• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

1.6.1 Mengandung kegiatan siswa yang menarik dan variatif (menyimak, membaca, dan merefleksikan).

1.6.2 Sesuai dengan perkembangan bahasa anak (konkret dan menarik).

1.6.3 Bersifat kontekstual (berkaitan dengan lingkungan sekitar anak).

1.6.4 Buku cerita bergambar mengandung komponen kata pengantar, perkenalan tokoh, isi buku tentang pendidikan seks, refleksi, dan biodata penulis.

8 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pendidikan Seks

2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Seks

Menurut Wuryani (2008: 1) Pendidikan seks ialah pendidikan yang dapat terjadi dalam berbagai situasi, mulai dari buku-buku yang ditulis oleh pakar sampai obrolan-obrolan kecil yang memuat tentang seksualitas. Andika (2010: 15) mengemukakan pendidikan seks adalah pendidikan yang bertujuan untuk mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya, baik dari sisi kesehatan dan kebersihan, keamanan, serta keselamatan. Wirawansarwono dan Amisiamsidar (1986: 7) mengatakan bahwa pendidikan seks ialah pendidikan yang memuat tentang kelamin, anggota tubuh yang membedakan pria dan wanita, dan kelenjar atau hormon yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin.

Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan seks adalah sebuah pembelajaran yang melalui proses panjang dan membutuhkan berbagai macam media informasi seperti buku, maupun melalui obrolan-obrolan kecil yang memuat tentang seksualitas untuk mengenalkan perbedaan jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, serta cara menjaga dan merawatnya.

9

2.1.1.2 Pentingnya Pengetahuan Pendidikan Seks bagi Anak

Pentingnya pengetahuan siswa tentang pendidikan seks hendaknya diperhatikan oleh para guru dan orang tua. Dengan memiliki pemahaman yang baik, diharapkan para siswa dapat meminimalisir timbulnya perilaku menyimpang dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang kurang bertanggung jawab. Pengetahuan pendidikan seks sangat penting bagi siswa, karena dengan pemahaman itu siswa akan dapat menilai bahwa perilaku menyimpang harus dihindari dan siswa dapat menghindari tindakan kekerasan seksual. Dalam hubungan ini Wirawansarwono dan Amisiamsidar (1986: 60) mengatakan bahwa pendidikan seks sangat perlu diberikan pada anak sedini mungkin agar mereka memiliki dasar pengetahuan yang kuat mengenai masalah seksual. Hal itu bertujuan agar mereka terhindar dari orang orang yang tidak bertanggung jawab yang ingin melakukan tindakan yang kurang terpuji kepada mereka. Misalnya adalah pedofil, pedofil adalah orang dewasa yang melakukan tindakan seks kepada anak-anak (Wirawansarwono dan Amisiamsidar, 1986: 60).

Menurut Tretsakis (2003: 12) pendidikan seks secara dini bagi anak-anak perlu dan penting untuk diberikan demi kesejahteraan dan kemantapan pribadi anak tersebut kelak setelah dewasa. Berikut alasannya:

1) Pendidikan seks secara dini akan memudahkan anak-anak menerima keadaan tubuhnya secara menyeluruh dan menerima fase-fase perkembangannya secara wajar.

2) Pendidikan seks secara dini akan membantu anak-anak untuk mengerti dan merasa puas dengan peranannya dalam kehidupan.

10

3) Pendidikan seks yang sehat cukup efektif untuk menghilangkan rasa ingin tahu yang tidak sehat yang sering muncul dalam benak anak-anak.

4) Secara keseluruhan, informasi seks yang diberikan akan melindungi kehidupan masa depan mereka dari komplikasi dan kelainan seks.

5) Pendidikan seks yang sehat, jujur dan terbuka juga akan menumbuhkan rasa hormat dan patuh anak-anak terhadap orang tuanya.

