• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Studi Pemanfaatan Lampu Merkuri 500 Watt Sebagai Atraktor Ikan Pada Pengoperasian Bagan Tancap (Lift Net

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "“Studi Pemanfaatan Lampu Merkuri 500 Watt Sebagai Atraktor Ikan Pada Pengoperasian Bagan Tancap (Lift Net"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMANFAATAN LAMPU MERKURI 500 WATT SEBAGAI ATRAKTOR IKAN PADA PENGOPERASIAN BAGAN TANCAP (LIFT NET)

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD YAMIN

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(2)

STUDI PEMANFAATAN LAMPU MERKURI 500 W SEBAGAI ATRAKTOR IKAN PADA PENGOPERASIAN BAGAN TANCAP (LIFT NET)

SKRIPSI

MUHAMMAD YAMIN L231 08 276

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pada

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(3)

Judul : Studi Pemanfaatan Lampu Merkuri 500 watt sebagai Atraktor Ikan pada Pengoperasian Bagan Tancap (Lift Net)

Nama : Muhammad Yamin

Stambuk : L 231 08 276

Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Skripsi ini Telah Diperiksa dan Disetujui oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M. Sc Prof. Dr. Ir. Sudirman, M.Pi NIP. 196007011986011001 NIP: 196412121989031004

Mengetahui,

Dekan Ketua Program Studi

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Prof. Dr. Ir. Hj. Andi Niartiningsih, M.P Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M.Si NIP. 196112011987032002 NIP. 196906051993032002

Tanggal Lulus: Maret 2013

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD YAMIN / L231 08 276. “Studi Pemanfaatan Lampu Merkuri 500 Watt Sebagai Atraktor Ikan Pada Pengoperasian Bagan Tancap (Lift Net)”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc sebagai Pembimbing Utama dan Prof. Dr. Ir. Sudirman, M.Pi sebagai Pembimbing Anggota.

Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai bulan September 2013 ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas lampu Merkuri 500 Watt dalam menarik perhatian ikan untuk berkumpul di catchable area pada bagan tancap dalam melakukan penangkapan ikan dan hubungannya dengan jumlah hasil tangkapan. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan informasi bagi masyarakat khususnya nelayan agar mereka dapat mengetahui jenis lampu beserta daya yang tepat digunakan pada bagan tancap sehingga lebih efektif dalam memperoleh jumlah hasil tangkapan dalam pengoperasiannya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data langsung di lapangan dimana data yang diperoleh seperti jumlah dan jenis hasil tangkapan dianalisis secara deskriptif dengan bantuan tabel dan diagram.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian dapat diketahui bahwa:

1. Hasil tangkapan rata-rata per trip adalah 30,13 kg dengan kisaran 10,7 kg sampai dengan 70,4 kg, sedangkan hasil tangkapan rata-rata per hauling adalah 14,10 kg dengan kisaran 2,3 kg sampai 32 kg.

2. Ikan yang paling banyak atau dominan (dalam ukuran berat) tertangkap secara berturut-turut adalah Ikan Tembang (Sardinella sp) 36,03 %, Peperek (Leiognathus sp) 24 %, Cumi-cumi (Loligo sp) 21,47 %, Teri (Stolephorus spp) 10,95 %, dan Baronang (Siganus Sp) 7,56 &.

3. Komposisi jumlah hasil tangkapan harian alat tangkap bagan tancap selama penelitian yaitu, tangkapan utama 83 %, lebih besar dari pada tangkapan sampingan 8 %dan tangkapan buangan 9 % yang berarti efektif dalam menangkap jenis Ikan yang lebih bernilai ekonomis.

(5)

Abstract

MUHAMMAD YAMIN. L231 08 276. Study Utilization of Mercury Lamp 500 Watt as Attractor Fish on Lift Net Operation. Under the guidance of Sudirman (main supervisor) and Najamuddin (supervising member).

This research was implemented on July to September 2013. The purposes of this research are to know effectivity of mercury lamp 500 watt to attract attention of fish to gathering in catchable area on lift net and to know relation with catch result. The result of this research hoped can be information to society specially fisherman so they can know what type of lamp along power of lamp accurate use on life net so that more effective to get catch on operation lift net.

Research method used in this research is directly taking data where obtainable data like count and species of catch analyzed descriptive with table and diagram help.

Based on the observations made during the research is know that:

1. Average catch result per trip is 30.13 kg with range 10.7 kg to 70.4 kg. While average catch result per hauling is 14.10 kg with range 2.3 kg to 32 kg.

2. The dominant fish caught (on weight) respectively are Sardine (Sardinella sp) 36,03 %, Peperek (Leiognathus sp) 24 %, Squid (Loligo sp) 21,47 %, Anchovy (Stolephorus spp) 10,95 %, dan Baronang (Siganus Sp) 7,56 &.

3. Composition of daily catch of fishing equipment lift net for the research are, main catch 83 %, higher than by catch 8 % and discard catch 9 % means the mercury lamp effective to catch fish with economic values.

Keyword: Lift net.

(6)

RIWAYAT HIDUP

MUHAMMAD YAMIN HASAN, dilahirkan di Makassar pada tanggal 28 Oktober 1990.

Merupakan anak ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan H. Hasan Ali dan Endang Wahyuni. Memasuki pendidikan formal pada tahun 1995 – 1996 di Taman Kanak-Kanak Aisyah Tamalanrea Makassar. Pada tahun 1996 melanjutkan pendidikan di SDN INPRES Kampus UNHAS dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 – 2005 melanjutkan pendidikan di SMPN 12 Makassar. Kemudian pada tahun 2005 penulis kembali melanjutkan pendidikan di SMAN 6 Makassar dan lulus pada tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis berhasil lulus di Universitas Hasanuddin Makassar melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) dan diterima pada program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Selama menjalani perkuliahan, penulis tidak hanya aktif sebagai mahasiswa yang hanya belajar di ruang kuliah, tetapi penulis juga aktif menambah ilmu dan pengalaman di organisasi yang berdiri di lingkup jurusan perikanan diantaranya menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Profesi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan periode 2010-2011 dan Badan Pengurus Harian Mahasiswa Pecinta Alam GREEN FISH UNHAS Koordinator Divisi Pesisir, Laut, Sungai dan Rawa.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, terima kasih yang tak terhingga serta rasa syukur, terucap kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Sang Mahahati, Sang Maha segalanya, Maha pengasih dan penyayang yang telah memberikan cinta dan karunia tak terhingga, nikmat yang tak pernah berujung. Dan tak lupa pula kami panjatkan salawat dan salam pada junjunganku Nabi besar Muhammad Rasulullah SAW, terima kasih atas segala perjuangan dan amanah yang tak pernah padam sampai akhir zaman.

Salah satu keindahan di dunia ini yang akan selalu dikenang adalah ketika kita bisa melihat atau merasakan sebuah impian menjadi kenyataan. Dan, bagi penulis, skripsi ini adalah salah satu keindahan itu. Hanyalah dengan keridhoan-Nya sehingga penulis dapat merampungkan penyusunan Skripsi dengan judul “Studi Pemanfaatan Lampu Merkuri 500 Watt Sebagai Atraktor Ikan Pada Pengoperasian Bagan Tancap (Lift Net)” yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

Penulis sangat menyadari bahwa ini semua juga tidak lepas dari dukungan, motivasi, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak, mulai dari persiapan hingga skripsi ini dirampungkan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga serta sembah sujud kepada yang terkasih, tersayang dan tercinta ayahanda dan ibunda, H. Hasan Ali dan Endang Wahyuni. Serta seluruh saudaraku yang tersayang yang telah melewati bersama suka duka kehidupan. Juga untuk istriku tercinta, Sylvana rubi juniary yang tak

(8)

pernah lelah membalut hati ini dengan kasih, yang selalu memberi senyum tulus saat semangat ini mulai retak. Dan yang tak kalah spesial untuk saudara seperjuanganku Ashar (sekretaris umum HMP PSP UH periode 2010-2011), Iccank Agank, Iccank Palopo, Pute NDACO, pung Mimink dan Dedet Padecengi (yayangnya Nita Alone), yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai pluralitas dalam persaudaraan kita. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua di dunia dan di akhirat kelak.

Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.sc, selaku pembimbing utama dan Prof. Dr. Ir. H.

Sudirman, M. Pi, selaku pembimbing anggota, yang telah berkenan meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing dan memberikan petunjuk yang sangat berharga dari awal persiapan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Ilham Jaya, MM selaku Penasehat Akademik yang selalu meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan-arahan kepada Penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

2. Seluruh staf dosen Jurusan Perikanan khususnya dosen-dosen Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas bimbingannya selama ini.

