilakukan dalam satu waktu, melainkan obrolan-obrolan kecil yang diulang-ulang. Saat ini pemerintah sudah menetapkan peraturan tentang kegiatan literasi di sekolah yang tercantum dalam Permendikbud nomor 23 tahun 2015. Peraturan tersebut menyatakan bahwa “kegiatan 15 menit membaca buku pelajaran atau non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai”.

Kegiatan literasi dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat diketahui secara baik (Dikdas.kemendikbud.go.id). Pendidikan seks dapat dimasukan di kegiatan literasi, karena kegiatan literasi dirasa sangatlah tepat untuk membahas pendidikan-pedidikan non formal, misalnya pendidikan seks. Pengarahan pendidikan seks di sekolah bertujuan untuk memberikan gambaran yang tepat tentang seksualitas di satu pihak menjernihkan mitos-mitos serta tabu seksual yang tidak rasional (OBOR, 1984: 3).

Dari uraian tersebut, maka peneliti menawarkan solusi pembentukan karakter anak dalam menjaga tubuh melalui pengembangan buku cerita bergambar dengan judul skripsi “Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis

(23)

4

Pendidikan Seks untuk Siswa SD Kelas Atas”. Melalui buku cerita bergambar ini, diharapkan dapat menjadi sumber bagi guru maupun orang tua dalam mengajarkan karakter anak untuk dapat menjaga tubuhnya sendiri.

Menurut Nurgiyantoro (2010: 154) gambar dalam buku mengandung cerita, gambar digunakan untuk memperkaya teks, mengkonkretkan karakter dan alur secara naratif serta digunakan sebagai daya tangkap dan imajinasi anak terhadap narasi teks yang masih terbatas. Dengan buku bergambar diharapkan mampu merangsang imajinasi anak dan membantu anak dalam memperkaya imajinasinya. Selain itu, kegiatan membaca buku bergambar akan membantu anak lebih memahami hubungan cerita dan gambar, juga menanamkan kesadaran pada diri anak akan pentingnya aktifitas membaca untuk dapat memperoleh informasi.

Kebiasaan anak dekat dengan buku bergambar akan menimbulkan keaktifan membaca yang dapat menumbuhkan atau meningkatkan kebiasaan membaca anak, karena buku bergambar dirancang untuk menarik anak agar mau membaca. Buku bergambar memberikan kontribusi sederhana, konsep yang dibangun dalam buku bergambar memberi keseimbangan antara teks dan gambarnya. Menurut Nurgiyanto (2010: 152) buku bergambar merupakan salah satu strategi dalam menarik perhatian anak dan pembaca pada umumnya, buku bergambar menjadi daya tarik untuk semangat membaca buku. Ilustrasi yang disiratkan dalam bacaan memperjelas makna kata, karena ilustrasi merupakan teks visual dengan maksud agar buku tampil menarik dan anak tertarik untuk membaca buku.

(24)

5 1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana proses pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan seks untuk siswa SD kelas atas?

1.2.2 Bagaimana kualitas buku cerita bergambar berbasis pendidikan seks untuk siswa SD kelas atas?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Menjelaskan proses pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan pendidikan seks untuk siswa SD kelas atas.

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas buku cerita bergambar berbasis pendidikan seks untuk siswa SD kelas atas.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Siswa

Buku cerita bergambar berbasis pendidikan seks ini dapat membantu siswa untuk belajar membaca sekaligus belajar tentang seks dasar. Siswa akan tertarik membaca karena bentuk buku disertai dengan gambar. Selain itu, siswa akan mengetahui berbagai hal terkait seks dasar dan dapat menerapkannya dalam kehidupan.

1.4.2 Bagi Guru

Buku cerita bergambar berbasis pendidikan seks ini dapat menambah sumber yang dapat membantu guru dalam proses belajar mengajar di dalam kelas khususnya siswa SD kelas atas.

(25)

6 1.4.3 Bagi Sekolah

Sekolah dapat menggunakan buku cerita bergambar berbasis pendidikan seks sebagai acuan untuk mengembangkan bahan ajar lain. Buku ini juga bisa menjadi koleksi perpustakaan yang bisa dibaca oleh siswa.

1.4.4 Bagi Prodi PGSD

Penelitian ini dapat menambah pustaka prodi PGSD Universitas Sanata Dharma terkait dengan pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan seks untuk siswa SD kelas atas.

1.4.5 Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam mengembangkan media pembelajaran berupa buku cerita bergambar.

1.5 Definisi Operasional 1.5.1 Pendidikan Seks

Pendidikan seks adalah pendidikan yang mempelajari tentang pemahaman awal tentang seksualitas manusia yang diajarkan kepada seseorang sejak usia dini agar mengenal organ tubuhnya dan melindunginya dengan baik.

1.5.2 Buku Cerita Bergambar

Buku Cerita Bergambar adalah buku yang berisi banyak gambar dan hanya sedikit tulisan yang dimaksudkan agar anak lebih tertarik membaca dan memahami isi dari buku tersebut.