6) Pendidikan seks yang diajarkan secara terarah dan terpimpin di dalam lingkungan keluarga cenderung cukup efektif untuk mengatasi informasi-informasi negatif yang berasal dari luar lingkungan keluaraga.

7) Bila diajarkan dengan baik, pendidikan seks akan membuat masing-masing anak bangga dengan jenis kelaminnya.

8) Pendidikan yang sehat dan wajar memungkinkan anak memperoleh taraf kedewasaan yang layak menurut usianya.

Pendidikan seks sangat penting diberikan kepada anak sedini mungkin.

Pemberian pendidikan seks sejak dini diharapkan dapat membuat anak paham dengan kondisi tubuhnya dan dapat menjaganya dengan baik. Selain itu, pemberian pendidikan seks sejak dini bertujuan agar anak terhindar dari perilaku seksual yang menyimpang dan juga terhindar dari kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang lain. Pendidikan seks perlu diberikan sedini mungkin kepada anak-anak demi kesejahteraan dan kemantapan pribadi anak tersebut kelak setelah dewasa.

11

2.1.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Memasuki Remaja 2.1.2.1 Perkembangan

Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”.

Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis. Perkembangan secara umum memiliki mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Terjadinya perubahan dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat badan serta organ-organ tubuh lainnya, (b) aspek psikis: semakin bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir, mengingat, serta menggunakan imajinasi kreatifnya.

2. Terjadinya perubahan dalam proporsi: (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia remaja, (b) aspek psikis: perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas; dan perubahan perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada orang lain.

3. Lenyapnya tanda-tanda yang lama: (a) tanda-tanda fisik: lenyapnya kelenjar thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada, kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus dan gigi susu, (b) tanda-tanda psikis: lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk

12

gerak-gerik kanak-kanak (seperti merangkak) dan perilaku impulsive (dorongan untuk bertindak sebelum berpikir).

4. Diperoleh tanda-tanda yang baru: (a) tanda-tanda fisik: pergantian gigi dan karakteristik seks pada usia remaja, baik primer (menstruasi pada anak wanita, dan mimpi “basah” pada anak pria ), maupun sekunder (perubahan pada anggota tubuh: pinggul dan buah dada pada wanita; kumis, jakun, suara pada anak pria), (b) tanda-tanda psikis: seperti berkembangnya rasa ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral, dan keyakinan beragama (Yusuf, 2009).

Berdasarkan pengertian di atas, perkembangan adalah perubahan- perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis. Perkembangan secara umum memiliki mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: terjadi perubahan secara fisik dan psikis, terjadi perubahan proporsi secara fisik dan psikis, lenyapnya tanda-tanda yang lama, dan memperoleh tanda-tanda perkembangan yang baru.

2.1.2.2 Masa Usia Sekolah Dasar

Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada umur 6 atau 7 tahun, biasanya anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu:

13

1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun.

2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar kira-kira umur 9 atau 10 sampai umur 12 atau 13 tahun.

Beberapa sifat khas anak-anak pada masa kelas-kelas atas sekolah dasar ialah:

1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

2. Amat realistik, ingin mengetahui, dan ingin belajar.

3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus).

4. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya.

Selepas umur ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.

5. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.

6. Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri (Yusuf, 2011).

14

Dari pengertian diatas masa anak sekolah dasar kelas atas kira-kira umur 9 atau 10 sampai umur 12 atau 13 tahun yang sudah berminat terhadap kehidupan raktis sehari-hari yang konkret, mulai berfikir realistis, tertarik kepada hal-hal yang bersifat khusus, membutuhkan orang yang dapat membantu menyelesaikan tugas-tugasnya, memandang nilai rapor sebagai ukuran yang tepat atas prestasinya, dan gemar membentuk kelompok teman sebaya.

2.1.2.3 Perkembangan Intelektual Anak

Piaget dalam (Nurgiyantoro, 2005: 50) membedakan perkembangan intelektual anak ke dalam empat tahapan. Tiap tahapan memiliki karakteristik yang membedakannya dengan tahapan lain. Tahapan tersebut meliputi: tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasi konkret, dan tahap operasional formal.

