• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.2 Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Memasuki

2.1.2.7 Perkembangan Minat pada Seks

Hurlock (2005: 135) menjelaskan minat seks berkembang setelah anak masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman sebaya yang bertambah kerab dan erat. Sepanjang masa sekolah, minat pada seks meningkat, dan biasanya mencapai puncaknya selama periode perubahan pubertas. Minat seks pada masa pubertas adalah minat pertama yang muncul dalam kehidupan.

Terdapat beberapa faktor pada masa kanak-kanak yang menyebabkan peningkatan pada minat seks jika anak bertambah besar. Salah satu yang terpenting adalah tekanan teman sebaya. Menurut anak puber, kemampuan menceritakan atau mengerti lelucon porno dan mampu menangkap humornya memperbesar reputasi anak sebagai anak yang “sportif”. Anak-anak masa kini tidak luput dari banjir seks di media massa. Semua bentuk media massa, misalnya komik, film, televisi, dan surat kabar, menyuguhkan gambar dan informasi tentang seks yang meningkatkan minat anak. Pertujukan film pada televisi yang

“untuk tujuh belas tahun ke atas” atau “hanya bimbingan orang tua” makin memperbesar minat anak pada seks.

Kejadian dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menumbuhkan minat anak pada seks. Kejadian tersebut antara lain: saat kelahiran bayi dalam keluarga atau lingkungan tetangga, membesarnya tubuh wanita selama kehamilan diikuti dengan mengecilnya perut dan menonjolnya dada sesudah kehamilan. Tekanan orang tua, teman sebaya dan sekolah pada perbedaan seks dan kesesuaian seks

21

menambah minat seks pada anak. Pendidikan seks juga dapat membangkitkan minat anak pada seks. Sebagai contoh, saat orang tua memanggil anaknya terpisah dari saudara kandungnya dan menceritakan segala hal tentang seksualitas padanya, lalu diakhiri dengan peringatan untuk tidak membicarakannya dengan siapa pun, membuat anak merasa bahwa pembicaraan mengenai seksualitas adalah bagian yang menarik dalam hidup mereka. Selain itu pendidikan seks di sekolah, berupa kelas khusus yang hanya diikuti dengan izin tertulis orang tua, ikut memperkuat minat anak pada seks.

Dari pengertian di atas, didapat kesimpulan bahwa minat seks berkembang setelah anak masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman sebaya yang bertambah erat selama periode perubahan pubertas. Anak-anak masa kini tidak luput dari banjir seks di media massa. Semua bentuk media massa, misalnya komik, film, televisi, dan surat kabar, menyuguhkan gambar dan informasi tentang seks yang meningkatkan minat anak. Kejadian dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menumbuhkan minat anak pada seks. Kejadian tersebut antara lain: saat kelahiran bayi dalam keluarga atau lingkungan tetangga, membesarnya tubuh wanita selama kehamilan diikuti dengan mengecilnya perut dan menonjolnya dada sesudah kehamilan.

22 2.1.3 Media Pembelajaran

2.1.3.1 Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau suatu hal dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat peserta didik (Sukiman, 2012:

29). Rosyada (2010: 7) mengatakan media pembelajaran dapat dipahami segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efetif. Arsyad (2010: 3) berpendapat bahwa media adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.

Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran ialah segala sesuatu yang digunakan dalam proses belajar untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima, sehingga merangsang pikiran dan minat peserta didik serta tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.

2.1.3.2 Jenis-jenis Media

Menurut Sudjana dan Rivai (1990: 3-4), ada beberapa jenis media pengajaran yang biasa digunakan dalam proses pengajaran. Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain-lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi, yakni media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam

23

bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama, dan lain-lain. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP, dan lain-lain. Keempat, penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.