(26)

7 1.5.3 Siswa Kelas Atas

Siswa kelas atas adalah siswa yang berusia antara usia 9 atau 10 tahun – 12 atau 13 tahun dan duduk di kelas IV, V dan VI Sekolah Dasar. Siswa pada usia ini suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

1.5.4 Gerakan Literasi Sekolah

Literasi adalah kegiatan menbaca buku nonpelajaran selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai.

1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

1.6.1 Mengandung kegiatan siswa yang menarik dan variatif (menyimak, membaca, dan merefleksikan).

1.6.2 Sesuai dengan perkembangan bahasa anak (konkret dan menarik).

1.6.3 Bersifat kontekstual (berkaitan dengan lingkungan sekitar anak).

1.6.4 Buku cerita bergambar mengandung komponen kata pengantar, perkenalan tokoh, isi buku tentang pendidikan seks, refleksi, dan biodata penulis.

(27)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pendidikan Seks

2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Seks

Menurut Wuryani (2008: 1) Pendidikan seks ialah pendidikan yang dapat terjadi dalam berbagai situasi, mulai dari buku-buku yang ditulis oleh pakar sampai obrolan-obrolan kecil yang memuat tentang seksualitas. Andika (2010: 15) mengemukakan pendidikan seks adalah pendidikan yang bertujuan untuk mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya, baik dari sisi kesehatan dan kebersihan, keamanan, serta keselamatan. Wirawansarwono dan Amisiamsidar (1986: 7) mengatakan bahwa pendidikan seks ialah pendidikan yang memuat tentang kelamin, anggota tubuh yang membedakan pria dan wanita, dan kelenjar atau hormon yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin.

Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan seks adalah sebuah pembelajaran yang melalui proses panjang dan membutuhkan berbagai macam media informasi seperti buku, maupun melalui obrolan-obrolan kecil yang memuat tentang seksualitas untuk mengenalkan perbedaan jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, serta cara menjaga dan merawatnya.

(28)

9

2.1.1.2 Pentingnya Pengetahuan Pendidikan Seks bagi Anak

Pentingnya pengetahuan siswa tentang pendidikan seks hendaknya diperhatikan oleh para guru dan orang tua. Dengan memiliki pemahaman yang baik, diharapkan para siswa dapat meminimalisir timbulnya perilaku menyimpang dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang kurang bertanggung jawab. Pengetahuan pendidikan seks sangat penting bagi siswa, karena dengan pemahaman itu siswa akan dapat menilai bahwa perilaku menyimpang harus dihindari dan siswa dapat menghindari tindakan kekerasan seksual. Dalam hubungan ini Wirawansarwono dan Amisiamsidar (1986: 60) mengatakan bahwa pendidikan seks sangat perlu diberikan pada anak sedini mungkin agar mereka memiliki dasar pengetahuan yang kuat mengenai masalah seksual. Hal itu bertujuan agar mereka terhindar dari orang orang yang tidak bertanggung jawab yang ingin melakukan tindakan yang kurang terpuji kepada mereka. Misalnya adalah pedofil, pedofil adalah orang dewasa yang melakukan tindakan seks kepada anak-anak (Wirawansarwono dan Amisiamsidar, 1986: 60).

Menurut Tretsakis (2003: 12) pendidikan seks secara dini bagi anak-anak perlu dan penting untuk diberikan demi kesejahteraan dan kemantapan pribadi anak tersebut kelak setelah dewasa. Berikut alasannya:

1) Pendidikan seks secara dini akan memudahkan anak-anak menerima keadaan tubuhnya secara menyeluruh dan menerima fase-fase perkembangannya secara wajar.

2) Pendidikan seks secara dini akan membantu anak-anak untuk mengerti dan merasa puas dengan peranannya dalam kehidupan.

(29)

10

3) Pendidikan seks yang sehat cukup efektif untuk menghilangkan rasa ingin tahu yang tidak sehat yang sering muncul dalam benak anak-anak.

4) Secara keseluruhan, informasi seks yang diberikan akan melindungi kehidupan masa depan mereka dari komplikasi dan kelainan seks.

5) Pendidikan seks yang sehat, jujur dan terbuka juga akan menumbuhkan rasa hormat dan patuh anak-anak terhadap orang tuanya.

6) Pendidikan seks yang diajarkan secara terarah dan terpimpin di dalam lingkungan keluarga cenderung cukup efektif untuk mengatasi informasi- informasi negatif yang berasal dari luar lingkungan keluaraga.

7) Bila diajarkan dengan baik, pendidikan seks akan membuat masing- masing anak bangga dengan jenis kelaminnya.

8) Pendidikan yang sehat dan wajar memungkinkan anak memperoleh taraf kedewasaan yang layak menurut usianya.

Pendidikan seks sangat penting diberikan kepada anak sedini mungkin.

Pemberian pendidikan seks sejak dini diharapkan dapat membuat anak paham dengan kondisi tubuhnya dan dapat menjaganya dengan baik. Selain itu, pemberian pendidikan seks sejak dini bertujuan agar anak terhindar dari perilaku seksual yang menyimpang dan juga terhindar dari kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang lain. Pendidikan seks perlu diberikan sedini mungkin kepada anak-anak demi kesejahteraan dan kemantapan pribadi anak tersebut kelak setelah dewasa.