Serta seluruh karyawan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan atas bantuannya dalam pengurusan administrasi selama perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

(9)

3. Keluarga Bapak Musroh atas keramahan serta kesediaannya meluangkan waktunya untuk memberikan informasi selama saya melaksanakan penelitian sampai selesainya skripsi ini.

4. Teman-teman seperjuangan, Amir, Muis, Zul dan Kak Dewi atas kerjasama yang baik dari awal hingga akhir penelitian.

5. Seluruh rekan-rekan di Perikanan khususnya PSP # 8 yang tak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

6. Keluarga besar MAPALA GREEN FISH di mabes Poendreehatta yang tak hentinya menyemangati dan memberi saran dan kritik selama penulisan laporan.

Keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki membuat Skripsi ini sangat jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga karya yang jauh dari sempurna ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi yang membutuhkan.

Akhirul qalam, semoga aktivitas dan keikhlasan kita diridhoi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.

Makassar, Februari 2013

P e n u l i s

MUHAMMAD YAMIN HASAN

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan dan Kegunaan ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Alat Tangkap ... 6

B. Metode Pengoperasian Bagan Tancap ... 7

C. Hasil Tangkapan Bagan Tancap ... 9

D. Penyebab Ikan Tertarik Cahaya ... 9

E. Lampu Merkuri ... 11

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ...13

B. Alat ... ... 13

C. Desain Penelitian ... 14

D. Metode Pengambilan Data ... 15

E. Analisis Data ... 17

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Alat Tangkap Bagan Tancap ... 19

(11)

B. Metode Penangkapan ... 25

C. Distribusi dan Iluminasi Cahaya Udara ... 28

D. Arus ... 30

E. Jumlah (Total) Hasil Tangkapan ... 31

F. Perbandingan Hasil Tangkapan (Primary catch, By catch, dan Discard catch) ... 36

G. Ukuran Jenis Ikan Dominan yang Tertangkap pada Bagan Tancap ... 39

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 51

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Alat yang Digunakan Dalam Penelitian ... 14 2. Jenis Ikan Hasil Tangkapan Selama Penelitian ... 41

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 13

2. Pemasangan Lampu Merkuri 250 watt 2 buah pada bagan tancap ... 15

3. Bagan Tancap yang digunakan Selama Penelitian ... 19

4. Jaring Beserta Bingkainya ... 20

5. Lampu Merkuri yang Digunakan Saat Penelitian ... 21

6. Mesin Generator Merek Shimura yang Digunakan Selama Penelitian ... 21

7. Perahu yang Digunakan Nelayan Bagan Tancap ... 23

8. Serok yang Digunakan Untuk Menaikkan Hasil Tangkapan Dari Waring ke Atas Bagan ... 24

9. Keranjang Ikan yang Digunakan untuk Menampung Ikan Hasil Tangkapan ... 24

10. Prose Penaikan Jaring (hauling) ... 26

11. Proses Penyortiran Hasil Tangkapan ... 27

12. Distribusi Cahaya Lampu Mercury 250 Watt ... 29

13. Grafik Total Hasil Tangkapan per Trip pada Alat Tangkap Bagan Tancap Menggunakan Lampu Merkuri 500 Watt Sebagai Atraktor Ikan ... 31

14. Grafik Total Hasil Tangkapan per Hauling pada Alat Tangkap Bagan Tancap Menggunakan Lampu Merkuri 500 Watt Sebagai Atraktor Ikan ... 33

15. Grafik Perbandingan Jumlah Hasil Tangkapan Bagan Tempat Penelitian (Dengan Perlakuan) dan Bagan Nelayan Lain (Tampa Perlakuan) ... 34

16. Komposisi Hasil Tangkapan ... 37

17. Grafik Total Hasil Tangkapan (kg) berdasarkan pengelompokan main catch, by catch, dan discard catch selama 22 trip. ... 38

(14)

18. Komposisi Jenis Hasil Tangkapan Berdasarkan Spesies Dominan ... 39 19. Grafik Distribusi Ukuran Panjang Ikan Teri (Stolephorus spp) ... 43 20. Grafik Distribusi Ukuran Panjang Ikan Tembang (Sardinella

fimbriata) ... 44 21. Grafik Distribusi Ukuran Panjang Cumi-cumi (Loligo sp) ... 45 22. Grafik Distribusi Ukuran Panjang Ikan Peperek (Leiognathus

sp) ... 46 23. Grafik Distribusi Ukuran Panjang Ikan Tembang (Leiognathus

sp) ... 47

(15)

DAFTAR LAMPlRAN

Nomor Halaman 1. Interval Ukuran Sampel Ikan Teri yang Tertangkap pada

Bagan Tancap ... 52

2. Interval Ukuran Sampel Ikan Tembang yang Tertangkap pada Bagan Tancap ... 53

3. Interval Ukuran Sampel Cumi-cumi yang Tertangkap pada Bagan Tancap ... 54

4. Interval Ukuran Sampel Ikan Bete-bete yang Tertangkap pada Bagan Tancap ... 55

5. Interval Ukuran Sampel Ikan Baronang yang Tertangkap pada Bagan Tancap ... 56

6. Total Hasil Tangkapan Trip ... 57

7. Total Hasil Tangkapan Hauling selama 22 Trip ... 58

8. Rekapitulasi Hasil Tangkapan Berdasarkan Hauling ... 59

9. Total Hasil Tangkapan Jenis Ikan Dominan ... 60

10. Total Hasil Tangkapan Bagan Tancap yang Beroperasi Tidak Jauh dari Tempat Penelitian ... 61

11. Data Kecepatan Arus Beserta Hasil Tangkapan ... 61

12. Hasil Pengukuran Besaran Iluminasi Cahaya Setiap 10o ... 63

13. Ikan Hasil Tangkapan ... 64

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketersediaan ikan pada suatu wilayah akan berubah seiring dengan perubahan lingkungan, yang menyebabkan ikan akan memilih tempat yang sesuai dengan kondisi fisiologinya dan perubahan itu dapat tejadi dalam waktu yang pendek maupun panjang. Pada umumnya daerah penangkapan ikan tidak ada yang bersifat tetap, selalu berubah seiring dengan pergerakan ikan yang menyesuaikan dengan perubahan kondisi lingkungan. Gunarso (1985) mengemukakan bahwa ikan selalu mencari tempat yang sesuai dengan hidupnya.

Walaupun demikian, potensi sumberdaya perikanan di beberapa wilayah indonesia banyak yang mengalami gejala over fishing, beberapa permasalahan pengelolaan perikanan kerap terjadi, seperti penggunaan bom, racun, perikanan pantai skala kecil yang intensif dan tidak teratur, dan tangkapan berlebih oleh perikanan komersil. Selain itu, yang menjadi masalah penting bagi para nelayan dan pengusaha perikanan tangkap yakni kurangnya hasil tangkapan yang diperoleh dan tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) sehingga menjadi sebuah pemikiran untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut yakni mencari alternatif jenis alat tangkap yang hemat bahan bakar maupun biaya operasional sehingga meningkatkan pendapatan dan berkonstribusi pada terjaminnya kesehatan masyarakat secara berkelanjutan.

Dari permasalahan tersebut, kemudian nelayan mulai memilih alat tangkap bagan tancap sebagai alternatif disebabkan karena alat tangkap ini bersifat pasif sehingga tidak membutukan modal yang banyak dalam pengoperasiannya tapi cukup efektif dalam penangkapan. Selain itu alat tangkap

(17)

ini juga tidak membutuhkan terlalu banyak tenaga manusia, hanya 1 atau 2 orang nelayan saja dalam mengoperasikannya.

Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di tanah air untuk menangkap ikan pelagis kecil, pertama kali diperkenalkan oleh nelayan Bugis-Makassar sekitar tahun 1950-an. Selanjutnya dalam waktu relatif singkat alat tangkap tersebut sudah dikenal di seluruh Indonesia. Bagan dalam perkembangannya telah banyak mengalami perubahan baik bentuk maupun ukuran yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan daerah penangkapannya. Berdasarkan cara pengoperasiannya, bagan dikelompokkan dalam jaring angkat (liftnet), namun karena menggunakan cahaya lampu dalam mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus, 1989).

Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk persegi empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh di atas perairan, dimana pada tengah dari bangunan tersebut dipasang jaring. Dengan kata lain, alat tangkap ini bersifat inmobile. Hal ini karena alat tersebut di tancapkan kedasar perairan, yang berarti kedalaman laut tempat beroperasinya alat ini menjadi sangat terbatas yaitu pada perairan dangkal.