Leshin, Pollock dan Reigeluth (dalam Arsyad, 2009: 36) mengklasifikasikan media ke dalam lima kelompok, yaitu: a) media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main-peran, kegiatan kelompok, field-trip), b) media berbasis cetak (buku, penuntun, buku latihan (workbook), alat bantu kerja, dan lembaran lepas), c) media berbasis visual (video, film, program slide-tape, televisi), dan e) media berbasis komputer (pengajaran dengan bantuan komputer, interaktif video, hypertext).

2.1.3.3 Tujuan Pemanfaatan Media Pembelajaran

Tujuan pemanfaatan media pembelajaran adalah untuk mengefektifkan dan mengefisienkan proses pembelajaran itu sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pengembangan media pembelajaran. Guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat atau media pembelajaran yang ada di sekolah. Di samping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran (Arsyad, 2010: 2). Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran untuk siswa, yang meliputi (Hamalik, 1994: 6):

a. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar

24

b. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan c. Seluk-beluk proses belajar

d. Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan e. Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan

f. Usaha inovasi dalam media pendidikan.

Keterampilan itu dibutuhkan oleh guru apabila sekolah belum memiliki media pembelajaran yang diperlukan, sehingga guru harus membuat media pembelajaran yang sesuai dengan materi.

Tujuan pemanfaatan media pembelajaran dalam proses pembelajaran adalah untuk mengefektifkan dan mengefesiensikan proses pembelajaran itu sendiri (Rosyada, 2010: 2). Media pembelajaran berfungsi untuk tujuan intruksi dimana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan peserta didik, baik dalam benak atau mental, maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis, dilihat dari segi prinsip-prinsip belajar agar dapat menyiapkan intruksi yang efektif. Selain menyenangkan, media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan peserta didik (Sukiman, 2012: 40). Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, tujuan pemanfaatan media pembelajaran adalah dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan kepada peserta didik sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.

25

2.1.3.4 Kriteria Dasar dalam Pemilihan Media Pembelajaran

Media pembelajaran sebagai komponen pembelajaran perlu dipilih sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi secara efektif. Sukiman (2012: 47) berpendapat bahwa pemilihan suatu media tertentu oleh seorang guru didasarkan atas beberapa perimbangan, antara lain:

1. Guru merasa sudah akrab dengan media itu.

2. Guru merasa bahwa media yang dipilihnya dapat menggambarkan dengan lebih baik daripada dirinya sendiri.

3. Media yang dipilihnya dapat menarik minat dan perhatian peserta didik, serta menuntunnya pada penyajian yang lebih terstruktur dan terorganisasi. Pertimbangan ini diharapkan guru dapat memenuhi kebutuhan dalam mencapai tujuan yang telah ia tetapkan.

Arsyad (2005: 72-74) mengatakan bahwa dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan media antara lain adalah:

1) Motivasi: Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk belajar dari pihak peserta didik sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan latihan. Lagi pula, pengalaman yang akan dialami siswa harus relevan dan bermakna baginya. Oleh karena itu, perlu untuk melahirkan minat itu dengan perlakuan yang memotivasi dari informasi yang terkandung dalam media pembelajaran.

2) Perbedaan individual: Peserta didik belajar dengan cara dan tingkat kecepatan yang berbeda-beda. Faktor-faktor seperti kemampuan

26

intelegensia, tingkat pendidikan, kepribadian dan gaya belajar mempengaruhi kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar. Tingkat kecepatan penyajian informasi melalui media harus berdasarkan tingkat pemahaman.

3) Tujuan pembelajaran: Jika peserta didik diberitahukan apa yang diharapkan mereka pelajari melalui media pemnbelajaran itu, kesempatan untuk berhasil dalam pembelajaran akan semakin besar.

Disamping itu, pernyataan mengenai tujuan belajar yang ingin dicapai dapat menolong perancang dan penulis materi pelajaran. Tujuan ini akan menentukan bagian isi yang mana yang harus mendapatkan perhatian pokok dalam media pembelajaran.