(30)

11

2.1.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Memasuki Remaja 2.1.2.1 Perkembangan

Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”.

Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis. Perkembangan secara umum memiliki mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Terjadinya perubahan dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat badan serta organ-organ tubuh lainnya, (b) aspek psikis: semakin bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir, mengingat, serta menggunakan imajinasi kreatifnya.

2. Terjadinya perubahan dalam proporsi: (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia remaja, (b) aspek psikis: perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas; dan perubahan perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada orang lain.

3. Lenyapnya tanda-tanda yang lama: (a) tanda-tanda fisik: lenyapnya kelenjar thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada, kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus dan gigi susu, (b) tanda-tanda psikis: lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk

(31)

12

gerak-gerik kanak-kanak (seperti merangkak) dan perilaku impulsive (dorongan untuk bertindak sebelum berpikir).

4. Diperoleh tanda-tanda yang baru: (a) tanda-tanda fisik: pergantian gigi dan karakteristik seks pada usia remaja, baik primer (menstruasi pada anak wanita, dan mimpi “basah” pada anak pria ), maupun sekunder (perubahan pada anggota tubuh: pinggul dan buah dada pada wanita; kumis, jakun, suara pada anak pria), (b) tanda-tanda psikis: seperti berkembangnya rasa ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral, dan keyakinan beragama (Yusuf, 2009).

Berdasarkan pengertian di atas, perkembangan adalah perubahan- perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis. Perkembangan secara umum memiliki mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: terjadi perubahan secara fisik dan psikis, terjadi perubahan proporsi secara fisik dan psikis, lenyapnya tanda-tanda yang lama, dan memperoleh tanda-tanda perkembangan yang baru.

2.1.2.2 Masa Usia Sekolah Dasar

Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada umur 6 atau 7 tahun, biasanya anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu:

(32)

13

1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun.

2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar kira-kira umur 9 atau 10 sampai umur 12 atau 13 tahun.

Beberapa sifat khas anak-anak pada masa kelas-kelas atas sekolah dasar ialah:

1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan- pekerjaan yang praktis.

2. Amat realistik, ingin mengetahui, dan ingin belajar.

3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus).

4. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya.

Selepas umur ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.

5. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.

6. Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri (Yusuf, 2011).

(33)

14

Dari pengertian diatas masa anak sekolah dasar kelas atas kira-kira umur 9 atau 10 sampai umur 12 atau 13 tahun yang sudah berminat terhadap kehidupan raktis sehari-hari yang konkret, mulai berfikir realistis, tertarik kepada hal-hal yang bersifat khusus, membutuhkan orang yang dapat membantu menyelesaikan tugas-tugasnya, memandang nilai rapor sebagai ukuran yang tepat atas prestasinya, dan gemar membentuk kelompok teman sebaya.

2.1.2.3 Perkembangan Intelektual Anak

Piaget dalam (Nurgiyantoro, 2005: 50) membedakan perkembangan intelektual anak ke dalam empat tahapan. Tiap tahapan memiliki karakteristik yang membedakannya dengan tahapan lain. Tahapan tersebut meliputi: tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasi konkret, dan tahap operasional formal.

1. Tahap sensorimotor (the sensorymotor period, 0-2 tahun). Tahap ini merupakan tahapan pertama dalam perkembangan kognitif anak. Tahap sensorimotor terjadi berdasarkan informasi dari indera (senses) dan bodi (motor). Karakteristik utama dalam tahap ini adalah bahwa anak belajar lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor serta mengembangkan pemahaman sebab-akibat atau hubungan-hubungan berdasarkan sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsung.

Anak mulai memahami hubungannya dengan orang lain, mengembangkan pemahaman objek secara permanen. Pada usia anak 1-2 tahun, anak pada tahapan ini menyukai aktivitas atau permainan bunyi yang mengandung perulangan-perulangan yang ritmis. Anak menyukai bunyi-bunyian yang

(34)

15

bersajak dan berirama. Permainan bunyi yang dimaksud dapat berupa nyanyian, kata-kata yang dinyanyikan, atau kata-kata biasa dalam perkataan yang tidak dilagukan (Nurgiyantoro, 2005: 50).

2. Tahap praoperasional (the preoperational period, 2-7 tahun). Dalam tahap ini anak mulai dapat “mengoperasikan” sesuatu yang sudah mencerminkan aktivitas mental dan tidak lagi semata-mata bersifat fisik. Karakteristik dalam tahap ini antara lain adalah bahwa (i) anak mulai belajar mengaktualisasi dirinya lewat bahasa, bermain, dan menggambar (corat- coret). (ii) Jalan pikiran anak masih bersifat egosentris, menempatkan dirinya sebagai pusat dunia, yang didasarkan persepsi segera dan pengalaman langsung karena masih kesulitan menempatkan dirinya di antara orang lain. Anak tidak dapat memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain. (iii) Anak mempergunakan simbol dengan cara elementer yang pada awalnya lewat gerakan-gerakan tertentu dan kemudian lewat bahasa dalam pembicaraan. (iv) Pada masa ini anak mengalami proses asimilasi di mana anak mengasimilasikan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakan dengan cara menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu bentuk skema di dalam kognisinya (Nurgiyantoro, 2005: 51).