Menurut klasifikasi statistik perikanan Indonesia, bagan termasuk kategori jaring angkat. Jaring angkat ini terdiri dari beberapa jenis yaitu bagan perahu, bagan tancap (termasuk kelong), serok, dan jaring angkat lainnya (Sudirman dan Nessa, 2011). Von Brant (1985) mengklasifikasikan bagan ke dalam kelompok lift net. Klasifikasi menurut Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) (2007), Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, bagan termasuk ke dalam golongan jaring angkat, yang terdiri dari beberapa jenis yaitu jaring angkat menetap anco (tanpa kapal dan bagan tancap), jaring angkat tidak menetap (bagan rakit, bagan perahu, anco berkapal (Bouke Ami) dan jaring angkat lainnya).

(18)

Hasil tangkapan utama dari bagan tancap adalah ikan pelagis kecil dan ikan-ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif yaitu ikan Teri (Stolephorus sp), dan avertebrata yaitu Cumi-cumi (Loligo sp). Namun, tidak jarang bagan tancap juga sering menangkap hasil sampingan seperti Layur (Trichulus savala), Tembang (Sardinella fimbriata), Peperek (Leiognathus sp), Kembung (Rastrelliger sp), Layang (Decapterus sp), dan lain-lain (Subani dan Barus, 1989).

Berdasarkan pengamatan Sudirman, dkk (2010) di Selat Makassar, bagan tancap memiliki 27 jenis ikan-ikan hasil tangkapan. Ikan hasil tangkapan tersebut digolongkan menjadi tiga macam, yaitu tangkapan utama (primary catch), tangkapan sampingan (by catch) dan tangkapan buangan (discard catch).

Tangkapan utama adalah tangkapan yang dipasarkan oleh nelayan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi, seperti jenis ikan Tembang, Teri, Kembung, Cumi-cumi, Biji nangka dan lain-lain. Tangkapan sampingan (by catch), seperti jenis-jenis ikan Peperek, dikeringkan lalu dijual sebagai bahan baku makanan ternak, sebagian lagi dibawa oleh nelayan kerumahnya sebagai lauk pauk untuk keluarganya. Sedangkan tangkapan buangan (discard catch) terdiri dari Ikan- ikan yang biasanya dibuang begitu saja ke laut karena tidak bernilai ekonomis dan tidak dapat dimakan. Jenis-jenis ikan yang tergolong discard catch pada bagan tancap adalah jenis-jenis Buntal dan Ubur-ubur (Sudirman dan Nessa, 2011).

Penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan di Indonesia dewasa ini telah berkembang sedemikian rupa, sehingga tempat-tempat dimana terdapat kegiatan perikanan hampir dipastikan bahwa di daerah tersebut terdapat lampu yang digunakan untuk usaha penangkapan ikan. Pada tahun 1950-an jumlah lampu yang digunakan untuk penangkapan ikan masih sangat terbatas dan terpusat di suatu daerah tertentu (Subani, 1983).

(19)

Nelayan Bagan tancap selama ini menggunakan lampu petromaks sebagai alat bantu dalam penangkapan, namun setelah harga minyak tanah mengalami kenaikan, dan tidak disubsidi lagi oleh pemerintah, maka nelayan bagan tidak lagi memperoleh minyak tanah dan akhirnya beralih ke lampu listrik.

Bagan adalah salah satu alat penangkap ikan yang berkembang pesat di perairan Sulawesi Selatan saat ini, penelitian mengenai aspek pencahayaan dan tingkah laku ikan pada bagan pun telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun, penelitian tentang pencahayaan sebagai komponen penangkapan pada bagan harus terus dilakukan untuk menambah informasi mengenai jenis dan daya lampu yang tepat digunakan mengingat penggunaan cahaya lampu sebagai atraktor ikan pada operasi light fishing merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan penangkapan. Untuk itu dilakukan penelitian tentang “Studi Pemanfaatan Lampu Merkuri 500 Watt Sebagai Atraktor Ikan Pada Pengoperasian Bagan Tancap (Lift Net)”.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektifitas lampu Merkuri 500 Watt dalam menarik perhatian ikan untuk berkumpul di catchable area pada bagan tancap dalam melakukan penangkapan ikan dan hubungannya dengan jumlah hasil tangkapan.

Adapun kegunaannya adalah sebagai bahan informasi bagi masyarakat khususnya nelayan agar mereka dapat mengetahui jenis lampu beserta daya yang tepat digunakan pada bagan tancap sehingga lebih efektif dalam memperoleh jumlah hasil tangkapan dalam pengoperasiannya. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan referensi dan berguna sebagai landasan ilmiah yang dapat memberikan informasi dasar dalam menggambarkan

(20)

fluktuasi hasil tangkapan harian bagan tancap dengan menggunakan lampu merkuri sebagai atraktor.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Alat Tangkap

Bagan tancap merupakan bagan yang dipasang secara menetap di perairan, terdiri dari rangkaian bambu yang dipasang secara membujur dan melintang. Bambu merupakan komponen utama dari bangunan bagan tancap dikarenakan bahan tersebut mudah diperoleh nelayan dan harganya pun tergolong murah. Jumlah bambu yang digunakan semakin banyak karena bambu tersebut harus disambung. Secara umum jumlah bambu bervariasi antara 135- 200 batang. Bambu tersebut merupakan komponen utama dalam menopang berdirinya alat tangkap bagan tancap di perairan (Sudirman dan Nessa, 2011).

Bagan tancap pada umumnya tersusun atas dua bagian yaitu bangunan bagan dan jaring bagan. Bangunan bagan terdiri dari rumah bagan, pelataran bagan, dan tiang pancang. Semua bangunan bagan terbuat dari bambu karena bahan ini memiliki keunggulan yaitu tahan terhadap resapan air laut sehingga umur bangunan bagan dapat bertahan lama. Di atas bangunan bagan tancap dibagian tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan tempat untuk melihat ikan/hasil tangkapan. Di atas bagan tancap ini terdapat roller yang terbuat dari bambu/kayu yang berfungsi untuk menarik jaring (Badjang, 2010). Ukuran bangunan bagan tancap pun bervariasi mulai dari ukuran 7 x 7 m sampai 9 x 9 m, bergantung kedalaman perairan tempat bagan tersebut dioperasikan. Umumnya nelayan menggunakan ukuran 8 x 8 m (Sudirman dan Nessa, 2011).

Konstruksi bagan tancap yang selanjutnya adalah jaring bagan. Jaring bagan diletakkan pada tengah bangunan bagan yang dimana jaring bagan tersebut dilengkapi dengan bingkai yang terbuat dari bambu dan gelang pengikat jaring yang berfungsi untuk memudahkan pada saat pengoperasian alat tangkap

(22)

ini (Ayodyoa, 1981). Jaring yang biasa digunakan pada alat tangkap ini adalah jaring yang terbuat dari waring dengan mesh size 0,4 cm. Ukuran jaring biasanya satu meter lebih kecil dari ukuran bagan tancap (Badjang, 2010).

Umumnya bagan tancap ini berukuran 9 x 9 meter, sedangkan tinggi dari dasar perairan rata-rata 12 meter. Dengan demikian, kedalaman perairan untuk tempat pemasangan bagan tancap ini rata-rata pada kedalaman 8 meter, namun pada daerah tertentu ada yang memasang pada kedalaman 15 meter. Karena ditancapkan ke dasar perairan maka substrat yang baik untuk pemasangan adalah lumpur campur pasir (Sudirman dan Mallawa, 2004).

Bagan tancap termasuk ke dalam light fishing yang dimana menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik perhatian ikan untuk berkumpul di bawah cahaya lampu, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang tersedia (Ayodhyoa, 1981). Selanjutnya dikatakan bahwa ikan tersebut memberikan respon melalui rangsangan cahaya dan dimanfaatkan dalam dalam penangkapan atau pemanfaatan melalui salah satu tingkah laku ikan untuk menangkap ikan itu. Ada beberapa jenis ikan yang tertarik dengan adanya cahaya dan berkumpul serta ada juga yang menjahui cahaya dan menyebar.

B. Metode Pengoperasian Bagan Tancap

Operasi alat tangkap ini umumnya dimulai pada saat matahari mulai tenggelam. Penangkapan diawali dengan penurunan jaring sampai kedalaman yang diinginkan, selanjutnya lampu mulai dinyalakan untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah sinar lampu atau di sekitar bagan. Pengangkatan jaring dilakukan apabila ikan yang terkumpul sudah cukup banyak dan keadaan ikan-ikan tersebut cukup tenang. Jaring diangkat sampai berada di atas permukaan air dan hasil tangkapan diambil dengan menggunakan serok (Subani

(23)

dan barus 1989). Pengoperasian tersebut menggunakan atraktor cahaya sehingga alat ini tidaklah efisien apabila digunakan pada saat bulan purnama.

Adapun tahapan-tahapan metode pengoperasian bagan tancap adalah sebagai berikut :

Persiapan, sangat diperlukan sebelum pengoperasian alat tangkap karena hal ini dapat menentukan keberhasilan dalam penangkapan ikan. Hal yang biasa dilakukan adalah pengecekan jaring bagan, pengecekan roller untuk menurunkan dan menarik jaring bagan, dan segala yang dibutuhkan pada saat pengoperasian. Kemudian tahap selanjutnya adalah pengumpulan ikan, ketika hari menjelang malam, maka lampu tersebut dinyalakan dan jaring biasanya diturunkan, hingga tiba saatnya ikan tersebut terlihat berkumpul dilokasi bagan (Subani dan Barus, 1989).

Setting, setelah semua persiapan selesai maka jaring tersebut diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang didinginakan. Dalam proses setting tidak membutuhkan waktu yang begitu lama, hanya sampai jaring selesai diturunkan hingga ke dasar perairan (Takril 2005). Setalah proses setting selesai, selanjutnya adalah proses perendaman jaring. Selama jaring berada dalam air nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar bangunan untuk memperkirakan waktu jaring akan diangkat (hauling) (Subani dan Barus, 1989).

Pengangkatan jaring dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul dilokasi penangkapan. Kegiatan ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan tersebut tidak terkejut dan tetap terkonsentrasi pada bagian bawah bagan yaitu di sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah terkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut

(24)

mulai ditarik ke permukaan secara perlahan untuk menghindari ikan kaget dan kemudian lolos hingga akhirnya ikan tersebut akan tertangkap oleh jaring.

Setelah pengangkatan jaring lalu hasil tangkapan diambil menggunakan serok dan dipindahkan ke dalam basket untuk kemudian di sortir dan diangkut ke darat (Takril, 2005).

C. Hasil Tangkapan Bagan Tancap

Hasil tangkapan utama bagan tancap pada umumnya adalah jenis ikan pelagis kecil seperti Tembang (Sardinella), Ekor kuning (Caesio erythrogaster), Alu-alu (Sphyrae genie), Cumi-cumi (Loligo sp), Teri (Stolephorus sp), Kepiting (Portunus sexdentalus), Peperek (Leiognatus spp) dan Talang-talang (Chorinemus tala) (Deviani, 2010).

Hasil tangkapan bagan tancap relatif sedikit. Sebagai gambaran bagan tancap yang beroperasi di perairan Makassar (Sudirman dkk, 2010), menunjukkan bahwa total tangkapan per trip bervariasi dengan kisaran 5,59 - 30,6 kg.

D. Penyebab Ikan Tertarik Cahaya

Penyebab ikan tertarik oleh cahaya sebagian didasari oleh disorientasi penglihatan ikan. Ikan dalam keadaan lapar akan lebih muda terpikat cahaya daripada ikan-ikan yang tidak lapar. Pada dasarnya ikan dapat memberikan respon terhadap suatu daya pemikat dalam bentuk gerakan-gerakan tertentu dari ikan tersebut. Ransangan yang biasa diberikan supaya ikan dapat berkumpul yaitu berupa ransangan cahaya, bunyi, mekanis, dan kimia. Penangkapan ikan pada malam hari dapat dilakukan dengan metode ransangan cahaya untuk memikat ikan sehingga dapat dikumpulkan dalam suatu area tangkap (catchable area). Faktor yang menentukan dapat tidaknya ikan berkumpul di sekeliling lampu adalah tergantung kekuatan dan warna cahaya dari lampu yang

(25)

digunakan. Mekanisme tertariknya ikan terhadap cahaya untuk mencari intensitas cahaya yang sesuai. Kemungkinan lain ikan tertarik mendekati cahaya karena bingung dengan adanya latar belakang yang gelap sehingga terjadi disorientasi penglihatan ikan pada saat tersebut (Ben Yami, 1987).

Laevastu dan Hela (1970) menyatakan bahwa ikan dapat membedakan warna cahaya asalkan cukup terang cahayanya, sedangkan kekuatan penetrasi cahaya ke kolom perairan tergantung dari warna cahaya. Lamanya waktu yang diperlukan oleh ikan untuk berkumpul dekat cahaya tergantung besar kecilnya intensitas penyinaran. Keberhasilan operasi penangkapan ikan dengan alat bantu lampu sebagai atraktor (light fishing) selain ditentukan lampu dan besarnya intensitas cahaya, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekeruhan.

Faktor tertariknya ikan selain ditentukan oleh intensitas, juga di pengaruhi oleh faktor oseanografi, hubungan dengan kondisi oseanografi seperti arus, salinitas, kecerahan, dan suhu merupakan parameter utama yang mempengaruhi besar kecilnya hasil tangkapan (Nadjamuddin dan Marimba, 1994).

Kecerahan kecil berarti partikel atau zat-zat yang ada dalam air menyebabkan sebagian besar cahaya akan diserap habis oleh partikel atau zat tersebut. Akibat yang ditimbulkan adalah tidak ada atau kurangnya daya tarik ikan terhadap sumber cahaya. Gelombang, angin, arus yaitu kedudukan lampu dan efek yang ditimbulkan tergantung pada faktor – faktor tersebut. Dalam keadaan normal atau perairan yang tenang, daya tembus cahaya ke dalam air berlangsung terus. Adapun pengaruh gelombang dan arus menyebabkan bias cahaya dari lampu berubah – ubah dan tidak beraturan dan akhirnya menimbulkan sinar yang menakutkan (Nadir, 2000).

Keadaan cahaya dalam perairan tergantung pada kekuatan cahaya yang direfleksikan, diabsorbsi, dan dipantulkan serta beberapa faktor seperti kejernihan air, kedalaman perairan, luas permukaan air merupakan hal yang

(26)

berpengaruh, sehingga semakin dalam suatu perairan maka cahaya yang sampai semakin berkurang (Dani dan Sutijati, 1985).

Ikan – ikan tertarik cahaya lampu ditinjau dari fisiologinya yang terjadi tidak hanya melalui organ penglihatan, tetapi melalui organ pineal yaitu organ yang berhubungan dengan ransangan cahaya yang terletak dibagian otak dan tulang kepala. Organ tersebut tidak berpigmen sehingga bila lampu mengenai kepala maka ikan mendekati cahaya (Basuki, 1997).

Cahaya yang masuk ke dalam air akan mengalami pereduksian yang jauh lebih besar bila dibandingkan dalam udara. Hal tersebut terutama disebabkan adanya penyerapan dan perubahan cahaya menjadi berbagai bentuk energi, sehingga cahaya tersebut akan cepat sekali tereduksi sejalan dengan semakin dalam suatu perairan. Pembalikan dan pemancaran cahaya yang disebabkan oleh berbagai partikel dalam air, keadaan cuaca dan gelombang banyak memberikan andil pada pereduksian cahaya yang diterima air tersebut. Dengan demikian daya penglihatan ikan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut (Gunarso, 1985).

E. Lampu Merkuri

Lampu merkuri merupakan jenis lampu yang umum digunakan oleh masyarakat luas sebagai penerangan tamandan lampu jalan sebab umur lampunya yang mencapai 24.000 jam (UNEP, 2005). Namun di beberapa daerah, nelayan juga menggunakan jenis lampu ini sebagai atraktor cahaya dalam proses penangkapan ikan. Lampu jenis merkuri banyak digunakan oleh nelayan di indonesia sebagai alat bantu dalam menghasilkan area penangkapan buatan (artificial fishing ground). Selain jenis lampu neon, nelayan juga menggunakan jenis merkuri karena menghasilkan cahaya yang dapat membuat ikan lebih fokus atau berkumpul pada satu titik di perairan sehingga

(27)

memudahkan dalam proses penangkapan. Lampu jenis merkuri biasanya digunakan oleh nelayan mini purse seine sebagai lampu pengumpul dan lampu petromaks sebagai lampu pengkonsentrasi (Suherman 2005).

Suherman (2005) dalam penelitiannya tentang penggunaan lampu merkuri dalam perikanan mini purse seine di Jepara melaporkan bahwa penggunaan lampu merkuri yang berbeda (8 lampu, 10 lampu, dan 12 lampu) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan. Sebaran iluminasi cahaya lampu merkuri antara perlakuan menunjukkan kemampuan daya tembus yang hanya sedikit perbedaannya, yaitu hingga kedalaman 26 meter untuk perlakuan 8 lampu, kedalaman 35 meter untuk perlakuan 10 lampu, dan kedalaman 36 meter untuk perlakuan 12 lampu. Selain itu, pengamatan kepadatan ikan dengan mengunakan fish finder memperlihatkan bahwa kepadatan ikan semakin meningkat dengan meningkatnya waktu pencahayaan.

Selain itu, Husniati dan Nadir (2006) juga melaporkan hasil penelitiannya tentang penggunaan lampu merkuri pada pengoperasian bagan (Lift Net) dan hubungannya dengan jumlah hasil tangkapan, bahwa kekuatan pencahayaan oleh bagan A (60 unit larnpu) dan bagan B (54 unit lampu) dan bagan C (42 unit lampu) memberikan hasil tangkapan yang signifikan. Hasil tangkapan bagan A (12.325 kg), bagan C (11.302 kg), dan bagan C (8.811 kg). Analisis ragam menunjukkan total berat hasil tangkapan berbeda nyata antar tingkat pencahayaan bagan, sedangkan terhadap periode bulan tidak berbeda nyata.

(28)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan September 2012 yang berlokasi di perairan Pangkep, dimana fishing base berlokasi di desa Toli-toli Kabupaten Pangkep. Peta lokasi penelitian beserta letak fishing base dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

B. Alat

Alat yang di gunakan selama penelitian studi pemanfaatan lampu merkuri 500 Watt dalam menarik perhatian ikan pelagis kecil pada bagan tancap dapat dilihat pada Tabel 1 :

(29)

Tabel 1.Alat yang digunakan dalam penelitian.

No. Alat Kegunaan

1. Satu Unit Bagan Tancap Alat penangkap ikan

2. Perahu Untuk transportasi ke lokasi penangkapan dan mengangkut hasil tangkapan

3. Generator Set (Genset) Sebagai sumber listrik untuk pencahayaan

4.

Lampu mercury 2 buah masing-masing 250 watt

Menarik perhatian ikan

5 Digital LUX Meter Untuk mengukur Iluminasi cahaya di udara 7. Alat Tulis Menulis Mencatat hasil tangkapan

8. Mistar Mengukur ikan hasil tangkapan

9. Timbangan Menimbang ikan hasil tangkapan 10. Kamera digital Alat dokumentasi

11 Buku Identifikasi ikan Mengetahui jenis ikan

12

GPS (Global Positioning System)

Menentukan posisi daerah penangkapan

C. Desain Penelitian

Untuk pengambilan data dilakukan dengan mengikuti operasi penangkapan bagan tancap sebanyak 22 trip dan mengamati setiap proses pengangkatan jaring (hauling). Pengambilan data dilakukan dengan metode studi kasus pada jenis lampu merkuri 500 watt sebagai atraktor ikan pada bagan tancap dengan rangkaian metode sebagai berikut:

1. Menentukan lokasi operasi penangkapan bagan tancap yaitu pada kedalaman 10 meter.

2. Menyiapkan 2 buah lampu merkuri masing-masing 250 watt, sehingga total keluaran cahaya sebesar 500 watt, yang kemudian dipasang pada rumah

(30)

lampu yang berada pada rangka bagan. Adapun model pemasangan lampu merkuri pada bagan tancap ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pemasangan lampu merkuri 250 watt 2 buah pada bagan tancap 3. Lampu tersebut selanjutnya diukur iluminasinya di udara pada malam gelap

gulita untuk mengetahui kekuatan sebaran cahaya di perairan saat pengoperasian bagan berlangsung. Pengukuran dilakukan pada jarak satu meter dari lampu pada setiap sudut 100 mulai dari sudut 0o sampai 3600. 4. Ikan yang tertangkap diidentifikasi jenisnya kemudian ditimbang berdasarkan

jenis dan disampling sebanyak 50 ekor untuk di ukur panjang totalnya.

Pencatatan dilakukan setiap kali hauling.

D. Metode Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari dua kelompok yaitu data primer dan data sekunder. Metode pengambilan/pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data primer

Untuk pengambilan data dilakukan dengan mengikuti operasi penangkapan bagan tancap sebanyak 22 trip selama 3 bulan. Perolehan data dilakukan dengan cara :

(31)

a. Pengamatan langsung terhadap berbagai kegiatan dan keadaan di lokasi penelitian. Parameter yang diamati adalah deskripsi alat tangkap bagan tancap, metode pengoperasian bagan tancap, alat bantu bagan tancap dan jumlah hasil tangkapan perhauling dan pertrip dimana meliputi jenis ikan, ukuran ikan yang dominan tertangkap serta melakukan pengelompokan tingkat hasil tangkapan seperti tangkapan utama (main catch), tangkapan sampingan (by catch) dan tangkapan buangan (discard catch) dimana pengelompokan didasarkan pada nilai jual ikan (yang paling bernilai ekonomis). Hasil tangkapan utama (main catch) adalah hasil tangkapan yang menjadi target utama penangkapan dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) adalah hasil tangkapan yang bukan merupakan target tangkapan. By-catch adalah hasil tangkapan yang tidak dipasarkan tetapi di manfaatkan oleh nelayan untuk kebutuhan sehari-hari.

Hasil tangkapan ini juga memiliki nilai ekonomis tetapi sangat rendah, atau secara biologis belum mencapai ukuran dewasa dan hasil tangkapan dalam jumlah yang sedikit. Hasil tangkapan buangan (discard catch) adalah hasil tangkapan yang akan dibuang kembali ke laut dengan alasan-alasan tertentu dan sisanya yang didaratkan merupakan target penangkapan. Hasil tangkapan tersebut dibuang karena tidak bernilai ekonomis dan tidak dapat dimanfaatkan.

b. Sebagai pembanding dilakukan pula pengambilan data hasil tangkapan bagan tancap yang beroperasi tidak jauh dari bagan tempat pengambilan data untuk kemudian dibandingkan dengan jumlah hasil tangkapan bagan menggunakan lampu merkuri 500 Watt.

c. Sebagai parameter penunjang dilakukan pengukuran data oseanografi yaitu arus untuk selanjutnya dihubungkan dengan jumlah hasil tangkapan.

(32)

2. Pengumpulan data sekunder

Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah data penunjang seperti studi pustaka yaitu pengumpulan data dengan studi dokumentasi, membaca literatur dan hasil penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian.

E. Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

Data yang diperoleh seperti jumlah dan jenis hasil tangkapan dianalisis secara deskriptif dengan bantuan tabel dan grafik.

Komposisi jenis main catch, by catch, dan discard catch dihitung dengan rumus:

Persentase main catch:

N = ∑s X100 % ……….... (1)

∑N

dimana :

N = persentase main catch (kg)

∑s = jumlah main catch (kg),

∑N = total tangkapan (kg)

Persentase by catch:

P= ∑n X100 % ……….(2)

∑N

dimana :

P = persentase by catch (kg)

∑n = jumlah by catch (kg),

∑N = total tangkapan (kg)

(33)

Persentase discard:

R = ∑i x100 % ……….(3)

∑N

di mana :

R = persentase discard catch (kg)

∑i = jumlah discard catch (kg),

∑N = total tangkapan (kg)

Total tangkapan harian dilihat dari banyaknya ikan yang tertangkap setiap trip dihitung dengan rumus:

Htotal/Trip = H1 + H2 + H3 + Hn (kg)...(4) Dimana :

Htotal = Jumlah hasil tangkapan

H1 = Hauling 1 H2 = Hauling 2 H3 = Hauling 3

(34)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Alat Tangkap Bagan Tancap 1. Bagan Tancap

Bagan tancap merupakan alat tangkap yang terdiri dari rangkaian atau susunan bambu berbentuk persegi empatyang ditancapkan di perairan, dimana pada tengah dari bangunan tersebut dipasang jaring. Alat tangkap ini termasuk jenis alat tangkap pasif karena dipasang atau diset menetap di daerah penangkapan.

Bagan tancap yang menjadi tempat penelitian dipasang pada daerah dengan kondisi dasar perairan lumpur berpasir. Ukuran bangunan bagan 13 x 13 meter, tinggi bagan 11 meter dari dasar perairan, kedalaman 8,6 meter (surut) dan 9,4 meter (pasang), dengan jumlah bambu yang dipakai untuk konstruksi bagan berjumlah 220 batang (Gambar 3).

Gambar 3. Bagan tancap yang digunakan selama penelitian

Sedangkan untuk jaring yang menjadi komponen penting kegiatan penangkapan bagan, terbuat dari waring jenis polyamide monofilament berwarna

(35)

hitam dengan meshsize 0,5 cm dengan posisi terletak pada bagian bawah bangunan bagan yang diikatkan pada bingkai bambu yang berbentuk segi empat (Gambar 4).

Gambar 4. Jaring beserta bingkainya

Bingkai tersebut dimaksudkan supaya waring atau jaring bagan dapat terbentang dengan sempurna. Bingkai dari bambu tersebut berukuran 12 meter x 12 meter yang kemudian dihubungkan dengan tali pada keempat sisinya yang berfungsi untuk menarik jaring. Pada keempat sisi jaring diberi pemberat yang berfungsi untuk menenggelamkan jaring dan memberikan posisi jaring yang baik selama dalam air.

Untuk lampu sebagai atraktor ikan, digunakan lampu mekuri 250 watt sebanyak 2 buah (Gambar 5) sehingga total keluaran cahaya sebesar 500 Watt.

Lampu tersebut tersebut selanjutnya didesain dan dipasang pada rangka bagan.

Untuk menyalakannya digunakan bantuan listrik yang berasal dari mesin generator.

(36)

Gambar 5. Lampu merkuri yang digunakan pada saat penelitian

Untuk genset sebagai sumber listrik di bagan, menggunakan mesin generator merk shimura.Genset ini dianggap sebagai salah satu komponen penting karena menjadi sumber tenaga untuk menyalakan lampu.Genset yang digunakan berbahan bakar bensin.

Gambar 6. Mesin Generator Merek Shimura yang digunakan selama penelitian

(37)

Pada bagian tengah dari alat tangkap bagan terdapat bangunan yang menyerupai gubuk/rumah bagan. Bangunan ini berfungsi untuk tempat berlindung bagi nelayan dari terpaan angin dan hujan, tempat istirahat bagi nelayan dan penyimpanan genset pada saat kondisi cuaca sedang hujan. Selain itu, dalam bangunan ini juga tersimpan saklar dan panel lampu serta peralatan lainnya.

Prinsip penangkapannya sama saja dengan bagan yang beroperasi di seluruh Indonesia pada umumnya ialah dengan menjebak gerombolan ikan yang berada pada catchable area dengan bantuan cahaya lampu sebagai atraktor dalam mengumpulkan ikan. Keberhasilan penangkapannya sangat bergantung pada intensitas cahaya dan arah pancaran cahaya yang terfokus pada jaring.

Pengoperasian bagan ini lebih difokuskan pada saat bulan gelap, sebab pada saat itu ikan-ikan akan tertarik dengan cahaya lampu sehingga mendekati bagan dan berkumpul di bagian bawah bagan. Alat tangkap jenis lift net ini dioperasikan pada malam hari hingga pagi.

2. Perahu

Perahu yang digunakan oleh nelayan pada alat tangkap bagan tancap di perairan Kabupaten Pangkep adalah perahu kecil yang biasa disebut perahu motor tempel dengan ukuran panjang (LOA) =11,15 meter, lebar (B)= 145 cm dan tinggi (D)= 85 cm (Gambar 7), serta tenaga penggerak menggunakan mesin jiangdong berkekuatan 24 PK. Alat bantu dayung pada kapal berukuran panjang 130 cm dan lebar dayung 14 cm.

(38)

Gambar 7.Perahu yang digunakan oleh nelayan bagan tancap.

Perahu merupakan alat transportasi bagi nelayan bagan karena selama pengoperasian bagan, perahu berfungsi untuk mengangkut hasil tangkapan, mengantarkan nelayan dan membawa mesin peralatan lainnya dari fishing base menuju fishing ground dan sebaliknya. Perahu ini pula yang menjadi alat transportasi selama penelitian berlangsung.

2. Alat Bantu Penangkapan

Adapun alat bantu yang digunakan pada saat operasi penangkapan berlangsung yaitu serok dengan panjang 3,5 meter dengan diameter bukaan mulut 35 cm, menggunakan jaring waring yang menyerupai kantong dengan diameter 0,5 cm yang berfungsi dalam mengambil hasil tangkapan yang berada didalam jaring (Gambar 8).

(39)

Gambar 8. Serok yang digunakan untuk menaikkan hasil tangkapan dari waring ke atas bagan

Adapula keranjang yang berfungsi untuk menampung ikan-ikan hasil tangkapan setelah proses penyortiran selesai. Keranjang ini berkapasitas 4,5 kg (Gambar 9).

Gambar 9. Keranjang ikan yang digunakan untuk menampung ikan hasil tangkapan

(40)

B. Metode Penangkapan

Pemberangkatan ke lokasi penangkapan dilakukan berdasarkan umur bulan. Pada saat kondisi bulan gelap, biasanya pemberangkatan dilakukan pada sore hari pukul 17.00 wita, sedangkan pada saat kondisi bulan terang, pemberangkatan biasanya dilakukan pada pukul 20.00 sampai pukul 22.00 wita.

Perbedaan waktu pemberangkatan ini dilakukan untuk menghemat biaya operasional karena penyalaan lampu yang terlalu cepat saat kondisi bulan terang dianggap hanya akan membuang-buang bensin saja. Selain itu, saat bulan terang kondisi ombak yang terlalu tinggi sehingga proses pemberangkatan ke fishing ground akan memakan waktu yang lebih lama dan lebih berbahaya. Pada saat nelayan tiba di bagan tancap dan semua barang telah dipindahkan ke atas bagan maka nelayan akan memulai proses setting.Tahap ini merupakan proses sebelum penarikan jaring (hauling) dimulai, diantaranya pemasangan lampu sebagai alat bantu untuk menarik perhatian ikan dan proses penurunan jaring.

Setelah proses pemasangan lampu pada masing-masing rumah lampu selasai, maka proses penurunan jaring dilakukan sesaat setelah nelayan memeriksa kondisi jaring apakah terdapat bagian yang rusak atau tidak. Jaring di turunkan dengan cara memutar roller yang berada di dua sudut berbeda pada bagan secara vertikal ke arah belakang.Jika pada saat penurunan jaring mengalami hambatan di karenakan cepatnya arus, maka nelayan menggoyang goyangkan bambu yang berada tepat di bawah roller yang berfungsi untuk menghantar bingkai jaring hingga ke dasar. Proses penurunan jaring ini dilakukan oleh 2 orang ABK. Saat jaring sudah sampai kedasar selanjutnya nelayan menyalakan lampu yang tersebar pada rangka bagan.

Setelah proses setting selesai maka proses selanjutnya ialah proses hauling. Menurut nelayan proses penarikan jaring (hauling) tidak terpaku pada selang waktu berapa jam, melainkan melihat tingkah laku ikan yang bergerombol

(41)

di bawah lampu, apabila air sudah berwarna gelap itu artinya sudah banyak ikan yang berkumpul pada jarak jangkauan alat tangkap (catchability area). Setelah nelayan menganggap ikan sudah banyak berkumpul pada wilayah cakupan jaring, maka nelayan akan menurunkan lampu agar lebih dekat dengan permukaan air yang bertujuan untuk memfokuskan ikan pada satu titik sekitar permukaan air, setelah itu selang waktu 10 menit, proses penarikan jaring dimulai (Gambar10).

Gambar 10. Proses penarikan jaring (hauling)

Proses penarikan dan pengangkatan jaring dilakukan oleh dua orang ABK dengan memutar roller yang berada di dua sudut berbeda pada bagan secara vertikal ke arah depan. Dalam hal ini nelayan memperhatikan kecepatan arus yang sesuai sebelum penarikan agar tidak mengganggu posisi jaring hingga sampai ke atas. Setelah jaring sampai ke atas, nelayan kemudian mengikat roller dengan menggunakan tali ke rangka bagan untuk menahan jaring agar tidak turun ke bawah. Setelah itu nelayan mulai mengangkat jaring sedikit demi sedikit dari satu sisi untuk menghantar ikan yang terperangkap pada satu titik, setelah itu nelayan mengangkat ikan menggunakan serok ke atas bagan. Setelah selesai

(42)

mengangkat semua ikan ke atas bagan, kemudian jaring kembali diturunkan.

Sambil menunggu proses hauling berikut, nelayan menyortir ikan hasil tangkapan (Gambar 11). Hasil tangakapan disimpan dalam satu keranjang untuk di sortir berdasarkan jenis dan ukurannya. Biasanya yang dipisahkan pertama adalah non ikan seperti kepiting, udang, cumi-cumi, kemudian barulah dipisahkan antara ikan target (main Catch), tangkapan sampingan (by catch), dan tangkapan buangan (discard catch).

Gambar 11. Proses penyortiran hasil tangkapan

Penyortiran adalah salah satu bagian dari kegiatan operasi penangkapan yang bertujuan untuk memisahkan ikan berdasarkan ukuran, jenis dan spesiesnya. Ikan hasil tangkapan yang tergolong dalam tangkapan utama (main catch) dan tangkapan sampingan (by catch) di bawah kedarat untuk di jual dan ada pula yang di bawah ke rumah untuk di makan sedangkan tangkapan buangan (discard catch) akan langsung dibuang kelaut. Biasanya proses setting/hauling dalam satu kali trip dilakukan sebanyak 2-3 kali.

(43)

C. Distribusi dan Ilmunasi Cahaya Lampu di Udara

Selain faktor oseanografi, distribusi dan ilmunasi cahaya di udara juga memiliki peran pada penangkapan bagan tancap.Distribusi dan iluminasi cahaya yang nantinya masuk ke perairanlah yang berfungsi menarik perhatian ikan yang memiliki sifat fototaktis positif. Akan tetapi, cahaya yang masuk ke dalam air mengalami penurunan intensitas yang jauh lebih besar dibandingkan dengan media udara. Hal tersebut terutama diakibatkan adanya penyerapan cahaya oleh berbagai partikel dalam air. Intensitas cahaya juga sangat tergantung pada jenis sumber cahaya dan jarak antara sumber cahaya dengan permukaan bidang.

Semakin jauh jarak sumber cahaya dengan bidang, maka intensitasnya semakin menurun. Kedalaman penetrasi cahaya dalam laut tergantung beberapa faktor, antara lain absorpsi cahaya oleh partikel-partikel air, panjang gelombang cahaya, kejernihan air, serta pemantulan cahaya oleh permukaan air. Dari hasil pengamatan, besaran iluminasi cahaya dalam perairan dapat membentuk suatu pola penyebaran pada target penangkapan (fishing target) yang berada di catchable area. Sesaat sebelum lampu lebih diturunkan agak dekat dengan perairan untuk lebih memfokuskan ikan, ikan-ikan lebih tersebar pada bagian sisi-sisi bagan.

Dari hasil pengukuran iluminasi cahaya lampu di udara menggunakan lux meter, diketahui bahwa lampu merkuri berwarna kuning dengan intensitas 500 watt iluminasinya terendah pada sudut 20 dan 30 derajat sebesar 4 lux dan tertinggi pada sudut 110 derajat didapatkan 430 lux. Besaran iluminasi cahaya tiap 10 derajat dapat dilihat pada Gambar 12.

(44)

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

0° 10° 20°

30°

40°

50°

60°

70°

80°

90°

100°

110°

120°

130°

140°

160°150°

180°170°

200°190°

220°210°

230°

240°

250°

260°

270°

280°

290°

300°

310°

320°

330°

340°350°360°

Lampu Merkuri 250 watt

Gambar 12. Distribusi cahaya lampu mercury 250 watt.

Pemasangan tudung (rumah lampu) memegang peranan penting pada sebaran cahaya pada areal bagan. Tingginya intensitas cahaya pada sudut 110 derajat dan 260 derajat merupakan akibat dari pemakaian tudung pada lampu dan itu menyebabkan sebaran cahaya lebih terfokus pada area cakupan jaring pada bagan.

Keberhasilan dalam light fishing sangat tergantung pada intensitas cahaya dan arah pancaran cahaya yang terfokus pada jaring. Dalam hal ini peteng (rumah) lampulah yang berperan dalam memfokuskan cahaya pada bagian bawah bagan. Penggunaan lampu sebagai atraktor lebih efektif digunakan pada saat bulan gelap, sebab pada saat itu ikan-ikan akan tertarik dengan cahaya lampu sehingga mendekati bagan dan berkumpul di bagian bawah bagan.

(45)

D. Arus

Arus merupakan salah satu parameter oseanografi fisika yang digunakan dalam mempelajari sirkulasi dan hidrodinamika dari suatu perairan laut. Arus laut adalah proses pergerakan massa air laut ke arah vertikal maupun horizontal yang mengakibatkan adanya keseimbangan distribusi massa dan temperatur.

Gerakan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor dominan seperti pasang surut, angin, dan perbedaan densitas.

Dari hasil pengamatan di lokasi penelitian, arus juga menjadi salah satu faktor banyak tidaknya hasil tangkapan setiap hauling. Arus yang terlalu kencang akan membuat ikan menjadi tidak betah tingggal lama dalam catchable area.

Selain itu arus yang terlalu kencang juga akan menghambat proses naiknya jaring saat hauling sehingga kemungkinan ikan yang lolos akan lebih besar.

Seperti yang terlihat pada Lampiran 11, hasil tangkapan tertinggi diperoleh saat kecepatan arus 0,05 m/s yaitu 32 kg, dan hasil tangkapan terendah diperoleh saat kecepatan arus berkisar 0,08 m/s yaitu 2,3 kg. Arus yang terlalu kencang juga akan membuat distribusi cahaya yang masuk ke perairan menjadi terpecah atau tidak terfokus pada satu titik atau dengan kata lain dengan kata lain tingkat absorbsi cahaya yang masuk ke perairan menjadi lebih tinggi sehingga membuat ikan menjadi tidak terfokus dan menyebar sedangkan ikan yang tertarik pada cahaya menyukai cahaya yang terang dan tenang. Arus yang tenang umumnya terjadi pada saat kondisi perairan surut yaitu pada bulan gelap.

Arus dan perubahannya sangat penting dalam operasi penangkapan, perubahan dalam kelimpahan dan keberadaan ikan (Laevastu dan Hayes, 1981).

Ikan bereaksi secara langsung terhadap perubahan lingkungan yang dipengaruhi oleh arus dengan mengarahkan dirinya secara langsung pada arus. Ikan juga ternyata memanfaatkan arus laut untuk melakukan pemijahan, mencari makan ataupun sehubungan dengan proses-proses pengambangannya. Hal ini dapat

(46)

dilihat pada larva ikan yang hanyut dari areal pemijahan (spawning ground) menuju areal pembesaran (nursery groud) yang berdekatan dengan areal makan (feeding area) mereka (Gunarso, 1985).

E. Jumlah (Total) Hasil Tangkapan

Hasil pengamatan selama penelitian terhadap total hasil tangkapan (kg) per trip dan per hauling pada bagan tancap dengan menggunakan bantuancahaya lampu mercury 500 watt disajikan pada Gambar 13 dan 14.

Gambar 13. Grafik total hasil tangkapan per trip pada alat tangkap bagan tancap menggunakan lampu merkuri 500watt sebagai atraktor ikan

Pada Gambar 14 dapat dilihat fluktuasi hasil tangkapan yang signifikan tiap tripnya. Total tangkapan berkisar antara 10,7 kg sampai 70,4 kg dimana total tangkapan tertinggi diperoleh 70,4 kg pada trip 4. Total tangkapan tersebut diperoleh dengan melakukan proses hauling sebanyak 3 kali pada pukul 00.01, pukul 03.40, dan pukul 06.00 Wita dengan total tangkapan per hauling masing- masing 32 kg, 8,4 kg, dan 30 kg. Adapun kecepatan arus masing-masing per hauling berturut-turut 0,05 meter/detik, 0,10 meter/detik, dan 0,05 meter/detik.

0 20 40 60 80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

total tangkapan (kg)

trip

n = 662,9 kg

(47)

Diduga faktor bulan gelap dan kondisi arus yang tidak kencang pada trip ke 4 menjadi penunjang efektifitas lampu merkuri dalam menarik perhatian ikan untuk berkumpul pada catchable area. Faktor bulan gelap menjadi hal penting dalam menunjang kesuksesan penangkapan karena mengakibatkan ikan menjadi lebih bersifat fototaxis positif dan lebih fokus pada cahaya lampu merkuri yang dipasang pada bagan tancap sedangkan faktor arus perairan yang tidak kencang turut menunjang karena mengakibatkan cahaya yang masuk ke perairan tidak terpecah dan lebih terfokus pada suatu area, juga daya rambatnya lebih jauh ke dalam perairan sehingga ikan yang menjadi fishing target menjadi lebih betah tinggal pada catchable area sampai proses hauling dimulai. Adapun total tangkapan terkecil diperoleh 10,7 kg pada trip 12 dengan proses hauling sebanyak 2 kali yaitu pada pukul 01.57 dan pukul 05.40. Adapun total tangkapan per hauling masing-masing 2,3 kg dan 8,4 kg dengan kecepatan arus berturut- turut 0,08 meter/detik dan 0,11meter/detik. Diduga faktor bulan terang yang mengakibatkan cahaya lampu merkuri tidak efektif masuk ke perairan sehingga membuat sulitnya ikan terfokus pada satu titik menjadi penyebab minimnya hasil tangkapan. faktor bulan gelap juga membuat sifat fototaxis positif ikan menjadi berkurang, sedangkan faktor arus kencang membuat cahaya yang masuk ke perairan terpecah dan tidak terfokus sehingga membuat ikan tidak betah tinggal lama pada catchable area. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Nadir, 2000), bahwa pengaruh gelombang dan arus menyebabkan bias cahaya dari lampu berubah – ubah dan tidak beraturan dan akhirnya menimbulkan sinar yang menakutkan. Dari keseluruhan trip dapat diketahui bahwa rata-rata hasil tangkapan mencapai 30,13 kg/trip.

Menurut Subani (1972) meskipun cahaya lampu dapat menarik ikan berkumpul, akan tetapi tidak semua cahaya dapat menarik ikan.Tidak tertariknya ikan oleh cahaya lampu tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain

(48)

antara lain lampu tidak cukup terang untuk mengajak ikan berkumpul atau ada sinar lain yang menerangi seluruh permukaan air misalnya bulan purnama, sehingga cahaya lampu tidak lagi menarik perhatian ikan. Dikatakan pula bahwa pada waktu bulan tidak bersinar, cahaya lampu akan menarik gerombolan ikan dan berpusat pada titik terang lampu. Pada waktu bulan purnama, cahaya bulan terbagi rata sehingga keadaan perairan menjadi terang. Dalam keadaan seperti ini sulit untuk mengkonsentrasikan ikan - ikan kearah cahaya. Adapun total hasil tangkapan per hauling selama 22 trip dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik total hasil tangkapan per hauling pada alat tangkap bagan menggunakan lampu merkuri 500 watt sebagai atraktor ikan

Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa jumlah hasil tangkapan berkisar antara 2,3 kg sampai 32 kg dengan fluktuasi yang cukup signifikan pada tiap haulingnya. Total tangkapan tertinggi saat hauling selama penelitian berlangsung adalah 32 kg yaitu pada hauling ke 9, trip ke 4 dengan kondisi kecepatan arus pada saat itu ialah 0,05 meter/detik sedangkan jumlah tangkapan yang terkecil diperoleh saat hauling ialah 2,3 kg pada hauling ke 27, trip 12 dengan kondisi

0 5 10 15 20 25 30 35

1 3 5 7 9 1113

15 17 19 21 23 25 2729 31 33 35 37 3941 43 45 47

Total tangkapan (kg)

Hauling

n = 662,9 kg

(49)

kecepatan arus pada saat itu ialah 0,08 meter/detik. Diduga faktor bulan dan kondisi arus yang berperan besar dalam efektifitas lampu sebagai atraktor untuk mengumpulkan ikan. Dari keseluruhan hauling dapat diketahui bahwa rata-rata hasil tangkapan adalah 14,10 kg.

Sebagai pembanding, data jumlah hasil tangkapan per trip bagan tempat penelitian dan data jumlah hasil tangkapan bagan nelayan yang beroperasi tidak jauh dari lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 15. Grafik perbandingan jumlah hasil tangkapan bagan tempat penelitian (dengan perlakuan) dan bagan nelayan lain (tampa perlakuan)

Pada gambar 16 dapat dilihat jumlah hasil tangkapan bagan nelayan yang beroperasi tidak jauh dari lokasi penelitian sangat berbeda dengan jumlah hasil tangkapan bagan dengan menggunakan lampu merkuri 500 Watt sebagai atraktor dalam mengumpulkan ikan dimana bagan nelayan lain hasil tangkapannya lebih baik. Adapun hasil tangkapan pertrip bagan nelayan lain yaitu berkisar antara 8 kg sampai 70 kg dengan rata-rata tangkapan pertrip 35,73

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Hasil Tangkapan (kg)

Trip Bagan nelayan lain Bagan tempat penelitian

(50)

kg. Tapi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah lampu yang digunakan sebagai atraktor oleh bagan nelayan lain jauh lebih banyak dengan intensitas yang lebih tinggi dan juga posisi letak bagan yang lebih tertutup oleh pulau-pulau sekitar sehingga pengaruh faktor oseanografi seperti arus dan ombak lebih minim pengaruhnya dibanding pada bagan yang menjadi lokasi penelitian. Faktor arus yang terlalu kencang akan membuat tingkat absorbsi cahaya yang masuk ke perairan menjadi lebih tinggi sehingga akan berpengaruh terhadap daya tembus cahaya ke perairan. Adapun faktor lain yang turut menunjang ialah konstruksi bagan nelayan lain yang juga menjadi pengamatan tidak menggunakan bingkai pada jaringnya melainkan hanya menggunakan pemberat di kedelapan sisi jaring yang kemudian dihubungkan hanya pada satu roller. Konstruksi seperti ini terbukti lebih baik dibandingkan dengan konstruksi bagan yang menjadi tempat penelitian yang dimana menggunakan bingkai pada jaring yang dihubungkan pada dua buah roller karena pengaruh faktor arus saat hauling menjadi lebih minim sehingga terkadang bagan tersebut dapat melakukan hauling lebih banyak dibandingkan bagan yang menjadi tempat penelitian sehingga tentunya berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan per tripnya.

Diduga banyaknya jumlah hasil tangkapan juga dipengaruhi oleh banyak tidaknya makanan di suatu perairan. Ikan-ikan yang mencari makan, apabila tersedia makanan akan tinggal lama di daerah iluminasi cahaya untuk makan dan sebaliknya akan segera meninggalkan daerah tersebut jika tidak tersedia makanan.

Menurut Ayodhya (1976;1981) dalam Sudirman dan Mallawa (2004), ikan pelagis bersifat phototaksis. Cahaya merangsang ikan dan menarik ikan untuk berkumpul pada sumber cahaya itu atau juga karena rangsangan cahaya (stimulus),ikan lalu memberikan responnya. Sedangkan menurut (Sudirman dan

(51)

Nessa, 2011), ikan-ikan pototaksis positif akan memilih cahaya yang disenanginya, berenang di atas atau di bawah jaring dan berdiam lama disekitar iluminasi cahaya. Ikan yang pototaksis positif dan mencari makan akan melakukan keduanya yaitu berada didaerah iluminasi sambil melakukan aktifitas makan (feeding activity).

Sumberdaya ikan pelagis merupakan sumberdaya neritik, karena penyebarannya di perairan dekat pantai, di daerah-daerah dimana terjadi proses penaikan air (upwelling) dan sumberdaya ini dapat membentuk biomassa yang sangat besar. Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan suatu sumberdaya yang poorly behaved, karena makanan utamanya adalah plankton, sehingga kelimpahannya sangat tergantung kepada faktor-faktor lingkungan. Hal tersebut menyebabkan sumberdaya ini akan berbeda kelimpahannya pada setiap wilayah perairan (Nelwan, 2004).

F. Perbandingan Hasil Tangkapan (Primary catch, By catch, danDiscard catch)

Hasil tangkapan harian diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu tangkapan utama (primary catch), tangkapan sampingan (by catch), dan tangkapan buangan (discard catch). Berikut adalah histogram perbandingan hasil tangkapan (primary catch, by catch, discard catch) selama penelitian (Gambar 16).

(52)

Gambar 16.Komposisi hasil tangkapan

Gambar 16 menunjukkan komposisi hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian pada alat tangkap bagan tancap menggunakan lampu merkuri 500 Watt sebagai atraktor berdasarkan bobot (kg). Dapat diinterpretasikan bahwa tangkapan yang dapat digolongkan kedalam tangkapan utama, yaitu tangkapan yang lebih bernilai ekonomis sebesar 83%, atau sebanyak 552,2 kg sedangkan tangkapan yang kurang bernilai ekonomis atau dianggap tangkapan sampingan sebesar 8 %, atau sebanyak 52,4 kg dan tangkapan yang sama sekali tidak bernilai ekonomis dan menjadi tangkapan buangan sebesar 9 %, atau sebanyak 59,8 kg, dengan total berat keseluruhan tangkapan ialah 662,9 kg. Komposisi ini dapat memberikan gambaran bahwa keadaan bagan tancap memberikan hasil tangkapan yang baik bagi pendapatan nelayan dan memungkinkan terbatasnya peluang terjadinya degradasi stok jenis di alam yang memiliki peran tertentu dalam menjaga kelestarian ekosistem, yang mana merupakan bukan target tangkapan. Adapun fluktuasi hasil tangkapan

83%

(552,2 kg) 8%

(52,4 kg)

9%

(59,8 kg)

main catch by-catch discard catch n = 662,9 kg

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai lembaga pendidikan, sekolah memerlukan sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang proses pembelajaran. Kesulitan pengadaan sarana dan prasarana

(2) Terhadap orang yang datang dari negara terjangkit dan/atau endemis penyakit menular tertentu, tidak dapat menunjukkan Sertifikat Vaksinasi Internasional atau

Berdasarkan hasil di lapangan, saran bagi DKM Al-Anshari yang bisa dijadikan bahan pertimbangan dan masukan ke depannya antara lain sebagai berikut: (a)

Beberapa poin diatas merupakan penghambat dari individu siswa itu sendiri yang pada dasarnya sudah menolak film Laskar Pelangi. Ada beberapa siswa yang tidak mengerti bahkan ada

Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasian Tanggal 31 Desember 2012 Dan Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal Tersebut Dengan Angka. Perbandingan Tanggal 31 Desember 2011 Dan

terdapat kandungan kimia yang kimia yang termasuk dalam k termasuk dalam kelompok elompok metabolit metabolit sekunder yang memiliki fungsi utama yang berbeda dengan

Perawat Perawat dalam Keluarga berencana Dalam keluarga berencana peran perawat adalah membantu pasangan untuk memilih metoda kontrasepsi yang tepat untuk digunakan

o Fitur Manager berfungsi untuk mengatur visibilitas user (karyawan) dan project yang akan muncul pada Slide Show.. o Fitur Slide Show yang muncul seperti slide show