4) Organisasi isi: Pembelajaran akan lebih mudah jika isi dan prosedur atau keterampilan fisik yang akan dipelajari diatur dan diorganisasikan ke dalam urut-urutan yang bermakna, sehingga siswa akan memahami dan mengingat lebih lama materi pelajaran yang secara logis disusun dan diurut-urutkan secara teratur. Disamping itu, tingkat materi yang akan disajikan ditetapkan berdasarkan kompleksitas dan tingkat kesulitan isi materi. Dengan cara seperti ini dalam pengembangan dan penggunaan media, siswa dapat dibantu untuk secara lebih baik mensintesis dan memadukan pengetahuan yang akan dipelajari.

5) Persiapan sebelum belajar: Peserta didik sebaiknya telah menguasai secara baik pelajaran dasar atau memiliki pengalaman yang diperlukan secara memadai dengan sukses. Dengan kata lain, ketika merancang

27

materi pelajaran, perhatian harus ditujukan kepada sifat dan tingkat persiapan siswa.

6) Emosi: pembelajaran yang melibatkan emosi dan perasaan pribadi serta kecakapan amat berpengaruh dan bertahan. Media pembelajaran adalah cara yang sangat baik untuk menghasilkan respons emosional seperti takut, cemas, empati, cinta kasih, dan kesenangan. Oleh karena itu, perhatian khusus harus ditunjukan kepada elemen-elemen rancangan media jika hasil yang diinginkan berkaitan dengan pengetahuan dan sikap.

7) Partisipasi: Agar pembelajaran berlangsung dengan baik, seorang peserta didik harus menginternalisasi informasi, tidak sekedar diberitahukan kepadanya. Oleh sebab itu, belajar memerlukan kegiatan, partisipasi aktif oleh siswa jauh lebih baik daripada mendengarkan dan menonton secara pasif. Partisipasi artinya kegiatan mental atau fisik yang terjadi di sela-sela penyajian materi pelajaran. Dengan partisipasi kesempatan lebih besar terbuka bagi siswa untuk memahami dan mengingat materi pelajaran itu.

8) Umpan balik: Hasil belajar dapat meningkat apa bila secara berkala peserta didik diinformasikan kemajuan belajarnya. Pengetahuan tentang hasil belajar, pekerjaan yang baik, atau kebutuhan untuk perbaikan pada sisi-sisi tertentu akan memberikan sumbangan terhadap motivasi belajar dan berkelanjutan

9) Penguatan: apabila peserta didik berhasil belajar, ia didorong untuk

28

terus belajar. Pembelajaran yang didorong oleh keberhasilan amat bermanfaat, dapat membangun kepercayaan diri, dan secara positif mempengaruhi perilaku di masa-masa yang akan datang.

10) Latihan dan pengulangan: sesuatu hal baru jarang sekali dapat dipelajari secara efektif hanya dengan sekali jalan. Agar suatu pengetahuan atau keterampilan dapat menjadi bagian kompetisi atau kecakapan intelektual seseorang, haruslah pengetahuan atau keterampilan itu sering diulangi dan dilatih dalam berbagai konteks. Dengan demikian, ia dapat tinggal dalam ingatan jangka panjang.

11) Penerapan: hasil belajar yang diinginkan adalah meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerapkan atau mentransfer hasil belajar pada masalah atau situasi baru. Tanpa dapat melakukan ini, pemahaman sempurna belum dapat dikatakan dikuasai. Siswa mesti telah pernah dibantu untuk mengenali atau menemukan generalisasi (konsep, prinsip, atau kaidah) yang berkaitan dengan tugas. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk bernalar dan memutuskan dengan menerapkan generalisasi atau prosedur terhadap berbagai masalah atau tugas baru.