3. Tahap operasional konkret (the concrete operational, 7-11 tahun). Pada tahap ini anak mulai dapat memahami logika secara stabil. Karakteristik anak pada tahap ini antara lain adalah (i) anak dapat membuat klasifikasi sederhana, mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifat umum, misalnya klasifikasi warna, klasifikasi karakter tertentu. (ii) Anak dapat

(35)

16

membuat urutan sesuatu secara semestinya, mengurutkan abjad, angka, besar-kecil, dan lain-lain. (iii) Anak mulai dapat mengembangkan imajinasinya ke masa lalu dan masa depan: adanya perkembangan dari pola berpikir yang egosentris menjadi mudah untuk mengidentifikasikan sesuatu dengan sudut pandang berbeda. (iv) Anak mulai dapat berpikir argumentatif dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan memperoleh ide-ide sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa, namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang abstrak karena jalan pikirnya terbatas pada situasi yang konkret (Nurgiyantoro, 2005: 52).

4. Tahap operasi formal (the formal operational, 11 atau 12 tahun ke atas).

Pada tahap ini, tahap awal adolesen, anak sudah mampu berpikir abstrak.

Karakteristik penting dalam tahap ini antara lain adalah (i) anak sudah mampu berpikir “secara ilmiah”, berpikir teoritis, berargumentasi dan menguji hipotesis yang mengutamakan kemampuan berpikir. (ii) Anak sudah mampu memecahkan masalah secara logis dengan melibatkan berbagai masalah yang terkait (Nurgiyantoro, 2005: 53).

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai tahap perkembangan intelektual anak, dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Anak SD kelas atas awal berusia sekitar 9-10 tahun sehingga pada usia itu mereka termasuk kedalam tahap operasional konkret.

(36)

17 2.1.2.4 Perkembangan Sosial

Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan social, dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada usia dini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan- kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya (Yusuf, 2011).

Dari pengertian di atas, perkembangan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.

2.1.2.5 Perkembangan Emosi

Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya, kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan).

(37)

18

Dalam proses peniruan, kemampuaan orangtua dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh.

Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya apabila yang menyertai proses itu emosi negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya (Yusuf, 2011).

Dari pengertian di atas, anak harus belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini temasuk pula mempengaruhi perilaku belajar anak.

2.1.2.6 Perkembangan Anak Memasuki Masa Remaja

Masa dalam kehidupan seseorang ketika dia berubah dari anak menjadi orang dewasa sering disebut dengan adolesens/ remaja. Ini adalah suatu periode yang secara kasar pararel dengan tahun-tahun remaja awal, tetapi kadang-kadang lebih awal lagi pada anak perempuan yaitu umur 9 tahun. Awal adolesens dikenal sebagai pubertas. Istilah “pubertas” mengacu pada fase pertama masa remaja,

(38)

19

ketika pematangan seksual menjadi nyata. Dapat dikatakan bahwa pubertas dimulai dengan peningkatan hormone dan manifestasinya, seperti pembesaran indung telur secara berangsur pada perempuan dan pertumbuhan sel testis pada pria. Tahap perkembangan ini ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang akan dipersiapkan untuk reproduksi, menstruasi pada anak-anak perempuan dan munculnya sperma untuk pertama kali pada anak laki-laki sama dengan ciri-ciri seks sekunder seperti tumbuhnya rambut di kemaluan dan ketiak, membesarnya payudara pada anak-anak perempuan, dan suara yang berat pada anak laki-laki (Wuryani, 2008: 87).

Lebih detail perubahan fisik dalam (Farida, 2014: 22) yaitu Laki-laki: (1) Perubahan suara, karena pita suara berkembang, suara menjadi lebih berat. (2) Berat dan tinggi badan bertambah secara signifikan. (3) Penis mulai membesar.

(4) Testis mulai tumbuh. (5) Rambut di sekitar kemaluan mulai tumbuh. (6) Kelenjar minyak lebih aktif, keringat lebih banyak. (7) Tumbuh rambut di daerah wajah dan ketiak. Perempuan: (1) Mulai menstruasi. (2) Payudara mulai tumbuh.

(3) Berat dan tinggi badan mulai berkembang secara signifikan. (4) Mulai tumbuhrambut di wilayah kemaluan. (5) Kelenjar minyak lebih aktif, keringat lebih banyak. (6) Mulai tumbuh rambut di ketiak.

Dari pengertian di atas, perkembangan anak memasuki masa remaja ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang akan dipersiapkan untuk reproduksi, menstruasi pada anak-anak perempuan dan munculnya sperma untuk pertama kali pada anak laki-laki sama dengan ciri-ciri seks sekunder seperti

(39)

20

tumbuhnya rambut di kemaluan dan ketiak, membesarnya payudara pada anak- anak perempuan, dan suara yang berat pada anak laki-laki.

2.1.2.7 Perkembangan Minat pada Seks

Hurlock (2005: 135) menjelaskan minat seks berkembang setelah anak masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman sebaya yang bertambah kerab dan erat. Sepanjang masa sekolah, minat pada seks meningkat, dan biasanya mencapai puncaknya selama periode perubahan pubertas. Minat seks pada masa pubertas adalah minat pertama yang muncul dalam kehidupan.

Terdapat beberapa faktor pada masa kanak-kanak yang menyebabkan peningkatan pada minat seks jika anak bertambah besar. Salah satu yang terpenting adalah tekanan teman sebaya. Menurut anak puber, kemampuan menceritakan atau mengerti lelucon porno dan mampu menangkap humornya memperbesar reputasi anak sebagai anak yang “sportif”. Anak-anak masa kini tidak luput dari banjir seks di media massa. Semua bentuk media massa, misalnya komik, film, televisi, dan surat kabar, menyuguhkan gambar dan informasi tentang seks yang meningkatkan minat anak. Pertujukan film pada televisi yang

“untuk tujuh belas tahun ke atas” atau “hanya bimbingan orang tua” makin memperbesar minat anak pada seks.

Kejadian dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menumbuhkan minat anak pada seks. Kejadian tersebut antara lain: saat kelahiran bayi dalam keluarga atau lingkungan tetangga, membesarnya tubuh wanita selama kehamilan diikuti dengan mengecilnya perut dan menonjolnya dada sesudah kehamilan. Tekanan orang tua, teman sebaya dan sekolah pada perbedaan seks dan kesesuaian seks

(40)

21

menambah minat seks pada anak. Pendidikan seks juga dapat membangkitkan minat anak pada seks. Sebagai contoh, saat orang tua memanggil anaknya terpisah dari saudara kandungnya dan menceritakan segala hal tentang seksualitas padanya, lalu diakhiri dengan peringatan untuk tidak membicarakannya dengan siapa pun, membuat anak merasa bahwa pembicaraan mengenai seksualitas adalah bagian yang menarik dalam hidup mereka. Selain itu pendidikan seks di sekolah, berupa kelas khusus yang hanya diikuti dengan izin tertulis orang tua, ikut memperkuat minat anak pada seks.

Dari pengertian di atas, didapat kesimpulan bahwa minat seks berkembang setelah anak masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman sebaya yang bertambah erat selama periode perubahan pubertas. Anak-anak masa kini tidak luput dari banjir seks di media massa. Semua bentuk media massa, misalnya komik, film, televisi, dan surat kabar, menyuguhkan gambar dan informasi tentang seks yang meningkatkan minat anak. Kejadian dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menumbuhkan minat anak pada seks. Kejadian tersebut antara lain: saat kelahiran bayi dalam keluarga atau lingkungan tetangga, membesarnya tubuh wanita selama kehamilan diikuti dengan mengecilnya perut dan menonjolnya dada sesudah kehamilan.

(41)

22 2.1.3 Media Pembelajaran

2.1.3.1 Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau suatu hal dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat peserta didik (Sukiman, 2012:

29). Rosyada (2010: 7) mengatakan media pembelajaran dapat dipahami segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efetif. Arsyad (2010: 3) berpendapat bahwa media adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.

Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran ialah segala sesuatu yang digunakan dalam proses belajar untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima, sehingga merangsang pikiran dan minat peserta didik serta tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.

2.1.3.2 Jenis-jenis Media

Menurut Sudjana dan Rivai (1990: 3-4), ada beberapa jenis media pengajaran yang biasa digunakan dalam proses pengajaran. Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain- lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi, yakni media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam

(42)

23

bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama, dan lain-lain. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP, dan lain-lain. Keempat, penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.

Leshin, Pollock dan Reigeluth (dalam Arsyad, 2009: 36) mengklasifikasikan media ke dalam lima kelompok, yaitu: a) media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main-peran, kegiatan kelompok, field-trip), b) media berbasis cetak (buku, penuntun, buku latihan (workbook), alat bantu kerja, dan lembaran lepas), c) media berbasis visual (video, film, program slide-tape, televisi), dan e) media berbasis komputer (pengajaran dengan bantuan komputer, interaktif video, hypertext).

2.1.3.3 Tujuan Pemanfaatan Media Pembelajaran

Tujuan pemanfaatan media pembelajaran adalah untuk mengefektifkan dan mengefisienkan proses pembelajaran itu sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pengembangan media pembelajaran. Guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat atau media pembelajaran yang ada di sekolah. Di samping mampu menggunakan alat- alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran (Arsyad, 2010: 2). Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran untuk siswa, yang meliputi (Hamalik, 1994: 6):

a. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar

(43)

24

b. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan c. Seluk-beluk proses belajar

d. Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan e. Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan

f. Usaha inovasi dalam media pendidikan.

Keterampilan itu dibutuhkan oleh guru apabila sekolah belum memiliki media pembelajaran yang diperlukan, sehingga guru harus membuat media pembelajaran yang sesuai dengan materi.