1. Tahap sensorimotor (the sensorymotor period, 0-2 tahun). Tahap ini merupakan tahapan pertama dalam perkembangan kognitif anak. Tahap sensorimotor terjadi berdasarkan informasi dari indera (senses) dan bodi (motor). Karakteristik utama dalam tahap ini adalah bahwa anak belajar lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor serta mengembangkan pemahaman sebab-akibat atau hubungan-hubungan berdasarkan sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsung.

Anak mulai memahami hubungannya dengan orang lain, mengembangkan pemahaman objek secara permanen. Pada usia anak 1-2 tahun, anak pada tahapan ini menyukai aktivitas atau permainan bunyi yang mengandung perulangan-perulangan yang ritmis. Anak menyukai bunyi-bunyian yang

15

bersajak dan berirama. Permainan bunyi yang dimaksud dapat berupa nyanyian, kata-kata yang dinyanyikan, atau kata-kata biasa dalam perkataan yang tidak dilagukan (Nurgiyantoro, 2005: 50).

2. Tahap praoperasional (the preoperational period, 2-7 tahun). Dalam tahap ini anak mulai dapat “mengoperasikan” sesuatu yang sudah mencerminkan aktivitas mental dan tidak lagi semata-mata bersifat fisik. Karakteristik dalam tahap ini antara lain adalah bahwa (i) anak mulai belajar mengaktualisasi dirinya lewat bahasa, bermain, dan menggambar (corat-coret). (ii) Jalan pikiran anak masih bersifat egosentris, menempatkan dirinya sebagai pusat dunia, yang didasarkan persepsi segera dan pengalaman langsung karena masih kesulitan menempatkan dirinya di antara orang lain. Anak tidak dapat memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain. (iii) Anak mempergunakan simbol dengan cara elementer yang pada awalnya lewat gerakan-gerakan tertentu dan kemudian lewat bahasa dalam pembicaraan. (iv) Pada masa ini anak mengalami proses asimilasi di mana anak mengasimilasikan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakan dengan cara menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu bentuk skema di dalam kognisinya (Nurgiyantoro, 2005: 51).

3. Tahap operasional konkret (the concrete operational, 7-11 tahun). Pada tahap ini anak mulai dapat memahami logika secara stabil. Karakteristik anak pada tahap ini antara lain adalah (i) anak dapat membuat klasifikasi sederhana, mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifat umum, misalnya klasifikasi warna, klasifikasi karakter tertentu. (ii) Anak dapat

16

membuat urutan sesuatu secara semestinya, mengurutkan abjad, angka, besar-kecil, dan lain-lain. (iii) Anak mulai dapat mengembangkan imajinasinya ke masa lalu dan masa depan: adanya perkembangan dari pola berpikir yang egosentris menjadi mudah untuk mengidentifikasikan sesuatu dengan sudut pandang berbeda. (iv) Anak mulai dapat berpikir argumentatif dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan memperoleh ide-ide sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa, namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang abstrak karena jalan pikirnya terbatas pada situasi yang konkret (Nurgiyantoro, 2005: 52).

4. Tahap operasi formal (the formal operational, 11 atau 12 tahun ke atas).

Pada tahap ini, tahap awal adolesen, anak sudah mampu berpikir abstrak.

Karakteristik penting dalam tahap ini antara lain adalah (i) anak sudah mampu berpikir “secara ilmiah”, berpikir teoritis, berargumentasi dan menguji hipotesis yang mengutamakan kemampuan berpikir. (ii) Anak sudah mampu memecahkan masalah secara logis dengan melibatkan berbagai masalah yang terkait (Nurgiyantoro, 2005: 53).

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai tahap perkembangan intelektual anak, dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Anak SD kelas atas awal berusia sekitar 9-10 tahun sehingga pada usia itu mereka termasuk kedalam tahap operasional konkret.