Berdasarkan penjelasan mengenai ktriteria dasar dan pemilihan media pembelajaran dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa ktriteria dasar dalam pemilihan media pembelajaran yaitu: 1. Guru merasa sudah akrab dengan media itu, 2. Guru merasa bahwa media yang dipilihnya dapat menggambarkan dengan lebih baik daripada dirinya sendiri, 3. Media yang dipilihnya dapat menarik minat dan perhatian peserta didik, serta menuntunnya

29

pada penyajian yang lebih terstruktur dan terorganisasi. Selain itu juga harus melihat dari segi psikologis, yaitu: 1. Motivasi, 2. Perbedaan individual, 3. Tujuan pembelajaran, 4. Organisasi isi, 5. Persiapan sebelum belajar, 6. Emosi, 7.

Partisipasi, 8. Umpan balik, 9. Penguatan, 10. Latihan dan penguatan, 11.

Penerapan.

2.1.4 Buku Cerita Bergambar

2.1.4.1 Pengertian Buku Cerita Bergambar

Salah satu media yang dapat membantu siswa dalam memahami suatu teks cerita yaitu gambar. Pengajaran akan lebih efektif apabila objek dan kejadian yang menjadi bahan pengajaran dapat divisualisasikan secara realistik menyerupai keadaan yang sebenarnya, namun tidaklah berarti bahwa media harus selalu menyerupai keadaan yang sebenarnya (Sudjana dan Rivai, 1990: 9).

Beberapa alasan menunjukkan bahwa gambar merupakan media yang baik untuk membantu proses belajar. Gambar berfungsi sebagai pemancing kognisi dan imajinasi serta pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan (Nurgiyantoro, 2010: 429).

Arsyad (2009: 91) mengemukakan bahwa media visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Sadiman, dkk. (2009:

29-31) menyebutkan beberapa kelebihan media gambar adalah sebagai berikut:

a) Sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.

30

b) Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu bisa siswa dibawa ke objek atau peristiwa tersebut.

c) Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.

d) Gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan bergambar. Cerita bergambar adalah teks cerita yang disertai gambar-gambar.

Istilah lain yang lebih populer yaitu buku cerita bergambar. Buku bacaan cerita yang menampilkan teks narasi secara verbal dan disertai gambar-gambar ilustrasi itu disebut sebagai buku bergambar atau buku cerita bergambar (Nurgiyantoro, 2005: 152).

Menurut Huck, dkk. (dalam Nurgiyantoro, 2005: 153), buku bergambar (picture books) menunjuk pada pengertian buku yang menyampaikan pesan lewat dua cara, yaitu lewat ilustrasi dan tulisan. Lukens, 2003 (dalam Nurgiyantoro, 2005: 154) menguatkan bahwa ilustrasi gambar dan tulisan merupakan dua media yang berbeda, tetapi dalam buku cerita bergambar keduanya secara bersama membentuk perpaduan. Gambar-gambar itu akan membuat tulisan verbal menjadi lebih kelihatan, konkret, dan sekaligus memperkaya makna teks.

31

Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005: 153) mengemukakan bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang menampilkan gambar dan teks yang keduanya saling menjalin. Baik gambar maupun teks secara sendiri belum cukup untuk mengungkapkan cerita secara lebih mengesankan, dan keduanya saling membutuhkan untuk saling mengisi dan melengkapi. Dengan demikian, pembacaan terhadap buku bacaan cerita tersebut akan terasa lebih lengkap dan konkret jika dilakukan dengan melihat (baca: mengamati) gambar dan membaca teks narasinya lewat huruf-huruf. Menurut Huck, dkk. (dalam Nurgiyantoro, 2005: 154), dalam picture storybooks gambar-gambar yang ditampilkan harus mencerminkan alur dan karakter tokoh. Justru karena tuntutan ini gambar-gambar yang ditampilkan dapat menjadi bervariasi dan lebih menarik. Selain itu, dalam tiap ilustrasi tokoh dan alur cerita, juga sering ikut ditunjukkan aspek-aspek latar yang mendukungnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita bergambar merupakan sebuah cerita dalam bentuk teks narasi atau kata-kata dan disertai dengan gambar-gambar yang berfungsi sebagai ilustrasi cerita. Kata-kata dan gambar-gambar merupakan kesatuan yang padu, sehingga ilustrasi tersebut menggambarkan keseluruhan alur narasi. Dengan demikian, media cerita bergambar merupakan salah satu media pembelajaran yang efektif karena mengkombinasikan kata-kata dan gambar secara terpadu.

32 2.1.4.2 Manfaat Buku Cerita Bergambar

Menurut Nurgiyantoro (2005: 152), dengan gambar-gambar cerita menarik yang dihadirkan, siswa akan membaca dengan penuh kesungguhan mengikuti dan mencoba memahami alur gambar aksi yang dilihatnya, dan itu mungkin sekali dilakukan berkali-kali. Gambar-gambar cerita itu menjadi salah satu daya gerak mengembangkan fantasi lewat imajinasi dan logika. Menurut Prasetyono (2008:

89), bahan bacaan yang bergambar (komik) mempunyai efek yang lebih kuat daripada yang tidak bergambar. Hal ini karena bahan bacaan yang disertai dengan gambar (cerita bergambar) memiliki banyak manfaat.

Prasetyono (2008: 82-83) mengemukakan maksud dari buku-buku yang bergambar ini adalah sebagai berikut:

a) Menarik perhatian siswa.

b) Menimbulkan motivasi atau merangsang siswa.

c) Merangsang percakapan (ekspresi dan diskusi).

d) Mendidik sifat kritis pada siswa.

e) Memperkenalkan kata-kata baru.

f) Menyajikan pola-pola kalimat.

Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005: 159-161) menunjukkan beberapa hal tentang fungsi dan pentingnya buku cerita bergambar bagi siswa adalah sebagai berikut:

a) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa terhadap pengembangan dan perkembangan emosi.

33

b) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa untuk belajar tentang dunia, menyadarkan siswa tentang keberadaan di dunia di tengah masyarakat dan alam.

c) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa belajar tentang orang lain, hubungan yang ada terjadi, dan pengembangan perasaan.

d) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa untuk memperoleh kesenangan.

e) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa untuk mengapresiasi keindahan.

f) Buku cerita bergambar dapat membantu siswa untuk menstimulasi imajinasi.

Dengan mengetahui berbagai manfaat tersebut, maka cerita bergambar dapat digunakan sebagai media saat proses pembelajaran berlangsung.

2.1.5 Gerakan Listerasi Sekolah

Dalam upaya menumbuhkan budi pekerti siswa, pemerintah melalui kemdikbud meluncurkan sebuah gerakan yang disebut Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Gerakan ini bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. Sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan didalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan

34

membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik (Dikdas.kemendikbud.go.id).

Adapun tujuan khusus dari literasi sekolah (Dikdas.kemendikbud.go.id):

1) Menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan menulis siswa di sekolah.

2) Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.

3) Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.

4) Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

Adapun prinsip-prinsip dari gerakan literasi sekolah (GLS) (Dikdas.kemendikbud.go.id):

1) Sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik berdasarkan karakteristiknya

2) Dilaksanakan secara berimbang; menggunakan berbagai ragam teks dan memperhatikan kebutuhan peserta didik

3) Berlangsung secara terintegrasi dan holistik di semua area kurikulum

4) Kegiatan literasi dilakukan secara berkelanjutan 5) Melibatkan kecakapan berkomunikasi lisan 6) Mempertimbangkan keberagaman

35 2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Mustika Dewi (2015) melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Pengetahuan Pendidikan Seks Melalui Layanan Informasi Pada Siswa kelas VI Madrasah Iptidaiyah Negeri Sumurejo Kota Semarang Tahun Ajaran 2015/2016”. Penelitian ini dilakukan karena masih rendahnya tingkat pengetahuan anak tentang pendidikan seks. Dari masalah inilah peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tersebut. Melalui layanan informasi diharapkan pengetahuan siswa dapat meningkat khususnya dalam pengetahuan pendidikan seks. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan siswa setelah mendapatkan informasi meningkat, dari kategori rendah 39% meningkat menjadi kategori tinggi 75%.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Lilik Andri Susanto (2016) dengan judul “Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran Komik pada Materi Persamaan Garis Lurus Ditinjau dari Prestasi dan Minat Belajar Siswa SMP Johanes Bosco Kelas VIII Democracy Tahun Ajaran 2015 atau 2016”. Dari penelitian ini dapat menunjukan bahwa minat belajar siswa mengalami peningkatan dari 86 menjadi 90; nilai terendah meningkat dari 54 menjadi 56.

Rata-rata minat belajar siswa juga meningkat setelah menggunakan media komik.

Penelitian yang ketiga adalah Penelitian yang dilakukan oleh Maria Nike P. W. S. (2016) dengan judul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Bergambar tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development (R & D) dengan menggunakan enam tahap. Penelitian ini menghasilkan prosuk bahan ajar

36

“Ayo Mengenal Tradisi Nglarung”. Pada penelitian ini peneliti mendapatkan nilai 4.5 dikategorikan sangat baik. Penelitian ini dilaksanakan di SD Kanisius Gowongan Yogyakarta. Secara keseluruhan, uji coba diikuti oleh 18 anak.

Berdasarkan ketiga penelitian relevan di atas, maka peneliti membuat bagan sebagai berikut:

Bagan 2.1 Penelitian yang relevan

2.3 Kerangka Berpikir

Pendidikan seks sangat penting diajarkan kepada siswa sejak dini, karena seks merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan seks, anak diharapkan mampu mengenali bagian tubuhnya sendiri maupun orang lain. Jika anak sudah mengenal bagian-bagian tubuh, hal yang

Mustika Dewi (2015) Meningkatkan

Pengetahuan Pendidikan Seks Melalui Layanan Informasi Pada Siswa kelas VI Madrasah pembelajaran komik pada materi persamaan garis lurus ditinjau dari prestasi dan minat belajar siswa SMP Johanes Bosco kelas VIII Democracy tahun ajaran 2015/2016.

Maria Nike P. W. S.

(2016) dengan judul

“Pengembangan

Prototipe Buku Cerita Bergambar tentang Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan KarakterKebangsaan”.

Pengembangan Buku Cerita Bergambar Berbasis Pendidikan Seks untuk Siswa SD Kelas Atas

37

harus diajarkan selanjutnya adalah bagaimana anak bisa menjaga tubuhnya sendiri. Karena sekarang ini banyak kasus pelecehan ataupun kejahatan seksual yang terjadi kepada anak dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai seks. Minimnya pengetahuan siswa disebabkan oleh minimnya antusias siswa dalam belajar, khususnya membaca. Sehingga mereka tidak memperoleh pengetahuan baru, mereka hanya belajar materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah.

Melalui kegiatan Gerakan Listerasi Sekolah (GLS) peneliti ingin mengajarkan kepada siswa untuk belajar mengenai pendidikan seks menggunakan media buku cerita bergambar. Buku cerita bergambar dipilih karena merupakan media yang menarik, di dalam buku cerita bergambar terdapat teks bacaan yang bersatu padu dengan gambar sebagai ilustrasi kejadian. Media cerita bergambar dapat merangsang siswa sehingga dapat meningkatkan minat membaca siswa.

Melalui kegiatan Gerakan Listerasi Sekolah (GLS) peneliti ingin mengajarkan kepada siswa untuk belajar mengenai pendidikan seks menggunakan media buku cerita bergambar. Buku cerita bergambar dipilih karena merupakan media yang menarik, di dalam buku cerita bergambar terdapat teks bacaan yang bersatu padu dengan gambar sebagai ilustrasi kejadian. Media cerita bergambar dapat merangsang siswa sehingga dapat meningkatkan minat membaca siswa.