Tujuan pemanfaatan media pembelajaran dalam proses pembelajaran adalah untuk mengefektifkan dan mengefesiensikan proses pembelajaran itu sendiri (Rosyada, 2010: 2). Media pembelajaran berfungsi untuk tujuan intruksi dimana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan peserta didik, baik dalam benak atau mental, maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis, dilihat dari segi prinsip-prinsip belajar agar dapat menyiapkan intruksi yang efektif. Selain menyenangkan, media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan peserta didik (Sukiman, 2012: 40). Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, tujuan pemanfaatan media pembelajaran adalah dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan kepada peserta didik sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.

(44)

25

2.1.3.4 Kriteria Dasar dalam Pemilihan Media Pembelajaran

Media pembelajaran sebagai komponen pembelajaran perlu dipilih sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi secara efektif. Sukiman (2012: 47) berpendapat bahwa pemilihan suatu media tertentu oleh seorang guru didasarkan atas beberapa perimbangan, antara lain:

1. Guru merasa sudah akrab dengan media itu.

2. Guru merasa bahwa media yang dipilihnya dapat menggambarkan dengan lebih baik daripada dirinya sendiri.

3. Media yang dipilihnya dapat menarik minat dan perhatian peserta didik, serta menuntunnya pada penyajian yang lebih terstruktur dan terorganisasi. Pertimbangan ini diharapkan guru dapat memenuhi kebutuhan dalam mencapai tujuan yang telah ia tetapkan.

Arsyad (2005: 72-74) mengatakan bahwa dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan media antara lain adalah:

1) Motivasi: Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk belajar dari pihak peserta didik sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan latihan. Lagi pula, pengalaman yang akan dialami siswa harus relevan dan bermakna baginya. Oleh karena itu, perlu untuk melahirkan minat itu dengan perlakuan yang memotivasi dari informasi yang terkandung dalam media pembelajaran.

2) Perbedaan individual: Peserta didik belajar dengan cara dan tingkat kecepatan yang berbeda-beda. Faktor-faktor seperti kemampuan

(45)

26

intelegensia, tingkat pendidikan, kepribadian dan gaya belajar mempengaruhi kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar. Tingkat kecepatan penyajian informasi melalui media harus berdasarkan tingkat pemahaman.

3) Tujuan pembelajaran: Jika peserta didik diberitahukan apa yang diharapkan mereka pelajari melalui media pemnbelajaran itu, kesempatan untuk berhasil dalam pembelajaran akan semakin besar.

Disamping itu, pernyataan mengenai tujuan belajar yang ingin dicapai dapat menolong perancang dan penulis materi pelajaran. Tujuan ini akan menentukan bagian isi yang mana yang harus mendapatkan perhatian pokok dalam media pembelajaran.

4) Organisasi isi: Pembelajaran akan lebih mudah jika isi dan prosedur atau keterampilan fisik yang akan dipelajari diatur dan diorganisasikan ke dalam urut-urutan yang bermakna, sehingga siswa akan memahami dan mengingat lebih lama materi pelajaran yang secara logis disusun dan diurut-urutkan secara teratur. Disamping itu, tingkat materi yang akan disajikan ditetapkan berdasarkan kompleksitas dan tingkat kesulitan isi materi. Dengan cara seperti ini dalam pengembangan dan penggunaan media, siswa dapat dibantu untuk secara lebih baik mensintesis dan memadukan pengetahuan yang akan dipelajari.

5) Persiapan sebelum belajar: Peserta didik sebaiknya telah menguasai secara baik pelajaran dasar atau memiliki pengalaman yang diperlukan secara memadai dengan sukses. Dengan kata lain, ketika merancang

(46)

27

materi pelajaran, perhatian harus ditujukan kepada sifat dan tingkat persiapan siswa.

6) Emosi: pembelajaran yang melibatkan emosi dan perasaan pribadi serta kecakapan amat berpengaruh dan bertahan. Media pembelajaran adalah cara yang sangat baik untuk menghasilkan respons emosional seperti takut, cemas, empati, cinta kasih, dan kesenangan. Oleh karena itu, perhatian khusus harus ditunjukan kepada elemen-elemen rancangan media jika hasil yang diinginkan berkaitan dengan pengetahuan dan sikap.

7) Partisipasi: Agar pembelajaran berlangsung dengan baik, seorang peserta didik harus menginternalisasi informasi, tidak sekedar diberitahukan kepadanya. Oleh sebab itu, belajar memerlukan kegiatan, partisipasi aktif oleh siswa jauh lebih baik daripada mendengarkan dan menonton secara pasif. Partisipasi artinya kegiatan mental atau fisik yang terjadi di sela-sela penyajian materi pelajaran. Dengan partisipasi kesempatan lebih besar terbuka bagi siswa untuk memahami dan mengingat materi pelajaran itu.

8) Umpan balik: Hasil belajar dapat meningkat apa bila secara berkala peserta didik diinformasikan kemajuan belajarnya. Pengetahuan tentang hasil belajar, pekerjaan yang baik, atau kebutuhan untuk perbaikan pada sisi-sisi tertentu akan memberikan sumbangan terhadap motivasi belajar dan berkelanjutan

9) Penguatan: apabila peserta didik berhasil belajar, ia didorong untuk

(47)

28

terus belajar. Pembelajaran yang didorong oleh keberhasilan amat bermanfaat, dapat membangun kepercayaan diri, dan secara positif mempengaruhi perilaku di masa-masa yang akan datang.

10) Latihan dan pengulangan: sesuatu hal baru jarang sekali dapat dipelajari secara efektif hanya dengan sekali jalan. Agar suatu pengetahuan atau keterampilan dapat menjadi bagian kompetisi atau kecakapan intelektual seseorang, haruslah pengetahuan atau keterampilan itu sering diulangi dan dilatih dalam berbagai konteks. Dengan demikian, ia dapat tinggal dalam ingatan jangka panjang.

11) Penerapan: hasil belajar yang diinginkan adalah meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerapkan atau mentransfer hasil belajar pada masalah atau situasi baru. Tanpa dapat melakukan ini, pemahaman sempurna belum dapat dikatakan dikuasai. Siswa mesti telah pernah dibantu untuk mengenali atau menemukan generalisasi (konsep, prinsip, atau kaidah) yang berkaitan dengan tugas. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk bernalar dan memutuskan dengan menerapkan generalisasi atau prosedur terhadap berbagai masalah atau tugas baru.

Berdasarkan penjelasan mengenai ktriteria dasar dan pemilihan media pembelajaran dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa ktriteria dasar dalam pemilihan media pembelajaran yaitu: 1. Guru merasa sudah akrab dengan media itu, 2. Guru merasa bahwa media yang dipilihnya dapat menggambarkan dengan lebih baik daripada dirinya sendiri, 3. Media yang dipilihnya dapat menarik minat dan perhatian peserta didik, serta menuntunnya

(48)

29

pada penyajian yang lebih terstruktur dan terorganisasi. Selain itu juga harus melihat dari segi psikologis, yaitu: 1. Motivasi, 2. Perbedaan individual, 3. Tujuan pembelajaran, 4. Organisasi isi, 5. Persiapan sebelum belajar, 6. Emosi, 7.

Partisipasi, 8. Umpan balik, 9. Penguatan, 10. Latihan dan penguatan, 11.

Penerapan.

2.1.4 Buku Cerita Bergambar

2.1.4.1 Pengertian Buku Cerita Bergambar

Salah satu media yang dapat membantu siswa dalam memahami suatu teks cerita yaitu gambar. Pengajaran akan lebih efektif apabila objek dan kejadian yang menjadi bahan pengajaran dapat divisualisasikan secara realistik menyerupai keadaan yang sebenarnya, namun tidaklah berarti bahwa media harus selalu menyerupai keadaan yang sebenarnya (Sudjana dan Rivai, 1990: 9).

Beberapa alasan menunjukkan bahwa gambar merupakan media yang baik untuk membantu proses belajar. Gambar berfungsi sebagai pemancing kognisi dan imajinasi serta pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan (Nurgiyantoro, 2010: 429).

Arsyad (2009: 91) mengemukakan bahwa media visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Sadiman, dkk. (2009:

29-31) menyebutkan beberapa kelebihan media gambar adalah sebagai berikut:

a) Sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.

(49)

30

b) Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu bisa siswa dibawa ke objek atau peristiwa tersebut.

c) Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.

d) Gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman.

e) Gambar harganya murah dan mudah didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus.

Salah satu pengembangan dari media gambar yaitu media cerita bergambar. Cerita bergambar adalah teks cerita yang disertai gambar-gambar.

Istilah lain yang lebih populer yaitu buku cerita bergambar. Buku bacaan cerita yang menampilkan teks narasi secara verbal dan disertai gambar-gambar ilustrasi itu disebut sebagai buku bergambar atau buku cerita bergambar (Nurgiyantoro, 2005: 152).

Menurut Huck, dkk. (dalam Nurgiyantoro, 2005: 153), buku bergambar (picture books) menunjuk pada pengertian buku yang menyampaikan pesan lewat dua cara, yaitu lewat ilustrasi dan tulisan. Lukens, 2003 (dalam Nurgiyantoro, 2005: 154) menguatkan bahwa ilustrasi gambar dan tulisan merupakan dua media yang berbeda, tetapi dalam buku cerita bergambar keduanya secara bersama membentuk perpaduan. Gambar-gambar itu akan membuat tulisan verbal menjadi lebih kelihatan, konkret, dan sekaligus memperkaya makna teks.