17 2.1.2.4 Perkembangan Sosial

Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan social, dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada usia dini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya (Yusuf, 2011).

Dari pengertian di atas, perkembangan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.

2.1.2.5 Perkembangan Emosi

Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya, kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan).

18

Dalam proses peniruan, kemampuaan orangtua dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh.

Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya apabila yang menyertai proses itu emosi negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya (Yusuf, 2011).

Dari pengertian di atas, anak harus belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini temasuk pula mempengaruhi perilaku belajar anak.

2.1.2.6 Perkembangan Anak Memasuki Masa Remaja

Masa dalam kehidupan seseorang ketika dia berubah dari anak menjadi orang dewasa sering disebut dengan adolesens/ remaja. Ini adalah suatu periode yang secara kasar pararel dengan tahun-tahun remaja awal, tetapi kadang-kadang lebih awal lagi pada anak perempuan yaitu umur 9 tahun. Awal adolesens dikenal sebagai pubertas. Istilah “pubertas” mengacu pada fase pertama masa remaja,

19

ketika pematangan seksual menjadi nyata. Dapat dikatakan bahwa pubertas dimulai dengan peningkatan hormone dan manifestasinya, seperti pembesaran indung telur secara berangsur pada perempuan dan pertumbuhan sel testis pada pria. Tahap perkembangan ini ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang akan dipersiapkan untuk reproduksi, menstruasi pada anak-anak perempuan dan munculnya sperma untuk pertama kali pada anak laki-laki sama dengan ciri-ciri seks sekunder seperti tumbuhnya rambut di kemaluan dan ketiak, membesarnya payudara pada anak-anak perempuan, dan suara yang berat pada anak laki-laki (Wuryani, 2008: 87).

Lebih detail perubahan fisik dalam (Farida, 2014: 22) yaitu Laki-laki: (1) Perubahan suara, karena pita suara berkembang, suara menjadi lebih berat. (2) Berat dan tinggi badan bertambah secara signifikan. (3) Penis mulai membesar.

(4) Testis mulai tumbuh. (5) Rambut di sekitar kemaluan mulai tumbuh. (6) Kelenjar minyak lebih aktif, keringat lebih banyak. (7) Tumbuh rambut di daerah wajah dan ketiak. Perempuan: (1) Mulai menstruasi. (2) Payudara mulai tumbuh.

(3) Berat dan tinggi badan mulai berkembang secara signifikan. (4) Mulai tumbuhrambut di wilayah kemaluan. (5) Kelenjar minyak lebih aktif, keringat lebih banyak. (6) Mulai tumbuh rambut di ketiak.

Dari pengertian di atas, perkembangan anak memasuki masa remaja ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang akan dipersiapkan untuk reproduksi, menstruasi pada anak-anak perempuan dan munculnya sperma untuk pertama kali pada anak laki-laki sama dengan ciri-ciri seks sekunder seperti

20

tumbuhnya rambut di kemaluan dan ketiak, membesarnya payudara pada anak-anak perempuan, dan suara yang berat pada anak-anak laki-laki.

2.1.2.7 Perkembangan Minat pada Seks

Hurlock (2005: 135) menjelaskan minat seks berkembang setelah anak masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman sebaya yang bertambah kerab dan erat. Sepanjang masa sekolah, minat pada seks meningkat, dan biasanya mencapai puncaknya selama periode perubahan pubertas. Minat seks pada masa pubertas adalah minat pertama yang muncul dalam kehidupan.

Terdapat beberapa faktor pada masa kanak-kanak yang menyebabkan peningkatan pada minat seks jika anak bertambah besar. Salah satu yang terpenting adalah tekanan teman sebaya. Menurut anak puber, kemampuan menceritakan atau mengerti lelucon porno dan mampu menangkap humornya memperbesar reputasi anak sebagai anak yang “sportif”. Anak-anak masa kini tidak luput dari banjir seks di media massa. Semua bentuk media massa, misalnya komik, film, televisi, dan surat kabar, menyuguhkan gambar dan informasi tentang seks yang meningkatkan minat anak. Pertujukan film pada televisi yang

“untuk tujuh belas tahun ke atas” atau “hanya bimbingan orang tua” makin memperbesar minat anak pada seks.