(50)

31

Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005: 153) mengemukakan bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang menampilkan gambar dan teks yang keduanya saling menjalin. Baik gambar maupun teks secara sendiri belum cukup untuk mengungkapkan cerita secara lebih mengesankan, dan keduanya saling membutuhkan untuk saling mengisi dan melengkapi. Dengan demikian, pembacaan terhadap buku bacaan cerita tersebut akan terasa lebih lengkap dan konkret jika dilakukan dengan melihat (baca: mengamati) gambar dan membaca teks narasinya lewat huruf-huruf. Menurut Huck, dkk. (dalam Nurgiyantoro, 2005: 154), dalam picture storybooks gambar-gambar yang ditampilkan harus mencerminkan alur dan karakter tokoh. Justru karena tuntutan ini gambar-gambar yang ditampilkan dapat menjadi bervariasi dan lebih menarik. Selain itu, dalam tiap ilustrasi tokoh dan alur cerita, juga sering ikut ditunjukkan aspek-aspek latar yang mendukungnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita bergambar merupakan sebuah cerita dalam bentuk teks narasi atau kata-kata dan disertai dengan gambar-gambar yang berfungsi sebagai ilustrasi cerita. Kata-kata dan gambar-gambar merupakan kesatuan yang padu, sehingga ilustrasi tersebut menggambarkan keseluruhan alur narasi. Dengan demikian, media cerita bergambar merupakan salah satu media pembelajaran yang efektif karena mengkombinasikan kata-kata dan gambar secara terpadu.

(51)

32 2.1.4.2 Manfaat Buku Cerita Bergambar

Menurut Nurgiyantoro (2005: 152), dengan gambar-gambar cerita menarik yang dihadirkan, siswa akan membaca dengan penuh kesungguhan mengikuti dan mencoba memahami alur gambar aksi yang dilihatnya, dan itu mungkin sekali dilakukan berkali-kali. Gambar-gambar cerita itu menjadi salah satu daya gerak mengembangkan fantasi lewat imajinasi dan logika. Menurut Prasetyono (2008:

89), bahan bacaan yang bergambar (komik) mempunyai efek yang lebih kuat daripada yang tidak bergambar. Hal ini karena bahan bacaan yang disertai dengan gambar (cerita bergambar) memiliki banyak manfaat.

Prasetyono (2008: 82-83) mengemukakan maksud dari buku-buku yang bergambar ini adalah sebagai berikut:

a) Menarik perhatian siswa.

b) Menimbulkan motivasi atau merangsang siswa.

c) Merangsang percakapan (ekspresi dan diskusi).

d) Mendidik sifat kritis pada siswa.

e) Memperkenalkan kata-kata baru.

f) Menyajikan pola-pola kalimat.

Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005: 159-161) menunjukkan beberapa hal tentang fungsi dan pentingnya buku cerita bergambar bagi siswa adalah sebagai berikut:

a) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa terhadap pengembangan dan perkembangan emosi.

(52)

33

b) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa untuk belajar tentang dunia, menyadarkan siswa tentang keberadaan di dunia di tengah masyarakat dan alam.

c) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa belajar tentang orang lain, hubungan yang ada terjadi, dan pengembangan perasaan.

d) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa untuk memperoleh kesenangan.

e) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa untuk mengapresiasi keindahan.

f) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa untuk menstimulasi imajinasi.

Dengan mengetahui berbagai manfaat tersebut, maka cerita bergambar dapat digunakan sebagai media saat proses pembelajaran berlangsung.

2.1.5 Gerakan Listerasi Sekolah

Dalam upaya menumbuhkan budi pekerti siswa, pemerintah melalui kemdikbud meluncurkan sebuah gerakan yang disebut Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Gerakan ini bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. Sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan didalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-kisi wawancara untuk guru SD kelas 5  Daftar pertanyaan wawancara  No. item  Apakah  bapak  sudah  memberikan  pendidikan
Tabel 3.2 Acuan skor kuesioner untuk guru SD kelas 5  Skor  Deskripsi  5  Sangat baik  4  Baik  3  Cukup  2  Kurang  1  Sangat kurang
Tabel 3.3 Kisi-kisi uji validasi untuk pakar ahli media dan guru SD kelas 5
Tabel 3.5 Rumus Persentase Kelayakan Produk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Atas kehendakNya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KAJIAN STILISTIKA DALAM CERITA PENDEK KARYA TIWIEK S.A SERTA RELEVANSINYA DALAM PEMBELAJARAN

Dalam masa modern saat ini, banyak sekali terjadi perceraian yang dilaksanakan baik di Pengadilan Agama maupun di luar Pengadilan Agama.

pattalassang. Dampak yang Ditimbulkan jika Pasal 218 tidak Diimplementasikan di KUA Kec. Tidak ada Kepastian Hukum, atau Landasan Hukum. Wakif ataupun nadzir yang tidak

Pasien kambuh lagi kurang lebih 3 minggu yang lalu, penyebab kekambuhannya adalah karena tidak rutin minum obat, gejalanya adalah klien bicara dan tertawa sendiri dan klien

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pada bagian minimbang huruf a, bahwa membangun hukum nasional

The problem of the study of woman’s struggle for freedom in Egypt as portrayed by the character of Firdaus in Nawal El-Saadawi's Woman at Point Zero... will be formulated

Melihat potensi sumberdaya pesisir dan laut yang dimiliki Pulau Sayafi dan Liwo sebagai objek yang menarik untuk pengembangan kawasan ekowisata bahari, maka perlu dilakukan suatu

aims to construct students’ knowledge is one of the stages in the approach. Teachers’ questions are suggested to be used in constructing students’ knowledge during