Kejadian dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menumbuhkan minat anak pada seks. Kejadian tersebut antara lain: saat kelahiran bayi dalam keluarga atau lingkungan tetangga, membesarnya tubuh wanita selama kehamilan diikuti dengan mengecilnya perut dan menonjolnya dada sesudah kehamilan. Tekanan orang tua, teman sebaya dan sekolah pada perbedaan seks dan kesesuaian seks

21

menambah minat seks pada anak. Pendidikan seks juga dapat membangkitkan minat anak pada seks. Sebagai contoh, saat orang tua memanggil anaknya terpisah dari saudara kandungnya dan menceritakan segala hal tentang seksualitas padanya, lalu diakhiri dengan peringatan untuk tidak membicarakannya dengan siapa pun, membuat anak merasa bahwa pembicaraan mengenai seksualitas adalah bagian yang menarik dalam hidup mereka. Selain itu pendidikan seks di sekolah, berupa kelas khusus yang hanya diikuti dengan izin tertulis orang tua, ikut memperkuat minat anak pada seks.

Dari pengertian di atas, didapat kesimpulan bahwa minat seks berkembang setelah anak masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman sebaya yang bertambah erat selama periode perubahan pubertas. Anak-anak masa kini tidak luput dari banjir seks di media massa. Semua bentuk media massa, misalnya komik, film, televisi, dan surat kabar, menyuguhkan gambar dan informasi tentang seks yang meningkatkan minat anak. Kejadian dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menumbuhkan minat anak pada seks. Kejadian tersebut antara lain: saat kelahiran bayi dalam keluarga atau lingkungan tetangga, membesarnya tubuh wanita selama kehamilan diikuti dengan mengecilnya perut dan menonjolnya dada sesudah kehamilan.

22 2.1.3 Media Pembelajaran

2.1.3.1 Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau suatu hal dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat peserta didik (Sukiman, 2012:

29). Rosyada (2010: 7) mengatakan media pembelajaran dapat dipahami segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efetif. Arsyad (2010: 3) berpendapat bahwa media adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.

Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran ialah segala sesuatu yang digunakan dalam proses belajar untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima, sehingga merangsang pikiran dan minat peserta didik serta tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.

2.1.3.2 Jenis-jenis Media

Menurut Sudjana dan Rivai (1990: 3-4), ada beberapa jenis media pengajaran yang biasa digunakan dalam proses pengajaran. Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain-lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi, yakni media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam

23

bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama, dan lain-lain. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP, dan lain-lain. Keempat, penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.

Leshin, Pollock dan Reigeluth (dalam Arsyad, 2009: 36) mengklasifikasikan media ke dalam lima kelompok, yaitu: a) media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main-peran, kegiatan kelompok, field-trip), b) media berbasis cetak (buku, penuntun, buku latihan (workbook), alat bantu kerja, dan lembaran lepas), c) media berbasis visual (video, film, program slide-tape, televisi), dan e) media berbasis komputer (pengajaran dengan bantuan komputer, interaktif video, hypertext).

2.1.3.3 Tujuan Pemanfaatan Media Pembelajaran

Tujuan pemanfaatan media pembelajaran adalah untuk mengefektifkan dan mengefisienkan proses pembelajaran itu sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pengembangan media pembelajaran. Guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat atau media pembelajaran yang ada di sekolah. Di samping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran (Arsyad, 2010: 2). Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran untuk siswa, yang meliputi (Hamalik, 1994: 6):

a. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar

24

b. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan c. Seluk-beluk proses belajar

d. Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan

d. Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan